HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA MADRASAH ALIYAH NW KEMBANG KERANG DAYA TAHUN 2012
BURHANUDDIN
A. PENDAHULUAN 1.1 Dasar Pemikiran Peningkatan mutu pendidikan sedang diupayakan oleh pemerintah terutama sekali dijajaran dinas pendidikan dan kebudayaan yang bertangung jawab penuh tentang pendidikan nasional supaya mutu pendidikan selalu lebih baik daripada sekarang. Maka peranan guru merupakan salah satu penentuan yang merupakan ujung tombak untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Sehubungan dengan tugas guru dalam proses belajar mengajar di kelas. Selain mengajar itu mentransfer sejumlah pengetahuan terhadap anak didika tetapi juga tugas utama guru adalah mendidik. Mendidik adalah berusaha menguhah sikap siswa dari yang kurang baik menjadi baik atau yang kurang sempurna mnjadi lebih sempurna. Selain itu untuk menjamin keberadaan dan ketraturan dalam menjalankan hidup dan kehidupan suatu lembaga memiliki berbagai kemampuan berfikir kritis dalam mengkoordinasikan pikiran kreatif menjadi suatu perspektif dalam sikap memenuhi kebutuhan semua pihak yang
1
berkepentingan. Pikiran tersebut baik muncul dengan kecerdasan yang intlektual tetapi dari kecerdasan emosional. Belajar tentang segala sesuatu tidak sedikit hal yang harus dipelajari dan kenyataan hidup adalah belajar tentang segala sesuatu yang harus dinetralisir menjadi bagian dari keprubadian, sehingga menjadi manusia yang utuh dalam segala dimensinya. Hal ni bersumber pada asumsi ilmu pengetahuan bahwa pada hakikatnya setiap manusia (individu) memilki potensi yang dapat dikembangkan dengan menyediakan lingkungan yang relevan, potensi manusia itu merupakan kodrat, dimana potensi dimaksud seperti yang dijelaskan adalah yang memiliki sikap, nilai dan moral. Sehubungan dengan penjelasan diatas maka manusia merupakan mahluk yang memiliki moral (senang dengan yang baik dan tidak senang dengan yang buruk). Kecendrungan ini merupakan bawaan (kodrat) sehingga di mana dan kapanpun kecendrungan akan muncul manusia terdorong untuk beruat uruk dan tercela. Namun demikian oleh pengaruh lingkungan terkadang kecendrungan itu sering tidak tampak dalam huungan dengan dimensi moral ini maka peaksanaan pendidikan diupayakan pada pembentukan manusia. Sehubungan dengan pribadi yang bermoral. Tujuan pendidikan juga di titikberatkan pada upaya pengenalan nilai yang baik dan kemudian menginternalisasikan
serta
mengaplikasikan
yang
digunakan
pada
penyelenggaraan pendidikan itu sendiri untuk bisa tercaai seperti yang tertuang dalam suatu karya sebagai berikut:
2
Dengan keadaan seperti yang dinyatakan diatas maka dapat pula dinyatakan bahwa pandidikan merupakan aspirasi bagi pemuliaan atau moralitas kemanusiaan yang dapat menghantar keperadaban manusiawi yang lebih baik. Dengan tingkat kecerdasan emosional yang tinggi maka prestasi belaja seseorang akan dapat tercapai. Kecerdasan / intelegensi merupakan faktor yang sangat penting pengaruh disamping kematangan. Karena hal ini dapat menentukan berhasilnya seseorang mempelajari sesuatu dengan baik. Kenyataaan menunjukan kepada kita, meskipun anak berumur 14 tahun keatas pada umumnya telah matang ilmu pasti, tetapi tidak semua anak tersebut pandai dalam ilmu pasti. Demikian halnya dengan mempelajari mata pelajaran dan kecakapan yang lainnya. Latihan dan ulangan merupakan faktor yang sangat penting, karna berlatih, karna sering kali mengulangi sesuatu maka kecakapan dan pengetahuan yang dimilikinya dapat menjadi makin dikuasai dan mendalam. Motivasi merupakan hal yang penting juga ikut mempengaruhi untuk melakukan sesuatu. Tak mungkin orang itu
mau berusaha berusaha
mempelajari sesuatu yang baik jika ia tidak mengetahui betapa pentingnya dan besar kaedahnya bagi dirinya hasil yang di capai dari belajarnya sendiri. Sifat kepriadian juga ikut proses belajar siswa yang berasal dari dalam dirinya sifat kepribadian seseorang berbeda-beda dan hal ini juga turut mempengaruhi sampai dimanakan hasil yang dicapai.
3
Kemudian faktor eksternal/faktor yang berasal dari luar diri manusia antara lain: Keadaan keluarga, ada beraneka ragam yang dapat dijumpai, ada keluarga miskin, kaya dan selalu dalam suasana damai, tentram dan adapula sebaliknya. Semuanya akan mempengaruhi perstasi belajar siswa. Lingkungan juga mempunyai peranan yang penting dalam proses belajar, karena dapat berpengaruh terhadap prestasi belaja siswa. Semakin baik lingkungan anak beada maka kemungkinan besar prestasi belajarnya akan lebih baik. Mengingat cukup pentingnya lingkungan in maka sangat pelu diperhatikan dengan sebaik-baiknya. Adapun faktor lingkungan ini antara lain: peraturan tempat belajar yang baik, alat-alat untuk belajar lengkap atau secukupnya. Membuat jadwal belajar yang baik dan menciptakan suasana yang baik pula, karna suasana yang baik akan memberikan motivasi yang baik dalam proses belajarnya. Melihat kenyataan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dan prestasinya tersebut, diantaranya mudah dikenal dengan beberapa diantaranya masih merupakan hal yang abstrak. Oleh karna itulah apabila kita kaitkan masalah ini dengan belajar, kita hadapkan pada masih sulitnya menjelaskan pengaruh kemampuan dasar yang dimiliki oleh individu dan kemampuan sosial dalam intraksinya terhadap prestasi belajarnya. Hal ini menjadi penting terutama kaena tugas sekolah adalah merealisasikan kemampuan dasar individu dan aspek sosialnya dalam mempersiapkan siswa dalam menghadapi masa depannya.
4
Hal yang terjadi pada saat tawuran sebenarnya adalah pelaku agresi dari seorang individu atau kelompok. Agresi itu sendiri menurut Murray (dalam hal dan Lindey, fsikilogi kepribadian, 1993) didefinisikan sebagai suatu cara untuk melawan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh, atau menghukum orang lain. Atau secara singkatnya agresi adalah tindakan yang diaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak orang lain. 1.2 Target Luaran Hasil penelitian ini akan bermanfaat manakala dapat menjadi referensi untuk ilmu pengetahuan dimasa dating. Oleh karena itu publikasi perlu peneliti
lakukan
sehingga
dapat
diketahui
oleh
pihak-pihak
yang
berkepentingan. Publikasi ilmiah melalui jurnal-jurnal ilmiah baik yang terakreditasi maupun secara internal kampus sehingga hasil penelitian ini tidak hanya tergambar sebagai hasil pemikiran semata tetapi betul-betul sebagai hasil penelitian yang akan menambah khasanah ilmu pengetahuan.
B. RUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan latar belakang
yang telah dijabarkan di atas maka
rumusan masalah yang akan diajukan dalam kegiatan penelitian ini adalah: “Apakah ada Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Prestasi Belajar Siswa Madrasah Aliyah NW Kembang Kerang Daya Tahun 2012” C. KAJIAN PUSTAKA
5
3.1 Kecerdasan Emosional a) Definisi Kecerdasan Emosional Emosi dan pikiran adalah dua bagian dari satu keseluruhan. Oleh karena itu, istilah yang baru-baru ini diciptakan untuk menggambarkan
kecerdasan
hati
adalah
EQ.
EQ
bertujuan
meningkatkan ukuran standar kekuatan otak, yaitu IQ. IQ dan EQ adalah sumber sinergis tanpa salah satu unsur, unsur yang lain menjadi tidak lengkap dan tidak efektif. IQ tanpa EQ bisa saja mencetak nilai A pada ujian, tetapi tidak akan membuat seseorang dapat maju dalam hidup. Wewenang EQ adalah hubungan pribadi dan dengan orang lain. EQ bertanggung jawab untuk penghargaan diri, kesadaran diri, kepekaan sosial, dan adaptasi sosial (Rohiat, 2008,:31). Emosi sebagai daya manusia yang selama dekade akhir ini terabaikan mulai dimunculkan sebagai pendamping daya nalar atau akar dalam kehidupan manusia sehingga terbentuklah kecerdasan tertinggi manusia. Bukan hanya kecerdasan intlektual, tetapi kecerdasan tinggi yang memadukan IQ dan EQ (Rohiat, 2008,:31). Emosi dalam kehidupan terabaikan karena dianggap tidak mendukung untuk menciptakan suasana kerja yang kondusif, bahkan istilah emosional melambangkan kelemahan, ketidak terkendalian, dan sikap kekanak-kanakan. Emosi merupakan sumber energi, autentisitas, dan semangat manusia yang paling kuat serta sebagai sumber kebijakan intuitip (Rohiat, 2008: 31).
6
Kecerdasan emosional merupakan suatu bagian dari daya manusia yang mulai diyakini dengan menggunakan istilah EQ. Emosi dan pikiran adalah dua bagian dari suatudari suatu keseluruhan. Itulah sebabnya, istilah yang baru-baru ini diciptakan untuk menggambarkan kecerdasan hati dalam EQ (Rohiat, 2008,:31). Emosi, dengan istilah negatifnya emosional pada kebiasaan kehidupan seseorang dan masyarakat, kini telah mendapat rekayasa dari para ahli ilmu pengetahuan yang menghasilkan nuansa baru. Hal tersebut sudah sekian lama menekan pentingnya nilai dan makna rasional murni yang menjadi tolak ukur ini dalam kehidupan manusia bagaimanapun, kecerdasan tidaklah berarti jika emosi yang berkuasa. Macam-macam emosi manusia yang dalam kehidupan seharihari muncul dan dikenal oleh masyarakat luas dapat diidentifikasikan diantaranya sebagai berikut: a. Amarah: beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, dan barang kali yang paling hebat tindak kekerasan dan kebenciaan patologis. b. Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melan kolis, mengasihi diri, keepian, ditolak, putus asa, dan jika menjadi patologis, depresi berat.
7
c. Ketakutan: cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, waspada, sedih, tidak senang, ngeri, takut sekali, kecut, dan sebagai patologi, fobia dan panik. d. Kenikmatan: bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang, terhibur, bangga kenikmatan, kegairahan luar biasa, senang sekali, dan batas ujungnya, mania. e. Cinta: peneriman, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, dan kasih. f. Terkejut: terkejut, terkesiap, takjub, terpana. g. Jengkel: hina, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah. h. Malu: rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan hati hancur lebur (Rohiat, 2008:32). b) Nilai Rasa dan Kata-Kata Emosional Untuk pemikiran yang lurus dan komunikasi dengan orang lain perlu kita bedakan dengan jelas antara cetusan perasaan subjektif dan lukisan fakta-fakta objektif. Misalnya sipat tidak mudah dipengaruhi oleh orang lain dapat dilukiskan sebagai sikap dewasa, tegas, dan konsekuen: tetapi dapat juga disebut ‘goblog dan keras kepala’, tergantung pada siapa orang dibicarakan itu kawan atau lawan kita! Seseorang yang oleh pihak yang satu dikatakan ‘seorang pengacau atau pemberontak, yang ditembak mati karena kegiatan subversif yang merongrong kekuasaan pemerintah yang sah’, oleh pihak lain mungkin disebut seorang pahlawan sejati yang telah gugur dalam perjuangan
8
suci memerdekakan rakyat yang tertindas dari pemerasan oleh klik bondot-bondot yang memegang kekuasaan totaliter.(Pespoprodjo 1999, 60). Kata-kata dengan nilai rasa tertentu itu tidak hanya dipakai untuk melahirkan perasaan atau penilaian kita sendiri, tetapi dapat juga untuk menimbilkan perasaan pada orang lain. (ini menuntut penguasaan bahasa dan merupakan keterampilan seni seorang sastrawan) (Rohiat, 2008:32). Apabila kata-kata seperti yang disebut diatas ini sengaja digunakan untuk menimbulkan perasaan (kebencian, dukungan, pemujaan, pengutukan, dan sebagainya), maka disebut kata-kata emosional (coloured). Kata-kata ini menggerakkan rasa (emosi), bukan akal: mendorong dan menimbulkan perasaan, tetapi tidak mengajak untuk berpikir. Kata-kata emosional kerapkali dipakai dalam politik dan dalam iklan-iklan.Misalnya tindakan partai atau golongan sendiri dipuji-puji sebagai tindakan yang bijaksana. Tetapi apa yang dilakukan oleh partai atau golongan lain disebut politik sempit yang hanya mementingkan golongannya sendiri (ingat politik mencacimaki lawan, dengan kata-kata seperti kaki-tangan imperialis Amerika, subversif, kontrarevolusi, penganut agama palsu, dan sebagainya). Pemakaian kata-kata seperti ini dapat menghambat pemikiran sendiri, bahkan dapat mengacaukan jalan pikiran dan memustahilkan berpikir secara
9
objektif
karena
menutup
mata
terhadap
kenyataan,
realitas
(Pespoprodjo,1999:61). Kecerdasan Emosional membentuk dasar bagi keputusan strategi. Tanpa dasar tersebut, keputusan dan tindakan setelahnya mungkin akan terpecah dan tidak sejalan dengan kesehatan organisasi dalam jangka panjang. Dengan demikian, kecerdasan emosional yang mapan dalam pengelolaan sekolah akan akan menjadi gaya baru yang akan mengerakkan kegiatan-kegiatan sekolah secara sistematis dan terkontrol dari hal-hal yang negatif (Rohiat,2008:6). c) Bimbingan Pengembangan Kecerdasan Emosional Salah satu tugas guru adalah membantu proses pertumbuhan dan perkembangan Emosional peserta didik.bimbingan kepada peserta didik untuk pengembangan kecerdasan emosional bermanfaat dalam hal-hal seperti berikut ini (Sudarwan Danim,2010:154). 1.
Peserta didik memiliki daya adaptabilitas tinggi, tanpa harus berstandar ganda atau berpura-pura.
2.
Peserta didik memiliki toleransi terhadap aneka prilaku temantemannya, guru, dan masyarakat.
3.
Peserta didik memiliki toleransi terhadap aneka kekecewaan.
4.
Peserta didik mampu mengungkapkan kemarahan tanpa wujud sebagai pertengkaran.
5.
Peserta didik memiliki kemampuan menahan diri atau menunda napsu amarah sehingga tidak menjadi agresip.
10
6.
Peserta didik memiliki perasaan positif terhadap diri sendiri, orang tua, keluarga, dan masyarakat disekelilingnya.
7.
Peserta didik memiliki pandangan positif terhadap guru dan komunitas sekolah.
8.
Peserta didik mampu mengurangi eksperesi verbal yang akan menjatuhkan atau merendahkan martabat orang lain.
9.
Peserta didik mampu meningkatkan hubungan peribadi dengan individu lain atau teman-temannya (Sudarwan Danim,2010:154). Bimbingan kecerdasan emosional pesserta didik, sangat sulit
ditakar hasilnya. Tentu saja guru tidak terobsesi dengan capaian kuantitatif pengembangan kecerdasan emosional peserta didik. Ada beberapa ciri atau karakteristik individu yang mempunyai kecerdasan emosi yang tinggi dan memuaskan. seperti disajikan berikut ini: 1. Peserta didik mampu memotivasi diri, memiliki “kebebasan”, dan percaya akan diri sendiri. 2. Peserta mampu “menunda” reaksi atas sesuatu perasaan yang bersifat negative . 3. Peserta didik mampu menyelesaikan tugas-tugas, baik akademik maupun sosial, secara memuaskan dalam takaran pribadi dan sosial. 4. Peserta didik mampu secara ikhlas mengawal pekerjaan dan tetap tabah menyelesaikannya sampai akhir, meski dalam suasana yang sulit dilakukan.
11
5. Peserta
didik
mampu
menerjemahkan,
mentapsirkan,
atau
melahirkan pemikiran menjadi satu tindakan yang efektifdan bersesuaian dengan keadaan kontektualnya. 6. Peserta didik yang mengetahui dan mampu menggunakan kemampuannya secara oftimum, tanpa harus mengalami stress berat atau tekanan psikologis yang membahayakan. 7. Peserta didik menjadi berani mengelola dan menanggung risiko atau tindakannyadan siap menerima keritik dari orang lain. 8. Peserta didik mau dan terus berusaha mengatasi kelemahan dirinya. 9. Peserta didik mampu menyeimbangkan dimensi pemikiran, kreatif, analitis, dan tindakan praktis. (Sudarwan Danim, 2010: 155). Kecerdasan Emosional berkaitan erat dengan berbagai aspek yang dirasakan semakin sukar dilihat dalam kehidupan manusia yang semakin modern dan maju saat ini. Oleh karena itu, bimbingan pengembangan kecerdasan emosional peserta didik dipandang mencerahkan, jika mampu menyentuh hal-hal seperti berikut ini: 1. Peserta didik memiliki empati yaitu memahami orang lain secara mendalam. 2. Peserta didik mampu mengungkapkan dan memahami perasaan diri sendiri dan orang lain. 3. Peserta didik mampu mengendalikan amarah.
12
4. Peserta didik memiliki kemandirian yaitu berdiri dengan kaki sendiri atau berdikari 5. Peserta didik memiliki kemampuan untuk memecahkan atau menghilangkan masalah yang timbul akibat interaksinya dengan lingkungan sekitar. 6. Peserta didik mampu tampil dengan keramahan yang wajar. 7. Peserta didik memiliki sikap hormat-menghormati antar sesama. (Sudarwan Danim, 2010: 156) d) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pribadi Manusia Sejak dahulu memang sudah disepakati bahwa pribadi tiap orang itu tumbuh atas dua kekuatan, yaitu kekuatan dari dalam, yang sudah dibawa sejak lahir, berujud benih, bibit, atau sering juga disebut kemampuan-kemampuan dasar. KH. Dewantara menyebutkan faktor dasar, dan faktor dari luar, faktor lingkungan, atau yang oleh KH. Dewantara disebut faktor ajar.Yang belum disepakati adalah faktor yang manakah yang lebih kuat antara kedua faktor tersebut. (Agus Sujanto,2004:6). Sejak dahulu ada dua aliran yang saling bertentangan, yaitu kaum nativisme yang dipelopori oleh Schoupenhouer, berpendapat bahwa faktor pembawaan leih kuat dari pada pakor yang datang dari luar. Aliran ini disokong oleh aliran naturalime yang ditokohi oleh JJ Rousseau, yang berpendapat bahwa: segala yang suci dari tangan tuhan, rusak ditangan manusia. Anak manusia itu sejak lahir, ada
13
didalam keadaan suci, tetapi karena dididik oleh manusia, malah menjadi rusak.Ia bahkan kenal dengan segala macam kejahatan, penyelewengan, korupsi, mencuri dan sebagainya (Agus Sujanto, 2004: 6). Didalam kehidupan sehari-hari pula dapat kita lihat adanya orang-orang yang hidup dengan bakatnya, yang telah dibawa seja lahir, yang memang sukar sekali dihilangkan dengan pengaruh apapun juga. Dipihak lain, aliran empirisme, yang dipelopori oleh John Locke, dengan teori tabularasanya, berpendapat bahwa anak sejak lahir, masih bersih seperti tabularasa, dan baru akan dapat berisi bila ia menerima sesuatu dari luar, lewat alat inderanya. Karena itu pengaruh dari luarlah yang lebih kuat dari pada pembawaan manusia (Agus Sujanto, 2004: 6). Aliran ini disokong oleh Jf. Herbaret dengan teori psikologi asosiasinya, yang berpendapat bahwa jiwa manusia sejak dilahirkan itu masih kosong. Baru akan berisi sesuatu bila alat inderanya telah dapat menangkap sesuatu, yang kemudian diteruskan oleh urat syarafnya, masuk kedalam kesadaran yaitu jiwa. Didalam kesadaran ini, hasil tangkapan
itu
tadi
meninggalkan
bekas.Bekas
ini
disebut
tanggapan.Main lama alat indera yang dapat menangkap rangsang dari luar
ini
makin
banyak
dan
semuanya
itu
meninggalkan
tanggapan.Didalam kesadaran ini tanggapan ini saling tarik menarik dan tolak-menolak.Yang bertarik menarik adalah tanggapan yang
14
sejenis, sedang yang bertolak menolak adalah tanggapan yang tidak sejenis (Agus Sujanto,2004:6). Didalam kehidupan sehari-hari juga dapat kita saksikan kebenaran teori tersebut misalnya kita yang waktu kecil belum dapat apa-apa setelah bersekolah, kita dapat mengetahui apa yang di ajarkan oleh guru
kita. Kita dapat membaca, menggambar, menghitung,
dsb.Yang itu merupakan pengaruh dari luar (Agus Sujanto, 2004: 6). Adapun yang termsuk faktor dalam atau faktor pembawaaan, ialah segala sesuatu yang telah dibawa oleh anak sejak lahir, baik yang bersipat kejiwaan maupun yang bersipat ketubuhan.Kejiwaan yang berwujud
fikiran,
perasaan,
kemauan,
fantasi,
ingatan,
dan
sebagainya.Yang dibawa sejak lahir, ikut menentukan peribadi seseorang.Keadaan jasmanipun demikian pula. Panjang pendeknya leher, bersar kecilnya tenggkorak, susunan urat saraf, otot-otot, susunan dan keadaan tulang-tulang, juga mempengaruhi peribadi manusia.(Agus Sujanto, Halim Lubis, Taufik Hadi, 2004: 3). e) Tingkah Laku Afektif Tingkah laku efektif adalah tingkah laku yang menyangkut keaneka ragaman perasaan seperti: takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, wawas, dan sebagainya. Tingkah laku seperti ini tidak terlepas dar pengaruh pengalaman belajar. Oleh karenanya, ia juga dapat dianggap sebagai perwujudan prilaku belajar (Muhibbin Syah, 2006: 121).
15
Seoarang siswa, misalnya, dapat dianggap sukses secara efektif dalam belajar agama apabila ia telah menyenangi dan menyadari dengan ihlas kebenaran ajaran agama yang ia pelajari, lalu menjadikannya sebagai “sistem nilai diri”. Kemudian, pada gilirannya ia menjadikan sistem nilai ini sebagai penuntun hidup, baik dikala suka maupun duka (Muhibbin Syah, 2006: 121). Dari semua penjelasan di atas kita dapat simpulkan bahwa kecerdasan Emosional adalah kecerdasan yang ada dalam diri manusia, berupa keperibadian, mental, keteraturan, atau dalam bahasa agama disebut dengan akhlak. Akhlak kepada diri sendiri, tuhan, sesama, dan alam semesta.Adapun untuk melatih dan mendapatkan kecerdasan emosional yang baik penulis sudah jelaskan pada paragraf di atas dengan singkat padat dan jelas (Muhibbin Syah, 2006: 121). f) Peran dan Pelatihan Kecerdasan Emosional Dari berbagai hasil penelitian telah banyak terbukti bahwa kecerdasan emosional memiliki peran yang jauh lebih penting dibandingkkan dengan kecerdasan intelektual. Kecerdasan otak barulah merupakan Syarat minimal untuk meraih keberhasilan, kecerdasan emosilah sesungguhnya yang mengantarkan seseorang menuju puncak prestasi, bukan IQ. Terbukti banyak oramg-orang yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi, tetapi terpuruk ditengah persaingan. Sebaliknya menjadi bintang-bintang kinerja, pengusaha-pengusaha
16
sukses, dan pemimpin-pemimpin diberbagai kelompok. Namun seringkali pula, kekosongan batin muncul disela-sela puncak prestasi yang diraihnya. Setelah prestasi telah dipijaknya, setelah semua pemuasan kebendaan
diraihnya, setelah uang hasil jerih payah
digenggamannya, ia terpuruk dalam kekosongan batin yang errat sangat. Ia tak lagi tau kemana seharusnya melangkah, untuk tujuan apa semua itu dilakukannya, hingga hamper-hampir diperbudak uang dan waktu tanpa tahu dan mengerti dimana ia harus berpijak. ESQ sebagai sebuah metode dan konsep yang jelas dan pasti adalah jawaban dari kekosongan tersebut. Ia adalah konsep universal yang mampu mengantarkan seseorang pada predikat yang memuaskan bagi dirinya sendiri dan orang lain. ESQ pula yang dapat menghambat segala hal yang kontra produktif terhadap kemajuan manusia (Ari Ginanjar Agustian, 2001: 20). Pakar ESQ Goleman berpendapat bahwa meningkatkan kualitas kecerdasan emosi sangat berbeda dengan IQ. IQ umumnya tidak berubah selama kita hidup. Sementara kemampuan yang murni kognitif relatip tidak berubah, maka keccerdasan emosi dapat dipelajari kapan saja. Tidak peduli orang peka atau tidak, pemalu, pemarah atau sulit bergaul dengan orang lain sekalipun dengan motivasi dan usaha yang benar, kita dapat mempelajari dan menguasai kecakapan emosi tersebut (Ari Ginanjar Agustian,2001:20).
17
Tidak seperti IQ kecerdasan emosi ini dapat meningkat dan terus ditingkatkan sepanjang kita hidup. Kemudian sebuah pertanyaan muncul kepermukaan, mekanisme pelatihan apa yang mampu memberikan suatu pelatihan kecerdasan emosioanal yang bisa berjalan seumur hidup seperti yang diharapkan di atas. Atau jenis pelatihan apa yang bisa didapatkan pada lembaga training yang dilakukan hanya memberikan implikasi sesaat, dan relatif terbukti bahwa pelatihan sesingkat itu tidak banyak memberikan arti dalam pembentukan karakter (Ari Ginanjar Agustian, 2001: 20). 3.2 Prestasi Belajar Siswa a. Pengertian perestasi belajar Menurut
Muhammad
Assori
(2008:100)
perestasi
adalah
perwjudan nyata dan bekal dan kemampuan sedangkan belajar menurut Asra dan Sumiah (2008:38) adalah proses perubahan perilaku, akibat intraksi individu dengan lingkungan. Kecerdasan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah kecakapan nyata dan seorang dalam belajar berupa tingkat kepandaian yang diperoleh, setelah mengikuti suatu proses belajar dimaksud adalah nilai yang berupa perubahan tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan yang dicantumkan kedalam buku aftar nilai rapat murid. b. Sasaran prestasi belajar Menurut pendapat Aidi Idrus (Mire, 2007: 19) mengatakan bahwa prestasi belajar panutan dan contoh bagi teman-temannya sehingga,
18
mendapat kedudukan yang baik. Prestasi belajar mempunyai sasaran prestasi belajar yang paling utam adalah anak didik yang selalu sungguhsungguh untuk melakukan kajian belajar, sehingga kelas anak-anak menjadi panutan dan contoh bagi anak-anak yang belum mendapat prestasi belajar. Oleh karena itu untuk meraih prestasi belajar anak didik harus melakukan kegiatan dengan cara-cara yang baik terutama sekali harus melakukan kegiatan dengan berkelompok atau melakukan tanya jawab dengan teman-temannya, karena apabila ada kesulitan dan dapat diselesaikan dan dapat diselesaikandengan baik. c. Kegunaan dan Fungsi Prestasi Belajar Secara teoritis, prestasi belajar dalam lembaga pendidikan mempunyai arti yang sterategis jika ditinjau dari kegunaannya, antara lain seperti yang tertera di bawah ini: 1) Prestasi siswa dapat meramalkan dan memeroyeksi perkembangan kemajuan siswa swcara individual maupun kelompok. 2) Seagai bahan laporan tentang kemajuan siswa yang bersangkutan kepada orang tuanya tentang kemampuannya disamping mengenai keterangan tentang dari siswa itu selama mengikuti pendidikan pada suatu lembaga tertentu. 3) Sebagai imformasi tentang keberhasilan studi seseorang bagi suatu sekolah dimana ia erkedudukan seagai murud baru pada jenjang atau tingkat pendidikan tertentu.
19
4) Sebagai bahan masukan bagi bimingan dan penyuluhan dengan perestasi belajar yang ada siswa dapat diberi nasihat agar dapat mengatasi
masalah-masalah
yang
dihdapinya,
serta
dapat
mengembangkan adaptasi peribadinya. 5) Prestasi belajar siswa dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan tentang model dan abhan yang diberikan oleh guru dalam pelaksanaan supervisi. 6) Prestasi belajar dapat digunakan sebagai bahan untuk menentukan setatus siswa dalam berbagai mata peajaran. 7) Keperluan penelitian teutama mengenai penyelenggaraan pengajaran yang meliputi penelitian tentang metode yang digunakan untuk mengjar, kurikulum yang berlaku dan efisien ( Slameto,1991:23). Dari konsep di atas maka dapat dipahami bahwa prestasi belajar itu meliputi beberapa kegunaan dan fungsi.prestasi belajar siswa menjadi penting untuk dipahami secara baik dan benar. Siswa dan proses belajar merupakan nafas dari kehidupan sekolah. Kelemahan dalam segi ini merupakan kegagalan dan fungsi sekolah yang bersangkutan, dengan demikian, keberhasilan suatu sekolah adalah kemampuan dari para pengelola sekolah untuk menciptakan situasi dan kondisi yang tepat memotivasi peserta didiknya untuk meraih prestasi yang maksimal, dengan kata lain bahwa lembaga pendidikan formal harusmampu mengaktualisasikan potensi menjadi aktual. Sebab prestasi adalah sebuah
20
petunjuk yang dapat dijadikan barometer (ukuran) tentang keberhasilan seorang siswa ( Slameto,1991:23). Disamping kegunaan prestasi belajar, Tabrani Rusyan dkk (Mire, 2007:20) menyatakan keberadaan prestasi belajar, juga memiliki fungsi seperti dalam kutipan ini. a. Untuk memberikan umpan balik kepada guru seagai dasar untuk memperbaiki peroses belajar mengajar dan mengadakan bagi murid. b. Untuk menentukan angka kemajuan bagi murid/hasil belajar siswa. c. Untuk menempatkan murid dalam situasi belajar siswa. d. Untuk mengenal latar belakang murid yang mengalami kesulitan belajar Prestasi belajar bukan saja dapat ditujukan dan difungsikan seperti yang telah dijelaskan di ata, namun secara kodrat perestasi belajar khususnya merupakan perujudan dari bentuk kepeibadian manusia seperti dalam kutipan dibawah ini. fenomena-fenomena yang mendorong seorang untuk melakukan aktivitas belajar dapat dinyatakan sebagai beikut: a. Adanya sifat ingin tau dan menyelidiki dunia yang lebih luas. b. Adanya sifat yang kreatif terdapat pada manusia akan keinginannya yang untuk selalu maju. c. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang kalau dengan usaha yang baru, baik dengan cara kooperatif maupun dengan jalan kopetensi.
21
d. Adnya keinginan untuk mendapatkan rasa aman dapat menguasai pelajaran. e. Adanya ganjaran dan hukum sebagai akhir dari pada belajar (Sumandi Surya Beata, 1984: 257). Dengan pemahaman tentang tujuan dan fungsi perestasi, belajar dalam peroses pendidikan disekolah. Maka selanjutnya perlu dibahas tentang faktor-faktof yang mempengaruhi kebradan perestasi elaja itu sendiri dalam kaitannya terutama dengan individu yang melakukan aktivitas tersebut. d.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Aktivitas belajar yang dilakukan seseorang tidak berati tanpa hambatan, namun terdapat faktor yang dapat menjadi kendala untuk melakukan kegiatan tersebut (Slameto,1991:54). Hasil dari kegiatan belajar dicapai individu merupakan hasil intraksi antar berbagai faktor yang mempengaruhinya, baik dari dalam diri (faktor internal) maupun faktor yang mempengaruhidari luar (faltor external) individu. 1. Faktor yang tergolong faktor internal adalah: a) Faktor intraktif yang meliputi: 1) Faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat 2) Faktor kecakapan nyata perestasi yang telah dimiliki.
22
b) faktor non intraktif, yaitu unsur-unsur keperibadian tertentu seperti sikap,
kebiasaan,
minat,
kebutuhan,
motivasi,
emosi
dan
penyesuaian c) Faktor kematangan fisik 2. Yang tergolong faktor eksternal ini adalah: a. Faktor sosial yang terdiri atas: 1) Lingkungan keluarga 2) Lingkungan sekolah 3) Ligkungan masyarakat 4) Lingkungan kelompok b. Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. c. Faktor lingkungan fisik seperti: fasilitas rumah, fasilitas belajar, dan iklim ( Slameto,1991:55). 3. Faktor lingkungan spiritual atau keamanan Berangkat dari kenyataan di atas, maka untuk mendapatkan hasil yang baik dalam kegiatan belajar, maka terdapat beberapa masalah yang sepatutnya dicermati, sebab masalah-masalah tersebut baik langsung maupun tidak langsugn memiliki pengaruh yang fositif terhadap hasil belajar, dengan kata lain aktifitas belajar tidak sematamata tidak ditentukan oleh sebuah variabel saja, akan tetapi merupakan akumulasi dari berbagai faktor, dimana pada dasarnya faktor-aktor yang dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi dua bagan pokok, yakni
23
aspek internal (faktor intrnal) da aspek eksternal (faktor eksternal). Faktor internal ini merupakan akibat atau aspek-aspek yang melekat secara, individual kepedulian anak didik, baik yang bersifat rohani mmaupun bersifat jasmaniah, dimana pada umumnya yang bersifat rohaniah tersebut merupakan bawaan sejak lahir, misalnya intelegensi, bakat minat motif dan lain-lain, namun demikian faktor-faktor yang dimaksud ada yang dapat dipengaruhi dari luar, tapi ada pula yang bersifat konstan (tetap) tampa dapat dibimbing oleh lingkungan, misalnya intelegensi dan bakat, lingkungan dalam arena ini pada umumnya hanya berperan untuk mengoptimalkan aspek-aspek tersebut, tanpa adanya bakat yang dibawa sejak lahir, lingkungan tidak dapat menciptakan seseorang untuk berbuat yang baik sesuai dengan kualitas karaktristik tindakan-tindakan yang dimaksud, namun hal yang pertama dn utama seperti paling penting adalah adanya kesadaran diri peserta didik itu sendri akan makna yang terkadang dari kegiatannya
untuk
menjalani
aktivitas
belajar
tersebut
(
Slameto,1991:55). Dalam kegiatan belajar, seorang siswa dituntut untuk dapat memiliki sifat-sifat yang baik antara lain 1. Rajin, tekun, cermat, dan teliti 2. Tabah, ulet, dan percaya pada diri sendiri 3. Disiplin, terhadap tugas, dan kewajiban 4. Antusias, bersemangat, energik dan reatif
24
5. Tak mudah putus asa dan patah hati serta selalu berusaha ingin maju 6. Lincah, cekatan, dan gemar membaca 7. Bersih, rapi, hemat dan sederhana 8. Tegas, berprinsip dan tidak mudah terombang ambing 9. Sabar jujur dan sportif 10. Tidak egois, simpatik dan suka menolong 11. Berani tapi sopan tidak sombong dan tidak congkak serta hemat sesama 12. Optomis, selalu gembira 13. Tahu harga diri dan bersusila 14. Tidak pemalu dan rendah hati 15. Bisa dipercaya dan bertanggung jawab ( Slameto,1991:55). Dari gambaran kutipan perilaku siswa di atas nantinya tujuan pelaksanaan dan out put pendidikan suatu embaga betul-betul berhasil dan bermoral dapat dipercaya sopan dalam pergaulan sehari-hari, suatu lembaga apapun namanya disiplin dan tata tertib adalah suatu hal yang wajub ada supaya ada indikator dan keteraturan dan pembatas perilaku serta tuntutan yang memaksa dengan tujuan yang baik dan hormat Dan didalam buku profesionalisme guru dalam pembelajaran bahwa belajar adalah menambah dan mengumpulkan sejumlah (Zainal Aqib,200:42) 1. Prinsip - Prinsip Belajar Untuk Mencapai Prestasi yang Baik
25
Proses belajar itu adalah komplek sekali, tetapi dapat juga dianalisa dan diperinci dalam bentuk prinsip-prinsip atau asas-asas belajar. Hal ini perlu kita ketahui agar kita memiliki pedoman dan tehnik belajar yang baik. Prinsip-prinsip itu adalah : a. Belajar arus bertujuan dan terarah. Tujuan akan menuntutnya dalam belajar untuk mencapai harapan-harapannya. b. Belajar memerlukan bimbingan dari guru atau buku pelajaran itu sendiri. c. Belajar memerlukan pemahaman atas hal-hal yang dipelajari sehingga diperoleh pengertian-pengertian. d. Belajar memerlukan latihan dan ulangan agar apa-apa yang telah dipelajari dapat dikuasainya. e. Belajar adalah suatu proses aktif dimana terjadi saling pengaruh secara dinamis antara murid dengan lingkungannya. f. Belajar harus disertai dengan keinginan dan kemauan yang kuat untuk mencapai tujuan. g. Belajar dianggap berhasil apabila telah sanggup menerapkan kedalam bidang praktek sehari-hari (Slameto,1991:27). 2. Tipe-Tipe Belajar Untuk Mencapai Prestasi Maksimal Dalam praktik pengajaran, penggunaan satu dasar teori utnuk segala situasi merupakan tindakan yang kurang bijaksana.Tidak ada suatu teori belajarpun yang cocok untuk segala situasi karena masing-masing mempunyai landasan yang berbeda dan cocok untuk situasi tertentu.Robert
26
M. Gagne mencoba melihat berbagai macam teori belajar dalam suatu kebulatan yang saling melengkapi dan tidak bertentangan. Menurut Gagne, belajar mempunyai delapan tipe. Kedelapan tipe itu bertingkat-ada hierarki dalam masing-masing tipe. Setiap tipe belajar merupakan prasarat bagi tipe belajar diatasnya. Tipe belajar yang dikemukakan oleh Gagne pada hakikatnya merupakan prinsip umum baik dalam belajar maupun mengajar. Artinya,dalam mengajar atau membimbing siswa belajar pun terdapat tingkatan sebagaimana tingkatan belajar tersebut diatas. Kedelapan tipe itu adalah : a) Belajar Isyarat (Signal Learning) Belajar isyarat mirip dengan Conditioned respons atau respon bersyarat. Seperti menutup mulut dengan telunjuk, isyarat mengambil sikap
tak
bicara.Lambaian
tangan,
isyarat
untuk
dating
mendekat.Menutup mulut dengan telunjuk dan lambaian tangan adalah isyarat, sedangkan diam dan dating adalah respons.Tipe belajar semacam ini dilakukan dengan merespons atau isyarat.Jadi, respon yang dilakukan itu bersifat umum, kabur dan emosional. Menurut Kimble (1961), bentuk beljar semacam ini biasanya bersifat tidak disadari, dala arti respons diberikan secara tidak sadar. b) Belajar Stimulus-Respons (Simulus Respon Learning) Berbeda dengan bahasa isyarat, respon bersifat umum, kabur, dan emosional.Tipe belajar S – R, respons bersifat spesifik. 2x3=6
27
adalah bentuk suatu hubungan S – R. menvium bau masakan sedap, keluar air liur itupn ikatan S – R. Jadi, belajar stimulus respons sama dengan teori asosiasi (S – R bond). Setiap respons dapat diperkuat dengan reinforcement.Hal ini berlaku pula pada tipe belajar stimulus respons. c) Belajar Rangkaian (Chaining) Rangkaian atau rantai dalam chaining adalah semacam rangkaian antar aberbagai S – R yang bersifat segera.Hal ini terjadi dalam rangkaian motoric, seperti gerakan dalam mengikat sepatu, makan-minum-merokok atau gerakan verbal, seperti selamat tinggal, bapak-ibu, dan sebagainya. d) Asosiasi Verbal (Verbal Asosiation) Suatu kalimat “piramida itu berbangun limas” adalah contoh asosiasi verbal. Seseorang dapat menyatakan bahwa piramida berbangun limas kalau ia mengetahui berbagai bangun seperti balok, kubus, atau kerucut. Hubungan atau asosiasi verbal terbentuk bila unsur-unsurnya terdapat dalam urutan tertentu dan yang satu mengikuti yang lain. e) Belajar Diskriminasi (Diskriminition Learning) Tipe belajar ini adalah pembedaan terhadap berbagai rangkaian.Seperti membedakan berbagai bentuk wajah, binatang, atau tumbuh-tumbuhan. f) Belajar Konsep (Concept Learning)
28
Konsep merupakan symbol berpikir.Hal ini diperoleh dari hasil membuat afsira terhadap fakta atau realita dan hubungan antar berbagai fakta.Dengan konsep tersebut, maka dapat digolongkan binatang bertulang belakang menurut ciri-ciri khusus (kelas), seperti kelas mammalia, reptilian, amphibian, burung dan ikan.Dapat pula digolongkan manusia berdasarka ras (warna kulit) ataukebangsaan, suku bangsa, atau hubungan keluarga.Kemampuan membentuk konsep ini terjadi bila orang dapat melakukan diskriminasi. g) Belajar Aturan (Rule Learning) Hukum, dalil, atau rumus adalah rule (aturan). Tipe belajar ini banyak terdapat dalam semua pelajaran disekolah, seperti benda memuai bila dipanaskan atau besar sudut dalam sebuah segi tiga sama dengan 1800. Belajar aturan ternyata mirip dengan verbal chaining (rangkaian verbal), terutama bila aturan itu tidak diketahui artinya.Oleh karena itu, setiap dalil atau rumus yang dipelajari harus dipahami artinya. h) Belajar pemecahan masalah (problem solving) Pemecahan masalah adalah biasa dalam kehidupan, ini memerlukan pemikiran.Upaya pemecahan masalah dilakukan dengan menghubungkan berbagai aturan yang relevan dengan masalah itu.Dalam memecahkan masalah diperlukan waktu, adakalanya singkat dan adakalanya lama.Juga sering kali harus dilalui berbagai langkah, seperti tiap unsur dalam masalah itu, mencari hubungannya dengan
29
aturan (rule) tertentu, dan sebagainya.Dalam segala langkah diperlukan pemikiran.Tampaknya pemecahan masalah terjadi dengan tiba-tiba (insight). Dengan ulangan-ulangan masalah tidak terpecahkan dan apa yang dipecahkan sendiri, yang penyelesaiannya ditemukan sendiri lebih mantap dan dapat diteransfer kepada situasi atau problem lain. Kesanggupan memecahkan masalah memperbesar kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah lain.(Zainal Aqib, 2002: 45) D. METODE PENELITIAN 4.1 Pendekatan Penelitian Untuk menentukan pemecahan masalah dalam pendidikan ini metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif “yakni penelitian yang diarahkan untuk memerikan gejala-gejala, fakta-fakta atau kejadian secara sistimatis dan akurat mengenai populasi dan daerah tertentu (Yaitu Rianto, 2000`: 25), hal ini jelas bahwa dengan menggunakan metode penelitian deskriptif semata-mata untuk melukiskan status kecerdasan emosional siswa dengan prestasi belajar siswa Madrasah Aliyah NW Kembang Kerang Daya, tahuan ajaran 2011/2012. Maka dalam penelitian ini jenis metode pandekatan yang dipergunakan adalah study
korelasi yang dapat dijelaskan sebagai
berikut “penelirian korelasi (penelitian hubungan) dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua variabel (Nurul Zuhriah, 2006, 56) Dengan demikian, kiranya jelas bahwa penggunaan study korelasional dalam penelitian ini diarahkan sebagai upaya untuk menjelaskan ada tidaknya
30
hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa Madrasah Aliyah Kembangkerang Daya tahun pelajaran 2011/2012 4.2 Instrumen Penelitian Dari peroses penelitian ini penelitian akan menggunakan bebrapa pengumpulan data terseut adalah metode angket atau kuisioner dan metode dokumentasi. 1) Metode Angket atau Kuisioner Angket atau Kuisioner adalah alat untuk mengumpulkan data yang berupa daftar pertanyaan yang disampaikan kepada esponden untuk dijawab secaara tertulis (Yahim Rianto, 2001: 87)dan kuisioner dan angket adalah suatu alat pengumpulan imformasi dengan caara menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk menjawab secara tertulis pula oleh responden S. Margono (2007: 167) Penelitian metode angket untuk menyempurnakan data dengan asumsi bahwa data penelitian akan lebih mudah diraih dengan mengajukan pertanyaan dalam betuk tertulis dan dijawab dengan tertulis juga Menurut Yatim Riyanto (2001: 87) angket atau kuisioner dilihat dari penyusunan itemnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu angket tertutup dan terbuka; a) Angket tertutup adalah angket yang mnghendaki jawaban atau jawaban yang diberikan dengan membubuhkan tanda tetentu. Daftar pertanyaan tersusun dengan disertai alternatif jawabannya, responden diminta
31
untuk memilih salah satu jawaban atau lebih dari alternatif yang disediakan. b) Angket tebuka atau angket isian merupakan angket yang berupa itemitem pertanyaan yang tidak disetai altenatif jawaan melainkan mengharapkan responder untuk mengisi dan memberi komentar atau pendapat. 2) Metode Dokumentasi Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, raport leger, agenda, dan lain-lain (Suharsimi Arikunto, 1997: 206) Berdasarkan definisi di atas, bahwa data yang dapat dikumpulkan dengan metode dkumentasi dalam peneliti ini berupa data atau nilai elaja siswa
yang
diambil
dari
nilai
raport
siswa
Madrasah
Aliyah
Kembangkeang Daya tahun ajaran 2011/2012.
4.3 Analisa Data Dalam usaha untuk mendapatkan kesimpulan akhir dari data lapangan, teknik analisa yang digunakan merupakan teknik analisa statistik dngan rumus Producet Moment sebagai berikut: rxy
N XY X Y
N X
2
X N Y 2 Y 2
2
Keterangan
32
rxy
: Angka indeks (Koifisien korelasi) kedua variabel xy.
xy : Jumlah hasil perkalian antara skor x dan skor y x : Jumlah skor kecerdasan emosional sekolah
y N
: Jumlah skor prestasi belajar : Jumlah responden Penggunaan rumusan dimaksud didasarkan pada suatu alasan tertentu
sebagaimana yang ada dalam kaidah penggunaanya ahwa : Teknik korelasi r/product moment dipergunakan apabila berhadapan pada kenyataan berikut ini: 1. Variabel yang kita korelasikan berbentuk gejala atau data yang bersifat kontinu. 2. Sampel yang diteliti mempunyai sifat yang homogen, atau setidaktidaknya mendekati homogen. 3. Regresinya merupakan regresi linier (Anas Sudijono, 2006:191) E. HASIL PENELITIAN 1. Data hasil angket kecerdasan emosional Data tentang kecerdasan emosioanal yang bergerak dari skor minimal ideal yaitu 20 dan maksimal ideal 100 yaitu yang di peroleh dari hasil tes kecerdasan emosional. Berdasarkan hasil pengumpulan data (lampiran 2) diperoleh skor terendah 64 dan tertinggi adalah 93.
33
Dari hasil pengumpulan data angket kecerdasan emosional di peroleh nilai total 6806 yang diikuti oleh 85 orang siswa sehingga di peroleh nilai ratarata 80, 07 sehingga berada pada katagori tinggi.
2. Data prestasi belajar Berdasarkan hasil pengumpulan data (lampiran 3) dengan jumlah yang diperoleh skor terendah 69 dan skor tertinggi 88 dan hasil perhitungan terdapat data tersebut diperoleh nilai rata-rata (m) = 76,85 dan standar deviasi (SD) = 25,04 sementara itu berdasarkan data tersebut dicapai pula skor maksima ideal, skor minimal ideal, harga tara-rata ideal dan standar deviasi ideal hal ini memperindah pengkategorian data. Selanjutnya mean (m) di peroleh diatas, yakni sebesar 76,85 maka secara umum di kategorikan bahwa, pelaksanaan aturan skolah siswa MA NW kembang-kerang tahun pembelajaran 2011/2012 termasuk kedalam kategori tinggi. Deskeripsi data hasil penelitian menunjukkan hasil kualiatas rata-rata kecerdasan emisional pada siswa Madrasah Kembang Kerang tahun pelajaran 2011/2012. Temasuk kategori tinggi .untuk dapat mempertahankan hasilnya dan
menumbuh kembangkan prestasi belajar pada semua mata pelajaran,
sebab bagaimanapun juga kecerdasan emosional tidak perlu di pertanyakan lagi bahwa setinggi – tinggi IQ menyumbang sekitar 20% bagi kesuksesan seseorang dan yang 80% sisanya di isi oleh kekuatan lain yaitu salah satunya adalah kecerdasan emosional seseorang.
34
Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa kualitas kecerdasan emosional siswa madrasah aliyah Nw Kembang – kerang Daya tahun pelajaran 2011/2012 termasuk dalam kategori tinggi hasil ini telah memberikan gambaran bagi para guru di bidang studi mata pelajaran yang ada di Madrasah Aliyah NW Kembang – Kerang Daya Tahun Pelajaran 2011/2012. Dari hasil pengujian hipotesis di ketahui adanya korelasi yang positif dengan nilai 6,70 dan menggunakan tarap signifikan 5% yaitu 0,213 berarti antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa. Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional mampu meningkatkan prestasi belajar siswa Madrasah Aliyah NW Kembang – Kerang Daya tahun pelajaran 2011/2012. Sesuai dengan hipotesis alternatife yang diajukan pada bab II dan didukung oleh data, sehingga teori yang menyatakan bahwa kecerdasan emosional berhubungan terhadap prestasi belajar siswa Madrasah Aliyah NW Kembang – Kerang Daya tahun pelajaran 2011/2012. Berdasarkan analisis data penelitian menunjukkan hubungan
(rxy)
sebesar 6,70 p = 5% hal tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa Madrasah Aliyah Kembang-Kerang Daya tahun pelajaran 2011/2012. Dari analisis di atas dapat diuraikan, bahwa kecerdasan emosional sangat berperan dalam pencapain prestasi maksimum. Seseorang yang memiliki EQ tinggi jauh lebih mampu dalam segala hal dibandingkan dengan orang yang memiliki IQ tetapi lemah dalam EQ karena kecerdasan emosional
35
merupakan kecerdasan diri, kesadaran, ketekunan, kemampuan menahan amarah, dan mampu memotivasi diri. Jika kita kembali kepada pengertian tingkat kecerdasan atau intelegensi maka akan di dapatkan pengertian tingkat kecerdasan yaitu merupakan kemampuan untuk menetapkan dan membuat suatu tujan tertentu, kemampuan menerima dan mengembangkan kondisi hidup. Kemampuan menerima untuk memecahkan masalah serta kemampuan untu menciptakan kondisi kehidupan. Yang berarti bahwa semakin tinggi tingkat kecerdasan seseorang maka ia akan lebih mampu untu membuat dan menetapkan suatu tujuan. Lebih mampu untuk menyesuikan dirinya, lebih mampu untuk memecahkan masalah yang dihadapi serta lebih mampu untuk menciptakan kondisi kehidupannya di bandingkan denga seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan lebih rendah. Pada prinsipnya tingkat kecerdasan (inteleligensi) adalah merupakan kemapuan internal seseorang berarti aktifitas jiwa seseorang sedidik tidanya di tentukan pula oleh kemampuan tersebut karena sikap tanggung jawab merupakan akatifitas jiwa yang merupakan kecenderungan berbuat terhadap obyek tertentu, maka sedikit tidaknya hal tersebut akan ditentukan pula oleh tingkat kemampuan atau kecerdasan yang dimiliki, dengan kata lain bahwa saemakin tinggi tingkat kecerdasan seseorang akan semakin besar pula nilai prestasinya dan begitu pula sebaliknya. Semakin rendah tingkat cerdasan seseorang akan semakin kurang nilai prestasinya. Sehingga berasalan jika secara empiris terdapat ada hubungan antara kecerdasan emosional denga prestasi belajar siswa.
36
Rendahnya peranan kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar disebabkan oleh banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar itu sendiri. Prestasi belajar menunjukkan taraf kemampuan siswa dalam mengikuti program belajar dalam waktu tertentu sesuai dengan kurikulum yang telah ditentukan. Hasil kecerdasan emosional pada penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh BQ Siliwangi(2002) dan Ahmad Syuja’I (1990). Kesimpulan dari penetitian tersebut menyatakan bahwa kecerdasan emosional
menunjukkan
ada
perubahan
terhadap
nilai
kecerdasan
emosionalnya. Menurut Rohiat, (2008: 31) kecerdasan emosional merupakan suatu bagian dari daya manusia yang mulai di yakini dengan menggunakan sistilah EQ. Emosi dan fikiran adalah dua bagian dari suatu keseluruhan. Oleh karena itu, istilah yang baru-baru ini di ciptakan untuk menggambarkan kecerdasan hati adalah EQ. EQ bertujuan meningkatkan ukuran standar kekuatan otak yaitu IQ. IQ dan EQ adalah sumber sinergis. Tanpa salah satu unsur, unsur yang lain menjadi tidak lengkap dan tidak efektif. F. KESIMPULAN Berdasarkan latar belakang penilaian ini dan teori yang digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa madrasah aliyan nw kembang – kerang daya tahun pelajaran 2011/2012. Maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa.
37
Dari hasil perhitungan maka nilainya yaitu 6,70 sehingga harga r hitung >r tabel dengan taraf signifikan maka Ho ditolak Ha diterima artinya ada hubungan
antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa
Madrasah Kembang Kerang Daya tahun pelajaran 2011/2012.
38
DAFTAR FUSTAKA
Agus Sujanto. 2004. Psikologi Kepribadian. Jakarta : Balai Aksara Ahmad Sujai. 1990. Pengaruh tingkat kecerdasan dan tingkat popularitas terhadap prestasi belajar para siswa sekolah menegah pertama Negeri No 4 Selong Tahun Ajaran 1990/1991: Selong Anas Sudijonmo. 2006. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Ary Ginanjar Agustian. 2001. Buku ESQ. Jakarta : Argga Asra dan Sumiati. 2008. Metode Pembelajaran. Bandung : CV. Wacana Prima Baiq Riwayati. 2002. Pengaruh kecerdasan emosional terhadap daya kreatifitas pada siswa sltp negri 5 pringgabaya tahun pelajaran 2001/2002: Pringgabaya Baiq Siliwangi. 1995. Pengaruh tingkat kecerdasan emosional dan motif berprestasi terhadap prestasi belajar matematika pada sekolah atas Negri satu Pringgabaya tahun pelajaran 1992/1993: Peringgabaya Edi sawardi Kartadjaya. 1987. Peneliti dan Pengukuran dalam Pendidikan. Bandung : Remaja Karya CV Kamarudin. 1987. Metode Penelitian Banding. Bandung : Aksara Muhibbin Syah. 2006. Psikologi Pendidikan. Bandung : Rosda Karya Mire. 2007. Hubungan Antara Kecerdasan, Antara Kedisiplinan dengan Prestasi Belajar Siswa MA Pringgabaya. Skripsi : Universitas Muhammadiyah Mataram Muhammad Asori. 2008. Metode Pembelajaran. Bandung : CV. Wacana Prima Nurul Zuriah. 2006. Metodologi Sosial dan Pendidikan Teori Aplikasi. Jakarta : Bumi Aksara Respoporodjo. 1999. Logika Ilmu Menalar Dasar – Dasar Berpikir Tertib, Logis, Kritis, Analisis, Dialektis. Bandung : Pustaka Grafika
39
Rohiyat. 2008. Kecerdasan emosional kepemimpinan Kepala Sekolah. Bandung : Refika Aditama Slameto. 1987. Belajar dan aktoro-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta Sudarwan Denim. 2010. Perkembangan Peserta Didik. Bandung : Alfabeta Suharsimin Arikunto. 1997. Perosedur Penelitian Suatu Pendidikan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta S. margomo. 2007. Metodologi Pendidikan Komponen MKDK. Jakarta : Rineka Cipta Sumandi Suryabrata. 1984. Metode Penelitian Pendidikan. Surabaya : PT. SIC Yatim Rianto. 2001. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya : PTSI Zainul Aqib. 2003. Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran. Surabaya : Insan Cendekia
40