HUBUNGAN ANTARA BURNOUT DENGAN PERCEIVED SCHOOL ADJUSTMENT PADA GURU REGULER YANG MENGAJAR KELAS 1 DAN KELAS 2 SEKOLAH DASAR INKLUSIF Indah Yani, Patricia Adam Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, 16424, Depok, Indonesia Email:
[email protected]
ABSTRAK Adanya perubahan sistem pendidikan menjadi inklusif, menuntut guru untuk mengajar siswa dengan berbagai kebutuhan. Perubahan tersebut memungkinkan munculnya burnout karena kelebihan beban kerja, perubahan tugas guru, dan sarana dan prasarana tidak mendukung. Bila kondisi ini dibiarkan maka akan mengganggu proses school adjustment khususnya anak berkebutuhan khusus yang berada di kelas 1 dan kelas 2 karena mereka membutuhkan hubungan yang baik dengan guru. Penelitian ini hanya akan meminta guru memberikan penilaian terhadap kondisi burnout yang dialaminya, maupun memberikan rating school adjustment terhadap anak berkebutuhan khusus secara umum. penelitian ini melibatkan 46 responden guru sekolah dasar inklusif di wilayah Jakarta Timur, Jakarta Selatan dan Depok. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara ketiga dimensi burnout dengan perceived school adjustment dengan nilai korelasi r= -0.296 hingga -0.388.
THE CORRELATION BETWEEN BURNOUT AND PERCEIVED SCHOOL ADJUSTMENT AMONG INCLUSIVE ELEMENTARY SCHOOL TEACHER WHO TEACH CHILDREN IN GRADE 1 AND GRADE 2 ABSTRACT Change in the education system to be inclusive, requires teacher to teach students with various needs. The change are likely to lead burnout due to work overload, changes in the teacher assignments, and then facilities and infrastructure does not support. If this condition is left it will interfere with the process of school adjustment children especially childen with special needs who are in grade 1 and grade 2 because they need a good relationship with teacher. This research only ask the teacher gives an assessment of the conditions they experienced burnout, as well as providing rating of school adjustment children with special need in general. This study involved 46 respondents inclusive primary school teacher in East Jakarta, South Jakarta, and Depok. The result indicate t there is a significan relationship between three dimensions of burnout with perceived school adjustment. Value of correlation two variabels are 0.296 to -0.388 Keywords: burnout, perceived school adjustment, inclusive education
Hubungan antara..., Indah Yani, FPSI UI, 2013
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan modal utama bagi manusia untuk memperoleh kehidupan yang berkualitas. Hal ini dikarenakan dengan memperoleh pendidikan, manusia dapat memiliki kemampuan di dalam membentuk perilaku sehingga kualitas hidup menjadi lebih baik (Ali, 2009). Selain itu pendidikan dapat membangun manusia memiliki daya saing tinggi dan dapat pula memajukan suatu bangsa (Ayk, 2012). Oleh karena itu, melihat pentingnya aspek pendidikan bagi peningkatan kualitas hidup manusia maka tidaklah mengherankan bila berbagai negara berusaha untuk meningkatkan kualitas pendidikannya. Salah satunya adalah Negara Indonesia, dengan wujud perjuangannya adalah ditetapkannya Undang-Undang Negara Indonesia tahun 1945 bab 13 pasal 31 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak Memperoleh pengajaran. Hal inipun berlaku bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) karena dengan memperoleh pendidikan anak berkebutuhan khusus dapat mengembangkan potensi dirinya, sehingga kelemahannya berupa kecacatan yang dimiliki tidak mempengaruhinya untuk berprestasi. Banyak sekolah luar biasa didirikan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Namun, dalam pelaksanaannya sekolah luar biasa memiliki kelemahan. Salah satu kelemahannya adalah pergaulan anak berkebutuhan khusus terbatas hanya pada teman sebayanya yang memiliki kelemahan. Sehingga mereka kehilangan kesempatan untuk berbagi dengan teman sebaya yang normal dan belajar satu sama lain tentang perilaku dan bebagai keterampilan yang relevan untuk perkembangan kepribadian kemampuan dan bakat mereka (“Menuju Inklusif dan Pengayaan”, n.d). Maka, mengatasi kelemahan tersebut didirikan sekolah inklusif. Sekolah inklusif adalah tempat dimana anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak normal dalam satu kelas (Kochar, West, & Tayman, 2000). Selain itu, dengan memperoleh pendidikan inklusif anak berkebutuhan khusus dapat memperoleh pelayanan pendidikan yang efektif disesuaikan dengan kemampuan individu dan diberi kesempatan dan peluag yang sama untuk mengembangkan potensi yang ada pada dirinya (BPDIKSUS, n.d). Mendirikan sekolah inklusif pada dasarnya membutuhkan berbagai persiapan. Berbagai persiapan tersebut antara lain mendirikan berbagai sarana dan prasana seperti ruangan pendukung pembelajaran, kurikulum pendidikan yang efektif, dan fasilitas pembantu bagi guru di dalam mengajar (Bain & Dobel; Davis & Maheady, 1991 dalam Choi, 2008). Hal lainnya yang juga
Hubungan antara..., Indah Yani, FPSI UI, 2013
penting untuk dipersiapkan adalah kesiapan guru reguler dalam menyambut anak berkebutuhan khusus (ABK) di kelas. Mempersiapkan guru reguler untuk dapat mengajar anak berkebutuhan khusus (ABK) penting untuk dilakukan karena berbeda dengan guru pendamping khusus (GPK) yang memiliki dasar pengetahuan mengenai anak berkebutuhan khusus (ABK), guru reguler sebagian besar berasal dari pendidikan non luar biasa sehingga kurang memiliki skill dalam menangani anak berkebutuhan khusus di dalam kelas. Oleh karena itu, guru reguler seharusnya diberikan berbagai pelatihan untuk menunjang guru dalam membantunya mengajar anak berkebutuhan khusus (ABK). Kenyataannya, fakta dilapangan menunjukkan hal yang berbeda. Masih banyak guru reguler yang tidak diberikan pelatihan terlebih dahulu sehingga mereka harus mengajar secara otodidak (Latief, 2010). Selain itu, masih banyak sekolah inklusif yang tidak memiliki guru pendamping khusus (GPK) alhasil guru reguler hanya mengajar seorang diri menangani berbagai karakteristik anak di dalam kelas (Kaya, 2008; Rudiyati, 2011). Bahkan, kondisi terparah ditemukan guru reguler yang mengajar seorang diri baik itu adalah anak berkebutuhan khusus (ABK) maupun anak normal dengan jumlahnya melebihi kuota yang telah ditetapkan oleh pemerintah (Kaya, 2008). Selain itu, banyak sekolah inklusif yang tidak memiliki sarana dan prasarana pendukung pengajaran sehingga menyulitkan guru untuk mengajar. Berbagai kondisi tersebut pastinya merugikan bagi guru reguler sebagai pengajar karena pastinya mengalami kesulitan dalam mengajar maupun mendidik siswa di dalam kelas. Situasi tersebut terkadang membuat guru reguler merasa dengan adanya perubahan sistem pendidikan inklusif maka memperberat beban kerja yang dimilikinya (Kaya, 2008; Rudiyapenti, 2011). Hal penting lainnya adalah adanya perubahan sistem pendidikan inklusif menyebabkan tugas yang dimiliki oleh guru reguler berubah (Forlin, 2001 dalam Kaya, 2008). Adanya perubahan tugas yang dimiliki oleh guru reguler dianggap memiliki dampak signifikan dalam menimbulkan stres yang terjadi di dalam pekerjaannya (Farber, 1991 dalam Kaya, 2008). Stres berkepanjangan yang bila tidak diatasi maka akan memunculkan kondisi yang dinamakan burnout. Burnout merupakan stres yang terokupasi karena pengaruh dari pengalaman negatif yang disebabkan karena ketidakseimbangan antara tuntutan pekerjaan dengan respon kesanggupan dari pegawai. Ketika tuntutan pekerjaan terlalu tinggi untuk diatasi akan memunculkan reaksi berupa stres. Munculnya burnout dianggap sebagai stres yang terokupasi pada waktu yang relatif panjang (Schauafeli & Enzmann, 1998). Definisi lain dikemukakan oleh Maslach dan Leiter
Hubungan antara..., Indah Yani, FPSI UI, 2013
(1997) yang menyatakan bahwa burnout adalah ketidaksesuaian antara tuntutan yang terdapat di dalam pekerjaan dengan kemampuan yang dimiliki oleh pegawai dan terdiri dari tiga dimensi yaitu emotional exhaution, cynicism, dan ineffectiveness. Dampak yang muncul bila guru mengalami burnout adalah meningkatnya frekuensi absensi di sekolah, berkurangnya komitmen dalam pekerjaan, dan lebih rentan terkena penyakit (Abel & Sewell, 1999), performa dan kompetensi guru dalam mengajar kurang maksimal, guru memilih untuk pensiun dini, hingga meninggalkan pekerjaannya begitu saja (Griffith, Stepthoe & Cropley, 1999). Selain itu, burnout pada guru reguler berdampak pula pada relasinya dengan orang lain. Adanya burnout dapat menyebabkan hubungannya dengan rekan kerja dan siswa yang diajarkannya menjadi kurang baik (Heus & Diekstra, 1999; Rudow, 1999; Smylie, 1999 dalam Kaya, 2008).
Khususnya pada siswa, guru akan menampilkan sikap negatif dan memiliki
ekspetaksi yang rendah terhadap mereka. Selain itu, guru akan menunjukkan keterlibatan yang rendah dalam mengajar dan berbagai aktivitas yang berkaitan dengan siswa (Tomic & Brouwers, 2004; Maslach,1976; Spaniol & Caputo, 1979; Farber & Miller, 1981 dalam Talmor, Reiter & Reigin, 2005). Interaksi yang kurang baik antara guru dan siswa sebagai dampak dari burnout dianggap memiliki kaitan yang amat erat dengan school adjustment. Maksudnya adalah interaksi yang kurang baik antara guru dan siswa akan mengganggu school adjustment pada siswa di lingkungan baru. Pernyataan itu didasari pada berbagai penelitian yang mengungkapkan pentingnya sebuah relasi yang hangat antara guru dan siswa untuk membantu siswa di dalam proses adaptasinya di sekolah (Hamre & Pianta, 2006; Birch & Ladd, 1997). School adjustment perlu dilakukan oleh siswa khususnya mereka yang baru masuk ke sekolah formal untuk pertama kalinya karena biasanya akan mengalami kecemasan disertai ketakutan pada dirinya karena harus berpisah dengan orang tua atau pengasuhnya (hasil wawancara pada beberapa guru SD). Oleh karena itu, sebagai sosok yang paling banyak berinteraksi dengan siswa di sekolah setiap hari, guru memiliki peran untuk mengatur dan berhubungan secara langsung dengan para siswa dan dapat menjadi sosok yang paling signifikan dalam membantu proses school adjustment (Brownlee & Carrington, 2000 dalam Barr & Bracchita, 2008). Khusus pada anak berkebutuhan khusus (ABK) yang baru menempuh pendidikan formal untuk pertama kalinya, relasi yang baik dengan guru sangatlah penting mengingat di dalam proses school adjustment, anak berkebutuhan khusus (ABK) harus dihadapkan dengan berbagai
Hubungan antara..., Indah Yani, FPSI UI, 2013
tantangan yang jarang dialami oleh anak normal. Berbagai tantangan tersebut antara lain tantangan dalam hal bahasa, tantangan dalam hal atensi dan aktivitas, tantangan dalam hal kemampuan kognitif, dan tantangan dalam hal relasi sosial dan emosional dengan orang lain (Smith, 1998). Relasi yang baik dengan guru dapat membantu siswa untuk merasa nyaman berada di sekolah dan dapat membantu siswa untuk mengembangkan relasi yang menyenangkan dengan teman sebayanya (Hamre & Pianta, 2006). Selain itu, kedekatan antara guru dan siswa yang positif dapat berdampak pada aspek akademis, khususnya perbendaharaan bahasa. Siswa yang memiliki kedekatan yang baik dengan gurunya akan memiliki perbendaraan bahasa yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan siswa lainnya yang kurang dekat dengan gurunya (Burchinal, dkk. 2002). Namun, bila anak berkebutuhan khusus (ABK) tidak dapat melakukan school adjustment dengan baik maka dampak yang dirasakannya adalah antusiasme dalam belajar akan berkurang dan akan muncul perasaan negatif terhadap sekolah maupun pendidikan (Gholiszek, 2005). Selain itu, anak berkebutuhan khusus (ABK) akan berpeluang untuk dipindahkan dari sekolah umum menuju sekolah khusus dengan aturan yang lebih ketat (Turnbull & Winton, 1983; Winton & Turnbull, 1981; dalam Baughan, 2012). Dampak yang lebih besar lagi yang mungkin akan terjadi pada ABK adalah frustasi, depresi, dan beresiko untuk melakukan aksi bunuh diri (McBride & Seigel, 1997). Pada dasarnya penelitian ini ingin mengungkap hubungan antara burnout dan school adjustment anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusif. Namun, mengingat karakteristik anak berkebutuhan khusus (ABK) yang baru memasuki sekolah dasar seperti kemampuan akademik dan hubungan sosial dengan orang lain masih kurang (Baughan, 2012) maka peneliti merasa penelitian langsung kepada anak berbutuhan khusus (ABK) tidaklah memungkinkan untuk dilakukan. Oleh karena itu, peneliti memutuskan untuk menggunakan persepsi guru di dalam memberikan penilaian apakah school adjustment anak berkebutuhan khusus (ABK) secara umum dikelasnya sudah relatif baik atau tidak. Alasan yang mendasari peneliti adalah karena guru paling banyak berhubungan dengan murid di sekolah, dan hanya guru yang paling banyak mengetahui bagaimana performa akademik murid, keterlibatan murid di kelas, dan terakhir perilaku murid di kelas. Mengingat, penelitian ini akan menggunakan persepsi guru sebagai landasannya maka konstruk awal yaitu school adjustment akan disubstitusikan menjadi perceived school adjustment.
Hubungan antara..., Indah Yani, FPSI UI, 2013
TINJAUAN TEORITIS
Definisi burnout Maslach dan Leiter (1997) menyatakan bahwa burnout adalah ketidaksesuaian antara tuntutan yang terdapat di dalam pekerjaan dengan kemampuan yang dimiliki oleh pegawai dan terdiri dari tiga dimensi, yaitu kelelahan emosional (exhaution), perasaan sinis (cynicism), dan perasaan tidak berguna (ineffectiveness). Dimensi Burnout Maslach dan Leiter (1997) menjelaskan mengenai tiga dimensi yang terdapat pada burnout antara lain: 1. Kelelahan emosional (Exhaution). Dimensi ini memaparkan tentang seorang yang mengalami kelelahan baik fisik maupun emosional yang berkepanjangan. Guru yang mengalami hal ini merasa tidak berdaya dan tidak mampu untuk bersemangat. Selain itu, guru yang mengalami kondisi ini akan merasa tidak bersemangat ketika mengerjakan tugas di sekolah bahkan bertemu dengan rekan kerja atau siswa baru di kelasnya. Kondisi ini merupakan reaksi pertama dari stres terhadap tuntutan pekerjaan atau hal lainnya yang terdapat di dalam pekerjaan. 2. Perasaan sinis (cynicism) Guru yang mengalami kondisi ini akan memperlihatkan sikap acuh dan menjaga jarak dengan rekan kerja dan siswanya. Selain itu, guru bahkan mengurangi keikutsertaannya di dalam bebagai kegiatan di sekolah dan menyerahkan berbagai keputusan begitu saja. 3. Perasaan tidak efektif (Ineffectiveness). Guru yang mengalami kondisi ini akan merasa bahwa dirinya tidak memiliki kemampuan di dalam mengajar siswa. Bahkan ketika dirinya diberikan tugas baru maka akan mengalami kewalahan. Selain itu, guru akan merasa bahwa segala hal yang telah dilakukannya sia-sia atau tidak berguna. Definisi School Adjustment Birch dan Ladd (1997) menyatakan bahwa school adjustment merupakan kombinasi antara penerimaan performa akademik anak, perilaku yang positif terhadap sekolah, dan keterikatan atau keterlibatan anak di dalam lingkungan sekolah.
Hubungan antara..., Indah Yani, FPSI UI, 2013
Aspek dalam school adjustment Birch dan Ladd (1997) menjabarkan tiga aspek di dalam school adjutment antara lain: 1. On task classroom involvement ditunjukkan dengan siswa yang mengikuti berbagai aturan yang diberikan oleh gurunya, selain itu keterlibatan nyata siswa di dalam mengerjakan tugas di dalam kelas. 2. Maturity ditunjukkan dengan kematangan yang dimiliki oleh siswa di sekolah dan kompetensi sosial yang dimilikinya. 3. Positive orientation ditunjukkan dengan sikap yang positif yang ditampilkan oleh anak terhadap tugas dan guru di sekolah
Faktor yang mempengaruhi school adjustment Birch dan Ladd (1997) menjabarkan beberapa faktor yang mempengaruhi school adjustment siswa antara lain: 1. Jenis kelamin. Faktor ini mempengaruhi school adjustment siswa saat memasuki lingkungan sekolah yang baru. Siswa perempuan cenderung dapat memenuhi tuntutan yang terdapat di lingkungan sekolah, lebih cenderung kooperatif, dan dapat memelihara hubungan yang baik dengan guru. 2. Relasi dengan orang lain di lingkungan sekolah. Siswa yang memiliki relasi yang baik dengan lingkungan sekolah dapat membuatnya merasa nyaman dan dapat beradaptasi dengan baik di sekolah. 3. Relasi dengan guru. Membangun relasi yang baik dengan guru dapat membantu siswa untuk dapat menyesuaikan diri di lingkungan sekolah. Siswa yang memiliki relasi yang baik dengan guru dapat bersifat lebih koorperatif dibandingkan dengan siswa yang relasi dengan guru kurang baik.
METODE PENELITIAN
Subjek penelitian ini adalah guru reguler yang mengajar kelas 1 dan kelas 2 sekolah dasar inklusif yang berlokasi di Jakarta Timur, Jakarta Selatan, dan Depok. Kumar (2005) menjelaskan mengenai desain penelitian yang didasarkan pada tiga perspektif seperti jumlah kontak dengano
Hubungan antara..., Indah Yani, FPSI UI, 2013
responden penelitian, lama periode penelitian, dan situasi dalam penelitian. Berdasarkan perspektif jumlah kontak dengan responden penelitian, maka penelitian ini adalah cross sectional study karena pengambilan data dilakukan satu kali. Kemudian, berdasarkan perspektif lama periode penelitian, penelitian ini adalah retrospective study karena menginvestigasi fenomena, situasi, masalah atau isu yang telah terjadi pada masa lampau. Terakhir, berdasarkan situasi dalam penelitian, penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental karena penelitian ini tidak melakukan manipulasi terhadap variabel yang diteliti dan tidak melakukan randomisasi pada sampel penelitian. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik non-probability sampling, khususnya convenience sampling. Teknik non-probability sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana tidak semua anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel penelitian (Kumar, 2005). Selanjutnya, dalam penelitian ini variabel yang diteliti dalam adalah burnout dan perceived school adjustment. Berdasarkan teknik pengumpulan data, penelitian ini menggunakan kuesioner. Kuesioner sendiri adalah seperangkat pertanyaan tertulis dimana dalam proses pengerjaannya partisipan diminta untuk membaca setiap pertanyaan yang tertera kemudian menginterpretasikan pertanyaan-pertanyaan tersebut dan menuliskannya sendiri jawaban pada lembar yang tersedia (Kumar, 2005). Kuesioner (alat ukur) dalam penelitian ini adalah Maslach burnoutv inventories for educators survey (MBI-ES) untuk mengukur variabel burnout, sedangkan Short form teacher rating scale of student school adjustment (SFTRSSA) untuk mengukur variabel perceived school adjustment. Selanjutnya, cara penyebaran kuesioner bersifa administratif kolektif.Cara pengumpulan kuesioner ini memungkinkan peneliti untuk dapat menjelaskan tujuan, relevansi, dan pentingnya penelitian ini untuk dilaksanakan kepada partisipan (Kumar, 2005). Administrasi kolektif digunakan ketika peneliti mengambil data pada guru reguler di sekolah dasar inklusif yang berada di ruang guru ataupun ruang kelas. Analisis dan metode statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistika deskriptif bertujuan untuk melihat frekuensi dari karakteristik responden penelitian, korelasi pearson bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel yang dikorelasikan, alpha cronbach bertujuan untuk melihat nilai reliabilitas kuesioner (alat ukur), independent sample ttest bertujuan untuk membandingkan mean antara dua kelompok, dan terakhir one-way nova
Hubungan antara..., Indah Yani, FPSI UI, 2013
yang bertujuan untuk melihat hubungan antara hubungan antara dimensi variabel penelitian dengan faktor mempengaruhi.
HASIL PENELITIAN
Tabel 1. Korelasi ketiga dimensi burnout dengan perceived school adjustment
Dimensi
Koefisien Korelasi (r)
Emotional
Koefisien Determinan (r2)
Nilai signifikansi Keputusan (p)
-0.360
0,1296
0,014
Signifikan
Depersonalization
-0,296
0,28416
0.046
Signifikan
Ineffectiveness
-0,388
0,150544
0,008*
Signifikan
exhaution
*signifikansi pada LOS 0.01
Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa dengan jumlah responden sebanyak 46 orang guru reguler SD inklusif yang mengajar kelas 1 dan kelas 2 dan level signifikansi lebih kecil dari 0,05 dan 0,001 (two-tails), tiap dimensi variabel burnout memiliki korelasi yang signifikan dengan variabel perceived school adjustment yaitu emotional exhaution
(r= -.360),
depersonalization (r = -.296), dan terakhir dimensi ineffectiveness (r =-0,388). Selanjutnya, dari tabel diatas, terlihat bahwa ketiga dimensi dari burnout memiliki hubungan yang negatif dan signifikan dengan variabel perceived school adjustment. Pada dimensi emotional exhaution, nilai koefisiennya sebesar
r= -0,360, maka dapat dikatakan terdapat hubungan
negatif yang
signifikan antara emotional exhaution dan perceived school adjustment. Kekuatan hubungan antara dimensi emotional exhaution dan perceived school adjustment adalah lemah. Kemudian,
Hubungan antara..., Indah Yani, FPSI UI, 2013
pada dimensi cynicism, nilai koefisien sebesar r= -0,296 maka terdapat hubungan negatif yang signifikan antara cynicism dan perceived school adjustment. Kekuatan hubungan antara dimensi cynicism dan perceived school adjustment adalah lemah. Dan terakhir, pada dimensi ineffectiveness, nilai koefisien sebesar r= -0,388 maka terdapat hubungan negatif yang signifikan antara ineffectivenes dan perceived school adjustment. Kekuatan hubungan antara dimensi ineffectivenes dan perceived school adjustment adalah lemah.
PEMBAHASAN
Pada dimensi emotional exhaution, didapatkan hasil yang signifikan dan negatif antara dimensi ini dengan variabel perceived school adjustment. Maslach dan Jackson (1996 dalam Miller 2000) menyatakan bahwa kondisi terberat bagi seorang yang mengalami emotional exhaution adalah tidak dapat memberikan dukungan psikologis kepada orang lain. Hal ini tentunya berpengaruh pada murid karena mereka membutuhkan kualitas hubungan yang baik dengan guru sehingga proses adaptasinya berjalan dengan baik. Bila kondisi emotional exhaution muncul maka guru akan sulit untuk berhubungan dengan ABK yang dianggap sebagai salah satu sumber stres (Kaya, 2008). Hal ini akan memunculkan kondisi school adjustment yang buruk terutama dalam komponen performa akademik yang jelas membutuhkan perhatian besar dari guru. Pada dimensi cynicism, didapatkan hasil yang signifikan negatif antara dimensi ini dengan variabel perceived school adjustment. Cynicism merupakan kondisi dimana pegawai menampilkan sikap negatif terhadap penerima layanan dan menjauh dari pekerjaan dan orang yang berada dalam ruang lingkup kerja bahkan menyerah terhadap tugas (Maslach & Leiter, 1997). Dalam konteks pendidikan, kondisi cynicism membuat guru tidak peduli dengan murid dan menghindari pekerjaan. Padahal, murid di dalam proses penyesuaian diri membutuhkan hubungan hangat dan intim dengan guru agar murid dapat merasa nyaman dengan lingkungan baru dan dapat menampilkan performa akademik dan keterlibatan yang aktif dengan sekolah. Pada dimensi ineffectiveness, penelitian ini membuktikan adanya hubungan yang signifikan dan negatif antara dimensi ini dengan variabel perceived school adjustment. Hal yang
Hubungan antara..., Indah Yani, FPSI UI, 2013
menarik pada hasil penelitian ini adalah guru yang memiliki skor ineffectiveness tinggi yang artinya guru tidak terindikasi burnout didapatkan perceived school adjustment ABK yang rendah begitu pula pada kondisi sebaliknya. Peneliti menduga hal ini disebabkan karena adanya perbedaan persepsi yang besar pengaruhnya terhadap hasil penelitian. Thoha (2000) menyatakan bahwa persepsi melibatkan proses kognitif yang kompleks sehingga dapat menghasilkan gambaran yang unik tentang kenyataan yang memiliki perbedaan dengan kenyatan yang sebenarnya. Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap persepsi antara lain dari dalam diri orang yang mempersepsi maupun objek yang dipersepsikan. Khususnya pada objek yang dipersepsikan, adanya pengaruh status orang yang dinilai; sifat dan perangai orang yang dinilai; dan kategori-kategori tertentu yang dimiliki oleh orang yang dinilai yang dapat menyebabkan persepsi berbeda dengan realitas yang ada (Thoha, 2000). Pada variabel perceived school adjustment, guru diminta untuk mempersepsikan school adjustment ABK yang diajarnya. Mempersepsikan school adjustment ABK merupakan tugas yang cukup sulit karena karakteristik ABK sulit untuk didentifikasi baik itu sikap dan perangainya bila hanya melalui indera visual saja. Oleh karena itu, peneliti menduga kurangnya kemampuan responden untuk mempersepsikan school adjustment ABK yang mempengaruhi hasil penelitian ini.
KESIMPULAN
Penelitian ini berhasil untuk membuktikan hubungan antara ketiga dimensi burnout dengan perceived school adjustment. Dari hasil dan analisis penelitian, didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara ketiga dimensi burnout dan variabel perceived school adjustment. Dimensi pertama yaitu emotional exhaution menunjukkan hubungan yang signifikan negatif dengan variabel perceived school adjustment. Hal ini berarti bila seseorang mengalami kondisi emotional exhaution yang tinggi maka perceived school adjustment akan rendah. Sebaliknya, bila seseorang mengalami kondisi emotional exhaution yang rendah maka perceived school adjustment akan tinggi. Kemudian, pada dimensi kedua yaitu cynicism menunjukkan hubungan yang signifikan negatif dengan variabel perceived school adjustment. Hal ini berarti
Hubungan antara..., Indah Yani, FPSI UI, 2013
bila seseorang mengalami kondisi cynicism yang tinggi maka perceived school adjustment akan rendah. Sebaliknya, bila seseorang mengalami kondisi cynicism yang rendah maka perceived school adjustment akan tinggi. Dan terakhir, pada dimensi ketiga yaitu ineffectiveness menunjukkan hubungan yang signifikan negatif terhadap variabel perceived school adjustment. Hal ini berarti bila seseorang mengalami kondisi ineffectiveness yang tinggi maka perceived school adjustment akan rendah. Sebaliknya, bila seseorang mengalami kondisi ineffectiveness yang rendah maka perceived school adjustment akan tinggi.
SARAN
Beberapa saran yang dapat diberikan terhadap penelitian ini adalah 1. Dalam penelitian ini, uji coba alat ukur hanya dilakukan pada 15 orang guru reguler SD inklusif kelas 1 dan kelas 2. Penelitian ke depan akan lebih baik jika uji coba alat ukur dilakukan pada lebih banyak orang. 2. Pengumpulan data sebaiknya dilakukan secara massal dalam ruangan. Hal tersebut dilakukan agar pengumpulan data dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Dengan dilakukannya secara serempak, peneliti dapat mengontrol suasana ketika mengerjakan tes. 3. Penelitian ini hanya melihat hubungan antara ketiga dimensi burnout dengan perceived school adjustment, profil burnout dan profil perceived school adjustment, beserta hubungan antara ketiga dimensi burnout dengan variabel demografi. Diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat memperlihatkan keterhubungan antara burnout dengan perceived school adjustment dan mengkaitkannya dengan variabel demografi sehingga penelitian selanjutnya dapat lebih kaya. 4. Pelaksanaan penelitian ini mengikutsertakan 46 orang guru reguler SD inklusif yang mengajar kelas 1 dan kelas 2. Untuk memperoleh hasil yang lebih memuaskan diharapkan penelitian selanjutnya dapat mengikutsertakan lebih banyak guru reguler SD inklusif. Sebaiknya untuk memperoleh data lebih banyak dari responden penting bagi peneliti selanjutnya untuk memperhatikan periode pengambilan data agar tidak bentrok dengan berbagai kegiatan di sekolah.
Hubungan antara..., Indah Yani, FPSI UI, 2013
DAFTAR REFERENSI
Ali, M. (2009). Pendidikan untuk Pembangunan Nasional. Jakarta: PT Imperial Bhakti Utama Agomoh, O. (2012). The Roles of Regular Teacher in Facilitating Inclusion of Children with Special Need in Regular School in Norwegia. An international Journal by Global Educators for All Initiative, Vol. 1 No 1 June 2012 Anwer, M & Sulman, N. (2012). Regular Schools‟ Teachers Attitude Toward Inclusive Education In the Region of Gilgit-Baltistan. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Bussiness, Vol 4, No. 5 Barr, J.J & Bracchitta, K. (2008). Differences in Preservices Teachers Attitudes Toward Individual with Physical, Developmental, and Behavioral Disabillities. The Journal of Research in Education, 18, 125-127 Baughan, C.C. (2012). An Examination of Predictive Factors Related to School Adjustment for Children with Disabilities Transitioning Into Formal School Settings. Retrieved from Proquest Dissertation and Theses (Accession order No. 3525881) Bayani, A.A., Bagheri, B & Bayani, A. (2013). Influence of Gender and Years of Teaching on Burnout. Annals of Biological Research, Vol.4 No. 4, pp 239-243 Belagali, H.V. (2011). A study of Teacher Attitude Toward Teaching Proffesion of Secondary School in Relation to Gender and Locality. International Referred Research Journal, Vol. 3, ISSN. 09742832 Birch, S.H & Ladd, G.W. (1997). The Teacher-Child Relationship and Children Early School Adjustment. Journal of School Psychology, Vol. 35, No. 1, pp 61-79 Brewer, M. and Shephard, A. (2004), „Has Labour Made Work Pay?‟, York: Joseph Rowntree Foundation.
Hubungan antara..., Indah Yani, FPSI UI, 2013
Bridget K. Hamre & Robert C. Pianta. (2006). “Student-Teacher Relationships.” In Children‟s Needs III: Development , prevention and intervention, Ed. G. Bear and Kathleen M. Minke. National Association of School Psychologists, Bethesda, MD. Chiu, S & Tsai, M.C. (2006). Relationship Among Burnout, Job Involvement and Organizational Citizenship Behavior. The Journal of Psychology. 140(6), 517-530 Choi. (2008). Attitude and Perception of South Korean Elementary School Principals Toward Inclusion of Student with Disabilities. Retrieved from Proquest Dissertation and Theses (Accession order No. 3314746) Dessler, G. (2008). Human Resources Management (11th Ed.). New Jersey:Pearson Education, Inc. Donohue, W.TO & Tole, L.W. (2009). Behavioral Approach to Chronic Disease in Adolescence: A Guide to Integrative Care. New York: Springer Science + Bussiness Media, Ltd Firdaus,
E.
(n.d).
Pendidikan
inklusif
dan
implementasinya
di
Indonesia.
Retrievedfromhttp://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195703031988031ENDIS_FIRDAUS/Makalah_pro_internet/1nkls_seminar.pdf Gainez, B.C. (2011). Perceived Principal Support and Middle Teacher Burnout. Phd diss, University of Tennesse. Retrieved from http://trace.tennesse.edu/utk_gradiss/1076
Gholiszek, A. (2005). Manajemen Stress. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer Griffith, J., Steptoe, A., & Crospley, M. (1999). An Investigation of Coping Strategies Associated with Job Stress in Teachers, British Journal of Educational Psychology, 69(4), 517-32 Hallahan, D.P., Kauffman, J.M., & Pullen, P.C. (2009). Exceptional Learners: An Introduction to Special Education (International Edition : 9th ed). United States : Pearson Education, Inc Heward, W.L. (1996). Exceptional Children: An Introduction to Special Education (International Edition: 5th ed). United States: Prentice-Hall, Inc Jarvela, S. (2011). Social and Emotional Aspect of Learning. United Kingdom: Elsevier
Hubungan antara..., Indah Yani, FPSI UI, 2013
Kam, C., Greenberg, M. T., & Kusché, C. A. (2004). Sustained effects of the PATHS curriculum on the social and psychological adjustment of children in special education. Journal of Emotional and Behavioral Disorders, 12, 66–78 Kaya, O. (2008). Inclusion and Burnout: Examining General Education Teacher Experiences in Turkey. (Doctoral Dissertation). Retrieved from Proquest Dissertation and Theses (Accession order No. 3319885) Kochhar, West & Taymans (2000). Successful Inclusion: Practical Strategies for a Shared Responsibility. Upper Saddle River, NJ: Prentice- Hall Company. Kumar, R (2005). Research Methodology: A Step-By-Step Guide for Beginners 2nd Ed. London: SAGE Publications Ltd. Kyriacou, C. (2001). Teacher Stress: Direction for Future Research. Educational Review, 53, 2853 Larzen, P.D. & Lubkin, I. M. (2009). Chronic Illness: Impact and Intervention. United Kingdom: John and Bartletts Publishers Laub, A.R.(1998). Isolation in the secondary school as a predictor of teacher burnout. Dissertation Abstracts International US: Univ Microfilms International. 59 (4-A). Latief.
(2010).
Di
Sekolah
Reguler
Pendidikan
Inklusi
Miskin
Perhatian.
Retrieved
from
http://edukasi.kompas.com/read/2010/02/23/13104657/Di.Sekolah.Reguler.Pendidikan.Inklusi.Miskin.Pe rhatian Lazarus, R.S. (1976). Pattern of Adjustment (International Edition: 3th ed). Tokyo: McGraw-Hill, Kogusha, Ltd Mangunsong, F. (2009). Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Maslach, C & Leiter, M.P. (1997). The truth about Burnout. San Francisco: CA, Joassey-Bass
Hubungan antara..., Indah Yani, FPSI UI, 2013
Mayer, Helley. (2008). Association Between Teacher-Chid Relationship, Child Characteristics, and Children’s Writing Quality in Kindergarden and First Grade. (Doctoral Dissertation). Retrieved from Proquest Dissertation and Theses (Accession order No. 3304344) McBride, H., & Siegel, L. S. (1997). Learning disabilities and suicide: A causal connection. Journal of Learning Disabilities, 30, 652-659. Miller, D. (2000). Dying to Care? Work, Stress, and Burnout in HIV/AIDS. London: Routledge. Haber, A & Runyon, R. (1984). Psychology of Adjustment. United States: Dorkey Press Rudiyati, S. (2011). Potret Sekolah Inklusif di Indonesia: Makalah Disampaikan dalam Seminar Umum “Memilih Sekolah yang tepat bagi Anak Berkebutuhan Khusus” pada Pertemuan Nasional
Asosiasi
Kesehatan
Jiwa
dan
Remaja.
RetrievedFromhttp://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad =rja&ved=0CCgQFjAA&url=http%3A%2F%2Fstaff.uny.ac.id%2Fsites%2Fdefault%2Ffiles %2F130543600%2FPotret%2520Sekolah%2520Inklusif%2520di%2520Indonesia.pdf&ei=X K3MUbnvAcPXrQecqIHwCQ&usg=AFQjCNHEWRgpmiKiEWof0UvMgqayz61vUg&sig2 =_1J2otRXyu3DaDQv6hNOcg Santrock, J.W. (1998). Adolescence (International Edition: 7th edition). Boston: McGraw Hill Schaufeli, W & Enzmann, D. (1998). The Burnout to Study and Practice: A critical Analysis. Hongkong: T.J. International Ltd, Padstow, UK Smith, J.D. (1998). Inclusion: School for All Student. Belmont: Wadsworth Publishing Company Talmor, R., Reiter.S., & Feign, N. (2005). Factor Relating to Regular Education Teacher Burnout In Inclusion. European Journal of Special Need Education, Vol. 20 No. 2, pp 215-229 Thoha. (2000). Perilaku Organisasi. Jakarta: Raja Grapindo Persada Weiner, I.B., Reynolds, W.M & Miller, G.E. (2012). Handbook of Psychology, Educational Psychology (7th edition). Colorado: Wiley Publisher, Inc Ayk.(2012).
Guru
berperan
strategis
dalam
pembangunan.
Retrieved
from
http://beritamanado.com/kota-bitung-2/guru-peran-strategis-dalam-pembangunan/110775/
Hubungan antara..., Indah Yani, FPSI UI, 2013
e.g.
(n.d).
Menuju
Pendidikan
Inklusif.
Retrieved
from
http://ocw.usu.ac.id/course/download/1270000036-pend-anak-luar biasa/pal_142_slide_menuju_inklusif_dan_pengayaan.pdf.
Bpdiksus. (n.d). Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi di Provinsi Jawa Tengah. Retrieved from http://bpdiksus.org/v2/index.php?page=dberita&id=3.
Hubungan antara..., Indah Yani, FPSI UI, 2013