“Menggeluti Haji Bermula Sebagai Tenaga Musiman”
H.M. Abdul Ghofur Djawahir Weekly Newsletter Ibadah Haji sebagai salah satu rukun Islam merupakan ekspresi dari kepercayaan umat muslim akan informasi dan janji Allah, sehingga kedatangan untuk memenuhi panggilan ke Baitullah seolah-olah hendak bertandang kepada Sang Khaliq. Hal ini tergambar dari perasaan umat yang mendatangi Ka’bah, dalam begitu banyak kesaksian, mereka menuturkan adanya perasaan haru bercampur gembira dapat bertandang ke tempat di mana para Nabi (Adam, Ibrahim, Ismail, dan Muhammad) yang pernah mengukir sejarah perjuangan menegakkan kalimatullah. Fenomena menunaikan ibadah Haji dapat disimpulkan sebagai pancaran dari keimanan yang mendalam. Faktor keimanan ini merupakan hal penting dalam menjalankan ajaran agama. Hampir semua peristiwa besar dalam sejarah perjuangan agama Islam digerakkan oleh faktor keimanan. Keimanan yang kuat itulah yang menggerakkan sejarah peradaban masyarakat Arab dari kondisi Jahiliyah yang menistakan nilai-nilai kemanusiaan dan moralitas menuju suasana yang beradab. Karena itu diyakini, bahwa umat Islam yang melaksanakan ibadah haji adalah bagian dari mereka yang senantiasa berzikir dan mensucikan nama Allah. Tidak dapat disangkal bahwa setiap tahun animo umat muslim di penjuru dunia termasuk dari Indonesia yang merupakan jemaah haji terbesar untuk menunaikan ibadah haji yang merupakan salah satu rukun Islam semakin meningkat. Keadaan ini tentu menimbulkan berbagai persoalan-persoalan, dimana setiap tahunnya selalu berkumpul lebih dari 3 juta jemaah.
Sesuai dengan Undang-Undang No.17 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas nasional dan menjadi tanggungjawab Pemerintah karena disamping menyangkut kesejahteraan lahir bathin jemaah haji, pelaksanaannya bersifat massal dan berlangsung dalam jangka waktu yang terbatas, juga menyangkut nama baik dan martabat bangsa Indonesia di luar negeri, khususnya di Arab Saudi. Penanganan masalah itu sudah tentu harus dilakukan oleh orang-orang yang dipandang ahli atau menggeluti masalah per-hajian, salah satunya adalah Abdul Ghafur Djawahir, sosok yang telah berkecimpung dalam bidang ini sejak tahun 1976, saat mengawali tugas sebagai temus di Arab Saudi selama tiga tahun berturut-turut dibawah bimbingan dan pimpinan Bp.M.Maftuh Basyuni (Menteri Agama RI) yang saat itu sebagai Sekretaris Pribadi Duta Besar RI. Kemudian setelah masuk jajaran Departemen Agama tahun 80-an, ia pun selama 27 tahun bertugas di bidang perhajian, meski sempat mengawali kerja sebagai staf Bagian Hubungan Luar Negeri, Humas Depag selama 10 bulan. Berikut ini wawancara dengan pria kelahiran Pekalongan, 1 Maret 1954 yang kini menjabat sebagai Sekretaris Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah di ruang kerjanya, belum lama ini tentang beragam masalah yang terkait dengan penyelenggaraan ibadah haji.
Mengapa masalah haji selalu menarik banyak pihak? Memang perhajian itu sangat menarik karena perhajian memang hajat umat Islam secara masal diikuti dari orang paling atas sampai paling bawah, dari Presiden sampai petani di dusun. Disamping itu sudah barang tentu ada uang disana, yang oleh sementara pihak menganggap uang itu enak sekali menerimanya, karena tanpa iklanpun jemaah mengantri membayar BPIH. Nah kemudian yang juga membuat menarik adalah karena profil jemaah haji kita yang mayoritas sekolah rendah dan pengalaman haji pertama sehingga siapapun yang akan haji penuh dengan kebingungan, penuh dengan ketidak mengertian, atau kurang mandiri akhirnya ini menjadi lahan oknum-oknum tertentu untuk mencari keuntungan dari kondisi yang demikian. Itulah yang kemudian menjadi menarik, apalagi juga sejak dulu haji oleh sementara pihak menjadi komoditi politis, karena menyangkut massa orang banyak. Banyak kekuatan politik telah menggunakan haji untuk kampanye, termasuk pada saat pilkada (pemilihan langsung kepala daerah). Penyelenggaraan haji rutin dari tahun ke tahun, bagaimana mekanismenya? Memang, karena itu siklus tahunan tentang penyelenggaraan haji disusun dan disempurnakan setiap tahunnya, dimulai dari perencanaan sampai dengan evaluasi. Nah untuk tahun ini, setelah jemaah Indonesia kembali semua di Tanah Air pada 22-23 Januari 2008 akan ada evaluasi di semua embarkasi, evaluasi Arab Saudi, evaluasi bidang-bidang tugas seperti kesehatan, PIHK dan pendaftaran, yang kemudian diakhiri dengan evaluasi nasional. Insya Allah, Bapak Menteri telah setuju akan ada evaluasi wartawan seperti keinginan para wartawan. Hasil evaluasi nasional menjadi bahan penyusunan peencanaan haji tahun akan datang, dimulai dengan penyusunan rancangan BPIH yang diajukan ke DPR-
RI. Kemudian dibahas bersama DPR-RI secara detil dan terbuka, lalu jadi dokumen perencanaan dan anggaran. Setelah memperoleh persetujuan DPR-RI masuk ke Presiden, kemudian keluar Peraturan Presiden tentang BPIH. Sejak tahun yang lalu DPR-RI telah memberikan persetujuan, sementara Perpres besaran BPIH itu belum ditandatanhgani Presiden, ada tiga kegiatan yang boleh dilakukan lebih awal yaitu pembuatan paspor, pencetakan buku manasik, dan penyewaan pemondokan haji. Setelah Perpres BPIH keluar dimulailah kegiatan persiapan seperti pendaftaran, bimbingan manasik, pembuatan paspor dan pemvisaan, persiapan embarkasi, penyelesaian penyewaan pemondokan dan naqobah serta catering di Arab Saudi, dan lain sebagainya. Setelah itu masuk kegiatan operasional haji, yaitu kegiatan pemberangkatan, operasional di Arab Saudi, dan pemulangan kembali ke tanah air. Setelah itu masuk kegiatan evaluasi. Ada sementara pihak menyatakan pengelolaan dana haji tidak transparan dan tidak akuntabel, bagaimana menurut anda? Salah satu kritik yang disampaikan adalah penyelenggaraan haji tidak transparan dan akuntabel, terutama dalam pengelolaan keuangan. Dapat kami sampaikan bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji bahwa pada setiap tahunya penyelenggaraan haji (termasuk pengelolaan keuangan) dilaporkan kepada Presiden dan DPR RI. Demikian pula sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selaku lembaga independen di luar Pemerintah melakukan pemeriksaan setiap tahunnya. Pemeriksaan yang dilakukan BPK tidak saja pemeriksaan keuangan, tetapi juga pemeriksaan kinerja dan aset haji.
Disamping pemeriksaan oleh BPK, secara internal (Pemerintah) juga diperiksa oleh BPKP dan Inspektorat Jenderal Departemen Agama. Setiap hasil pemeriksaan eksternal dan internal telah ditindaklanjuti, termasuk adanya tindakan terhadap aparatur yang menangani haji.
diskusikan. Katakan teh dengan 1 real sudah untung, ya jangan nambah 1 setengah real. Makan kita kontrol, kalau menu soto jangan lebih 5 real atau sekian. Itu kantin salah satu opsi-opsi, tapi itu masih gagasan yang bapak Menteri lontarkan dan sudah dapat tanggapan baik.
Apa saja penyempurnaan penyelenggaraan haji tahun depan?
Penyajian prasmanan di Armina sempat prokontra, dan Anda termasuk orang yang optimis katering sukses?
Tahun ini bapak Menteri Agama ada gagasan memberi katering di Mekah berarti ada kegiatan baru. Itu kegiatan besarnya bagaimana ngitung uang, kepada siapa kita bicarakan dulu, dengan DPR,terus bagaimana kira-kira di Saudinya, ada nggak katering yang mau. Karena ini kegiatan baru, terus itu penekanan-penekanan bagaimana? Tapi pada intinya ada siklus tahunan tentang penyelenggaraan haji oleh Departemen Agama. Artinya meskipun pengadaan katering di Mekah ini baru pertama kali, itu kegiatan besarnya pemberian katering di Arab Saudi, akan terdiri dari Jeddah, Mekah, Madinah dan Armina (Arafah Mina). Sekarang ada di Mekah, ini kegiatan baru, tapi kegiatan besarnya adalah pemberian catering, di siklusnya sudah ada. Ini sebagai kelanjutan dari kesuksesan katering di Armina? Memang ini kelanjutan katering di Madinah & Armina. Meski belum dilakukan di Mekah, tapi sementara ada tiga opsi atau pilihan yang akan dilakukan. Pertama apakah dikerjakan muasassah. Kedua, dikerjakan seperti di Armina, separuh oleh kita separuh muasassah. Dan bentuk opsi ketiga adalah kerjasama membuka kantin. Tidak katering tapi khusus rumah-rumah yang sudah bagus, yang memang tidak boleh masak, tidak boleh ini, yang hotelnya cukup siapa pun boleh buka kantin. Artinya kita atau muasassah bisa mengajukan buka kantin disitu, yang kita kontrol dari segi harganya, dari segi ininya, sehingga harga itu nanti kita tentukan, kita
Optimis, karena catering telah direncanakan dengan baik. Kedua, memperoleh dukungan pemerintah Arab Saudi dan Muassasah secara penuh. Ketiga, perusahaan catering siap diawasi oleh misi haji Indonesia, Kementrian Haji dan Muassasah, Keempat sistemnya kita susun bersama secara baik, dan kelima komitmen Bapak Menteri Agama dan Dirjen PHU yang sangat tinggi. Salah satu sistem yang menjamin keberhasilan catering Armina adalah dapur menyatu dengan kemah jemaah, petugas catering menetap/tidur di dekat dapur, tanggal 15 Syawal dilakukan ceking seluruh peralatan catering, dan tanggal 3 Dzulhijjah dilakukan ceking bahan-bahan kering seperti beras, bumbu masak, tehkopi-gula, dan sebagainya, dan pada tanggal 7 Dzulhijjah dilakukan ceking bahan-bahan basah seperti ayam, daging dan ikan.. Sementara itu yang pesimis, membandingkan dengan kebiasaan prasmanan di tanah air, seperti waktu resepsi pernikahan; seringkali kehabisan dan berebut. Jelas ada bedanya, kalau resepsi di tanah air kan dapurnya jauh dari gedung, tuan rumah tidak tahu pasti apa jumlah/banyaknya makanan yang tiba di gedung sesuai dengan pesanan. Petugas catering bisa jadi tidak jujur dan ngumpetin makanan. Lain halnya dengan katering Armina dapur dan petugasnya menyatu dengan kemah jemaah. Disamping itu, untuk mengurangi berebutan, waktu makan diperpanjang, dan disediakan minuman panas dan dingin 24 jam. Bagi jemaah yang tua dan udzur dilakukan tretmen tersendiri. Itulah makanya, saya yakin pasti berhasil.
Kalau toh masih ada kekurangan adalah wajar karena pengalaman pertama, seperti sopir bus menurunkan jemaah di maktab sebelahnya sehingga jemaah masuk ke maktab yang salah, jadi antrian panjang dan kurang. Adalagi jemaah yang tiba di Arafah sudah larut malam setelah waktu makan berakhir, ya dilayani tapi menjadi kurang cepat. Masalah menu juga menjadi catatan di beberapa maktab, seperti sayur asem dan ikan asin sangat disenangi di Maktab sunda namun kurang disenangi di maktab jawa. Itu semua menjadi catatan perbaikan ke depan, termasuk sosialisasi kepada jemaah di tanah air ditingkatkan. Tahun depan Armina?
masih
ada
prasmanan
di
Katering disaji ala prasmanan di Armina tahun depan masih diberlakukan, hanya bagaimana mengurangi antrian dan antisipasi bagaimana kalau ada yang datang setelah jam 12. Untuk itu di setiap maktab ada penghubung yang mungkin harus cek betul penghubung itu. Kalau ini maktab ini dari kloter sekian yang harus cek ketua kloternya sudah semua, sudah ya sudah. Pada jam-jam 10 harus cek, oh masih ada 2 bus, nah di cek sampai dimana, sudah disiapkan untuk 2 bus sehingga mereka datang masih ada. Tapi masih ada keluhan antri? Yang antri itu datang karena diletakkan di maktab sebelahnya. Juga ada kendala, untuk di Mina tidak ada batas maktab. Maktab nggak dibatasin pakai anu itu, sehingga ada orang-orang yang kemudian karena dia tidur diperbatasan maktab, karena katering dekat sana, sama-sama bayar ya sudah dia makan sana, walaupun setelah itu terus ditertibkan. Alhamdulillah, tapi artinya awal-awal itu ada orang, tapi bukan berarti tidak ada makanan. Makanan tersedia semua, jadi kalau dia makan disini, disana kan masih bisa. Tapi sempat antrian agak panjang, mengapa, begini kan dihitunghitung 7 meja ada sekian-sekian, oh rupanya dari sana ikut disini.
Biaya katering ? Biaya tidak ada perbedaan dibanding kotak, prasmanan semua 200 real satu paket katering Arafah Mina termasuk teh kopi, ada juz, ada air dingin. 16 kali makan tapi ada teh kopinya yang 24 jam, ada juz. Jadi ngitungnya tidak hanya makan. Kalau di Madinah karena tidak ada juz, hanya kotak kita ngitung 1 kotak 7 real. Dulu dengan kotak mereka tidak sediakan minuman teh kopi 24 jam, tidak ini itu yang kita tidak tahu berapa, sekarang 260 real, 60 real untuk pelayanan, dapur, 200 untuk katering. Di Madinah tidak ada prasmanan karena di gedung-gedung hanya 9 hari muter, di Mekah rencananya juga tidak ada prasmanan, hanya nasi kotak. Tapi ini masih pembicaraan awal dengan tiga opsi tadi kalau memang ada perusahaan katering yang sanggup dengan kondisinya itu atau harus syaratnya hanya di gedung yang punya dapur, disitu kita lihat nanti atau terus kita lihat kantin karena kalau dia apalagi menjelang wukuf di Mekah mobil sulit jalan, gimana ngantar box, kalau dapurnya tidak harus di gedung itu, terus belum lagi bagaimana ngantar bahan baku untuk dimasak kalau gedungnya penuh orang nggak bisa masuk. Oleh karena itu mungkin bagi gedung-gedung yang bagus, ada dapur fresher itulah yang mungkin kita kaji. Tapi makanya opsi terakhir kantin, bisa serahkan muasassah atau kerjasama dengan yang punya gedung. Bagaimana masalah pemondokan jemaah ? Untuk tahun mendatang kita akan kerjasama dengan pengusaha Arab Saudi untuk membangun klosterkloster, bukan komplek. Kalau komplek dulu kan pak Said (mantan Menag) dengan 150 ribu jemaah sudah tanda tangan, tapi pemerintah Saudi batalkan karena banyak protes. Tapi ini kan kloster, katakan ada tanah 1 hektar, disitu dibangun 2 gedung untuk Indonesia, 2 gedung kalau 1 gedung isinya 6 atau 7 ribu atau 3 gedung ya sekitar 20 ribu. OK kan lalu disewa 15 tahun, lalu di daerah mana lagi ada 3 gedung itu nanti untuk Indonesia, masyarakat sana tidak terlalu dan bangunnya tidak sekaligus..
Nah oleh karena itu kita dalam waktu singkat, katakan kalau pak Menteri jalan begitu sekarang untuk sekian ribu, katakan sudah dapat 100 ribu, sudah nyari yang lain. Masalah sekarang yang jadi kendala adalah banyak orang harus sehingga kita harus nyari 300 gedung, bayangkan kalau kita nyari yang murah, nunggu yang obral, nunggu yang itu, ya kehabisan rumah , kendalanya demikian mengapa rumah selalu dapat yang itu. Bagaimana dengan menaikkan plafon rumah? Mencari plafon rumah yang ideal itu gampanggampang susah, apalagi dengan kemajuan komunikasi. Ibarat kalau di Indonesia, DPR dengan pemerintah masih membahas kenaikan gaji, diluar terdengar harga-harga sudah naik. Demikian kita bicara dengan DPR tentang harga rumah, kalau kita mau naik, wong kita belum diputuskan DPR, mereka sudah dengar, sehingga yang tadinya katakan 2000 real, begitu kita naikkan 2500 real, dia nawarkannya 2500 juga, bisa terjadi demikian. Jadi tidak selalu menaikkan harga itu otomatis memperoleh itu, walaupun itu salah satu jalan. Artinya kita bisa lebih bargain kalau tadi melihat yang satu paket-satu paket itu tidak bisa. Tapi artinya tidak mutlak juga, masih ada kendala itu, karena mereka tahu oh Indonesia naikkan satu orangnya 2500 umpamanya, dia yang tadinya rumah 1 orang 2000, naikkan, kalau mau 2500, kalau nggak mau ya sudah. Apalagi kalau Indonesia lalu policy pencarian agak lemah, umpamanya tim itu nggak paham seperti di Aziziyah ada rumah agak bagus kapasitas hanya 10001500. Lalu umpama ada lokasi bisa untuk 3 maktab, tapi bagaimana keutuhan kloter tidak pecah, padahal harga satu dengan yang lain bisa beda. Memang bisa jadi ada permainan harga, karena bebas pasar, tidak ada perlindungan dari pemerintah Saudi seperti pisang, roti, air, sejak dulu harganya stabil. Plafon kita memang kalah bersaing, tapi kalau kita naikkan bukan berarti masalah selesai. Ada juga
masalah lain seperti pembatalan sepihak, begitu pula kiat menyewa melalui agen. Selain itu rumah-rumah di Mekah tidak semua milik orang Mekah, tapi yang punya ada yang tinggal di Thaif, Riyadh, Jeddah. Dia malas donk, orang kaya, sehingga menyerahkan urusan sewa menyewa melalui agen, seperti di tanah air kan ada agen-agen. Tapi terkadang ini jadi permainan, seperti ada orang mengaku agen ternyata setelah di cek tidak, dia hanya kenal dengan pemilik rumah. Atau setelah di cek ternyata ada juga hanya sebagai penghubung yang ke berapa. Bagaimana tentang revisi Undang- Undang Nomor 17 tahun 1999 tentang Haji ? Dari pembahasan di DPR ada kesepakatan sementara, yaitu akan ada Komisi Pengawas Haji Indonesia. Ini independen, 9 orang, ganjil, dengan pemilihan ketua oleh anggota itu sendiri, dibentuk dengan Keppres atas persetujuan DPR. Adapun proses pemilihan komisi itu melalui prosedur yang akan tercantum di PP (Peraturan Pemerintah), kalau di UU dibentuk 9 orang. Tapi ada opsi orang-orang yang duduk di komisi itu cukup usulan Menteri Agama, karena yang tahu orangnya independent, tetapi tetap ada persetujuan DPR. Tapi ada opsi seperti KPU, bebas ada panitia lalu fit and profer tes oleh DPR, tapi proses pemilihan itu di PP, UU saja belum diputuskan. Sebab permasalahan haji yang sekarang dikeluhkan masyarakat bukan masalah policy tapi permasalahan teknis, seperti penerbangan, kok gate begitu, pesawat ada rusak, padahal proses kontrak ada sesuai aturan, Undang-Undang. Jadi bukan salah Undang Undang, tapi di teknis. Sama seperti katering atau ada jemaah yang tidak mau masuk Mekah, karena di Madinah seperti hotel, lalu di Mekah rumah jelek, itu teknis bukan lalu merubah UU yang mengatur pemondokan. Tapi DPRmelihat seakan banyak masalah maka perlu
revisi. Ini kan bentuk menyuarakan kepentingan rakyat, itu bisa saja karena secara politik. Tapi kalau ditelusuri betul, pasal mana yang dirubah, kalau memang pasal akomodasi yang dirubah, perubahannya bagaimana, itu masalah teknis yang memang terkendala banyak faktor seperti gate, cari pesawat akhir tahun tidak semudah itu. Saudi sendiri tadinya akan mengurangi pesawat sehingga semua jemaah harus 747 pesawat besar, tetapi banyak diprotes, persediaan pesawat 747 di dunia ini tidak cukup kalau untuk haji saja, akhirnya Saudi mundur. Upaya lain menyukseskan penyelenggaraan haji ? Juga perlu sosialisai yang kita lebih giat. Dan pembinaan jangan sekali dua-kali termasuk juga petugas KUA harus dipahami betul tentang haji. Lalu, mengenai porsi, kita tahu jemaah kita berapa, cuma siapa orangnya karena berubah sedikit, Jadi kenapa pembinaan tidak sejak awal, begitu pula petugas kita sekarang bisa rekrutmen petugas untuk tahun ke depan. Siklus dicoba itu, petugas kita tatar lebih dini. Adapun sosialisasi lebih baik, jangan jemaah tahunya haji begitu mau berangkat. Jadi KUA harus diperkuat, sehingga tidak boleh kalah dengan yang door to door. Pengalaman menggeluti bidang perhajian ? Alhamdullah, saya takdir Tuhan sejak mahasiswa di Kairo (Al-Azhar), saya ke Jeddah untuk haji, musim panas tahun 1976. Libur 3 bulan saya ke Saudi, waktu itu orang Indonesia belum sebanyak sekarang yang banyak TKI. Saya jadi temus, waktu itu honornya kecil, tidak ada pakaian seragam, akomodasi antar jemput, rumah, semua cari sendiri. Alhamdulillah saya dinilai baik, ada panggilan dari atase haji Qadir Basalamah, dipanggil kembali untuk datang ke Saudi. Pada tahun berikutnya kebetulan atasan saya kerja di Saudi pak Maftuh (kini Menteri Agama), sebagai Sekpri Dubes dia menangani keprotokolan, dan waktu itu belum ada ONH Plus. Ya, jadi kalau ada pejabat,
orang penting mesti ke KBRI. KBRInya masih di Jeddah bukan Riyadh, jadi ini perlu tenaga untuk ngurusin itu dan saya di protocol. pak Maftuh yang banyak bimbing waktu itu. Tahun berikutnya diambil lagi , jadi saya 3 tahun berturut-turut jadi temus. Qadir Basalamah atase haji, Burhani sebagai Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji. Lalu ketika kembali ke Tanah Air, memang ada beberapa kantor yang minta jadi pegawai, umumnya pejabat atau orang yang saya tolong waktu berhaji termasuk Gubernur Tjokropranolo (Gubernur DKI Jakarta). Akhirnya masuk Depag, sempat di Humas, tapi akhirya pak Burhani Tjokrohandoko minta jadi sekprinya (sekpri Dirjen Haji). Begitu Qadir Basalamah jadi Dirjen tetap, lalu begitu pula pak Andi (Andi Lolotonang) sebagai Sekpri, walaupun staf tapi wawasan makro. Tapi pak Amidhan bilang kalau disitu terus bagaimana ibarat tentara nggak pernah jadi komando. Saya jawab, saya ikut-ikut saja namanya pegawai. Lalu dicarikan posisi eselon IV tapi tetap bergelut di haji, setiap kali ada Dirjen baru saya dipanggil menyelesaikan ini, sampai akhirnya Menteri kenal. Saya biasa kerja orang yang menilai, dari waktu ke waktu membantu menyelesaikan masalah haji dan terlibat terus sampai sekarang. Mungkin satu-satunya orang yang terlama menggeluti di bidang haji selain pak Dirjen Slamet Riyanto. Kalau pengalaman menarik, sebenarnya adalah bagaimana mengendalikan orang lain, karena banyak orang yang tidak utuh memahami masalah haji, sehingga mereka mengkritik dengan marah, alhamdulillah saya bisa menyelesaikan masalah, baik yang terjadi di Saudi maupun di Tanah Air, termasuk misalnya orang yang ingin masuk TPHI, tapi gagal lalu marah-marah, saya jawab saya sekian tahun dulu jadi sekretaris Dirjen tidak pernah jadi TPHI kok. Saya jadi TPHIpertama tahun 1993, jadi baru dua kali jadi TPHI, walaupun berangkat ke Saudi tidak meski jadiTPHI.
Lalu tanpa mengurangi hormat saya atau melanggar aturan, saya bagaimana bisa menolong orang, alhamdulillah berkat itu ada rezeki lain, mungkin dari dampak itu, banyak orang yang saya tolong mengembalikan lagi jadi rezeki. Misalnya, saya datang ke daerah, dianggap menolong kemudian dia kirim barang, padahal saya tidak minta. termasuk saya jadi temus, setelah itu saya bisa ke mana-mana. Gara-gara itu, orang yang saya tolong, katakan ada Duta Besar Sweden semua hubungan baik. Saya di Perancis cari kenalan eks Timur Tengah, tapi nggak ada, tapi akhirnya saya tinggal selama seminggu dapat fasilitas Dubes, gratis, rupanya ada saudaranya yang pernah saya tolong. Termasuk di Indonesia ada rezeki, buah membantu orang lain. Tapi ujian ada juga, tapi semua saya pasrahkan kepada Tuhan. (KS) Sekretaris Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Masuk Depag tahun 80-an Pernah sebagai Kepala bagian Perencanaan dan keuangan di Dirjen Bimas Islam dan Urusan haji Pendidkan S1 IAIN Walisongo Semarang dan STAN, sempat tahassus 3 tahun di al Azhar Lahir Pekalongan, 1 Maret 1954