HUBUNGAN ANTARA KEBERMAKNAAN HIDUP DENGAN PERILAKU PRODUKTIF PADA GURU SLB
Ermy Herawaty Sus Budiharto, S. Psi, M. Si, Psi
INTISARI
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya fakta yang menunjukkan bahwa dunia pendidikan luar biasa dinomorduakan sehingga dapat menyebabkan guru Sekolah Luar Biasa menjadi tidak produktif. Hal ini dapat disebabkan dari faktor rendahnya gaji yang diterima guru SLB, kurangnya sarana dan prasarana yang dimiliki Sekolah Luar Biasa, rendahnya kompetensi dan kurangnya jumlah guru SLB. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kebermaknaan hidup dengan perilaku produktif pada guru SLB. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara kebermaknaan hidup dengan perilaku produktif pada guru SLB. Semakin bermakna hidup, semakin kuat perilaku produktif. Sebaliknya semakin kurang bermakna hidup, semakin lemah perilaku produktif. Subjek dalam penelitian ini adalah guru yang mengajar di Sekolah Luar Biasa swasta di Kabupaten Sleman. Teknik pengambilan subjek yang digunakan adalah purposive sampling. Adapun skala yang digunakan adalah skala kebermaknaan hidup dan skala perilaku produktif yang disusun oleh peneliti. Skala kebermaknaan hidup disusun berdasarkan dimensi kebermaknaan hidup dari Bastaman (1997) yang berjumlah 25 aitem dan skala perilaku produktif disusun berdasarkan aspek perilaku produktif dari Timpe (1992) yang berjumlah 40 aitem. Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan program SPSS versi 12.0 for Windows, untuk menguji apakah terdapat hubungan antara kebermaknaan hidup dengan perilaku produktif. Korelasi product moment Pearson menunjukkan korelasi sebesar r = 0,607 dengan p = 0,000 (p<0,01) yang berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kebermaknaan hidup dengan perilaku produkitf pada guru SLB. Jadi hipotesis penelitian diterima
Kata Kunci : Kebermaknaan Hidup, Perilaku Produktif
PENGANTAR Selama ini pendidikan luar biasa telah dikesampingkan dibanding pendidikan umum. Hal ini dapat dilihat dari adanya perbedaan anggaran antara pendidikan luar biasa dan pendidikan umum dimana hampir seluruh anggaran dialokasikan pada pendidikan umum (http://www.suarantb.com,22/8/07). Hal ini menyebabkan fasilitas yang terdapat di Sekolah Luar Biasa (SLB) sangat kurang memadai, seperti keadaan ratusan gedung SLB yang memprihatinkan dan terbatasnya
sarana
pendukung
proses
pembelajaran
(http://www.kompas.com,24/10/07). Tak hanya itu, faktor jumlah guru yang mengajar juga mengalami kekurangan. Hal ini didukung oleh adanya data yang diperoleh dari Sub Dinas TK dan PLB Dinas Pendidikan di hampir 30 propinsi menunjukkan
dari
segi
jumlah
guru
SLB
mengalami
kekurangan
(http://www.kompas.com,15/8/07). Hal ini dapat disebabkan karena rendahnya gaji yang diterima guru SLB mempengaruhi keputusan seseorang untuk menjadi guru SLB (http://www.indomedia.com,3/8/07). Rendahnya kompetensi yang dimiliki oleh guru SLB juga turut mewarnai pendidikan luar biasa (http://www.kompas.com,15/8/07). Jalal (2005) mengungkapkan bahwa keadaan di atas dapat menyebabkan guru SLB menjadi kurang produktif dalam bekerja (http://www.idp-europe.org,15/8/07). Pendapat di atas tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan. Keadaan yang memprihatinkan pada pendidikan luar biasa justru mendorong guru SLB menjadi lebih produktif. Hal ini dapat dilihat dari guru SLB mengerahkan seluruh kreativitas dan kemampuannya dalam membuat sendiri sarana pendukung
proses pembelajaran dengan keterbatasan bahan dan dana yang dimiliki oleh sekolah (http://www.kompas.com,24/10/07). Beratnya beban sebagai guru SLB pun tak menyurutkan semangat mereka untuk bekerja. Efendi (2001) mengatakan bahwa seorang guru SLB tidak hanya dituntut untuk mampu mengajarkan sejumlah pengetahuan dan ketrampilan yang sesuai dengan potensi dan karakteristik siswanya, melainkan juga harus mampu berperan sebagai terapis, pekerja sosial, konselor, paramedis dan administrasi. Tak hanya itu, seorang guru SLB juga dituntut untuk memiliki kesabaran yang tinggi dan ketelatenan (Dalimunthe, 2007). Walaupun dengan gaji yang kurang mencukupi dan beban kerja yang berat, guru SLB tetap produktif melakukan pekerjaannya (http://www.kompas.com,24/10/07). Perilaku produktif itu sendiri sangat dipengaruhi oleh faktor individu yang meliputi kemauan, kemampuan dan karakteristik personal. Hal ini disebabkan karena perilaku produktif terbentuk dari adanya interaksi kemampuan dan kemauan dimana kemauan lebih memiliki peran yang lebih besar. Kemauan seseorang dalam berperilaku produktif dapat dilihat dari sikap positif terhadap pekerjaan dan produktivitas (Suhariadi, 2002). Sikap positif terhadap pekerjaan akan tercipta jika seseorang telah menemukan kebermaknaan pada hidupnya melalui pekerjaannya. Dengan menemukannya, seseorang akan memprioritaskan cara dan sikap serta hasil kerja. Individu tersebut akan melakukan pekerjaannya dengan sungguh-sungguh sehingga ia akan memanfaatkan secara maksimal seluruh potensi yang ia miliki dan akan tercipta rasa kecintaan pada diri individu tersebut terhadap pekerjaannya.
Penelitian Anggriany (2006) menunjukkan bahwa dengan memiliki hidup yang bermakna, maka individu akan memiliki motif berprestasi yang tinggi dalam bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa dengan memiliki hidup yang bermakna, maka seseorang akan memiliki semangat kerja yang tinggi dan melakukan pengembangan potensi diri sehingga ia akan bekerja dengan produktif. Selain itu, seseorang memungkinkan untuk mampu menemukan kebermaknaan melalui pekerjaan guru SLB dimana pada pekerjaan ini seseorang dapat memberikan sesuatu yang berharga dan berguna baik bagi diri sendiri, orang lain dan kehidupan. Hal ini sesuai dengan pendapat Maxwell (2004) yang mengatakan bahwa kebermaknaan dapat ditemukan dengan memberi, melayani, mengasihi, menolong, mendorong dan memberikan nilai tambah bagi orang lain dimana hal tersebut
akan
menyebabkan
seseorang
memiliki
hidup
yang
(http://www.pembelajar.com,15/8/07). Dengan demikian, dapat dilihat
berguna bahwa
kebermaknaan hidup akan mempengaruhi penggunaan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dan kemauannya dalam bekerja. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengungkap apakah terdapat hubungan antara kebermaknaan hidup dengan perilaku produktif pada guru SLB.
METODE PENELITIAN Subjek dalam penelitian ini adalah guru yang mengajar di Sekolah Luar Biasa (SLB) swasta di Kabupaten Sleman. Dalam mencari subjek penelitian, peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan
metode skala. Skala ini terdiri dari skala kebermaknaan hidup yang disusun sendiri oleh penulis berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Bastaman (1996) dan skala perilaku produktif yang juga disusun sendiri oleh penulis berdasarkan aspek yang dikemukan oleh Timpe (1992). Metode analisis data pada penelitian ini adalah analisis statistik. Untuk melihat hubungan antara kebermaknaan hidup dengan perilaku produktif pada guru SLB yaitu dengan menggunakan korelasi product momet Pearson.
HASIL PENELITIAN 1. Uji Asumsi Sebelum melakukan analisis korelasi product moment Pearson untuk menguji hipotesis penelitian, peneliti melakukan uji asumsi meliputi uji normalitas dan uji linieritas. a. Uji Normalitas Hasil uji normalitas dengan menggunakan program SPSS (Statistic Program For Social Science) versi 12,0 for Windows dengan teknik one sample Kolmogorof Smirnov menunjukkan nilai K-S-Z sebesar 1,689 dengan p = 0,553 (p>0,05) untuk skala kebermaknaan hidup dan nilai K-S-Z sebesar 0,767 dengan p = 0,599 (p>0,05) untuk skala perilaku produktif. Hasil uji normalitas ini menunjukkan bahwa skala kebermaknaan hidup dan skala perilaku produktif memiliki sebaran normal.
b. Uji Linearitas Hasil uji linearitas dengan menggunakan program komputer SPSS (Statistic Program For Social Science) versi 12.0 for Windows dengan teknik Compare Means menunjukkan F = 50,551; p = 0,000. Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat dikatakan bahwa hubungan kedua variabel tersebut adalah linier karena p<0,05. c. Uji Hipotesis Hasil analisis data menunjukkan korelasi antara variabel kebermaknaan hidup dengan perilaku produktif nilai r = 0,607 dengan p = 0,000 (p<0,01). Hal ini berarti menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kebermaknaan hidup dengan perilaku produktif pada guru SLB, sehingga hipotesis yang diajukan dapat diterima. Analisis koefisien determinasi pada korelasi antara kebermaknaan hidup dengan perilaku produktif menunjukkan angka sebesar 0,369 yang berarti kebermaknaan hidup memberikan sumbangan sebesar 36,9% terhadap perilaku produktif.
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka hipotesis yang telah diajukan, yaitu ada hubungan positif antara kebermaknaan hidup dengan perilaku produktif pada guru SLB dapat diterima. Hasil analisis korelasi dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson menunjukkan koefisien korelasi (r) sebesar 0,607 dengan p = 0,000 (p<0,01), dengan hasil tersebut dapat diartikan
bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kebermaknaan hidup dengan perilaku produktif pada guru SLB. Semakin tinggi kebermaknaan hidup maka semakin tinggi pula perilaku produktif yang dimiliki oleh guru SLB. Diterimanya hipotesis penelitian menunjukkan bahwa kebermaknaan hidup berhubungan dengan perilaku produktif pada guru SLB dimana kebermaknaan hidup memberikan sumbangan sebesar 36,9 % terhadap perilaku produktif dan selebihnya sebesar 63,1 % dipengaruhi oleh faktor lain di luar kebermaknaan hidup. Sebagaimana yang dikatakan oleh Nitura (2004) bahwa sekecil apapun kebermaknaan dalam hidup ternyata mampu membuat manusia merasa sukses, optimis, percaya diri dan sebagainya (http://www.serambinews.com,31/07/07). Sedangkan untuk faktor lain di luar kebermaknaan hidup, Suhariadi (2002) mengungkapkan bahwa faktor lingkungan seperti struktur organisasi, gaji, bonus, insentif dan iklim kerja. juga ikut mempengaruhi perilaku produktif. Hal ini disebabkan karena faktor lingkungan tersebut mempengaruhi motivasi kerja dan perilaku kerja pada diri seseorang (Munandar, 2001). Hasil kategorisasi pada nilai masing-masing variabel menunjukkan bahwa kebermaknaan hidup berada dalam kategori tinggi yaitu 66 subjek atau 98,51 % dari jumlah 67 subjek penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas penghayatan guru SLB mengenai keberhasilannya dalam pemenuhan tujuan hidup dengan mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimilikinya dengan harapan agara apa yang dilakukannya dapat berarti bagi dirinya maupun orang lain dimana hal tersebut dilakukan dalam rangka memberi makna hidup, adalah tinggi.
Sedangkan pada perilaku produktif berada pada kategori sangat tinggi yaitu sebanyak 32 orang atau 47,76 % dari jumlah 67 subjek penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku kerja guru SLB yang memandang pentingnya pencapaian tujuan dengan memanfaatkan secara maksimal dan hemat sumber daya manusia, prasarana, sarana dan dana yang dimiliki oleh organisasi, adalah sangat tinggi.
KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif yang sangat signifikan antara kebermaknaan hidup dengan perilaku produktif pada guru SLB. Adanya hubungan antara kedua variabel tersebut ditunjukkan oleh koefisien korelasi (r) sebesar 0,607 dengan p = 0,000 (p<0,01). Hal ini berarti semakin tinggi kebermaknaan hidup maka semakin tinggi pula perilaku produktif yang dimiliki oleh guru SLB. Begitu pula sebaliknya semakin rendah kebermaknaan hidup maka semakin rendah pula perilaku produktif yang dimiliki oleh guru SLB. Jadi hipotesis yang menyatakan ada hubungan positif antara kebermaknaan hidup dengan perilaku produktif pada guru SLB dapat diterima.
SARAN Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan maka dapat dikemukakan saran sebagai berikut :
1. Bagi Guru SLB a. Diharapkan para guru selalu mengasah seluruh potensi dan kemampuan yang dimiliki untuk meningkatkan performa kerja dan selalu berusaha untuk menjadi lebih baik. b. Diharapkan para guru dapat lebih terlibat dengan pekerjaannya dan menjalin hubungan yang baik dengan para sesama guru, atasan, para murid maupun orang tua murid, sehingga akan tercipta kecintaan pada pekerjaan. 2. Bagi Kepala SLB a. Diharapkan menciptakan suasana kerja yang kondusif bagi para guru dalam bekerja sehingga dapat membantu perkembangan performa kerja para guru. b. Memberi perhatian dan kesempatan pada para guru untuk menunjukkan kemampuan dan potensi yang dalam dirinya sehingga para guru akan akan termotivasi dan terpacu untuk terus meningkatkan performa kerjanya. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya a. Penelitian yang berkaitan dengan kebermaknaan hidup dan perilaku produktif pada guru SLB masih perlu untuk diungkap khususnya yang berupa data kualitatif. Selain itu perlu dilakukan penelitian lain dengan subjek yang berbeda, misalnya pada relawan, perawat di panti werdha dan anggota LSM non-profit sehingga menghasilkan berbagai macam variasi penelitian. b. Diharapkan pada peneliti selanjutnya lebih teliti dalam pemilihan aitem dalam pembuatan skala yang sesuai dengan kondisi subjek sehingga dapat
meminimalisirkan adanya social desirability pada diri subjek saat mengisi skala.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2004. Ratusan Gedung SLB dalam Kondisi Memprihatinkan. Artikel. http://www.kompas.com,24/10/07 _______. 2005. Giliran Guru SLB Bantul “Ngadu” Ke Sultan. Artikel. http://www.indomedia.com,3/8/07 _______. 2006. Pengadaan dan Pembinaan Tenaga Kependidikan Dalam Pendidikan Inklusif. Artikel. http://www.ditplb.go.id,22/8/07 _______. 2006. Mereka, Para Guru yang Membuka Jendela itu. Artikel. http://www.kompas.com,24/10/07 _______. 2006. Sarana http://www.kompas.com,24/10/07 _______. 2007. Tak http://www.suarantb.com,22/8/07
Sekolah
Ada
Minim.
Artikel.
Diskriminasi.
Artikel.
Anggriany, N. 2006. Motif Sosial dan Kebermaknaan Hidup Remaja Pagaralam. Jurnal Psikologika, Tahun XI, No. 21, hal. 51 – 63 Anggriani, S. 2006. http://www.halamansatu.net.4/02/07
Memaknai
Pekerjaan.
Artikel.
_____________. 1996. Meraih Hidup Bermakna : Kisah Pribadi Dengan Pengalaman Pribadi. Jakarta : Paramadina Bukhori, B. 2006. Kesehatan Mental Mahasiswa Ditinjau Dari Religiusitas dan Kebermaknaan Hidup. Jurnal Psikologika, Vol. XI, No. 22, hal. 93 – 105 Efendi, M. 2001. Stres Akibat Kerja Yang Dihadapi Oleh Guru Sekolah Luar Biasa. Jurnal. http://www.depdiknas.go.id,15/08/07 Ima. 2006. Kompetensi http://www.kompas.com,15/08/07
Guru
SLB
Masih
Rendah.
Jalal, F. 2005. Kebijakan MONE Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan Bagi Anak-Anak Berkebutuhan Khusus di Indonesia. Artikel. http://www.idpeurope.org,15/08/07 Munandar, A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta : UI Press Nitura, N. J. B. 2004. Terpuruk http://www.serambinews.com,31/07/07
Dalam
Frustrasi.
Artikel.
Suhariadi, F. 2002. Pengaruh Inteligensia dan Motivasi Terhadap Semangat Penyempurnaan Dalam Membentuk Perilaku Produktif Efisien. Jurnal Anima, Vol. 17, No. 4, hal 346-367 Sum, S. J. 2006. Memberdayakan Diri dan Menjadi Manusia Pemberdaya. Artikel. http://www.pembelajar.com,15/08/07 Tim Penyusun. 2004. Pedoman Penyusunan Usulan Skripsi dan Penyusunan Skripsi. Yogyakarta. Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Timpe, A. D. 1992. Produktivitas Edisi Terjemahan. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo
IDENTITAS PENULIS
Nama
: Ermy Herawaty
Alamat Rumah
: Asrama Polisi Stalkuda Blok A-11 Balikpapan Kalimantan Timur Jln. Perumnas No. 108A Seturan Yogyakarta
No. Telp/HP
: 0542-762096/085228146227/081804143254