HUBUNGAN ANTARA LATAR BELAKANG PENDIDIKAN GURU, PENGALAMAN MENGAJAR, DAN PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMA NEGERI 1 SURAKARTA
SKRIPSI
Oleh : SEPTINA GALIH PUDYASTUTI K8406011
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
0
HUBUNGAN ANTARA LATAR BELAKANG PENDIDIKAN GURU, PENGALAMAN MENGAJAR, DAN PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMA NEGERI 1 SURAKARTA
Oleh : SEPTINA GALIH PUDYASTUTI K8406011
Skripsi Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Sosiologi-Antropologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
1
PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta, Mei 2010
Pembimbing I
Pembimbing II
DR. Zaini Rohmad, M. Pd
Drs. Slamet Subagya, M. Pd
NIP. 195811171986011001
NIP. 19521126 198103 1 002
2
PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari
:
Tanggal :
Tim Penguji Skripsi Ketua
: Drs. H. MH. Sukarno, M. Pd
___________
Sekretaris
: Drs. Suparno, M. Si
___________
Anggota I
: DR. Zaini Rohmad, M.Pd
___________
Anggota II
: Drs. Slamet Subagya, M.Pd
___________
Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd NIP. 196007271 1987 02 1001
\
3
ABSTRAK Septina Galih Pudyastuti. HUBUNGAN ANTARA LATAR BELAKANG PENDIDIKAN GURU, PENGALAMAN MENGAJAR, DAN PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMA NEGERI 1 SURAKARTA, Skripsi. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Mei. 2010. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara : (1) latar belakang pendidikan guru dengan prestasi belajar siswa, (2) pengalaman mengajar guru dengan prestasi belajar siswa, (3) pembelajaran dengan prestasi belajar siswa, serta (4) latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar, dan pembelajaran dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 1 Surakarta. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif korelasional. Populasinya adalah seluruh guru bidang studi yang mengajar di SMA Negeri 1 Surakarta sejumlah 93 orang. Sampel diambil dengan teknik random sampling sebesar 50% dari populasi, yaitu sejumlah 47 orang. Teknik pengumpulan data variabel latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar, pembelajaran, dan prestasi belajar siswa menggunakan angket. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis regresi, dengan menggunakan pedoman uji hipotesis SPS edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih tahun 2004. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1) ada hubungan antara latar belakang pendidikan guru dengan prestasi belajar siswa, 2) ada hubungan antara pengalaman mengajar dengan prestasi belajar siswa, 3) ada hubungan antara pembelajaran dengan prestasi belajar, dan 4) ada hubungan antara latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar, dan pembelajaran dengan prestasi belajar siswa. Analisis data menunjukkan Ry (1,2,3) = 0,951 dan = 0,00. Hipotesis yang berbunyi “Ada hubungan positif yang signifikan antara latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar, dan pembelajaran dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 1 Surakarta” diterima. Dengan demikian jika variabel X1, X2, dan X3 naik, maka variabel Y akan naik. Sebaliknya, jika variabel X1, X2, dan X3 turun, maka variabel Y juga akan turun. Sumbangan efektif total sebesar 90,38% disebabkan oleh variabel x1, x2, dan x3, sedangkan 9,62% merupakan faktor unik yang tidak dapat diteliti dalam penelitian ini.
4
ABSTRACT Septina Galih Pudyastuti. THE RELATIONS BETWEEN TEACHER EDUCATIONAL BACKGROUND, TEACHING EXPERIENCE, AND THE STUDY WITH ACHIEVEMENTS OF STUDENTS OF SMAN 1 SURAKARTA. Thesis. Surakarta : Teacher Training and Education Faculty of Sebelas March University, May. 2010. The objective of the research is to know the relation between : (1) teacher educational background and students’ achievements, (2) teaching experience and students’ achievements, (3) the study and students’ achievements, and (4) teacher educational background, teaching experience, and the study with achievements’ of students of SMAN 1 Surakarta. The research uses correlational quantitative descriptive method. The population is all of 93 teachers teaching at SMAN 1 Surakarta. The sample is taken with random sampling technique 50% of the populations, 47 people. Gathering technique of variable data such as teacher educational background, teaching experience, the study, and students’ achievements used questionnaire. The technique of analyzing data is regression analysis technique, with using SPS hypothesis testing guidelines Sutrisno Hadi and Yuni Pamardiningsih edition year 2004. Based on the result of the research can be concluded that : (1) there is a relation between teacher educational background and students’ achievements, (2) there is a relation between experience and students’ achievements, (3) there is a relation between the study and students’ achievements, and (4) there is a relation between teacher educational background, teaching experience, and the study with achievements of students. Data analysis shows Ry (1,2,3) = 0,951 and ρ = 0,000. The hypothesis “there is a significant positive relation between teacher educational background, teaching experience, and the study with achievements of students SMAN 1 Surakarta” is accepted. Thus, if variable of X1, X2, and X3 arise, variable of Y is also arising. In opposite, if variable of X1, X2, and X3 go down, then the Y variable is going down also. Total effective contribution is 90,38% is caused by variables X1, X2, and X3, when 9,62% is a unique factor that can’t be investigated in this research.
5
MOTTO Sesuatu pekerjaan yang diserahkan kepada seseorang bukan profesinya, maka tunggulah suatu kehancuran (Hadist Rasulullah SAW)
Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani (Ki Hajar Dewantoro)
Ada kalanya peraturan harus dilanggar, agar membuat kita selangkah lebih maju (Peneliti)
6
PERSEMBAHAN
Karya ini peneliti persembahkan untuk : 1. Orang tuaku, Bapak Tugiyo dan Ibu Nanik. Kalian
berdua
adalah
penyemangat
dalam
hidupku. Terima kasih untuk cinta, kesabaran, kemarahan, doa, dan semangat yang telah kalian berikan kepadaku 2. Kakak perempuanku, Mbak Tiwuk. Terima kasih untuk
kasih
sayang,
semangat,
dan
kedewasaanmu. 3. Teman-teman terbaikku : Ning, Ika S, Dianita, Ratri, Fitria, Astrini, Finta. Terima kasih untuk waktu, tenaga, dan semangatnya. Kalian lebih dari seorang sahabat. 4. Teman-temanku Sosant’06. Terima kasih untuk kenangan dan kebersamaan kalian selama ini. 5. Almameter, Pendidikan Sosiologi-Antropologi, FKIP, UNS. Terima kasih untuk aturan, visi, dan misi yang telah mampu membuatku menjadi manusia yang lebih baik.
7
KATA PENGANTAR Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan tugas akhir ini dapat terselesaikan. Skripsi dengan judul “Hubungan antara Latar Belakang Pendidikan Guru, Pengalaman Mengajar, dan Pembelajaran dengan Prestasi Belajar Siswa SMA Negeri 1 Surakarta”, adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S1) di lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Disadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak penyusunan skripsi ini akan sulit untuk terselesaikan. Untuk itu segala bentuk bantuan, peneliti mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2.
Drs. H. Saiful Bachri, M. Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3.
Drs. H. MH. Sukarno, M. Pd, Ketua Program Pendidikan Sosiologi Antropologi Universitas Sebelas Maret Surakarta, atas kesempatan, dan pengarahan yang diberikan.
4.
DR. Zaini Rohmad, M. Pd, Dosen Pembimbing I atas segala bantuan, saran, kritik, dan bimbingan yang diberikan kepada peneliti.
5.
Drs. Slamet Subagya, M. Pd, Dosen Pembimbing II atas segala bantuan dan bimbingan yang diberikan kepada peneliti.
6.
Drs H. M. Thoyibun, SH, MM, Kepala SMA Negeri 1 Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian ini.
7.
Pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penulisan karya ini sangat jauh dari
kesempurnaan, tapi peneliti berharap semoga penulisan karya ini berguna bagi semua pihak yang terkait. Surakarta, Mei 2010 Peneliti
8
DAFTAR ISI
JUDUL………..………….………………………………………...…..
i
PERSETUJUAN………...………………………………………....….
ii
PENGESAHAN…………………………………………………....…..
iii
ABSTRAK……………………………………….………………….…
iv
ABSTRACT…………………………………………………………...
v
MOTTO……………...……………………………………....…………
vi
PERSEMBAHAN……………...……………………………………...
vii
KATA PENGANTAR………………………………………………..…. viii DAFTAR ISI……………………………………………………………... ix DAFTAR TABEL…………………………………………………….…. xii DAFTAR GAMBAR/ BAGAN…………………………………………. xiii DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………….…. xiv BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………….…. 1 A. Latar Belakang Masalah…………………………………………… 1 B. Identifikasi Masalah…………………………………………….…. 7 C. Pembatasan Masalah…………………………………………….… 8 D. Perumusan Masalah……………………………………………….. 9 E. Tujuan Penelitian…………………………………………………... 9 F. Manfaat Penelitian…………………………………………………. 10 BAB II. LANDASAN TEORI…………………………………………… 11 A. Tinjauan Pustaka…………………………………………………… 11 1.
Tinjauan tentang Profesionalisme Guru…………………….. 11
2.
Tinjauan tentang Latar Belakang Pendidikan Guru…….…… 20
3.
Tinjauan tentang Pengalaman Mengajar Guru….…………… 33
4.
Tinjauan tentang Pembelajaran……………………………… 37
5.
Tinjauan tentang Prestasi Belajar Siswa……………………. 53
B. Penelitian yang Relevan…………………………………………… 66 C. Kerangka Pemikiran……………………………………………….. 68 D. Perumusan Hipotesis…………………………………………….… 69 9
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……………………………... 71 A. Tempat dan Waktu Penelitian……………………………………… 71 1.
Tempat Penelitian……………………………………………. 71
2.
Waktu Penelitian…………………………………………….. 71
B. Variabel Penelitian……………………………………………….... 72 1.
Identifikasi Variabel Penelitian……………………….…..…. 72
2.
Definisi Konsep Variabel…………………………….….….. 76
3.
Definisi Operasional Variabel………………………………. 77
C. Metode Penelitian…………………………………………………. 78 D. Populasi dan Sampel………………………………………………. 82 1.
Populasi Penelitian…………………………………………... 82
2.
Sampel Penelitian……………………………………………. 83
E. Metode Pengumpulan Data………………………………………... 89 F. Validitas dan Reliabilitas…………………………………………... 106 1.
Validitas……………………………………………………... 106
2.
Reliabilitas…………………………………………………… 108
G. Teknik Analisis Data……………………………………………… 110 1.
Uji Persyaratan Analisis…………………………………….. 112
2.
Pengujian Hipotesis…………………………………………. 114
BAB IV. HASIL PENELITIAN………………………………………… 119 A. Deskripsi Data……………………………………………………... 119 1.
Deskripsi Lokasi Penelitian…………………………………. 119
2.
Deskripsi Data Penelitian……………………………………. 126
B. Pengujian Persyaratan Analisis…………………………………….. 133 1.
Hasil Uji Normalitas…………………………………………. 133
2.
Hasil Uji Linieritas…………………………………………... 134
C. Proses Pengujian Hipotesis……………………………………….... 136 D. Pembahasan Hasil Analisis Data…………………………………... 140 BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN………………… 143 A. Kesimpulan………………………………………………………… 143 B. Implikasi…………………………………………………………… 144
10
C. Saran………………………………………………………………. 146 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
11
DAFTAR TABEL Tabel 1. Uraian Kegiatan Penelitian……………………………………..
67
Tabel 2. Kisi-Kisi Angket Penelitian…………………………………….. 93 Tabel 3. Distribusi Frekuensi Data Latar Belakang Pendidikan Guru…… 122 Tabel 4. Distribusi Frekuensi Data Pengalaman Mengajar…………….… 124 Tabel 5. Distribusi Frekuensi Data Pembelajaran………………………... 126 Tabel 6. Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Siswa………………. 128 Tabel 7. Rangkuman Uji Linieritas X1 dan Y……………………………. 130 Tabel 8. Rangkuman Uji Linieritas X2 dan Y……………………………. 130 Tabel 9. Rangkuman Uji Linieritas X3 dan Y……………………………. 131 Tabel 10. Rangkuman Perbandingan Bobot Prediktor…………………… 132
12
DAFTAR GAMBAR/ BAGAN Bagan 1. Kerangka Pemikiran……………………………………….
64
Gambar 2. Histogram Data Latar Belakang Pendidikan Guru………
123
Gambar 3. Histogram Data Pengalaman Mengajar………………….
124
Gambar 4. Histogram Data Pembelajaran…………………………...
126
Gambar 5. Histogram Data Prestasi Belajar Siswa………………….
128
13
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Kisi-Kisi Angket Try Out…………………………………
149
Lampiran 2. Soal Angket Try Out……………………………………...
152
Lampiran 3. Hasil Uji Validitas ………………………………………..
164
Lampiran 4. Hasil Uji Reliabilitas………………………………………
172
Lampiran 5. Deskripsi Data Butir X1, X2, X3, dan Y………………….
176
Lampiran 6. Soal Angket Penelitian……………………………………
180
Lampiran 7. Sebaran Frekuensi dan Histogram………………………...
190
Lampiran 8. Uji Normalitas Sebaran…………………………………....
196
Lampiran 9. Uji Linieritas……………………………………………….
201
Lampiran 10. Uji Hipotesis Regresi Ganda……………………………..
205
Lampiran 11. Tabulasi Data X1, X2, X3, dan Y…………………………
209
Lampiran 12. Daftar Guru Bidang Studi di SMA Negeri 1 Surakarta…..
218
Lampiran 13. Denah Ruang Kelas di SMA Negeri 1 Surakarta…………
220
Lampiran 14. Lembar Perizinan…………………………………………
221
Lampiran 15. Curriculum Vitae…………………………………………
226
14
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 3, fungsi pendidikan nasional diharapkan mampu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, sedangkan tujuan diadakannya pendidikan itu adalah untuk mengembangkan potensi anak didik agar mampu menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis, serta bertanggung jawab. “Pendidikan harus mampu menghasilkan lulusan yang berpikir global (think globally), dan bertindak lokal (act loccaly), serta dilandasi oleh akhlak yang mulia” (E. Mulyasa, 2007 : 4). Ada dua buah konsep kependidikan yang saling berkaitan satu dengan yang lain, yaitu belajar (learning) dan pembelajaran (instruction). Konsep belajar berakar pada pihak peserta didik dan konsep pembelajaran berakar pada pihak pendidik. Dalam proses belajar mengajar terjadi interaksi antara peserta didik dan pendidik. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Sedangkan yang dimaksud pendidik, yaitu seseorang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab membantu peserta didik mencapai kedewasaan masing-masing. Pada
dasarnya
terdapat
berbagai
faktor
yang
mempengaruhi
pembelajaran di sekolah, antara lain : guru, siswa, sarana prasarana, lingkungan pendidikan, dan kurikulum. Dari semuanya itu, guru merupakan
2
komponen yang paling menentukan, karena di tangan gurulah kurikulum, sumber belajar, sarana dan prasarana, dan iklim pembelajaran menjadi sesuatu yang berarti bagi kehidupan peserta didik. Supriadi (dalam E. Mulyasa, 2007 : 9) mengungkapkan bahwa mutu pendidikan yang dinilai dari prestasi belajar peserta didik sangat ditentukan oleh guru, yaitu 34 % pada negara sedang berkembang, dan 36% pada negara industri. Studi yang dilakukan Heyneman dan Loxley pada tahun 1983 di 29 negara menemukan bahwa diantara berbagai masukan (input) yang menentukan mutu pendidikan, khususnya yang ditunjukkan dalam prestasi belajar siswa, sepertiganya ditentukan oleh guru. Keberadaan guru bagi suatu bangsa amatlah penting. Guru merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Dengan kata lain, perbaikan kualitas pendidikan harus berpangkal dari guru dan berujung pada guru pula. Jabatan guru merupakan salah satu jabatan profesional, dalam artikel pendidikan “Pengaruh Pendidikan, Pelatihan, dan Pengalaman Mengajar terhadap Profesionalisme Guru Sekolah Dasar Negeri Gugus II Kecamatan Nganjuk”, Supriyadi Dedi (dalam http://ilmiah-pendidikan.blogspot.com) menyebutkan bahwa : “Profesional menunjuk pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab dan kesetiaan profesi. Suatu profesi secara teori tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau dipersiapkan untuk itu.” Dalam menciptakan guru yang profesional pemerintah telah membuat aturan-aturan persyaratan untuk menjadi guru, dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 8 disebutkan bahwa “guru yang profesional adalah guru yang
memiliki
empat
kompetensi
(kemampuan),
yaitu
kompetensi
paedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional”. Hal lain yang perlu dikemukakan dalam kaitannya dengan profesionalisme, yaitu tidak ada satupun cara mengajar yang dapat dipergunakan dalam setiap situasi mengajar, karena itu guru perlu menentukan cara mana yang tepat untuk dirinya dan cara belajar siswa serta tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena
3
itu, di dalam pembelajaran setiap guru juga dituntut untuk selalu belajar agar mampu memperbaiki kualitas pembelajaran. Berkaitan dengan profesionalisme guru, dalam skripsi yang berjudul “Kinerja Guru Ditinjau dari Profesionalisme, Latar Belakang Pendidikan, dan Pengalaman Mengajar”, Harsiwi (dalam http://etd.eprints.ums.ac.id), menyebutkan bahwa; Tingkat pendidikan akan menentukan pola pikir dan wawasan seseorang, termasuk dalam hal ini pola pikir dan wawasannya. Selain itu tingkat pendidikan juga merupakan bagian dari pengalaman kerja. Lama bekerja merupakan pengalaman individu yang akan menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan dan jabatan. Pertumbuhan jabatan dalam pekerjaan dapat dialami oleh seorang hanya apabila dijalani proses belajar dan berpengalaman… Merujuk pendapat di atas, bahwa tingkat pendidikan dan pengalaman mengajar adalah dua aspek yang mempengaruhi kompetensi seorang guru di bidang pendidikan dan pengajaran. Sugiyono (dalam Edy Suwarno, 2002 : 16) menyebutkan bahwa “kemampuan kerja guru pengaruhi beberapa faktor, seperti potensi dasar, latar belakang pendidikan, pendidikan/ pelatihan, dan pengalaman mengajar. Kualitas pendidikan guru sangat menentukan dalam penyiapan sumber daya manusia yang handal. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 pasal 28, bahwa “pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundangundangan yang berlaku. Latar belakang pendidikan guru dapat dilihat dari dua sisi, yaitu kesesuaian antara bidang ilmu yang ditempuh dengan bidang tugas dan jenjang pendidikan. Untuk profesi guru sebaiknya juga berasal dari lembaga pendidikan guru. Guru pemula dengan latar pendidikan keguruan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah, karena dia sudah
4
dibekali dengan seperangkat teori sebagai pendukung pengabdiannya, sedangkan guru yang bukan berlatar pendidikan keguruan akan banyak menemukan banyak masalah dalam pembelajaran. Jenis pekerjaan yang berkualifikasi
_profesional
memiliki
ciri-ciri
tertentu,
diantaranya
memerlukan persiapan/ pendidikan khusus bagi calon pelakunya, yaitu membutuhkan pendidikan prajabatan yang relevan (C. V Good dalam Ahmad Barizi, 2009 : 142). Danim (dalam Ahmad Barizi, 2009 : 138) juga menyebutkan bahwa “seorang guru dapat dikatakan profesional atau tidak, dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama, dilihat dari tingkat pendidikan minimal dari latar belakang pendidikan untuk jenjang sekolah tempatnya menjadi guru. Kedua, penguasaan guru terhadap materi bahan ajar, mengelola proses pembelajaran, mengelola siswa, melakukan tugas-tugas bimbingan, dan kegiatan administasi lainnya”. Menurut Ahmad Barizi (2009 : 154), “guru profesional merupakan produk dari keseimbangan (balance) antara penguasaan aspek keguruan dan disiplin ilmu”. Latar belakang pendidikan yang dimiliki seorang guru akan berpengaruh terhadap praktek pembelajaran di kelas, seperti penentuan cara mengajar serta melakukan evaluasi (M. J. Martin Diaz, 2006 : 1177). Pengalaman mengajar guru merupakan salah satu faktor dalam mendukung pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Pengalaman mengajar yang dimiliki oleh seorang guru menjadi penentu pencapaian hasil belajar yang akan diraih oleh siswa. Pengalaman mengajar yang cukup, dalam arti waktu yang telah dilalui oleh seorang guru dalam melaksanakan tugasnya akan mendukung pencapaian hasil belajar sebagai tujuan yang akan diraih di sekolah. Pengalaman mengajar merupakan hal penting yang menjadi perhatian dalam menentukan keberhasilan pembelajaran. Guru yang mempunyai pengalaman mengajar yang memadai, secara positif akan menentukan keberhasilan proses pembelajaran, sebaliknya guru yang mempunyai pengalaman mengajar yang kurang memadai akan menghambat proses pembelajaran. Guru profesional dapat menghasilkan pendidikan yang berkualitas, yaitu dapat dicapai dengan menciptakan iklim pembelajaran yang
5
menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis (Martinis Yamin, 2009 : 20). Dalam jurnal internasional yang berjudul “Experienced Teachers Insist that Effective Teaching is Primarily a Science”, menyebutkan bahwa guru yang memiliki pengalaman mengajar yang lama mampu menghasilkan pengajaran yang efektif. Guru yang berpengalaman menganggap bahwa mengajar sebagai sebuah seni, sedangkan guru yang baru menekuni profesinya menganggap bahwa mengajar hanya proses penyampaian ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Stanley D. Ivie (2001 : 519) mengemukakan “a spoonful of sugar (art) might just help the medicine (science) go down in the most delightful way”. Seni dalam mengajar diibaratkan sesendok gula yang dapat
memudahkan
seseorang
untuk
meminum
obat.
Obat
dalam
pembelajaran adalah ilmu pengetahuan yang akan disampaikan kepada peserta didik. Brickhouse (dalam M. J. Martin Diaz, 2006 : 1176), mengemukakan “tingkatan pengalaman mampu membuat seorang guru untuk menghargai suatu ilmu pengetahuan”. Pengalaman mengajar guru dapat diukur dari jumlah tahun lamanya ia mengajar, khususnya dalam mata pelajaran yang diampunya. Profesionalisme guru terbentuk sebagai hasil dari profesionalisasi yang dijalaninya secara terus menerus. Artinya semakin lama seseorang menekuni profesi sebagai seorang guru akan semakin tinggi pula tingkat keprofesionalismenya, begitu pula sebaliknya (Ahmad Barizi, 2009 : 142). Di dalam menekuni bidang tugasnya, pengalaman guru selalu bertambah. Semakin bertambah masa kerjanya diharapkan guru semakin banyak pengalamannya. Tingkat kesulitan yang ditemukan guru dalam pembelajaran semakin hari semakin berkurang pada aspek tertentu seiring dengan bertambahnya pengalaman sebagai guru (Syaiful Bahhri Djamarah, 2006 : 112). Pengalaman-pengalaman ini erat kaitannya dengan peningkatan profesionalisme pekerjaan. Guru yang sudah lama mengabdi di dunia pendidikan harus lebih professional dibandingkan guru yang beberapa tahun mengabdi (http://ilmiah-pendidikan.blogspot.com). Di dalam pembelajaran ada usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada siswa yang belajar,
6
dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha. Guru bertindak sebagai pengelola kegiatan belajar-mengajar, katalisator belajar-mengajar, dan peranan lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajarmengajar yang efektif. Menurut Wiji Suwarno (2006 : 38), “guru (pendidik) adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian, pengabdian kepada masyarakat, membantu
pengembangan
dan
pengelolaan
program
sekolah,
serta
mengembangkan profesionalitas”. Ada beberapa tantangan yang dihadapi guru dalam kinerja sebagai pendidik, yaitu; tantangan bidang pengelolaan kurikulum, bidang pembelajaran, dan bidang penilaian. Dalam menghadapi tantangan itu akan sangat tergantung pada profesionalisme guru. Guru profesional akan dapat menyelenggarakan proses pembelajaran dan penilaian yang menyenangkan bagi siswa dan guru, sehingga dapat mendorong tumbuhnya kreativitas belajar pada diri siswa. Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan sangat menentukan minat dan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Melalui model pembelajaran yang tepat diharapkan siswa tidak hanya memperoleh teori-teori, tetapi juga mampu mengimplementasikan konsep-konsep yang telah didapatkan dalam kehidupan sehari-hari. Keberhasilan suatu proses pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajar yang dicapai siswa. Prestasi belajar merupakan salah satu cara untuk mengukur kemampuan diri. Prestasi belajar juga mempunyai peran yang sangat menentukan dalam keberhasilan belajar, yaitu sebagai umpan balik guru dalam melaksanakan serta memperbaiki proses belajar mengajar demi kemajuan prestasi siswa. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa. Mengetahui kemajuan kemampuan belajar siswa sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar. Keberhasilan dalam pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada proses belajar
7
yang dialami oleh siswa. Keberhasilan maupun kegagalan individu dalam kegiatan belajar baru dapat dilihat setelah diadakan penilaian. Latar belakang pendidikan serta pengalaman mengajar yang dimiliki seorang guru akan menentukan kualitas pembelajaran di sekolah. Kualitas pembelajaran ini terlihat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai diadakan evaluasi. Berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran sangat ditentukan oleh prestasi belajar yang dicapai oleh siswa. Prestasi belajar dapat ditunjukkan melalui nilai yang diberikan seorang guru dari jumlah bidang studi yang telah dipelajari oleh peserta didik. Dalam proses pencapaiannya, prestasi belajar sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor utama yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan pembelajaran adalah keberadaan guru. Mengingat keberadaan guru dalam proses kegiatan belajar mengajar sangat berpengaruh, maka sudah semestinya kualitas guru harus diperhatikan. Berdasarkan uraian-uraian di atas, peneliti memilih SMA Negeri 1 Surakarta sebagai lokasi penelitian. Adapun judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah “Hubungan antara Latar Belakang Pendidikan Guru, Pengalaman Mengajar, dan Pembelajaran dengan Prestasi Belajar Siswa SMA Negeri 1 Surakarta”.
B. Identifikasi Masalah Agar penelitian ini terarah dan mencapai sasaran yang diinginkan, maka permasalahan dibatasi pada : 1. Pendidikan tinggi yang miliki seorang guru belum dapat menjamin keberhasilannya dalam mengelola pembelajaran di sekolah. 2. Banyak lembaga pendidikan (sekolah) yang memperkerjakan tenaga kependidikan yang bukan berasal dari dari lulusan kependidikan, yang tidak memiliki pengetahuan kependidikan dan hanya dibekali pengetahuan bidang studi atau materi sesuai dengan jurusan yang ditempuhnya di perguruan tinggi.
8
3. Ada anggapan bahwa semakin lama guru menekuni profesinya, maka guru tersebut akan mampu menghasilkan pembelajaran yang kreatif dan inovatif di sekolah. 4. Keberhasilan pendidikan tidak hanya diukur dari out put yang dihasilkan, tetapi juga dilihat dari proses sehingga mampu menghasilkan out put pendidikan yang berkualitas.
C. Pembatasan Masalah Agar penelitian ini terarah dan mencapai sasaran yang diinginkan, maka permasalahan dibatasi pada : 1. Latar belakang pendidikan guru yang dimaksud adalah pendidikan yang telah atau sedang ditempuh guru dan ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangannya, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan sesuai dengan bidang tugasnya 2. Pengalaman mengajar adalah segala hal serta kegiatan yang sedang maupun sudah dialami guru dalam mendukung serta melaksanakan tugas mengajar di sekolah berkenaan dengan masa kerja, jam kerja, serta ruang lingkup kerja, sehingga hal-hal yang dialami dapat dikuasainya, baik tentang pengetahuan, keterampilan, maupun nilai-nilai yang menyatu dalam dirinya 3. Proses Pembelajaran yang dimaksud adalah situasi yang memungkinkan terjadinya interaksi antara guru dan murid serta berbagai komponenkomponen pendukung lainya, seperti metode, media, bahan/ materi pelajaran untuk tercapainya tujuan pembelajaran. 4. Prestasi belajar siswa yang dimaksud adalah kemampuan siswa yang diperoleh dari penilaian aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dapat dilihat dari hasil belajar siswa berupa nilai raport dalam bidang studi tertentu
9
D. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka dibuat perumusan masalah sebagai berikut : 1. Apakah ada hubungan antara latar belakang pendidikan guru dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 1 Surakarta? 2. Apakah ada hubungan antara pengalaman mengajar guru dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 1 Surakarta? 3. Apakah ada hubungan antara pembelajaran dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 1 Surakarta? 4. Apakah ada hubungan antara latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar, dan pembelajaran dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 1 Surakarta?
E. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Hubungan antara latar belakang pendidikan guru dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 1 Surakarta 2. Hubungan antara pengalaman mengajar guru dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 1 Surakarta 3. Hubungan antara proses pembelajaran dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 1 Surakarta 4. Hubungan antara latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar, dan proses pembelajaran dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 1 Surakarta F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis a Memberikan masukan bagi para peneliti lain untuk mengembangkan penelitian lain yang sejenis.
10
b Menambah bahan pustaka Program Pendidikan Sosiologi-Antropologi, Jurusan P.IPS, FKIP Universitas Sebelas Maret. 2. Manfaat Praktis a Memberi masukan bagi guru untuk meningkatkan kualitas personal dan profesional sebagai pendidik b Memberikan masukan bagi tenaga kependidikan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, terutama ditinjau dalam hal latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar, serta proses pembelajaran demi tercapainya hasil belajar siswa yang maksimal, khususnya di SMA Negeri 1 Surakarta. c Dapat melakukan penelitian lebih lanjut terhadap faktor yang ada di
luar selain latar belakang pendidikan guru dan pengalaman mengajar yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa.
11
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. a.
Tinjauan tentang Profesionalisme Guru
Pengertian Profesionalisme Guru Menurut para ahli kata “profesional” memiliki beragam definisi. Sikun
Pribadi (dalam Oemar Hamalik, 2008 : 1) mengemukakan bahwa “profesi adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa, karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu”. Sedangkan menurut Frank H. Blackington (dalam Oemar Hamalik, 2008 : 3), “a profession may defined most simply as a vocation which is organized, incompletely, no doubt, but genuinely, for the performance of function”. Menurut Sosiolog, profesi memiliki konotasi simbolik berisi nilai. “Profesi” ialah istilah yang merupakan model bagi konsepsi pekerjaan yang diinginkan, dicita-citakan. Istilah ideologis ini dipakai sebagai kerangka acuan bagi usaha suatu pekerjaan dalam meningkatkan statusnya, ganjaran, dan kondisi pekerjaannya. Profesi
guru
menurut
undang-undang
tentang
guru
dan
dosen
harus memiliki prinsip-prinsip profesional seperti tercantum pada UndangUndang Republik Indonesia tentang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 pasal 5 ayat 1, yaitu profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip profesional sebagai berikut: 1) Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealism. 2) Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugasnya. 3) Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya. 4) Mematuhi kode etik profesi. 5) Memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas. 6) Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya. 7) Memiliki kesempatan untuk mengernbangkan profesinya secara berkelanjutan. 8) Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
12
9) Memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum”. Oemar Hamalik (dalam Martinis Yamin), 2001 ;118, guru professional harus memiliki persyaratan, yang meliputi: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Memiliki bakat sebagai guru, Memiliki keahlian sebagai guru, Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi, Memiliki mental yang sehat, Berbadan sehat, Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas Guru adalah manusia berjiwa Pancasila, Guru adalah seorang warga Negara yang baik. Pada prinsipnya profesionalisme guru adalah guru yang dapat menjalankan
tugasnya secara profesional, yang memiliki ciri - ciri antara lain : ahli di bidang teori dan praktek keguruan. Guru profesional adalah guru yang menguasai ilmu pengetahuan yang diajarkan dan ahli mengajarnya (menyampaikannya). Guru profesional adalah guru yang mampu membelajarkan peserta didik tentang pengetahuan yang dikuasainya dengan baik (Ahmad Barizi, 2009 : 138). Menurut Trianto (dalam Ahmad Barizi, 2009 : 142), menyatakan bahwa untuk menjadi profesional, seorang guru dan dosen dituntut memiliki lima kemampuan (skill) yaitu : 1) Mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya. 2) Menguasai secara mendalam materi pelajaran yang akan diajarkan serta cara mengajarkannya (metode yang cocok) kepada siswa. 3) Bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa. 4) Mampu berpikir sistematis, kritis, taktis dan strategis tentang apa yang dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya. 5) Merasa merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya. 6) Berdasarkan pengertian profesional yang telah dijabarkan di atas dapat disimpulkan bahwa profesionalisme guru adalah guru yang benar-benar mengabdikan dirinya untuk menjadi seorang pendidik yang mempunyai kemampuan-kemampuan (skills) dalam mendukung profesinya dan ahli baik di bidang teori maupun praktek keilmuannya. b. Tugas dan Peranan Guru Menurut Havighurt (dalam Edy Suwarno, 2002 : 13), “peranan guru di sekolah sebagai pegawai (employe) dalam hubungan kedinasan, sebagai bawahan (subordinate) terhadap atasannya, sebagai kolega dalam hubungannya dengan
13
teman sejawat, sebagai mediator dalam hubungannya dengan anak didik, sebagai pengatur disiplin, evaluator dan pengganti orang tua”. Sedangkan James W. Brown (dalam Edy Suwarno, 2002 : 14) mengemukakan bahwa “tugas dan peranan guru antara lain : 1) menguasai dan mengembangkan materi pelajaran, 2) merencanakan dan mempersiapkan pelajaran sehari-hari, 3) mengontrol dan mengevaluasi kegiatan siswa”. Tugas utama guru seperti yang dikemukakan Syaiful Bahri Djamarah (dalam Edy Suwarno, 2002 : 13) dibedakan menjadi tiga, yaitu : 1) Tugas Profesi, tugas ini menuntut kepada guru untuk mengembangkan profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Misalnya : a) Sebagai pendidik, berarti meneruskan dan mengembangkan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) kepada anak didik. b) Sebagai pengajar, berarti meneruskan dan mengembangkan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) kepada anak didik. c) Sebagai pelatih, berarti mengembangkan ketrampilan dan menerapkan dalam kehidupan demi masa depan anak didik. 2) Tugas Kemanusiaan, yaitu guru harus menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada anak didik dan dapat menempatkan diri sebagai orang tua kedua dalam jangka waktu tertentu. 3) Tugas Kemasyarakatan, yaitu guru mempunyai tugas mendidik dan mengajar masyrakat untuk menjadi warga Negara Indonesia yang bermoral Pancasila. Dengan demikian dapat dilihat bahwa tugas dan peranan guru sangat kompleks. Guru senantiasa dituntut meningkatkan kemampuan kerjanya, terutama dalam masalah pendidikan. Tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugas dan peranannya sebagai guru, menurut Sugiyono (dalam Edy Suwarno, 2002 : 16), bahwa kemampuan guru dipengaruhi oleh beberapa faktor : 1) Perkembangan IPTEK. Perkembangan teknologi sangat berpengaruh terhadap produktivitas kerja, dalam hal ini guru akan menghasilkan produk (outcome) yang baik, jika didukung oleh teknologi yang canggih pula. 2) Alat kerja, metode kerja, dan bahan yang dikerjakan Dalam dunia pendidikan bahan yang dikerjakan atau objek garapannya berupa anak didik atau peserta didik, sehingga prosesnya terdiri dari 3 (tiga) komponen, yaitu input, proses, dan output/ outcome. 3) Kinerja/ Job Perfomance Kinerja tergantung pada kemampuan kerja (potensi dasar, latar belakang pendidikan, pendidikan/ pelatihan, dan pengalaman) dan motivasi kerja
14
(kondisi sosial tempat kerja, kebutuhan individu, kondisi fisik personal, kondisi fisik tempat kerja). c.
Kegiatan-Kegiatan Guru dalam Pendidikan Dalam Soetjipto (2009 : 184 – 185), kegiatan-kegiatan guru dalam
pendidikan meliputi : 1) 2) 3) 4)
Pendidikan. Proses belajar-mengajar atau bimbingan dan penyuluhan. Pengembangan profesi. Penunjang proses belajar-mengajar atau bimbingan dan penyuluhan. Untuk lebih jelaskan akan diuraikan sebagai berikut :
1) Pendidikan, yang meliputi : a) mengikuti dan memperoleh ijasah pendidikan formal, b) mengikuti dan memperoleh Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Latihan (SPPTL) kedinasan. 2) Proses belajar-mengajar atau bimbingan dan penyuluhan, yang meliputi : a) melaksanakan proses belajar-mengajar atau praktek atau melaksanakan proses bimbingan dan penyuluhan, b) melaksanakan tugas di daerah tertentu, c) melaksanakan tugas tertentu di sekolah. 3) Pengembangan profesi, yang meliputi a) melakukan kegiatan karya tulis/ karya ilmiah di bidang pendidikan, b) membuat alat peraga/ alat pelajaran, c) menciptakan karya seni, d) menemukan teknologi tepat guna di bidang pendidikan, dan e) mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum. 4) Penunjang proses belajar-mengajar atau bimbingan dan penyuluhan, yang meliputi : a) melaksanakan pengabdian pada masyarakat, b) melaksanakan kegiatan pendukung pendidikan.
d. Hakikat profesi guru Dalam Oemar Hamalik (2008 : 6 -7), profesi guru memiliki hakikat, yaitu : 1) Peranan pendidikan harus dilihat dalam konteks pembangunan secara menyeluruh, yang bertujuan membentuk manusia sesuai dengan cita-cita bangsa. Untuk menyukseskan pembangunan perlu ditata suatu sistem pendidikan yang relevan. Sistem pendidikan dirancang dan dilaksanakan
15
oleh orang-orang yang ahli dalam bidangnya. Tanpa keahlian yang memadai maka pendidikan sulit berhasil. Keahlian yang dimiliki oleh tenaga kependidikan, tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya, melainkan hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu yang telah menjalani pendidikan guru secara berencana dan sistematik. 2) Hasil pendidikan memang tidak mungkin dilihat dan dirasakan dalam waktu singkat, tetapi baru dapat dilihat dalam jangka waktu yang lama, bahkan mungkin setelah satu generasi. Itu sebabnya proses pendidikan tidak boleh keliru atau salah kendatipun hanya sedikit saja. Kesalahan yang dilakukan oleh orang yang bukan ahli dalam bidang pendidikan dapat merusak satu generasi seterusnya dan akibatnya akan berlanjut terus. Itu sebabnya tangan-tangan yang mengelola sistem pendidikan dari atas sampai ke dalam kelas harus terdiri dari tenaga-tenaga profesional dalam bidang pendidikan. 3) Sekolah adalah suatu lembaga profesional. Sekolah bertujuan membentuk anak didik menjadi manusia dewasa yang berkepribadian matang dan tangguh, yang dapat dipertanggungjawabkan dan bertanggung jawab terhadap masyarakat dan terhadap dirinya. Sebagian tanggung jawab pendidikan anak-anak tersebut terletak di tangan guru dan tenaga kependidikan lainnya. Itu sebabnya para guru harus dididik dalam profesi kependidikan, agar memiliki kompetensi
yang diperlukan untuk
melaksanakan dan fungsinya secara efisien dan efektif. 4) Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang penuh pengabdian pada masyarakat, dan perlu ditata berdasarkan kode etik tertentu. Kode etik itu mengatur bagaimana seorang guru harus bertingkah laku sesuai dengan normanorma pekerjaannya, baik dalam hubungan dengan anak didiknya maupun hubungan dengan teman sejawatnya. 5) Sebagai konsekuensi logis dari pertimbangan tersebut, setiap guru harus memiliki kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi kemasyarakatan. Dengan demikian dia memiliki kewenangan mengajar untuk diberikan imbalan secara wajar sesuai dengan fungsi dan tugasnya.
16
Dengan demikian seorang guru/calon guru seharusnya telah menempuh program pendidikan guru pada suatu lembaga pendidikan guru tertentu.
2. a.
Tinjauan tentang Latar Belakang Pendidikan Guru
Pengertian Latar Belakang Pendidikan Guru Latar belakang pendidikan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu kesesuaian
antara bidang ilmu yang ditempuh dengan bidang tugas dan jenjang pendidikan. Untuk profesi guru sebaiknya juga berasal dari lembaga pendidikan guru. Guru pemula dengan latar pendidikan keguruan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah, karena dia sudah dibekali dengan seperangkat teori sebagai pendukung pengabdiannya, sedangkan guru yang bukan berlatar pendidikan keguruan akan banyak menemukan banyak masalah dalam pembelajaran (Syaiful Bahri Djamarah, 2006 : 112). Jenis pekerjaan yang berkualifikasi profesional memiliki ciri-ciri tertentu, diantaranya memerlukan persiapan/ pendidikan khusus bagi calon pelakunya, yaitu membutuhkan pendidikan prajabatan yang relevan (Ahmad Barizi, 2009 : 142). Danim (dalam Ahmad Barizi, 2009 : 138) juga menyebutkan bahwa “seorang guru dapat dikatakan profesional atau tidak dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama, dilihat dari tingkat pendidikan minimal dari latar belakang pendidikan untuk jenjang sekolah tempatnya menjadi guru. Kedua, penguasaan guru terhadap materi bahan ajar, mengelola proses pembelajaran, mengelola siswa, melakukan tugas-tugas bimbingan, dan lain-lain”. Dalam bukunya, Wiji Suwarno (2006 ; 38) menyebutkan bahwa “pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Kualifikasi akademik yaitu tingkat pendidikan formal yang telah dicapai sampai dengan guru mengikuti sertifikasi, baik pendidikan gelar (S1, S2, atau S3) maupun nongelar (D4 atau Post Graduate diploma), baik di dalam maupun di luar negeri. Bukti fisik yang terkait dengan komponen ini dapat berupa ijazah atau sertifikat diploma (Trimo, 2008). PP No. 19 Tahun 2005, pasal 28 ayat 1 mengarisbawahi bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran,
17
sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Selanjutnya dalam pasal 29 (ayat 1-6) dipertegaskan kualifikasi guru untuk masing-masing jenjang, sebagai berikut : 1) Pendidik pada pendidikan anak usia dini memiliki : a) Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1), b) Latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan anak usia dini, kependidikan lain, atau psikologi, dan; c) Sertifikasi profesi guru untuk PAUD. 2) Pendidik pada SI/MI, atau bentuk lain yang sederajat memiliki: a) Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1), b) Latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan SD/MI, kependidikan lain, atau psikologi, dan; c) Sertifikasi profesi guru untuk SD/MI. 3) Pendidik pada SMP/ MTS, atau bentuk lain yang sederajat memiliki: a) Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1), b) Latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, c) Sertifikasi profesi guru untuk SMP/ MTS. 4) Pendidik pada SMA/ MA, atau bentuk lain yang sederajat memiliki: a) Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1), b) Latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, c) Sertifikasi profesi guru untuk SMA/ MA. 5) Pendidik pada SDLB/SMPLB/SMALB, atau bentuk lain yang sederajat memiliki: a) Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1), b) Latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan khusus atau sarjana yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, c) Sertifikasi profesi guru untuk SDLB/SMPLB/SMALB. 6) Pendidik pada SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat memiliki: a) Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1), b) Latar belakang pendidikan tinggi dengan program yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, dan; c) Sertifikasi profesi guru untuk SMK/MAK. (Soetjipto, 2009 : 81-82) Tenaga kependidikan dapat diangkat dari berbagai latar belakang disiplin ilmu. Sebelumnya diangkat menjadi guru, mereka harus mendapat pendidikan, latihan, dan bimbingan tentang pengetahuan keguruan, atau mendapat ijasah akta
18
IV dari perguruan tinggi yang telah terakreditasi. Namun demikian dalam pasal 28 (ayat 4) seseorang dapat diangkat menjadi pendidik tanpa memiliki ijasah dan/ atau sertifikasi keahlian, manakala memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan (Soetjipto, 2009 : 24). Contoh : seorang guru yang sudah mengajar di lembaga pendidikan tertentu akan tetapi dia lulusan non-kependidikan, maka dia diharuskan mendapat Akta IV sebagaimana Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 034/U/2003, pasal 8, butir d yang berbunyi sebagi berikut : Untuk guru SLTP adalah lulusan S1 Kependidikan atau SI NonKependidikan yang mempunyai Akta IV, dan apabila sangat diperlukan menerima lulusan D III Kependidikan atau D III Non-Kependidikan yang mempunyai Akta III, atau D II/ Akta II mata pelajaran atau sederajat. Demikian juga butir c berbunyi : Untuk guru SMU atau guru SMK adalah lulusan S1 Kependidikan atau S1 Non-Kependidikan yang mempunyai Akta IV. Kualifikasi akademik guru ini dapat diperoleh melalui program pendidikan formal sarjana (S1) atau Diploma Empat (D-IV) pada perguruan tinggi yang terakreditasi. Untuk guru yang telah ada (guru dalam jabatan) kualifikasi akademik ini dapat dipenuhi melalui pendidikan formal sarjana (S1) atau Diploma empat (D-IV) pada perguruan tinggi yang terakreditasi yang dapat mengakui hasil pembelajaran
yang
telah
diakuinya,
termasuk
pelatihan
guru
dengan
memperhitungkan ekuivalensi satuan kredit semesternya dan/ atau prestasi akademik yang diakui dan diperhitungkan ekuivalensi sks-nya oleh perguruan tinggi dimana guru tersebut memperoleh pendidikan.
b. Jenjang-Jenjang Pendidikan Pendidikan di Indonesia mengenal tiga jenjang pendidikan, yaitu pendidikan dasar (SD/ MI/ Paket A dan SMP/ MTs/ Paket B), pendidikan menengah (SMA, SMK/ Paket C), dan pendidikan tinggi (Perguruan tinggi/ PT). Meski tidak termasuk dalam jenjang pendidikan, terdapat pula pendidikan anak
19
usia
dini,
yaitu
pendidikan
yang
diberikan
sebelum
memasuki
pendidikan dasar. 1) Taman Kanak-Kanak Pendidikan ini merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak usia 4 sampai 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. 2) Pendidikan Dasar Pendidikan ini merupakan pendidikan awal selama 9 tahun pertama masa sekolah anak-anak, yaitu di Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pada masa ini para siswa mempelajari bidang-bidang studi antara lain: Ilmu Pengetahuan Alam, Matematika, Ilmu Pengetahuan Sosial, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Pendidikan Seni, serta Pendidikan Olahraga. 3) Pendidikan Menengah Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar, terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat seperti paket C. 4) Pendidikan Tinggi Pendidikan tinggi merupakan lanjutan dari pendidikan menengah dan menjadi pendidikan tertinggi dari ketiga tingkat pendidikan yang ada. Gelar yang didapat pada perguruan tinggi menurut hierarkinya adalah Diploma III ditempuh selama 3 tahun (masa pendidikan), S1 ditempuh selama 4 tahun dan S2 ditempuh setelah bergelar S1 serta S3 yang ditempuh setelah jenjang S2. Pendidikan guru juga termasuk dalam pendidikan ini dan dengan gelar S1 kependidikan. (Wiji Suwarno, 2008 : 42-45)
20
c.
Proses Pendidikan Guru Proses pendidikan guru ini dapat berlangsung di dalam kelas, dalam
kegiatan ekstrakurikuler dan pada kehidupan luar kelas. Lawrence Downey (dalam Oemar Hamalik 2008 : 100) menyatakan bahwa proses pendidikan mengandung tiga dimensi : 1) Dimensi substantif mengenai bahan apa yang akan diajarkan. 2) Dimensi tingkah laku guru tentang bagaimana guru mengajar. Jadi, bertalian dengan kemampuan guru dan metode mengajar. 3) Dimensi lingkungan fisik, sarana, dan prasarana pendidikan. Dalam Piet A. Sahertian (1994 : 67), usaha pengembangan profesi tenaga kependidikan, khususnya guru, meliputi : 1) Program pre-service education 2) Program in-service education 3) Program in-servive training Dalam bukunya “Profesi Keguruan”, Soetjipto (2009 : 54), pendidikan dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu : 1) Pendidikan prajabatan 2) Pendidikan dalam jabatan Untuk lebih jelasnya masing-masing proses pendidikan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Program pre-service education Dalam pendidikan prajabatan, sebelum menjadi guru, seseorang akan dididik dalam berbagai pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang diperlukan dalam pekerjaannya nanti. Karena tugasnya yang bersifat unik, guru selalu menjadi panutan bagi siswanya, dan bahkan bagi masyarakat sekelilingnya. Proses pendidikan tidak muncul begitu saja, tetapi harus dibina sejak calon guru memulai pendidikannya di lembaga pendidikan guru. Berbagai usaha dan latihan, contoh-contoh dan aplikasi penerapan ilmu, ketrampilan dan bahkan sikap professional dirancang dan dilaksanakan selama calon guru berada dalam pendidikan prajabatan.
21
Sejak
Indonesia merdeka sampai sekarang pemerintah telah
mengusahakan berbagai lembaga yang menata usaha perbaikan mutu guru. Dimulai dengan Sekolah Guru B (SGB) dan SGA lalu kursus B-I dan B-II, PGSLP, dan PGSLA. Kemudian didirikan PTPG, lalu menjadi FKIP yang merupakan bagian dari Universitas. Akhirnya diubah menjadi IKIP. IKIP ditetapkan sebagai lembaga pengadaan tenaga kependidikan (LPTK) dan FKIP sebagai bagian dari Universitas. Sejak Pelita III, dimulai tahun 1979/ 1980, diadakan pembaharuan pendidikan guru. Ditetapkan suatu pola pembaharuan sistem pendidikan tenaga kependidikan (PPSPTK). Pembaharuan itu menetapkan suatu pola pengembangan pada IKIP atau FKIP/ FIP yang disebut Lembaga Pengadaan Tenaga Kependidikan. Setelah itu SPG dihapus dan diganti dengan diploma dan pendidikan guru (PGSD) masuk ke dalam LPTK/ IKIP. LPTK punya empat macam program pendidikan guru : a) Program Gelar yang melalui jenjang Sarjana (S-1), dengan lama studi 4-7 tahun. b) Program Pasca Sarjana dengan lama studi 6-9 tahun (S-2) c) Program Doktor dengan lama studi 8-11 tahun (S-3) d) Program Non-Gelar (program diploma) dengan rincian sebagai berikut : (1) Program Diploma (D-1) dengan lama studi 1-2 tahun (2) Program Diploma 2 (D-2) dengan lama studi 2-3 tahun (3) Program Diploma 3 (D-3) dengan lama studi 3-5 tahun Selain itu juga ada program akta mengajar. Program akta mengajar diberikan kepada mereka yang berasal dari fakultas non-keguruan untuk memperoleh kemampuan mengajar pada berbagai tingkatan sekolah. Program ini mempunyai tujuan untuk : a) Menjadikan profesi kependidikan terbuka bagi mereka yang berada di luar fakultas keguruan untuk menjadi guru
22
b) Memberi
proteksi
kepada
profesi
kependidikan
dengan
mengharuskan pemilihan akta mengajar bagi setiap orang yang ingin bekerja dan mengabdi sebagai guru. Program akta itu dibagi atas : a) Akta I sebanyak 20 SKS selama dua semester. b) Akta II sebanyak 20 SKS dan dapat ditempuh bagi mereka yang sudah memperoleh 60 SKS dalam bidang non-kependidikan. c) Akta III sebanyak 20 SKS yang dapat ditempuh selama dua semester setelah memiliki 90 SKS untuk bidang studi non-kependidikan. d) Akta IV dengan beban kredit 20 SKS ditempuh selama dua semester setelah memiliki 120 SKS dalam bidang studi non-kependidikan. e) Akta V dengan beban kredit 20 SKS bagi mereka yang telah memiliki 160 SKS bidang studi di luar kependidikan 2) Program in-service education Proses pendidikan tidak berhenti apabila calon guru selesai mendapatkan pendidikan prajabatan. Banyak usaha yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan sikap professional keguruan dalam masa pengabdiannya sebagai guru. Bagi mereka yang sudah memiliki jabatan guru dapat berusaha meningkatkan profesinya melalui pendidikan lanjutan. Yang berijasah diploma dapat melanjutkan ke S-1 dan dari S-1 dapat melanjutkan ke S-2 dan dari S-2 ke S-3. Sudah tentu untuk itu harus melalui seleksi dam melalui kriteria penerimaan yang ditentukan oleh LPTK yang bersangkutan. Dikatakan in-service education bila mereka sudah menjabat dan kemudian mengikuti kuliah lagi. Dari sisi ini LPTK mempunyai fungsi in-service. Dalam Piet A. Sahertian (1994 : 70), “Program in-service education adalah suatu usaha yang memberi kesempatan kepada guru-guru untuk mendapatkan penyegaran...yang membawa guru-guru ke arah up-to date”. 3) Program in-service training Peningkatan ini dapat dilakukan dengan cara formal melalui kegiatan mengikuti penataran, lokarkarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya, maupun secara informal melalui media massa televisi, radio, koran, dan
23
majalah maupun publikasi lainnya. Pembinaan melalui program dalam jabatan
biasanya
diberikan
oleh
lembaga-lembaga
pelatihan
yang
dilaksanakan oleh diknas, pemerintah daerah, organisasi profesi (PGRI), kelompok masyarakat, juga oleh pihak luar negeri (E. Mulyasa, 2007 : 38). Peningkatan kompetensi guru dapat dilakukan melalui program pelatihan dalam jabatan (in service training). Pelatihan mengandung makna bahwa setelah mengikuti pelatihan guru akan terdorong motivasinya untuk memperbaiki kinerja, cara pembelajaran atau penyegaran ilmu dan informasinya. Pelatihan secara umum diartikan sebagai kegiatan untuk memperbaiki penguasaaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu dalam waktu yang sangat singkat. Secara umum tujuan pelatihan guru adalah untuk penambahan pengetahuan, keterampilan, dan perbaikan sikap dari peserta pelatihan. Arah tujuan pelatihan adalah pengembangan penampilan kerja individu dan pengembangan karir seseorang. Tujuan dari proses pelatihan ialah perilaku yang efektif dari seseorang yang dalam pekerjaan di dalam organisasi dalam keadaan yang paling sederhana. Berdasarkan pengertian tentang pelatihan tersebut dapat disimpulkan bahwa pelatihan merupakan proses perbaikan agar tercapainya pengembangan kerja dan karir individu menuju kinerja yang lebih baik. Pelatihan untuk guru biasanya dilakukan oleh lembaga-lembaga diklat atau dinas pendidikan/depag yang ditunjuk untuk memberikan fasilitas kepada guru untuk melakukan kegiatan itu. Dewasa ini pelatihan guru merupakan bagian yang urgen terutama setelah ada reformasi. Oleh karenanya untuk masa yang akan datang pelatihan guru harus terikat paling sedikitnya empat komponen kompetensi yakni (1) kompetensi kebudayaan umum (general culture) atau disebut dengan kompetensi kemasyarakatan, (2) kompetensi akademis khusus (special scholarsship), disebut juga kompetensi bidang pengetahuan akademis tertentu, (3) kompetensi pengetahuan professional (professional knowledge) yang memperlihatkan tipe-tipe keguruannya, (4) kompetensi yang berhubungan dengan seni dan keterampilan teknis (art and technical skill) yang didemonstrasikan. Pelatihan yang dilaksanakan ada 3
24
tipe penataran, yaitu penataran penyegaran, penataran peningkatan kualifikasi dan penataran penjenjangan. a) Penataran penyegaran ialah penataran untuk menyesuaikan tenaga kependidikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern serta memantapkan tenaga kependidikan tersebut agar dapat melakukan tugas sehari-hari dengan baik. Sifatnya memberikan kesegaran sesuai dengan perubahan yang terjadi. Pola pelatihan ini biasanya 30-120 jam. b) Penataran peningkatan kualifikasi ialah penataran dalam hubungan dengan profesi kependidikan sehingga diperoleh suatu kualifikasi formal tertentu dengan standar yang telah ditentukan. Pola pelatihan biasanya 150 jam-300 jam. c) Penataran
penjenjangan
ialah
penataran
untuk
meningkatkan
kemampuan guru sehingga dipenuhi persyaratan suatu pangkat atau jabatan tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pola pelatihan ini berkisar 1 s.d. 6 bulan .
d. Strategi Pengembangan Profesi Guru Dalam Piet A. Sahertian (1994 : 71), menyebutkan ada dua strategi dalam pengembangan profesi, yaitu : 1) Strategi datang (come structure) 2) Strategi pergi (go structure) Untuk lebih jelasnya dapat diterangkan sebagai berikut : 1) Strategi datang (come structure), di mana para peserta dari berbagai daerah datang ke ibukota Republik Indonesia (Jakarta) atau Ibu kota Propinsi maupun ibukota Kabupaten atau Kotamadya. 2) Strategi pergi (go structure), di mana para penatar/ fasilitator/ nara sumber dari pusat datang ke daerah-daerah.
25
e.
Pengembangan Profesi Guru Ada beberapa cara yang ditempuh untuk meningkatkan kemampuan guru,
yaitu : 1) MGMP (Musyarawarah Guru Mata Pelajaran) Dalam Artikel Pendidikan “MGMP Inovasi Pendidikan” (dalam http://blogspot.com oleh Budi Saputro), berpijak pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan guru adalah melalui MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran). Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) merupakan suatu wadah asosiasi atau perkumpulan bagi guru mata pelajaran yang berada di suatu sanggar, kabupaten atau kota
yang berfungsi sebagai sarana untuk saling
berkomunikasi, belajar atau bertukar pikiran dan pengalaman dalam rangka meningkatkan kinerja guru sebagai praktisi/ pelaku perubahan reorientasi pembelajaran di kelas. MGMP memiliki beberapa peranan, antara lain : a) Mengakomodasi aspirasi dari, oleh, dan untuk anggota. b) Mengakomodasi aspirasi masyarakat/ stakeholder dan siswa. c) Melaksanakan perubahan yang lebih kreatif dan inovatif dalam proses pembelajaran. d) Mitra dinas kerja pendidikan dalam menyebarkan informasi kebijakan pendidikan. Kegiatan-kegiatan MGMP, antara lain : a) Meningkatkan pemahaman kurikulum tingkat satuan pendidikan b) Mengembangkan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran c) Mengembangkan sistem penilaian d) Mengembangkan program remedial dan pengayaan e) Meningkatkan pemahaman tentang pendidikan berbasis luas (Broad Based Education) dan pendidikan berorientasi kecakapan hidup (life skill) f)
Mengembangkan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM)
26
g) Mengembangkan dan melaksanakan analisis sarana pembelajaran h) Mengembangkan dan melaksanakan pembuatan alat pembelajaran sederhana i)
Mengembangkan dan melaksanakan program pembelajaran berbasis komputer atau Teknologi Informasi dan Telekomunikasi
j)
Mengembangkan media dalam melaksanakan proses belajar mengajar
2) Sertifikasi Guru Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dikemukakan bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sedangkan sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional. Dalam E. Mulyasa (2007 : 33-34), “sertifikasi guru diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan
oleh
lembaga
sertifikas”.
National
Commision
on
Educational Services (NCES) dalam E. Mulyasa (2007), “certification is a procedure where by the state evaluates and reviews a teacher candidate’s credentials and provides him or her a license to teach”. Dalam hal ini sertifikasi merupakan prosedur untuk menentukan apakah seorang guru layak diberikan izin dan kewenangan untuk mengajar. Sertifikasi guru merupakan kegiatan bersama antara Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK)/ Dinas Pendidikan Provinsi/ Kabupaten/ Kota sebagai pengelola guru dan Ditjen Dikti/ Perguruan Tinggi sebagai penyelenggara sertifikasi. Sebagai pengelola guru, Dinas Pendidikan Provinsi/ Kabupaten/ Kota dan Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) (sebagai jajaran Ditjen PMPTK) bertugas menyiapkan guru agar siap mengikuti sertifikasi, termasuk mengatur urutan, jika pesertanya melebihi kapasitas yang ditetapkan. Beberapa pertimbangan yang digunakan untuk menyusun urutan daftar calon peserta sertifikasi guru, antara lain : a) penguasaan terhadap
27
kompetensi, b) prestasi yang dicapai, misalnya guru teladan, guru berprestasi, dsb; c) daftar urut kepangkatan; d) masa kerja; dan e) usia. Guru peserta sertifikasi yang diusulkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi/ Kabupaten/ Kota, mengikuti tes tulis, tes kinerja, dan dilengkap dengan self appraisal/ portofolio, serta penilaian atasan. Hasil tes tulis, kinerja, dan penilaian terhadap self appraisal dan portofolio serta penilaian atasan digabungkan untuk menentukan kelulusannya. Bagi mereka yang lulus diberikan sertifikat pendidik, sedangkan bagi mereka yang tidak lulus disarankan mengikuti pelatihan atau pembinaan melalui MGMP/KKG, PPPG, LPMP, atau lembaga lainnya, agar lebih siap untuk mengikuti tes ulang berikutnya.
f.
Strategi Pendidikan Dalam Oemar Hamalik (2002 : 13 – 14), menyebutkan bahwa “pendidikan
dapat ditempuh menggunakan sistem multisastra, yang terdiri dari AI, AII, AIII,
SO1 , SO2 , S1 ”. Program akta mengajar terdiri dari : 1) Akta I Guru Muda SLTP 40 kredit (1 tahun sesudah SLTA), 2) Akta II Guru Muda SLTA 120 kredit (1 tahun sesudah memiliki 100 kredit semester), dan 3) Pelajaran non keguruan (1 tahun). Selain program akta mengajar, juga dijelaskan tentang program pendidikan guru, yaitu terdiri dari : 1) SO1 (Sertifikat Guru SLTP) – 80 kredit (2 tahun), 2) SO2 (Diploma Guru SLTA) – 100 kredit (3 tahun), dan 3) S1 (Sarjana) dalam rangka program pendidikan tenaga kependidikan nonguru dalam pengertian dapat menjadi guru – 140 kredit selama 4 tahun, untuk guru SLTA. Selanjutnya dalam Oemar Hamalik (2002 : 14) dijelaskan tentang pengembangan pendidikan guru yang dapat dilakukan dengan melakukan berbagai pendekatan. Untuk jelasnya, lihat tabel di bawah ini.
28
Kategori Profesional
Strata
Proses Pendidikan
Struktur Kurikulum
Pendidikan 1. Program
Pre-
1. Program
Servce 2. Progtam
1. Program dalam 1. Program Pendidikan
Sertifikat In-
2. Program
Service (BPG) 3. Program
Kelas 2. Program
Diploma 3. Program
Pendidikan
Ekstrakurikuler
Umum 2. Program Pendidikan Profesional
3. Program Kerja 3. Program Kejuruan/
Akta
Lapangan
Kekhususan
Lanjut 4. Program
4. Program
Pengembangan
4. Program
Sarjana
Staf
e
Praktek Keguruan
Cara Mengukur Latar Belakang Pendidikan Guru Dalam penelitian ini, variabel latar belakang pendidikan guru akan diukur
dengan menggunakan angket. Namun, sebelum angket disusun harus dibuat indikatornya, yaitu sebagai berikut: 1) Pendidikan prajabatan, meliputi : a) Program kependidikan b) Program non kependidikan 2) Pendidikan dalam jabatan, meliputi : a) Program kependidikan b) Program non kependidikan 3) Pelatihan dalam jabatan, meliputi : a) Jalur formal b) Jalur informal Setelah indikator-indikator terbentuk, maka selanjutnya setiap indikator akan dijabarkan ke dalam item-item pertanyaan yang berfungsi untuk mengukur variabel latar belakang pendidikan guru.
29
3. a.
Tinjauan tentang Pengalaman Mengajar Guru
Pengertian Pengalaman Mengajar Guru Menurut William H. Burton (dalam Muhammad Ali, 2008 : 12 – 13),
“mengajar adalah upaya dalam memberi perangsang (stimulus), bimbingan, pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar”. Sedangkan Gagne dan Briggs (dalam Muhammad Ali, 2008 : 13), “Instruction is a set of event which affect learners in such a way that learning is facilitated”. Dalam artikel pendidikan “Angan Senja Guru tidak Mengapai Sertifikasi” (http://re-searchengines.com) “Pengalaman mengajar yaitu masa kerja guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan surat tugas dari lembaga yang berwenang (dapat dari pemerintah, dan/atau kelompok masyarakat penyelenggara pendidikan). Bukti fisik dari komponen ini dapat berupa surat keputusan/surat keterangan yang sah dari lembaga yang berwenang”. Unsur pengalaman dipandang sebagai akumulasi dari pengetahuan dan kehidupan dalam proses belajar. Pengalaman mengajar pada hakekatnya merupakan rangkuman dari pemahaman seseorang terhadap hal-hal yang dialami dalam mengajar, sehingga hal-hal yang dialami dapat dikuasainya, baik tentang pengetahuan, keterampilan, maupun nilai-nilai yang menyatu dalam dirinya. Apabila dalam mengajar, seorang guru menemukan hal-hal yang baru, dan hal-hal yang baru dipahaminya, maka guru tersebut akan memperoleh pengalaman kerja baru. Dengan pengalaman kerja seseorang akan banyak mendapat tambahan pengetahuan dan keterampilan tentang bidang kerjanya. Latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar adalah dua aspek yang mempengaruhi kompetensi seorang guru di bidang pendidikan dan pengajaran. Guru pemula dengan latar pendidikan keguruan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah. Karena dia sudah dibekali seperangkat teori sebagai pendukung pengabdiannya. Pengalaman mengajar guru dapat diukur dari jumlah tahun lamanya ia mengajar, khususnya dalam mata pelajaran yang diampunya. Guru yang berpengalaman minimal memiliki pengalaman mengajar selama empat tahun. Profesionalisme guru merupakan hasil
30
dari profesionalisasi yang dijalaninya secara terus menerus. Artinya semakin lama seseorang menekuni profesi sebagai seorang guru akan semakin tinggi pula tingkat keprofesionalismenya, begitu pula sebaliknya (Ahmad Barizi, 2009 : 142). Upaya guru mendidik, membimbing, mengajar, dan melatih anak didik bukan suatu hal yang mudah dan gampang. Pekerjaan ini membutuhkan pengalaman yang banyak dan keseriusan, di sana sini masih juga terdapat kejanggalan dan kekurangan, sang guru berupaya mengurangi sedikit mungkin kekurangan dan kesalahan di dalam mengembangkan tugas sebagai pendidik. Dalam Syaiful Bahri Djamarah (2006 : 61) “Experience is the best teacher, pengalaman adalah guru yang terbaik. Pengalaman adalah guru bisu yang tidak pernah marah. Pengalaman adalah guru yang tanpa jiwa, namun selalu dicari oleh siapa pun juga. Belajar dari pengalaman adalah lebih baik daripada sekadar bicara, dan tidak pernah berbuat sama sekali. Belajar adalah kenyataan yang ditunjukkan dengan kegiatan fisik. Karena itu, the proses of learning is doing, reacting, undergoing, experiencing. The products of learning are all achieved by the learner through his own activity”. Keterampilan dalam pekerjaan profesi sangat didukung oleh teori yang telah dipelajarinya. Jadi seorang guru dituntut banyak belajar, membaca, dan mendalami teori tentang profesi yang digelutinya. Suatu profesi bukanlah sesuatu yang permanen, ia akan mengalami perubahan dan mengikuti perkembangan kebutuhan manusia. Penerapan di lapangan tidak akan mencapai hasil maksimal bila dilakukan dengan meraba-raba, mencoba-coba, akan tetapi suatu penerapan harus memiliki pedoman teoritis yang teruji kevalidannya. Disinilah letak perbedaan pekerjaan professional dengan nonprofesional. Profesional mengandalkan teori, praktik, dan pengalaman, sedangkan non-profesional hanya berdasarkan praktik dan pengalaman.
b. Ruang Lingkup Kerja Guru Dalam Pedoman Pelaksanaan Tugas Guru dan Pengawas (2009 : 6) disebutkan bahwa : “Kewajiban guru sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 tentang Guru Pasal 54 ayat (1) mencakup kegiatan pokok, yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
31
membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan tugas pokok…Pasal 52 ayat (1) huruf (e), yang dimaksud dengan “tugas tambahan”, misalnya menjadi pembina pramuka, pembimbing kegiatan karya ilimiah remaja, dan guru piket”. Terkait dengan tugas tambahan guru, lebih lanjut dijelaskan pula sebagai berikut : Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 24 ayat (7) menyatakan bahwa guru dapat diberi tugas tambahan sebagai kepala satuan pendidikan, wakil kepala satuan pendidikan, ketua program keahlian satuan pendidikan, pengawas satuan pendidikan, kepala perpustakaan, kepala laboratorium, bengkel, atau unit produksi. Dalam melaksanakan tugas pokok yang terkait langsung dengan proses pembelajaran, idealnya guru hanya melaksanakan tugas mengampu 1 (satu) jenis mata pelajaran saja sesuai dengan kewenangan yang tercantum dalam sertifikat pendidiknya. Di samping itu, guru juga akan terlibat dalam kegiatan manajerial sekolah antara lain penerimaan siswa baru (PSB), penyusunan kurikulum dan perangkatnya, Ujian Nasional (UN), ujian sekolah, dan kegiatan lain. Selain harus mampu melaksanakan tugas profesionalnya di sekolah, guru juga harus berperan melaksanakan tugas-tugas pembelajaran di luar kelas atau di dalam masyarakat. Seperti yang terdapat dalam Ravik Karsidi (2007 : 84), tugas guru di masyarakat adalah “sesuai dengan kedudukan mereka sebagai agent of change yang berperan sebagai motivator, innovator, dan fasilitator terhadap kemajuan dan pembaharuan”.
c.
Masa Kerja dan Jam kerja Guru Masa kerja dihitung selama seseorang menjadi guru. Bagi guru PNS masa
kerja dihitung mulai dari diterbitkannya surat keterangan melaksanakan tugas berdasarkan SK CPNS. Bagi guru non PNS masa kerja dihitung selama guru mengajar yang dibuktikan dengan SK dari Sekolah berdasarkan surat pengangkatan dari yayasan. Peraturan Pemerintah Nomor 74 tentang Guru Pasal 52 ayat (2) menyatakan bahwa beban kerja guru paling sedikit memenuhi 24 (dua puluh
32
empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu minggu) pada satu atau lebih satuan pendidikan yang memiliki izin pendirian dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Alokasi waktu tatap muka untuk jenjang SMA dan SMK selama 45 menit. Beban kerja guru untuk melaksanakan kegiatan tatap muka tersebut merupakan bagian dari jam kerja sebagai pegawai yang secara keseluruhan paling sedikit 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam kerja (@60 menit) dalam 1 (satu) minggu. Lebih lanjut Pasal 52 ayat (3) menyatakan bahwa pemenuhan beban kerja tersebut dilaksanakan dengan ketentuan paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satu satuan pendidikan tempat tugasnya sebagai guru tetap. Kegiatan tatap muka guru dialokasikan dengan jadwal pelajaran mingguan yang dilaksanakan secara terus menerus selama paling sedikit 1 (satu) semester. Kegiatan tatap muka dalam satu tahun dilakukan kurang lebih 38 minggu atau 19 minggu dalam 1 (satu) semester.
d. Cara Mengukur Pengalaman Mengajar Guru Dalam penelitian ini, variabel pengalaman mengajar guru akan diukur dengan menggunakan angket. Namun, sebelum angket disusun harus dibuat indikatornya, yaitu sebagai berikut: 1) Pengalaman Kerja 2) Ruang lingkup kerja guru, meliputi : a) Tugas pokok b) Tugas tambahan 3) Masa Kerja dan Jam kerja Setelah indikator-indikator terbentuk, maka selanjutnya setiap indikator akan dijabarkan ke dalam item-item pertanyaan yang berfungsi untuk mengukur variabel pengalaman mengajar guru.
33
4. a.
Tinjauan tentang Pembelajaran
Pengertian Pembelajaran Dalam Gino (1995 : 33), “pembelajaran sebagai usaha sadar dari guru
untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha”. Pembelajaran menurut aliran psikologi behavioristik adalah selalu memberikan stimulus kepada siswa agar menimbulkan respon yang tepat seperti yang kita inginkan (Gino, dkk, 1995 : 33). Sedangkan pembelajaran menurut psikologi kognitif, yaitu dengan mengaktifkan indera siswa agar memperoleh pemahaman, sedangkan pengaktifan indera dapat dilaksanakan dengan jalan menggunakan alat bantu belajar/ media, seperti media cetak, media eletronik, dan lainnya sesuai kebutuhan (Gino, dkk, 1995 : 34). Disamping itu, sistem pengajaran dilakukan secara bervariasi, artinya menggunakan banyak metode. Menurut aliran psikologi humanistik, dalam pembelajaran, guru sebagai pembimbing, memberi pengarahan agar siswa dapat mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan potensi-potensi yang ada. Hal ini disebabkan karena siswa memiliki kemampuan untuk belajar secara alami (Gino, dkk, 1995 : 35).
Kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dalam pembelajaran meliputi : 1) Merencanakan program pembelajaran Kemampuan merencanakan program pembelajaran merupakan muara dari segala pengetahuan teori, keterampilan dasar, dan pemahaman yang mendalam tentang obyek belajar dan situasi pembelajaran. Kemampuan dalam merencanakan program pembelajaran dapat dilihat dari kemampuan : a) Merencanakan pengorganisasian bahan pembelajaran. b) Merencanakan pengelolaan kegiatan pembelajaran. c) Merencanakan pengelolaan kelas. d) Merencanakan penggunaan media dan sumber pembelajaran.
34
e) Merencanakan
penilaian
prestasi
siswa
untuk
kepentingan
pembelajaran. Dalam E. Mulyasa (2007 : 100 – 102), perancangan pembelajaran sedikitnya mencakup tiga kegiatan, yaitu : a) Identifikasi kebutuhan Kebutuhan merupakan kesenjangan antara apa yang seharusnya dengan kondisi yang sebenarnya, atau sesuatu yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan. Guru melibatkan peserta didik untuk mengenali, menyatakan dan merumuskan kebutuhan belajar, sumber-sumber yang tersedia dan hambatan yang mungkin dihadapi dalam kegiatan pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar. Identifikasi kebutuhan bertujuan antara lain untuk melibatkan dan memotivasi peserta didik agar kegiatan belajar dirasakan sebagai bagian dari kehidupan dan mereka merasa memilikinya. Hal ini dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : (1) Peserta didik didorong untuk menyatakan kebutuhan belajar berupa kompetensi tertentu yang ingin mereka miliki dan diperoleh melalui kegiatan pembelajaran. (2) Peserta didik didorong untuk mengenali dan mendayagunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk memenuhi kebutuhan belajar. (3) Peserta
didik
dibantu
untuk
mengenal
dan
menyatakan
kemungkinan adanya hambatan dalam upaya memnuhi kebutuhan belajar, baik yang berasal dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal). b) Identifikasi kompetensi Kompetensi merupakan sesuatu yang ingin dimiliki oleh peserta didik, dan merupakan komponen utama yang harus dirumuskan dalam pembelajaran, yang memiliki peran penting dan menentukan arah pembelajaran. Kompetensi yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas
35
pula terhadap materi yang harus dipelajari, penetapan metode dan media pembelajaran, serta memberi petunjuk terhadap penilaian. Kompetensi yang harus dipelajari dan dimiliki peserta didik perlu dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai, sebagai wujud hasil belajar yang mengacu pada pengalaman langsung. Peserta didik perlu mengetahui tujuan belajar, dan tingkat-tingkat penguasaan yang akan digunakan sebagai kriteria pencapaian secara eksplisit, dikembangkan berdasarkan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, dan memiliki kontribusi terhadap kompetensi-kompetensi yang sedang dipelajari. c) Penyusunan program pembelajaran Penyusunan program pembelajaran akan bermuara para rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), sebagai produk program pembelajaran jangka pendek, yang mencakup komponen program kegiatan belajar dan proses pelaksanaan program. Komponen program mencakup kompetensi dasar, materi standar, metode dan teknik, media dan sumber belajar, waktu belajar dan daya dukung lainnya. 2) Melaksanakan proses pembelajaran Pada tahap ini selain memerlukan pengetahuan tentang pembelajaran juga
memerlukan
keterampilan
membuka
dan
menutup
pelajaran,
keterampilan memilih dan menggunakan strategi pembelajaran yang tepat, keterampilan memilih dan menggunakan media pembelajaran, keterampilan mendorong keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Kemampuan membuka pelajaran, meliputi : kemampuan menarik perhatian siswa dan kemampuan menumbuhkan motivasi siswa. Kemampuan menarik perhatian siswa dapat dilakukan dengan gaya mengajar guru yang bervariatif, memberi acuan dan membuat kaitan antara pokok bahasan yang akan dipelajari dengan pengetahuan maupun pengalaman yang telah dimiliki siswa serta dengan mengadakan pre-test. Sedangkan, untuk menutup pelajaran dapat dilakukan dengan mengadakan post-test, maupun dengan merangkum kembali bahan pelajaran yang baru dipelajari.
36
Melakukan proses pembelajaran di kelas berarti membelajarkan kepada siswa secara terkondisi, mereka belajar dengan mendengar, menyimak, melihat, meniru apa-apa yang diinformasikan oleh guru atau fasilitator di depan kelas, dengan belajar seperti ini mereka memiliki perilaku sesuai dengan tujuan yang dirancangkan guru sebelumnya. Tercapainya perilaku yang dikehendaki merupakan keberhasilan pembelajaran, akan tetapi banyak hal yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran tidak semua siswa akan mencapai perilaku sesuai yang diharapkan. Pembelajaran yang dilakukan dewasa ini dengan pendekatan PAIKEM,
yaitu
pembelajaran
aktif,
inovatif,
kreatif,
efektif,
dan
menyenangkan. Pola mengajar tradisional yang perlu ditinggalkan menurut Oemar Hamalik (dalam Martinis Yamin, 2009 : 73), yaitu : a) Penggunaan metode mendengarkan dan resitasi (the lesson hearing recitation method), yang dianggap sebagi pemborosan. b) Tugas-tugas konvensional yang diberikan tidak menentu/ tidak jelas dan pengajaran (metode belajar) yang tidak adekuat. c) Pengajaran terpusat pada kata-kata dan kurang memperhatikan pada arti dan makna. d) Sangat mementingkan sejumlah besar faktor-faktor yang kurang berarti, terlampau mudah pula dilupakan. e) Gagal menggunakan alat-alat audio visual dan alat belajar yang konkret. f) Tidak berhasil mengkorelasikan pengajaran dengan praktik dan pusatpusat minat, masalh, dan proyek. g) Kurang sekali melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam kerjasama kelompok. h) Penggunaan metode belajar yang tidak sesuai (bersifat tirani) menimbulkan pengaruh-pengaruh yang buruk terhadap keseimbangan mental dan perkembangan pribadi siswa. i) Kegagalan dalam menggunakan kegiatan-kegiatan belajar di luar sekolah. j) Tidak mampu menggunakan pengukuran/ penilaian secara tepat dan objektif terhadap kemajuan siswa. Selanjutnya para guru agar menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran baru, sebagai berikut : a) Pendidikan bukan mempersiapkan siswa untuk hidup sebagai orang dewasa, melainkan membantu agar siswa mampu hidup dalam kehidupan sehari-hari.
37
b) Siswa sebaiknya dididik sebagai suatu kesatuan, sebagai unit organism. c) Pendidik bertujuan untuk memperbaiki kualitas kehidupan. d) Secara luas belajar dilakukan melalui kesan-kesan penginderaan. e) Belajar bergantung kepada kemampuan (ability) individu siswa. f) Belajar adalah suatu proses berkelanjutan. g) Kondisi sosial dan alamiah menyusun situasi-situasi belajar. h) Motivasi belajar hendaknya bersifat intrinsik dan asli alamiah. i) Pengajaran hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan individual. j) Hubungan-hubungan antara guru dan siswa, dan antara siswa-siswa sendiri dilaksanakan melalui kerjasama. k) Metode, isi, dan alat pengajaran besar pengaruhnya terhadap individu siswa. Dave Meier (dalam Martinis Yamin, 2009 : 74), “belajar itu harus dilakukan dengan aktivitas, yaitu menggerakkan fisik ketika belajar, dan memanfaatkan indera sebanyak mungkin, dan membuat seluruh tubuh/ fikiran terlibat dalam proses belajar”. Dalam PP No. 19 Tahun 2005, pasal 19 (ayat 1), “proses pembelajaran dalam satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, serta kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik”. Selanjutnya dipertegaskan dalam Pasal 20 bahwa “seorang guru merencanakan proses pembelajaran, meliputi tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar”. Dalam E. Mulyasa (2007 : 103 – 106), pelaksanaan pembelajaran mencakup tiga hal, yaitu : a) Pre tes (tes awal) Kegiatan pre tes yang dilakukan guru secara rutin pada setiap akan dimulai penyajian materi baru. Pre tes memegang peranan yang cukup penting dalam proses pembelajaran, yang berfungsi antara lain sebagai berikut :
38
(1) Untuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar, karena dengan pre tes maka pikiran mereka akan terfokus pada soal-soal yang harus mereka jawab/ kerjakan. (2) Untuk mengetahui tingkat kemampuan peserta didik sehubungan dengan proses pembelajaran yang dilakukan, dengan cara membandingkan hasil pre tes dengan post tes. (3) Untuk mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki peserta didik mengetahui kompetensi dasar yang akan dijadikan topik dalam proses pembelajaran. (4) Untuk mengetahui darimana seharusnya proses pembelajaran dimulai, kompetensi dasar mana yang telah dimiliki peserta didik, dan tujuan-tujuan mana yang perlu mendapat penekanan dan perhatian khusus. b) Proses Proses dimaksudkan sebagai kegiatan inti dari pelaksanaan pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik. Proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi perlu dilakukan dengan tenang dan menyenangkan, hal tersebut tentu saja menuntut aktivitas dan kreativitas guru dalam menciptakan lingkungan yang kondusif. Proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi dikatakan efektif apabila seluruh peserta didik terlihat secara aktif, baik mental, fisik, maupun sosial. Kualitas pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik dapat dilihat dari segi proses dan hasil. Dari segi proses, pembelajaran dan pembentukan kompetensi dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran, di samping menunjukkan gairah belajar yang tinggi, nafsu belajar yang besar dan tumbuhnya rasa percaya diri. Sedangkan dari segi hasil, proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan kompetensi dan perilaku yang positif
39
pada diri peserta didik seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%). Lebih lanjut proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi berhasil dan berkualitas apabila masukan merata, menghasilkan output yang
banyak
bermutu
tinggi,
serta
sesuai
dengan
kebutuhan,
perkembangan masyarakat dan pembangunan.. c) Post tes Pada umumnya pelaksanaan pembelajaran diakhiri dengan post tes. Seperti halnya pre tes, post tes memiliki banyak kegunaan, terutama dalam melihat keberhasilan pembelajaran. Fungsi post tes, yaitu : (1) Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditentukan, baik secara individu maupun kelompok. Hal ini dapat diketahui dengan membandingkan hasil pre tes dan post tes. (2) Untuk mengetahui kompetensi dasar dan tujuan-tujuan yang dapat dikuasai oleh peserta didik, serta kompetensi dasar dan tujuantujuan yang belum dikuasainya. Sehubungan dengan kompetensi dasar dan tujuan yang belum dikuasai ini, apabila sebagian besar belum menguasainya maka perlu dilakukan pembelajaran kembali (remedial teaching). (3) Untuk mengetahui peserta didik yang perlu mengikuti kegiatan remedial, dan yang perlu mengikuti kegiatan pengayaan, serta untuk mengetahui tingkat kesulitan belajar. (4) Sebagai bahan acuan untuk melakukan perbaikan terhadap proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik yang telah dilaksanakan, baik terhadap perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi. Dick & Carey dalam Ngalim Purwanto (2006 : 28) menyebutkan beberapa tes yang dapat dilakukan guru dalam pembelajaran : a) Entry behaviors test, yakni suatu tes yang diadakan sebelum suatu program pengajaran dilaksanakan dan bertujuan untuk mengetahui sampai batas mana penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang
40
telah dimiliki siswa yang dapat dijadikan dasar untuk menerima program pengajaran yang akan diberikan. b) Pre test, yaitu tes yang diberikan sebelum pengajaran dimulai dan bertujuan untuk mengetahui sampai mana penguasaan siswa terhadap bahan pengajaran (pengetahuan dan keterampilan) yang akan diajarkan. c) Post test, yaitu tes yang diberikan pada setiap akhir program satuan pengajaran. d) Embedded test, yaitu tes yang dilaksanakan di sela-sela atau pada waktu tertentu selama proses pengajaran berlangsung. 3) Menilai kemajuan proses pembelajaran Kemampuan melaksanakan penilaian kemajuan proses pembelajaran dapat dilihat dari : kemampuan melakukan penilaian selama proses pembelajaran berlangsung, baik secara lisan, tertulis maupun dengan pengamatan, kemampuan alat evaluasi yang tepat, kemampuan menyusun alat evaluasi yang bervariatif. Muhammad Ali (2008 : 34) menyebutkan fungsi evaluasi, yaitu : a) Mengetahui apakah siswa dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, b) Mengetahui kondisi belajar yang disiapkan, apakah dapat menyebabkan siswa belajar, c) Mengetahui apakah prosedur pengajaran berlangsung dengan baik d) Mengetahui dimana letak hambatan pencapaian tujuan tertentu Abu Ahmadi (dalam Syaiful Bahri Djamarah, 2006 : 50 – 51), menyebutkan beberapa fungsi evaluasi, yaitu sebagai berikut : a) Untuk memberikan umpan balik (feed back) kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar, serta mengadakan perbaikan program bagi murid. b) Untuk memberikan angka yang tepat tentang kemajuan atau hasil belajar dari setiap murid. Antara lain digunakan dalam rangka pemberian laporan kemajuan belajar murid kepada orang tua, penentuan kenaikan kelas, serta penentuan lulus tidaknya seorang murid. c) Untuk menentukan murid dalam situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat kemampuan (dan karakteristik lainnya) yang dimiliki oleh murid. d) Untuk mengenal latar belakang (psikologis, fisik, dan lingkungan) murid yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar, nantinya dapat dipergunakan sebagai dasar dalam pemecahan kesulitan-kesulitan belajar yang timbul.
41
4) Menguasai bahan pelajaran Guru yang professional harus menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkannya. Penguasaan bahan pelajaran akan memberi pengaruh yang besar terhadap hasil belajar siswa. Seperti yang dikemukakan Peters (Nana Sudjana, 2009: 58) bahwa “proses dan hasil belajar siswa tergantung pada penguasaan guru atas mata pelajaran yang diampunya dan keterampilan mengajarnya”.
b. Komponen-Komponen Pembelajaran Adapun komponen-komponen yang ada dalam pembelajaran dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Siswa, adalah seseorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Menurut Wiji Suwarno (2006 : 36), yang dimaksud dengan “siswa (peserta didik) adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi melalui proses pembelajaran pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu”. 2) Guru, adalah seseorang yang bertindak sebagai pengelola kegiatan belajarmengajar, katalisator belajar-mengajar, dan peranan lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar-mengajar yang efektif. Menurut Wiji Suwarno (2006 : 38), “guru (pendidik) adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat”. 3) Tujuan, yakni pernyataan tentang perubahan perilaku yang dinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti belajar-mengajar. Perubahan perilaku tersebut mencakup perubahan kognitif, afektif, dan psikomotorik (Menurut Bloom dalam Gino, dkk, 1995 : 19). Ranah kognitif meliputi enam tingkatan, yakni pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), evaluasi
42
(evaluation). Ranah afektif, meliputi kemampuan menerima (receiving), kemampuan menanggapi (responding), berkeyakinan (valuing), penerapan kerja (organization), ketelitian (correcterzation by value). Sedangkan ranah psikomotorik, meliputi gerak tubuh (body movement), koordinasi gerak (finaly coordinated movement), komunikasi non verbal (non verbal communication set), serta perilaku bicara (speech behaviors). 4) Isi pelajaran, yakni segala informasi berupa fakta, prinsip, dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan. 5) Metode
adalah
cara
melakukan
atau
menyajikan,
menguraikan,
memberikan contoh, dan memberi latihan isi pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu. 6) Media, yakni bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada siswa agar mereka dapat mencapai tujuan. Menurut Edgar Dale (dalam Gino, dkk, 1995 : 25), adapun penggolongan alat belajar berdasarkan pengalaman yang diperoleh siswa, yaitu 1) belajar dengan pengalaman langsung; 2) belajar dengan memakai model benda dalam bentuk kecil; 3) belajar dengan bersandiwara; 4) belajar dengan demonstrasi; 5) belajar dengan berdarmawisata; 6) belajar dengan pameran; 7) belajar dengan gambar bergerak; 8) belajar dengan gambar diam; 9) belajar dengan lambang visual; 10) belajar dengan lambang verbal. 7) Evaluasi merupakan keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan data dari informasi), pengolahan, penafsiran, dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai peserta didik setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan (Oemar Hamalik dalam Martinis, 2009 : 179).
c.
Prinsip-Prinsip yang Perlu Mendapatkan Perhatian dari Guru dalam Pembelajaran 1) Persiapan Pra-belajar
43
Siswa harus mendapatkan kepuasaan belajar yang menjadi prasyarat untuk materi pokok yang akan dipelajari. Jika belajar terdahulu tidak memuaskan siswa, maka belajar berikutnya akan sulit dihubungkan dengan struktur pelajaran berikutnya. 2) Dorongan (motivasi) Perhatian siswa akan besar jika tugas belajar itu mempunyai nilai pribadi atau minat untuk mempelajari besar. Hasilnya ialah bahwa belajar dan mengajar lebih mudah dan siswa dapat bertanggung jawab untuk melanjutkan belajar dengan bebas. 3) Perbedaan perorangan Siswa belajar dengan kecepatan yang berbeda-beda dalam merespon, ada yang cepat dan ada pula yang lambat. Perancangan pengajaran harus dilakukan oleh guru agar siswa yang belajar mudaha beradaptasi dengan polapola mereka sendiri, melaju dengan kecepatan sendiri, sesuai dengan tingkat kecakapan, dan menggunakan bahan yang paling sesuai dengan dirinya. 4) Kondisi pembelajaran Belajar berhasil lebih mudah diperoleh jika kompetensi dasar jelas rumusannya, kegiatan belajar diurutkan sehubungan dengan kompetensi dasar itu. Siswa dapat memperoleh informasi lebih banyak dan diingat lebih lama jika kompetensi dasar lebih bermakna dan ditata sistematis. Hal ini berarti isi bahan diorganisasikan berurutan mulai dari dari yang sederhana menuju yang kompleks, yakni mulai dari belajar fakta, kemudian pembuktian konsep, prinsip, dan akhirnya arah yang tinggi, seperti pemecahan masalah, meramalkan, dan menyimpulkan. 5) Partisipasi aktif Belajar harus dilakukan sendiri oleh siswa dan bukan oleh guru melalui cara penyebaran. Belajar berhasil harus dilakukan siswa dengan partisipasi aktif. 6) Prestasi yang berhasil Belajar haruslah terstruktur sehingga siswa merasa tertantang secara mental dan berupaya berhasil dalam belajar. Jika berhasil, mereka akan
44
mengalami kepuasaan yang mendorong mereka untuk melanjutkan usahanya dan semangat untuk berprestasi 7) Praktik Menyajikan
kesempatan
kepada
siswa
untuk
menggunakan
pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh dalam banyak situasi. Praktik ini perlu dibiasakan dalam proses pembelajaran KBK. Peningkatan performance dalam setiap pembelajaran akan mendorong siswa agar lebih terampil. 8) Mengetahui hasilnya Minat
belajar
siswa
akan
bertambah,
jika
hasil
belajarnya
diberitahukan kepada mereka (hasil ujian, diskusi informal, latihan mengecek sendiri). Portofolio merupakan tagihan KTSP, dimana para siswa dapat mengetahui sendiri kecakapan yang mereka peroleh, di samping itu guru diharapkan mengembalikan kertas kerja siswa yang telah dinilai guru, jadi masing-masing mereka dapat melakukan koreksi ulang tentang kelemahan, kekurangan mereka sendiri. 9) Kecepatan menyajikan materi Kecepatan dan jumlah bahan yang harus dipelajari suatu saat atau dalam suatu pelajaran, hendaknya ada kaitannya dengan tingkat kesukaran dan keruwetan bahan yang dapat dinyatakan dalam kecakapan siswa. 10)
Sikap guru Dalam mengkomunikasikan pembelajaran kepada siswa, peran guru
sangat menentukan, yaitu terampil dalam berkomunikasi, bersikap lugas, cerdas, berwibawa, mengayomi, dan memberi dorongan kepada siswa. Disamping itu guru memiliki pengetahuan yang banyak dan tidak tua semalam dari para siswa, memiliki jiwa sosial budaya (Martinis Yamin, 2001 : 9-10).
45
d. Unsur Dinamis Pembelajaran pada Diri Guru 1) Motivasi membelajarkan siswa Membelajarkan berarti membuat siswa belajar atau mengusahakan siswa belajar. Guru dalam membelajarkan siswa hendaknya berperan mendorong (sebagai pendorong), motivator, agar motif-motif yang positif dibangkitkan dan atau ditingkatkan dalam diri siswa. Ada dua jenis motivasi, yaitu motivasi dari luar anak (ekstrinsik) dan motivasi dari dalam diri anak (intrinsik). Motivasi dari dalam dapat dilakukan dengan menggairahkan perasaan ingin tahu siswa, keinginan untuk mencoba, dan hasrta untuk maju dalam belajar. Motivasi dari luar, dapat dilakukan dengan memberikan ganjaran, misalnya melalui pujian, memberikan hukuman, misalnya dengan memberikan pekerjaan rumah. 2) Kondisi guru agar siap membelajarkan siswa Untuk dapat membelajarkan siswa, guru harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan tuntutan masyarakat dewasa ini. Kompetensi guru merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diwujudkan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Dalam UU Guru dan Dosen No. 14/ 2005 dinyatakan bahwa “kompetensi guru meliputi kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi profesional”. Kompetensi paedagogik meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan, dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/ wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
46
Kompetensi professional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya. Dalam Gino, dkk (1995 : 47) disebutkan tentang Kemampuan Dasar yang harus dimiliki Guru: a) Menguasai bahan (1) Menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum sekolah (2) Menguasai bahan pengayaan/ penunjang bidang studi b) Mengelola program belajar-mengajar (1) Merumuskan tujuan instruksional (2) Mengenal dan dapat menggunakan prosedur instruksional yang tepat (3) Melaksanakan program belajar-mengajar (4) Mengenal kemampuan anak didik (5) Merencanakan dan melaksanakan pengajaran remedial c) Mengelola kelas (1) Mengatur tata ruang kelas untuk pengajaran (2) Menciptakan iklim belajar-mengajar yang serasi d) Penggunaan media/ sumber (1) Mengenal, memilih, dan menggunakan media (2) Membuat alat-alat bantu pelajaran sederhana (3) Menggunakan dan mengelola laboratorium dalam rangka proses belajar-mengajar (4) Menggunakan perpustakaan dalam proses belajar-mengajar (5) Menggunakan Micro Teaching Unit dalam program pengalaman lapangan e) Menguasai landasan-landasan kependidikan f) Mengelola interaksi belajar-mengajar g) Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran h) Mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah (1) Mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah (2) Menyelengggarakan program layanan bimbingan di sekolah i) Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah (1) Mengenal penyelenggaraan administrasi sekolah (2) Menyelenggarakan administrasi sekolah j) Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran 3) Upaya pengembangan unsur dinamis siswa dalam proses belajar
47
Dalam usaha pengembangan unsur dinamis siswa dalam proses belajar, pertama-tama adalah mengubah adanya sifat “teacher centered” menjadi “student centered”. Hal ini dapat diusahakan melalui atau dengan jalan memperhatikan unsur-unsur dinamis pada diri siswa, sebagai berikut : a) Unsur motivasi belajar Upaya pengembangannya : (1) Menghadapkan siswa pada hal-hal yang menantang, (2) Bagi siswa yang kurang atau lamban didorong untuk lebih aktif belajar, sementara siswa yang pandai diminta untuk menjadi tutor dengan tugas memberi penjelasan atau membantu hal-hal yang belum dimengerti atau belum dapat dikerjakan, (3) Agar motivasi ekstrinsik ditingkatkan untuk menjadi motivasi instrinsik dalam belajar. b) Unsur materi atau bahan belajar Upaya pengembangannya : (1) Pemilihan
materi
pembelajaran
dengan
memperhatikan
karakteristik siswa dan mengacu pada tujuan, (2) Siswa diikutsertakan untuk ikut mempertanggungjawabkan pemilihan materi pembelajaran, (3) Siswa diusahakan memanfaatkan sumber belajar di lingkungan sekitar yang tersedia semaksimal mungkin untuk meningkatkan pemahaman siswa. c) Unsur suasana belajar Upaya pengembangannya : (1) Mengusahakan suasana belajar yang akrab dan gembira, dengan jalan meingkatkan komunikasi guru-siswa, siswa-siswa, siswaguru, (2) Siswa belajar bervariasi, (3) Kelas diatur secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan siswa yang belajar, sehingga suasana terlihat bebas, (4) Kelas dengan jumlah siswa jangan terlalu besar,
48
(5) Menggunakan multi metode dan multi media. d) Unsur media belajar Upaya pengembangannya : (1) Peningkatan penggunaan media (media cetak, media elektronik, maupun media yang ada disekitar/ di lingkungan alam, (2) Mengikutsertakan siswa dalam penyiapan media, menggunakan atau mencoba menggunakan media, membuat laporan hasil kegiatan kelompok atau individual, serta mengadakan media dengan jalan membuat sendiri. e) Unsur kondisi siswa yang belajar Upaya pengembangannya : (1) Pembelajaran secara ideal dengan cara individual, (2) Sistem klasikal dilaksanakan dengan bervariasi,
e
Cara Mengukur Pembelajaran Dalam penelitian ini, variabel pembelajaran akan diukur dengan
menggunakan angket. Namun, sebelum angket disusun harus dibuat indikatornya, yaitu sebagai berikut: (1)Perencanaan pembelajaran, meliputi : a) Merencanakan pengelolaan pembelajaran. b) Merencanakan pengorganisasian bahan pelajaran. c) Merencanakan pengelolaan kelas. d) Merencanakan penggunaan alat dan media pembelajaran. e) Merencanakan
penilaian
prestasi
pembelajaran. (2)Pelaksanaan pembelajaran, meliputi : a) Memulai pembelajaran. b) Mengelola kegiatan pembelajaran. c) Pengelolaan waktu d) Pengorganisasian siswa e) Pelaksanaan penilaian
siswa
untuk
kepentingan
49
(3)Evaluasi pembelajaran, meliputi : a) Melaksanakan tes b) Mengadakan remidi c) Mengadakan penilaian terhadap kegiatan pembelajaran Setelah indikator-indikator terbentuk, maka selanjutnya setiap indikator akan dijabarkan ke dalam item-item pertanyaan yang berfungsi untuk mengukur variabel pembelajaran.
5. a.
Tinjauan tentang Prestasi Belajar
Pengertian Prestasi Belajar Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003 : 2). Sehingga dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan serangkaian tahapan untuk mencapai perubahan keseluruhan perilaku individu yang relatif tetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif dan afektif yang merupakan hasil dari proses kematangan, kemudian diwujudkan dalam prestasi belajar. Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya, karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Dalam kategori Bloom terdapat tiga ranah utama pada proses belajar, yaitu ranah kognitif (pikiran), ranah afektif (emosi), dan ranah psikomotorik (perilaku). Mengetahui kemajuan kemampuan belajar siswa sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar. Keberhasilan dalam pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa. Kerhasilan maupun kegagalan individu dalam kegiatan belajar baru dapat dilihat setelah diadakan penilaian. Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Prestasi belajar merupakan perwujudan dari hasil belajar.
50
Adapun pengertian prestasi belajar menurut beberapa ahli, seperti yang dikutip dalam artikel pendidikan “Ketercapaian Prestasi Belajar” , yaitu sebagai berikut : 1) Poerwanto (1986:28) “Prestasi belajar yaitu hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam raport”. 2) Winkel (1996:162) “Prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya”. 3) S. Nasution (1996:17) “Prestasi belajar adalah kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, affektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut”. 4) Muray dalam Beck (1990 : 290) “to overcome obstacle, to exercise power, to strive to do something difficult as well and as quickly as possible”. 5) Arif Gunarso (1993 : 77) “Prestasi belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar” (dalam http://ridwan202.wordpress.com) Prestasi belajar di bidang pendidikan adalah hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes atau instrumen yang relevan. Jadi prestasi belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa (http://sunartombs.wordpress.com).
b. Fungsi Prestasi Belajar Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar maka perlu dilakukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui prestasi yang diperoleh siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung. Prestasi merupakan faktor penting bagi siswa untuk mengetahui tingkat keberhasilan dalam menguasai
51
materi yang dipelajarinya. Prestasi berfungsi sebagai alat mengungkapkan kebanggaan dan kepuasaan terhadap prestasi yang diraihnya. Prestasi belajar dapat diukur melalui tes yang sering dikenal dengan tes prestasi belajar. Menurut Saifuddin Anwar (2007 : 8-9) mengemukakan tentang tes prestasi belajar bila dilihat dari tujuannya yaitu mengungkap keberhasilan sesorang dalam belajar. Beberapa fungsi prestasi belajar (Saifuddin Azwar, 2007 : 11-12) adalah: 1) Fungsi penempatan adalah penggunaan hasil tes prestasi belajar untuk klasifikasi individu ke dalam bidang atau jurusan yang sesuai dengan kemampuan yang telah diperlihatkannya pada hasil belajar yang telah lalu. 2) Fungsi formatif adalah penggunaan hasil tes prestasi belajar guna melihat sejauh mana kemajuan belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu program pelajaran. Dalam hal ini hasil tes prestasi merupakan umpan balik (feed back) kemajuan belajar dank arena itu biasanya tes diselenggarakan di tengah jangka waktu suatu program yang sedang berjalan. Hasil tes formatif dapat menyebabkan perubahan kebijaksanaan mengajar atau belajar. 3) Fungsi diagnostik dilakukan oleh tes prestasi apabila hasil tes yang bersangkutan digunakan untuk mendiagnosis kesukaran-kesukaran dalam belajar, mendeteksi kelemahan-kelemahan siswa yang dapat diperbaiki segera, dan semacamnya. 4) Fungsi sumatif adalah penggunaan hasil tes prestasi untuk memperoleh informasi mengenai penguasaan pelajaran yang telah direncanakan sebelumnya dalam suatu program pelajaran. Tes sumatif merupakan pengukuran akhir dalam suatu program dan hasilnya dipakai untuk menentukan apakah siswa dapat dinyatakan lulus dalam program pendidikan tersebut atau apakah siswa dinyatakan dapat melanjutkan ke jenjang program yang lebih tinggi. Fungsi dan kegunaan prestasi belajar ini sangat penting, diharapkan siswa akan berusaha untuk mencapai prestasi belajar yang memuaskan. Prestasi belajar merupakan salah satu cara untuk mengukur kemampuan diri. Prestasi belajar juga mempunyai peran yang sangat menentukan dalam keberhasilan belajar, yaitu
52
sebagai umpan balik guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar demi kemajuan prestasi siswa.
c.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar Slameto (2003: 54-72) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar seseorang, yang dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Faktor intern, yang meliputi : a) Faktor jasmani (1) Faktor kesehatan Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya/ bebas dari penyakit. Kesehatan adalah keadaan atau hal sehat. Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya. Agar seseorang dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin dengan cara selalu mengindahkan ketentuan-ketentuan tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur, makan, olahraga, rekreasi, dan ibadah. (2) Cacat tubuh Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh/ badan. Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar. b) Faktor psikologis (1) Faktor inteligensi Menurut J. P. Chaplin (dalam Slameto, 2003 : 56), inteligensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis, yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui/ menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Inteligensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat inteligensi
53
yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat inteligensi rendah. (2) Faktor perhatian Perhatian menurut Gazali (dalam Slameto, 2003 : 56) adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa pun semata-mata tertuju kepada suatu objek (benda/ hal) atau sekumpulan objek. Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbullah kebosanan, sehingga ia tidak lagi suka belajar. (3) Faktor minat Hilgard (dalam Slameto, 2003 : 57) memberi rumusan tentang minat adalah “interest is persisting tendency to pay attention to and enjoy some activity orcontent”. Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Bahan pelajaran yang menarik minat siswa, lebih mudah dipelajari dan disimpan, karena minat menambah kegiatan belajar. (4) Faktor bakat Bakat atau aptitude menurut Hilgard (dalam Slameto, 2003 : 57) adalah “the capability to learn”. Dengan perkataan lain bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau terlatih. Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya lebih baik, karena ia senang belajar dan pastilah selanjutnya ia lebih giat lagi dalam belajarnya itu. (5) Faktor motif James Drever (dalam Slameto, 2003 : 58) memberikan pengertian motif sebagai berikut : “motive is an effective-conative factor which operates in determining the direction of an individual’s behavior towards an end or goal, consioustly apprehended or unconsioustly”.
54
Motif erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. Dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa yang dapat mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik atau padanya mempunyai motif untuk berpikir dan memusatkan perhatian, merencanakan, dan melaksanakan kegiatan yang berhubungan/ menunjang belajar. (6) Faktor kematangan Kematangan adalah suatu tingkat/ fase dalam pertumbuhan seseorang, di mana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru (Slameto, 2003 : 59). Anak yang sudah siap (matang) belum dapat melaksanakan kecakapannya sebelum belajar. Belajarnya akan lebih berhasil jika anak sudah siap (matang). Kemajuan baru untuk memiliki kecakapan itu tergantung dari kematangan dan belajar. (7) Faktor kesiapan Kesiapan atau readiness menurut Jamies Drever (dalam Slameto, 2003 : 59) adalah preparedness to respond or react. Kesiapan adalah kesediaan untuk memberikan respon atau bereaksi. Kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena kematangan
berarti kesiapan untuk
melaksanakan kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik. c) Faktor kelelahan (1) Kelelahan jasmani Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena kekacauan substansi sisa pembakaran di dalam tubuh, sehingga darah tidak/ kurang lancar pada bagian-bagian tertentu.
55
(2) Kelelahan rohani Siswa yang lelah rohani akan menghambat informasi yang masuk dalam pikiran. Hal ini bisa disebabkan oleh tekanan metal, masalah takut yang dihadapi dan stress. 2) Faktor ekstern, terdiri : a) Faktor keluarga (1) Cara orang tua mendidik (2) Relasi anggota keluarga (3) Suasana rumah (4) Keadaan ekonomi keluarga (5) Pengertian orang tua (6) Latar belakang kebudayaan b) Faktor sekolah (1) Metode mengajar Metode mengajar adalah suatu cara/ jalan yang harus dilalui di dalam mengajar. Mengajar itu sendiri menurut Ign. S. Ulih Bukit Karo Karo (dalam Slameto, 2003 : 65) adalah menyajikan bahan pelajaran oleh orang kepada orang lain agar orang lain itu menerima, menguasai, dan mengembangkannya. Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka metode mengajar harus diusahakan yang setepat, efisien, dan efektif mungkin. (2) Kurikulum Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa (Slameto, 2003 : 65). Kurikulum yang kurang baik berpengaruh tidak baik terhadap belajar. (3) Relasi guru dengan siswa Proses belajar mengajar terjadi antara guru dengan siswa. Proses tersebut juga dipengaruhi oleh relasi yang ada dalam prose situ sendiri. Jadi cara belajar siswa juga dipengaruhi oleh relasi siswa dengan gurunya.
56
(4) Relasi siswa dengan siswa Menciptakan relasi yang baik antarsiswa adalah perlu, agar dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap belajar siswa (5) Disiplin sekolah Kedisiplinan sekolah mencakup kedisiplinan guru dalam mengajar dengan melaksanakan tata tertib, kedisiplinan pegawai/ karyawan dalam pekerjaan administrasi dan kebersihan/ keteraturan kelas, gedung sekolah, halaman, dan lain-lain, kedisiplinan Kepala Sekolah dalam mengelola seluruh staf beserta siswa-siswanya, dan kedisiplinan tim BP dalam pelayanannya kepada siswa. Di dalam proses belajar, siswa perlu disiplin, baik di sekolah, di rumah, dan di perpustakaan untuk mengembangkan motivasi yang kuat. (6) Alat pelajaran Alat pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar siswa, karena alat pelajaran yang dipakai oleh guru pada waktu mengajar dipakai pula oleh siswa untuk menerima bahan yang diajarkan itu. Alat pelajaran yang lengkap dan tepat akan memperlancar penerimaan bahan pelajaran yang diberikan kepada siswa. (7) Waktu sekolah Waktu sekolah ialah waktu terjadinya proses belajar mengajar di sekolah, baik di pagi hari, siang, sore/ malam hari (Slameto, 2003 : 68). Memilih waktu sekolah yang tepat akan memberi pengaruh yang positif terhadap belajar. (8) Standar pelajaran di atas ukuran Guru dalam menuntut penguasaan materi harus sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing. (9) Keadaan gedung Jumlah siswa yang banyak serta variasi karakteristik mereka masing-masing menuntut keadaan gedung harus memadai di dalam setiap kelas.
57
(10) Metode belajar Cara belajar yang tepat akan berpengaruh pula terhadap hasil belajar yang akan dicapai siswa. (11) Tugas rumah yang merangsang keaktifan belajar di luar sekolah. c) Faktor masyarakat (1) Kegiatan siswa di masyarakat memberikan dampak berarti bagi prestasi
belajar
di
sekolah.
Keaktifan
di
organisasi
kemasyarakatan akan mempengaruhi pola perilaku yang teratur dan disiplin serta cerdas dalam memecahkan masalah. (2) Teman bergaul yang positif akan mendukung siswa mencapai prestasi.
Khususnya
hubungan
yang
berkaitan
dengan
kepentingan belajar. (3) Mass media yang baik memberi pengaruh yang baik terhadap siswa dan juga terhadap belajarnya (4) Kebiasaan yang berlaku di masyarakat dimana siswa tinggal. Masyarakat yang sadar akan pentingnya pendidikan bagi anak akan menetapkan aturan baik lisan maupun tertulis
bagi
warganya yang mendukung penciptaan kondisi yang kondusif. Misalnya aturan jam wajib belajar warganya.
d. Pengukuran Prestasi Siswa Syaiful Bahri Djamarah (2006 : 105-106), mengemukakan bahwa yang menjadi petunjuk prestasi
belajar mengajar dianggap berhasil adalah hal-hal
sebagai berikut : 1) Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individu maupun kelompok. 2) Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/ instruksional khusus (TIK) telah dicapai oleh siswa, baik individu maupun kelompok. Dalam dunia pendidikan, ada dua tujuan yang ingin dicapai, yaitu tujuan instruksional umum (TIU) dan tujuan instruksional khusus (TIK). Tujuan instruksional umum menggariskan hasil-hasil di bidang studi yang seharusnya dicapai oleh siswa, sedangkan tujuan instruksional khusus merupakan penjabaran
58
yang lebih konkrit dari suatu TIU yang menyangkut satu pokok bahasan atau topik pelajaran tertentu. Sedangkan Saifuddin Azwar (2007 : 60), menyebutkan bahwa salah satu pedoman untuk mengukur prestasi belajar siswa adalah berpijak pada taksonomi tujuan pendidikan yang dirumuskan oleh Benyamin S. Bloom. Taksonomi ini secara luas mencakup sistem klasifikasi tujuan pendidikan dalam tiga kawasan (domain) perilaku, yaitu kawasan afektif, kawasan kognitif, dan kawasan psikomotor. Kawasan afektif berisi hal-hal yang berkenaan dengan minat dan sikap, kawasan kognitif mengenai aspek intelektual atau fungsi fikir, dan kawasan psikomotor mengenai aspek ketrampilan motorik. Dalam Gino, dkk (1995 : 19), dijabarkan tujuan belajar menjadi tiga kelompok, yaitu : 1) Ranah Kognitif Ranah kognitif meliputi enam tingkatan, yakni : a) Pengetahuan (knowledge) b) Pemahaman (comprehension) c) Penerapan (application) d) Analisis (analysis) e) Sintesis (synthesis)\ f) Evaluasi (evaluation) 2) Ranah Afektif/ Sikap a) Kemampuan menerima (receiving) b) Kemampuan menanggapi (responding) c) Berkeyakinan (valuing) d) Penerapan kerja (organization) e) Ketelitian (correcterzation by value) 3) Ranah Psikomotor a) Gerak tubuh (body movement) b) Koordinasi gerak (finaly coordinated movement) c) Komunikasi non verbal (non verbal communication set) d) Perilaku bicara (speech behaviors) e.
Penilaian dalam Prestasi Belajar Dalam dunia pendidikan, kegiatan evaluasi sering digunakan untuk
mengetahui hasil atau prestasi yang telah dicapai. Prestasi belajar dapat diketahui dari hasil evaluasi yang merupakan salah satu proses belajar mengajar. Menguji merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran, yang dilakukan oleh seorang guru untuk mengetahui tingkat pengetahuan awal,
59
kecakapan siswa, dan program pengajaran. Ujian yang diberikan kepada siswa bukan hanya sekedar pelengkap dari suatu proses pembelajaran, akan tetapi merupakan pengukuran dari suatu proses, yang harus dipersiapkan oleh guru sebelum pembelajaran berlangsung. Ujian yang diberikan kepada siswa tidak terlepas dari pengembangan kompetensi dasar yang dijabarkan dalam bentuk indikator-indikator. Oemar Hamalik (dalam Martinis Yamin, 2009 : 179) mengemukakan bahwa “evaluasi merupakan keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan informasi), pengolahan, penafsiran, dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai peserta didik setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan”. Evaluasi yang dilakukan berguna untuk melihat perubahan kecakapan dalam tingkat pengetahuan, kemahiran dalam ketrampilan, serta perubahan dalam sikap dalam satu unit pembelajaran atau dalam program pembelajaran yang telah dilakukan. Tujuan Evaluasi dapat dilihat dari dua segi, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. L. Pasaribu dan Simanjuntak (dalam Syaiful Bahri Djamarah, 2006 : 50 – 51), menegaskan bahwa : 1) Tujuan umum dari evaluasi adalah : a) Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan murid dalam mencapai tujuan yang diharapkan b) Memungkinkan pendidik/ guru menilai aktivitas/ pengalaman yang didapat c) Menilai metode mengajar yang dipergunakan 2) Tujuan khusus dari evaluasi adalah : a) Merangsang kegiatan siswa b) Menemukan sebab-sebab kemajuan atau kegagalan c) Memberikan bimbingan yangs sesuai dengan kebutuhan, perkembangan, dan bakat siswa yang bersangkutan d) Memperoleh bahan laporan tentang perkembangan siswa yang diperlukan orang tua dan lembaga pendidikan e) Untuk memperbaiki mutu pelajaran/ cara belajar dan metode mengajar
60
Muhammad Ali (2008 : 34) menyebutkan fungsi evaluasi, yaitu : a) Mengetahui apakah siswa dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, b) Mengetahui kondisi belajar yang disiapkan, apakah dapat menyebabkan siswa belajar, c) Mengetahui apakah prosedur pengajaran berlangsung dengan baik d) Mengetahui dimana letak hambatan pencapaian tujuan tertentu Abu Ahmadi (dalam Syaiful Bahri Djamarah, 2006 : 50 – 51), menyebutkan beberapa fungsi evaluasi, yaitu sebagai berikut : a) Untuk memberikan umpan balik (feed back) kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar, serta mengadakan perbaikan program bagi murid b) Untuk memberikan angka yang tepat tentang kemajuan atau hasil belajar dari setiap murid. Antara lain digunakan dalam rangka pemberian laporan kemajuan belajar murid kepada orang tua, penentuan kenaikan kelas, serta penentuan lulus tidaknya seorang murid c) Untuk menentukan murid dalam situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat kemampuan (dan karakteristik lainnya) yang dimiliki oleh murid d) Untuk mengenal latar belakang (psikologis, fisik, dan lingkungan) murid yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar, nantinya dapat dipergunakan sebagai dasar dalam pemecahan kesulitan-kesulitan belajar yang timbul Muhammad Ali (2008 : 113) menyebutkan berbagai jenis evaluasi, yaitu : 1) Evaluasi formatif Yakni evaluasi yang dilaksanakan setiap kali selesai dipelajari suatu unit pelajaran tertentu. Manfaatnya sebagai alat penilai proses belajar mengajar suatu unit bahan pelajaran tertentu 2) Evaluasi sumatif Yakni evaluasi yang dilaksanakan setiap akhir pengajaran suatu program atau sejumlah unit pelajaran tertentu. Evaluasi ini mempunyai manfaat untuk menilai hasil pencapaian siswa terhadap tujuan suatu program pelajaran suatu periode tertentu, seperti semester atau akhir tahun pelajaran 3) Evaluasi diagnostik Yakni evaluasi yang dilaksanakan sebagai sarana diagnose. Evaluasi ini bermanfaat untuk meneliti atau mencari sebab kegagalan pengajaran, atau dimana letak kelemahan siswa dalam mempelajari suatu atau sejumlah unit pelajaran tertentu 4) Evaluasi penempatan Yakni evaluasi yang dilaksanakan untuk menempatkan siswa pada suatu program pendidikan atau jurusan yang sesuai dengan kemampuan (baik
61
potensial maupun aktual) dan minatnya. Evaluasi ini bermanfaat dalam rangka proses penentuan jurusan di sekolah. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keberhasilan belajar yang terwujud melalui prestasi belajar dapat dilihat dari segi proses belajar mengajar. Prestasi belajar yang dicapai siswa dapat dilihat dari nilai sebagai pencerminan dan penguasaan materi pelajaran yang menunjukkan kemampuan dan daya serap siswa terhadap materi yang diajarkan. Evaluasi merupakan cara penilaian prestasi belajar. Penilaian ini dapat dilakukan dengan tes prestasi belajar dan memberikan gambaran seberapa jauh prestasi yang dicapai siswa.
e
Penentuan Nilai Rapor Telah dijelaskan bahwa penilaian formatif sebenarnya bertujuan untuk
memperoleh umpan balik dalam rangka proses belajar mengajar dan untuk menilai sampai dimana pencapaian siswa terhadap tujuan instruksional yang telah dirumuskan di dalam setiap program satuan pelajaran. Jadi sebenarnya hasil penilaian formatif itu tidak boleh dimasukkan untuk menentukan nilai rapor. Maka untuk menjaga kesinambungan penilaian sehingga hasil penilaian menjadi lebih andal (reliabel) bagi setiap siswa, di samping penilaian tes sumatif yang biasa dilakukan pada akhir caturwulan atau akhir semester, guru harus melakukan pula tes-tes sub sumatif pada tahap-tahap tertentu (misalnya dua minggu sekali atau satu bulan sekali) selama caturwulan atau semester yang bersangkutan. Hasil tes-tes sub sumatif digabungkan dengan nilai sumatif untuk mengisi rapor. Caranya ialah dengan merata-rata hasil rata-rata tes sub sumatif dengan nilai hasil sumatif. Adapun patokan yang digunakan untuk pemberian nilai akhir, yaitu 1) nilai akhir dengan angka pecahan < 0,5 dibulatkan ke bawah; 2) nilai akhir dengan angka pecahan 0,5 keadaannya tetap; 3) nilai akhir dengan angka pecahan > 0,5 dibulatkan ke atas.
f
Cara Mengukur Prestasi Belajar Siswa Dalam penelitian ini, variabel prestasi belajar siswa akan diukur dengan
menggunakan angket, sedangkan nilai siswa diperoleh melalui dokumentasi, yaitu
62
rata-rata nilai rapor seluruh siswa dalam satu kelas yang diampu oleh guru bidang studi tertentu. Sebelum menyusun angket, maka harus dibuat indikatornya, yaitu sebagai berikut : 1) Aspek kognitif 2) Aspek afektif 3) Aspek psikomotorik Setelah indikator terbentuk, maka selanjutnya setiap indikator akan dijabarkan ke dalam item-item pertanyaan yang berfungsi mengukur variabel prestasi belajar siswa.
B. Penelitian yang Relevan Untuk melaksanakan penelitian ini, peneliti berpijak pada penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya, yang peneliti anggap relevan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Penelitian yang relevan, yaitu penelitian yang telah ada dan pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, sehingga dapat dijadikan acuan dan pendukung dalam sebuah penelitian yang baru. Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa penelitian yang sesuai dengan penelitian yang penulis lakukan. Penelitian Rizky Agustian Khaqqi, mahasiswa Universitas Negeri Semarang yang dilakukan pada tahun 2009 dengan judul “Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pelatihan, dan Pengalaman Mengajar terhadap Profesionalisme Guru Mata Diklat Teknik Audio SMK Negeri di Kota Semarang”. Dalam penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa ada : (1) pengaruh tingkat pendidikan terhadap profesionalisme guru, (2) pengaruh pelatihan terhadap profesionalisme
guru,
(3)
pengaruh
pengalaman
mengajar
terhadap
professionalisme guru, dan (4) pengaruh tingkat pendidikan, pelatihan, dan pengalaman mengajar secara bersama-sama terhadap profesionalisme guru. Penelitian
Yulita
Evlyn
Anggraeni,
mahasiswi
Universitas
Muhammadiyah Surakarta yang dilakukan pada tahun 2008 dengan judul “Pengaruh Kelengkapan
Latar
Belakang
Pendidikan,
Sarana Pembelajaran
Pengalaman
terhadap Kinerja
Mengajar, Guru di
dan SMP
63
Muhammadiyah 5 Surakarta”. Dalam penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa ada : (1) pengaruh latar belakang pendidikan terhadap kinerja guru, (2) pengaruh pengalaman mengajar terhadap kinerja guru, (3) pengaruh kelengkapan sarana pembelajaran terhadap kinerja guru, dan (4) pengaruh latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar, dan kelengkapan sarana pembelajaran secara bersama-sama terhadap kinerja guru. Penelitian
Umar
Said
Cokro
Handoko,
mahasiswa
Universitas
Muhammadiyah Surakarta yang dilakukan pada tahun 2008 dengan judul “Pengaruh Tingkat Pendidikan Guru dan Pengalaman Mengajar terhadap Kinerja Guru pada SMA Muhammadiyah 1 Pekalongan”. Dalam penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa ada : (1) pengaruh tingkat pendidikan terhadap kinerja guru, (2) pengaruh pengalaman mengajar terhadap kinerja guru, dan (3) pengaruh tingkat pendidikan dan pengalaman mengajar secara bersamasama terhadap kinerja guru. Dari ketiga penelitian tersebut terdapat kesamaan antara penelitian yang penulis lakukan, penelitian yang pertama sama-sama mengandung variabel pengalaman mengajar guru, penelitian yang kedua sama-sama mengandung variabel latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar guru, sedangkan penelitian yang ketiga sama-sama mengandung variabel pengalaman mengajar guru.
C. Kerangka Pemikiran Pada dasarnya terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi pembelajaran di sekolah, antara lain : guru, siswa, sarana prasarana, lingkungan pendidikan, dan kurikulum. Dari semuanya itu, guru merupakan komponen yang paling menentukan, karena di tangan gurulah kurikulum, sumber belajar, sarana dan prasarana, dan iklim pembelajaran menjadi sesuatu yang berarti bagi kehidupan peserta didik. Guru merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap terciptanya proses dan hasil pembelajaran yang berkualitas. Latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar adalah dua aspek yang mempengaruhi kompetensi seorang guru di bidang pendidikan dan pengajaran. Kualitas
64
pembelajaran ini terlihat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai diadakan evaluasi. Keberhasilan suatu proses pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajar yang dicapai siswa. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa.
Bagan 1. Kerangka Pemikiran
Latar belakang pendidikan (X1) Pendidikan pra-jabatan (pre-service education) Program kependidikan Program non kependidikan Pendidikan dalam jabatan (in-service education) Program kependidikan Program non kependidikan Pelatihan dalam jabatan (inservice training) Jalur formal Jalur informal
Pengalaman mengajar (X2) Pengalaman kerja Ruang lingkup kerja Masa kerja dan jam kerja
Proses Pembelajaran (X3) Perencanaan pembelajaran Pelaksanaan pembelajaran Evaluasi pembelajaran
Prestasi Belajar Siswa (Y) Aspek kognitif Aspek afektif Aspek psikomotorik Nilai rata-rata rapor seluruh siswa dalam satu kelas untuk Semester Ganjil tahun ajaran 2009/ 2010 yang diampu oleh guru bidang studi.
65
D. Perumusan Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara yang masih harus diuji kebenarannya melalui kegiatan penelitian. Sukardi (2005 : 41) yang dimaksud dengan hipotesis adalah “jawaban yang masih bersifat sementara dan bersifat teoretis”. Dalam Suharsimi Arikunto (2006 : 71), “hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul”. Sudjana (2001 : 219) yang dimakdud dengan hipotesis adalah “asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut untuk melakukan pengecekannya”.Hypothesis is a tentative, reasonable, testable assertion regarding the accurance of certain behaviors, phenomena, or events, apredictin of study out come. Hypothesis is conjectural statement of the relation between two or more variable (p. 476 dalam T. Widodo, 2008 : 31). Perumusan hipotesis yang penulis kemukakan sebagai berikut : 1.
Ada hubungan positif yang signifikan antara latar belakang pendidikan guru dengan prestasi belajar siswa pada SMA Negeri 1 Surakarta
2.
Ada hubungan positif yang signifikan antara pengalaman mengajar dengan prestasi belajar siswa pada SMA Negeri 1 Surakarta
3.
Ada hubungan positif yang signifikan pembelajaran dengan prestasi belajar siswa pada SMA Negeri 1 Surakarta
4.
Ada hubungan positif yang signifikan antara latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar, dan pembelajaran dengan Prestasi Belajar Siswa pada SMA Negeri 1 Surakarta
66
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ilmiah merupakan kegiatan untuk memperoleh kebenaran secara ilmiah yang dilakukan untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu peristiwa atau suatu pengetahuan. Untuk memperoleh kebenaran, suatu penelitian perlu menggunakan metode ilmiah yang tepat, agar data yang didapatkan adalah data yang obyektif, valid, dan reliabel, sehingga hasil yang diperoleh benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Sukardi (2005 : 19) mendefinisikan “metodologi penelitian adalah usaha seseorang yang dilakukan secara sistematis mengikuti aturan-aturan guna menjawab pertanyaan yang hendak diteliti”. Dari pendapat tersebut, dapat diartikan bahwa metodologi penelitian merupakan pengetahuan tentang prosedur atau cara yang digunakan dalam proses menemukan, mengembangkan, menguji kebenaran dengan menggunakan metode ilmiah untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Adapun aspek-aspek metodologi yang dipergunakan dalam penelitian ini akan penulis uraikan sebagai berikut :
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2009/ 2010 yang beralamat di Jalan Wolter Monginsidi No. 40 Surakarta. Adapun alasan pemilihan tempat penelitian adalah : a.
Tersedianya data yang berhubungan dengan masalah penelitian dan berguna untuk mendukung tercapainya tujuan penelitian
b.
Belum pernah diadakan penelitian terkait masalah yang akan diteliti oleh peneliti
2. Waktu Penelitian Pengalokasian waktu merupakan langkah awal agar penelitian dapat berjalan dengan teratur. Adapun rencana-rencana penelitian terbagi dalam
67
persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan laporan. Penelitian ini dilaksanakan pada tahun ajaran 2009/ 2010. Waktu penelitian dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 1 Uraian Kegiatan Penelitian Kegiatan
Des
Jan
Feb
Maret
April
Mei
Proposal Konsultasi Bab I, II, III Penelitian dan Pengumpulan Data Analisis Data Konsultasi Bab IV, V Penyusunan Laporan
B. Variabel Penelitian 1. a.
Identifikasi Variabel Penelitian
Pengertian Variabel Dalam J. Supranto (1987 : 15) yang dimaksud dengan variabel adalah
“sesuatu yang nilainya berubah-ubah atau berbeda”. Fraenkell, J. R. dan Wallen, N. E. dalam T. Widodo (2008 : 29) mendefinisikan variabel adalah sebagai berikut : A variable is concept – a noun that stands for variation within a class of objects, such as chair, gender, achievement, motivation….If all members of class are identical we do not have a variable. Notice that the individual members in the class of objects, however must differ or vary to quality the class as variable. Variabel dimaksudkan suatu konsep atau kebendaan yang menunjukkan variasi dalam kelas atau kelompok suatu subjek. Dalam Arief Furchan (2005 : 45) “variabel adalah suatu atribut yang dianggap mencerminkan atau mengungkapkan pengertian atau bangunan-bangunan”. Kidder dalam Sugiyono (2007 : 3) “variabel adalah suatu kualitas (qualities) dimana peneliti mempelajari dan menarik kesimpulan darinya”.
68
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa yang disebut variabel adalah sesuatu yang memiliki variasi nilai dan merupakan hal yang kita teliti. b.
Macam-Macam Variabel Menurut T. Widodo (2008 : 29-30) variabel dibagi atas : 1. Variabel independen dan dependen 2. Variabel dikotomik dan variabel konstruk 3. Variabel langsung dan tidak langsung Sedangkan Sugiyono (2007 : 4-7) membagi variabel menjadi : 1. 2. 3. 4. 5.
Variabel independent (variabel stimulus/ prediktor/ antecedent/ bebas) Variabel dependen (variabel output/ criteria/ konsekuen) Variabel moderator Variabel intervening Variabel kontrol
Agar lebih jelasnya akan penulis uraikan sebagai berikut : 1) Variabel Independen Variabel independen (bebas) dibatasi variabel yang memberikan pengaruh terhadap variabel dependen (bergantung). 2) Variabel Dependen Variabel dependen dibatasi variabel yang terpengaruh dari variabel independen. 3) Variabel Dikotomik Variabel dikotomik (kategorik) adalah variabel yang menunjuk pada karakteristik objek yang tegas dapat diamati secara nyata. 4) Variabel Konstruk Variabel konstruk (kontinum) dibatasi variabel bersifat konseptual yang dibangun berdasarkan teori hanya dapat diamati indikatornya. 5) Variabel Moderator Variabel yang mempengaruhi (memperkuat/ memperlemah) hubungan antara variabel independen dengan dependen.
69
6) Variabel Intervening Variabel intervening adalah variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan antara variabel independen dengan dependen, tetapi tidak diamati dan diukur. 7) Variabel Kontrol Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan, sehingga hubungan variabel independen terhadap dependen tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti. 8) Variabel Langsung Variabel langsung adalah variabel yang secara nyata mempunyai keterkaitan dengan variabel lain dalam penelitian. 9) Variabel Tidak Langsung. Variabel tidak langsung adalah adalah variabel yang mungkin berkaitan dengan varibel lain dalam penelitian tetapi tidak diteliti oleh peneliti Ada beberapa cara untuk mengklasifikasikan variabel. Menurut Arief Furchan (2005 : 46-49) berdasarkan penggunaannya di dalam penelitian yang sedang dilakukan variabel dibagi menjadi : 1. Variabel bebas (independen variable), mencakup : a) Variabel aktif b) Variabel atribut 2. Variabel terikat (dependen variable) Adapun variabel tersebut dapat peneliti jelaskan sebagai berikut : 1) Variabel bebas Variabel yang mendahului atau mempengaruhi variabel terikat. 2) Variabel aktif Variabel yang secara langsung dapat dimanipulasi oleh peneliti. 3) Variabel atribut Variabel yang tidak dapat secara aktif dimanipulasi oleh peneliti. 4) Variabel terikat Variabel yang merupakan akibat atau tergantung pada variabel yang mendahuluinya.
70
Suharsimi Arikunto (2006 : 116-117) variabel kuantitatif diklasifikan menjadi dua kelompok, yaitu : 1. Variabel diskrit (variabel nominal/ variabel kategorik) 2. Variabel kontinum, dipisahkan menjadi tiga variabel kecil, yaitu : a) Variabel ordinal b) Variabel interval c) Variabel ratio Dalam J. Supranto (1987 : 52) variabel dibedakan menjadi : 1. Variabel kontinu (continuous variable) 2. Variabel diskrit (discrete variable) Agar lebih jelasnya akan penulis uraikan sebagai berikut : 1) Variabel kontinu Variabel yang dapat mengambil nilai pecahan dan diperoleh dari hasil pengukuran 2) Variabel diskrit Variabel yang hanya mengambil bilangan bulat dan diperoleh dari hasil menghitung.
c.
Skala Pengukuran Pengukuran adalah proses penterjemahan hasil-hasil penterjemahan hasil-
hasil pengamatan menjadi angka-angka (Arief Furchan, 2005 : 142). Para peneliti biasanya mulai dengan variabel, kemudian dengan menggunakan kaidah, mereka menetapkan bagaimana varibel itu akan diungkapkan dalam bentuk angka. Skala pengukuran menurut Stebens dalam Arief Furchan (2005 : 142-149) digolongkan menjadi skala nominal, skala ordinal, skala interval, dan skala rasio. Adapun penjelasan masing-masing skala dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Skala nominal Angka-angka yang digunakan dalam skala nominal tidak mewakili jumlah karakteristik apa pun, baik secara mutlak maupun relatif. Angka atau nomor itu hanya berfungsi menetapkan identitas anggota suatu kategori yaitu sebagai label (sebutan). Angka tidak dapat diolah secara matematis melalui proses penambahan, pengurangan, perkalian, atau pembagian.
71
2) Skala ordinal Angka yang ditetapkan dalam pengukuran ordinal hanya menunjukkan urutan posisi, tidak lebih daripada itu. 3) Skala interval Skala interval ialah skala yang memberi jarak interval yang sama dari suatu titik asal yang tidak tetap. Skala interval bukan saja menyusun urutan objek atau kejadian berdasarkan jumlah atribut yang diwakili, melainkan juga menetapkan juga interval yang sama di antara unit-unit ukuran. Perbedaan yang sama dalam angka menunjukkan perbedaan yang sama pula dalam sifat (atribut) yang sedang diukur. 4) Skala rasio Skala ini mempunyai titik nol sejati di samping interval yang sama.
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a.
Variabel terikat, yaitu Prestasi Belajar Siswa (Y)
b.
Variabel bebas terdiri dari : 1) Latar Belakang Pendidikan Guru (X 1 ) 2) Pengalaman Mengajar (X 2 ) 3) Pembelajaran (X 3 )
2. a.
Definisi Konsep Variabel
Latar Belakang Pendidikan Guru Latar belakang pendidikan guru yaitu kesesuaian pendidikan yang dimiliki guru terkait dengan bidang tugasnya, baik yang ditempuh secara formal maupun informal yang harus ditempuh seseorang sebelum maupun selama menjadi guru.
b.
Pengalaman Mengajar Pengalaman mengajar yaitu masa kerja guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan surat tugas
72
dari lembaga yang berwenang (dapat dari pemerintah, dan/atau kelompok masyarakat penyelenggara pendidikan). Bukti fisik dari komponen ini dapat berupa surat keputusan/surat keterangan yang sah dari lembaga yang berwenang. c.
Pembelajaran Pembelajaran sebagai usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha.
d.
Prestasi Belajar Siswa Prestasi belajar adalah kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, affektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut.
3. a.
Definisi Operasional Variabel
Latar Belakang Pendidikan Guru Latar belakang pendidikan yaitu pendidikan yang telah atau sedang ditempuh guru dan ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangannya, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan sesuai dengan bidang tugasnya.
b.
Pengalaman mengajar guru Pengalaman mengajar adalah segala hal serta kegiatan yang sedang maupun sudah dialami guru dalam mendukung serta melaksanakan tugas mengajar di sekolah berkenaan dengan masa kerja, jam kerja, dan ruang lingkup kerja, sehingga hal-hal yang dialami dapat dikuasainya, baik tentang pengetahuan, keterampilan, maupun nilai-nilai yang menyatu dalam dirinya
c.
Pembelajaran Pembelajaran adalah situasi yang memungkinkan terjadinya interaksi antara guru dan murid serta berbagai komponen-komponen pendukung lainya,
73
seperti metode, media, bahan/ materi pelajaran untuk tercapainya tujuan pembelajaran. d.
Prestasi belajar siswa yang dimaksud adalah kemampuan siswa yang diperoleh dari penilaian aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dapat dilihat dari hasil belajar siswa berupa nilai raport dalam bidang studi tertentu.
C. Metode Penelitian Untuk memperoleh data yang tepat dalam penelitian, seorang peneliti harus menggunakan acuan metode penelitian yang tepat dan sesuai dengan penelitiannya. Selain itu agar penelitian sampai pada tujuan yang akan dicapai diperlukan adanya cara yang tepat, yang menjadi arahan dalam langkah-langkah yang tepat. Dalam T. Widodo (2008 : 21) “metode dimaksud disini menunjuk pada prosedur yang lebih bersifat teknis untuk penelitian kuantitatif…cara menjabarkan karakteristik variabel dan menemukan keterkaitan antar variabel penelitian”. Sedangkan Arief Furchan, 2005 : 39, “metode penelitian ialah strategi umum yang dianut dalam pengumpulan data dan analisis data yang diperlukan, guna menjawab persoalan yang dihadapi”. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode penelitian merupakan cara untuk menguji dan mengembangkan suatu teori dengan menggunakan suatu metode ilmiah melalui tahapan-tahapan yang telah direncanakan untuk mencapai suatu tujuan penelitian Ada berbagai metode yang dapat digunakan dalam suatu penelitian. Fraenkell, J. R & Wallen, N. E (dalam T. Widodo, 2008 : 35) “jenis metode penelitian kuantitatif meliputi experimental research, correlational research, causal-comparatif research, dan survey research”. Dalam Sukardi (2005) dijelaskan beberapa jenis metode penelitian, seperti penelitian deskriptif, penelitian ex-postfakto, penelitian eksperimen, penelitian survei, penelitian sejarah, dan penelitian tindakan. Untuk memperjelas beberapa metode penelitian tersebut, akan penulis uraikan lebih lanjut sebagai berikut :
74
1.
Metode Penelitian Eksperimen Dalam penelitian eksperimen para peneliti melakukan tiga persyaratan dari suatu bentuk penelitian. Ketiga persyaratan tersebut, yaitu kegiatan mengontrol, memanipulasi, dan observasi. Peneliti juga harus membagi objek atau subjek yang diteliti menjadi dua group, yaitu group treatment atau yang memperoleh perlakuan dan group kontrol yang tidak memperoleh perlakuan.
2.
Metode Penelitian Korelasi Penelitian jenis korelasi digunakan untuk menemukan kemungkinan adatidaknya hubungan antar dua atau lebih variabel bebas dengan variabel bergantung. Variabel-variabel itu terjadi secara bersamaan dan bersifat konstruk. Berdasarkan arah hubungan dibedakan hubungan positif dan negatif.
3.
Metode Penelitian Komparasi Penelitian ini ingin menemukan ada-tidaknya perbedaan dua kelompok atau lebih atas variabel bebas yang diharapkan. Penelitian komparasi lebih cocok digunakan untuk mencari perbedaan antar variabel yang bersifat diskrit atau dikotomik, atau variabel konstruk yang datanya ditransfer menjadi data interval.
4.
Metode Penelitian Survei Metode penelitian survei digunakan untuk memecahkan masalah-masalah isu skala besar yang aktual dengan populasi sangat besar, sehingga diperlukan sampel ukuran besar
5.
Metode Penelitian Deskriptif Penelitian
deskriptif
merupakan
metode
penelitian
yang
berusaha
menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. Penelitian ini juga sering disebut noneksperimen, karena pada penelitian ini peneliti tidak melakukan kontrol dan memanipulasi variabel penelitian. Dengan metode deskriptif, peneliti memungkinkan untuk melakukan hubungan antarvariabel, menguji hipotesis, mengembangkan generalisasi, dan mengembangkan teori yang memiliki validitas universal. Di samping itu, penelitian deskriptif juga merupakan penelitian, di mana pengumpulan data
75
untuk mengetes pertanyaan penelitian atau hipotesis yang berkaitan dengan keadaan atau kejadian sekarang. 6.
Metode Penelitian Ex-postfakto Penelitian ini
disebut
penelitian
ex-postfakto
karena para
peneliti
berhubungan dengan variabel yang telah terjadi dan mereka tidak perlu memberikan perlakuan terhadap variabel yang diteliti. 7.
Metode Penelitian Sejarah Penelitian sejarah merupakan salah satu penelitian mengenai pengumpulan dan evaluasi data secara sistematik berkaitan dengan kejadian masa lalu untuk menguji hipotesis yang berhubungan dengan penyebab, pengaruh, atau perkembangan kejadian yang akan membantu dengan memberikan informasi pada kejadian sekarang dan mengantisipasi kejadian yang akan datang.
8.
Metode Penelitian Tindakan Penelitian tindakan adalad suatu cara kelompok atau seseorang dalam mengorganisasi
suatu
kondisi
sehingga
mereka
dapat
mempelajari
pengalaman mereka dan membuat pengalaman mereka dapat diakses oleh orang lain. Penelitian tindakan dapat dilakukan baik secara grup maupun individual dengan harapan pengalaman mereka dapat ditiru atau diakses untuk memperbaiki kualitas kerja orang lain. Dalam Suharsimi Arikunto (2006 : 82) disebutkan bahwa penelitian kasus (case studies), penelitian kausal komparatif, dan penelitian korelasi merupakan bagian dari penelitian deskriptif. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian menggunakan metode deskriptif dengan analisis kuantitatif. Alasan menggunakan metode deskriptif karena peneliti akan berusaha menggambarkan keadaan berdasarkan fakta-fakta yang ada serta lebih memusatkan diri pada pemecahan masalah yang terjadi pada saat sekarang. Sedangkan alasan menggunakan menggunakan analisis kuantitatif karena peneliti bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (X) dalam hal ini latar belakang pendidikan guru (X1), pengalaman mengajar (X2), dan pembelajaran (X3) dengan variabel terikat (Y) dalam hal ini prestasi belajar siswa (Y). Berdasarkan kategori penelitian
76
deskriptif, penelitian ini termasuk study korelasional karena mencari hubungan dari tiga variabel bebas dan satu variabel terikat. Langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian deskriptif menurut Sukardi (2005 : 158-159), yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7. 8.
Mengidentifikasi adanya permasalahan yang signifikan untuk dipecahkan melalui metode deskriptif. Membatasi dan merumuskan permasalahan secara jelas. Menentukan tujuan dan manfaat penelitian. Melakukan studi pustaka yang berkaitan dengan permasalahan. Menentukan kerangka berpikir, dan pertanyaan penelitian dan atau hipotesis penelitian. Mendesain metode penelitian yang hendak digunakan, seperti menentukan populasi, sampel, teknik sampling, menentukan instrumen pengumpul data, dan menganalisis data. Mengumpulkan, mengorganisasi, dan menganalisis data dengan menggunakan teknik statistika yang relevan. Membuat laporan penelitian.
Moh. Nazir (2003 : 62-63) mengemukan langkah-langkah penelitian deskriptif adalah sebagai berikut : 1) Memilih dan merumuskan masalah, 2) menentukan tujuan penelitian, 3) Memberikan limitasi dari area atau scope atau sejauh mana penelitian deskriptif akan dilaksanakan, 4) Merumuskan kerangka teori atau kerangka konseptual yang diturunkan dalam bentuk hipotesis untuk diverifikasikan, 5) Menelusuri sumber-sumber kepustakaan, 6) Merumuskan hipotesis yang ingin diuji, 7) Melakukan kerja lapangan untuk mengumpulkan data, 8) Membuat tabulasi atau analisis statistik terhadap data yang dikumpulkan, 9) Memberikan interprestasi, 10) Mengadakan generalisasi serta deduksi dari penemuan serta hipotesishipotesis yang ingin diuji. Sejalan dengan pendapat yang telah dikemukakan tersebut, maka langkahlangkah penelitian yang akan peneliti lakukan adalah sebagai berikut : 1.
Merumuskan masalah yang akan diteliti.
2.
Mengadakan pembatasan masalah
3.
Merumuskan kerangka teori
4.
Merumuskan hipotesis
5.
Menyiapkan instrumen dan memilih teknik pengumpulan data
6.
Menentukan subjek penelitian
77
7.
Pengumpulan data untuk pengujian hipotesis
8.
Menganalisis data dan menguji hipotesis
9.
Menarik kesimpulan atau generalisasi
10. Menyusun dan mempublikasikan laporan penelitian
D. Populasi dan Sampel Populasi dan sampel merupakan subjek penelitian sekaligus sebagai sumber data dalam penelitian. Agar tujuan penelitian bisa tercapai dengan baik, maka populasi dan sampel harus diambil secara tepat. Sampel harus representatif, yaitu dapat mewakili populasi dalam arti semua ciri-ciri atau karakteristik populasi. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan setiap penelitian harus ditetapkan populasi maupun sampelnya.
1.
Populasi Penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto (2006 : 130) “populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Dalam Encyclopedia of Education Evaluation seperti yang dikutip Suharsimi Arikunto tertulis “a population is a set (or collection) of all elements prossessing one or more attributes of interest”. T. Widodo (2008 : 47) mendefinisikan “populasi adalah keseluruhan individu atau satuan-satuan tertentu sebagai anggota atau himpunan dalam suatu kelas/ golongan tertentu”. Dalam J. Supranto (1987 : 15) “populasi adalah kumpulan seluruh elemen yang sejenis akan tetapi dapat dibedakan satu sama lain”. Arief Furchan (2005 : 193) merumuskan “populasi sebagai semua anggota sekelompok orang, kejadian, atau objek yang telah dirumuskan secara jelas”. Sedangkan menurut Sutrisno Hadi (1984 : 220), populasi adalah seluruh penduduk yang dimaksudkan untuk diselidiki atau sejumlah penduduk maupun individu yang paling sedikit mempunyai satu sifat yang sama. Menurut Ary, dkk (1985 : 138) dalam Sukardi (2005 :53), population is all members of well defined class of people, events, or objects. Populasi menurut Babbie dalam Sukardi (2005 : 53) adalah “elemen penelitian yang hidup dan tinggal bersama-sama dan secara teoretis menjadi target hasil penelitian”. Sedangkan menurut Husaini Usman dan Purnomo Setyadi Akbar
78
(2003 : 181) “populasi adalah semua nilai baik hasil perhitungan maupun pengukuran, baik kuantitatif maupun kualitatif, daripada karakteristik tertentu mengenai sekelompok objek yang lengkap dan jelas”. Jadi populasi merupakan keseluruhan subyek penelitian. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru bidang studi yang mengajar di SMA Negeri 1 Surakarta, yang berjumlah 93 orang.
2.
Sampel Penelitian
Dalam kegiatan penelitian, tidak selalu seluruh populasi dikenakan penelitian. Untuk mengatasi hal tersebut, maka perlu adanya pembatasan, yaitu dengan menetapkan sampel. Sampel harus bisa mewakili keseluruhan dari populasi yang diteliti, dalam arti sampel harus bersifat representatif a.
Alasan menggunakan Sampel Suharsimi Arikunto (2006 : 133) menjelaskan beberapa keuntungan
menggunakan sampel, adalah : 1) Karena subjek pada sampel lebih sedikit dibandingkan dengan populasi, maka kerepotannya tentu kurang. 2) Apabila populasinya terlalu besar, maka dikhawatirkan ada yang terlewati. 3) Dengan penelitian sampel, maka akan lebih efisien (dalam arti uang, waktu, dan tenaga) 4) Ada kalanya dengan penelitian populasi berarti desktruktif (merusak). 5) Ada bahaya bias dari orang yang mengumpulkan data. Karena subjeknya banyak, petugas pengumpul data menjadi lelah, sehingga pencatatannya bisa menjadi tidak teliti. 6) Ada kalanya memang tidak dimungkinkan melakukan penelitian populasi. Berdasarkan pendapat di atas, maka alasan peneliti menggunakan sampel adalah lebih menghemat waktu, biaya, dan tenaga, banyak masalah yang dapat diteliti atau dapat memberikan informasi yang lebih menyeluruh dan mendalam, dan data yang terkumpul lebih akurat, karena petugas lapangan lebih kecil sehingga kemungkinan kesalahan lebih kecil.
79
b.
Pengertian Sampel Menurut Sutrisno Hadi (1984 : 221) ”sampel adalah sejumlah penduduk
yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi”. Suharsimi Arikunto (2006 : 131) ”sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. J. Supranto (1987 : 15) ”sampel adalah sebagian dari populasi”. Dalam Arief Furchan (2005 : 193), ”kelompok kecil yang diamati disebut sampel”. Sukardi (2005 : 54) menyebutkan ”sebagian dari jumlah populasi yang dipilih untuk sumber data disebut sampel atau cuplikan”. Tidak berbeda dengan beberapa pendapat para ahli tersebut, Sudjana (2001 : 6) menyebutkan ”sebagian yang diambil dari populasi disebut sampel”. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang disebut sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan subjek dalam penelitian dan mampu mewakili populasi. c.
Sampling Menurut Sutrisno Hadi (1984 : 222) ”sampling adalah cara atau teknik
yang digunakan untuk mengambil sampel”. Dari beberapa pendapat tersebut maka dapat diartikan bahwa sampling adalah pengambilan sampel atau mengambil suatu bagian dari populasi atau keseluruhan sebagai wakil yang dapat mewakili (representatif) populasi atau keseluruhan tersebur. Dalam Husaini Usman dan Purnomo Setyadi Akbar (2003) teknik sampling berguna untuk : 1) Mereduksi anggota populasi menjadi anggota sampel yang mewakili (representatif), sehingga kesimpulan terhadap populasi dapat dipertanggungjawabkan. 2) Lebih teliti menghitung yang sedikit daripada yang banyak. 3) Menghemat waktu, tenaga, biaya, menghemat benda coba yang merusak. Sutrisno Hadi (1984 : 222-230) mengemukakan bahwa teknik sampling dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 1) Random Sampling. Dengan randomisasi dimaksudkan suatu teknik mengambil individu untuk sampel dari populasi dengan cara random. Suatu cara disebut random kalau kita tidak memilih-milih individu-
80
individu yang kita tugaskan untuk mengisi sampel kita. Sampel yang diperoleh dengan cara ini disebut sampel random atau random sample. Suatu sample adalah sampel random jika tiap-tiap individu dalam populasi diberi kesempatan yang sama untuk ditugaskan menjadi anggota sampel. Cara-cara yang digunakan untuk merandomisasi antara lain adalah : a) Cara undian b) Cara ordinal c) Randomisasi dari tabel bilangan random 2) Nonrandom Sampling. Sampling yang bukan random sampling disebut nonrandom sampling. Dalam nonrandom sampling tidak semua individu dalam populasi diberi kesempatan yang sama untuk ditugaskan menjadi anggota sampel. Cara-cara yang digunakan dalam nonrandom sampling adalah : a) Stratified sampling b) Purposive sampling c) Quota sampling d) Incidental sampling e) Proportional sampling f) Area sampling g) Cluster sampling h) Double sampling i) Combined sampling Husaini Usman dan Purnomo Setyadi Akbar (2003 : 183) teknik pengambilan contoh dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : 1) Sampling random (probability sampling), yaitu pengambilan contoh secara acak (random) yang dilakukan dengan cara undian, ordinal, atau tabel bilangan random atau dengan komputer. 2) Sampling nonrandom (nonprobability sampling) atau disebut juga sebagai incidental sampling, yaitu pengambilan contoh tidak secara acak. Sugiyono (2007 : 63) teknik pengambilan sampling dibedakan menjadi dua : 1) Probability sampling, meliputi simple random sampling, proportionate stratified random sampling, disproportionate stratified random sampling, dan area (cluster) sampling. 2) Nonprobablity sampling, meliputi sampling sistematis, sampling kuota, sampling insidental, purposive sampling, sampling jenuh, dan snowball sampling.
81
d.
Teknik Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
teknik random sampling. Dengan teknik random sampling maka pengambilan sampel bersifat objektif. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutrisno Hadi (1984 : 222) : Randomisasi dimaksudkan suatu teknik mengambil individu untuk sampel dari populasi dengan cara random. Suatu cara disebut random kalau kita tidak memilih-milih individu-individu yang kita tugaskan untuk mengisi sampel kita. Sampel yang diperoleh dengan cara ini disebut sampel random atau random sample. Suatu sample adalah sampel random jika tiap-tiap individu dalam populasi diberi kesempatan yang sama untuk ditugaskan menjadi anggota sampel... Sedangkan menurut Sudjana dalam T. Widodo (2008 : 48) ”...random sampling untuk penelitian kuantitatif dan non-random sampling untuk penelitian kualitatif”. Sejalan dengan pendapat tersebut, Y. Slamet dalam T. Widodo (2008 : 48) menyatakan bahwa ”random sampling menjadi salah satu ciri-ciri penelitian kuantitatif”. Dari semua guru, penelti mengambil sampel dengan teknik random sampling dengan cara undian tanpa pengembalian. Nomor undian yang telah keluar menjadi sampel, tidak dikembalikan lagi ke dalam kerangka sampel. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudjana (2002 : 165-166) yang menyatakan ada dua perlakuan ketika sampel diambil : 1) Anggota yang telah diambil untuk dijadikan anggota sampel disimpan kembali, disatukan dengan anggota lainnya. Dengan demikian anggota ini masih ada kesempatan untuk diambil kembali pada pengembalian berikutnya. Cara pengambilan sampel demikian dinamakan sampling dengan pengembalian. 2) Anggota yang telah untuk dijadikan anggota sampel tidak disimpan kembali ke dalam populasi. Dengan demikian setiap anggota hanya bisa diambil satu kali. Cara pengembalian sampel demikian dinamakan sampling tanpa pengembalian. Menurut Sutrisno Hadi (1984 : 76), langkah-langkah dalam pengembalian sampel dengan teknik random sampling dengan cara undian adalah sebagai berikut : 1) Buat daftar yang berisi semua subyek/ individu.
82
2) 3) 4) 5) 6) 7)
Beri kode nomer urut kepada semua subyek/ individu itu. Tulis kode-kode itu masing-masing ke dalam selembar kertas kecil. Gulung kertas-kertas itu baik-baik. Masukkan gulungan-gulungan kertas itu ke dalam tempolong. Kocok baik-baik tempolong itu. Ambil kertas-kertas gulungan itu satu demi satu sampai jumlah yang kita perlukan tercapai.
Sesuai dengan langkah-langkah tersebut di atas, yang penulis lakukan adalah : 1) Membuat daftar semua subyek atau membuat ”sampling frame”, yaitu daftar seluruh guru bidang studi di SMA Negeri 1 Surakarta. 2) Memberi kode angka pada tiap subyek. 3) Menuliskan kode angka tersebut pada sebuah kertas kecil. 4) Menggulung kertas yang bertuliskan kode itu baik-baik. 5) Memasukkan gulungan kertas tersebut pada sebuah kaleng. 6) Mengocok kaleng itu. 7) Mengambil kertas sebanyak sampel yang dibutuhkan. Kertas gulungan yang sudah keluar tidak dimasukkan lagi, karena cara yang digunakan adalah tanpa pengembalian. e.
Menetapkan Besarnya Sampel Husaini Usman dan Purnomo Setyadi Akbar (2003 : 186-187)
mengemukakan ada empat faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan besarnya sampel., yaitu : 1) Pertimbangan praktis Pertimbangan praktis menyangkut : a) Unsur-unsur biaya, waktu, tenaga, dan kemampuan. b) Untuk eksploratori (exploratory) atau penemuan atau penjajakan, maka anggota sampel tidak perlu banyak ataukah untuk eksplanatori (eksplanatory) atau menerangkan, maka anggota sampel harus lebih banyak. c) Jika kita memilih sampel yang banyak, maka tingkat prediksi relatif tepat, kesalahan mentabulasi dan menghitung besar, reliabilitas besar, dan power meningkat, demikian pula sebaliknya. 2) Ketepatan Semakin kecil kita memilih taraf signifikansi atau alpha ( ), semakin banyak anggota sampelnya.
83
3) Pertimbangan nonrespons Pertimbangan nonrespons ialah perkiraan jumlah anggota sampel yang dapat dijadikan responden setelah seluruh anggota sampel dikurangi dengan jumlah anggota sampel yang dijadikan kelompok uji coba instrumen penelitian. Anggota sampel yang sudah dijadikan kelompok uji coba sebaiknya tidak dipakai sebagai responden untuk mendapatkan data yang sebenarnya. Selain pertimbangan di atas, juga perlu dipertimbangkan berapa responden yang bersedia mengembalikan angket atau dapat diwawancarai serta diobservasi. 4) Analisis data Sedangkan Moehar Daniel (2002 : 51) mengemukakan hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam penetapan jumlah contoh, yaitu 1) Derajat keseragaman (degree of homogeneity) dari populasi Makin seragam populasi, makin kecil contoh yang diambil… 2) Presisi yang dikehendaki Makin tinggi tingkat presisi yang dikehendaki, contoh yang diambil akan semakin besar. Sebaliknya kalau penelitian dapat mentoleransikan tingkat presisi yang lebih rendah, jumlah contoh pun bisa lebih kecil. 3) Biaya, tenaga, dan waktu yang tersedia Makin besar biaya, tenaga, dan waktu yang tersedia, makin besar pula contoh yang diambil. Tingkat presisi yang diperoleh pun akan semakin tinggi Dari pendapat di atas dapat ditarik pengertian bahwa seorang peneliti yang akan mengambil besarnya sampel harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu derajat keseragaman dari populasi, presisi yang dikendaki dari penelitian, rencana analisis, serta tenaga, waktu dan biaya. Mengenai besar kecilnya pengambilan sampel pada prinsipnya tidak ada peraturan secara mutlak untuk menentukan ukuran sampel. Hal ini dapat dilihat dari beragamnya pendapat para ahli mengenai patokan untuk menentukan besar kecilnya sampel. Suharsimi Arikunto (2006 : 134) menyebutkan bahwa : Untuk sekadar ancer-ancer, maka apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Tetapi, jika jumlahnya subjeknya besar, dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari : 1. Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga, dan dana. 2. Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data.
84
3.
Besar kecilnya risiko yang ditanggung oleh peneliti. Untuk penelitian yang risikonya besar, tentu saja jika sampel besar, hasilnya akan lebih baik.
Roscoe dalam Sugiyono (2007 : 74) memberikan saran tentang ukuran sampel untuk penelitian seperti berikut ini : 1. 2.
3.
4.
Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 – 500 Bila sampel terbagi dalam kategori (misal ; pria – wanita, pegawai negeri – swasta dan lain-lain) maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30 Bila dalam penelitian akan melakukan analisis dengan multivariate (korelasi/ regresi ganda), maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali dari jumlah variabel yang diteliti. Misalnya variabel penelitian ada 5 (independen+dependen), maka jumlah anggota sampel 10×5 = 50 Untuk penelitian eksperimen yang sederhana yang menggunakan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, maka jumlah anggota sampel masing-masing kelompok antara 10 s/ d 20.
Moehar Daniel (2002 : 51) “…contoh yang harus diambil tidak kurang dari 10%, sebaliknya ada juga pendapat yang mengatakan 5% dari populasi sudah cukup”. Menurut Winarno Surakhmad (1994 : 100) “Bila populasi di bawah 100 dapat diambil sampel 50% dan di atas 100 sebesar 15%. Menurut Radiany Rahmady dalam T. Widodo (2008 : 56), mengajukan formulasi presisi ukuran sampel seperti di bawah ini :
n
N 2 N d 1
N = Jumlah Populasi n = Jumlah sampel d = nilai presisi Berpedoman pada beberapa pendapat tersebut di atas, maka peneliti menetapkan besarnya sampel sebesar 50% dari jumlah populasi, yaitu 93 orang. Jadi sampel yang digunakan adalah 47 orang (46,5 dibulatkan). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik sampel random sampling.
85
E. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data merupakan cara yang ditempuh untuk mendapatkan data yang konkrit dari suatu objek yang diteliti. J. Supranto (1987 : 17) “mengumpulkan data berarti mencatat peristiwa penting atau mencatat karakteristik elemen”.Dalam Suharsimi Arikunto (2006 : 160) “metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Variasi metode yang dimaksud adalah angket, wawancara, pengamatan atau observasi, tes, dokumentasi”. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1.
Metode pengumpulan data pokok, meliputi : a) Angket b) Dokumentasi
2.
Metode pengumpulan data pembantu, meliputi : a) Observasi b) Interview Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
akan dijelaskan sebagai berikut :
1. a.
Metode Angket atau Kuesioner
Pengertian Angket Dalam Suharsimi Arikunto (2006 : 151) “kuesioner adalah sejumlah
pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui”. Sedangkan T. Widodo (2008 : 54) “teknik kuesioner merupakan cara mengumpulkan data dengan menyampaikan daftar seperangkat pertanyaan baik langsung maupun melalui pos kepada responden penelitian”. Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik suatu pengertian bahwa kuesioner adalah penyelidikan mengenai suatu masalah dengan cara memberikan daftar pertanyaan kepada responden untuk mendapatkan informasi, keterangan, tanggapan, atau hal lain yang diketahui secara tertulis.
86
Peneliti menggunakan teknik ini untuk mendapatkan data variabel, yaitu tentang latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar, pembelajaran, serta prestasi belajar siswa. b.
Kelebihan dan Kelemahan Angket Arief Furchan (2005 : 260) menyebutkan keuntungan menggunakan
kuesioner yaitu “karena semua subyek diberi instruksi yang sudah baku, maka hasil-hasil penelitian itu tidak akan diwarnai oleh penampilan, suasana perasaan, atau tingkah laku peneliti”. Menurut Suharsimi Arikunto (2006 : 152), metode angket memiliki banyak keuntungan, yaitu : 1) Tidak memerlukan hadirnya peneliti. 2) Dapat dibagikan secara serentak kepada banyak responden. 3) Dapat dijawab oleh responden menurut kecepatannya masing-masing dan menurut waktu senggang responden. 4) Dapat dibuat anonim sehingga responden bebas, jujur, dan tidak malumalu menjawab. 5) Dapat dibuat terstandar sehingga bagi semua responden dapat diberi pertanyaan yang benar-benar sama. Dalam Sukardi (2005 : 76) beberapa keunggulan dari metode kuesioner adalah : 1) Dapat mengungkapkan pendapat atau tanggapan seseorang baik secara individu maupun kelompok terhadap permasalahan. 2) Dapat disebarkan untuk responden yang berjumlah besar dengan waktu relatif singkat. 3) Tetap terjaganya objektivitas responden dari pengaruh luar terhadap suatu permasalahan yang diteliti. 4) Tetap terjaganya kerahasiaan responden untuk menjawab sesuai dengan pendapat pribadi. 5) Karena diformat dalam bentuk surat, maka biaya lebih murah. 6) Penggunaan waktu yang lebih fleksibel sesuai dengan waktu yang telah diberikan peneliti. 7) Dapat menjaring informasi dalam skala luas dengan waktu yang cepat. Selain angket memiliki kelebihan, seperti disebutkan di atas, angket juga memiliki beberapa kelemahan. Dalam T. Widodo (2008 : 54) kelebihan dari kuesioner yaitu : “dapat digunakan untuk memperoleh informasi responden yang begitu banyak dan dalam waktu yang bersamaan”. Suharsimi Arikunto (2006 : 152-153), mengemukakan kelemahan kuesioner adalah sebagai berikut :
87
1) Responden sering tidak teliti dalam menjawab sehingga ada pertanyaan yang terlewati tidak dijawab, padahal sukar diulang untuk diberikan kembali kepadanya. 2) Sering sukar dicari validitasnya 3) Walaupun dibuat anonim, kadang-kadang responden dengan sengaja memberikan jawaban yang tidak betul atau tidak jujur. 4) Sering tidak kembali, terutama jika dikirim lewat pos. 5) Waktu pengembaliannya tidak bersama-sama, bahkan kadang-kadang ada yang terlalu lama sehingga terlambat. Sedangkan Sukardi ( 2005 : 76) menyebutkan beberapa kelemahan metode kuesioner di antaranya adalah sebagai berikut : 1) Peneliti tidak dapat melihat reaksi responden ketika memberikan informasi melalui isian kuesioner. 2) Responden tidak memberikan jawaban dalam waktu yang telah ditentukan. 3) Responden memberikan jawaban secara asal-asalan. 4) Kembalinya kuesioner bergantung pada kesadaran responden dalam menjawab dan mengantar lewat kantor pos. c.
Macam-macam Angket Kuesioner dapat dibeda-bedakan atas beberapa jenis. Dalam Surhasimi
Arikunto (2006 : 52) kuesioner dibagi menjadi : 1) Dipandang dari cara menjawab, maka ada : a) Kuesioner terbuka, yang memberi kesempatan kepada responden untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri. b) Kuesioner tertutup, yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih. 2) Dipandang dari jawaban yang diberikan ada : a) Kuesioner langsung, yaitu responden menjawab tentang dirinya. b) Kuesioner tidak langsung, yaitu jika responden menjawab tentang orang lain. 3) Dipandang dari bentuknya, maka ada : a) Kuesioner pilihan ganda, yang dimaksud adalah sama dengan kuesioner tertutup. b) Kuesioner isian, yang dimaksud adalah kuesioner terbuka. c) Chesk list, sebuah daftar, di mana responden tinggal membubuhkan tanda check (√) pada kolom yang sesuai. d) Rating-scale (skala bertingkat), yaitu sebuah pernyataan diikuti oleh kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan-tingkatan, misalnya mulai dari sangat setuju sampai ke sangat tidak setuju. Sukardi (2005 : 77) bentuk item kuesioner dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
88
1) Kuesioner dengan item pertanyaan tertutup. Peneliti telah memberikan beberapa alternatif jawaban pada kolom yang disediakan, sementara itu responden tinggal memilih dari jawaban yang paling mendekati pilihan responden. Dilihat dari cara memberikan alternatif jawaban yang direncanakan oleh peneliti, kuesioner dengan item tertutup dapat dibedakan menjadi : a) Dua alternatif jawaban : benar, salah; ya atau tidak. b) Kuesioner dengan tiga atau lebih jawaban alternatif. 2) Kuesioner dengan item pertanyaan terbuka. Dalam menjawab pertanyaan yang direncanakan oleh si peneliti, responden diberikan kesempatan yang luas untuk menjawab pertanyaan tersebut. d.
Instrumen Penelitian Untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel, maka alat pengumpul
data yang digunakan harus relevan dengan masalah yang harus diteliti. Menurut Suharsimi Arikunto (2006 : 160) “instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah”. Variasi dari jenis instrumen penelitian adalah angket, check list atau daftar centang, pedoman wawancara, dan pedoman pengamatan. Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini berbentuk angket langsung yang bersifat tertutup, artinya angket tersebut jawabannya sudah disediakan. Subyek tinggal memilih salah satu alternatif jawaban yang sesuai dengan kondisi atau keadaan dirinya, hal ini dimaksudkan supaya jawaban subyek tidak terlalu melebar. Alasan peneliti menggunakan angket langsung tertutup dengan pilihan item pertanyaan menggunakan jawaban pilihan berganda adalah sebagai berikut : 1) Memberi kemudahan kepada responden dalam memberikan tanggapan, sehingga responden hanya memilih salah satu dari kemungkinan jawaban yang telah disediakan. 2) Data yang terkumpul sesuai dengan yang diharapkan.
89
e.
Langkah-Langkah Penyusunan Angket 1) Menetapkan tujuan Dalam penelitian ini, angket disusun dengan tujuan untuk mendapatkan data tentang latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar guru, pembelajaran, dan prestasi belajar siswa. 2) Merumuskan definisi konsep dari variabel yang diteliti : a) Latar Belakang Pendidikan Guru Latar belakang pendidikan guru yaitu kesesuaian pendidikan yang dimiliki guru terkait dengan bidang tugasnya, baik yang ditempuh secara formal maupun informal sebelum maupun selama menjadi guru. b) Pengalaman Mengajar Guru Pengalaman mengajar yaitu masa kerja guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan surat tugas dari lembaga yang berwenang (dapat dari pemerintah, dan/atau kelompok masyarakat penyelenggara pendidikan). Bukti fisik dari komponen ini dapat berupa surat keputusan/surat keterangan yang sah dari lembaga yang berwenang. c) Pembelajaran Pembelajaran sebagai usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha. d) Prestasi Belajar Siswa Prestasi belajar adalah kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, afektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut.
90
3) Merumuskan definisi operasional dari variabel yang diteliti : (a) Latar Belakang Pendidikan Guru Latar belakang pendidikan yaitu pendidikan yang telah atau sedang ditempuh guru dan ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangannya, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan sesuai dengan bidang tugasnya. (b) Pengalaman Mengajar Guru Pengalaman mengajar adalah segala hal serta kegiatan yang sedang maupun sudah dialami guru dalam mendukung serta melaksanakan tugas mengajar di sekolah berkenaan dengan masa kerja, jam kerja, dan ruang lingkup kerja, sehingga hal-hal yang dialami dapat dikuasainya, baik tentang pengetahuan, keterampilan, maupun nilainilai yang menyatu dalam dirinya. (c) Pembelajaran Pembelajaran adalah situasi yang memungkinkan terjadinya interaksi antara
guru
dan
murid
serta
berbagai
komponen-komponen
pendukung lainya, seperti metode, media, bahan/ materi pelajaran untuk tercapainya tujuan pembelajaran. (d) Prestasi Belajar Siswa Prestasi belajar siswa yang dimaksud adalah kemampuan siswa yang diperoleh dari penilaian aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dapat dilihat dari hasil belajar siswa berupa nilai raport dalam bidang studi tertentu 4) Membuat indikator dari variabel yang diteliti a) Latar Belakang Pendidikan Guru (1) Pendidikan prajabatan, meliputi : (a) Program kependidikan (b) Program non kependidikan (2) Pendidikan dalam jabatan, meliputi : (a) Program kependidikan (b) Program non kependidikan
91
(3) Pelatihan dalam jabatan, meliputi : (a) Jalur formal (b) Jalur informal b) Pengalaman Mengajar Guru (1) Pengalaman kerja (2) Raung lingkup kerja, meliputi : (a) Tugas pokok (b) Tugas tambahan (3) Masa kerja dan jam kerja c) Pembelajaran (1) Perencanaan pembelajaran, meliputi : (a) Merencanakan pengelolaan pembelajaran (b) Merencanakan pengorganisasian bahan pelajaran (c) Merencanakan pengelolaan kelas (d) Merencanakan alat dan media pembelajaran (e) Merencanakan penilaian prestasi siswa (2) Pelaksanaan pembelajaran, meliputi : (a) Memulai pembelajaran (b) Mengelola kegiatan pembelajaran (c) Pengelolaan waktu (d) Pengorganisasian siswa (e) Pelaksanaan penilaian (3) Evaluasi pembelajaran (a) Melaksanakan tes (b) Mengadakan remidi (c) Mengadakan penilaian terhadap kegiatan pembelajaran d) Prestasi Belajar Siswa (1) Aspek kognitif (2) Aspek afektif (3) Aspek psikomotorik
92
Untuk nilai rata-rata rapor siswa diperoleh dari dokumentasi, yaitu nilai rata-rata rapor siswa untuk Semester Ganjil Tahun Ajaran 2009/ 2010 dalam satu kelas yang diampu oleh guru bidang studi tertentu. 5) Membuat kisi-kisi angket Angket latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar, dan pembelajaran mengacu pada teori profesionalisme guru. Beberapa syarat guru dianggap professional yaitu ditinjau latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar yang dimiliki. Pembelajaran merupakan kegiatan nyata yang harus dilakukan guru. Keberhasilan pembelajaran akan terlihat dari prestasi yang dicapai oleh siswa. Adapun angket dari masing-masing variabel akan dijelaskan sebagai berikut : a) Angket latar belakang pendidikan guru yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada Teori dari Syaiful Bahri Djamarah, Wiji Suwarno, Soetjipto, Oemar Hamalik, serta Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 yang mencakup pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan, dan pelatihan dalam jabatan. b) Angket pengalaman mengajar guru yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada Teori dari Ahmad Barizi, Martinis Yamin, serta Syaiful Bahri Djamarah yang mencakup pengalaman kerja serta tugas mengajar guru. c) Angket pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini mengacu Teori dari Gino, E. Mulyasa, Ngalim Purwanto, serta Martinis Yamin yang
mencakup
perencanaaan
pembelajaran,
pelaksanaan
pembelajaran, serta evaluasi pembelajaran. d) Angket prestasi belajar siswa yang digunakan dalam penelitian ini mengacu Teori dari Slameto, S. Nasution, serta Saifudin Anwar yang mencakup aspek kognitif, aspek afektif, aspek psikomotorik, serta nilai rata-rata rapor seluruh siswa dalam satu kelas untuk Semester Ganjil Tahun Ajaran 2009/ 2010 dalam satu kelas yang diampu oleh guru bidang studi tertentu.
93
Untuk memperjelas rincian indikator tiap variabel di atas, maka peneliti membuat kisi-kisi instrumen penelitian. Uraian kisi-kisi instrumen penelitian dari tiap variabel adalah sebagai berikut :
Tabel 2 Kisi-Kisi Angket Penelitian Latar Belakang Pendidikan Guru, Pengalaman Mengajar, Pembelajaran, dan Prestasi Belajar Siswa
Konsep Dasar
Indikator
Sub Indikator
Item
Jumlah item
Latar
belakang Pendidikan
pendidikan guru, yaitu prajabatan
1. Program
2. Program non
atau sedang ditempuh
kependidikan
dan
ditetapkan Pendidikan
berdasarkan
tingkat dalam jabatan
perkembangannya, tujuan
yang
1. Program
2
7, 8, 9, 10, 11,
11
kependidikan
akan
kependidikan 1. Jalur formal
dikembangkan jabatan
12, 13, 14, 15,
sesuai dengan bidang
16, 17
tugasnya
2. Jalur informal
Pengalaman
5, 6
2. Program non
dicapai, dan kemampuan Pelatihan dalam yang
4
kependidikan
pendidikan yang telah
guru
1, 2, 3,4
mengajar Pengalaman
18, 19
2
21, 22
2
23, 29
2
guru, yaitu segala hal kerja serta
kegiatan
yang
sedang maupun sudah dialami
guru
dalam
mendukung
serta
melaksanakan
tugas
mengajar
di
sekolah
Ruang lingkup kerja
1. Tugas pokok
94
berkenaan dengan masa
2. Tugas tambahan
27, 28, 30
3
1. Masa kerja
20, 24
2
2. Jam kerja
25, 26
2
31, 32, 33, 34,
6
kerja, jam kerja, dan ruang
lingkup
kerja,
sehingga hal-hal yang dialami
dapat
dikuasainya, tentang
Masa kerja dan jam kerja
baik
pengetahuan,
keterampilan,
maupun
nilai-nilai yang menyatu dalam dirinya Pembelajaran,
yaitu Perencanaan
Merencanakan
situasi
yang pembelajaran
pengelolaan
memungkinkan terjadinya
35, 36
pembelajaran interaksi
Merencanakan
37, 38, 39
3
40, 41
2
42, 43, 44
3
45, 46
2
47, 48
2
Mengelola kegiatan
49, 51, 52, 53,
9
pembelajaran
54, 55, 56, 57,
antara guru dan muris
pengorganisasian
serta
komponen-
bahan pelajaran
komponen
pendukung
Merencanakan
lainnya, seperti strategi,
pengelolaan kelas
metode, media, bahan/
Merencanakan alat
materi
dan media
pelajaran,
dan
evaluasi
untuk
pembelajaran
tercapainya
tujuan
Merencanakan
pembelajaran
penilaian prestasi siswa Pelaksanaan
Memulai
pembelajaran
pembelajaran
60 Pengorganisasian
50, 58, 59
3
61, 62, 63
3
siswa Pelaksanaan penilaian
95
Evaluasi pembelajaran
Melaksanakan tes
64, 65
2
Mengadakan remidi
66, 67
2
68, 69, 70
3
77, 78, 79, 80,
7
Mengadakan penilaian Prestasi belajar siswa,
Kognitif
Intelektual
yaitu kemampuan siswa
81, 82, 83
yang diperoleh dari penilaian aspek kognitif,
Afektif
Minat dan sikap
71, 72, 73, 76
4
Keterampilan
74, 75
2
84
1
afektif, dan psikomotorik, yang
Psikomotorik
dapat dilihat dari hasil belajar siswa berupa nilai raport dalam bidang studi tertentu
Nilai rata-rata raport seluruh siswa dalam satu kelas untuk Semester Ganjil Tahun Ajaran 2009/ 2010
6) Menyusun petunjuk pengisian angket 7) Menyusun item-item pertanyaan yang sesuai dengan variabel-variabel yang akan diteliti. Pertanyaan yang diajukan harus sesuai dengan aspekaspek yang tertuang dalam kisi-kisi yang telah disusun. Adapun penyusunan pertanyaan dalam penelitian ini menggunakan pertanyaan tertutup dengan jawaban pilihan ganda. 8) Membuat surat pengantar 9) Mengadakan uji coba (try out) angket Setelah angket disusun, maka angket tersebut perlu diuji dahulu mengenai validitas dan reliabitasnya yaitu melalui try out. Dalam penelitian ini try out dilaksanakan di SMA Negeri 1 Surakarta, yaitu pada guru yang
96
berjumlah 10 orang. Guru yang telah mengikuti try out angket, nantinya tidak dipakai dalam penelitian. Maksud dari try out ini, menurut Suharsimi Arikunto (2006 : 167) adalah sebagai berikut : a) Uji coba untuk tujuan manajerial dan substansial, meliputi : (1) Untuk mengetahui tingkat keterpahaman instrumen, apakah responden tidak menemui kesulitan dalam menangkap maksud peneliti. (2) Untuk mengetahui teknik paling efektif. (3) Untuk memperkirakan waktu yang dibutuhkan oleh responden dalam mengisi angket. (4) Untuk mengetahui apakah butir-butir yang tertera dalam angket sudah memadai dan cocok dengan keadaan di lapangan. b) Uji coba untuk tujuan keandalan instrumen, meliputi : (1) Validitas (2) Reliabilitas Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maksud peneliti mengadakan try out angket ini adalah : a) Menghindari pertanyaan-pertanyaan bermakna ganda dan tidak jelas. b) Menghindari pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya tidak diperlukan c) Menghindari kata-kata yang kurang dimengerti responden d) Menghilangkan item-item yang dianggap tidak relevan dengan penelitian e) Mengetahui kelemahan angket yang disebarkan kepada responden f)
Mengetahui kesulitan yang dialami responden di dalam menjawab pertanyaan.
10) Revisi angket Setelah angket diuji cobakan maka hasilnya dijadikan dasar untuk revisi. Revisi dilakukan dengan cara menghilangkan atau memperbaiki item-item pertanyaan yang tidak valid atau tidak reliabel. 11) Memperbanyak angket Angket yang telah direvisi dan diyakini valid dan reliabel, diperbanyak sesuai dengan jumlah responden yang dijadikan sampel. Angket siap untuk disebarkan kepada responden.
97
12) Langkah terakhir adalah menggunakan angket yang telah diperbanyak dan telah mendapatkan umpan balik dari responden sebagai alat pengumpul data yang kemudian dianalisis. f.
Pengukuran Variabel Penelitian Penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Variabel
bebas adalah latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar, serta pembelajaran, sedangkan variabel terikat adalah prestasi belajar siswa. Adapun penyusunan pertanyaan untuk semua variabel menggunakan pilihan ganda. Menurut Saifuddin Azwar (2007 : 73) bentuk pilihan ganda yaitu “… memilih satu jawaban di antara beberapa pilihan jawaban yang dianggapnya terbaik”. Suharsimi Arikunto (2006 : 152) “… pilihan ganda yang dimaksud adalah sama dengan kuesioner tertutup”. Sedangkan Sukardi (2005 : 77) “kuesioner dikatakan menggunakan item tertutup, apabila peneliti dalam hal ini menyediakan beberapa alternatif jawaban yang cocok bagi responden…sementara itu responden tinggal memilih dari jawaban yang ada yang paling mendekati pilihan responden”. Penelitian ini menggunakan tipe pilihan ganda dengan jumlah jawaban 5 pilihan. Dalam menjawab pertanyaan, responden memilih satu dari 5 alternatif jawaban yang sesuai kondisi atau keadaan dirinya, yaitu dengan cara memberikan tanda silang (x) pada pilihan jawaban yang tersedia. g.
Penentuan Bobot Nilai Untuk skoring atas jawaban setiap item instrumen, menggunakan lima
tingkat jawaban dari 1 sampai 5. Untuk skoring atas jawaban setiap instrumen diberi nilai sebagai berikut : 1) Untuk angket try out (uji coba), bobot penilaian masing-masing nomor adalah : a) Variabel Latar Belakang Pendidikan Guru (1) Jawaban a
=5
(2) Jawaban b
=4
(3) Jawaban c
=3
(4) Jawaban d
=2
(5) Jawaban e
=1
98
(6) Tidak menjawab
=0
b) Variabel Pengalaman Mengajar Guru (1) Jawaban a
=5
(2) Jawaban b
=4
(3) Jawaban c
=3
(4) Jawaban d
=2
(5) Jawaban e
=1
(6) Tidak menjawab
=0
c) Variabel Pembelajaran (1) Selalu
=5
(2) Sering
=4
(3) Kadang-kadang
=3
(4) Jarang
=2
(5) Tidak pernah
=1
(6) Tidak menjawab
=0
d) Variabel Prestasi Belajar Siswa (1) Jawaban a
=5
(2) Jawaban b
=4
(3) Jawaban c
=3
(4) Jawaban d
=2
(5) Jawaban e
=1
(6) Tidak menjawab
=0
2) Untuk angket penelitian, bobot penilaian masing-masing nomor adalah : a) Variabel Latar Belakang Pendidikan Guru (1) Jawaban a
=5
(2) Jawaban b
=4
(3) Jawaban c
=3
(4) Jawaban d
=2
(5) Jawaban e
=1
(6) Tidak menjawab
=0
99
b) Variabel Pengalaman Mengajar (1) Jawaban a
=5
(2) Jawaban b
=4
(3) Jawaban c
=3
(4) Jawaban d
=2
(5) Jawaban
=1
(6) Tidak menjawab
=0
c) Variabel Pembelajaran (1) Selalu
=5
(2) Sering
=4
(3) Kadang-kadang
=3
(4) Jarang
=2
(5) Tidak pernah
=1
(6) Tidak menjawab
=0
d) Variabel Prestasi Belajar Siswa (1) Jawaban a
=5
(2) Jawaban b
=4
(3) Jawaban c
=3
(4) Jawaban d
=2
(5) Jawaban e
=1
(6) Tidak menjawab
=0
2.
Metode Dokumentasi
Dalam penelitian ini selain menggunakan angket, peneliti juga menggunakan metode dokumentasi. Metode dokumentasi merupakan cara pencarian data yang menelaah catatan atau dokumen sebagai sumber data. Hal ini sesuai dengan pendapat T. Widodo (2008 : 54) “teknik dokumentasi merupakan cara mengumpulkan data responden atau populasi penelitian dengan mengambil data tertulis (dokumen) yang telah disimpan secara baik”.
100
Alasan peneliti menggunakan metode dokumentasi adalah : a.
Lebih mudah mendapatkan data, karena data sudah tersedia dan mampu menghemat waktu.
b.
Data yang diperoleh dapat dipercaya dan mudah menggunakannya.
c.
Pada waktu yang relatif singkat dapat diperoleh data yang diinginkan.
d.
Dapat ditinjau kembali jika diperlukan. Metode dokumentasi dalam penelitian ini merupakan metode yang
digunakan untuk memperoleh data yang berupa data tertulis, antara lain tentang jumlah dan identitas guru yang mengajar, data tentang nilai rekapan nilai siswa, data tentang wilayah penelitian (SMA Negeri 1 Surakarta), artikel pendidikan, jurnal internasional, serta buku-buku yang relevan dengan masalah penelitian.
3.
Metode Observasi
Observasi disini merupakan metode pelengkap dan sekaligus pendukung guna memperoleh atau mengumpulkan data. Menurut T. Widodo (2008 : 55) “teknik observasi merupakan cara mengumpulkan data responden penelitian dengan menggunakan indera atau alat bantu indera peneliti”. Sedangkan Suharsimi Arikunto (2006 : 156) “observasi atau yang disebut pula pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra”. Dengan demikian observasi dalam penelitian ini digunakan untuk melakukan pengamatan terhadap populasi secara langsung dan melihat gejalagejala yang nampak di sekitar objek penelitian yang akan berfungsi untuk melengkapi dan memperoleh keterangan melalui metode yang digunakan selanjutnya.
4.
Metode Wawancara
Dalam Sukardi (2005 : 155) “interview yang sering juga disebut wawancara atau kuesioner lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara (interviewer)”.
101
Beberapa keunggulan dari metode wawancara seperti yang dijelaskan dalam Sukardi (2005 : 155-156) adalah sebagai berikut : a. Peneliti memperoleh rerata jawaban yang relatif tinggi dari responden. b. Peneliti dapat membantu menjelaskan lebih, jika ternyata responden mengalami kesulitan menjawab yang diakibatkan ketidakjelasan pertanyaan. c. Peneliti dapat mengontrol jawaban responden secara lebih teliti dengan mengamati reaksi atau tingkah laku yang diakibatkan oleh pertanyaan dalam proses wawancara d. Peneliti dapat memperoleh informasi yang tidak dapat diungkapkan dengan cara kuesioner atau observasi. Dari pengertian di atas metode wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh keterangan, informasi, atau data yang tidak dapat diperoleh melalui angket. Wawancara juga berfungsi sebagai pendukung dan membantu memperoleh keterangan tentang metode selanjutnya yang akan digunakan.
F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen pengukuran variabel dalam pendekatan kuantitatif harus memenuhi beberapa persyaratan, agar menghasilkan data pengukuran variabel yang akurat. Persyaratan yang paling banyak dikemukakan para ahli dan dianggap syarat baku adalah validitas dan reliabilitas.
1. Validitas T. Widodo (2008 : 76) mendefinisikan “validitas dibatasi sejauh mana ketepatan dan ketelitian instrumen pengukuran itu mengukur objek yang seharusnya diukur”. Pendapat ini sejalan dengan yang dikemukakan Suharsimi Arikunto (2006 : 168) “sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan…dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat”. T. Widodo (2008 : 77) membagi validitas menjadi : a. Validitas isi (Content-related evidence) Instrumen pengukuran yang validitasnya dibuktikan dengan ketepatan item dengan isi atau materi yang seharusnya diukur. b. Validitas kriterion (Criterion-related evidence), meliputi :
102
1) Predictive validity dibatasi ketepatan item instrumen pengukuran kemampuan prediktor terhadap kemampuan yang diharapkan sebagai kriterion. 2) Concurrent validity dibatasi ketepatan item instrumen pengukuran yang menunjukkan korelasi skor dari item tes antar dua atau lebih kemampuan yang dianggap saling bersamaan atau beriringan. c. Validitas konstruk (Costruct validity) Validitas konstruk dibatasi ketepatan item instrumen pengukuran dengan bangunan variabel (batasan variabel) yang bersifat abstrak. Sejauh mana item-item ini mengukur indikator-indikator yang dihipotesiskan dalam batasan variabel yang diukur. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan validitas konstruk, karena item disusun berdasarkan teori yang relevan serta dalam penelitian ini angket bertujuan untuk mengungkapkan suatu konstrak teoritik yang hendak diukur, dan pengujian validitas dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis statistika. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Saifuddin Azwar (2007 : 175) yang mengemukakan bahwa “Validitas konstrak adalah validitas yang menunjukkan sejauh mana tes mengungkap suatu trait atau konstrak teoritik yang hendak diukur…pengujian validitas konstrak biasanya memerlukan teknik analisis statistika”. Untuk mengetahui valid tidaknya suatu alat pengukur data, peneliti menggunakan rumus uji Korelasi Product Moment yang dikemukakan Pearson, yaitu : N XY X Y
r xy =
N X
2
X N Y 2 Y 2
2
(Suharsimi Arikunto, 2006 : 170) Keterangan : r xy
= koefisien korelasi antara x dan y
X = jumlah skor butir angket variabel X Y = jumlah skor butir angket variabel Y
N
= jumlah subyek uji coba Kriteria uji validitas tersebut adalah jika ρ < 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa butir tes itu valid, sebaliknya jika ρ > 0,05 maka butir tes itu dinyatakan
103
tidak valid. Berdasarkan hasil perhitungan validitas item try out, maka dari 22 item soal untuk variabel latar belakang pendidikan guru (X1), yang valid adalah 19 item dan 3 item soal dinyatakan gugur, yaitu item nomor 7, 20, dan 21. Variabel pengalaman guru (X2), dari 14 item soal terdapat 9 item soal yang valid dan 5 item soal gugur, yaitu nomor 25, 28, 32, 33, dan 36. Untuk variabel pembelajaran (X3), dari 50 item soal terdapat 33 item soal yang valid dan 17 item soal yang gugur, yaitu nomor 37, 38, 39, 40, 41, 49, 50, 58, 59, 64, 67, 72, 75, 77, 78, 84, 85. Sedangkan variabel prestasi belajar siswa (Y), dari 20 item soal terdapat 14 item soal yang valid dan 6 item soal yang dinyatakan gugur, yaitu nomor 88, 89, 92, 98, 101, 104. Dalam penelitian ini, dari total keseluruhan 31 item soal yang gugur, 26 item soal akan di drop out (dibuang), yaitu nomor 20, 21, 22, 25, 28, 32, 33, 36, 37, 38, 41, 49, 50, 59, 64, 67, 72, 75, 77, 78, 88, 89, 92, 98, 101, 104, sedangkan 5 item soal akan diperbaiki, yaitu nomor 39, 40, 58, 82, 83. Untuk variabel pengalaman mengajar akan ditambah 2 item soal, karena item soal sebelumnya dianggap kurang mewakili, yaitu dengan perincian indikator pengalaman kerja sebanyak 1 item soal dan indikator indikator tugas mengajar guru sebanyak 1 soal. Sedangkan dalam variabel pembelajaran juga akan ditambah 2 item soal, yaitu dalam indikator evaluasi pembelajaran.
2. Reliabilitas T. Widodo (2008 : 78) mendefinisikan “reliabilitas dibatasi seberapa keajegan atau kekonstanan hasil pengukuran suatu variabel. Bedanya, validitas yang diuji adalah item instrumennya, sedang reliabilitas yang diuji hasil pengukurannya”. Lebih lanjut dalam T. Widodo ( 2008 : 78) reliabilitas dibedakan menjadi : a. Reliabilitas tes-ulang (test-retest method) Keajegan hasil pengukuran yang dilakukan dengan pelaksanaan tes yang diulang-ulang untuk varibel yang sama terhadap kelompok responden yang sama dalam tenggang waktu tertentu. b. Reliabilitas ekuivalen (equivalent method) Keajegan hasil pengukuran antara dua pengukuran variabel yang sejenis atau setara pada waktu yang sama kepada responden yang sama juga.
104
c. Reliabilitas konsistensi internal (internal consistency method) Keajegan hasil pengukuran satu variable antara kelompok item tertentu dengan kelompok item lainnya dalam satu perangkat pengukuran yang diberikan dalam satu pengukuran. Teknik analisis yang dapat ditempuh dalam reliabilitas konsistensi internal, yaitu : 1) Teknik belah dua (Split-half procedure) 2) Teknik Kuder-Richardson Approach 3) Teknik Kuder-Richardson 21 Adapun teknik pengukuran reliabilitas yang peneliti gunakan adalah Teknik Belah dua. Langkah-langkah yang peneliti lakukan adalah : a.
Memberikan alat ukur (angket) kepada sejumlah responden. Dalam penelitian ini responden yang digunakan untuk try-out sejumlah 10. Setelah uji validitasnya, maka akan terlihat item yang valid dan tidak valid. Maka itemitem yang valid dikumpulkan dan item-item yang tidka valid disingkirkan.
b.
Setelah item-item yang valid terkumpul, kemudian item-item tersebut dibagi menjadi dua belahan. Dalam membelah item-item ini, peneliti menggunakan cara membagi item berdasarkan “nomor genap ganjil”
c.
Menjumlahkan skor masing-masing item tiap belahan. Maka akan diperoleh dua skor total.
d.
Mengkorelasikan skor total belahan pertama dengan skor total belahan kedua. Dalam hal ini peneliti menggunakan rumus Alpha. Adapun rumusnya
adalah sebagai berikut: r 11
2 k b = 1 2 k 1 t
(Suharsimi Arikunto, 2006 : 196) Keterangan : r 11
= koefisien reliabilitas instrumen
k
= banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
b2
= jumlah varians butir
t2
= varians total.
105
Kriteria uji reliabilitas tersebut adalah jika ρ < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa kriteria pengujian adalah reliabel, sebaliknya jika ρ > 0,05 maka kriteria pengujian dinyatakan tidak reliabel. Jika berdasarkan hasil pengujian try out diketahui bahwa reliabilitas angket latar belakang pendidikan guru (X1) diterima dengan rtt = 0,96 dengan peluang galat ρ = 0,000. Angket pengalaman mengajar guru (X2) diterima dengan rtt = 0,955 dengan peluang galat ρ = 0,000. Angket pembelajaran (X3) diterima dengan rtt = 0,983 dengan peluang galat ρ = 0,000. Sedangkan angket prestasi belajar siswa (Y) diterima dengan rtt = 0,954 dengan peluang galat ρ = 0,000. Adapun langkah kerja yang peneliti lakukan untuk mencari reliabilitas masing-masing instrumen sebagai berikut : a.
Menyusun tabel hasil uji coba angket
b.
Mencari varian setiap butir soal
c.
Mencari jumlah varians butir soal
d.
Mencari varians total
e.
Memasukkan dalam rumus
f.
Mengkonsultasikan hasil no. 5 dengan Tabel Product Moment
G. Teknik Analisis Data Teknik analisis data merupakan suatu cara yang dilakukan dalam penelitian untuk membuktikan hipotesis yang diajukan selanjutnya untuk mengambil kesimpulan dari hasil yang diperoleh melalui analisis data tersebut. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis statistik inferensial, karena kesimpulan dari penelitian ini nantinya akan dikenakan kepada seluruh populasi, walaupun dalam penelitian data yang dianalisis adalah data yang diperoleh dari sampel penelitian. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sutrisno Hadi (1995 : 303) “semua penyelidikan tentang populasi yang didasarkan atas data statistik beserta petunjuk-petunjuk tentang ketelitian dan kemantapan daripada keputusan yang diambil berdasarkan teori probabilitas disebut statistik
106
inferensial”. Sedangkan Sugiyono (2007 :
23) “statistik inferensial adalah
statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel, dan hasilnya akan digeneralisasikan (diinferensikan) untuk populasi dimana sampel diambil”. Salah satu tugas statistik inferensial adalah menyelidiki suatu sampel yang kesimpulannya akan dikenakan pada populasi. Sedangkan menurut T. Widodo (2008 : 88) “statistik inferensial digunakan untuk uji sampel yang diambil secara random atau variabel untuk diketahui keterkaitannya dengan variabel lain”. Sehubungan dengan statistik inferensial, Darwyan Syah, dkk (2009 : 4) mengemukakan : Statistik inferensial sering disebut juga statistik induktif, yakni statistik yang berfungsi menyediakan aturan-aturan atau cara yang dapat dipergunakan sebagai alat dalam rangka mencoba menarik kesimpulan yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus dari sekumpulan data yang telah diolah. Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa statistik inferensial adalah menarik kesimpulan tentang sifat-sifat populasi berdasarkan sifat-sifat yang diperoleh dari sampel. Ruang lingkup statistik inferensial menurut Darwyan, dkk (2009 : 4) adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5.
Distribusi teoritis Teori peluang atau probabilitas Pendugaan populasi Sampling atau distribusi sampling Uji persyaratan analisis data yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas 6. Uji hipotesis 7. Analisis regresi yang meliputi uji linearitas dan uji signifikansi untuk peramalan 8. Analisis korelasi yang meliputi uji signifikansi dan interpretasi Teknik analisis data yang penulis gunakan untuk mengolah data dalam penelitian ini adalah teknik analisis regresi ganda, dengan alasan sebagai berikut : 1.
Karena dalam penelitian ini terdapat tiga variabel prediktor dan satu variabel kriterium,
2.
Untuk mengetahui hubungan antara prediktor dengan kriterium, sekaligus dapat mengetahui signifikan atau tidaknya hubungan tersebut.
107
Hal ini sesuai dengan pendapat Husaini Usman dan Purnomo Setyadi Akbar (2003 : 241) “regresi ganda berguna untuk mendapatkan pengaruh dua variabel kriteriumnya, atau untuk mencari hubungan fungsional dua variabel prediktor atau lebih dengan variabel kriteriumnya, atau untuk meramalkan dua variabel prediktor atau lebih terhadap variabel kriteriumnya”. Adapun syarat-syarat menggunakan analsis regresi adalah : 1.
Normalitas, dilakukan untuk melihat normal tidaknya penyebaran data dari variabel penelitian. Dengan kata lain untuk melihat bahwa subyek yang dijadikan sampel dalam penelitian ini dapat mewakili populasi
2.
Data harus linear, dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antar variabel bebas dan variabel tergantung, yaitu berkorelasi atau tidak. Adapun langkah-langkah analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. a.
Uji Persyaratan Analisis
Uji Normalitas Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui penyebaran suatu variabel
acak berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini dilakukan dengan rumus Chi kuadrat dari Sutrisno Hadi. Berdasarkan uji normalitas dari Sutrisno Hadi maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut : H 0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H a : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal 2
X =
( fo fh ) 2 fh
(Sutrisno Hadi, 1984 : 317-318) Keterangan: X2
= Chi kuadrat
f0
= frekuensi yang diperoleh (dari observasi dalam) sampel
fh
= frekuensi yang diharapkan dalam sampel sebagai pencerminan dari frekuensi yang diharapkan dalam populasi.
108
b.
Uji Linearitas Uji linearitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang akan
dianalisis merupakan data yang berbentuk regresi linier. Jika hipotesis linier diterima hingga tingkat keyakinan tertentu, maka regresi itu bentuknya linier tidak diragukan lagi, namun apabila ternyata ditolak, maka regresi linier tidak cocok untuk digunakan dalam pengambilan kesimpulan berdasarkan regresi itu. Uji lineritas ini dilakukan dengan menggunakan rumus uji kelinieran regresi dari Sudjana. Hipotesis yang diajukan untuk uji linearitas regresi adalah : H0
= hubungan antara X dan Y linier
Ha
= hubungan antara X dan Y tidak linier Y
1.
JK (G)
= X1
2.
JK (TC)
= JK (S) – JK (G)
3.
Dk(G)
=N–K
4.
Dk (TC)
=k–2
5.
RJK (TC)
= df (TC )
6.
RJK (G)
=
7.
F hitung
= RJK ( G)
Y
2
2
JK (TC)
JK (G ) df (G )
RJK (TC )
(Sudjana, 1996 : 332) Keterangan : JK (G)
= Jumlah Kuadrat Galat
JK (TC)
= Jumlah Kuadrat Tuna Cocok
N
109
Dk (G)
= Derajat Kebebasan Galat
Dk (TC)
= Derajat Kebebasan Tuna Cocok
RJK (G)
= Kuadrat Tengah Galat
RJK (TC)
= Kuadrat Tengah Tuna Cocok
c.
Uji Independensi Uji independensi digunakan untuk menguji ketergantungan antar tiga
faktor variabel bebas dalam penelitian. Dalam pengujian ini dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut : N X 1 X 2 X 1 X 2
rx1 x 2
rx1 r3
N X
2
N X
2 2
X 2
2
N X 1 X 3 X 1 X 3
N X
rx2 x3
X 1
2 1
2 1
X 1 N X 3 X 3 2
2
2
N X 2 X 3 X 2 X 3
N X
2 2
X 2
Keterangan :
rx1 x2 = koefisien korelasi X1 dan X2 rx1 x3 = koefisien korelasi XI dan X3 rx 2 x3 = koefisien korelasi X2 dan X3
X1
= variabel pertama
X2
= variabel kedua
X3
= variabel ketiga
N
= menyatakan jumlah data observasi
2
N X
2 3
X 3
2
110
2. a.
Pengujian Hipotesis
Mencari Korelasi antara Kriterium dan Predictor Analisis yang digunakan untuk mengetahui koefisien korelasi antara
variabel X 1 dengan Y, X 2 dengan Y, dan X 3 dengan Y menggunakan rumus korelasi product moment dari Karl Pearson dalam Sudjana. Hipotesis yang diajukan adalah : H 0 = tidak ada hubungan antara masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat H a = ada hubungan antara masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat Menghitung koefisien korelasi sederhana antara X 1 dengan Y digunakan rumus :
X Y X Y N X Y X Y N N 1
rx1 y
1
2
2
1
2
2
1
(Sudjana, 2002 : 369) Menghitung koefisien korelasi sederhana antara X 2 dengan Y digunakan rumus :
X Y X Y N X Y X Y N N 2
rx2 y
2
2
2
2
2
2
2
(Sudjana, 2002 : 369) Menghitung koefisien korelasi sederhana antara X 3 dengan Y digunakan rumus :
X Y X Y N X Y X Y N N 3
rx2 y
3
2
2
(Sudjana, 2002 : 369)
3
2
3
2
111
Kriteria uji hipotesis tersebut adalah jika p < 0,01 sangat signifikan, p < 0,05 signifikan, p < 0,15 cukup signifikan, p < 0,30 kurang signifikan, p > 0,30 tidak signifikan Menentukan koefisien korelasi antara X 1 , X 2 , X 3 dengan Y, yaitu dengan rumus product moment :
RY 1,2,3
a1 x1 y a 2 x 2 y a3 x3 y
y
2
Keterangan : Ry(1,2,3)
= Koefisien korelasi antara Y dengan X 1 , X 2 , dan X 3 2
a1
= Koefisien prediktor X 1
a2
= Koefisien prediktor X 2
a2
= Koefisien prediktor X 3
X1Y
= Jumlah produk antara X1 dan Y
X2Y
= Jumlah produk antara X2 dan Y
X3Y
= Jumlah produk antara X 3 dan Y
Y
= Jumlah kuadrat kriterium Y
b.
Melakukan Uji Signifikansi antara Kriterium dengan Predictor Uji signifikansi dimaksudkan untuk meyakinkan apakah regresi berbentuk
linier yang didapat untuk membuat kesimpulan mengenai pertautan sejumlah variabel yang sedang dipelajari. Hipotesis yang diajukan adalah : H 0 = Regresi tersebut tidak berarti H a = Regresi tersebut berarti
R2 k F=
(1 R 2 ) ( n k 1)
(Sudjana, 2002 : 385) Keterangan :
112
F
= harga F garis regresi
N
= jumlah sampel
K
= jumlah variabel bebas
R
=
Koefisien
korelasi
antara
kriterium
dengan
prediktor-
prediktornya. Hasil perhitungan tersebut kemudian disesuaikan dengan tabel F, sehingga diperoleh F tabel . Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa F hitung > F tabel , maka hipotesis dapat diterima kebenarannya, tetapi jika F hitung < F tabel maka hipotesis tidak dapat diterima.
c.
Menghitung Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif Masing-Masing Predictor Sumbangan relatif (SR) diperlukan untuk mengetahui berapa besar
sumbangan masing-masing predictor X terhadap kriterium Y. Untuk X 1 terhadap Y : SR X1 SR X1
a1 X 1Y JK reg
100% a1 X 1Y
a1 X 1Y a 2 X 2Y a3 X 3Y
100%
Untuk X 2 terhadap Y : SR X 2 SR X 2
a 2 X 2Y JK reg
100% a 2 X 2Y
a1 X 1Y a 2 X 2Y a3 X 3Y
Untuk X 3 terhadap Y :
100%
113
SR X 3 SR X 3
a3 X 3Y JK reg
100% a3 X 3Y
a1 X 1Y a 2 X 2Y a3 X 3Y
100%
(Sukardi, 2002 : 66-67) Sedangkan untuk sumbangan efektif dihitung dulu efektivitas garis regresi, yaitu :
R2 R2 R2
JK reg JK TOT a1 X 1Y a 2 X 2Y a3 X 3Y JK reg JK res
a1 X 1Y a 2 X 2Y a3 X 3Y
a X Y a X Y a X Y 1 R Y 2
1
1.
1
2
3
2
mencari sumbangan efektif X 1 terhadap Y, yaitu : SE% X 1 = SR% X 1 xR
2.
2
2
mencari sumbangan efektif X 2 terhadap Y, yaitu : SE% X 2 SR% X 2 xR 2
3.
mencari sumbangan efektif X 3 terhadap Y, yaitu : SE% X 3 SR% X 3 xR 2
Keterangan : SR : Sumbangan Relatif masing-masing prediktor. SE : Sumbangan Efektif masing-masing prediktor. R² : Koefisien antara X1 dan X2. Dimana R 2 = SE adalah efektifitas garis regresi (Sukardi, 2002 : 66-67)
2
114
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data 1. a.
Deskripsi Lokasi Penelitian
Sejarah SMA Negeri 1 Surakarta 1) Periode Cikal Bakal a) Pada bulan Agustus 1943 (Zaman Pendudukan Jepang) (1) Bapak Mr. Widodo Sastrodiningrat (waktu itu kepala bagian pendidikan kasunana) (2) Bapak
Soetopo
Adiputro
(waktu
itu
kepala
pendidikan
karisidenan Surakarta) Bersama-sama menghadap pembesar Jepang Kepala Bagian Pendidikan untuk mengusulkan rencana pembukaan sekolah sederajat AMS (Setingkat SMA). Setelah disetujui, Bapak Mr. Widodo Sasrtodingrat menghubungi Bapak Soeprapto untuk menjadi tenaga pengajar sekaligus membantu mencarikan tenaga pengajar yang lain. b) 3 November 1943 Pada tanggal ini, dikeluarkan SK X / II / 1943 sebagai peresmian atas berdirinya Sekolah Lanjutan Atas Di Surakarta dengan nama Koto Chu Gokko Sekolah Menengah Tinggi Negeri (SMTN). Sekolah ini, bertempat di Manahan (Sekarang Gedung SMP Negeri 1 Surakarta). Adapun susunan pengurus sekolah saat itu adalah sebagai berikut : Pimpinan
: Bapak Mr. Widodo Sastrodiningrat
Wakil Pimpinan
: Bapak S. Djajeng Soegianto
Kepala Tata Usaha
: Bapak Soedarsono
Staf Tata Usaha
: Bapak Soedadi Ibu Awalin Bapak Warjanto Bapak Martodjojo
115
Tenaga Pengajar yang tersedia sebanyak 12 orang yaitu : (1) Bp. Mr Widodo Sastrodiningrat
(Tata Negara)
(2) Bp. S. Djajeng Soegianto
(Sejarah)
(3) Bp. Ali Marsaban
(Ilmu Bumi)
(4) Bp. Sindoe Soewarno
(Ilmu alam dan menggambar)
(5) Bp. Tarjan Hadijojo
(Bahasa Indonesia)
(6) Bp. Abdullah
(Ilmu Hayat)
(7) Bp. Soehakso
(Ilmu Pasti Dan alam)
(8) Bp. Soeprapto
(Ilmu Pasti)
(9) Bp. Roespandji Atmowirogo
(Ilmu Ekonomi)
(10) Bp. Mochamad
(Pendidikan Jasmani)
(11) Bp. Soewito Koesoemowidagdo
(Pendidikan Jasmani)
(12) Ibu Soedarjanti
(Guru Bantu)
SMTN saat itu mempunyai 2 kelas yaitu kelas 1A yang mempelajari sastra dan budaya; kelas 1B yang mempelajari ilmu pasti atau ilmu alam. Jumlah siswa untuk kelas 1A sebanyak 33 siswa dan kelas 1B sebanyak 34 siswa. c) 1 Agustus 1944 Jabatan pimpinan diserahkan kepada bapak S. Djajeng Soegianto karena Bp.Mr Widodo Sastrodiningrat masih menjabat sebagai kepala bagian pendidikan kesunanana Surakarta. d) April 1945 Jabatan pimpinan diserahkan kepada Bapak N. Barnawi karena bapak S. Djajeng Soegianto diangkat sebagai Kepala SMP Putri Di Pasar Legi Solo. Jumlah Guru saat itu adalah 12 orang. e) Juli 1945 SMTN mendapat tambahan tenaga pengajar sebanyak 5 orang, yaitu : (1) Bp. Isnu Subroto
(Bahasa Indonesia)
(2) Bp. Soetardjo
(Ilmu Alam)
(3) Bp. Soepomo
(Bahasa Inggris)
116
(4) Bp Sri Peni
(Ilmu Hayat)
(5) Ibu Poppy Soleh
(Ekonomi dan Tata Negara)
Adanya penambahan guru tersebut, menjadikan jumlah pengajar sebagai guru tetap di SMTN bertambah menjadi 17 orang. Ketujuh belas guru tersebut dianggap sebagai guru “cikal bakal” SMTN Surakarta. 2) Periode Pengungsian a) Periode Agustus 1945 Setelah Perang Dunia II dan Indonesia telah memplokamirkan kemerdekaannya, SMT Negeri Surakarta diserahkan kepada Kantor Pendidikan Mangkunegaran Surakarta di bawah Barata Wiyata. b) November 1945 Sebagian besar para pelajar berjuang di garis depan. SMT Negeri ditutup dan gedungnya digunakan untuk asrama BPI (Barisan Polisi Istimewa) yang anggotanya terdiri dari para pelajar SMTN sendiri. Para guru dipekerjakan di kantor Barata Wiyata dan diserahi tugas menterjemahkan buku Encyclopedia (16 Vol) sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sedangkan karyawan Tata Usaha ditugaskan untuk membantu Kepala Kantor Barata Wiyata. c) Maret 1946 SMTN dibuka kembali di bawah pimpinan Bp. Roespandji Atmowirogo. d) Juni 1946 Diselenggarakan ujian penghabisan SMT yang pertama. Kegiatan ini diketuai oleh Roespandji Atmowirogo dengan dibantu Bp. Soeparno sebagai penulis. e) April 1947 Jabatan pimpinan diserahkan kepada Bp. Soepandan karena Bp. Roespandji diangkat menjadi PJ Residen Surakarta. f) Juni 1947 Diselenggarakan ujian penghabisan SMT yang kedua, diketuai oleh Bp. Soepandan dan Bp. Paryatmo sebagai penulisnya. SMTN sudah
117
memiliki 3 jurusan, yaitu ; A (Sastra Budaya); B (Pasti/Alam) dan C (Ekonomi). g) Juli 1947 Terjadi Agresi Militer Belanda I. Para pelajar kembali berjuang sedangkan gedung sekolah dipakai sebagai markas Angkatan laut Pimpinan Achmad Yadau. Pelajar putri tidak ikut berjuang, tetapi mendapatkan pengajaran di Pendopo rumah Bp. Paryatmo (Punggawan No 10 Solo). h) September 1947 Sekolah dibuka kembali, kini memakai gedung SMP Negeri II (sekarang Palace Hotel Mangkunegaran). Masuk siang hari, gedung sekolah di Manahan diserahkan kepada Angkatan Laut. i) Juni 1948 Diselenggarakan ujian penghabisan SMT yang ke III dengan ketua Bp. Soepandan dan penulis Bp. Tegoeh Gondoatmojo. j) Desember 1948 Terjadi Agresi Militer Belanda pada pukul 09.00 WIB. Komandan KMK Ahmad memerintahkan untuk membakar gedung dalam rangka penerapan Strategi Bumi Hangus. Gedung SMTN terbakar dan SMTN pun ditutup. 3) Periode Mahasiswa a) November 1949 Bapak Soepandan mendapat perintah dari Bp. Menteri P dan K untuk membuka kembali SMA A/ B Solo. Bapak Paryatmo dan bapak Soemitro mencarikan gedung dan guru-guru. Sedangkan ibu Awalin ditugaskan untuk menyelenggarakan pendaftaran murid. b) 15 Desember 1949 Dengan SK No XX / 12 / 1949 tentang pembukaan secara resmi SMA Negeri A/ B (Margoyudan) dengan ketentuan sbb : (1) SMA Negeri I A/ B dengan 12 Kelas untuk murid biasa dan masuk pagi.
118
(2) SMA Negeri II A/ B dengan 2 kelas untuk murid bekas pejuang masuk siang hari. SMA Margoyudan ini dikepalai oleh Bapak Soepandan dengan dibantu oleh 2 orang wakil, Bapak Paryatmo dan Bapak Roespandji. Guru tetap yang ada sebanyak 11 orang, sedangkan jumlah guru tidak tetap berjumlah 10 orang. Bagian TU diketuai oleh Ibu Awalin. c) November 1950 Atas permohonan pelajar (mantan / eks pejuang) maka dibuka 6 kelas tambahan untuk malam hari. Kelas tersebut diperuntukkan bagi mantan pejuang dengan nama “Enam Kelas Baru”. Enam Kelas Baru ini, kemudian digabung dengan SMA Negeri II A/ B. Pada akhir tahun ajaran 1950 / 1951. Pada tahun yang sama, diselenggarkan ujian penghabisan IV yang diketuai oleh Bp. Soepandan. d) 17 Agustus 1951 Dengan resmi membuka sekolah A/ B malam dengan nama SMA Negeri 1 bagian Malam, yang terdiri dari 6 kelas oleh pimpinan Bp. Soepandan serta wakilnya BP. Paryatmo dan Bp. Roespandji Atmowirogo. Jadi, pada waktu itu, di Solo telah ada 3 SMA Negeri 3A/ B dibawah satu pimpinan, yaitu : (1) SMA Negeri I A/ B (2) SMA Negeri II A/ B (3) SMA Negeri III A/ B atau dikenal dengan SMA Negeri 1 bagian Malam. Dalam periode ini, SMA Margoyudan mendapat bantuan tenaga mahasiswa Gadjah Mada, antara lain : (1) Bp. Prawoto
(Kedokteran Gigi UGM)
(2) Bp. Soenardjo A
(Kedokteran Umum UGM)
(3) Bp Herlan SW
(Kedokteran Umum UGM)
(4) Bp. Prof Dr. Yudoyono
(Kedokteran Umum UNDIP)
(5) Bp. Zakaria Rais
(Farmasi UGM)
(6) Bp. Baiguni
(F IPA UGM)
119
(7) Bp. Samsuri
(Pertanian UGM)
(8) Bp. Soenardjo
(Kedokteran Umum UGM)
(9) Bp. Abdullah
(Kedokteran Umum UGM)
4) Periode Perkembangan Kegiatan belajar mengajar mulai berjalan dengan lancar. Sejak tahun 1952, setiap akhir tahun pelajaran dapat meluluskan siswa yang sebagian besar telah sukses dan menjadi pimpinan, baik di wilayah pusat maupun wilayah lainnya. Sekolah juga mulai merintis pengadaan laboratorium dari Laboratorium Kimia dan Fisika. Perkembangan itu kemudian disusul dengan pembangunan laboratorium anatomi, biologi, dan fisiologi. a) 1 Agustus 1956 SMA Negeri I bagian malam diubah namanya menjadi SMA Negeri III A/B, sekaligus juga terjadi perubahan-perubahan nama dan pimipinan pada ke 3 SMA tersebut: (1) SMA Negeri I – B
: di bawah pimpinan Bp. Soepandan
(2) SMA Negeri II – A
: di bawah pimpinan Bp. Paryatmo
(3) SMA Negeri III- B
: di bawah pimpinan Bp. Roespandji Atmowirogo
b) 30 Januari 1967 SMA Negeri III – B pindah dari Margoyudan (Jl Monginsidi No 40) ke Jl. Warungmiri No 90. Dengan demikian, sekolah masih tersisa di Margoyudan adalah SMA Negeri I dan II 5) Periode Kemapanan a) Di bawah pimpinan M. Rasid (mulai tahun 1971), Drs. Sarwono (mulai tahun 1976) kondisi SMA Negeri 1 semakin mapan dalam prestasi akademis maupun non akademis. SMA negeri 1 mendapat julukan SMA favorit. b) Di bawah pimpinan Drs. H. Djambani Soetjipto (mulai tahun 1991) bersama Bp. Widagdo, kepada SMA Negeri II dirintis sertifikat tanah sudah jadi dengan luas 7.105 m. Batas tanah dengan bangunan SMA
120
Negeri II dan dengan Universitas Kristen Suarakarta menjadi jelas, yan sebelumnya menjadi 1 sertifikat milik yayasan Kristen Surakarta. c) Di bawah pimpinan Drs. H. Kuswanto, disamping usaha peningkatan prestasi kademik, gedung lama mulai direhab. Peletakan batu pertama dilaksanakan pada tanggal 20 Agustus 1995 oleh kepala sekolah dan ketua BP-3 Bp. H. Zainudin. Arsitek dan pelaksana adalah bapak Suyoto, seksi keuangan BP3. Beliau dibantu pengurus BP-3 SMA 1 yang lain. Selama tahun 1995 – 1999 dengan swadaya dan dana BP selesai di bangun 52 ruang terdiri dari 28 ruang kelas, 2 ruang BP, 2 ruang agama Kristen dan Katholik, 2 kafetaria, 4 ruang WC dan 1 ruang UKS, satpam, osis, kopsis, laboratorium (kimia, fisika, matematika, biologi, IPS, Bahasa dan komputer) ruang kurikulum, ruang olahraga dan ruang musik. Kemudian pada akhir tahun 2001 di bangun masjid 2 lantai yang alokasi dana dari orang tua murid, jadi di luar anggaran sekolah. d) Mulai tanggal 1 Juli 2002, jabatan kepala sekolah SMU Negeri 1 Surakarta mulai dipegang oleh Dra. Hj. Tatik Sutarti, MM. Pada era kepemimpinan beliau dilaksanakan pembukaan 2 kelas baru dengan kurikulum
Nasional
Berbasis
Internasional,
yang
kemudian
dinamakan SNBI A dan SNBI B, dimana keduanya menggunakan pengantar berbahasa Inggris, terutama pada pelajaran eksak. Nama – nama kepala sekolah yang pernah menjadi pimpinan SMA Negeri 1 Surakarta : 1) R.M Soepandan
: 1 November 1947 s/d 31 Juli 1963
2) R.M Soehardjo
: 1 Agustus 1963-31 September 1966
3) R.Prawoto
: 1 November 1966 s/d 15 Juni 1971
4) R. Marsaid
: 16 Juni 1971 s/d 1 April 1976
5) Drs. Sarwono, B. Sc
: 1 April 1976 s/d 29 Septbr 1986
6) Drs. Sri Widodo
: 29 Sept 1986 s/d 2 Feb 1991
7) Drs. H. Djambari Soetjipto
: 2 Feb 1991 s/d 28 Maret 1995
8) Drs. H. Kuswanto
: 29 Maret 1995 s/d 1 Juli 2002
121
9) Dra. Hj. Tatik Sutarti
: 1 Juli 2002 s/ d 28 November 2004
10) Drs. Sartono Praptoharjono
: 29 Nov 2004 s/ d 30 Oktober 2007
11) Drs.H.M Thoyibun, SH, M.M
: 31 Oktober 2007 s/ d sekarang
b. Lokasi dan Denah SMA Negeri 1 Surakarta SMA Negeri I Surakarta berlokasi di Jalan Monginsidi No 40 Banjarsari, Surakarta, dengan batas-batas sebagai berikut : Sebelah Barat
: SMA Negeri 2 Surakarta
Sebelah Timur
: Universitas Kristen Surakarta (UKS)
Sebelah Utara
: SMP Kristen 3 Surakarta
Sebelah Selatan
: Perkampungan penduduk.
Lokasi SMA Negeri I Surakarta berada di antara instansi pendidikan yang lain, seperti SMA Warga, SMA Kristen Widya Pratama, SMA Kristen III, dll. Hal ini menimbulkan suasana pendidikan yang kondusif untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM). Gedung SMA Negeri 1 Surakarta terdiri dari 2 lantai yang sebagian besar terdiri dari bangunan yang dipergunakan untuk proses belajar mengajar. Untuk gambar denah, disajikan pada lampiran.
2.
Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data merupakan gambaran hasil pengumpulan data dari tiap-tiap variabel yang diteliti. Penelitian ini tentang “Hubungan antara Latar Belakang Pendidikan Guru, Pengalaman Mengajar, dan Pembelajaran dengan Prestasi Belajar Siswa SMA Negeri 1 Surakarta”. Data dalam penelitian ini meliputi 4 macam data, yaitu : a.
Latar belakang pendidikan guru yang berasal dari data skor angket responden
b.
Pengalaman mengajar guru yang berasal dari data skor angket responden
c.
Pembelajaran yang berasal dari data skor angket responden
d.
Prestasi belajar siswa yang berasal dari data skor angket responden Keempat data tersebut akan dijelaskan dalam uraian di bawah ini.
a.
Latar belakang pendidikan guru
122
Data latar belakang pendidikan guru dalam penelitian ini adalah variabel bebas 1 (X1). Berikut ini adalah rangkuman data statistik variabel X1 : 1) Skor tertinggi = 82 2) Skor terendah = 53 3) Mean
= 63,19
4) Median
= 62,25
5) Modus
= 55,50
6) SB
= 6,57
7) SR
= 5,33
Adapun distribusi frekuensi data latar belakang pendidikan guru dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Data Latar Belakang Pendidikan Guru Interval
f
Fx
fx2
f%
fk%-naik
76,5-82,5
1
82,00
6.724,00
2,13
100,00
70,5-76,5
5
364,00
26.506,00
10,64
97,87
64,5-70,5
13
880,00
59.582,00
27,66
87,23
58,5-64,5
12
745,00
46.287,00
25,53
59,57
52,5-58,5
16
899,00
50.563,00
34,04
34,04
Total
47
2.970,00
189.662,00
100,00
--
Rerata : 63,19
S.B. : 6,57
Min. : 53,00
Median : 62,25
S.R.: 5,33
Maks. : 82,00
Mode : 55,50
Sesuai dengan tabel distribusi frekuensi data latar belakang pendidikan guru (X1) dapat diketahui bahwa data yang tertinggi terletak pada kelas 5 dengan interval 52,5 – 58,5, yaitu 34,04%. Kemudian diikuti berurutan oleh kelas 3 dengan interval 64,5 – 70,5, yaitu 27,66%, kelas 4 dengan interval 58,5 – 64,5, yaitu 25,53%, serta kelas 2 dengan interval 70,5 – 76,5, yaitu 10,64%. Sedangkan frekuensi terendah terletak pada kelas 1 dengan interval 76,5 – 82,5, yaitu 2,13%. Lebih jelasnya digambarkan dalam histogram sebagai berikut :
123
Gambar 2. Histogram Data Latar Belakang Pendidikan Guru f r e k u e n s i
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 52,5-58,5
58,5-64,5
64,5-70,5
70,5-76,5
76,5-82,5
interval
Berdasarkan grafik histogram data X1 dapat diketahui bahwa frekuensi data latar belakang pendidikan guru yang tertinggi terletak pada interval 52,5-58,5 dengan jumlah 16 orang. Sedangkan frekuensi terendah terletak pada interval 76,5–82,5 dengan jumlah 1 orang. b.
Pengalaman mengajar Data pengalaman mengajar dalam penelitian ini adalah variabel bebas 2
(X2). Berikut ini adalah rangkuman data statistik variabel X2 : 1) Skor tertinggi = 53,00 2) Skor terendah = 25,00 3) Mean
= 37,00
4) Median
= 38,41
5) Modus
= 27,50
6) SB
= 8,58
7) SR
= 7,96
Adapun distribusi frekuensi data pengalaman mengajar dapat dilihat pada tabel berikut ini.
124
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Data Pengalaman Mengajar Interval
f
fx
fx2
f%
fk%-naik
48,5-54,5
2
103,00
5.309,00
4,26
100,00
42,5-48,5
14
631,00
28.465,00
29,79
95,74
36,5-42,5
11
452,00
18.586,00
23,40
65,96
30,5-36,5
1
34,00
1.156,00
2,13
42,55
24,5-30,5
19
519,00
14.215,00
40,43
40,43
Total
47
1.739,00
67.731,00
100,00
--
Rerata : 37,00
S.B. : 8,58
Min. : 25,00
Median : 38,41
S.R. : 7,96
Maks. : 53,00
Mode : 27,50
Sesuai dengan tabel distribusi frekuensi data pengalaman mengajar (X2) dapat diketahui bahwa data yang tertinggi terletak pada kelas 5 dengan interval yaitu 24,5-30,5, yaitu 40,43%. Kemudian diikuti berurutan oleh kelas 2 dengan interval 42,5-48,5, yaitu 29,79%, kelas 3 dengan interval 36,5-42,5, yaitu 23,40%, serta kelas 1 dengan interval 48,5-54,5, yaitu 4,26%. Sedangkan frekuensi terendah terletak pada kelas 4 dengan interval 30,5-36,5, yaitu 2,13%. Lebih jelasnya digambarkan dalam histogram berikut : Gambar 3. Histogram Data Pengalaman Mengajar f r e k u e n s i
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 24,5-30,5
30,5-36,5
36,5-42,5 interval
42,5-48,5
48,5-54,5
125
Berdasarkan grafik histogram data X2 dapat diketahui bahwa frekuensi data pengalaman mengajar yang tertinggi terletak pada interval 24,5-30,5 dengan jumlah 19 orang. Sedangkan frekuensi terendah terletak pada interval 30,5-36,5 dengan jumlah 1 orang. c.
Pembelajaran Data pembelajaran dalam penelitian ini adalah variabel bebas 3 (X3).
Berikut ini adalah rangkuman data statistik variabel X3 : 1) Skor tertinggi = 188,00 2) Skor terendah = 130,00 3) Mean
= 150,72
4) Median
= 148,19
5) Modus
= 147,50
6) SB
= 11,68
7) SR
= 7,38
Adapun distribusi frekuensi data pembelajaran dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Data Pembelajaran Interval
f
fx
fx2
f%
fk%-naik
177,5-189,5
1
188,00
35.344,00
2,13
100,00
165,5-177,5
4
690,00
119.006,00
8,51
97,87
153,5-165,5
7
1.104,00
174.220,00
14,89
89,36
141,5-153,5
26
3.876,00
578.242,00
55,32
74,47
129,5-141,5
9
1.226,00
167.112,00
19,15
19,15
Total
47
7.084,00
1.074.004,00
100,00
--
Rerata : 150,72
S.B. : 11,68
Min. : 130,00
Median : 148,19
S.R. : 7,38
Maks. : 188,00
Mode : 147,50
Sesuai dengan tabel distribusi frekuensi data pembelajaran (X3) dapat diketahui bahwa data tertinggi terletak pada kelas 4 dengan interval 141,5-153,5,
126
yaitu 55,32%. Kemudian diikuti berurutan oleh kelas 5 dengan interval 129,5141,5, yaitu 19,15%, kelas 3 dengan interval 153,5-165,5, yaitu 14,89%, serta kelas 2 dengan interval 165,5-177,5, yaitu 8,51%. Sedangkan frekuensi terendah terletak pada kelas 1 dengan interval 177,5-189,5, yaitu 2,13%. Lebih jelasnya digambarkan dalam histogram berikut :
Gambar 4. Histogram Data Pembelajaran 30 f r e k u e n s i
25 20 15 10 5 0 129,5-141,5 141,5-153,5 153,5-165,5 165,5-177,5 177,5-189,5
interval
Berdasarkan grafik histogram data X3 dapat diketahui bahwa frekuensi data pembelajaran yang tertinggi terletak pada interval 141,5-153,5 dengan jumlah 26 orang. Sedangkan frekuensi terendah terletak pada interval 177,5-189,5 dengan jumlah 1 orang. d.
Prestasi belajar siswa Data prestasi belajar siswa dalam penelitian ini adalah variabel terikat
(Y). Berikut ini adalah rangkuman data statistik variabel Y : 1) Skor tertinggi = 149,00 2) Skor terendah = 118,00 3) Mean
= 129,23
4) Median
= 128,41
5) Modus
= 128,00
6) SB
= 7,29
7) SR
= 5,54
127
Adapun distribusi frekuensi data prestasi belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 6.Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Siswa Interval
f
fx
fx2
f%
fk%-naik
145,5-152,5
1
149,00
22.201,00
2,13
100,00
138,5-145,5
2
289,00
41.761,00
4,26
97,87
131,5-138,5
13
1.760,00
238.322,00
27,66
93,62
124,5-131,5
17
2.183,00
280.359,00
36,17
65,96
117,5-124,5
14
1.693,00
204.771,00
20,79
20,79
Total
47
6.074,00
787.414,00
100,00
--
Rerata : 129,23
S.B. : 7,29
Min. : 118,00
Median : 128,41
S.R. : 5,54
Maks. : 149,00
Mode : 128,00
Sesuai dengan tabel distribusi frekuensi data prestasi belajar siswa (Y) dapat diketahui bahwa data yang tertinggi terletak pada kelas 4 dengan interval 124,5-131,5, yaitu 36,17%. Kemudian diikuti berurutan oleh kelas 5 dengan interval 117,5-124,5, yaitu 29,79%, kelas 3 dengan interval 131,5-138,5, yaitu 27,66, serta kelas 2 dengan interval 138,5-145,5, yaitu 4,26%. Sedangkan frekuensi terendah terletak pada kelas 1 dengan interval 145,5-152,5, yaitu 2,13%. Lebih jelasnya digambarkan dalam histogram berikut :
128
Gambar 5. Histogram Data Prestasi Belajar Siswa 18 f r e k u e n s i
16 14 12 10
8 6 4
2 0 117,5-124,5 124,5-131,5 131,5-138,5 138,5-145,5 145,5-152,5 interval
Berdasarkan grafik histogram data Y, dapat diketahui bahwa frekuensi data prestasi belajar siswa yang tertinggi terletak pada interval 124,5-131,5 dengan jumlah17 orang. Sedangkan frekuensi terendah terletak pada interval 145,5-152,5 dengan jumlah 1 orang.
B. Pengujian Persyaratan Analisis 1. Menurut kaidah
Hasil Uji Normalitas
yang berlaku, data dalam penelitian dikatakan
berdistribusi normal apabila > 0,05. Apabila < 0,05 maka data yang tersebut berdistribusi tidak normal. a.
Uji Normalitas Variabel Latar Belakang Pendidikan Guru (X1) Pada uji normalitas variabel X1, yaitu latar belakang pendidikan guru,
langkah pertama yang dilakukan adalah membuat tabel rangkuman variabel X1 (lampiran 8), kemudian dilakukan perhitungan sesuai rumus. Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa = 0,441. Karena > 0,05, yaitu 0,441 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data latar belakang pendidikan guru (X1) berdistribusi normal. b.
Uji Normalitas Variabel Pengalaman Mengajar (X2)
129
Pada uji normalitas variabel X2, yaitu pengalaman mengajar, langkah pertama yang dilakukan adalah membuat tabel rangkuman variabel X2 (lampiran 8), kemudian dilakukan perhitungan sesuai rumus. Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa = 0,202. Karena > 0,05, yaitu 0,202 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa pengalaman mengajar (X2) berdistribusi normal. c.
Uji Normalitas Variabel Pembelajaran (X3) Pada uji normalitas variabel X3, yaitu pembelajaran, langkah pertama yang
dilakukan adalah membuat tabel rangkuman variabel X2 (lampiran 8), kemudian dilakukan perhitungan sesuai rumus. Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa = 0,070. Karena > 0,05, yaitu 0,070 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran (X3) berdistribusi normal. d.
Uji Normalitas Variabel Prestasi Belajar Siswa (Y) Pada uji normalitas variabel Y, yaitu prestasi belajar siswa, langkah
pertama yang dilakukan adalah membuat tabel rangkuman Y (lampiran
8),
kemudian dilakukan perhitunhan sesuai rumus. Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa = 0,646. Karena > 0,05, yaitu 0,646 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa (Y) berdistribusi normal.
2.
Hasil Uji Linieritas
Menurut kaidah yang berlaku, data dalam penelitian dikatakan memiliki korelasi yang linier apabila > 0,05. Apabila < 0,05, maka korelasinya tidak linier. a.
Uji linieritas X1 dan Y Berdasarkan hasil uji linieritas X1 dengan Y diperoleh = 0,266 serta F =
1,264, karena > 0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa X1 dan Y mempunyai korelasi yang linier. Hasil uji linieritas X1 dan Y dapat dilihat pada tabel berikut ini :
130
Tabel 7. Rangkuman Uji Linieritas X1 dan Y Sumber
Derajat
R2
Db
Var
F
Regresi
Ke1
0,896
1
0,896
387,235
0,000
0,104
45
0,002
--
--
Residu Regresi
Ke2
0,899
2
0,449
195,384
0,000
Beda
Ke2-Ke1
0,003
1
0,003
1,264
0,266
0,101
44
0,002
--
--
Residu
Korelasinya Linier
b.
Uji linieritas X2 dan Y Berdasarkan hasil uji linieritas X2 dengan Y diperoleh = 0,757 serta F =
0,096, karena > 0,05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa X2 dan Y mempunyai korelasi yang kuadratik. Hasil uji linieritas X2 dengan Y dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 8. Rangkuman Uji Linieritas X2 dan Y Sumber
Derajat
R2
Db
Var
F
Regresi
Ke1
0,673
1
0,673
92,419
0,000
0,327
45
0,007
--
--
Residu Regresi
Ke2
0,766
2
0,383
71,997
0,000
Beda
Ke2-Ke1
0,093
1
0,093
17,561
0,000
0,234
44
0,005
--
--
Residu Regresi
Ke3
0,766
3
0,255
47,043
0,000
Beda
Ke3-Ke2
0,001
1
0,001
0,096
0,757
0,234
43
0,005
--
--
Residu
Korelasinya Kuadratik
c.
Uji linieritas X3 dan Y Berdasarkan hasil uji linieritas X3 dengan Y diperoleh = 0,820 serta F
= 0,049, karena > 0,05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa X3 dan Y
131
mempunyai korelasi yang linier. Hasil uji linieritas X3 dengan Y dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 9. Rangkuman Uji Linieritas X3 dengan Y Sumber
Derajat
R2
Db
Var
F
Regresi
Ke1
0,696
1
0,696
102,860
0,000
0,304
45
0,007
--
--
Residu Regresi
Ke2
0,696
2
0,348
50,368
0,000
Beda
Ke2-Ke1
0,000
1
0,000
0,049
0,820
0,304
44
0,007
--
--
Residu
Korelasinya Linier
C. Proses Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis pada dasarnya merupakan suatu langkah menguji apakah persyaratan yang telah dikemukakan dalam perumusan hipotesis dapat diterima atau tidak. Hipotesis yang dikemukakan diterima apabila data empiris mendukung persyaratan dalam hipotesis, sebaliknya hipotesis ditolak apabila data empiris tidak mendukung persyaratan hipotesis. Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi ganda menggunakan komputer seri SPS program analisis butir (validitas dan reliabilitas) edisi : Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih UGM Yogyakarta tahun 2004 versi IBM/IN. Agar dapat diketahui hasil uji hipotesis, berikut ini disajikan rangkuman perbandingan bobot prediktor yang diperoleh :
132
Tabel 10. Rangkuman Perbandingan Bobot Prediktor Variabel
Interkorelasi
Sumbangan Determinasi (SD)
X
r xy
SB (β)
SD Efektif %
1
0,947
0,052525
89,589
2
0,820
0,040187
0,328
3
0,834
0,029519
0,466
Total
--
--
90,383
Setelah analisis data dilakukan, diperoleh hipotesis sebagai berikut : 1.
Hasil perhitungan koefisien korelasi antara variabel a. Koefisien sederhana antara X1 dan Y Setelah membuat tabel kerja seperti pada lampiran, kemudian dilakukan perhitungan sesuai dengan rumus. Dari perhitungan diperoleh hasil sebagai berikut : r x1 y
= 0,947
= 0,000
Dari hasil di atas dapat diketahui bahwa < 0,01, yaitu 0,000 < 0,01, maka berdasarkan kaidah uji hipotesis menurut Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih (2004) dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara latar belakang pendidikan guru (X1) dengan prestasi belajar siswa (Y). Jadi hipotesis yang berbunyi “Ada hubungan positif yang signifikan antara latar belakang pendidikan guru dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 1 Surakarta” diterima dan H0 ditolak. Dengan demikian jika latar pendidikan guru tinggi, maka prestasi belajar siswa juga tinggi. Sebaliknya, jika latar belakang pendidikan guru rendah, maka prestasi belajar siswa juga rendah. b. Koefisien sederhana antara X2 dan Y
133
Setelah membuat tabel kerja seperti pada lampiran, kemudian dilakukan perhitungan sesuai dengan rumus. Dari perhitungan diperoleh hasil sebagai berikut : r x2 y
= 0,820
= 0,000
Dari hasil di atas dapat diketahui bahwa < 0,01, yaitu 0,000 < 0,01, maka berdasarkan kaidah uji hipotesis menurut Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih (2004) dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara pengalaman mengajar (X2) dengan prestasi belajar siswa (Y). Jadi hipotesis yang berbunyi “Ada hubungan positif yang signifikan antara pengalaman mengajar guru dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 1 Surakarta” diterima dan H0 ditolak. Dengan demikian jika pengalaman mengajar tinggi, maka prestasi belajar siswa juga tinggi. Sebaliknya jika pengalaman mengajar rendah, maka prestasi belajar siswa juga rendah. c. Koefisien sederhana antara X3 dan Y Setelah membuat tabel kerja seperti pada lampiran, kemudian dilakukan perhitungan sesuai dengan rumus. Dari perhitungan diperoleh hasil sebagai berikut : r x3 y
= 0,834
= 0,000
Dari hasil di atas dapat diketahui bahwa < 0,01, yaitu 0,000 < 0,01, maka berdasarkan kaidah uji hipotesis menurut Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih (2004) dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara pembelajaran (X3) dengan prestasi belajar siswa (Y). Jadi hipotesis yang berbunyi “Ada hubungan positif yang signifikan antara pembelajaran dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 1 Surakarta” diterima dan H0 ditolak. Dengan demikian jika pembelajaran tinggi, maka prestasi belajar juga tinggi. Sebaliknya jika pembelajaran rendah, maka prestasi belajar juga rendah.
134
d. Koefisien sederhana antara X1, X2, X3, dan Y Setelah membuat tabel kerja seperti pada lampiran, kemudian dilakukan perhitungan sesuai dengan rumus. Dari perhitungan diperoleh hasil sebagai berikut : Ry (1,2,3) = 0,951
= 0,000 Dari hasil di atas dapat diketahui bahwa < 0,01, yaitu 0,000 <
0,01, maka berdasarkan kaidah uji hipotesis menurut Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih (2004) dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara latar belakang pendidikan guru (X1), pengalaman mengajar (X2), dan pembelajaran (X3) dengan prestasi belajar siswa (Y). Jadi hipotesis yang berbunyi “Ada hubungan positif yang signifikan antara latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar, dan pembelajaran dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 1 Surakarta” diterima dan H0 ditolak. Dengan demikian jika latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar, dan pembelajaran tinggi, maka prestasi belajar siswa juga tinggi. Sebaliknya jika latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar, dan pembelajaran rendah, maka prestasi belajar siswa juga rendah. 2.
Hasil perhitungan sumbangan variabel X1, X2, dan X3 Besarnya sumbangan efektif dan sumbangan relatif masing-masing
variabel setelah melalui perhitungan sesuai langkah dan rumusnya dapat diuraikan sebagai berikut : a. Sumbangan efektif latar belakang pendidikan guru (X1) terhadap prestasi belajar siswa (Y) adalah sebesar 89,589%, sumbangan efektif pengalaman mengajar (X2) terhadap prestasi belajar siswa (Y) adalah sebesar 0,328%, serta sumbangan efektif pembelajaran (X3) terhadap prestasi belajar siswa (Y) adalah sebesar 0,466%. Dari hasil perhitungan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa latar belakang pendidikan guru memberikan sumbangan paling besar terhadap prestasi belajar siswa, sedangkan
135
pengalaman mengajar guru memberikan sumbangan yang paling kecil terhadap prestasi belajar siswa. b. Sumbangan relatif latar belakang pendidikan guru (X1) terhadap prestasi belajar siswa (Y) adalah sebesar 99,122%, sumbangan relatif pengalaman mengajar (X2) terhadap prestasi belajar siswa (Y) adalah sebesar 0,362%, serta sumbangan relatif pembelajaran (X3) terhadap prestasi belajar siswa adalah sebesar 0,516%. Dari hasil perhitungan di atas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa
latar
belakang
pendidikan
guru
memberikan
sumbangan yang paling besar terhadap prestasi belajar siswa, sedangkan pengalaman mengajar memberikan sumbangan yang paling kecil terhadap prestasi belajar siswa. c. Setelah sumbangan masing-masing variabel diketahui, maka dapat dinyatakan bahwa X1, X2, dan X3 secara bersama-sama memiliki determinasi hubungan dengan Y, sebesar 90,383%. Dalam hal ini latar belakang pendidikan guru (X1) memberikan sumbangan yang paling besar terhadap prestasi belajar siswa (Y), dibandingkan sumbangan pengalaman mengajar (X2) dan pembelajaran (X3) terhadap prestasi belajar siswa (Y)
D. Pembahasan Hasil Analisis Data Setelah pengujian hipotesis dilakukan dan diketahui hasil-hasilnya, kemudian dilakukan dan pembahasan hasil penelitian sebagai berikut : 1.
Hipotesis Pertama Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh rx1y = 0,947, kemudian =
0,000, dengan SE sebesar 89,589% dan SR sebesar 99,122%. Hal ini menunjukkan hubungan yang signifikan antara latar pendidikan guru dengan prestasi belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kesesuaian bidang tugas dengan latar belakang pendidikan yang dimiliki seorang guru akan berpengaruh terhadap prestasi belajar yang akan dicapai siswa di sekolah. Latar belakang pendidikan di sini mencakup pendidikan pra jabatan, pendidikan dalam jabatan, serta pelatihan dalam jabatan. Guru yang memiliki pendidikan tinggi
136
belum tentu mampu menjamin keberhasilan prestasi belajar siswa. Seiring perkembangan dunia pendidikan yang terus mengalami kemajuan, harus diimbangi juga dengan peningkatan kemampuan guru. Peningkatan kemampuan guru dapat diperoleh melalui pendidikan serta pelatihan secara terus menerus, yaitu melalui jalur formal maupun informal. 2.
Hipotesis Kedua Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh rx2y = 0,820, kemudian =
0,000, dengan SE sebesar 0,328% dan SR sebesar 0,362%. Hal ini menunjukkan hubungan yang signifikan antara pengalaman mengajar guru dengan prestasi belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengalaman mengajar guru merupakan salah satu faktor dalam mendukung pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Pengalaman mengajar yang dimiliki oleh seorang guru menjadi penentu pencapaian hasil belajar yang akan diraih oleh siswa. Pengalaman di sini mencakup pengalaman kerja, masa kerja, ruang lingkup kerja, serta jam kerja yang dimiliki oleh seorang guru. Pengalaman mengajar yang cukup, dalam arti waktu yang telah dilalui oleh seorang guru dalam melaksanakan tugasnya akan mendukung pencapaian hasil belajar sebagai tujuan yang akan diraih di sekolah. Pengalaman mengajar merupakan hal penting yang menjadi perhatian dalam menentukan pencapaian hasil prestasi belajar siswa. Di dalam menekuni bidang tugasnya, pengalaman guru selalu bertambah. Semakin
bertambah
masa
kerjanya,
diharapkan
guru
semakin
banyak
pengalamannya. Tingkat kesulitan yang ditemukan guru dalam pembelajaran semakin hari semakin berkurang pada aspek tertentu seiring dengan bertambahnya pengalaman sebagai guru. Guru yang mempunyai pengalaman mengajar yang memadai, secara positif akan menentukan tinggi rendahnya prestasi yang dicapai oleh siswa. 3.
Hipotesis Ketiga Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh rx3y = 0,834, kemudian =
0,000, dengan SE sebesar 0,466% dan SR sebesar 0,516%. Hal ini menunjukkan hubungan yang signifikan antara pembelajaran dengan prestasi belajar siswa.
137
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa di dalam pembelajaran ada usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha. Guru bertindak sebagai pengelola kegiatan belajarmengajar, katalisator belajar-mengajar, dan peranan lainnya yang memungkinkan berlangsungnya
kegiatan
belajar-mengajar
yang
efektif.
Untuk
mampu
menciptakan pembelajaran yang efektif, guru harus memperhatikan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, serta mengevaluasi proses pembelajaran. Guru selalu dituntut untuk dapat menyelenggarakan proses pembelajaran dan penilaian yang menyenangkan bagi siswa, sehingga dapat mendorong tumbuhnya kreativitas belajar pada diri siswa. Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan sangat menentukan minat dan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Dengan tumbuhnya minat siswa untuk belajar, maka akan berpengaruh pula terhadap prestasi belajar yang akan diraih siswa tersebut. 4.
Hipotesis Keempat Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh Ry (1,2,3) = 0,951, kemudian =
0,000, dengan SE sebesar 90,383% dan SR sebesar 100%. Hal ini menunjukkan hubungan positif yang signifikan antara latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar, dan pembelajaran dengan prestasi belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar siswa di sekolah, antara lain : guru, siswa, sarana prasarana, lingkungan pendidikan, dan kurikulum. Dari semuanya itu, guru merupakan komponen yang paling menentukan, karena di tangan gurulah kurikulum, sumber belajar, sarana dan prasarana, dan iklim pembelajaran menjadi sesuatu yang berarti bagi kehidupan peserta didik. Guru merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap terciptanya proses dan hasil pembelajaran yang berkualitas. Latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar adalah dua aspek yang mempengaruhi kompetensi seorang guru di bidang pendidikan dan pengajaran. Latar belakang pendidikan serta pengalaman yang dimiliki oleh seorang guru akan
138
tercermin dalam pembelajaran. Kualitas pembelajaran ini terlihat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai diadakan evaluasi. Keberhasilan suatu proses pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajar yang dicapai siswa. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi, yang tercermin dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil dari evaluasi ini dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa.
139
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan mengenai hubungan antara latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar, dan pembelajaran dengan prestasi belajar siswa pada SMA Negeri 1 Surakarta dapat disimpulkan bahwa : 1.
Terdapat hubungan antara latar belakang pendidikan guru dengan prestasi belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan hasil perhitungan dan analisis data, yaitu diperoleh rx1y = 0,95; = 0,000. Hal menunjukkan bahwa ada hubungan (sesuai dengan kaidah uji hipotesis, yaitu < 0,01) antara latar belakang pendidikan guru dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 1 Surakarta.
2.
Terdapat hubungan antara pengalaman mengajar dengan prestasi belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan hasil perhitungan dan analisis data, yaitu diperoleh rx2y = 0,82; = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan (sesuai dengan kaidah uji hipotesis, yaitu < 0,01) antara pengalaman mengajar dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 1 Surakarta.
3.
Terdapat hubungan antara pembelajaran dengan prestasi belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan hasil perhitungan dan analisis data, yaitu diperoleh rx3y = 0,83; = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan (sesuai dengan kaidah uji hipotesis, yaitu < 0,01) antara pembelajaran dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 1 Surakarta.
4.
Terdapat hubungan antara latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar, dan pembelajaran dengan prestasi belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan hasil perhitungan dan analisis data, yaitu diperoleh Ry (1,2,3) = 0,95; = 0,000; F = 134,70. Berdasarkan kaidah uji hipotesis, yaitu
< 0,01 menunjukkan bahwa ada hubungan latar belakang pendidikan guru,
140
pengalaman mengajar, dan pembelajaran secara bersama-sama dengan prestasi belajar siswa. 5.
Perbandingan sumbangan efektif (SE) antara x1,x2x3 terhadap y, yaitu sebesar 89,59%, 0,39%, dan 0,47%. Sedangkan perbandingan sumbangan relatif (SR) antara x1,x2,x3 terhadap y, yaitu sebesar 99,12%, 0,36%, dan 0,52%. Dengan hasil ini menunjukkan bahwa variabel x1 memberikan sumbangan paling tinggi terhadap y, dibandingan variabel x2 dan x3 terhadap y.
B. Implikasi Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, maka dapat dikemukakan beberapa implikasi sebagai berikut : 1.
Ada hubungan antara latar belakang pendidikan guru dengan prestasi belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian dapat diuraikan bahwa kesesuaian bidang tugas dengan latar belakang pendidikan yang dimiliki seorang guru akan berpengaruh terhadap prestasi belajar yang akan dicapai siswa di sekolah. Latar belakang pendidikan di sini mencakup pendidikan pra jabatan, pendidikan dalam jabatan, serta pelatihan dalam jabatan. Guru yang memiliki pendidikan tinggi belum tentu mampu menjamin keberhasilan prestasi belajar siswa. Seiring perkembangan dunia pendidikan yang terus mengalami kemajuan, harus diimbangi juga dengan peningkatan kemampuan guru. Peningkatan kemampuan guru dapat diperoleh melalui pendidikan serta pelatihan secara terus menerus, yaitu melalui jalur formal maupun informal.
2.
Ada hubungan antara pengalaman mengajar guru dengan prestasi belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian dapat diuraikan bahwa pengalaman mengajar guru merupakan salah satu faktor dalam mendukung pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Pengalaman mengajar yang dimiliki oleh seorang guru menjadi penentu pencapaian hasil belajar yang akan diraih oleh siswa. Pengalaman di sini mencakup pengalaman kerja, masa kerja, ruang lingkup kerja, serta jam kerja yang dimiliki oleh seorang guru. Pengalaman mengajar yang cukup, dalam arti waktu yang telah dilalui oleh seorang guru dalam melaksanakan tugasnya akan mendukung pencapaian hasil belajar sebagai
141
tujuan yang akan diraih di sekolah. Pengalaman mengajar merupakan hal penting yang menjadi perhatian dalam menentukan pencapaian hasil prestasi belajar siswa. Di dalam menekuni bidang tugasnya, pengalaman guru selalu bertambah. Semakin bertambah masa kerjanya, diharapkan guru semakin banyak pengalamannya. Tingkat kesulitan yang ditemukan guru dalam pembelajaran semakin hari semakin berkurang pada aspek tertentu seiring dengan bertambahnya pengalaman sebagai guru. Dengan pengalaman yang dimiliki diharapkan mampu menjadikan bekal bagi guru untuk mengukur tingkat keberhasilan kinerjanya yang tercermin melalui tinggi rendahnya hasil belajar siswa. 3.
Ada hubungan antara pembelajaran dengan prestasi belajar siswa. Pembelajaran merupakan usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha. Guru bertindak sebagai pengelola kegiatan belajar-mengajar, katalisator belajar-mengajar, dan peranan lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajarmengajar yang efektif. Untuk mampu menciptakan pembelajaran yang efektif, guru harus memperhatikan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, serta mengevaluasi proses pembelajaran. Guru selalu dituntut untuk dapat menyelenggarakan proses pembelajaran dan penilaian yang menyenangkan bagi siswa, sehingga dapat mendorong tumbuhnya kreativitas belajar pada diri siswa. Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan sangat menentukan minat dan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Dengan tumbuhnya minat siswa untuk belajar, maka akan berpengaruh pula terhadap prestasi belajar yang akan diraih siswa tersebut.
4.
Ada hubungan antara latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar, dan pembelajaran dengan prestasi belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian dapat diuraikan bahwa pada dasarnya terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar siswa di sekolah, antara lain : guru, siswa, sarana prasarana, lingkungan pendidikan, dan kurikulum. Dari
142
semuanya itu, guru merupakan komponen yang paling menentukan, karena di tangan gurulah kurikulum, sumber belajar, sarana dan prasarana, dan iklim pembelajaran menjadi sesuatu yang berarti bagi kehidupan peserta didik. Guru merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap terciptanya proses dan hasil pembelajaran yang berkualitas. Latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar adalah dua aspek yang mempengaruhi kompetensi seorang guru di bidang pendidikan dan pengajaran. Latar belakang pendidikan serta pengalaman yang dimiliki oleh seorang guru akan tercermin dalam pembelajaran. Kualitas pembelajaran ini terlihat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai diadakan evaluasi. Keberhasilan suatu proses pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajar yang dicapai siswa. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi, yaitu mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil dari evaluasi ini dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa.
C. Saran Berdasarkan kesimpulan dan implikasi hasil penelitian di atas, maka perlu penulis sampaikan saran-saran sebagai berikut : 1.
Bagi guru a. Untuk meningkatkan kemampuan kerjanya, guru tidak harus menempuh pendidikan secara formal, tetapi juga dapat dilalui melalui jalur informal. b. Pendidikan tinggi yang diperoleh seorang guru belum dapat menjamin pencapaian keberhasilan prestasi belajar siswa. Guru harus mampu mengimbangi antara pendidikan yang dimiliki dengan pelatihan secara terus menerus, agar mampu menciptakan pembelajaran yang kreatif dan inovatif bagi siswa.
2.
Bagi sekolah a. Sekolah seharusnya mampu memfasilitasi seluruh kegiatan guru yang berhubungan dengan peningkatan keprofesionalismenya. b. Sekolah seharusnya menyediakan sarana dan prasarana pembelajaran yang lengkap, sehingga hal-hal yang telah diperoleh guru dalam proses
143
pendidikan dan pelatihannya mampu diterapkan di sekolah yang bersangkutan. 3.
Peneliti lain a. Mampu mengembangkan penelitian yang sejenis dengan menggunakan metode selain yang digunakan dalam penelitian ini. b. Mampu mengembangkan penelitian lain di luar variabel dalam penelitian ini yang mampu mempengaruhi kemampuan guru dalam pembelajaran, terutama dalam hal peningkatan prestasi belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad Barizi. 2009. Menjadi Guru Unggul. Yogyakarta : Ar Ruzzmedia. A. Hakam Naja. 2009. UU Guru dan Dosen : Upaya Peningkatan Kualitas Pendidikan. http//www.e-dukasi.net. Diakses tanggal 12 Februari 2010. Arief Furchan. 2005. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Darwyan Syah, Supardi, dan Azis Hasibuan. 2009. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta : Gaung Persada Press. B. S. Mndebele, Comfort. International Journal of Science Education : Developing competence-based teacher education programme in Swaziland, Vol. 39, No. 6, 1997, pp. 237-141. Swaziland : MCB University Press. Diaz, M. J Martin. International Journal of Science Education : Educational Background, Teaching Experience and Teacher’s Views on the Inclusion of Nature of Science in the Science Curriculum, Vol. 28, No. 10, 18 August 2006, pp. 1161–1180. Spain : Institute of Secondary Education Jorge Manrique. D. Ivie, Stanley. 2001. International Journal of Science Education. Experienced Teachers Insist that Effective Teaching is Primarily a Science, Vol. 121, No. 3, pp. 520-534. Texas : Educational Leadership Texas Woman’s University Denton. Edi Suwarno. 2002. Proposal Tesis : Efektifitas Kelompok Kerja Guru (KKG) di Kabupaten Kulon Progo. UNY : Program Pasca Sarjana. E.
Mulyasa. 2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Gino, dkk. 1995. Belajar dan Pembelajaran I. Surakarta : UNS Press Gorky Sembiring. 2009. Menjadi Guru Sejati. Yogyakarta : Best 144
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar. 2003. Pengantar Statistika. Jakarta : Bumi Aksara J. Supranto. 1987. Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta : Erlangga. Martinis Yamin. 2009. Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP. Jakarta : GP Press. Moehar Daniel. 2002. Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Jakarta : Bumi Aksara. Moh. Nazir. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. Muhammad Ali. 2008. Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algensindo. Muhibbin Syah. 1995. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung : Remaja Rosdakarya. Nana Sudjana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya. Nana Syaodih Sukmadinata. 1997. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung : Remaja Rosdakarya Ngalim Purwanto. 2006. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung : Remaja Rosdakarya. Oemar Hamalik. 2008. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta : Bumi Aksara. “Pengaruh Pendidikan, Pelatihan, dan Pengalaman Mengajar terhadap Profesionalisme Guru Sekolah Dasar Negeri Gugus II Kecamatan Nganjuk”. 2009. http://ilmiah-pendidikan.blogspot.com. Diakses tanggal 12 Februari 2010. Piet A. Sahertian. 1994. Profil Pendidik Profesional. Yogyakarta : ANDI. Purwanti. 2008. Skripsi : Kinerja Guru Ditinjau dari Profesionalisme, Latar Belakang Pendidikan dan Pengalaman Mengajar di SMP Negeri 1 145
Jatipurno, Wonogiri. http//etd.eprints.ums.ac.id. Diakses tanggal 12 Februari 2010. Ravik Karsidi. 2007. Sosiologi Pendidikan. Surakarta : UNS Press. Ridwan. 2008. Ketercapaian Prestasi Belajar. http://ridwan202.wordpress.com. Diakses tanggal : 15 Februari 2010. Rizky Agustian Khaqqi. 2009. Skripsi : Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pelatihan, dan Pengalaman Mengajar terhadap Profesionalisme Guru Mata Diklat Teknik Audio-Video SMK Negeri di Kota Semarang. http://digilib.unnes.ac.id. Diakses tanggal : 12 Februari 2010. Saifuddin Azwar. 2007. Tes Prestasi Fungsi Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. S. Eko Putro Widoyoko. 2005. Kompetensi Mengajar Guru IPS SMA Kabupaten Purworejo. http://um-pwr.ac.id. Diakses tanggal : 17 Januari 2010. Sjafri Mangkuprawira. 2009. Memaknai Pengalaman Kerja. http://rona.wajah. wordpress.com. Diakses tanggal : 28 April 2010. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Fakor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta Soetjipto dan Raflis Kosasi. 2009. Profesi Keguruan. Jakarta : Rineka Cipta Sudjana. 2001. Metoda Statistika. Bandung : Tarsito. Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta. Suharno, dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran II. Surakarta : UNS Press Suharsimi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta. Sukardi. 2002. Statistika. Surakarta : UNS Press. 146
Sukardi. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara Sunarto. 2009. Pengertian Prestasi Belajar. http://sunartombs.wordpress.com. Diakses tanggal : 15 Februari 2010. Sutrisno Hadi. 1984. Statistik Jilid 2. Yogyakarta : Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM ___________. 1995. Metodologi Research Jilid III. Yogyakarta : ANDI ___________. 2000. Statistik Jilid 1. Yogyakarta : ANDI. Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta. Trimo. 2008. Artikel : Angan Senja Guru tidak Mengapai Sertifikasi. http://researchengines.com. Diakses tanggal :17 Januari 2010. T. Widodo. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif. Surakarta : UNS Press. Umar Said Cokro Handoko. 2008. Skripsi : Pengaruh Tingkat Pendidikan Guru dan Pengalaman Mengajar terhadap Kinerja Guru pada SMA Muhammadiyah 1 Pekalongan. http://etd.eprints.ums.ac.id. Diakses tanggal : 12 Februari 2010. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Wiji Suwarno. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta : Ar-Ruzzmedia Winarno Surakhmad. 1994. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung : Tarsito.
Y. Slamet. 2008. Pengantar Penelitian Kuantitatif. Surakarta : UNS Press. Yulita Evlyn Anggraeni. 2008. Skripsi : Pengaruh Latar Belakang Pendidikan, Pengalaman Mengajar, dan Kelengkapan Sarana Pembelajaran terhadap Kinerja Guru di SMP Muhammadiyah 5 Surakarta. http://etd.eprints.ums.ac.id. Diakses tanggal : 12 Februari 2010. 147