1
Home Page Title Page Contents
JJ
II
J
I
Page 1 of 25 Go Back Full Screen Close Quit
Home Page Title Page Contents
Himpunan Bilangan dan Fungsi
JJ
II
J
I
Page 1 of 25 Go Back
October 5, 2011
Full Screen Close Quit
Home Page
CONTENTS
Title Page Contents
JJ
II
J
I
Page 1 of 25
1 Himpunan Bilangan 1.1 Himpunan Bilangan Asli . . . . . 1.2 Himpuan Bilangan Cacah . . . . 1.3 Himpuan Bilangan Bulat . . . . 1.4 Himpuan Bilangan Rasional . . . 1.5 Himpunan Bilangan Irasional dan 1.6 Perkembangan perhitungan π . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Himpunan . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Bilangan . . . . .
. . . . . . . . . . . . Riil . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
3 3 7 7 8 9 11
. . . . .
15 15 17 18 23 24
Go Back Full Screen Close Quit
2 Perkalian Kartesius, Relasi dan Fungsi 2.1 Perkalian Kartesius . . . . . . . 2.2 Relasi . . . . . . . . . . . . . . 2.3 Sifat-sifat Relasi . . . . . . . . . 2.4 Fungsi . . . . . . . . . . . . . . 2.5 Jenis-Jenis Fungsi . . . . . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
BAB
Home Page
1
Title Page
HIMPUNAN BILANGAN
Contents
JJ
II
J
I
Page 2 of 25
Bilangan walaupun merupakan konsep yang sangat abstrak, namun penggunaannya tidak bisa dilepaskan dengan kehidupan manusia sejak dini. Untuk menggambarkan bilangan, kita menggunakan lambang bilangan (angka). Dalam kaitan dengan operasi hitung dan matematka umumnya, lambang bilangan yang kita pakai adalah lambang bilangan HinduArab yang terdiri atas sembilan angka 0,1,2,...9. Selain itu, untuk menunjukkan tingkatan dan urutan ada lambang bilagan lain yang disebut lambang bilangan Romawi (i,ii,iii,iv,v ...). Pada subbab ini akan dibahas beberapa himpunan bilangan yang penting.
1.1.
Himpunan Bilangan Asli
Bilangan Asli disebut juga bilangan Alam (Natural numbers). Bilangan ini merupakan bilangan yang kita kenal paling awal, ketika kita ingin menghitung banyaknya sesuatu
Go Back Full Screen Close Quit
yang ada di sekuitar kita. Himpunan bilangan Asli N = {1, 2, 3, · · · } Operasi hitung yang dapat dilakukan pada bilangan asli adalah penjumlahan dan perkalian dengan beberapa sifat berikut: Home Page
Sifat 1 Bilangan asli tertutup terhadap penjumlahan dan perkalian Title Page
∀x, y ∈ N, x + y ∈ N ∀x, y ∈ N, (x.y ∈ N ) Sifat 2 Bilangan asli memenuhi sifat kumutatif dan assosiatif baik penjumlahan dan perkalian, yaitu:
Contents
JJ
II
J
I
∀x, y ∈ N x + y = y + x x.y = y.x ∀x, y, z ∈ N x + (y + z) = (x + y) + z
Page 3 of 25 Go Back
x.(y.z) = (x.y).z Full Screen
Sifat 3 Bilangan asli memenuhi sifat distributif perkalian atas penjumlahan. Close
∀x, y, z ∈ N (x + y)z = xz + yz Quit
Sifat 4 Bilangan asli memiliki unsur identitas perkalian tetapi tidak identitas penjumlahan. ∃1, 3 ∀x ∈ N x.1 = 1.x = x tetapi 6 ∃ e ∈ N, 3 ∀x ∈ N x + e = e + x = x
Tetapi himpunan bilangan asli tidak memiliki beberapa sifat berikut: 1. Bilangan asli (kecuali 1) tidak memiliki invers baik penjumlahan maupun perkalian. ∀x(6= 1) ∈ N, 6 ∃x0 ∈ N, 3 x.x0 = 1 2. Bilangan asli tidak tertutup terhadap pengurangan dan pembagian. ∃ x, y ∈ N 3 (x − y) 6∈ N dan
Home Page Title Page
∃ x, y ∈ N 3 (x/y) 6∈ N Contents
Bilangan Asli dibedakan menjadi bilangan prima dan bilangan komposit. Bilangan prima1 adalah bilangan yang hanya dapat dibagi bilangan itu sendiri dan 1. Bilangan 1 tidak termasuk bilangan prima. Sedangkan sisanya (termasuk 1) disebut bilangan komposit. Jadi 1. Himpunan bilangan Prima = P = {2, 3, 5, 7, 11, 13 · · · } 2. Himpunan bilangan Komposit = N/P
JJ
II
J
I
Page 4 of 25 Go Back Full Screen
Definisi 1.1.1. Pengurut bilangan asli k, dinotasikan k ∗ adalah bilangan asli berikutnya setelah bilagan asli k. Jadi k ∗ = k + 1. Ada suatu hasil dalam bilangan asli yang sangat terkenal yang disebut Postulat Peano yang mengatakan bahwa Untuk S ⊆ N , berlaku h i (1 ∈ N ) ∧ (∀ k ∈ S ⇒ k ∗ ∈ S) ⇒ (S = N ) (1.1) 1 Teori
tentang himpunan bilangan prima dapat dilihat pada beberapa sumber diantaranya Courant & Robbins [?, hal 21-31]
Close Quit
Persamaan ( pada dasarnya mengatakan bahwa jika pada suatu himpunan bagian S dari N , berlaku 1 pada S dan untuk setiap k pada S maka pengurutnya (k ∗ ) juga pada S, maka S adalah himpunan seluruh bilangan asli. h
i (n1 ∈ N ) ∧ (∀ (k > n1 ) ∈ S ⇒ k ∗ ∈ S) ⇒ (S = {n1 , n1 + 1, n1 + 2, · · · })
(1.2) Home Page
Persamaan ( pada dasarnya mengatakan bahwa jika pada suatu himpunan bagian S dari N , berlaku n1 pada S dan untuk setiap k > n1 pada S maka pengurutnya (k ∗ ) juga pada S, maka S adalah himpunan bilangan asli mulai dari n1 , yaitu S = {n1 , n1 + 1, n1 + 2, · · · }. Postulat Peano di atas menjadi dasar dari pembuktian dengan menggunakan induksi matematika, yang telah dibicarakan pada bab penalaran, yang dapat dirumuskan sebagai berikut: h i P (1) ∧ ∀ k, P (k) ⇒ P (k ∗ ) ⇒ P (n), ∀ n ∈ N (1.3) Ada pengelompokan jenis himpunan yang kardinalnya terkait dengan himpunan bilangan Asli, yaitu himpunan terhitung dan himpunan tak terhitung. Definisi 1.1.2. Himpunan dikatakan terhitung (denumerable) atau himpunan diskrit, jika himpunan tersebut kosong atau ekuivalen dengan sebagian atau seluruh himpunan bilangan Asli. Jika tidak demikian maka himpunan dikatakan himpunan takterhitung yang merupakan himpunan kontinu.
Title Page Contents
JJ
II
J
I
Page 5 of 25 Go Back Full Screen Close Quit
Contoh 1.1.1. H = {1, 3, 5, · · · },Himpunan bilangan Prima, himpunan Bilangan bulat adalah termasuk himpunan bilangan terhitung. Sedangkan H = {x|1 < x < 2, x ∈ <}, himpunan bilangann Rasional, himpunan bilangan Riil adalah himpunan tak terhitung.
1.2.
Himpuan Bilangan Cacah
Sebagaimana dikatakan sebelumnya bahwa Bilangan Asli tidak mempunyai identitas penjumlahan. Apabila himpunan bilangan Asli digabung dengan 0 sebagai unsur identitas penjumlahan, maka terbentuklah himpunan bilangan Cacah. Himpuan bilangan cacah disebut juga himpunan bilangan kardinal, karena bilangan cacah ini dipergunakan untuk mementukan kardinal suatu himpunan. Kardinal himpunan ∅ adalah 0. Jadi bilangan cacah atau bilangan kardinal mulai dari 0. Himpunan bilangan Cacah(C) = N ∪ {0} = {0, 1, 2, · · · }
Home Page Title Page Contents
Semua sifat operasi yang berlaku pada himpunan bilangan asli juga berlaku pada himpunan bilangan cacah. Beberapa sifat yang tidak berlaku pada himpunanbilangan asli (identitas penjumlahan, berlaku pada himpunan bilangan cacah. Himpunan bilangan cacah meskipun memiliki identitas penjumlahan dan perkalian tetapi tidak memiliki invers penjumlahan maupun invers perkalian.
JJ
II
J
I
Page 6 of 25
Sifat 5 Identitas Penjumlahan Go Back
∃ 0 ∈ C, 3 ∀c ∈ C, 0 + c = c + 0 = c Full Screen
Tetapi ∀ c(6= 0) ∈ C, 6 ∃ c0 ∈ C 3 c + c0 = 0
Close Quit
1.3.
Himpuan Bilangan Bulat
Apabila himpunan bilangan cacah digabung dengan himpunan inverse penjumlahannya, maka terbentuklah himpunan bilangan bulat, Z. Z = C ∪ {−1, −2, · · · } = {· · · , −2, −1, 0, 1, 2, · · · }
Jadi himpunan pada bilangan semua unsur memiliki invers penjumlahan, tetapi bukan invers perkalian. Sifat 6 Invers Penjumlahan. ∀ c ∈ C, ∃ c0 ∈ C 3 c + c0 = 0 Tetapi,
Home Page
∀ c(6= 0) ∈ C, 6 ∃ c0 ∈ C 3 c.c0 = 1
Title Page Contents
1.4.
Himpuan Bilangan Rasional
Apabila himpunan bilangan bulat digabung dengan himpunan invers perkaliannya, maka terbentuklah himpunan bilangan Rasional, Q. Disamping itu bilangan rasional juga tertutup terhadap penjumlahan dan perkalian (termasuk perkalian dengan inversdari unsur lainnya). Secara umum bilangan rasional didefinisika seperti pada definisi berikut ini. Definisi 1.4.1. Bilangan rasional q adalah bilangan yang dapat dinyatakan dalam bentuk a/b dengan b 6= 0. Dalam bentuk desimal q dapat dinyatakan sebagai pecahan desimal berhingga atau pecahan desimal takhingga tapi berulang.
JJ
II
J
I
Page 7 of 25 Go Back Full Screen Close
Contoh 1.4.1. 1/5 = 0, 20 dan 1/3 = 0, 33333... = 0, 33 adalah bilangan-bilangan rasional Jadi pada himpunan bilangan Rasional, semua unsur memiliki invers penjumlahan, maupun invers perkalian. Sifat 7 Invers Perkalian ∀ x ∈ Q, ∃ x0 ∈ Q 3 x + x0 = 0 dan ∀ x(6= 0) ∈ C, ∃ x0 ∈ Q 3 c.c0 = 1
Quit
1.5.
Himpunan Bilangan Irasional dan Himpunan Bilangan Riil
U=R Home Page
N
C Z
Q
Title Page Contents
JJ
II
J
I
Page 8 of 25
Gambar 1.1: Diagram Venn mengilustrasikan himpunan Bilangan Riil Go Back
Dalam himpunan bilangan rasional persamaan xn = y untuk n ≥ 2 tidak memiliki penyelesaian. Pernyataan ini ekuivalen dengan pernyataan bahwa tidak ada bilangan ra√ sional x sedemikian sehingga xn = 2. Dengan kata lain, n 2 bukan bilangan rasional. Bilangan-bilangan yang tidak rasional, yaitu bilangan yang tidak dapat dinyatakan sebagai rasio dua bilangan bulat √ (a/b), disebut bilangan irasional. Bilangan rasional selain merupaka bilangan akar ( n a) juga termasuk didalamnya adalah bilangan yang dinyatakan dalam bentuk pecahan desimal takhingga tapi tak berulang. Ada dua bilangan irasional yang sangat penting yaitu bilangan Euler e yang diperkenalkan Euler tahun 1748 dan bi-
Full Screen Close Quit
langan Archimedes π. Bilangan e didefinisikan sebagai e=
∞ X 1 1 1 1 = 1 + + + + ··· n 1! 2! 3! n=0
dan pendekatan π diberikann oleh banyak matematisi diantaranya adalah John Wallis dengan rumus ∞ Y π 2n 2n = 2 2n + 1 2n − 1 n=1 (Courant & Robbins [?]) Gabungan antara himpunan bilangan Rasional dan himpunan bilangan Irasional disebut bilagan Riil R. Secara diagram struktur Himpunan Bilangan dapat digambarkan pada Gambar Sifat-sifat yang berlaku dalam himpunan bilangan dapat dirangkum seperti pada Tabel berikut.
Home Page Title Page Contents
JJ
II
J
I
Page 9 of 25 Go Back Full Screen Close Quit
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sifat-sifat Operasi Identitas Penjumlahan (0), 0 + a = a + 0=a Identitas Perkalian(1), 1a = a1 = a Kumutatif Penjumlahan a + b = b + a Kumutatif Perkalian ab = ba Asosiatif Penjumlahan (a + b) + c = a + (b + c) Asosiatif Perkalian (ab)c = a(bc) Invers Penjumlahan a + (−a) = 0 Invers Perkalian a(1/a) = 1 Distributif Perkalian terhadap Penjumlahan a(b + c) = ab + ac Tertutup terhadap Operasi Invers Penjumlahan a + (−b) = c Tertutup terhadap Operasi Invers Perkalian a(1/b) = c Tertutup terhadap Operasi ab = c
N ×
Himpunan Bilangan C Z Q < X X X X
X X X X
X X X X
X X X X
X X X X
X X X X
X × × X
X × × X
X X X X
X X X X
X X X X
×
×
X
X
X
×
×
×
X
X
×
×
×
×
X
Home Page Title Page Contents
JJ
II
J
I
Page 10 of 25 Go Back Full Screen
1.6.
Perkembangan perhitungan π
Sejak zaman dahulu diketahui bahwa rasio luas lingkaran terhadap kuadrat jaraknya dan rasio keliling lingkaran dengan diameternya adalah konstan. Namun, pada awalnya belum diketahui bahwa kedua konstanta tersebut adalah sama. Buku-buku kuno menggunakan konstanta yang berbeda untuk kedua rasio tersebut. Perhitungan π menarik perhatian sejak zaman sebelum masehi (sekuitar 1650 SM, di Mesir Kuno digunakan pendekatan π = 3, 16.). Kalkulasi teoritis sepertinya dimulai oleh
Close Quit
Riil
Rasional Q
Irasional
Bulat Z
Pecah
Cacah C
Bulat Neg
Home Page Title Page
Asli N
Contents
0
JJ
II
J
I
Gambar 1.2: Diagram struktur mengilustrasikan pembagian himpunan Bilangan Riil
Page 11 of 25
Archimedes (287-212 SM) yang mendapatkan pendekatan 223/71 < π < 22/7. Sejak itu sampai sekarang banyak sekali para matematisi yang melakukan perhitungan baik secara analitik maupun dengan menggunakan komputer. Pada zaman modern sekarang akurasi perhitungan π sempat dijadikan salah satu tes untuk mengukur kecanggihan komputer maupun suatu algorithma. Beberapa hasil perhitungan π diberiikan pada Tabel
Go Back Full Screen Close Quit
Home Page Title Page
Tabel Matematisi Rhind papyrus Archimedes Aryabhata Brahmagupta Fibonacci Madhava Newton Rutherford Shanks
1.1: Perhitungan π secara analitik Waktu Desimal Nilai 2000 SM 1 3.16045 (= 4(8/9)2 ) 250 SM 3 3.1418 499 4 3.1416 (= √ 62832/2000) 640 1 3.1622 (= 10) 1220 3 3.141818 1400 11 3.14159265359 1665 16 3.1415926535897932 1824 208 hanya 152 benar 1874 707 hanya 527 benar
Contents
JJ
II
J
I
Page 12 of 25 Go Back Full Screen Close Quit
Tabel 1.2: Perhitungan π dengan mesin Matematisi Ferguson Ferguson, Wrench Smith, Wrench Reitwiesner dkk. Nicholson, Jeenel Felton Genuys Felton Guilloud Shanks, Wrench Guilloud, Filliatre Guilloud, Dichampt Guilloud, Bouyer Miyoshi, Kanada Guilloud Kanada, Yoshino, Tamura Ushiro, Kanada Gosper Bailey Kanada, Tamura, Kubo Kanada, Tamura Chudnovskys Kanada, Tamura Chudnovskys Kanada, Tamura Chudnovskys Kanada, Tamura Kanada Kanada, Takahashi
Waktu 1947 1947 1949 1949 1954 1957 1958 1958 1959 1961 1966 1967 1973 1981 1982 1982 1983 1985 1986 1987 1988 1989 1989 1989 1989 1994 1995 1995 1999
Desimal 710 808 1120 2037 3092 7480 10000 10021 16167 100265 250000 500000 1001250 2000036 2000050 16777206 10013395 17526200 29360111 134217700 201326551 525229270 536870898 1011196691 1073741799 4044000000 3221225466 6442450938 206158430000
Mesin Kalkulator Kalkulator Kalkulator ENIAC NORAC PEGASUS IBM 704 PEGASUS IBM 704 IBM 7090 IBM 7030 CDC 6600 CDC 7600 FACOM M-200 HITACHI M-280H HITACHI S-810/20 SYMBOLICS 3670 CRAY-2 NEC SX-2 HITACHI S-820/80
Home Page Title Page Contents
JJ
II
J
I
Page 13 of 25 Go Back Full Screen Close Quit
HITACHI SR8000
BAB
Home Page
2
Title Page
PERKALIAN KARTESIUS, RELASI DAN FUNGSI
Contents
JJ
II
J
I
Page 14 of 25
Selain operasi himpunan yang telah dibicarakan sebelumnya, ada juga operasi himpunan yang disebut perkalian himpunan, yang disebut perkalian kartesius.
Go Back Full Screen
2.1.
Perkalian Kartesius
Close Quit
Definisi 2.1.1 (Operasi Perkalian). Perkalian (atau disebut juga perkalian kartesius) dua buah himpunan adalah himpunan yang beranggotakan semua pasangan berurut unsur pertamanya berasal dari himpunan terkali dan unsur keduanya berasal dari himpunan pengali. A × B = {(x, y)|x ∈ A ∧ y ∈ B}
Contoh 2.1.1. Jika A = {1, 3, 5} dan B = {4, 5} maka 1. A × B = {(1, 4), (1, 5), (3, 4), (3, 5), (5, 4), (5, 5)} 2. B × A = {(4, 1), (4, 3), (4, 5), (5, 1), (5, 3), (5, 5)}
6
Hasil perkalian himpunan selain dinyatakan dengan himpunan pasangan terurut, dapat juga dinyatakan dengan grafik kartesius. seperti pada Gambar
Home Page Title Page
4
Contents
II
J
I
2
B
JJ
0
Page 15 of 25 Go Back 0
2
4
6
A
Gambar 2.1: Diagram katesius mengilustrasikan A × B
Full Screen Close Quit
Teorema 2.1.1. Untuk sembarang A dan B, secara umum berlaku: 1. A × B 6= B × A 2. A × B ≡ B × A
3. (A × B) = (B × A) ⇔ A = B Definisi 2.1.2. A × A = A2 = {(a1 , a2 )|a1 , a2 ∈ A} n
A × A × . . . × A = A = {(a1 , a2 , . . . , an )|ai ∈ A, i = 1, 2, . . . , n} | {z }
(2.1a) (2.1b)
n
Home Page Title Page
2.2.
Relasi
Contents
Relasi atau hubungan antara dua himpunan merupakan himpunan bagian dari perkalian dua himpunan bersangkutan. Relasi dari himpunan A ke B dinotasikan dengan RA×B atau R : A → B. Ada tiga komponen yang harus dipenuhi oleh suatu relasi R : A → B yaitu: 1. Adanya daerah definisi atau daerah asal yang disebut domin, yaitu himpuan A yang yang akan dihubungkan dengan suatu himpunan lain. 2. Adanya daerah kawan yang disebut kodomin, yaitu himpunan B yang menjadi kawan himpunan A.
JJ
II
J
I
Page 16 of 25 Go Back Full Screen
3. Adanya aturan pengawanan antara himpunan asal A dan himpunan kawan B. Close Quit
A
B
Gambar 2.2: Diagram panah untukrelasi A ke B, atau ARB
Bentuk aturan pengawanan dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah dengan mengguakan diagram panah, himpunan pasangan berurut. Jika pasangan berurut (x, y) merupakan ang-gota dari R maka dinotasikan dengan (x, y) ∈ R, jika tidak maka dinotasikan (x, y) 6∈ R. Contoh 2.2.1. Misalkan R adalah relasi dari N ke N dengan aturan pengawanan Home Page
R = {(1, 1), (2, 1), (2, 2), (3, 1), (3, 2), (3, 3), · · · } Title Page
atau R = {(x, y)|y ≤ x; x, y ∈ N } Contoh 2.2.2. Misalkan R adalah relasi dari N ke N dengan aturan R(n) = 2n dapat dinyatakan dengan R = {(x, y)|y = 2x, x ∈ N } Himpunan bagian dari himpunan kawan yang dipilih menjadi kawan disebut daerah hasil/ range dari R. Pada contoh diatas daerah hasil HR adalah himpunan bilangan bulat positif, yaitu HR = {2, 4, 6, · · · }.
Contents
JJ
II
J
I
Page 17 of 25 Go Back
2.3.
Sifat-sifat Relasi
Full Screen
Relasi dari suatu himpunan ke dirinya sendiri dapat dibedakan menjadi beberapa jenis diantaranya dilihat dari banyaknya unsur yang berkawan kedirinya sendiri, kesimetrisan perkawanan. Berikut adalah definisi formal dari beberapa sifat relasi himpunan ke dirinya sendiri. Definisi 2.3.1. Relasi R dikatakan bersifat refleksif jika ∀x, (x, x) ∈ R
Close Quit
Definisi 2.3.2. Relasi R dikatakan bersifat non-refleksif jika ∃x, (x, x) 6∈ R Definisi 2.3.3. Relasi R dikatakan bersifat irrefleksif jika ∀x, (x, x) 6∈ R Definisi 2.3.4. Relasi R dikatakan bersifat simetrik jika
Home Page Title Page
∀x, y (x, y) ∈ R ⇒ (y, x) ∈ R Contents
Definisi 2.3.5. Relasi R dikatakan bersifat non-simetrik jika ∃x, y (x, y) ∈ R ⇒ (y, x) 6∈ R Definisi 2.3.6. Relasi R dikatakan bersifat asimetrik jika ∀x, y (x, y) ∈ R ⇒ (y, x) 6∈ R Definisi 2.3.7. Relasi R dikatakan bersifat transitif jika h i ∀x, y, z (x, y) ∈ R ∧ (y, z) ∈ R ⇒ (x, z) ∈ R Definisi 2.3.8. Relasi yang sekaligus bersifat reflektif, simetrik dan transitif disebut relasi ekuivalensi.
JJ
II
J
I
Page 18 of 25 Go Back Full Screen Close Quit
Contoh 2.3.1. Berikut adalah beberapa contoh relasi yang merupakan relasi refleksif. 1. Relasi sama dengan (=) pada himpunan bilangan riil. ∀x, x = x yaitu (xRx)
2. Relasi kongruensi pada himpunan segitiga. 3. Relasi faktor dari, pada himpunan bilangan bulat selai 0. ∀x, x faktor dari x yaitu (xRx) 4. Relasi mirip pada himpunan manusia. Setiap orang mirip dirinya sendiri. Contoh 2.3.2. Berikut adalah beberapa contoh relasi non-reflektif.
Home Page Title Page
1. Relasi faktor dari pada himpunan semua bilangan bulat. (Ada 0 tidak dapat dibagi 0) Contents
2. Relasi mencintai pada himpunan manusia. Ada orang yang tidak mencintai dirinya sendiri. Contoh 2.3.3. Berikut adalah beberapa contoh relasi irreflektif. 1. Relasi tidak sama pada himpunan bilangan riil. Tidak ada bilangan yang tidak sama dengan dirinya sendiri.
JJ
II
J
I
Page 19 of 25
2. Relasi kurang dari pada himpunan bilangan riil. Tidak ada bilangan yag kurang dari dirinya sendiri. 3. Relasi lebih gemuk pada himpunan manusia. Tidak ada orang yang lebih gemuk dari dirinya sendiri. 4. Relasi lebih cantik pada himpunan manusia. Tidak ada orang yang lebih cantik dari dirinya sendiri. Contoh 2.3.4. Berikut adalah contoh relasi yang bersifat simetrik. 1. Relasi sama dengan pada himpunan bilangan riil. 2. Relasi kongruensi pada himpunan segitiga. 3. Relasi kenal dengan (pernah berkenalan) pada himpunan manusia
Go Back Full Screen Close Quit
Contoh 2.3.5. Berikut adalah contoh relasi yang bersifat non-simetrik. i Relasi lebih besar atau sama dengan pada himpunan bilangan riil. ii Relasi mencintai pada himpunan manusia Contoh 2.3.6. Berikut adalah contoh relasi yang bersifat asimetrik.
Home Page
i Relasi lebih besar dari pada himpunan bilangan riil. Title Page
ii Relasi lebih tinggi pada himpunan manusia Contents
iii Relasi lebih tua pada himpunan manusia Contoh 2.3.7. Berikut adalah contoh relasi yang bersifat transitif. i Relasi lebih besar dari pada himpunan bilangan riil. ii Relasi lebih tinggi pada himpunan manusia iii Relasi lebih tua pada himpunan manusia
JJ
II
J
I
Page 20 of 25 Go Back Full Screen
Definisi 2.3.9. Relasi R dikatakan bersifat non-transitif jika h i ∃x, y, z (x, y) ∈ R ∧ (y, z) ∈ R ⇒ (x, z) 6∈ R
Close Quit
Contoh 2.3.8. Berikut adalah contoh relasi yang bersifat non-transitif. i Relasi berpotongan pada himpunan. ii Relasi mengenal pada himpunan manusia
Definisi 2.3.10. Relasi R dikatakan bersifat intransitif jika h i ∀x, y, z (x, y) ∈ R ∧ (y, z) ∈ R ⇒ (x, z) 6∈ R Home Page Title Page Contents
Gambar 2.3: Diagram panah mengilustrasikan relasi A ke A Secara grafik, dalam bentuk diagram panah, beberapa jenis relasi dari A ke A digambarkan dalam Gambar
JJ
II
J
I
Page 21 of 25 Go Back
Contoh 2.3.9. Berikut adalah contoh relasi yang bersifat ekuivalensi. Full Screen
i Relasi sama dengan pada himpunan bilangan riil. ii Relasi kongruensi pada himbunan segitiga. iii Relasi kesejajaran pada himbunan garis. iv Relasi sama tinggi pada himpunan manusia. v Relasi sama berat pada himpunan manusia.
Close Quit