HUBUNGAN ANTARA DIMENSI KEPRIBADIAN BIG FIVE DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA AKHIR
Skripsi ini Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Disusun oleh :
RENNY ANGGARANI NUR PRASASTI NIM: 107070002422
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H / 2011
HUBUNGAN ANTARA DIMENSI KEPRIBADIAN BIG FIVE DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA AKHIR
Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh : RENNY ANGGARANI NUR PRASASTI NIM: 107070002422
Di Bawah Bimbingan :
Pembimbing
Drs. Rachmat Mulyono, M.Psi, Psi NIP: 19650220 199903 1 003
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H / 2011
LEMBAR PENGESAHAN Skripsi yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA DIMENSI KEPRIBADIAN BIG FIVE DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA AKHIR” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 5 Desember 2011 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata I (SI) pada Fakultas Psikologi. Jakarta, 5 Desember 2011
Sidang Munaqasyah
Dekan/Ketua
Pembantu Dekan/Sekretaris
Jahja Umar, Ph.D NIP. 130 885 522
Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 19561223 198303 2001
Anggota
Bambang Suryadi, Ph.D NIP. 19700529 200312 1 002
Drs. Rachmat Mulyono, M.Psi.,Psi NIP. 19650220 199903 1 003
PERNYATAAN ORISINALITAS Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Renny Anggarani Nur Prasasti NIM : 107070002422
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Dimensi Kepribadian Big Five Dengan Perilaku Merokok Pada Remaja Akhir” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyususnan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.
Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan UndangUndang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.
Jakarta, 11 November 2011
Renny Anggarani Nur Prasasti NIM : 107070002422
ABSTRAK A) B) C) D)
Fakultas Psikologi November 2011 Renny Anggarani Nur Prasasti Hubungan Antara Dimensi Kepribadian Big Five Dengan Perilaku Merokok Pada Remaja Akhir E) xiii + 102 Halaman + Lampiran F) Perilaku merokok adalah individu yang merokok karena dipengaruhi oleh perasaan yang menyenangkan maupun perasaan yang tidak menyenangkan, yang dilakukan secara sadar kemudian menjadi ketergantungan terhadap rokok, sehingga lambat laun sudah menjadi kebiasaan yang meningkat. Pada mulanya, perilaku merokok kebanyakan terjadi pada saat individu berusia remaja dan kebiasaan ini akan terus berlanjut sampai individu tersebut memasuki masa dewasa. Perilaku merokok pada remaja umumnya dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah faktor kepribadian. Individu yang merokok kebanyakan adalah individu dengan kepribadian yang cenderung risk taking behavior, yaitu perilaku yang dilakukan individu dimana individu tersebut sudah mengetahui risiko yang akan dihadapi akibat perilakunya tetapi tetap melakukan perilaku tersebut. Tipe kepribadian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepribadian big five (seperti neuroticism, extraversion, agreeableness, openness, conscientiousness) yang diasumsikan memiliki hubungan dengan perilaku merokok. Selain itu, faktor demografis yang ikut mempengaruhi perilaku merokok adalah usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan antara dimensi kepribadian big five (seperti neuroticism, extraversion, agreeableness, openness, conscientiousness), usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan dengan perilaku merokok pada remaja akhir. Penelitian kuantitatif ini melibatkan sampel sebanyak 100 remaja akhir yang berada di wilayah Kelurahan Kebayoran Lama Selatan yang memenuhi kriteria (seorang perokok aktif). Alat ukur yang digunakan untuk mengukur perilaku merokok dalam penelitian ini mengacu pada teori Mu‟tadin tahun 2002, untuk mengukur kepribadian big five, peneliti menggunakan alat baku yang diambil dari IPIP (International Personality Item Pool) milik Goldberg, dan untuk usia, jenis kelamin, serta tingkat pendidikan diperoleh melalui data diri responden. Hasil penelitian dengan analisis korelasi menunjukkan bahwa dari delapan independent variable yang diteliti, terdapat tiga variabel yang secara signifikan berhubungan dengan perilaku merokok pada remaja akhir, yaitu variabel dimensi kepribadian extraversion, dimensi kepribadian openness, dan tingkat pendidikan. Setelah dilakukan analisis regresi, didapatkan hasil bahwa
ada pengaruh yang signifikan dari kedelapan IV terhadap DV , yaitu sebesar 21,3%. Dimensi extraversion memberikan sumbangan sebesar 5,1%, dimensi openness sebesar 10,1% dan tingkat pendidikan sebesar 4,3%. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dimensi openness adalah variabel yang paling besar mempengaruhi perilaku merokok pada remaja akhir. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa perokok cenderung mempunyai skor neuroticism yang tinggi, karena perokok cenderung mengurangi kecemasan mereka dengan cara menghisap rokok dengan lebih banyak. Peneliti menyarankan agar perokok dapat mengurangi kecemasan mereka dengan cara lain, seperti mencari aktivitas atau kesibukan lain yang lebih bermanfaat. Selain itu, apabila perokok merasa tidak dapat mengatasi kecemasannya sendiri, disarankan untuk mencari bantuan orang lain yang perokok percayai. G) Bahan bacaan: 36, 14 Buku; 10 jurnal; 12 internet.
MOTTO: “I am not a smoker, I don't want to be one, and don't make me become one”.
Persembahan : Skripsi ini ku persembahkan untuk kedua orang tuaku tersayang, kedua kakakku, kakek nenekku dan juga untuk sahabat-sahabatku. Untuk mereka yang selalu memberikan kasih sayang, doa dan perhatian tanpa pernah kenal lelah serta selalu mendukungku.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil 'alamin, puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan kasih sayang yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul “Hubungan Antara Dimensi Kepribadian Big Five Dengan Perilaku Merokok Pada Remaja Akhir”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita semua, Rasulullah Muhammad SAW, berikut para keluarga dan sahabat. Penulisan skripsi ini ditujukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari kemuliaan hati berbagai pihak, yang telah memberikan tenaga, motivasi, semangat, bimbingan, pemikiran, waktu, serta kekuatan yang selama ini telah mendorong peneliti untuk mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi, atas segala bimbingan, waktu dan tenaga yang diberikan selama penulis menjalani perkuliahan. 2. Drs. Rachmat Mulyono, M.Si, Psi., Dosen Pembimbing. Terima kasih sudah meluangkan waktu dalam jadwal yang padat untuk melakukan proses bimbingan skripsi ini. Terima kasih atas segala bimbingan, masukan, kritik, dan kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Yufi Adriani M.Psi., Dosen Pembimbing Akademik, terima kasih atas bimbingannya dan semangatnya selama Penulis menjalani perkuliahan. 4. Kedua orangtuaku tersayang, Supardi dan Sukaesih Nurlaela untuk segalanya yang sudah kalian berikan selama ini dan senantiasa memberikan doa yang selalu menyertai penulis yang pastinya tidak akan pernah bisa terganti dan terbayar oleh apapun, Untuk kedua kakakku, Mbak Okta dan Mas Yunus atas segala dukungan dan perhatian yang telah kalian berikan. Serta untuk kedua sepupuku tersayang aning dan dini, terima kasih atas bantuannya selama ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 5. Sahabatku tersayang, Alfia, Afifah dan Reza, terima kasih sudah menjadi teman dari awal masuk perkuliahan hingga sekarang. Terimakasih untuk segala cerita, semangat dan waktu yang sudah kita lalui bersama selama ini. Untuk sahabat-sahabatku yang lain, Chahyu, Imel dan Zya terima kasih atas segala dukungan, tenaga, pemikiran dan waktu untuk mendengarkan segala keluh kesah selama pengerjaan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan, serta atas segala cerita dan segala hal yang telah kita lalui bersama, atas jalan-jalannya selama ini, dari pertokoan hingga perpustakaan. Perkuliahan ini menjadi hidup karena kalian.
6. Seluruh teman-teman kelas A angkatan 2007, terima kasih untuk semua kebersamaan kita selama 4 tahun ini, untuk semua cerita dan pengalaman yang luar biasa selama perkuliahan dan di luar perkuliahan. 7. Teman-teman yang sama-sama berjuang dapat penyelesaian skripsi ini, khususnya pada periode januari, yang sudah membantu memberikan semangat dan juga informasi yang penting, terima kasih teman-teman, alhamdulillah kita berhasil. 8. Kak Adiyo, terima kasih telah sabar mengajari penulis tata cara pengolahan data sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 9. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih untuk segala doa, dukungan dan bantuan yang telah diberikan untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga seluruh bantuan yang telah diberikan dibalas berlipat ganda oleh Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun akan sangat berguna agar pada penulisan selanjutnya dapat menghasilkan karya yang lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Jakarta, 30 November 2011
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................ ii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ........................................................... iii LEMBAR ORISINALITAS ....................................................................... iv ABSTRAK ................................................................................................... v MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............................................................. vii KATA PENGANTAR ................................................................................. viii DAFTAR ISI ................................................................................................ x DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................... 1-14 1.1. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1 1.2. Perumusan dan Pembatasan Masalah ...................................... 10 1.2.1. Perumusan Masalah ....................................................... 10 1.2.2. Pembatasan Masalah ...................................................... 11 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 12 1.3.1. Tujuan Penelitian ........................................................... 12 1.3.2. Manfaat Penelitian ......................................................... 12 1.4. Sistematika Penulisan .............................................................. 13
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA ...................................................................... 15-50 2.1. Perilaku Merokok ..................................................................... 15 2.1.1. Definisi Perilaku Merokok ............................................. 15 2.1.2. Dampak Perilaku Merokok ............................................ 16 2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok .. 19
2.1.4. Tahapan Perilaku Merokok ............................................ 23 2.1.5 Tipe Perilaku Merokok .................................................. 25 2.1.6. Keterkaitan antara Perilaku Merokok dan Kepribadian 27 2.2. Kepribadian .............................................................................. 28 2.2.1. Definisi Kepribadian ...................................................... 28 2.2.2. Faktor-faktor yang membentuk Kepribadian ................. 29 2.2.3. Perkembangan Kepribadian ........................................... 32 2.2.4. Teori-teori Kepribadian ................................................. 34 2.2.5. Pendekatan Trait dalam Kepribadian ............................ 36 2.2.6. Kepribadian Big Five ..................................................... 38 2.2.7. Dimensi Kepribadian Big Five ...................................... 39 2.2.8. Pengukuran Kepribadian Big Five ................................. 43 2.3. Kerangka Berpikir .................................................................... 43 2.4. Hipotesis .................................................................................. 49
BAB 3 METODE PENELITIAN ............................................................... 51-69 3.1. Pendekatan dan Tipe Penelitian ............................................... 51 3.1.1. Pendekatan Penelitian .................................................... 51 3.1.2. Tipe Penelitian ............................................................... 51 3.2. Variabel Penelitian ................................................................... 52 3.2.1. Identifikasi Variabel ...................................................... 52 3.2.2. Definisi Konseptual Variabel ......................................... 52 3.2.3. Definisi Operasional Variabel ....................................... 53 3.3. Populasi dan Sampel ................................................................ 55 3.3.1. Populasi .......................................................................... 55 3.3.2. Sampel ........................................................................... 55 3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel ......................................... 56
3.4. Pengumpulan Data ................................................................... 56 3.4.1. Alat Ukur Penelitian ....................................................... 56 1. Skala untuk Mengukur Kepribadian Big Five ............ 58 2. Skala Perilaku Merokok ............................................. 60 3.4.2. Teknik Uji Instrument Penelitian ................................... 62 1. Uji Validitas Skala ...................................................... 62 2. Uji Reliabilitas Skala .................................................. 62 3.4.3. Hasil Uji Instrument Penelitian ...................................... 63 3.4.3.1. Hasil Uji Validitas Skala ............................................. 63 1. Hasil Try Out Skala Kepribadian Big Five ................. 63 2. Hasil Try Out Skala Perilaku Merokok ...................... 65 3.4.3.2. Hasil Uji Reliabilitas Skala ......................................... 67 1. Skala Kepribadian Big Five ........................................ 67 2. Skala Perilaku Merokok ............................................. 67 3.5. Teknik Analisis Data ................................................................ 68 3.6. Prosedur Penelitian .................................................................. 68
BAB 4 HASIL PENELITIAN .................................................................. 704.1. Gambaran Umum Responden Penelitian .................................. 70 4.1.1. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ......................................................................... 70 4.1.2. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ..................................................................... 71 4.1.3. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia ........... 71 4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ........................................................ 72 4.2.1. Kategorisasi Perilaku Merokok ..................................... 73 4.2.2. Kategorisasi Kepribadian Big Five ................................ 74
4.3. Hasil Uji Statistik ..................................................................... 76 4.3.1. Analisis Uji Beda Berdasarkan Jenis Kelamin .............. 76 4.3.2. Analisis Uji Beda Berdasarkan Usia .............................. 77 4.3.3. Analisis Uji Beda Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...... 78 4.4. Hasil Uji Hipotesis ................................................................... 79 4.5. Hasil Uji Regresi Variabel Penelitian ...................................... 84
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1. Kesimpulan .............................................................................. 92 5.2. Diskusi ..................................................................................... 93 5.3. Saran ........................................................................................ 97
Daftar Pustaka ............................................................................................. 100
Lampiran
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Dimensi Big Five dalam Pervin dkk (2005) ..................................... 42 Gambar 2.1 Kerangka Berpikir .......................................................................... 48 Tabel 3.1 Skor Untuk Pernyataan Positif dan Negatif .................................... 57 Tabel 3.2 Skala Kepribadian Big Five ............................................................. 58 Tabel 3.2 Skala Kepribadian Big Five (Lanjutan) ........................................... 59 Tabel 3.2 Skala Kepribadian Big Five (Lanjutan) ........................................... 60 Tabel 3.3 Skala Perilaku Merokok .................................................................. 60 Tabel 3.3 Skala Perilaku Merokok (Lanjutan) ................................................ 61 Tabel 3.4 Blue Print Hasil Try Out Skala Kepribadian Big Five .................... 63 Tabel 3.4 Blue Print Hasil Try Out Skala Kepribadian Big Five (Lanjutan) .. 64 Tabel 3.4 Blue Print Hasil Try Out Skala Kepribadian Big Five (Lanjutan) .. 65 Tabel 3.5 Blue Print Hasil Try Out Skala Perilaku Merokok ......................... 65 Tabel 3.5 Blue Print Hasil Try Out Skala Perilaku Merokok (Lanjutan) ........ 66 Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ............. 70 Tabel 4.2 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan .... 71 Tabel 4.3 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia ............................ 71 Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ........................................... 72 Tabel 4.5 Penyebaran Skor Perilaku Merokok ................................................ 74 Tabel 4.6 Kategorisasi Skor Dimensi Kepribadian Big Five .......................... 75 Tabel 4.7 Group Statistics ............................................................................... 76 Tabel 4.8 Independent Samples Test ............................................................... 77 Tabel 4.9 Anova Usia ...................................................................................... 78 Tabel 4.10 Anova Tingkat Pendidikan .............................................................. 78 Tabel 4.11 Uji Korelasi Dimensi Neuroticism Dengan Perilaku Merokok ....... 79 Tabel 4.12 Uji Korelasi Dimensi Extraversion Dengan Perilaku Merokok ..... 80
Tabel 4.13 Uji Korelasi Dimensi Agreeableness Dengan Perilaku Merokok ... 81 Tabel 4.14 Uji Korelasi Dimensi Openess Dengan Perilaku Merokok ............. 81 Tabel 4.15 Uji Korelasi Dimensi Conscientiousness Dengan Perilaku Merokok 82 Tabel 4.16 Uji Korelasi Tingkat Pendidikan Dengan Perilaku Merokok ......... 82 Tabel 4.17 Uji Korelasi Usia Dengan Perilaku Merokok .................................. 83 Tabel 4.18 Uji Korelasi Jenis Kelamin Dengan Perilaku Merokok .................. 84 Tabel 4.19 Model Summary................................................................................ 85 Tabel 4.20 ANOVAb ......................................................................................... 85 Tabel 4.21 Coefficients(a) ................................................................................. 86 Tabel 4.22 Perhitungan Proporsi Varians .......................................................... 90
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Masalah
Masalah rokok pada hakikatnya sudah menjadi masalah nasional, bahkan internasional (Amelia, 2009). Merokok sudah menjadi kebiasaan yang sangat umum dan meluas di masyarakat. Bahaya merokok terhadap kesehatan tubuh juga telah diteliti dan dibuktikan banyak orang. Kerugian yang ditimbulkan rokok juga sangat banyak bagi kesehatan, akan tetapi masih saja banyak orang yang tetap memilih untuk menikmatinya (Joseph, 2011). Kebiasaan merokok memang sulit dihilangkan dan jarang diakui orang sebagai suatu kebiasaan buruk. Padahal efekefek yang merugikan akibat merokok sudah diketahui dengan jelas. Bukti-bukti dari penelitian 10 tahun terakhir menunjukkan bahwa lebih dari 50 persen perokok meninggal karena kecanduan dan jika hal tersebut tidak dikendalikan, maka 8 juta orang di dunia akan meninggal setiap tahun karena rokok menjelang tahun 2030. Bahkan, selama abad 21 ini, diperkirakan 1 miliar jiwa orang akan melayang karena rokok (Susanto dkk, 2010). Selain itu, menurut seorang ahli paru, Prasenohadi (dalam Tannos, 2011), kecenderungan umur mulai merokok di Indonesia yang semakin muda berakibat pada usia penderita kanker dan paru yang juga menjadi semakin dini. Pendapat yang serupa dikemukakan oleh Syam (dalam Tannos, 2011), Ketua Bidang Advokasi Pengurus Besar Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)
yang mengatakan bahwa rokok bisa menyebabkan pencandunya berisiko dua kali lipat terserang kanker pankeras, juga lebih mudah terkena kanker usus besar dan kanker lambung. Namun, di antara semua penyakit yang dapat disebabkan oleh rokok, penyakit yang merupakan penyebab kematian terbesar adalah jantung. Ketua umum Yayasan Jantung Indonesia, Joesoef mengatakan bahwa menurut data WHO, dari 2 juta kematian di Indonesia tiap tahunnya, 500 ribu di antaranya disebabkan oleh penyakit jantung. Sekarang ini, muncul hal yang sangat menarik dari fenomena masyarakat, yaitu meskipun semua orang telah mengetahui akan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok, perilaku merokok tidak pernah surut dan tampaknya merupakan perilaku yang masih dapat ditolerir oleh masyarakat. Hal ini dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan rumah, kantor, angkutan umum maupun di jalan-jalan. Hampir setiap saat dapat disaksikan dan di jumpai orang yang merokok (Mu‟tadin, 2002). Menurut Rizal (2010) para perokok tersebut terus bersikeras merasionalisasikan tindakan merokoknya, dari yang berdalih untuk menghilangkan stress, ulama yang tidak sepenuhnya mengharamkan, sampai yang beralasan untuk menyejahterakan karyawan perusahaan rokok atau pun dokter. Ketua Badan Khusus Pengendalian Tembakau, Soerojo (dalam Wijaya, 2011) mengatakan bahwa nikotin memiliki skor tertinggi dalam hal membuat ketergantungan dibandingkan dengan zat adiktif lainnya seperti heroin, kokain, mariyuana, kafein, dan alkohol. Skor tersebut dilihat dari aspek tingkat kesulitan untuk berhenti, angka kekambuhan, dorongan tetap menggunakan meskipun
sudah mengetahui bahayanya serta persentase orang yang ketagihan, dan dari 75 hingga 80 persen perokok yang ingin berhenti merokok, hasilnya kurang dari 5 persen yang berhasil berhenti merokok. Hal itu disebabkan karena nikotin dalam tembakau adalah zat adiktif plus. Dikatakan pula oleh Soerojo bahwa peraturan apa pun yang dibuat untuk membatasi konsumsi rokok, sulit untuk menghentikan ketagihan rokok (Wijaya, 2011). Prevalensi merokok di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan (Wijaya, 2011). Menurut laporan WHO tahun 2008 untuk Indonesia, statistik perokok dari kalangan remaja adalah 24,1% remaja putra dan 4,0% remaja putri atau sekitar 13,5% remaja Indonesia. Sedangkan statistik perokok dari kalangan dewasa adalah 63% pria dan 4,5% wanita atau sekitar 34% perokok dewasa. Jika digabungkan antara perokok kalangan remaja dan dewasa, maka jumlah perokok di Indonesia adalah sekitar 27,6% (Anugrah, 2009). Sedangkan, presentase perokok di Indonesia pada tahun 2010 yang tercatat oleh Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) mencapai 34,7%. Terjadi peningkatan jumlah perokok sebanyak 7,1% dalam dua tahun. Meskipun jumlah tersebut didominasi oleh usia produktif, yaitu 25-64 tahun, kebiasaan merokok di Indonesia ternyata sudah dimulai pada usia sangat dini (Tannos, 2011). Pada mulanya, perilaku merokok kebanyakan mulai terjadi pada saat individu berusia remaja, kebiasaan merokok ini akan terus berlanjut sampai individu tersebut memasuki masa dewasa. Smith dan Anderson (dalam Taurisia, 2009) mengatakan bahwa perilaku berisiko yang dilakukan kebanyakan remaja, seperti merokok adalah bagian dari proses perkembangan yang normal. Hal
tersebut sependapat dengan Rey (dalam Taurisia, 2009) yang mengatakan bahwa perilaku berisiko yang paling sering dilakukan oleh remaja adalah penggunaan rokok, alkohol dan narkoba. Menurut Call (dalam Ardhanari, 2004) masa remaja biasanya didefinisikan sebagai awal dari pubertas dimana terjadi perubahan fisiologis pada tubuh anak laki-laki dan perempuan sehingga persepsi dan perlakuan orang lain serta bagaimana mereka memandang diri mereka sendiri juga berubah. Finaliasari (2003) mengatakan seiring dengan perubahan peran yang dialami remaja yang semula anak-anak menjadi dewasa dan masa di mana remaja mencapai kematangan sosialnya, kondisi psikologisnya pun ikut mengalami perkembangan. Selanjutnya, Call (dalam Ardhanari, 2004) juga mengatakan bahwa masa ini merupakan waktu untuk segala macam pengalaman pertama dalam hidup mereka, dalam proses tahap perkembangan menuju kemandirian ini, remaja mengambil banyak keputusan dan mengembangkan kebiasaan-kebiasaan dengan implikasi berkepanjangan untuk kesehatan dan weel-being mereka. Ada banyak faktor yang menyebabkan seorang remaja merokok. Sitepoe (2000) menjelaskan bahwa di Indonesia, alasan remaja mulai merokok adalah karena kemauan sendiri, melihat teman-temannya, dan diajari atau dipaksa merokok oleh teman-temannya. Merokok pada anak-anak yang disebabkan oleh keinginan sendiri biasanya dikarenakan anak tersebut ingin menunjukkan bahwa dirinya telah dewasa. Sedangkan Santrock (dalam Taurisia, 2009) mengatakan bahwa beberapa alasan remaja mengkonsumsi rokok adalah karena ingin tahu, untuk meningkatkan rasa percaya diri, solidaritas, adaptasi dengan lingkungan,
dan pengaruh interpersonal, termasuk kepribadian yang temperamental, agresif, rendahnya harga diri serta kemampuan coping yang buruk. Seperti yang diungkapkan oleh Aaro (dalam Ardhanari, 2004) bahwa meskipun pengaruh terbesar dari perilaku yang berhubungan dengan kesehatan seharusnya dilihat dari lingkungan sosial, akan tetapi beberapa karakteristik kepribadian telah menunjukkan hubungan yang konsisten dengan tingkah laku yang menimbulkan masalah, seperti merokok. Menurut Eysenck (dalam Ardhanari, 2004) kepribadian merupakan aspek psikologis yang penting dalam menentukan perilaku individu, seperti kecenderungan extraversi yang sudah dihubungkan dengan kecenderungan untuk merokok. Menurut Mu‟tadin (2002) salah satu faktor yang mempengaruhi remaja merokok adalah kepribadian. Kepribadian merupakan bagian yang khas dari setiap individu. Hal ini yang membedakan antara satu individu dengan individu yang lainnya. Menurut Feist & Feist (2009) kepribadian (personality) adalah sebuah pola dari sifat yang relatif menetap dan karakteristik unik, dimana memberikan konsistensi dan individualitas pada perilaku seseorang. Sedangakn sifat (trait) menunjukan perbedaan individual dalam berperilaku, perilaku yang konsistensi sepanjang waktu, dan stabilitas perilaku dalam berbagai situasi. Traits memandang kepribadian sebagai kecenderungan individu untuk bertingkah laku secara konsisten. Wood (2007) menjelaskan bahwa teori kepribadian yang paling umum digunakan saat ini adalah teori kepribadian Big Five. Kepribadian big five merupakan kepribadian dengan pendekatan trait yang
didukung oleh penelitian yang mendalam dan menghasilkan bahwa kepribadian dapat dilihat dalam lima dimensi. Kelima dimensi ini muncul dari penelitian faktor analisis melalui berbagai tes dan skala kepribadian (Goldberg dalam Friedman & Schustack, 2009). Dimensi-dimensi dari kepribadian big five adalah neuroticism, extraversion, agreeableness, openness dan conscientiousness. Ryckman (dalam Deasy & Kartasamita, 2007) menjelaskan bahwa masing-masing dimensi dari kepribadian ini mempunyai nilai positif dan negatif. Pada dasarnya dalam diri individu terdapat semua dimensi kepribadian, namun ada dimensi tertentu yang lebih dominan dibandingkan dimensi lainnya yang akan memberikan gambaran sifat perilaku individu tersebut. Pederson (dalam Amelia, 2009) mengatakan bahwa memiliki skor yang tinggi pada depresi merupakan salah satu karakteristik dari sifat kepribadian yang dimiliki oleh remaja yang merokok. Hal ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Tschan (dalam Amelia, 2009) yang menyebutkan bahwa remaja yang menunjukkan emosi stress kemungkinan besar akan menjadi perokok Sejumlah besar studi telah meneliti hubungan antara traits kepribadian dengan merokok. Meskipun perbedaan kepribadian antara perokok dan nonperokok biasanya kecil, namun hal itu penting dilakukan mengingat banyaknya orang yang merokok. Bahkan, konstribusi penelitian yang kecil dapat meningkatkan pengetahuan tentang perilaku merokok dan memiliki dampak klinis melalui peningkatan program pencegahan dan penghentian merokok (Terracciano & Costa, 2008).
Smith (dalam Terracciano & Costa, 2008) telah menelaah literatur empiris dan menyimpulkan bahwa perokok umumnya lebih extraverted, berorientasi eksternal, impulsif dan menunjukkan kecenderungan anti-sosial yang lebih serta memiliki kesehatan mental yang lebih buruk dibandingkan dengan non-perokok. Sedangkan Eysenck (dalam Terracciano & Costa, 2008) berpendapat bahwa individu-individu yang tinggi pada dimensi extraversion akan merokok untuk mencari stimulasi dan orang yang tinggi dalam neuroticsm akan merokok untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan. Penelitian yang dilakukan oleh Terracciano dan Costa pada tahun 2004 pada dewasa muda di Amerika mengungkapkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada dimensi extraversion dan openness dengan perilaku merokok, namun ada perbedaan yang signifikan pada dimensi neuriticism, agreeableness dan conscientiousness, dan diperoleh hasil bahwa perokok memiliki skor yang tinggi pada dimensi neuroticism. Hal ini dijelaskan oleh Costa & McCrae (dalam Feist & Feist, 2009) bahwa individu yang memiliki skor tinggi pada dimensi neuroticism memiliki kecenderungan untuk menjadi cemas, tempramental, emosional dan rentan terhadap gangguan stress. Para perokok juga memiliki skor yang rendah pada agreeableness dan conscientiousness. Skor rendah pada agreeableness, menunjukkan bahwa individu tersebut suka mencurigai, kikir, tidak ramah, mudah tersinggung, dan mengkritik orang lain. Sedangkan skor rendah pada dimensi conscientiousness adalah orang yang cenderung tidak teratur, lalai, pemalas, dan tidak memiliki tujuan serta mudah menyerah ketika menemui kesulitan dalam tugas-tugasnya. Menurut McKim (dalam Deasy & Kartasamita,
2007) hal ini berhubungan dengan kepribadian perokok yang cenderung mempunyai prestasi akademik yang rendah. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Deasy dan Kartasamita (2007) mengenai hubungan antara kepribadian big five dan perilaku merokok pada 191 dewasa muda di Jakarta, memperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kepribadian dan perilaku merokok pada dewasa muda. Berdasarkan analisis diskriminan yang dilakukan, maka terdapat 2 sub-dimensi yang mempunyai hubungan dengan perilaku merokok, yaitu yang berasal dari dimensi neuroticism, yaitu sub dimensi anxiety dan self-consciousness. Perokok yang memiliki skor sub dimensi anxiety yang tinggi cenderung merasa cemas dan khawatir terhadap masa depan dan kemungkinan yang akan terjadi. Sedangkan perokok yang memiliki skor yang cukup tinggi pada sub dimensi selfconsciousness, berarti bahwa individu cenderung takut terhadap orang lain yang posisinya lebih tinggi darinya, serta cukup takut berbuat kesalahan yang mengecewakan orang lain (Deasy & Kartasamita, 2007). Usia, tingkat pendidikan dan jenis kelamin merupakan variabel kategorik yang juga ikut diteliti dalam penelitian ini. Usia merupakan karakteristik individu yang turut mempengaruhi perilaku merokok. Menurut Terracciano dan Costa (2008) perokok cenderung lebih muda dan kurang berpendidikan dibandingkan dengan non-perokok. Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi perokok meningkat dengan menambahnya umur, sampai kelompok umur 55-59 tahun, dan kemudian menurun pada kelompok umur berikutnya.
Tingkat pendidikan juga ikut mempengaruhi perilaku merokok. Menurut TCSC-IAKMI prevalensi perokok dewasa dengan pendidikan rendah lebih besar daripada perokok dewasa dengan pendidikan tinggi. Data tahun 2004 menunjukkan bahwa sebanyak 67% laki-laki tidak bersekolah atau tidak lulus SD adalah perokok aktif. Sedangkan menurut Riskesdas 2007, prevalensi merokok pada kelompok yang tidak sekolah atau tidak tamat SD adalah sebesar 72,3% pada laki-laki dan 10,1% pada perempuan (Wijaya, 2011). Selain faktor usia dan tingkat pendidikan, jenis kelamin juga mempunyai hubungan yang cukup signifikan dengan perilaku merokok. Rachiotis dkk (2008) mencatat bahwa dalam berbagai penelitian telah terungkap bahwa kecenderungan merokok pada laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan. Hal ini mendukung hasil penelitian Torres dan Pritchard (2005) yang menemukan bahwa terdapat perbedaan jenis kelamin yang signifikan dalam banyak perilaku kesehatan berisiko (salah satunya adalah merokok), di mana laki-laki lebih banyak dalam perilaku merokok dibandingkan dengan perempuan. Seperti yang terlihat dalam hasil laporan dari Riskesdas tahun 2007 dan 2010 (dalam Wijaya, 2011) bahwa jumlah perokok laki-laki lebih tinggi (64% dan 65,9%) dibandingkan perempuan (4,9% dan 4,2%). Menurut Mudjiran (dalam Syahti, 2009), hal tersebut dikarenakan perempuan yang merokok mempunyai pengendalian diri yang kurang dan perempuan tersebut cenderung stress dan menganggap rokok sebagai cara yang efektif untuk mengatasi stress. Perempuan juga cenderung labil secara emosional sehingga menjadikan rokok sebagai pelarian.
Dari fenomena merokok di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang “”Hubungan antara Dimensi Kepribadian Big Five dengan Perilaku Merokok Pada Remaja Akhir”. Penelitian ini perlu dilakukan mengingat jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar memungkinkan peningkatan jumlah perokok aktif di kalangan remaja yang semakin besar dan dampak selanjutnya, kemungkinan terjadinya kematian yang diakibatkan oleh rokok akan semakin besar pula, sejalan dengan semakin meningkatnya perokok-perokok aktif di Indonesia.
1.2.
Perumusan dan Pembatasan Masalah
1.2.1. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut : 1) Apakah ada hubungan yang signifikan antara dimensi neuroticism dalam kepribadian big five dengan perilaku merokok pada remaja akhir? 2) Apakah ada hubungan yang signifikan antara dimensi extraversion dalam kepribadian big five dengan perilaku merokok pada remaja akhir? 3) Apakah ada hubungan yang signifikan antara dimensi agreeableness dalam kepribadian big five dengan perilaku merokok pada remaja akhir? 4) Apakah ada hubungan yang signifikan antara dimensi openness dalam kepribadian big five dengan perilaku merokok pada remaja akhir?
5) Apakah ada hubungan yang signifikan antara dimensi conscientiousness dalam kepribadian big five dengan perilaku merokok pada remaja akhir? 6) Apakah ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan perilaku merokok pada remaja akhir? 7) Apakah ada hubungan yang signifikan antara usia dengan perilaku merokok pada remaja akhir? 8) Apakah ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan perilaku merokok pada remaja akhir?
1.2.2. Pembatasan Masalah Untuk menghindari kesalahan persepsi dan lebih terarahnya pembahasan, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti yaitu sebagai berikut : a) Kepribadian big five adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah dimensi kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Lima dimensi kepribadian tersebut adalah neuroticism, extraversion, agreeableness, openness dan conscientiousness. b) Perilaku merokok yang dimaksud adalah individu yang merokok karena dipengaruhi oleh perasaan yang menyenangkan maupun perasaan yang tidak menyenangkan, yang dilakukan secara sadar kemudian menjadi ketergantungan terhadap rokok, sehingga lambat laun sudah menjadi kebiasaan yang meningkat.
c) Responden yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah remaja yang berusia 17-21 tahun, dengan pertimbangan bahwa pada umumnya remaja sudah mulai merokok pada usia ini. Selain itu, pada masa remaja akhir, kepribadian yang terbentuk pada diri remaja tersebut juga sudah semakin stabil dari pada saat remaja awal dimana terjadi perubahan besar dalam peran dari anak-anak menuju dewasa.
1.3.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan antara Dimensi Kepribadian big five (neuroticism, extraversion, agreeableness, openness, dan conscientiousness), tingkat pendidikan, usia dan jenis kelamin dengan perilaku merokok pada remaja akhir.
1.3.2. Manfaat Penelitian 1) Manfaat Teoritis Manfaat teoritisnya adalah untuk menambah khazanah kajian psikologi khususnya yang berkaitan dengan psikologi kepribadian dan psikologi kesehatan. 2) Manfaat Praktis a) Secara praktis penelitian ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat tentang pengaruh kepribadian terhadap perilaku merokok
remaja serta dapat membantu masyarakat dalam peningkatan program pencegahan dan penghentian merokok dengan informasi tersebut. b) Bagi remaja, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dan pengetahuan mengenai kepribadiannya serta sebagai acuan agar remaja dapat mempertimbangkan kembali sebelum mengambil keputusan untuk merokok. c) Diharapkan penelitian ini juga dapat menjawab keingintahuan masyarakat mengenai hubungan antara kepribadian dengan perilaku merokok khususnya mengenai remaja Indonesia.
1.4.
Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dalam penyusunan skripsi sebagai berikut :
Bab 1 : Pendahuluan Berisi latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab 2 : Kajian Pustaka Di dalam bab ini akan dibahas sejumlah teori yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti secara sistematis, kerangka berpikir, dan hipotesis. Bab 3 : Metode Penelitian Bab ini meliputi pendekatan dan tipe penelitian yang digunakan, definisi konseptual dan operasional variabel, populasi dan sampel, teknik
pengambilan sampel, pengumpulan data, uji instrumen, teknik analisis data dan prosedur penelitian. Bab 4 : Analisis Hasil Penelitian Dalam bab ini, peneliti akan membahas mengenai gambaran subjek penelitian, deskripsi data dan hasil uji hipotesis. Bab 5 : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran Pada bab ini, peneliti akan merangkum keseluruhan isi penelitian dan menyimpulkan hasil penelitian. Dalam bab ini juga akan dimuat diskusi dan saran. Daftar Pustaka Lampiran-lampiran
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1.
Perilaku Merokok
2.1.1. Definisi Perilaku Merokok Walgito (2002) mendefinisikan perilaku atau aktivitas-aktivitas individu dalam pengertian luas, yaitu perilaku yang nampak (overt behavior) dan perilaku yang tidak menampak (inner behavior) demikian pula aktivitas-aktivitas tersebut disamping motorik juga termasuk aktivitas emosional dan kognitif. Sebagaimana diketahui perilaku atau aktivitas yang ada pada individu atau organisme itu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh organisme yang bersangkutan, baik stimulus eksternal maupun stimulus internal. Namun, sebagian besar dari perilaku organisme itu merupakan respons terhadap stimulus eksternal (Walgito, 2002). Dengan demikian, dapat diartikan bahwa perilaku dalam penelitian ini adalah reaksi individu yang diwujudkan dengan tindakan atau aktivitas terhadap suatu rangsangan tertentu. Dalam hal ini rangsangan tersebut adalah rokok. Rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus, yang mengandung nikotin dan tar dan atau tanpa bahan tambahan (Sitepoe, 2000). Biasanya rokok berbentuk silinder yang panjangnya antara 70 hingga 120 mm dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok
digunakan dengan cara membakar agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain. Menurut Sitepoe (2000) merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik dengan menggunakan rokok maupun pipa. Asap yang dihisap melalui mulut disebut mainstream smoke, sedangkan asap rokok yang terbentuk pada ujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang dihembuskan ke udara oleh perokok disebut sidestream smoke. Sidestream smoke atau asap sidestream mengakibatkan seseorang menjadi perokok pasif. Selain itu, Sari dkk (2003) juga memberikan definisi yang serupa, mereka menyebutkan bahwa perilaku merokok adalah aktivitas menghisap atau menghirup asap rokok dengan menggunakan pipa atau rokok. Jadi, perilaku merokok adalah aktivitas membakar tembakau dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut, baik dengan menggunakan rokok maupun pipa.
2.1.2. Dampak Perilaku Merokok Menurut Wijaya (2011) dampak buruk rokok terhadap kesehatan pertama kali ditemukan pada tahun 1951, sejak itu banyak penelitian yang membuktikannya. Dampak rokok terhadap kesehatan sering disebut sebagai „silent killer‟ karena timbul secara perlahan dan dalam tempo yang relatif lama, tidak langsung dan tidak nampak secara nyata. Kebiasaan merokok merupakan salah satu faktor resiko bagi banyak penyakit tidak menular yang berbahaya. Merokok juga dapat
mengurangi separuh usia hidup penggunanya dan 50% dari kematian tersebut terjadi pada usia 30-69 tahun. Sedangkan Odgen (dalam Nasution, 2007) membagi dampak perilaku merokok menjadi dua, yaitu ; 1. Dampak positif Merokok menimbulkan dampak positif yang sangat sedikit bagi kesehatan. Para perokok tersebut menyatakan bahwa merokok dapat menghasilkan mood positif dan dapat membantu individu menghadapai keadaan-keadaan yang sulit. Smet (dalam Nasution, 2007) menyebutkan keuntungan dari merokok (terutama bagi perokok) yaitu dapat mengurangi ketegangan, meningkatkan konsentrasi dan rasanya menyenangkan. 2. Dampak negatif Merokok dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yang sangat berpengaruh bagi kesehatan. Merokok bukanlah penyebab suatu penyakit, tetapi dapat memicu suatu jenis penyakit yang dapat mengakibatkan kematian. Menurut Sitepoe (2001), berbagai jenis penyakit yang dapat dipicu karena merokok, antara lain : penyakit kardiolovaskular, neoplasma (kanker), saluran pernafasan, peningkatan tekanan darah, penurunan vertilitas (kesuburan), sakit mag, gangguan pembuluh darah, ambliyopia (penglihatan kabur), kulit mejnjadi kering, pucat dan keriput, serta polusi udara dalam ruangan sehingga terjadi iritasi mata, hidung dan tenggorokkan.
Selain itu, Komalasari & Helmi (2000) juga mengatakan bahwa perilaku merokok dilihat dari berbagai sudut pandang sangat merugikan, baik untuk dirinya sendiri maupun orang disekelilingnya. Dilihat dari sisi individu yang bersangkutan, ada beberapa riset yang mendukung pernyataan tersebut. Dilihat dari sisi kesehatan, pengaruh bahan-bahan kimia yang dikandung rokok seperti nikotin, CO (Karbonmonoksida) dan tar akan memacu kerja dari susunan syaraf pusat dan susunan syaraf simpatis sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah cepat, menstimulasi kanker dan berbagai penyakit lain seperti penyempitan pembuluh darah, tekanan darah tinggi, jantung, paru-paru dan bronchitis kronis. Bagi ibu hamil, rokok dapat menyebabkan kelahiran premature, berat badan bayi rendah, mortalitas prenatal, kemungkinan lahir dalam keadaan cacat dan mengalami gangguan dalam perkembangan. Sedangkan jika dilihat dari sisi orang disekelilingnya, merokok menimbulkan dampak negatif bagi perokok pasif. Resiko yang ditanggung perokok pasif lebih berbahaya daripada perokok aktif karena daya tahan terhadap zat-zat yang berbahaya sangat rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok lebih banyak menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan diri perokok sendiri maupun bagi orang di sekeliling perokok tersebut.
2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok Finaliasari (2003) mengatakan bahwa zat yang terkandung dalam rokok itu sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia, namun pada kenyataannya banyak individu yang memilih menjadi perokok. Beberapa faktor yang menjadi penyebab perilaku merokok dikalangan remaja menurut Mu‟tadin (2002) adalah sebagai berikut: 1. Pengaruh Orang Tua Salah satu temuan tentang remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras lebih mudah untuk menjadi perokok dibanding anak-anak muda yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia. Perilaku merokok juga lebih banyak didapati pada mereka yang tinggal dengan satu orang tua (single parent). Remaja akan lebih cepat berperilaku sebagai perokok bila ibu mereka merokok daripada ayah yang merokok, hal ini lebih terlihat pada remaja putri. 2. Pengaruh Teman Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya. Bachri (dalam Mu‟tadin, 2002) mengungkapkan bahwa di antara remaja perokok terdapat 87% yang mempunyai sekurangkurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok.
3. Faktor Kepribadian Faktor kepribadian yang membuat individu mencoba untuk merokok adalah karena rasa ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, dan membebaskan diri dari kebosanan. Namun, satu sifat kepribadian yang bersifat prediktif pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah konformitas sosial. Orang yang memiliki skor tinggi pada berbagai
tes
konformitas
sosial
lebih
mudah
menjadi
perokok
dibandingkan dengan mereka yang memiliki skor yang rendah. 4. Pengaruh Iklan Menurut Juniarti (dalam Mu‟tadin, 2002) melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut.
Sedangkan menurut Maman (2009) beberapa faktor yang berperan dalam perilaku merokok pada remaja, antara lain : 1. Faktor Individu Perilaku merokok pada remaja juga dapat timbul karena pengaruh emosi yang menyebabkan seorang individu mencari relaksasi. Saat ini para remaja menghadapi berbagai tuntutan, harapan, resiko-resiko, dan godaangodaan yang nampaknya lebih banyak dan kompleks daripada yang dihadapi para remaja generasi sebelumnya. Semua ini sangat berpotensi
menyebabkan remaja merasa tertekan dan stress. Remaja yang mengalami stress ini sangat mungkin mengembangkan perilaku merokok sebagai suatu cara untuk mengatasi stress yang mereka hadapi karena kurangnya perkembangan keterampilan menghadapi masalah secara kompeten dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Individu dengan dimensi kepribadian tertentu juga dapat menyebabkan mereka lebih sering mengalami distres pribadi sehingga lebih mungkin untuk berperilaku merokok. Seperti, dimensi kepribadian neuroticism (kecenderungan umum untuk mengalami perasaan negatif dan stress) yang ternyata berhubungan dengan tingginya prevalensi perilaku merokok. 2. Faktor Lingkungan Bandura dalam teori social learning berasumsi bahwa perilaku dan sistem nilai seorang remaja terbentuk oleh sekumpulan interaksi yang kompleks antara hubungan-hubungan sosial interpersonal. Menurut Jessor (dalam Maman, 2009) perilaku bermasalah pada remaja, termasuk merokok, merupakan hasil interaksi antara variabel interpersonal seperti kepribadian, sikap, dan perilaku, dengan sistem lingkungan, termasuk lingkungan keluarga dan teman sebaya. 3. Faktor Demografis Beberapa faktor demografis yang berhubungan dengan perilaku merokok adalah usia, jenis kelamin, ras dan etnis, serta tingkat sosial ekonomi. Status sosial ekonomi yang terdiri dari tingkat pekerjaan, pendidikan dan
penghasilan juga mempunyai hubungan yang cukup signifikan dengan perilaku merokok. Dalam sebuah penelitian di Finlandia Timur, ditemukan bahwa status sosial ekonomi khususnya tingkat pendidikan mempunyai keterhubungan yang kuat dengan perilaku merokok. Seperti hasil penelitian Rachiotis dkk (2008) dalam penelitian lain menemukan bahwa usia yang semakin tua, jenis kelamin pria dan tingkat pendidikan orang tua yang semakin rendah berhubungan secara signifikan dengan perilaku merokok saat ini.
Selain itu, Hansen (dalam Nasution, 2007) juga mengungkapkan beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku merokok, diantaranya yaitu : 1. Faktor Lingkungan Sosial Lingkungan sosial berpengaruh terhadap sikap, kepercayaan, dan perhatian individu pada perokok. Seseorang akan berperilaku dengan cara memperhatikan lingkungan sosialnya, seperti teman sebaya, orang tua, saudara-saudara dan media. 2. Faktor Demografis Faktor ini meliputi umur dan jenis kelamin. Orang yang merokok pada usia dewasa semakin banyak, akan tetapi pengaruh jenis kelamin sudah tidak terlalu berperan karena sekarang ini baik laki-laki maupun perempuan sudah merokok.
3. Faktor Sosio-Kultural Kebiasaan budaya, kelas sosial, tingkat pendidikan, penghasilan, dan gengsi pekerjaan akan mempengaruhi perilaku individu.
Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi perilaku merokok remaja, faktor-faktor tersebut antara lain : faktor kepribadian, faktor lingkungan (seperti pengaruh orang tua, teman, dan iklan), usia, jenis kelamin, kelas sosial, tingkat pendidikan dan lain-lain.
2.1.4. Tahapan Perilaku Merokok Menurut Leventhal dan Clearly (dalam Deasy & Kartasamita, 2007) terdapat beberapa tahapan seseorang menjadi perokok tetap. Pertama, tahap persiapan., yaitu sebelum seseorang mencoba rokok, melibatkan perkembangan perilaku, intensi tentang merokok, dan bayangan tentang seperti apa rokok itu. Kedua, tahap inisiasi (initiation). Reaksi tubuh saat seseorang mencoba rokok pertama kali berupa batuk dan berkeringat. Namun demikian, hal ini sebagian besar diabaikan dan semakin mendorong perilaku adaptasi terhadap rokok. Ketiga, tahap menjadi perokok. Tahap ini melibatkan suatu proses concept formation, yaitu seseorang belajar kapan dan bagaimana merokok serta memasukkan aturan perokok ke dalam konsep dirinya. Terakhir, perokok tetap. Tahap ini terjadi saat faktor psikologi dan mekanisme biologis bergabung, dan semakin mendorong perilaku merokok.
Selain itu, Komalasari & Helmi (2000) juga menyebutkan bahwa terdapat 4 tahap dalam perilaku merokok sehingga menjadi perokok, yaitu : 1. Tahap
Preparatory.
Seseorang
mendapatkan
gambaran
yang
menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat untuk merokok. 2. Tahap Initiation. Tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan meneruskan ataukah tidak terhadap perilaku merokok. 3. Tahap becoming a smoker. Apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak 4 batang per hari maka mempunyai kecenderungan menjadi perokok. 4. Tahap maintenance of smoking. Pada tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self-regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan.
Sedangkan menurut Wang (dalam Finaliasari, 2003) individu yang menjadi perokok tidak begitu saja menjadi terbiasa untuk merokok. Mereka mengalami beberapa tahap hingga mereka menjadi perokok aktif. Pada awalnya mereka berada pada tahap preparation dimana mereka belum pernah mencoba untuk merokok. Meningkat ke tahap initiation, mereka mencoba menghisap rokoknya yang pertama. Pada tahap eksperimentation, mereka terus menerus mencoba untuk merokok hingga mereka berada pada tahap habituation, dimana mereka menjadi perokok aktif. Pada akhirnya mereka akan mencapai tahap
maintenance yaitu tahap perokok menjadi kecanduan merokok. Tahap akhir ini tampaknya menjadi tahap yang paling membahayakan bagi para perokok karena bila mencapai tahap ini, besar risiko baginya untuk terkena penyakit akibat rokok. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wang (dalam Finalisari, 2003) menemukan bahwa dari 1420 responden yang tidak merokok terdapat sekitar 361 responden yang menjadi experimental smokers dan sekitar 111 responden yang menjadi regular smoker dalam jangka waktu 3 tahun. Akan tetapi, pada kenyataannya setiap individu bisa menjadi perokok aktif dalam waktu yang berbeda-beda.
2.1.5. Tipe Perilaku Merokok Menurut Tomkins (dalam Mu‟tadin, 2002), ada empat tipe perilaku merokok berdasarkan Management of affect theory, yaitu : 1) Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif (positive affect smokers), dengan merokok seseorang merasakan penambahan rasa yang positif. Green (dalam Mu,tadin, 2002) menambahkan ada tiga sub tipe ini, antara lain : a. Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan. b. Simulation to pick them up, perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan.
c. Pleasure of handling the cigarette, kenikmatan yang diperoleh dengan memegang rokok dan biasanya sangat spesifik pada perokok pipa. Perokok pipa akan menghabiskan waktu untuk mengisi pipa dengan tembakau sedangkan untuk menghisapnya hanya dibutuhkan waktu beberapa menit saja, atau perokok lebih senang berlama-lama untuk memainkan rokoknya dengan jari-jarinya sebelum ia nyalakan dengan api. 2) Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif (negative affect smokers). Banyak orang yang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan negatif, misalnya ketika individu tersebut merasa marah, cemas atau gelisah, mereka cenderung menganggap rokok sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok ketika perasaan tidak enak terjadi, sehingga mereka dapat terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak 3) Perilaku merokok yang adiktif (addictive smokers). Oleh Green (dalam Mu‟tadin, 2002) disebut sebagai psychological addiction. Mereka yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang. Mereka umumnya akan pergi keluar rumah untuk membeli rokok, walau tengah malam sekalipun, karena khawatir rokok tidak tersedia saat ia menginginkannya. 4) Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan (pure habits smokers). Mereka
menggunakan
rokok
sama
sekali
bukan
karena
untuk
mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar sudah menjadi kebiasaan yang rutin. Dapat dikatakan pada orang-orang tipe ini, merokok
sudah merupakan suatu perilaku yang bersifat otomatis, seringkali tanpa dipikirkan dan tanpa disadari.
2.1.6. Keterkaitan antara Perilaku Merokok dan Kepribadian Salah satu faktor yang berhubungan dengan terjadinya perilaku merokok adalah kepribadian. Diperkirakan, individu yang merokok kebanyakan adalah individu dengan kepribadian yang cenderung risk taking behavior. Hal ini karena perilaku merokok merupakan salah satu risk taking behavior dengan menggunakan zat-zat tertentu (substance risk taking behavior). Merokok dengan zat yang terkandung di dalamnya jelas dapat membahayakan kesehatan tubuh dari pemakainya (Finaliasari, 2003). Dari beberapa penelitian yang telah ada, ditemukan adanya hubungan antara personality traits dengan perilaku merokok. Seperti yang dikemukakan oleh Booth-Kewley & Vickers (dalam Finaliasari, 2003) bahwa setidaknya ada satu dimensi dari kepribadian yang berkaitan dengan perilaku substance risk taking yang muncul dalam perilaku merokok. Dari penelitian mereka, hasilya adalah beberapa aspek dari kepribadian (salah satunya extraversion) berhubungan dengan substance risk taking behavior (perilaku merokok).
2.2.
Kepribadian
2.2.1. Definisi Kepribadian Kata kepribadian berasal dari kata personality (bahasa inggris) yang berasal dari kata persona (bahasa latin) yang berarti kedok atau topeng. Yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemain panggung untuk menggambarkan perilaku, watak atau pribadi seseorang. Hal itu dilakukan oleh karena terdapat ciriciri khas yang hanya dimiliki oleh seseorang tersebut baik dalam arti kepribadian yang yang baik, ataupun yang kurang baik (Sujanto dkk, 2008). Kepribadian merupakan bagian yang khas dari setiap individu. Hal ini yang membedakan antara satu individu dengan individu lainnya. Definisi kepribadian menurut Allport (dalam Suryabrata, 2008) adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Allport (dalam Sujanto dkk, 2008) juga mengatakan bahwa kepribadian terletak di belakang perbuatan-perbuatan khusus dan di dalam individu. Dari apa yang telah dikemukakan, maka dapat dikatakan bahwa kepribadian adalah sesuatu yang khas dan unik jadi setiap orang pasti memiliki kepribadian yang berbeda dan kepribadian adalah sesuatu yang mempunyai fungsi atau arti adaptasi dan menentukan. Kemudian, Cattel (dalam Engler, 2009) memberi definisi mengenai kepribadian dengan sangat umum yaitu kepribadian adalah suatu prediksi mengenai apa yang akan dilakukan oleh seseorang dalam berbagai situasi yang terjadi padanya. Jadi persoalan mengenai kepribadian adalah persoalan mengenai
segala aktivitas individu, baik yang tampak maupun tidak tampak (Suryabrata, 2008). Sedangkan menurut Pervin dkk (2005) kepribadian mewakili karakteristik individu yang terdiri dari pola-pola pikiran, perasaan dan perilaku yang konsisten. Definisi tersebut memiliki arti agar kita fokus pada banyak aspek yang berbeda pada setiap orang. Namun, hal tersebut juga menganjurkan kita untuk konsisten pada pola tingkah laku dan kualitas dalam diri orang tersebut yang diukur secara teratur. Maka dapat disimpulkan bahwa kepribadian adalah ciri atau karakter yang ada pada individu secara konsisten baik itu tampak ataupun tidak tampak yang membedakannya antara satu orang dengan orang lainnya. Definisi kepribadian yang digunakan dalam penelitian ini adalah definisi kepribadian yang dikemukakan oleh Allport (Suryabrata, 2008) dalam, yaitu organisasi dinamis dalam individu sebagai system psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan.
2.2.2. Faktor-faktor yang membentuk Kepribadian Menurut Alfin (2010) secara umum, perkembangan kepribadian dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu : a. Warisan Biologis (Heredity) Warisan biologis mempengaruhi kehidupan manusia dan setiap manusia mempunyai warisan biologis yang unik, berbeda dari orang lain. Artinya
tidak ada seorang pun di dunia ini yang mempunyai karakteristik fisik yang sama persis dengan orang lain, bahkan anak kembar sekalipun. Warisan biologis yang terpenting terletak pada perbedaan intelegensi dan kematangan biologis. Keadaan ini membawa pengaruh pada kepribadian seseorang. b. Warisan Lingkungan Alam (Natural Environment) Perbedaan iklim, topografi, dan sumber daya alam menyebabkan manusia harus menyesuaikan diri terhadap alam. Melalui penyesuaian diri itu, dengan sendirinya pola perilaku masyarakat dan kebudayaannyapun dipengaruhi oleh alam. Misalnya orang yang hidup di pinggir pantai dengan mata pencaharian sebagai nelayan mempunyai kepribadian yang berbeda dengan orang yang tinggal di daerah pertanian. Mereka memiliki nada bicara yang lebih keras daripada orang-orang yang tinggal di daerah pertanian, karena harus menyamai dengan debur suara ombak. Hal itu terbawa dalam kehidupan sehari-hari dan telah menjadi kepribadiannya. c. Warisan Sosial (Social Heritage) atau Kebudayaan Kita tahu bahwa antara manusia, alam, dan kebudayaan mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling memengaruhi. Manusia berusaha untuk mengubah alam agar sesuai dengan kebudayaannya guna memenuhi kebutuhan hidup. Misalnya manusia membuka hutan untuk dijadikan lahan pertanian. Sementara itu kebudayaan memberikan andil yang besar dalam memberikan warna kepribadian anggota masyarakatnya.
d. Pengalaman Kelompok Manusia (Group Experiences) Kehidupan manusia dipengaruhi oleh kelompoknya. Kelompok manusia, sadar atau tidak telah memengaruhi anggota-anggotanya, dan para anggotanya menyesuaikan diri terhadap kelompoknya. Setiap kelompok mewariskan pengalaman khas yang tidak diberikan oleh kelompok lain kepada anggotanya, sehingga timbullah kepribadian khas anggota masyarakat tersebut. e. Pengalaman Unik ( Unique Experience ) Setiap orang mempunyai kepribadian yang berbeda dengan orang lain, walaupun orang itu berasal dari keluarga yang sama, dibesarkan dalam kebudayaan yang sama, serta mempunyai lingkungan fisik yang sama pula. Mengapa demikian? Walaupun mereka pernah mendapatkan pengalaman yang serupa dalam beberapa hal, namun berbeda dalam beberapa hal lainnya. Mengingat pengalaman setiap orang adalah unik dan tidak ada pengalaman siapapun yang secara sempurna menyamainya.
Mengenai pengalaman-pengalaman yang ikut membentuk kepribadian, kita dapat membedakannya dalam dua golongan (Setiawan, 2011) : 1. Pengalaman yang umum, yaitu yang dialami oleh tiap-tiap individu dalam kebudayaan tertentu. Pengalaman ini erat hubungannya dengan fungsi dan peranan seseorang dalam masyarakat. Meskipun demikian, kepribadian seseorang tidak dapat sepenuhnya diramalkan atau dikenali hanya
berdasarkan pengetahuan tentang struktur kebudayaan dimana orang itu hidup. Hal ini dikarenakan : a. Pengaruh kebudayaan terhadap seseorang tidaklah sama karena medianya (orang tua, saudara, media massa dan lain-lain) tidaklah sama pula pada setiap orang. b. Tiap individu mempunyai pengalaman-pengalaman yang khusus, yang terjadi pada dirinya sendiri. 2. Pengalaman yang khusus, yaitu yang khusus dialami individu sendiri. Pengalaman ini tidak bergantung pada status dan peran orang yang bersangkutan dalam masyarakat.
Pengalaman-pengalaman yang umum maupun yang khusus di atas memberi pengaruh yang berbeda-beda pada tiap individu-individu itu pun merencanakan pengalaman-pengalaman tersebut secara berbeda-beda pula sampai akhirnya ia membentuk dalam dirinya suatu stuktur kepribadian yang tetap (permanen). Proses integrasi pengalaman-pengalaman ke dalam kepribadian yang makin lama makin dewasa, disebut proses pembentukan identitas diri
2.2.3. Perkembangan Kepribadian Menurut Allport (dalam Suryabrata, 2007) individu itu dari lahir mengalami perubahan-perubahan yang penting. Perkembangan kepribadian yang terjadi menurutnya adalah :
a.
Kanak-kanak Allport memandang neonatus itu semata-mata sebagai makhluk yang dilengkapi dengan keturunan-keturunan, dorongan-dorongan/nafsu-nafsu dan refleks-refleks. Jadi belum memiliki bermacam-macam sifat yang kemudian dimilikinya. Dengan kata lain belum memiliki kepribadian. Pada waktu lahir ini anak telah mempunyai potensi-potensi baik fisik maupun
tempramen,
yang
aktualisasinya
tergantung
kepada
perkembangan dan kematangan. Dalam masa ini anak itu merupakan makhluk yang punya tegangan-tegangan dan perasaan nyaman tak nyaman. Jadi pada masa ini keterangan yang biologis yang bersandar pada pentingnya hadiah atau hukum efek atau prinsip kesenangan adalah sangat cocok. Berarti dengan didorong oleh kebutuhan untuk mengurangi ketidaknyamanan sampai minimal dan mencari kenyamanan sampai maksimal anak itu berkembang. Pertumbuhan itu bagi Allport merupakan proses diferensiasi dan integrasi yang berlangsung terus menerus. Allport menyimpulkan, bahwa setidak-tidaknya pada bagian kedua tahun pertama anak telah menunjukkan dengan pasti sifat-sifat yang khas (Suryabrata, 2007). b.
Orang dewasa Pada orang dewasa faktor-faktor yang menentukan tingkah laku adalah sifat-sifat (traits) yang terorganisasikan dengan selaras. Sifat-sifat ini timbul dalam berbagai cara dari perlengkapan-perlengkapan yang dimiliki neonatus. Bagaimana jalan perkembangan ini yang sebenarnya bagi
Allport tidaklah penting; yang penting ialah yang ada kini. Sampai batasbatas tertentu berfungsinya sifat-sifat itu disadari dan rasional. Biasanya individu yang normal mengerti atau menyadari apa yang dikerjakannya dan mengapa itu dikerjakannya, untuk memahami manusia dewasa tidak dapat dilakukan tanpa mengerti tujuan-tujuan serta aspirasi-aspirasinya. Motif-motif itu terutama tidak berasal dari masa lampau tetapi bersandar pada masa depan. Pada umumnya orang dapat lebih tahu apa yang akan hendak dikerjakan seseorang, kalau dia tahu rencana-rencana yang disadarinya daripada ingatan-ingatan yang tertentu (Suryabrata, 2007).
2.2.4. Teori-teori Kepribadian Terdapat empat teori kepribadian utama yang satu sama lain berbeda (Setiawan, 2011) antara lain : 1. Teori Kepribadian Psikoanalisis Dalam
mencoba memahami sistem
membangun
model
kepribadian
kepribadian
yang
saling
manusia, berhubungan
Freud dan
menimbulkan ketegangan satu sama lain. Konflik dasar dari tiga sistem kepribadian tersebut menciptakan energi psikis individu. Energi dasar ini menjadi kebutuhan instink individu yang menuntut pemuasan. Tiga sistem tersebut adalah : id, ego, dan superego. Id bekerja menggunakan prinsip kesenangan, mencari pemuasan segera impuls biologis; ego mematuhi prinsip realita, menunda pemuasan sampai
bisa dicapai dengan cara yang diterima masyarakat, dan superego (hati nurani;suara hati) memiliki standar moral pada individu. Jadi jelaslah bahwa dalam teori psikoanalisis Freud, ego harus menghadapi konflik antara id (yang berisi naluri seksual dan agresif yang selalu minta disalurkan) dan super ego (yang berisi larangan yang menghambat nalurinaluri itu) . Selanjutnya ego masih harus mempertimbangkan realitas di dunia luar sebelum menampilkan perilaku tertentu. 2. Teori-Teori Sifat (Trait Theories) Teori sifat ini dikenal sebagai teori-teori tipe (type theories) yang menekankan aspek kepribadian yang bersifat relatif stabil atau menetap. Tepatnya, teori-teori ini menyatakan bahwa manusia memiliki sifat atau sifat-sifat tertentu, yakni pola kecenderungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu. Sifat-sifat yang stabil ini menyebabkan manusia bertingkah laku relatif tetap dari situasi ke situasi. 3. Teori Kepribadian Behaviorisme Menurut
Skinner,
individu
adalah
organisme
yang memperoleh
perbendaharaan tingkah lakunya melalui belajar. Dia bukanlah agen penyebab tingkah laku, melainkan tempat kedudukan atau suatu poin yang faktor-faktor lingkungan dan bawaan yang khas secara bersama-sama menghasilkan akibat (tingkah laku) yang khas pula pada individu tersebut.
Bagi Skinner, studi mengenai kepribadian itu ditujukan pada penemuan pola yang khas dari kaitan antara tingkah laku organisme dan berbagai konsekuensi yang diperkuatnya. 4. Teori Psikologi Kognitif Pandangan teori kognitif menyatakan bahwa organisasi kepribadian manusia tidak lain adalah elemen-elemen kesadaran yang satu sama lain saling terkait dalam lapangan kesadaran (kognisi). Dalam teori ini, unsur psikis dan fisik tidak dipisahkan lagi, karena keduanya termasuk dalam kognisi manusia. Bahkan, dengan teori ini dimungkinkan juga faktorfaktor diluar diri dimasukkan (diwakili) dalam lapangan psikologis atau lapangan kesadaran seseorang.
2.2.5. Pendekatan Trait dalam Kepribadian Ada beberapa pendekatan yang dikemukakan oleh para ahli untuk memahami kepribadian. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah teori trait. Teori trait merupakan sebuah model untuk mengidentifikasi trait-trait dasar yang diperlukan untuk menggambarkan suatu kepribadian (Mastuti, 2005). Fieldman (dalam Mastuti, 2005) mendefinisikan trait sebagai suatu dimensi yang menetap dari karakteristik kepribadian, hal tersebut yang membedakan individu dengan individu yang lain. Allport (dalam Engler, 2009) mengatakan trait adalah struktur yang jujur dan dapat dipercaya dalam diri individu yang mempengaruhi tingkah laku, trait
bukanlah label sederhana yang kita gunakan untuk menjelaskan atau mengklasifikasikan tingkah laku dan mendefinisikan trait sebagai kecenderungan menentukan atau predisposisi untuk merespon situasi yang terjadi dalam berbagai cara. Trait bersifat konsisten dan abadi, trait dihitung untuk konsistensinya dalam tingkah laku manusia. Trait, sama seperti kepribadian pada dasarnya tidak dapat di observasi. Pada saat ini, peneliti kepribadian hanya dapat mengukur trait secara empiris. Kemudian menurut Cattel (dalam Suryabrata, 2008), trait adalah suatu “struktur mental”, suatu kesimpulan yang diambil dari tingkah laku yang dapat diamati, untuk menunjukkan keajegan dan ketetapan dalam tingkah laku itu. Menurut Feist & Feist (2009) kepribadian (personality) adalah sebuah pola dari sifat yang relative menetap dan karakteristik unik, dimana memberikan konsistensi dan individualitas pada perilaku seseorang. Sedangkan sifat (trait) menunjukan perbedaan individual dalam berperilaku, perilaku yang konsistensi sepanjang waktu, dan stabilitas perilaku dalam berbagai situasi.Tingkat trait kepribadian dasar berubah dari masa remaja akhir hingga masa dewasa. McCrae dan Costa (dalam Feist & Feist, 2009) yakin bahwa selama periode dari usia 18 sampai 30 tahun, orang sedang berada dalam proses mengadopsi konfigurasi trait yang stabil, konfigurasi yang tetap stabil setelah usia 30 tahun. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa trait merupakan suatu hal yang membedakan individu yang satu dengan individu yang lain dalam berperilaku, yang relatif menetap dan konsisten serta memiliki keunikan yang khas.
2.2.6. Kepribadian Big Five Dimulai pada tahun 1960 dan semakin meningkat pada tahun 1980, 1990, dan 2000. Tokoh pelopornya adalah Allport dan Cattell (dalam Friedman & Schustack, 2008). Kepribadian big five adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah dimensi kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Lima dimensi trait kepribadian tersebut adalah neuoriticism, extraversion, agreeableness, openness dan conscientiousness (Friedman & Schustack, 2008). Big five merupakan model hirearki dari sturktur trait kepribadian. McCrae dan Costa (dalam Feist & Feist, 2009) mendefinisikan trait kepribadian sebagai dimensi dari perbedaan individual yang cenderung menunjukkan pola pikiran, perasaan, dan perbuatan yang konsisten. Ketika mendeskripsikan individu dengan trait “baik” ini berarti bahwa individu tersebut cenderung berbuat baik setiap waktu dan pada setiap situasi. Definisi yang luas ini menyatakan bahwa traits dapat dibagi menjadi tiga fungsi utama: traits dapat digunakan untuk meringkas, memprediksi dan menjelaskan tingkah laku seseorang, sehingga salah satu alasan terkenalnya konsep traits adalah bahwa traits menyediakan jalan yang ekonomis untuk meringkas bagaimana seseorang dapat berbeda dengan yang lainnya. Traits memperkenankan seseorang untuk membuat prediksi mengenai perilaku seseorang selanjutnya.
Penelitian yang lebih baru dan meta-analisis penelitian sebelumnya, menunjukkan bahwa perubahan terjadi di lima karakter pada berbagai titik dalam rentang kehidupan. Penelitian menunjukkan bukti untuk efek pendewasaan, ratarata tingkat agreebleness dan conscientiousness biasanya meningkat dengan waktu, sedangkan extraversion, neuroticism dan openess cenderung menurun. Disamping efek kelompok ini, terdapat perbedaan-perbedaan individual: demostrate unik orang yang berbeda pola-pola perubahan pada semua tahap kehidupan (Pervin dkk, 2005).
2.2.7. Dimensi Kepribadian Big Five Dimensi-dimensi dari kepribadian Big Five Costa & McCrae (dalam Feist & Feist, 2009) adalah sebagai berikut : 1. Extraversion (E) Extraversion juga sering disebut dengan surgency. Individu dengan skor tinggi pada dimensi extraversion (E) cenderung penuh dengan kasih sayang, periang, banyak bicara, suka berkumpul, dan menyukai kesenangan. Selain itu, individu tersebut akan mengingat seluruh interaksi sosial, berinteraksi dengan lebih banyak orang jika dibandingkan dengan individu yang memiliki skor E rendah. Dimensi extraversion dicirikan dengan kecenderungan yang positif seperti memiliki antusiasme tinggi, mudah bergaul, energik, tertarik dengan banyak hal, mempunyai emosi positif,
ambisius,
workaholic
serta
ramah
terhadap
orang
lain.
Extraversion juga memiliki motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin
hubungan
dengan
sesama
serta
dominan
dalam
lingkungannya.
Sebaliknya, individu dengan tingkat extraversion rendah lebih menyukai berdiam diri, tenang, pasif, dan kurang mampu mengungkapkan perasaannya. 2. Agreeableness (A) Dimensi agreeableness membedakan antara individu yang berhati lembut dengan yang tidak mengenal belas kasihan. Individu dengan skor yang lebih mengarah pada dimensi ini memiliki kecenderungan untuk memiliki kepercayaan yang penuh, dermawan, suka mengalah, penerima, dan baik hati. Dimensi A ini juga disebut dengan social adaptibility atau likability, yaitu mencirikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah dan menghindari konflik. Sedangkan pada individu dengan tingkat agreeableness yang rendah, suka mencurigai, kikir, tidak ramah, mudah tersinggung, cenderung untuk lebih agresif dan mengkritik orang lain serta kurang kooperatif. 3. Conscientiousness (C) Conscientiouness digambarkan dengan individu yang patuh, terkontrol, teratur, ambisius, berfokus pada pencapaian, dan disiplin diri. Dimensi conscientiouness ini dapat juga disebut dengan dependability, impulse control dan will to achive. Secara umum, individu yang memiliki skor tinggi pada dimensi ini adalah pekerja keras, cermat, tepat waktu, dan tekun. Sebaliknya, pada individu yang berskor rendah dalam dimensi ini
cenderung tidak teratur, lalai, pemalas, dan tidak memiliki tujuan serta mudah menyerah ketika menemui kesulitan dalam tugas-tugasnya. 4. Neuroticism (N) Individu dengan skor tinggi pada dimensi neuroticism, memiliki kecenderungan untuk mengalami kecemasan, temperamental, mengasihani diri sendiri, sadar diri, emosional, dan rentan terhadap gangguan stress. Seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang rendah akan lebih gembira dan puas terhadap hidup jika dibandingkan dengan yang memiliki tingkat neuroticism tinggi, sedangkan individu dengan skor yang rendah pada N, biasanya tenang, bertemperamental datar, puas akan diri sendiri, dan tidak emosional. 5. Openness (O) Dimensi openness membedakan antara individu yang memilih variasi dibandingkan dengan individu yang menutup diri serta individu yang mendapatkan kenyamanan dalam hubungan mereka dengan hal-hal dan orang-orang yang mereka kenal. Individu yang terus menerus mencari perbedaan dan pengalaman yang bervariasi akan memiliki skor tinggi pada dimensi (O). Openness mengacu pada bagaimana individu tersebut bersedia untuk melakukan penyesuaian terhadap suatu situasi dan ide yang baru. Individu tersebut memiliki ciri mudah bertoleransi, memiliki kapasitas dalam menyerap informasi, fokus dan mampu untuk waspada pada berbagai perasaan, pemikiran dan impulsivitas. Individu dengan
tingkat openness yang rendah digambarkan sebagai pribadi yang berpikiran sempit, konservatif dan tidak menyukai adanya perubahan. Tabel 2.1 Dimensi Big Five dalam Pervin dkk (2005) Skor Tinggi Mudah khawatir, gugup,
Skala Dimensi
Skor Rendah
Neuroticism
Tenang, rileks, tidak emosional,
emosional, merasa tidak aman,
memiliki daya tahan terhadap
tidak mampu, mudah panik
stress, merasa aman, puas atas diri sendiri
Suka bergaul, aktif, banyak
Extraversion
Suka menyendiri, sederhana,
bicara, orientasi pada orang lain,
tidak berlebihan dalam
optimis, terbuka terhadap
kesenangan, menjauhkan diri,
perasaannya, penuh kasih sayang
orientasi pada tugsa, pemalu, serius
Memiliki rasa ingin tahu yang
Openness
Sederhana, minat yang
besar, minat yang luas, kreatif
menetap, tidak artistik, tidak
dan modern
analitis, rendah hati dan menjaga tradisi
Bersifat lembut, baik hati, mudah
Agreebleness
Suka mengejek, tidak sopan,
percaya, penolong, pemaaf,
curiga, kasar, tidak kooperatif,
penurut, jujur
pendendam, cepat marah, suka memerintah dan manipulatif
Orang yang suka mengatur,
Conscientiousness Tidak memiliki tujuan, tidak
dapat diandalkan, pekerja keras,
bisa diandalkan, lalai, pemalas,
disiplin, rapi, ambisius dan tekun
tidak perhatian, ceroboh, memiliki kemauan yang lemah
2.2.8. Pengukuran Kepribadian Big Five Ada berbagai alat ukur yang dikembangkan untuk mengukur kepribadian big five, diantaranya NEO-PI-R, CPI, 16 PF, Big Five factor Maker dan lain-lain (Mastuti, 2005). Sedangkan menurut Pervin dkk (2005), terdapat dua instrumen untuk mengukur kepribadian big five , diantaranya ialah: 1. NEO-PI-R yang di kembangkan oleh Costa dan.McCrae (1992). 2. International Personality Item Pool NEO (IPIP-NEO) yang dibuat oleh Lewis Goldberg pada tahun 1992. Skala ini dibuat berdasarkan teori Big Five yang digunakan oleh Costa dan McCrae dalam membuat NEO PI-R. Skala ini terdiri dari 50 transparent bipolar adjective dan 100 unipolar adjective markers. Dari dua alat ukur yang dipaparkan di atas, peneliti akan menggunakan International Personality Item Pool NEO (IPIP-NEO). Hal ini dikarenakan sesuai dengan teori yang peneliti gunakan pada penelitian ini dan IPIP-NEO juga sudah banyak digunakan dan teruji pada penelitian-penelitian terdahulu, serta aitemaitem dalam IPIP telah dibandingkan dengan berbagai inventori kepribadian yang sudah baku dan mempunyai reliabilitas yang cukup baik.
2.3.
Kerangka Berpikir Perilaku merokok banyak dilakukan pada usia remaja. Masa remaja adalah
masa peralihan dari usia kanak-kanak ke usia dewasa. Remaja sering berusaha memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Oleh karena itu, remaja
mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok (Hurlock, 1980). Perilaku merokok pada remaja umumnya dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah faktor kepribadian. Individu yang merokok kebanyakan adalah individu dengan kepribadian yang cenderung risk taking behavior dan lebih memungkinkan merupakan individu extrovert. Kepribadian risk taking behavior merupakan sifat yang unik dari individu dan relatif menetap pada diri individu. Menurut Adler, risk taking behavior adalah perilaku yang dilakukan individu dimana individu tersebut sudah mengetahui risiko yang akan dihadapi akibat perilakunya tetapi tetap melakukan perilaku tersebut. Para perokok yang mengetahui dan sadar bahwa rokok berbahaya bagi kesehatannya namun tetap mempertahankan perilaku merokoknya, maka perilaku mereka ini dapat digolongkan dalam risk taking behavior yang menggunakan zat-zat tertentu atau substance risk taking behavior (Finaliasari, 2003). Sebuah laporan tentang kepribadian adiktif oleh The National Academy of Sciences menyimpulkan bahwa tidak ada kesatuan kepribadian tunggal yang unik yang menjadi kondisi yang diperlukan dan mencukupi untuk penggunaan zat, termasuk merokok. Dengan kata lain, sulit untuk mengatakan ada kepribadian adiktif secara khusus. Pada umumnya para ahli melihat kecenderungan ini berdasarkan hasil-hasil evaluasi psikologis, inventori-inventori maupun observasi (Deasy & Kartasasmita, 2007).
Penelitian ini akan menggunakan pendekatan trait dalam kepribadian untuk melihat hubungan antara dimensi kepribadian big five dengan perilaku merokok pada remaja akhir. Kepribadian big five dapat diartikan sebagai pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah dimensi kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Lima dimensi kepribadian tersebut adalah
neuoriticism,
extraversion,
agreeableness,
openness
dan
conscientiousness. Dari kelima dimensi tersebut, akan diteliti dimensi manakah yang berhubungan baik secara positif atau negatif dengan perilaku merokok pada remaja akhir. Melalui kepribadian big five dari Costa dan McCrae, didapatkan suatu gambaran umum skor penyalahgunaan zat, termasuk merokok. Dimensi kepribadian neuroticism diperkirakan akan memiliki hubungan secara positif dengan perilaku merokok. Hal ini dikarenakan orang yang menunjukkan skor yang tinggi pada dimensi ini akan lebih emosional dan cenderung tidak stabil sehingga individu tersebut cenderung mungkin untuk merokok. Dimensi kepribadian extraversion diasumsikan akan memiliki hubungan secara positif dengan perilaku merokok. Hal ini dikarenakan orang dengan skor extraversion yang tinggi memiliki kecenderungan socially outgoing dan senang berkumpul dengan teman-temannya saat merokok. Dapat dilihat juga dalam fenomena perilaku kolektif dari perilaku merokoknya yaitu apabila dalam kelompok tersebut satu orang merokok maka yang lain akan merokok pula sehingga diperkirakan kecenderungan perilaku merokoknya juga tinggi. Pada
remaja, sifat kerpibadian extrovert juga berkaitan dengan konformitas sosial yang merupakan sifat prediktif pengguna obat-obatan (termasuk rokok). Untuk dimensi openness diasumsikan akan memiliki hubungan yang positif dengan perilaku merokok. Openness yang dimaksud dalah faktor kepribadian yang mengarah pada originalitas, kreativitas, independensi, dan senang tantangan. Orang yang memiliki skor yang tinggi pada dimensi ini cenderung merokok karena senang mencari sensasi dan berani mengambil resiko tanpa perhitungan yang matang. Sehingga diperkirakan perilaku merokoknya akan tinggi. Untuk agreeableness diasumsikan akan memiliki hubungan secara negatif dengan perilaku merokok. Hal ini dikarenakan orang dengan skor agreeableness yang rendah cenderung argumentatif, tidak kooperatif atau tidak simpatik sehingga diperkirakan akan lebih mungkin terlibat dalam perilaku merokok. Sedangkan untuk dimensi conscientiousness diasumsikan akan memiliki hubungan yang negatif dengan perilaku merokok. Conscientiousness yang dimaksud adalah kepribadian yang pekerja keras. Orang yang memiliki skor yang rendah pada dimensi ini, cenderungan kurang pertimbangan yang cermat mengenai konsekuensi dari perilaku mereka dan juga kurang memiliki ketekunan, sehingga diperkirakan perilaku merokoknya akan tinggi. Usia diasumsikan memiliki pengaruh secara negatif, yang berarti orang dengan usia yang lebih tinggi akan memiliki kecenderungan perilaku merokok yang rendah. Ini dikarenakan semakin matangnya usia, maka kemampuan dirinya
untuk mengontrol diri akan menjadi lebih besar, dan lebih bisa menilai perilaku mana yang dapat membahayakan kesehatan dirinya dan mana yang tidak. Untuk tingkat pendidikan, dalam sebuah penelitian di Finlandia Timur (dalam Maman, 2009) ditemukan bahwa status sosial ekonomi khususnya tingkat pendidikan mempunyai keterhubungan yang kuat dengan perilaku merokok. Sedangkan jenis kelamin diasumsikan memiliki hubungan dengan perilaku merokok. Telah banyak penelitian yang menyebutkan bahwa laki-laki lebih banyak merokok dibandingkan dengan perempuan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Pritchard dan Torres (2005) mengenai karakteristik kepribadian sebagai prediktor perilaku kesehatan berisiko didapatkan hasil bahwa partisipasi yang lebih tinggi dalam perilaku merokok hanya terjadi pada laki-laki. Hal tersebut jika dihubungkan dengan agreeableness adalah karena laki-laki kurang menyenangkan dari pada perempuan, sehingga laki-laki harus terlibat dalam perilaku merokok lebih banyak daripada perempuan. Sebelumnya telah dilakukan penelitian yang serupa oleh Deasy dan Kartasamita (2003) mengenai hubungan antara kepribadian big five dan perilaku merokok dengan menggunakan sampel dewasa muda. Pada penelitian ini, peneliti mencoba meneliti hal yang sama dengan penelitian sebelumnya yaitu mengenai hubungan antara dimensi kepribadian big five dengan perilaku merokok, hanya saja penelitian ini menggunakan sampel remaja akhir yang berusia antara 17 sampai 21 tahun, dengan pertimbangan bahwa pada umumnya remaja sudah mulai merokok pada usia ini. Selain itu, pada masa remaja akhir, kepribadian yang
terbentuk pada diri remaja tersebut juga sudah semakin stabil dari pada saat remaja awal dimana terjadi perubahan besar dalam peran dari anak-anak menuju dewasa. Dalam penelitian ini peneliti juga menambahkan variabel demografis seperti tingkat pendidikan, usia dan jenis kelamin yang diasumsi memiliki hubungan dengan perilaku merokok pada remaja akhir. Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir
Dimensi Neuroticism
Dimensi Extraversion
Dimensi Openess (Keterbukaan)
Dimensi Agreebleness (Keramahan)
Dimensi Conscientiousness (Kesadaran)
Perilaku Merokok Remaja Akhir
Usia
Tingkat Pendidikan
Jenis Kelamin
2.4.
Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ha1
: Ada hubungan yang signifikan antara dimensi neuroticism dengan perilaku merokok pada remaja akhir.
H01
: Tidak ada hubungan yang signifikan antara dimensi neuroticism dengan perilaku merokok pada remaja akhir.
Ha2
: Ada hubungan yang signifikan antara dimensi extraversion dengan perilaku merokok pada remaja akhir.
H02
: Tidak ada hubungan yang signifikan antara dimensi extraversion dengan perilaku merokok pada remaja akhir.
Ha3
: Ada hubungan yang signifikan antara dimensi agreeableness dengan perilaku merokok pada remaja akhir
H03
:
Tidak
ada
hubungan
yang
signifikan
antara
dimensi
agreeableness dengan perilaku merokok pada remaja akhir. Ha4
: Ada hubungan yang signifikan antara dimensi openness dengan perilaku merokok pada remaja akhir.
H04
: Tidak ada hubungan yang signifikan antara dimensi openness dengan perilaku merokok pada remaja akhir.
Ha5
: Ada hubungan yang signifikan antara dimensi conscientiousness dengan perilaku merokok pada remaja akhir.
H05
:
Tidak
ada
hubungan
yang
signifikan
antara
dimensi
conscientiousness dengan perilaku merokok pada remaja akhir. Ha6
: Ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan perilaku merokok pada remaja akhir.
H06
: Tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan perilaku merokok pada remaja akhir.
Ha7
: Ada hubungan yang signifikan antara usia dengan perilaku merokok pada remaja akhir.
H07
: Tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan perilaku merokok pada remaja akhir.
Ha8
: Ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan perilaku merokok pada remaja akhir.
H08
: Tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan perilaku merokok pada remaja akhir.
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1
Pendekatan dan Tipe Penelitian
3.1.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, dimana data yang dihasilkan dari penelitian berwujud data kuantitatif yakni data yang berbentuk angka. Pendekatan ini digunakan karena penelitian ini bekerja dengan angka dan dianalisis dengan menggunakan statistik setelah semua data dikumpulkan serta digunakan untuk menjawab pertanyaan hipotesis (Arikunto, 2002).
3.1.2
Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi prediktif, karena tujuan penelitian ini adalah melihat hubungan antara dimensi dari kepribadian big five, usia, tingkat pendidikan dan jenis kelamin dengan skor perilaku merokok remaja akhir. Sedangkan jenis penelitian deskriptif yang digunakan adalah penelitian korelasional. Penelitian korelasional (dalam Sevilla, 2006) adalah metode yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Melalui penelitian ini kita dapat memastikan berapa besar yang disebabkan oleh satu variabel dalam hubungannya dengan variasi yang disebabkan oleh variabel lain. 51
3.2
Variabel Penelitian
3.2.1 Identifikasi Variabel Menurut Kerlinger (2006), variabel adalah simbol atau lambang yang padanya kita melekatkan bilangan atau nilai. Penelitian ini melibatkan dua jenis varibel penelitian yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). 1. Variabel bebas (independent variable), yaitu dimensi kepribadian big five. 2. Variabel terikat (dependent variable), yaitu perilaku merokok. 3. Variabel kategorik yang juga diteliti adalah usia, tingkat pendidikan dan jenis kelamin.
3.2.2
Definisi Konseptual Variabel
Definisi konseptual adalah mendefinisikan suatu konstruk atau variabel dengan menggunakan konstruk-konstruk lain (Kerlinger, 2006). Definisi konseptual variabel penelitian ini, yaitu : 1. Variabel terikat (dependent variable) : Perilaku merokok adalah aktivitas merokok karena dipengaruhi oleh perasaan yang menyenangkan maupun perasaan yang tidak menyenangkan, yang dilakukan secara sadar kemudian menjadi ketergantungan terhadap rokok, sehingga lambat laun sudah menjadi kebiasaan yang meningkat.
2. Variabel bebas (independent variable) : Kepribadian big five adalah lima dimensi dalam kepribadian yang bisa digunakan untuk mencari perbedaan individu pada level yang tinggi. Lima dimensi kepribadian ini adalah neuoriticism, extraversion, agreeableness, openness dan conscientiousness. Usia, tingkat pendidikan dan jenis kelamin sebagai background individu.
3.2.3
Definisi Operasional Variabel
Menurut Kerlinger (2006), definisi operasional adalah melekatkan arti pada suatu konstruk atau variabel dengan cara menetapkan kegiatan-kegiatan atau tindakantindakan yang perlu untuk mengukur konstruk atau variabel tersebut. Definisi operasional variabel penelitian ini adalah : 1. Variabel terikat (dependent variabel) : Perilaku merokok adalah hasil skor penilaian tentang perilaku merokok yang mengacu pada Tomkins (dalam Mu‟tadin, 2002). Adapun indikatornya, yaitu : a. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif (positive affect smoking), yang meliputi: perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat (pleasure relaxation), perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan (stimulation to pick them up), dan
kenikmatan yang diperoleh dengan memegang rokok (pleasure of handling cigarette). b. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif (negative affect smoking). c. Perilaku merokok yang adiktif (addictive smoking). d. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan (pure habits smoker). 2. Variabel bebas (independent variable) : Kepribadian big five adalah skor yang diperoleh dari hasil skala big five yang terdiri dari lima subskala yang masing-masing mengukur dimensi: a. Neuoriticism : skor yang melihat level ketidakstabilan dan penyesuaian emosional. b. Extraversion : skor yang melihat kuantitas dan intensitas dari interaksi interpersonal yang lebih disukai, tingkat aktivitas, kebutuhan akan dorongan atau rangsangan, dan kapasitas untuk kegembiraan. c. Agreeableness : skor yang melihat beragam interaksi yang individu pilih, baik dari perasaan kasih sampai ke hal yang antagonis. d. Openness : skor yang melihat apresiasi umum untuk seni, petualangan, ide-ide, imajinasi, emosi, rasa ingin tahu, dan berbagai pengalaman.
e. Conscientiousness : skor yang melihat organisasi, ketekunan, kontrol, dan motivasi pada perilaku yang memiliki tujuan atau hubungan langsung dengan dirinya. Usia, tingkat pendidikan dan jenis kelamin adalah skor yang diperoleh dari data background sampel.
3.3
Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi Gay (dalam Sevilla, 1993) mendefinisikan populasi sebagai kelompok dimana peneliti akan menggeneralisasikan hasil penelitiannya. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja akhir di RW 03 Kelurahan Kebayoran Lama Selatan, Jakarta Selatan yang berjumlah 135 orang.
3.3.2 Sampel Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan sejumlah sampel dari populasi yang ada. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2002). Untuk jumlah sampel peneliti menggunakan ukuran minimum yang ditawarkan oleh Gay, bahwa untuk penelitian korelasi diambil 30 subjek atau lebih (Sevilla, 2006). Peneliti mengambil sampel sebanyak 100 subjek karena untuk menganalisa data, penetapan sampel yang besar lebih mengurangi bias yang timbul dibandingkan dengan menggunakan sampel dalam jumlah yang sedikit.
3.3.3
Teknik Pengambilan Sampel
Suatu proses yang meliputi pengambilan sebagian dari populasi, melakukan pengamatan pada populasi secara keseluruhan disebut sampling atau pengambilan sampel (Ary dkk, dalam Sevilla 2006). Sampel diambil dengan menggunakan teknik non-probability sampling yaitu pengambilan sampel dimana setiap objek penelitian yang diambil tidak memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sampel penelitian. Dengan jenis purposive sampling yaitu sampel yang diambil adalah sampel yang memenuhi kriteria atau tujuan yang telah ditentukan peneliti. Karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah: a. Remaja laki-laki atau perempuan b. Merupakan seorang perokok aktif c. Usia 17 hingga 21 tahun
3.4
Pengumpulan Data
3.4.1 Alat Ukur Penelitian Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menyebarkan kuesioner yang terdiri dari dua skala, yaitu skala untuk mengukur kepribadian big five dan skala untuk mengukur perilaku merokok. Kedua skala tersebut disusun menggunakan model Likert dengan 4 kategori jawaban, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya pemusatan (central tendency) atau
menghindari jumlah respon yang bersifat netral. Model ini terdiri dari pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable). Subjek diminta untuk memilih salah satu dari 4 kategori jawaban yang masing-masing jawaban menunjukan kesesuaian pernyataan yang diberikan dengan keadaan yang dirasakan responden sendiri yaitu, “Sangat Setuju” (SS), “Setuju” (S), “Tidak Setuju” (TS), “Sangat Tidak Setuju” (STS). Pemberian skor tertinggi diberikan pada pilihan sangat setuju dan terendah pada pernyataan sangat tidak setuju untuk pernyataan favourable. Selanjutnya pernyataan tertinggi untuk pernyataan unfavorable diberikan pada pilihan jawaban sangat tidak setuju dan skor terendah diberikan untuk pilihan sangat setuju. Setiap katagori memiliki nilai sebagai berikut : Tabel 3.1 Skor untuk Pernyataan Positif dan Negatif Kategori
Favorable
Unfavorable
SS (Sangat Setuju)
4
1
S (Setuju)
3
2
TS (Tidak Setuju)
2
3
STS (Sangat Tidak Setuju)
1
4
Pada penelitian ini akan digunakan dua alat ukur untuk mengukur variabel yang diteliti. Kedua skala ini mengukur kepribadian big five individu dan perilaku merokok dari individu.
1.
Skala untuk Mengukur Kepribadian Big Five Untuk mengukur kepribadian big five individu alat ukur yang digunakan
dalam penelitian ini adalah International Personality Item Pool NEO (IPIP-NEO) yang dibuat oleh Lewis Goldberg pada tahun 1992. Skala IPIP-NEO berjumlah 100 item, setiap dimensi berjumlah 20 item. Skala ini diterjemahkan oleh Adriaan H.Boon Van Ostade bernama 100 Big Five factor markies. Peneliti menggunakan skala likert yang mengacu pada IPIP-NEO tersebut, karena aitem-aitem dalam IPIP telah dibandingkan dengan berbagai inventori kepribadian yang sudah baku, diantaranya dengan Big Five Factor Marker, NEO-PI-R, 16 PF, CPI, dan lain-lain. Salah satu yang dibandingkan dengan NEO-PI-R, aitem-aitem dalam IPIP mempunyai koefisien alpha 0,64 sampai 0,88. Sementara itu dari aitem NEO-PI-R yang asli mempunyai koefisien alpha mulai 0,61 sampai 0,84. Hal ini menunjukkan bahwa aitem-aitem dalam IPIP mempunyai reliabilitas yang cukup baik (Mastuti, 2005). Adapun skala kepribadian big five untuk uji coba adalah sebagai berikut : Tabel 3.2 Skala Kepribadian Big Five
Indikator
Butir Soal Favorable Unfavorable 21, 51, 71 56
No
Dimensi
1
Extraver- a. Friendliness (Individu mudah sion bergaul, penuh kasih sayang dan ramah) b. Gregariousness (Merasa 1, 11, 31, senang ketika bersama dengan 61, 81, 96 orang lain)
6, 46, 86
Jml
20
2
3
4
c. Assertiveness (Dominan, dan tidak membiarkan orang lain berbicara) Agreeaa. Trust (Individu mudah bleness percaya kepada orang lain) b. Straightforwardness (Inidvidu jujur, tulus, berterus terang) c. Altruism (Keinginan untuk membantu orang lain) d. Compliance (Suka menunda, tidak agresif, lembut, penurut) e. Modesty (Orang yang sederhana dan rendah hati) f. Sympathy (Individu peduli, simpati pada orang lain) Conscien- a. Competence (Mengetahui tiousness kemampuan dirinya, bijaksana dan efektif) b. Order (Rapi, teratur dan menyimpan sesuatu pada tempatnya) c. Dutifulness (Individu taat pada peraturan, dapat diandalkan dan dipercaya) d. Self-disciplin (Kemampuan menyelesaikan tugas dengan segera) e. Deliberation (Tidak spontan, berhati-hati dalam bertindak) Neuroti- a. Anxiety (Individu merasa cism takut, mudah khawatir, gugup dan tertekan) b. Angry (Individu merasa marah, frustrasi dan benci) c. Depression (Individu merasa bersalah, sedih, putus asa dan kesepian) d. Self-Conciousness (Merasa inferior, sensitif, mudah terganggu masalah sosial) e. Impulsiveness (Ketidakmampuan individu mengontrol dorongan) f. Vulnerability (Tidak mampu mengatasi situasi sulit dan mudah panik)
41
16, 26, 36, 66, 76, 91
7, 77
32, 42
72, 87
-
37, 57, 67, 92, 97
12
27
-
82
2
17, 47, 62 3
22, 52 58
33, 93, 98
8, 28, 88
13, 43, 63, 83
18, 38, 48
23, 73
68, 78
53
-
4, 14, 79, 99
9
34, 59, 69
49
44, 54, 64
19
24, 89
29
84
39
74, 94
-
20
20
20
5
Openess
a. Fantasy (Memiliki imajinasi yang tinggi, tidak membosankan) b. Aesthetics (Sensitif pada seni, suka puisi, musik) c. Feelings (Kemampuan menyelami emosi) d. Action (Suka berpergian ke tempat baru atau makan sesuatu yang tidak biasa) e. Ideas (Memiliki rasa ingin tahu mencari ide, argumentatif, intelektual) Jumlah
15
20, 30, 50
5, 45
60
55
20
90, 95, 100
40
25, 35, 65, 75, 80, 85
10, 70
63
37
100
Beberapa contoh item dalam skala ini seperti saya mudah memulai percakapan, saya mudah tertarik pada orang, saya mampu melakukan banyak hal, saya suka menolong orang lain dan seterusnya.
2.
Skala Perilaku Merokok Pembuatan item-item pernyataan skala tipe perilaku merokok disusun
berdasarkan tipe-tipe perilaku merokok yang dikemukakan oleh Tomkins (dalam Mu‟tadin, 2002). Adapun skala perilaku merokok untuk uji coba adalah sebagai berikut: Tabel 3.3 Skala Perilaku Merokok
No 1
Dimensi
Indikator
Positive affect a. Pleasure relaxation smokers (Individu merasa rokok (Perasaan positif bisa menambah yang dialami kenikmatan yang ada) oleh perokok
Butir soal Favo-rable Unfavorable 2, 3, 4 1, 5, 6
Jml
18
setelah merokok)
2
3
4
Negative affect smokers (Individu merokok untuk mengurangi perasaan negatif yang ada pada dirinya)
Addictive smokers (Perilaku merokok yang adiktif) Pure habits smokers (Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan)
b. Simulation to pick them up (Individu merasa merokok dapat menyenangkan perasaannya) c. Pleasure of handling the cigarette (Kenikmatan yang dirasakan perokok hanya dengan memegang rokok/ identik dengan perokok pipa) a. Individu merokok saat ia merasa marah b. Individu merokok karena sedang merasa cemas, gelisah, khawatir dan takut c. Individu merokok ketika sendirian, merasa kesepian atau bosan Individu tidak dapat menahan keinginannya untuk merokok dan menambah dosis rokok setiap hari Individu merasa merokok adalah kebiasaan rutin dan merasa bahwa merokok merupakan suatu perilaku yang bersifat otomatis dilakukan Jumlah
9, 10, 11
7, 8, 12
13, 14, 15
16, 17, 18
20, 22, 23, 30
19, 21, 24
25, 27, 31
26, 28, 29, 32 22
33, 34, 35, 39
36, 37, 38, 40
41, 42, 45, 46, 47, 48, 50, 53, 54, 55
43, 44, 49, 51, 52, 56
57, 59, 60, 61, 62, 66, 68, 69
58, 63, 64, 65, 67, 70
38
32
16
14
70
Beberapa contoh item dalam skala ini diantaranya adalah saya merokok saat perasaan saya tidak enak, saya segera menyalakan rokok berikutnya ketika rokok terdahulu telah habis dan seterusnya.
Sedangkan untuk mengetahui usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan subjek dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kuesioner tertutup, yaitu bentuk kuesioner yang jawaban telah ditentukan atau disediakan. Hal ini dilakukan agar jawaban responden tidak terlalu bervariasi, sehingga memudahkan peneliti dalam menganalisis data.
3.4.2 Teknik Uji Instrument Penelitian Ada dua konsep untuk mengukur instrument penelitian, yaitu : 1. Uji Validitas Skala Validitas adalah derajat ketepatan suatu alat ukur tentang pokok isi atau arti sebenarnya yang diukur (Sevilla, 2006). Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu daftar pernyataan dalam mendefinisikan suatu variabel. Hasil penelitian dinyatakan valid apabila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti, item yang valid memiliki nilai validitas diatas 0,3 (Azwar, 2008). Validitas suatu butir pertanyaan dapat dilihat pada hasil output SPSS versi 16.00. Validitas masing-masing item pernyataan dapat dilihat dari nilai corrected item-total correlation masing-masing item pernyataan. 2. Uji Reliabilitas Skala Uji reliabilitas dilakukan untuk mengukur kestabilan dan konsistensi (keajegan) dari jawaban responden terhadap suatu alat ukur psikologis
yang disusun dalam bentuk kuesioner. Penelitian ini menggunakan teknik alpha cronbach untuk menguji reliabilitas. Tinggi atau rendahnya reliabilitas yang dihasilkan dilihat dari pendapat Azwar (2008) yang menyatakan bahwa semakin tinggi koefisien reliabilitas yang mendekati 1,00 berarti semakin baik, begitu juga sebaliknya.
3.4.3. Hasil Uji Instrument Penelitian Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti melakukan uji instrumen dengan jumlah total keseluruhan item sebanyak 170 item dari dua skala yaitu skala kepribadian big five yang berjumlah 100 item dan skala perilaku merokok yang berjumlah 70 item. Peneliti melakukan uji instrumen (try out) kepada sampel yang tidak sesungguhnya dengan karakteristik yang sama yang berjumlah 36 orang untuk skala kepribadian big five dan 36 orang pada skala perilaku merokok.
3.4.3.1 Hasil Uji Validitas Skala 1. Hasil Try Out Skala Kepribadian Big Five Tabel 3.4 Blue Print Hasil Try Out Skala Kepribadian Big Five Butir Soal No Dimensi Indikator Favorable Unfavorable 1 Extraver- a. Friendliness (Individu mudah 21*,51*, 56* sion bergaul, penuh kasih sayang 71 dan ramah) b. Gregariousness (Merasa 1,11*,31*, 6*, 46*,
Jml
c.
2
Agreeableness
a. b. c.
senang ketika bersama 61,81, 96 dengan orang lain) Assertiveness (Dominan, dan 41 tidak membiarkan orang lain berbicara) Trust (Individu mudah 7*, 77* percaya kepada orang lain) Straightforwardness (Inidvidu 72*, 87 jujur, tulus, berterus terang) Altruism (Keinginan untuk 37,57,67*, membantu orang lain) 92*,97
86*
11
16*, 26, 36*, 66, 76, 91* 32*, 42* 12 12
3
4
Conscientiousness
Neuroticism
d. Compliance (Suka menunda, tidak agresif, lembut, penurut) e. Modesty (Orang yang sederhana dan rendah hati) f. Sympathy (Individu peduli, simpati pada orang lain) a. Competence (Mengetahui kemampuan dirinya, bijaksana dan efektif) b. Order (Rapi, teratur dan menyimpan sesuatu pada tempatnya) c. Dutifulness (Individu taat pada peraturan, dapat diandalkan dan dipercaya) d. Self-disciplin (Kemampuan menyelesaikan tugas dengan segera) e. Deliberation (Tidak spontan, berhati-hati dalam bertindak) a. Anxiety (Individu merasa takut, mudah khawatir, gugup dan tertekan) b. Angry (Individu merasa marah, frustrasi, kecewa dan benci) c. Depression (Merasa bersalah, sedih, putus asa dan kesepian) d. Self-Conciousness (Merasa inferior, sensitif, mudah terganggu masalah sosial) e. Impulsiveness (Ketidakmampuan individu mengontrol dorongan)
27*
-
82
2
17*, 47, 62* 3*
22*, 52*
33*, 93, 98*
8*, 28, 88*
13, 43, 63*, 83
18*, 38*, 48*
23*, 73*
68*, 78
53
-
4*, 14*, 79*, 99*
9
34*, 59*, 69*
49*
44*, 54*, 64*
19*
24*, 89*
29*
84*
39
58*
13
18
5
f. Vulnerability (Tidak mampu mengatasi situasi sulit dan mudah panik) a. Fantasy (Memiliki imajinasi yang tinggi, tidak membosankan) b. Aesthetics (Sensitif pada seni, suka puisi, musik) c. Feelings (Kemampuan menyelami emosi) d. Action (Suka berpergian ke tempat baru atau makan sesuatu yang tidak biasa) e. Ideas (Memiliki rasa ingin tahu mencari ide, argumentatif, intelektual)
Openess
Jumlah
74*, 94*
-
15*
20*, 30, 50
5*, 45*
60
55*
-
90, 95, 100*
40
25, 35, 65*, 75*, 80*, 85*
10*, 70
42
23
11
65
Keterangan: nomor item bertanda (*) item valid Berdasarkan hasil uji coba (try out) penelitian, diketahui bahwa item tidak valid pada skala IPIP-NEO berjumlah 35 item dan semua item yang tidak valid dibuang. Sehingga hanya indikator yang memiliki item valid yang digunakan untuk mengukur aspek-aspek kepribadian dan diujikan pada final tes, yaitu sejumlah 65 item. 2.
Hasil Try Out Skala Perilaku Merokok Tabel 3.5 Blue Print Hasil Try Out Skala Perilaku Merokok
No 1
Dimensi Positive affect smokers (Perasaan positif yang
Indikator a. Pleasure relaxation (Individu merasa rokok bisa menambah kenikmatan yang ada)
Butir soal Favorable Unfavorable 2, 3*, 4* 1*, 5*, 6*
Jml 9
dialami oleh perokok setelah merokok)
2
3
4
b. Simulation to pick them up (Individu merasa merokok dapat menyenangkan perasaannya) c. Pleasure of handling the cigarette (Kenikmatan yang dirasakan perokok hanya dengan memegang rokok/ identik dengan perokok pipa) Negative affect a. Individu merokok saat ia smokers merasa marah (Individu b. Individu merokok karena merokok sedang merasa cemas, untuk gelisah, khawatir dan mengurangi takut perasaan c. Individu merokok ketika negatif yang sendirian, merasa ada pada kesepian atau bosan dirinya) Addictive Individu tidak dapat smokers menahan keinginannya (Perilaku untuk merokok dan merokok yang menambah dosis rokok adiktif) setiap hari Pure habits smokers (Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan)
Individu merasa merokok adalah kebiasaan rutin dan merasa bahwa merokok merupakan suatu perilaku yang bersifat otomatis dilakukan Jumlah
9,10*, 11*
7, 8, 12
13*, 14, 15 16, 17, 18*
20,22, 23*, 19, 21, 24 4 30 25, 27*, 31 26, 28, 29*, 32
33, 34, 35*, 39
41, 42*, 45*, 46*, 47*, 48*, 50*, 53*, 54*, 55*
36, 37, 38, 40
43*, 44*, 12 49, 51, 52*, 56
57*, 59*, 60*, 61*, 62, 66*, 68*, 69
58*, 63, 64,* 65, 67*, 70*
23
12
10
35
Keterangan: nomor item bertanda (*) item valid Berdasarkan hasil uji coba (try out) penelitian, diketahui bahwa item tidak valid pada skala perilaku merokok berjumlah 35 item dan semua item yang tidak valid dibuang. Sehingga hanya indikator yang memiliki item valid yang digunakan
untuk mengukur perilaku merokok dan diujikan pada final tes, yaitu sejumlah 35 item.
3.4.3.2 Hasil Uji Reliabilitas Skala 1. Skala Kepribadian Big Five Pengukuran reliabilitas dilakukan pada setiap dimensi yang terdapat pada skala ini karena skala ini merupakan skala multidimensional sehingga tidak didapatkan skor total. Uji reliabilitas untuk skala big five melalui SPSS 16.00 didapatkan nilai koefisien cronbach alpha sebesar 0,951 untuk dimensi neuroticism; 0,842 untuk dimensi extraversion; kemudian 0,798 untuk dimensi agreebleness selanjutnya 0,865 untuk dimensi openess dan 0,899 untuk dimensi conscientiousness. Dengan begitu alat ukur ini reliabel untuk mengukur semua variabel dimensi yang terdapat dalam kepribadian big five. 2. Skala Perilaku Merokok Uji reliabilitas untuk skala perilaku melalui SPSS 16.00 didapatkan nilai koefisien cronbach alpha sebesar 0,918 setelah dilakukan uji coba kedua. Sehingga alat ukur ini reliabel untuk mengukur variabel perilaku merokok.
3.5
Teknik Analisis Data
Dalam penelitian deskriptif korelasional, besar atau tingginya hubungan antar variabel dinyatakan dengan koefisien korelasi. Untuk mengukur keeratan
hubungan antara hasil-hasil pengamatan dari populasi yang mempunyai dua variabel, maka penelitian ini menggunakan korelasi Product Moment Pearson (PE), dengan perhitungannya menggunakan program SPSS versi 16.00 untuk menghitung korelasi antara masing-masing dimensi kepribadian big five dan variabel usia, sedangkan untuk menghitung korelasi antara variabel tingkat pendidikan dan jenis kelamin, peneliti menggunakan korelasi Polyserial (PS) dan perhitungannya akan menggunakan program Lisrel versi 8.7.
3.6
Prosedur Penelitian 1. Tahap penelitian Tahap persiapan dimulai dengan perumusan masalah, menentukan variabel penelitian, melakukan studi kepustakaan untuk mendapatkan gambaran dan landasan teoritis yang tepat, menentukan, menyusun dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu skala kepribadian big five dan skala perilaku merokok. 2. Tahap uji coba Peneliti menyebarkan angket ke respoden uji coba. Uji coba dilaksanakan di daerah Jakarta Selatan. Setelah data terkumpul, peneliti mengolah data yang sudah terkumpul sehingga diperoleh item-item yang reliabel dan valid untuk digunakan pada penelitian. 3. Pengambilan data Menentukan sampel penelitian, memberikan penjelasan tentang tujuan penelitian dan meminta kesediaan subjek untuk mengisi kuesioner
penelitian serta melakukan pengambilan data dengan memberikan alat ukur yang telah disediakan. 4. Pengolahan data Melakukan skoring untuk setiap hasil skala yang telah di isi oleh responden penelitian.
BAB 4 HASIL PENELITIAN Pada bab ini dibahas mengenai gambaran umum responden penelitian, deskripsi data, uji persyaratan, pengujian hipotesis, dan uji regresi.
4.1
Gambaran Umum Responden Penelitian
Gambaran umum responden penelitian ini diuraikan secara rinci di bawah ini, yaitu berdasarkan jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Responden penelitian dalam penelitian ini berjumlah 100 orang.
4.1.1
Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis kelamin
Frekuensi
Presentase (%)
Laki-laki
79
79%
Perempuan
21
21%
Jumlah
100
100%
Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 100 orang, 79 orang berjenis kelamin laki-laki (79%) dan 21 orang berjenis kelamin perempuan (21%).
4.1.2
Gambaran Umum Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel 4.2 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pendidikan
Frekuensi
Presentase (%)
SD
1
1%
SMP
20
20%
SMA
79
79%
Jumlah
100
100%
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini memiliki pendidikan terakhir SMA yaitu sebanyak 79 orang atau sebesar 79%. Sedangkan responden yang memiliki pendidikan terakhir SMP sebanyak 20 orang atau sebesar 20% dan hanya satu orang atau sebesar 1% yang memiliki pendidikan terakhir SD.
4.1.3
Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia Tabel 4.3 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia Usia
Frekuensi
Presentase (%)
17
13
13%
18
20
20%
19
26
26%
20
14
14%
21
27
27%
Jumlah
100
100%
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa responden dalam penelitian ini adalah remaja akhir yang berada pada rentang 17-21 tahun. Responden yang paling banyak dalam penelitian ini berada pada usia 21 tahun yaitu sebanyak 27 orang atau dengan persentasi 27%, urutan kedua berada pada usia 19 tahun sebanyak 26 orang atau sebesar 26%. Selanjutnya responden yang berada pada usia 18 tahun sebanyak 20 orang, dan yang berusia 20 tahun sebanyak 14 orang, serta jumlah responden yang paling sedikit berada pada usia 17 tahun sebanyak 13 orang atau 13%.
4.2
Deskripsi Hasil Penelitian
Selanjutnya akan dijelaskan statististik deskriptif dari variabel dalam penelitian ini yang berisi nilai mean, standar deviasi (SD), nilai maksimal dan minimal dari masing-masing variabel. Nilai tersebut disajikan dalam tabel berikut: Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian N
Minimum Maximum
Mean
Std. Deviation
Neuroticism
100
32
74
50.0000
9.722
Extraversion
100
23
72
50.0000
8.846
Agreeableness
100
25
73
50.0000
8.474
Openness
100
26
69
50.0000
9.116
Conscientiousness
100
26
72
50.0000
9.468
Perilaku Merokok
100
28
80
50.0000
9.680
Valid N (listwise)
100
Berdasarkan tabel 4.4 skor terendah dimensi neuroticism adalah 32 dan skor tertingginya 74 dengan nilai rata-rata 50 dan standar deviasi 9,72. Setelah itu skor dimensi extraversion terendah 23 dan tertinggi 72 dengan nilai rata-rata 50 dan standar deviasi 8,84. Kemudian skor terendah dimensi agreeableness yaitu 25 dan skor tertinggi 73 dengan nilai rata-rata 50 dan standar deviasi 8,47. selanjutnya
dimensi openness skor terendahnya yaitu 26 dan skor tertinggi
sebesar 69 dengan nilai rata-rata 50 dan standar deviasi 9,11. sedangkan skor terendah yang diperoleh dimensi conscientiousness sebesar 26 dan skor tertingginya 72 dengan nilai rata-rata 50 dan standar deviasi 9,46. Serta perilaku merokok nilai terendahnya adalah 28 dan nilai tertinggi 80 dengan nilai rata-rata 50 dan standar deviasi 9,68. Nilai rentangan terbesar (nilai maksimal-minimal) terdapat pada perilaku merokok sebesar 53. Hal ini berarti variabel yang paling heterogen hasilnya adalah perilaku merokok.
4.2.1
Kategorisasi Perilaku Merokok
Pada skala ini skor dari setiap item telah dihitung faktor skornya untuk menghindari estimasi bias dari kesalahan pengukuran. Setelah didapatkan faktor skor, peneliti mentransformasikan faktor skor menjadi T skor. Nilai baku inilah yang kemudian dianalisis dalam uji hipotesis korelasi dan regresi. Hal tersebut juga berlaku pada variabel Dimensi Kepribadian Big Five. Peneliti membagi klasifikasi skor perilaku merokok menjadi tiga kategori, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Rumus untuk mengkategorisasikannya adalah:
Nilai maximum - nilai minimum = 80 – 28 = 17,33 = 17 Kategori
3
Dengan begitu, kategorisasi yang diperoleh untuk skala perilaku merokok adalah: Tabel 4.5 Penyebaran Skor Perilaku Merokok Kategori
Rumus
Nilai
Jumlah Subjek
Persen
Tinggi
3X + nilai minimum
63 – 80
7
7%
Sedang
2X + nilai minimum
46 – 62
59
59 %
Rendah
X+ nilai minimum
28- 45
34
34 %
∑
100
100%
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang memiliki perilaku merokok yang tinggi hanya sebanyak 7 orang dari jumlah responden 100 orang dan lebih dari setengah responden memiliki perilaku merokok yang sedang dengan jumlah 59 orang, dan ada 34 responden yang memiliki perilaku merokok yang rendah.
4.2.2
Kategorisasi Dimensi Kepribadian Big Five
Masing-masing dimensi kepribadian big five memiliki jumlah item yang berbedabeda. Neuroticism terdiri dari 18 item, extraversion 11 item, kemudian agreeableness dengan 12 item, openess memiliki 11 item dan conscientiousness 13 item. Dari tabel 4.4 telah diketahui mean dan standar deviasi masing-masing dimensi tersebut. Karena tiap dimensi memiliki jumlah item yang berbeda
sehingga untuk mengkategorikannya perlu dilakukan perhitungan standar baku (zscore). Setelah semua item telah distandar baku-kan kemudian item-item tiap dimensi itu dibandingkan skornya satu sama lain, skor (z-skor) yang paling tinggi dari kelima item tersebut lah yang termasuk dalam pengkategorian. Berikut ini adalah hasil kategorisasi masing-masing dimensi kepribadian big five. Tabel 4.6 Kategorisasi Skor Dimensi Kepribadian Big Five Perilaku Merokok
Trait Kepribadian
Jumlah
Persentase
Big Five
Subjek
(%)
Tinggi
Sedang
Rendah
Neuroticism
29
29 %
0
17
12
Extraversion
13
13 %
1
9
3
Agreeableness
19
19 %
2
13
4
Openess
18
18 %
1
8
9
Conscientiousness
21
21 %
3
12
6
Total
100
100 %
7
59
34
Berdasarkan tabel diatas maka dapat dilihat ada 29 responden yang masuk kategori dimensi neuroticsm dengan 17 orang yang memiliki perilaku merokok pada taraf sedang, dan 12 orang pada taraf rendah. Kemudian ada 13 responden atau 13% yang termasuk dalam dimensi extraversion dengan 1 orang memiliki perilaku merokok tinggi, 9 orang dengan perilaku merokok sedang, dan 3 orang dengan perilaku merokok rendah. Selanjutnya, ada 19 orang yang memiliki dimensi agreeableness dominan dalam dirinya atau sebesar 19% responden dengan 2 orang yang perilaku merokok tinggi, 13 orang pada taraf sedang, dan 4 orang pada taraf rendah. Selain itu, ada 18 orang atau 18% yang masuk dalam
dimensi openess dengan 1 orang yang memiliki perilaku merokok tinggi, 8 orang dengan perilaku merokok sedang dan 9 orang dengan perilaku merokok yang rendah. Terakhir dimensi conscientiousness, ada 21 responden yang tergolong dalam dimensi conscientiousness ini atau 21%, ada orang yang memiliki perilaku merokok tinggi, 12 orang yang memiliki perilaku merokok dalam taraf sedang serta 6 orang dengan taraf perilaku merook yang rendah. Maka dapat dikatakan bahwa responden dalam penelitian ini dominan termasuk dalam dimensi neuroticism sebanyak 29 orang, sedangkan responden yang paling banyak memiliki perilaku merokok tinggi juga terdapat pada dimensi Constiousness, yaitu sebanyak 3 orang.
4.3
Hasil Uji Statistik
4.3.1. Analisis Uji Beda Berdasarkan Jenis Kelamin Uji t digunakan untuk mengetahui perbedaan pada dua kelompok antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Dalam uji t ini peneliti menggunakan uji Independent Sample Test dan perhitungannya menggunakan sistem komputerisasi SPSS versi 16.00. Hasil uji t ini, didapatkan hasil : Tabel 4.7 Group Statistics Jenis Kelamin Perilaku Merokok
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
1
79
50.5874
9.45344
1.06360
0
21
47.7904
10.43275
2.27661
Tabel 4.8 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F Perilaku Equal Merokok variances assumed
Sig.
t-test for Equality of Means
t
.635 .427 1.179
Equal variances not assumed
Sig. (2-tailed)
Df
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
98
.241
2.79700 2.37200 -1.91016
7.50417
1.113 29.325
.275
2.79700 2.51281 -2.33979
7.93380
Dari hasil perhitungan diketahui tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada mean skor variabel perilaku merokok antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan taraf signifikansi 0,275 > 0,05. Dengan demikian dapat dikatakan tidak terdapat perbedaan perilaku merokok yang signifikan antara responden yang berjenis kelamin laki-laki dan responden yang berjenis kelamin perempuan. Artinya baik responden yang berjenis kelamin laki-laki dan responden yang berjenis kelamin perempuan memiliki perilaku merokok yang sama.
4.3.2
Analisis Uji Beda Berdasarkan Usia
Uji anova yang digunakan yaitu menggunakan One Way Anova dan perhitungannya menggunakan sistem komputerisasi SPSS versi 16.00. Hasil uji t ini, didapatkan hasil :
Tabel 4.9 ANOVA Perilaku Merokok Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
546.678
4
136.669
Within Groups
8730.628
95
91.901
Total
9277.306
99
F 1.487
Sig. .212
Dari hasil perhitungan pada tabel diatas diketahui F hitung sebesar 1,487 dengan taraf signifikansi 0.212 > 0.05, maka tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada mean skor variabel perilaku merokok antara usia. Dengan demikian dapat dikatakan tidak terdapat perbedaan yang perilaku merokok yang signifikan antara responden yang berusia 17 tahun, 18 tahun, 19 tahun, 20 tahun dan 21 tahun. Artinya baik responden yang berusia 17 tahun, 18 tahun, 19 tahun, 20 tahun dan 21 tahun memiliki perilaku merokok yang sama.
4.3.3
Analisis Uji Beda Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel 4.10 ANOVA Perilaku Merokok Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
647.738
2
323.869
Within Groups
8629.568
97
88.965
Total
9277.306
99
F 3.640
Sig. .030
Dari hasil perhitungan pada tabel diatas diketahui F hitung sebesar 3,640 dengan taraf signifikansi 0.030 < 0.05, maka terdapat perbedaan yang signifikan pada mean skor variabel perilaku merokok antara tingkat pendidikan. Dengan demikian dapat dikatakan terdapat perbedaan yang perilaku merokok yang signifikan antara responden dengan tingkat pendidikan SD, SMP dan SMA. Artinya baik responden dengan tingkat pendidikan terakhir SD, SMP dan SMA memiliki perilaku merokok yang berbeda.
4.4
Hasil Uji Hipotesis
Analisis statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis pada penelitian ini adalah korelasi Pearson Product Moment (PE) dan korelasi Polyserial (PS). Dalam penghitungannya, peneliti menggunakan program SPSS versi 16.00. untuk menghitung korelasi Pearson Product Moment (PE), berikut ini adalah hasil penelitiannya : Tabel 4.11 Uji Korelasi Dimensi Neuroticism Dengan Perilaku Merokok Perilaku merokok Neuroticism Perilaku merokok
Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed) N
neuroticism Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
.063 .536
100
100
.063
1
.536 100
100
Dari tabel diatas terlihat bahwa nilai korelasi antara dimensi neuroticism dengan perilaku merokok sebesar 0,063 dengan taraf signifikansi 0.536 berarti hubungan tersebut tidak signifikan sehingga Ho1 diterima yaitu tidak terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi neuroticism dengan perilaku merokok pada remaja akhir. Tabel 4.12 Uji Korelasi Dimensi Extraversion Dengan Perilaku Merokok Perilaku merokok Extraversion Perilaku merokok
Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed) N
extraversion Pearson Correlation
-.234* .019
100
100
*
1
-.234
Sig. (2-tailed)
.019
N
100
100
Dari tabel diatas terlihat bahwa terdapat hubungan yang negatif antara dimensi extraversion dengan
perilaku merokok sebesar -0,234 dengan nilai
signifikansi 0.019 berarti hubungan tersebut signifikan pada probabilitas 5% sehingga Ho2 ditolak. Tanda negatif menyatakan bahwa semakin tinggi skor dimensi extraversion maka semakin rendah perilaku merokoknya. Sebaliknya, semakin rendah skor dimensi extraversion maka semakin tinggi perilaku merokoknya.
Tabel 4.13 Uji Korelasi Dimensi Agreebleness Dengan Perilaku Merokok Perilaku Merokok Agreeableness Perilaku merokok
Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed)
.090
N agreeableness
-.170
Pearson Correlation
100
100
-.170
1
Sig. (2-tailed)
.090
N
100
100
Dari tabel diatas terlihat bahwa nilai korelasi antara dimensi agreebleness dengan perilaku merokok sebesar -0.170 dengan taraf signifikansi 0,090 berarti hubungan tersebut tidak signifikan sehingga Ho3 diterima yaitu tidak terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi agreeableness dengan perilaku merokok pada remaja akhir. Tabel 4.14 Uji Korelasi Dimensi Openess Dengan Perilaku Merokok Perilaku merokok Perilaku merokok
Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed) N
openness
Openness
Pearson Correlation
.201* .045
100
100
*
1
.201
Sig. (2-tailed)
.045
N
100
100
Dari tabel diatas terlihat bahwa terdapat hubungan yang positif antara dimensi openess dengan perilaku merokok dengan nilai 0,201 dengan taraf signifikansi 0,045 berarti hubungan tersebut signifikan pada probabilitas 5%
sehingga Ho4 ditolak. Tanda positif menyatakan bahwa semakin tinggi skor dimensi openess maka semakin tinggi perilaku merokok. Tabel 4.15 Uji Korelasi Dimensi Conscientiousness Dengan Perilaku Merokok Perilaku merokok Conscientiousness Perilaku merokok
Pearson Correlation
1
-.122
Sig. (2-tailed) conscientiousness
Dari tabel
.227
N Pearson Correlation
100 -.122
Sig. (2-tailed)
.227
N
100
diatas
terlihat
bahwa
nilai
100 1 100
korelasi
antara dimensi
conscientiousness dengan perilaku merokok sebesar -0.122 dengan taraf signifikansi 0.227 berarti hubungan tersebut tidak signifikan sehingga Ho5 diterima yaitu tidak terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi conscientiousness dengan perilaku merokok pada remaja akhir. Tabel 4.16 Uji Korelasi Tingkat Pendidikan Dengan Perilaku Merokok Correlations and Test Statistics PS=Polyserial
Variabel Tingkat Pendidikan VS Perilaku Merokok
Correlation
-0.163 (PS)
Test of Model Chi-Square
df
P-Value
12.742
1
0.000
Dari tabel diatas terlihat bahwa terdapat hubungan yang negatif antara tingkat pendidikan dengan perilaku merokok sebesar -0.163 dengan nilai P-Value 0.000 berarti hubungan tersebut signifikan sehingga Ho6 ditolak. Tanda negatif menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin rendah perilaku merokoknya. Sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan maka semakin tinggi perilaku merokoknya. Tabel 4.17 Uji Korelasi Usia Dengan Perilaku Merokok Perilaku Merokok
usia
Perilaku Pearson Correlation Merokok Sig. (2-tailed)
1
N Pearson Correlation
100 -.088
usia
-.088 .381
Sig. (2-tailed)
.381
N
100
100 1 100
Dari tabel diatas terlihat bahwa nilai korelasi antara usia dengan perilaku merokok sebesar -0.088 dengan taraf signifikansi 0.381 berarti hubungan tersebut tidak signifikan sehingga Ho7 diterima yaitu tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan perilaku merokok pada remaja akhir.
Tabel 4.18 Uji Korelasi Jenis Kelamin Dengan Perilaku Merokok Correlations and Test Statistics PS=Polyserial
Variabel Jenis Kelamin VS Perilaku Merokok
Correlation
0.164 (PS)
Test of Model Chi-Squer
df
P-Value
0.250
1
0.617
Dari tabel diatas terlihat bahwa nilai korelasi antara jenis kelamin dengan perilaku merokok sebesar 0.164 dengan P-Value 0.617 berarti hubungan tersebut tidak signifikan sehingga Ho8 diterima yaitu tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan perilaku merokok pada remaja akhir.
4.5
Hasil Uji Regresi Variabel Penelitian
Peneliti menggunakan analisis regresi berganda dengan menggunakan software SPSS 16.00 untuk mengetahui berapa persen (%) sumbangsih dimensi kepribadian big five (seperti neuroticism, extraversion, agreeableness, openeess, dan concientiousness), usia, tingkat pendidikan dan jenis kelamin terhadap perilaku merokok pada remaja akhir. Hasil perhitungannya akan ditampilkan dibawah ini :
Tabel 4.19 Model Summary
Model
R
Std. Error R Adjusted of the Square R Square Estimate
Change Statistics R Square F Change Change df1 df2
Sig. F Change
1 .462a .213 .144 8.956 .213 3.084 8 91 .004 a. Predictors: (Constant), Jenis kelamin, openness, extraversion, usia, conscientiousness, pendidikan, agreeableness, neuroticism
Berdasarkan tabel diatas diketahui nilai koefisien determinasi (R square) yang didapat adalah sebesar 0.213. Hal ini berarti bahwa kedelapan independent variable (dimensi neuroticism extraversion, agreeableness, conscientiousness, openness, usia, tingkat pendidikan dan jenis kelamin) memberikan sumbangsih sebesar 21,3% terhadap perubahan variabel perilaku merokok, sedangkan 78,7 % sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini. Langkah kedua peneliti menganalisis dampak dari seluruh independent variabel terhadap perilaku merokok. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.20 berikut ini : Tabel 4.20 ANOVAb Sum of Squares
Model 1
Df
Mean Square
Regression
1978.633
8
247.329
Residual
7298.870
91
80.207
F 3.084
Sig. .004a
Total 9277.503 99 a. Predictors: (Constant), Jenis kelamin, openness, extraversion, usia, onscientiousness, pendidikan, agreeableness, neuroticism b. Dependent Variable: Perilaku Merokok
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa taraf signifikansi yang didapat adalah sebesar 0.004 (p < 0.05). artinya, ada pengaruh yang signifikan antara dimensi kepribadian big five (seperti neuroticism, extraversion, agreeableness, openeess, concientiousness) dan variabel demografi (seperti usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan) dengan perilaku merokok. Pengujian selanjutnya adalah melihat koefisien regresi tiap independen variabel. Jika nilai t > 1,96 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti bahwa IV tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap perilaku merokok. Adapun penyajiannya ditampilkan pada tabel berikut: Tabel 4.21 Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error
75.153
20.177
neuroticism
-.224
.148
extraversion
-.215
agreeableness
Standardized Coefficients Beta
t
Sig.
3.725
.000
-.225
-1.519
.132
.117
-.197
-1.840
.069
-.315
.153
-.276
-2.057
.043
.387
.122
.364
3.176
.002
-.031
.152
-.030
-.205
.838
-4.946
2.625
-.225
-1.884
.063
.368
.819
.053
.449
.655
jenis kelamin 1.862 2.455 a. Dependent Variable: Perilaku Merokok
.079
.758
.450
openness conscientiousness pendidikan usia
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.21 Dapat disampaikan persamaan regresi sebagai berikut: (* signifikan)
Perilaku Merokok = 75.153 - 0.224 neuroticism - 0.215 extraversion - 0.315 agreeableness*
+
0.387
openness*
-
0.031
conscientiousness - 4.946 pendidikan + 0.368 usia + 1.862 jenis kelamin
Dari tabel 4.21, untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang dihasilkan, kita cukup melihat nilai sig, jika p < 0.05, maka koefisien regresi yang dihasilkan, signifikan pengaruhnya terhadap perilaku merokok dan sebaliknya. Berdasarkan tabel di atas, dari delapan koefisien regresi yang dihasilkan, ternyata hanya ada 2 independent variable yang secara statistik berpengaruh secara signifikan terhadap dependent variable, yaitu dimensi openness dan agreeableness. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh pada masing-masing IV adalah sebagai berikut: a. Dimensi neuroticism : Nilai koefisien regresi dimensi neuroticism adalah sebesar -0.224 (p > 0.05), yang berarti bahwa dimensi neuroticism secara negatif mempengaruhi perilaku merokok, tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi dimensi neuroticism maka semakin rendah perilaku merokoknya, walaupun secara statistic tidak signifikan. b. Dimensi extraversion : Nilai koefisien regresi dimensi extraversion adalah sebesar -0.215 (p > 0.05), yang berarti bahwa dimensi extraversion secara negatif mempengaruhi perilaku merokok, namun tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi extraversion maka semakin rendah perilaku merokoknya, walaupun secara statistik tidak signifikan.
c. Dimensi agreeableness : Nilai koefisien regresi dimensi agreeableness adalah -0.315 dan angka signifikan sebesar 0.043 (p < 0.05), yang berarti bahwa dimensi agreeableness secara negatif mempengaruhi perilaku merokok serta signifikan. Jadi, semakin tinggi agreeableness maka semakin rendah perilaku merokoknya, dan secara statistik signifikan. d. Dimesi openness : Nilai koefisien regresi sebesar 0.387 dan angka signifikan sebesar 0.002 (p < 0.05), yang berarti bahwa dimensi openness secara positif mempengaruhi perilaku merokok dan signifikan. Jadi, semakin tinggi dimensi openess maka semakin tinggi pula perilaku merokoknya, dan hal ini secara statistik signifikan. e. Dimensi
conscientiousness
:
Nilai
koefisien
regresi
dimensi
conscientiousness adalah -0,031 (p > 0.05), yang berarti bahwa dimensi conscientiousness secara negatif mempengaruhi perilaku merokok, namun tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi conscientiousness maka semakin rendah perilaku merokoknya, dan hal ini secara statistik tidak signifikan. f. Variabel tingkat pendidikan : Nilai koefisien regresi variabel tingkat pendidikan adalah -4,946 (p > 0.05), yang berarti bahwa variabel pendidikan secara negatif mempengaruhi perilaku merokok, namun tidak signifikan. g. Variabel usia : Nilai koefisien regresi variabel usia adalah 0,368 (p > 0.05), yang berarti bahwa variabel usia secara positif mempengaruhi perilaku merokok, namun tidak signifikan.
h. Variabel jenis kelamin : Nilai koefisien regresi variabel jenis kelamin adalah 1.862 (p > 0.05), yang berarti bahwa variabel jenis kelamin secara positif mempengaruhi perilaku merokok, namun tidak signifikan.
Selanjutnya, peneliti ingin mengetahui bagaimana penambahan proporsi varians dari masing-masing independent variable terhadap perilaku merokok. Pada tabel 4.22 kolom pertama adalah IV yang dianalisis secara satu per satu, kolom kedua merupakan penambahan varians DV dari tiap IV yang dianalisis satu per satu tersebut, kolom ketiga merupakan nilai murni varians DV dari tiap IV yang dimasukkan secara satu per satu, kolom keempat adalah nilai F hitung bagi IV yang bersangkutan, kolom DF adalah derajat bebas bagi IV yang bersangkutan pula, yang terdiri dari numerator dan denumerator, kolom F tabel adalah kolom mengenai nilai IV pada tabel F dengan DF yang telah ditentukan sebelumnya, nilai kolom inilah yang akan dibandingkan dengan kolom nilai F hitung. Apabila nilai F hitung lebih besar daripada F tabel, maka kolom selanjutnya, yaitu kolom signifikansi yang akan dituliskan signifikan dan sebaliknya.
Tabel 4.22 Penghitungan Proporsi Varians
IV
R2
R2 Change
F hitung
df
F tabel
Signifikansi
X1
0,004
0,004
0,39
1,98
3,94
Tidak signifikan
X12
0,055
0,051
5,23
1,97
3,94
Signifikan
X122
0,062
0,007
0,72
1,96
3,94
Tidak signifikan
X1234
0,163
0,101
11,46
1,95
3,94
Signifikan
X12345
0,163
0,000
0
1,94
3,94
Tidak signifikan
X123456
0,206
0,043
5,036
1,93
3,94
Signifikan
X1234567
0,208
0,002
0,23
1,92
3,94
Tidak signifikan
X12345678
0,213
0,005
0,57
1,91
3,94
Tidak signifikan
TOTAL
0,213
Keterangan: X1
= dimensi neuroticism
X12
= dimensi extraversion
X123
= dimensi agreeableness
X1234
= dimensi openness
X12345
= dimensi conscientiousness
X123456
= dimensi pendidikan
X1234567
= dimensi usia
X12345678
= dimensi jenis kelamin
Dari tabel diatas dapat disampaikan informasi sebagai berikut : a. Dimensi neuroticism memberikan sumbangan sebesar 0.4% dalam varians perilaku merokok. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik karena nilai f hitung = 0.39 lebih kecil dari f tabel (1,98) = 3.94. b. Dimensi extraversion memberikan sumbangan sebesar 5,1% dalam varians perilaku merokok. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik karena nilai f hitung = 5.23 lebih besar dari f tabel (1,97) = 3.94. c. Dimensi agreeableness memberikan sumbangan sebesar 0,7%dalam varians perilaku merokok. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik karena nilai f hitung = 0.72 lebih kecil dari f tabel (1,96) = 3.94. d. Dimensi openness memberikan sumbangan sebesar 10,1% dalam varians perilaku merokok. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik karena nilai f hitung = 5.23 lebih besar dari f tabel (1,95) = 3.94. e.
Dimensi
conscientiousness
memberikan
sumbangan
sebesar
0%.
Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik karena nilai f hitung = 0 lebih kecil dari f tabel (1,96) = 3.94. f. Variabel pendidikan memberikan sumbangan sebesar 4,3%. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik karena nilai f hitung = 5.036 lebih besar dari f tabel (1,96) = 3.94. g. Variabel usia memberikan sumbangan sebesar 0,2%. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik karena nilai f hitung = 0.23 lebih kecil dari f tabel (1,96) = 3.94.
h. Variabel jenis kelamin memberikan sumbangan sebesar 0,5%. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik karena nilai f hitung = 0.57 lebih kecil dari f tabel (1,96) = 3.94.
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan hasil penelitian, diskusi tentang penelitian serta saran praktis dan secara teoritis untuk penelitian selanjutnya.
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan melalui analisis korelasi dapat disimpulkan, sebagai berikut : 1. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi kepribadian neuroticism dengan perilaku merokok pada remaja akhir. 2. Terdapat
hubungan
yang
signifikan
antara
dimensi
kepribadian
extraversion dengan perilaku merokok pada remaja akhir. 3. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi kepribadian agreeableness dengan perilaku merokok pada remaja akhir. 4. Terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi kepribadian openness dengan perilaku merokok pada remaja akhir. 5. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi kepribadian conscientiousness dengan perilaku merokok pada remaja akhir. 6. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan perilaku merokok pada remaja akhir.
7. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan perilaku merokok pada remaja akhir. 8. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan perilaku merokok pada remaja akhir.
Selanjutnya, setelah dilakukan analisis lebih jauh mengenai pengaruh dari kedelapan independent variable terhadap perilaku merokok dengan menggunakan analisis regresi, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : “ada pengaruh yang signifikan dari dimensi kepribadian big five, tingkat pendidikan, usia, dan jenis kelamin terhadap perilaku merokok” berdasarkan proporsi varians seluruhnya, perilaku merokok yang dipengaruhi independent variable (dimensi kepribadian big five dan faktor demografi) adalah sebesar 21,3%.
5.2
Diskusi
Dalam penelitian ini, tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara dimensi neuroticism dengan perilaku merokok, hal tersebut tidak sesuai dengan apa yang di temukan oleh penelitian sebelumnya oleh Deasy & Kartasamita (2007) dimana dalam penelitian tersebut ditemukan dua sub-dimensi dalam dimensi neuroticism yang memiliki hubungan dengan perilaku merokok, yaitu sub dimensi anxiety (kecemasan), jadi subjek cenderung merasa cemas dan khawatir akan masa depan dan kemungkinan yang akan terjadi dan sub dimensi selfconsciousness, individu cenderung takut terhadap orang lain yang posisinya lebih
tinggi darinya, serta cukup takut berbuat kesalahan yang mengecewakan orang lain. Hasil penelitian sebelumnya ini sangat sesuai dengan ciri-ciri dari dimensi neuroticism yang ada di teori, dimana individu yang memiliki skor tinggi pada neuroticism akan lebih mudah mengalami kecemasan, depresi, emosional dan rentan terhadap gangguan stress. Salah satu ciri kepribadian tersebut yaitu depresi merupakan salah satu karakteristik dari sifat kepribadian yang dimiliki oleh remaja yang merokok (Pederson, dalam Amelia 2009). Namun, hasil dari penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan seperti hasil dari penelitian sebelumnya, hal ini mungkin terjadi karena pada penelitian terdahulu hanya terdapat dua sub dimensi saja yang berhubungan dengan perilaku merokok sehingga tidak dapat disimpulkan bahwa dimensi neuroticism berhubungan secara signifikan dengan perilaku merokok, karena kedua sub dimensi tersebut tidak dapat mewakili keseluruhan dari dimensi neuroticism. Berbeda dengan dimensi neuroticism, dalam penelitian ini ditemukan adanya hubungan negatif yang signifikan antara dimensi extraversion dengan perilaku merokok dimana hasil ini bertolak belakang dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Terraciano dan Costa pada tahun 2004, memperoleh hasil bahwa secara umum dimensi extraversion tidak terkait dengan perilaku merokok. Hal tersebut didukung pula oleh penelitian Deasy & Kartasamita (2007) dimana juga tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara dimensi extraversion dengan perilaku merokok. Perbedaan hasil penelitian ini dapat disebabkan karena kedua penelitian sebelumnya menggunakan skala NEO PI-R yang dapat mengukur facet-facet dalam setiap dimensi dengan lebih
mendetail sedangkan skala IPIP NEO yang digunakan oleh peneliti hanya mampu mengukur satu dimensi kepribadian secara keseluruhan tanpa diketahui hubungan tiap facet. Kemudian item-item pada skala IPIP NEO yang digunakan merupakan hasil terjemahan mungkin ada item-item kalimat yang tidak sesuai dengan kebudayaan di indonesia sehingga menghasilkan interpretasi yang berbeda dan hasil yang berbeda. Alasan peneliti menggunakan skala IPIP NEO dibandingkan dengan NEO PI-R adalah karena peneliti ingin melihat bagaimana hubungan antara tiap dimensi kepribadian big five secara global dengan perilaku merokok. Selain itu, sampel yang digunakan pun berbeda dimana kedua penelitian terdahulu menggunakan sampel dewasa sedangkan peneliti menggunakan sampel remaja akhir. Sementara jika kita lihat pada teori yang ada, hasil penelitian ini sesungguhnya sudah sesuai dengan hipotesis yang peneliti rumuskan sebelumnya, yaitu individu dengan skor extraversion yang tinggi memiliki kecenderungan socially outgoing dan senang berkumpul dengan teman-temannya saat merokok dan pada diri remaja, sifat kepribadian extrovert juga berkaitan dengan konformitas sosial yang merupakan sifat prediktif perokok. Selanjutnya juga ditemukan hasil yang bertolak belakang antara hasil dari penelitian sebelumnya dengan hasil yang peneliti dapatkan. Peneliti memperoleh hasil bahwa tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara dimensi agreeableness atau pun dimensi conscientiousness terhadap perilaku merokok, sedangkan dalam penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Terracciano dan Costa (2004) ditemukan hubungan negatif yang signifikan antara dimensi agreeableness dengan perilaku merokok, dimana mengindikasikan bahwa makin rendah skor
dimensi agreeableness maka semakin tinggi perilaku merokok. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori yang ada, dimana orang dengan skor agreeableness yang rendah cenderung argumentatif, tidak kooperatif atau tidak simpatik sehingga diperkirakan lebih mungkin terlibat dalam perilaku merokok. Hasil yang sama juga diperoleh pada dimensi conscientiousness dimana dalam penelitian sebelumnya tersebut didapatkan hubungan negatif yang signifikan dengan perilaku merokok hal ini sesuai dengan apa yang dirumuskan peneliti sebelumnya, karena orang yang memiliki skor yang rendah dalam dimensi conscientiousness, cenderung kurang pertimbangan yang cermat mengenai konsekuensi dari perilaku yang mereka lakukan. Hal tersebut sangat sesuai dengan ciri dari perokok yang cenderung tidak cermat mengenai dampak dari perilaku merokok bagi kesehatannya. Kemudian hasil penelitian dimensi openess ditemukan bahwa ada hubungan yang signifikan positif dengan perilaku merokok dimana hasil ini sesuai dengan asumsi peneliti bahwa dimensi openess diasumsikan akan memiliki hubungan yang positif dengan perilaku merokok, karena dimensi openness memiliki ciri kepribadian yang mengarah pada originalitas, kreativitas, independensi dan senang akan sesuatu yang baru. Individu yang memiliki skor yang tinggi pada dimensi ini cenderung merokok karena senang mencari sensasi dan memiliki keberanian mengambil resiko tanpa pertimbangan yang matang. Dari ketiga faktor demografis yang dijadikan variabel dalam penelitian ini, hanya tingkat pendidikan yang ditemukan memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku merokok. Sedangkan usia dan jenis kelamin ditemukan hubungan
yang tidak signifikan terhadap perilaku merokok. Namun jika melihat kategorisasi setiap variabel faktor demografis jenis kelamin dapat dilihat bahwa laki-laki lebih banyak berpartisipasi dalam perilaku merokok dibandingkan dengan perempuan. Temuan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rachiotis dkk (2008) yang mencatat bahwa kecenderungan merokok pada laki-laki lebih tinggi dibanding dengan perempuan.
5.3
Saran
Berdasarkan penulisan penelitian ini, peneliti menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan di dalamnya. Untuk itu, peneliti memberikan beberapa saran untuk bahan pertimbangan sebagai penyempurnaan penelitian selanjutnya, baik berupa saran teoritis dan saran praktis.
5.3.1 1.
Saran Teoritis Untuk penelitian selanjutnya peneliti lebih memperhatikan dan memeriksa kalimat-kalimat item dari skala bigfive IPIP NEO oleh Goldberg yang merupakan hasil terjemahan sehingga lebih disesuaikan dengan budaya yang ada di indonesia. Untuk hasil yang lebih mendetail untuk mengetahui bagaimana hubungan setiap facet-facet dalam dimensi kepribadian big five peneliti disarankan untuk menggunakan alat ukur Big Five, NEO PI-R yang dibuat oleh Costa dan McCrae (1992). Dengan alat ukur tersebut akan lebih jelas mengukur hubungan tiap facet yang merupakan ciri-ciri atau karakteristik dalam dimensi tersebut.
2.
Untuk memperluas penelitian, peneliti menganjurkan untuk melengkapi data
kontrol
dengan
lamanya
subjek
menjadi
perokok
serta
mengikutsertakan faktor lingkungan seperti orang tua, saudara, dan teman yang juga berpengaruh pada pembentukan kepribadian remaja dan keputusannya untuk berperilaku merokok. Dianjurkan juga untuk melengkapi alat penelitian dengan metode wawancara yang lebih mendalam terhadap remaja perokok. Dengan adanya metode wawancara yang lebih mendalam, diharapkan dapat tergali aspek-aspek lain yang tidak terungkap dalam metode kuesioner.
5.3.2 1.
Saran Praktis Dengan banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan dari merokok, maka penulis menyarankan agar perokok dapat berhenti merokok, agar perokok dapat terhindar dari beberapa penyakit seperti penyakit jantung, penyakit paru-paru, dan penyakit lain yang ditimbulkan dari efek merokok. Selain itu, perokok juga dapat menyelamatkan orang-orang yang berada di sekitar perokok, karena telah mengurangi perokok pasif.
2.
Bagi remaja diharapkan mendapatkan informasi yang sebenarnya mengenai rokok dan dampaknya, sehingga dapat terhindar dari perilaku merokok yang adiktif.
3.
Bagi keluarga, teman dan kerabat dekat para remaja diharapkan dapat memberikan contoh yang baik untuk tidak berperilaku merokok terutama didepan orang yang tidak atau belum pernah merokok.
4.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa perokok cenderung mempunyai skor neuroticism yang tinggi. Perokok cenderung mengurangi kecemasan mereka dengan cara menghisap rokok lebih banyak. Peneliti menyarankan agar perokok dapat mengurangi kecemasan dengan cara lain, seperti mencari kesibukan atau aktivitas lain yang lebih bermanfaat, seperti kursus program komputer. Selain itu, apabila perokok merasa tidak dapat mengatasi kecemasannya sendiri, cobalah untuk mencari bantuan orang lain yang perokok percayai.
DAFTAR PUSTAKA Alfin, A. 2011. Pembentukan kepribadian. Diakses pada tanggal 30 november 2011 dari http://alfinnitihardjo.ohlog.com/pembentukan-kepribadian.oh 112680.html Amelia, A. 2009. Gambaran perilaku merokok pada remaja laki-laki. Skripsi. Medan : Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Anugrah, W. Nusantaranews Edisi 31 mei 2009. Daftar 10 negara perokok terbesar di Dunia diakses pada tanggal 26 juni 2011 dari http://nusantaranews.wordpress.com/2009/05/31/10-negara-jumlahperokok-terbesar-di-dunia.html. Ardhanari. 2004. Hubungan antara preferensi kepribadian dan tempramen dengan perilaku hidup sehat pada remaja. Skripsi. Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Arikunto, S. 2002. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek (edisi revisi V). Yogyakarta: Rineka Cipta. Azwar, S. 2008. Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Deasy; Kartasamita, S. 2007. Hubungan antara kepribadian (big five) dan perilaku merokok pada dewasa muda. Jurnal Psikologi. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara. Jurnal Phronesis. Vol. 3 No.4. Engler, B. 2009. Personality theories. USA: Houghton Mifflin Harcourt Publishing Company. Feist, J., Feist, J.G. (2009). Theories of personality, seventh edition. New York: The McGraw-Hill Companies. Finaliasari, F.F. 2003. Hubungan antara personality trait extraversion dan perilaku merokok pada remaja akhir. Skripsi. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Friedman, H. S; Schustack, M. W. 2008. Kepribadian: Teori klasik dan riset modern edisi ketiga jilid 1. Jakarta: Erlangga. Hurlock, E.B. 1980. Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan edisi kelima. Terjemahan oleh Istidawanti dan Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.
Joseph, J.A. 2011. Merokok. diambil tanggal 07 mei 2011dari http://perem puanmanies.wordpress.com/2011/04/14/merokok/html. Kerlinger, F.N. 2006, Asas-asas penelitian behavioral. Terjemahan Oleh Simatupang. Yogyakarta: UGM Press. Komalasari, D; Helmi, A.F. Faktor-faktor penyebab perilaku merokok pada remaja. Yogyakarta ; Universitas Gadjah Mada. Jurnal Psikologi. Vol. 9 No. 2 Maman. 2009. Teori perilaku merokok. diambil pada tanggal 15 Oktober dari http://unikunik.wordpress.com/2009/05/03/teori-perilaku-merokok/. Mastuti, E. 2005. Analisis faktor alat ukur kepribadian big five (adaptasi dari IPIP) pada Mahasiswa Suku Jawa. Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. INSAN. Vol. 7 No. 3. Mu‟tadin, Z. 2002. Remaja dan rokok. Diambil pada tanggal 3 november 2010 dari http://herbalstoprokok.wordpress.com/2009/02/04/remaja-dan-rokok. Nasution, I.K. 2007. Perilaku merokok pada remaja. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara. Pervin, L; Daniel C; Oliver P J. (2005). Personality: Theory and research. USA: John Wiley & Sons, Inc Rachiotis, G; Muula, A.S; Rudatsikira, E; Siziya, S; Kyrlesi, A; Gourgoulianis, K; Hadjichristodolou, C. 2008. Factors associated with adolescent cigarette smoking in greece: results from a cross sectional study (GYTS Study). BMC Public Health. Vol. 8 No. 313. Rizal, I. F. 2010. Gender dan perilaku merokok. diambil tanggal 20 Oktober 2010 dari http://sosbud.kompasiana.com/2010/03/11/gender-danperilaku-merokok/. Sari, A; Ramdhani, N; Eliza, M. 2003. Empati dan peilaku merokok di tempat umum. Jurnal Psikologi. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Vol.3 No. 5. Setiawan. 2011. Psikologi kepribadian. Diakses pada tanggal 28 November 2011 dari http://www.slideshare.net/bocahbancar/psikologi-kepribadian. Sevilla, C.G. 2006. Pengantar metode penelitian. Jakarta : UI Press. Sitepoe, M. 2000. Kekhususan rokok indonesia. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Sujanto, A; Lubis, H; Hadi, T. 2008. Psikologi kepribadian. Jakarta: Bumi Aksara. Suryabrata, S. 2008. Psikologi kepribadian. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Susanto, H; Ahniar, N.F; Kalsum, U; Amri, A.B. 2010. Gurih pahitnya rokok. diambil pada tanggal 14 november 2010 dari http://sorot.vivanews.com/news/read/ 137736-gurih_pahitnya_rokok Syahti, M.N. 2009. Perilaku merokok. Diambil pada tanggal 07 mei 2011 dari http://katakandengankata.wordpress.com/2009/02/04/perilaku-merokok/. Tannos, D. DHS News. Edisi 21 April 2011. Usia perokok indonesia semakin muda. diambil tanggal 06 Mei 2011 dari http://klikdhs.com/ 2011/04/usiaperokok-indonesia-semakin-muda.html. Taurisia. 2009. Psikologi. Diambil pada tanggal 14 november 2010 dari http://hista-hista.blogspot.com/. Terracciano, A. & Costa, P.T. 2008. Smoking and the five-factor model of personality. laboratory of personality and cognition, national institute on aging, NIH, DHHS, Baltimore, MD: USA.PubMed Central. Vol.8 No.99. Torres, A. & Pritchard. M. 2005. Personality characteristics as predictors of health risk behaviors. Boise State University. Journal Naval Health Research Center. Vol.5 No.34. Walgito, B. 2002. Psikologi sosial (suatu pengantar). Yogyakarta: Andi. Wijaya, A.M. 2011. Data dan situasi rokok (cigarette) Indonesia terbaru. diambil tanggal 06 Mei 2011 dari http://www.infodokterku.com/ index.php?option=com_content&view=article&id=143:data-dan-situasirokok-cigarette-indonesia-terbaru. Wood, S.E; Wood, E.G; Boyd, D. 2007. The world of Psychology. Boston: Pearson.
LAMPIRAN Selamat Pagi/Siang/Malam Salam silaturahmi saya ucapkan, semoga rekan-rekan selalu mendapat perlindungan dari Tuhan YME sehingga dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari dengan baik. Saya Renny Anggarani Nur Prasasti mahasiswi Psikologi semester IX Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang sedang melakukan penelitian dalam rangka penyusunan skripsi, mengharapkan kesediaan rekan-rekan untuk berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian ini. Kerja sama yang saya harapkan adalah kesediaan rekan-rekan untuk mengisi beberapa pernyataan. Adapun informasi atau data yang rekan-rekan berikan akan sangat bermanfaat bagi penelitian dan akan dijamin kerahasiaannya. Sebelumnya saya mengucapkan terimakasih atas kesediaan rekan-rekan untuk meluangkan waktunya guna membantu terwujudnya proses penelitian ini dan mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan. Jakarta, Juli 2011
Peneliti DATA RESPODEN Nama/Inisial
:
Umur
:
Jenis Kelamin
: P / L *Lingkari yang sesuai
Pendidikan Terakhir
:
Tahun
PETUNJUK PENGISISAN Baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan. Anda diminta untuk mengemukakan apakah pernyataan tersebut sesuai dengan diri anda, dengan cara memberi tanda silang (x) dalam kotak didepan salah satu pilihan jawaban yang tersedia. SS
: Sangat Setuju
S
: Setuju
TS
: Tidak Setuju
STS
: Sangat Tidak Setuju
Tidak ada jawaban benar atau salah untuk setiap pernyataan, seluruh jawaban adalah benar, selama itu sesuai dengan diri Anda.
Skala Perilaku Merokok No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pernyataan Saya tidak merokok setelah saya makan Saya merokok saat acara minum kopi bersama Saya merokok saat sedang membaca koran Saya merokok sebagai pelengkap suasana pesta Saya tidak merokok ketika saya merasa bahagia Saya tidak merokok saat saya sedang melamun
SS
S
TS
STS
7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49.
Merokok membuat saya tampak kurang menarik Ketika saya merokok, rasanya tidak menyenangkan Saya menikmati sensasi rasa ketika saya merokok Merokok membantu saya untuk tetap langsing Saya akan gendut jika tidak merokok Merokok dapat merusak ketenangan saya Saya suka memain-mainkan rokok dengan jari-jari saya saat merokok Saya suka memegang rokok tanpa menghisapnya Saya hanya suka mengisi pipa rokok dengan tembakau meskipun tidak menghisapnya Saya tidak suka jika hanya memegang rokok tanpa menghisapnya Saya tidak suka memain-mainkan rokok dengan jari-jaritangan saya ketika merokok Saya tidak suka merokok dengan menggunakan pipa, menurut saya itu merepotkan Ketika saya marah, saya tidak merokok Ketika sedang kesal dengan seseorang, rokok membantu saya mengatasinya Rokok tidak dapat menenangkan saya, ketika saya marah Saya merokok setelah dimarahi oleh orang tua saya Saya merokok agar saya tidak mudah marah atau terpancing emosi Rokok tidak dapat mengurangi amarah saya Saya merokok saat perasaan saya tidak enak Merokok tidak membantu mengurangi ketegangan saya Ketika saya sedang sedih, rokok dapat membuat saya merasa lebih baik Merokok tidak dapat menenangkan saya ketika sedang bingung atau bimbang Tanpa rokok pun saya dapat mengatasi kegelisahan saya Saya merokok saat saya merasa frustrasi Saya merokok saat saya ketakutan Saya tidak merokok meskipun saya sedang gelisah Saya merokok saat saya menunggu kendaraan umum Saya merokok saat saya menunggu teman Saya merokok saat saya sedang tidak ada kerjaan Saya tidak merokok meskipun saya sedang tidak melakukan apa pun Saya tidak merokok meskipun tidak ada teman bicara atau mengobrol Saya tidak merokok ketika sedang berjaga malam Rokok dapat membantu saya mengatasi kebosanan Saya tidak merokok meskipun saya merasa bosan Saya merokok setiap saya ingin merokok Saya membawa rokok kemanapun saya pergi Setiap hari, jumlah rokok yang saya hisap berkurang Saya tidak khawatir jika persediaan rokok saya habis Saya menambah dosis rokok yang saya hisap setiap hari Saya rela pergi ke warung, meski tengah malam, hanya untuk membeli rokok Saya lebih baik tidak makan daripada saya tidak merokok Saya menghabiskan uang jajan atau penghasilan saya untuk membeli rokok Tanpa rokok saya dapat hidup dengan tenang
50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70.
Saya merasa gelisah bila dirumah tidak tersedia rokok Saya bisa menahan diri untuk tidak merokok saat kuliah atau bekerja Saya tidak suka rokok yang memberikan efek lebih berat dari rokok sebelumnya Berapa pun uang yang dihabiskan untuk membeli rokok akan saya keluarkan Saya akan berusaha untuk mendapatkan rokok, bagaimanapun itu Saya merokok dimana saja saya ingin merokok Saya dapat menahan untuk tidak merokok saat sedang mengobrol dengan orang tua yang tidak merokok Saya merokok di dalam setiap aktivitas yang saya lakukan Saya merokok hanya disaat-saat tertentu saja Saya merokok karena itu sudah menjadi gaya hidup saya Merokok merupakan bagian dari aktivitas saya sehari-hari Saya terbiasa untuk merokok dimanapun saya berada Saya merokok dengan tanpa alasan Saya tidak merokok ketika saya merasa sedih atau pun gembira Saya tetap dapat menjalani aktivitas saya sehari-hari tanpa rokok Saya tidak merokok saat saya belajar atau bekerja Saya terbiasa memulai hari dengan merokok Saya tidak memasukkan daftar rokok ke dalam daftar belanja bulanan saya Rokok sudah menjadi asupan penting bagi saya sehari-hari Saya merokok setiap ada waktu kosong Saya tidak merokok ketika menjalani aktivitas saya
Skala Big Five No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51.
Pernyataan Saya mampu menghidupkan suasana acara Saya suka menghina orang Saya selalu siap sedia Saya mudah merasa tertekan Saya memiliki banyak perbendaharaan kata Saya sering merasa tidak nyaman berada diantara banyak orang Saya mudah tertarik pada orang Saya meninggalkan barang-barang milik saya di mana-mana Saya hampir santai sepanjang waktu Saya kesulitan memahami gagasan yang abstrak Saya merasa nyaman diantara orang-orang Saya tidak tertarik pada masalah-masalah orang lain Saya memperhatikan hal-hal yang kecil Saya khawatir akan segala hal Saya mempunyai khayalan yang hidup saya orang yang tidak tegas Sya bersimpati dengan perasaan orang lain Saya membuat sesuatu hal menjadi kacau Saya jarang merasa sedih Saya tidak tertarik pada gagasan yang abstrak Saya mudah memulai percakapan Saya tidak terlalu peduli pada orang lain Saya segera menyelesaikan tugas-tugas harian Saya mudah merasa terganggu Saya punya gagasan yang sangat bagus Saya sedikit bicara Saya memiliki hati yang lembut Saya sering lupa mengembalikan barang-barang ke tempatnya Saya tidak mudah terganggu oleh berbagai hal Saya tidak memiliki imajinasi yang baik Saya senang berbicara pada berbagai orang di acara-acara Saya tidak sepenuhnya menaruh perhatian pada orang lain Saya suka keteraturan Saya mudah merasa kecewa Saya cepat memahami sesuatu hal Saya tidak memperhatikan diri sendiri Saya menyediakan waktu untuk orang lain Saya melalaikan tugas-tugas saya Saya tidak suka menganggu orang lain Saya mencoba menghindari orang-orang yang kompleks Saya tidak berkeberatan menjadi pusat perhatian Saya mengalami kesulitan memahami sesuatu hal Saya mengikuti suatu jadwal suasana hati saya mudah berubah Saya suka menggunakan kata yang sulit dimengerti Saya diam jika berada di antara orang-orang tak dikenal Saya mampu merasakan perasaan orang lain Saya melalaikan kewajiban saya Saya jarang marah Saya kesulitan membayangkan sesuatu Saya mudah untuk berteman
SS
S
TS
STS
52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64.
Saya tak acuh pada perasaan orang lain Saya cermat dalam pekerjaan Saya suasana hati yang sering berubah Saya menghabiskan waktu untuk merenung Saya merasa kesulitan mendekati orang lain Saya membuat orang merasa tenteram Saya suka membuang waktu Saya mudah merasa jengkel Saya menghindari bahan bacaan yang sulit dimengerti Saya suka memperhatikan Saya suka menanyakan tentang kesehatan orang lain Saya mengerjakan segala sesuatu sesuai dengan rencana Saya sering merasa sedih
65. 66. 67. 68. 69. 70.
Saya memiliki banyak gagasan Saya tidak banyak bicara Saya tahu bagaimana menghibur (menyenangkan) orang lain Saya mengerjakan sesuatu setengah-setengah Saya mudah marah Saya tidak akan menyelidiki sedalam-dalamnya suatu pokok bahasan Saya tahu cara memikat orang Saya menyukai anak-anak Saya mengerjakan sesuatu sampai semua sempurna Saya mudah panic Saya mengangkat pembicaraan yang lebih bermutu Saya mampu menahan perasaan saya Saya mempunyai hubungan baik dengan semua orang Saya mendapati kesulitan untuk mulai bekerja Saya mudah merasa terancam Saya memahami hal-hal dengan cepat Saya merasa tenang bersama orang-orang Saya berbicara yang sopan dengan orang lain Saya suka membuat rencana dan menjalankannya Emosi saya meluap-luap Saya dapat menangani banyak informasi Saya suka menyendiri Saya dapat memperlihatkan rasa terima kasih Saya membiarkan kamar saya berantakan Saya mudah merasa tersinggung Saya mampu melakukan banyak hal Saya menunggu orang lain untuk menunjukkan jalan Saya memikirkan orang lain lebih dulu Saya menyukai ketertiban dan keteraturan Saya terperangkap dalam masalah-masalah sendiri Saya suka membaca bahan-bahan yang menantang Saya terampil menangani situasi-situasi sosial Saya suka menolong orang lain Saya suka beres-beres Saya mengeluh tentang banyak hal Saya suka menemukan cara-cara baru untuk mengerjakan segala hal
71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94. 95. 96. 97. 98. 99. 100.
Uji Reliabilitas dan validitas (1x) 1.
Skala Perilaku Merokok (36 responden) Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items .879
70
Scale Mean if Item Scale Variance if Deleted Item Deleted
Corrected Item- Cronbach's Alpha Total Correlation if Item Deleted
item01 item02 item03 item04 item05 item06 item07 item08 item09 item10 item11 item12 item13 item14 item15 item16 item17 item18 item19 item20 item21 item22 item23 item24 item25 item26 item27 item28
169.6944 169.4167 170.0278 169.8611 169.9444 170.0278 169.8333 169.6944 169.5000 170.7500 170.8333 169.6389 169.8056 171.0556 170.4722 170.9444 170.0000 170.8611 169.7222 169.5556 169.8333 170.0278 170.0556 169.8056 169.8333 169.8056 169.6111 169.6944
216.333 230.821 227.628 222.066 220.797 221.685 235.171 231.018 231.286 226.993 229.457 231.152 225.704 231.483 239.799 235.311 232.057 242.409 230.435 231.968 232.371 231.056 225.940 231.590 231.114 233.190 228.416 233.190
.660 .234 .335 .568 .630 .638 -.039 .231 .225 .407 .367 .261 .483 .130 -.233 -.046 .117 -.344 .254 .169 .138 .141 .389 .157 .162 .108 .321 .175
.871 .878 .876 .873 .873 .873 .880 .878 .878 .876 .877 .877 .875 .879 .884 .882 .879 .885 .877 .878 .879 .879 .876 .878 .879 .879 .877 .878
item29 item30 item31 item32 item33 item34 item35 item36 item37 item38
170.5278 169.8333 170.0556 169.7778 170.8056 171.0000 170.8611 170.6667 170.6944 170.8056
228.713 227.171 232.054 233.949 238.847 236.343 240.580 231.714 236.275 233.304
.491 .315 .113 .057 -.182 -.105 -.331 .130 -.102 .056
.876 .877 .879 .879 .884 .881 .884 .879 .881 .880
2.
item39 item40 item41 item42 item43 item44 item45 item46 item47 item48 item49 item50 item51 item52 item53 item54 item55 item56 item57 item58 item59 item60 item61 item62 item63 item64 item65 item66 item67
171.0556 170.8889 169.5833 169.9722 170.3333 170.6111 170.7500 170.4167 170.7222 170.8611 170.3889 170.3889 170.7222 170.7778 170.9167 170.7222 169.8889 170.7500 170.3333 170.3889 170.3611 170.0556 170.1667 169.6111 169.6667 170.6111 170.5833 170.1944 170.3611
232.740 230.102 233.507 224.999 219.429 227.844 228.593 217.450 220.892 215.723 228.073 213.787 228.663 226.806 225.336 223.921 225.359 228.307 220.343 226.130 224.866 222.968 222.143 231.559 234.457 224.073 234.879 217.647 224.466
.061 .236 .028 .424 .653 .426 .350 .633 .595 .788 .288 .841 .329 .402 .422 .433 .345 .269 .646 .322 .464 .565 .525 .216 .017 .517 -.026 .726 .355
.880 .878 .881 .875 .872 .876 .876 .872 .873 .870 .877 .869 .877 .876 .875 .875 .876 .877 .872 .877 .875 .874 .874 .878 .879 .874 .881 .871 .876
item68 item69 item70
170.4167 169.4167 170.5833
222.021 234.707 229.050
.549 -.012 .303
.874 .880 .877
Skala Kepribadian Big Five (36 responden) a. Skala Extraversion Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items .766
20
Scale Mean if Item Scale Variance if Deleted Item Deleted item01 item06 item11 item16 item21 item26
51.3611 51.3889 51.3611 51.8056 51.7778 51.9722
33.894 29.844 29.837 29.247 29.263 33.113
Corrected Item- Cronbach's Alpha Total Correlation if Item Deleted .159 .584 .607 .532 .533 .170
.767 .737 .736 .739 .739 .769
item31 item36 item41 item46 item51 item56 item61 item66 item71 item76 item81 item86 item91 item96
51.7500 51.7778 52.2222 52.1667 51.3333 51.5833 51.4167 52.0556 51.8056 52.4444 51.3056 51.5556 51.5556 51.8056
31.850 31.835 36.121 32.029 33.143 29.679 34.479 33.711 34.790 35.340 32.618 30.025 30.025 32.790
.467 .461 -.160 .316 .349 .804 .104 .166 .012 -.063 .333 .454 .454 .277
.749 .749 .794 .758 .757 .727 .768 .767 .776 .778 .757 .747 .747 .760
b. Skala Agreeableness Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items .746
20
Scale Mean if Item Scale Variance if Deleted Item Deleted item02 item07 item12 item17 item22 item27 item32 item37 item42 item47 item52 item57 item62 item67 item72 item77 item82 item87 item92 item97
56.6667 56.7222 56.5000 56.3611 56.0833 56.4444 56.5278 56.4444 56.5000 56.6111 56.5556 56.5556 56.3611 56.2222 56.3333 56.2778 56.3611 56.1389 56.5556 56.1667
29.143 21.806 24.543 24.523 23.221 24.140 23.342 27.568 24.029 25.673 23.625 27.625 25.094 23.606 22.114 23.978 26.237 24.237 24.425 25.743
c. Skala Conscientiousness Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items .866
20
Corrected Item- Cronbach's Alpha Total Correlation if Item Deleted -.342 .531 .195 .452 .397 .448 .585 -.181 .431 .171 .570 -.157 .334 .573 .615 .486 .106 .458 .416 .138
.788 .713 .751 .728 .728 .726 .715 .758 .727 .746 .718 .764 .735 .717 .707 .723 .749 .726 .729 .749
Scale Mean if Item Scale Variance if Deleted Item Deleted
Corrected Item- Cronbach's Alpha Total Correlation if Item Deleted
item03 item08 item13 item18 item23 item28 item33 item38
56.8611 56.5556 57.0833 56.5556 56.9722 57.1944 57.0556 56.6111
42.409 39.968 47.336 41.283 41.799 43.304 43.311 40.702
.531 .687 -.160 .460 .623 .257 .514 .662
.858 .850 .880 .860 .855 .868 .859 .852
item43 item48 item53 item58 item63 item68 item73 item78 item83 item88 item93 item98
57.0000 56.5000 57.0833 57.0000 56.9722 56.7500 56.7500 57.1944 57.0000 57.2222 57.0556 57.0000
43.543 40.143 44.250 40.971 41.971 39.907 41.336 43.990 44.286 38.235 43.597 40.457
.344 .705 .215 .598 .597 .729 .594 .245 .275 .640 .235 .577
.863 .850 .868 .854 .855 .849 .855 .867 .865 .851 .869 .855
d. Skala Neuroticism Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items .943
20
Scale Mean if Item Scale Variance if Deleted Item Deleted item04 item09 item14 item19 item24 item29 item34 item39 item44 item49 item54 item59 item64 item69 item74 item79 item84 item89
55.8889 56.3611 56.5833 56.2500 56.3333 56.1944 56.3056 56.2778 56.3889 56.2500 56.5000 56.1944 56.0000 55.9167 56.2222 55.7500 55.9444 56.0000
109.587 122.980 120.021 114.021 117.143 117.818 111.133 122.835 108.702 120.479 116.143 110.161 111.657 109.793 109.835 111.907 109.368 109.771
Corrected Item- Cronbach's Alpha Total Correlation if Item Deleted .870 .157 .393 .655 .598 .541 .772 .167 .700 .381 .466 .815 .789 .868 .819 .769 .800 .798
.937 .947 .944 .941 .942 .942 .939 .947 .940 .944 .944 .938 .938 .937 .938 .939 .938 .938
item94 item99
56.2222 56.0556
110.863 109.768
.793 .735
.938 .939
e. Skala Openness Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items .816
20
Scale Mean if Item Scale Variance if Deleted Item Deleted item05 item10 item15 item20 item25 item30 item35 item40 item45 item50 item55 item60 item65 item70 item75 item80 item85 item90 item95 item100
50.0278 50.4722 50.3056 50.4167 49.7500 49.6667 49.6667 50.1111 50.6944 49.6667 51.0278 50.6944 50.2500 50.5000 50.3889 50.0000 50.3611 49.6944 50.2778 49.8611
Corrected Item- Cronbach's Alpha Total Correlation if Item Deleted
39.513 38.371 38.104 38.707 40.879 42.000 42.857 44.444 36.561 41.429 39.628 40.447 37.793 41.743 38.473 39.714 38.123 45.075 41.063 38.523
.426 .544 .598 .614 .336 .195 .081 -.090 .592 .291 .366 .278 .684 .238 .641 .442 .685 -.168 .285 .587
.806 .799 .796 .797 .811 .817 .824 .828 .795 .813 .810 .815 .792 .815 .795 .805 .793 .832 .813 .797
Uji Reliabilitas dan validitas (2x) 1.
Skala Perilaku Merokok (36 responden) Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items .918
37
Scale Mean if Item Scale Variance if Deleted Item Deleted item01 item03 item04 item05 item06 item10 item11 item13
84.4444 84.7778 84.6111 84.6944 84.7778 85.5000 85.5833 84.5556
159.054 168.692 163.844 163.361 164.635 168.200 169.964 167.454
Corrected Item- Cronbach's Alpha Total Correlation if Item Deleted .669 .351 .587 .615 .591 .422 .417 .474
.913 .917 .914 .914 .914 .916 .916 .916
2.
item18 item23 item27 item29 item30 item35 item42 item43 item44 item45 item46 item47 item48 item50 item51 item52 item53 item54 item55 item57
85.6111 84.8056 84.3611 85.2778 84.5833 85.6111 84.7222 85.0833 85.3611 85.5000 85.1667 85.4722 85.6111 85.1389 85.4722 85.5278 85.6667 85.4722 84.6389 85.0833
181.844 168.218 170.466 170.378 169.336 181.730 167.006 161.393 168.294 168.600 158.943 162.828 158.187 156.752 169.799 167.685 165.829 166.885 165.780 162.364
-.350 .349 .269 .447 .274 -.429 .406 .680 .491 .434 .692 .613 .817 .858 .333 .438 .487 .377 .401 .665
.926 .917 .918 .916 .918 .924 .916 .913 .916 .916 .912 .914 .911 .910 .917 .916 .915 .917 .917 .913
item58 item59 item60 item61 item64 item66 item67 item68 item70
85.1389 85.1111 84.8056 84.9167 85.3611 84.9444 85.1111 85.1667 85.3333
166.237 166.673 164.618 162.421 165.494 159.540 165.416 163.629 170.171
.389 .459 .585 .620 .542 .772 .389 .576 .304
.917 .916 .914 .914 .915 .912 .917 .914 .917
Skala Kepribadian Big Five (36 responden) a. Skala Extraversion Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items .842
12
Scale Mean if Item Scale Variance if Deleted Item Deleted item06 item11 item16 item21 item31 item36 item46 item51 item56 item81
30.9167 30.8889 31.3333 31.3056 31.2778 31.3056 31.6944 30.8611 31.1111 30.8333
22.707 22.902 22.571 22.790 25.349 25.133 24.275 26.694 23.244 25.400
Corrected Item- Cronbach's Alpha Total Correlation if Item Deleted .685 .680 .564 .540 .434 .464 .462 .268 .805 .410
.816 .817 .826 .828 .835 .834 .833 .844 .812 .837
item86 item91
31.0833 31.0833
23.679 23.679
.432 .432
.838 .838
b. Skala Agreeableness Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items .798
14
Scale Mean if Item Scale Variance if Deleted Item Deleted item02 item07 item17 item22 item27 item32 item42 item52 item62 item67 item72 item77 item87 item92
38.9722 39.0278 38.6667 38.3889 38.7500 38.8333 38.8056 38.8611 38.6667 38.5278 38.6389 38.5833 38.4444 38.8611
23.342 16.942 19.486 18.416 19.107 18.429 18.961 18.637 20.286 19.171 17.380 19.679 20.254 20.180
Corrected Item- Cronbach's Alpha Total Correlation if Item Deleted -.264 .585 .516 .419 .510 .642 .498 .639 .330 .522 .652 .400 .298 .308
.841 .770 .780 .787 .779 .769 .779 .770 .792 .779 .763 .787 .795 .794
c. Skala Conscientiousness Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items .899
14
Scale Mean if Item Scale Variance if Deleted Item Deleted
Corrected Item- Cronbach's Alpha Total Correlation if Item Deleted
item03 item08 item18 item23 item33 item38 item43 item48 item58 item63 item68
39.9722 39.6667 39.6667 40.0833 40.1667 39.7222 40.1111 39.6111 40.1111 40.0833 39.8611
31.799 29.543 30.057 31.107 32.429 29.806 33.416 29.502 30.559 31.221 29.723
.515 .696 .543 .638 .530 .730 .226 .744 .584 .617 .703
.896 .888 .895 .891 .896 .887 .905 .886 .893 .892 .888
item73 item88 item98
39.8611 40.3333 40.1111
30.752 28.000 29.930
.599 .649 .587
.892 .892 .893
d. Skala Neuroticism Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.951
18
Scale Mean if Item Scale Variance if Deleted Item Deleted item04 item14 item19 item24 item29 item34 item44 item49 item54 item59 item64 item69 item74 item79 item84 item89 item94 item99 e.
50.2500 50.9444 50.6111 50.6944 50.5556 50.6667 50.7500 50.6111 50.8611 50.5556 50.3611 50.2778 50.5833 50.1111 50.3056 50.3611 50.5833 50.4167
104.421 114.568 109.044 111.933 112.597 106.171 103.507 115.559 110.580 105.054 106.637 104.949 104.764 106.616 104.390 104.523 105.793 104.307
Corrected Item- Cronbach's Alpha Total Correlation if Item Deleted .877 .405 .643 .596 .539 .764 .707 .349 .486 .817 .784 .854 .820 .781 .796 .809 .792 .757
.945 .953 .949 .950 .951 .947 .949 .953 .952 .946 .947 .946 .946 .947 .947 .947 .947 .948
Skala Openness Reliability Statistics Cronbach's Alpha .865
N of Items 12
Scale Mean if Item Scale Variance if Deleted Item Deleted item05 item10 item15 item20 item25 item45 item55 item65 item75 item80 item85 item100
27.6389 28.0833 27.9167 28.0278 27.3611 28.3056 28.6389 27.8611 28.0000 27.6111 27.9722 27.4722
26.694 26.479 24.993 26.713 28.980 23.933 26.523 25.152 25.829 27.387 25.571 26.371
Corrected Item- Cronbach's Alpha Total Correlation if Item Deleted .461 .481 .719 .550 .204 .662 .428 .749 .690 .405 .730 .555
.861 .859 .844 .855 .874 .847 .864 .842 .847 .864 .844 .855