/
HISTEREKTOMI PADA ANJING
SKRIPSI
oleh I NENGAH 8UDIARSA
8.17.0572
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1 9
a
5
RINGKASAN I NEHGAH BUDIARSA.
Histerektomi Pada Anjing (Dibawah
bimbingan Prof. Dr. Soebadi Partodihardjo). Anjing merupakan hewan kesayangan yang banyak dipelihara hampir di setiap rumah, baik sebagai kegemaran maupun untuk keamanan pemiliknya. Histerektomi merupakan suatu tindakan bedah dan pembuangan uterus dengan tujuan untuk menanggulangi hal-hal yang patologik seperti pyometra, distokia yang berkepan jangan dan anaknya diduga masih hidup, adanya tumor uterus serta untuk tindakan fisiologik yaitu sterilisasi untuk m£ ngatur keturunan (Arthur,197S). Pemilihan anastetikum penting agar pelaksanaan operasi dapat berjalan dengan baik serta alat-alat yang dipakai dalam operasi harus steril, tajam dan bebas karat.
Anas-
tetikum yang sering digunakan adalah pentobarbital sodium, thiopentone sodium, ketamine HCI serta
~ylazine
HCl.
Pelaksanaan histerektomi lebih sering dilakukan melalui pendekatan garis median (linea alba) mengingat di daerah ini relatif sedikit pembuluh darah serta visualisasi dapat lebih jelas dan lebih luas.
Anjing dihisterektomi
pada umur sekitar enam sampai delapan bulan.
Operator da-
lam melaksanakan operasi perlu dibantu oleh dua orang asisten agar operasi dapat berjalan dengan baik. Perawatan serta perhatian lebih khusus dalam proses penyembuhan akan sangat besar artinya untuk keberhasilan
HISTEREKTOMI PADA ANJING
5 K RIP 5 I
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
Dleh
I NENGAH BUDIARSA 817.0572
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1985
Judul Skripsi
: HISTEREKTOMI PADA ANJING
Nama Mahasiswa
: I NENGAH BUOIARSA
Nomor Pokok
:
B17. 057 2
Skripsi ini te1ah diperiksa dan telah disetujui oleh Pembimbing Bogor,
1}
U
_
I
-
lad'/ / ~.
~/~A I
(Prof. Dr. Soebadi Partodihardjo) Oosen Pembimbing
Tanggal Lulus Ookter Hewan :
KATA PENGANTAR Tulisan ini merupakan telaah pustaka yang merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan per,didikan dokter he wan pada Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. Melalui tulisan ini, penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1.
Bapak Prof. Dr. Soebadi Partodihardjo selaku dosen pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan, dorongan dan saran-saran sehingga tulisan ini dapat penulis selesaikan.
2.
Staf Perpustakaan di lingkungan IPB, Bakitwan Cimanggu dan BPT Ciawi dalam pencarian pustaka.
3.
Teman-teman dan semua pihak yang telah memberikan perhatian, dorongan ataupun lainnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempur-
na sehingga kritik dan saran yang membangun penu1is terima dengan hati yang terbuka.
Akhirnya semoga tulisan ini da-
pat bermanraat bagi yang berkepentingan.
Bogor,
Desember 19B5
Penu1is
operasi ini.
Pemberian antibiotika setelah operasi ditu-
jukan untuk mencegah adanya infeksi sekunder.
RIWAYAT HIOUP Penu1is di1ahirkan di Oesa Tengkudak, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, 8ali tanggal 10 Pebruari 1961. Merupakan anak kedua dari empat bersaudara ke1uarga I Wayan Arnawa dan Ni Ketut Sekar. Pada tahun 1967 penulis mulai masuk SO No. 1 Tengkudak dan lu1us tahun 1972.
Kemudian me1anjutkan ke
SMP Negeri Penebe1 dan berhasil 1u1us tahun 1975. dari SMA Negeri Tabanan pada tahun 1980.
Lulus
Pada tahun
yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogar me1a1ui Proyek Perintis II.
Setahun be-
rikutnya penu1is memi1ih Faku1tas Kedokteran Hewan, IPB dan 1u1us Sarjana Kedokteran Hewan tangga1 21 September 1984.
OAFTAR lSI halaman
......................................................
vi
PENDAHULUAN . ........................................................ ..
1
.. ..
3
Pengertian .................................................. ..
3
. . . .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. . .. . .. .. .. .. .. . .. .. . .. ..
3
.. .. . . .. .. .. . .. .. .. . . . Kasus-kasus .. .. .. .. .. .. . .. .. .. . . .. .. .. .. . .. .. .. .. . .. . .. Siklus Reproduksi Anjing . . .. .. .. . . . . . .. . ~lETODA OPERASI . . .. .. .. .. .. . . . .. .. . . .. .. . . .. .. .. . . . . . ..
4
DAFTAR GAM BAR I.
II.
TINJAUAN PUSTAKA . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . . . . .
Sejarah
Penerapan Histerektomi
III.
.. . .. . .. .. .. .. . . .. . .. .. .. . . .. ... .. .. Operasi .. .. . . .. . .. .. .. ... . .. .. .. ... .. . . .. . ... .. .. Pasea Operasi . . .. .. .. . .. .. .. . .. . .. .. . ... . .. . PEM8AHASAN .. . . . ... . . . . .. . .. . .. . . ... . . .. .. . . .. ... . .. .. Pemilihan Anastetikum .. . . .. . .. . ... .. . .. . .. Pelaksanaan Histerektomi .. . . . . . . . ... .. . KES IMPUL AN .. . ... .. .. . .. .. .. . . .. . . .. .. . . . . .. .. .. .. . . .. Pra Operasi
IV.
V.
..
..
DAFTAR PUS TAKA
.........................................
7 8
10 10 15
19 20 20 23
27
28
DAFT AR GAM BAR halaman
Nomor 1.
Persiapan operasi Aseptik pada Permukaan Perut yang akan Dioperasi •••••••••••••
2.
10
Pembersihan Kuku-kuku Jari dan Tangan Operasi •••••...........•.....•..•....•
10
3.
Alat-alat Operasi dan Kain Penutup Operasi •
14
4.
Susunan Letak Alat-alat Operasi dan Meja Operasi •••••••••••••..••.••.•••....•••
5.
14
Penyayatan Kulit Pertama dengan Skalpel Bard Parker A#lD •..••.•.•••••.••••••••
....... .....
15
6.
Urutan Penyayatan Lepisan Perut
7.
Pengangkatan Omentum ke Kranial untuk Mendapatkan Corpus Uteri ••••••••••••••
18
8.
Pemotongan pada Pangkal Cervix •••••••••••••
18
9,
Penjahitan Peritoneum dengan Cat Gut Chromic Medium 2-0 ••••••••••••••••••••••••••••
10.
16
18
Penjahitan Kulit dengan Benang yang Tidak Diserap ••••.•.•.•...••..•.•.•...••••••
18
I.
PENOAHULUAN
Anjing merupakan hewan kesayangan yang banyak dipelihara hampir di setiap rumah, baik sebagai kegemaran ataupun sebagai -keselamatan pemiliknya.
Perhatian terhadap
kesehatan anjing dewasa ini semakin meningkat. mikian
Namun de-
masih banyak dijumpai gangguan kesehatan anjing
tersebut. Salah satu gangguan kesehatan yang penting dalam melanjutkan keturunan adalah gangguan alat reproduksi sehingga dengan demikian memerlukan penanganan atau tindakan pengobatan terhadap suatu penyakit alat reproduksi. Salah satu usaha untuk menyelamatkan kehidupan individu dapat dilakukan tindakan bedah yang merupakan suatu tindakan pili han terakhir.
Jadi dengan demikian tindakan
ini dilakukan jika tidak mungkin lagi melakukan tindakan lain untuk penyembuhan penyakit tersebut. Bila dikatagorikan, bedah dapat dilaksanakan dalam dua kondisi dilihat dari objek yang dibedah yaitu hewannya dalam keadaan patologik dan hewan dalam keadaan fisiologik. Seperti tindakan bedah untuk menanggulangi kasus pyometra tentu memerlukan penanganan operasi yang berbeda dengan tindakan bedah untuk sterilisasi, baik dalam tindakan praoperasi, operasi dan pasca operasi. Penanganan bedah untuk menanggulangi hal-hal yang patologik tentu memiliki resiko yang lebih besar jika dibandingkan dengan hal yang fisiologik.
Lebih sedikit faktor
penentu yang bisa kita kendalikan pada tindakan bedah
2 untuk menanggu1angi suatu penyakit. Histerektomi merupakan suatu tindakan bedah untuk membuang uterus dengan tujuan untuk menanggulangi hal-hal yang pato1ogik seperti kasus pyometra, distokia yang berkepanjangan dimana aneknya diduga masih hidup, adanya tumor uterus, maserasi fetus ataupun adanya tumor cervix. Disamping untuk hal-hal yang patologik, histerektomi banyak dilakukan untuk tindakan sterilisasi yaitu untuk
me~
cegah adanya kebuntingan yang tidak diinginkan, (Arthur,
1975). Objektif daripada penu1isan skripsi ini ada1ah membahas cara-cara terbaik untuk melakukan histerektomi baik dalam kasus suatu penyakit ataupun tindakan sterilisasi. Juga dibahas persiapan operasi dan perawatan pasca operasi dari anjing yang dihisterektomi.
II.
TINJAUAN PUS TAKA
Pengertian Pengertian operasi caesar saat ini adalah mengeluarkan fetus dengan tindakan laparohisterotomi.
Kata caesar
berasal dari Bahasa Latin "caesaroft yang berarti saya memotong.
Mungkin pula diilhami oleh legenda kelahiran Ju-
lius Caesar dengan cara ini.
Histerektomi merupakan SUa-
tu tindakan bedah untuk membuang uterus dengan tujuan untuk sterilisasi ataupun untuk penanganan suatu penyakit pada uterus demi keselamatan individu tersebut.
Sedang~
kan histerotomi merupakan penyayatan daripada uterus tanpa adanya pembuangan dari uterus individu tersebut (Arthur, 1975). Sejarah Operasi caesar sudah dikenal sejak masa Romawi Kuno terhadap mayat-mayat wanita yang meninggal dunia dalam keadaan hamil.
Oalam dunia peternakan , operasi ini sudah
dilakukan sebelum tahun 1500.
Pada tahun tersebut seorang
peternak babi berkebangsaan Swiss melakukan operasi terhadap istrinya seperti apa yang ia lakukan pada babi (Arthur, 1975). Perkembangan operasi caesar histerektomi telah disarikan oleh Durfee di Amerika Serikat dan Horatio Storer melakukan hal yang sama pada tahun IB69.
Pada mulanya
perasi caesar histerektomi ditujukan untuk tindakan
0-
4 penyelamatan individunya, namun kemudian berkembang sebagai teknik penanggulangan suatu penyakit uterus.
Kemudian
Davis memperkenalkan teknik ini untuk tindakan sterilisasi pada manusia sekitar tahun 1951 (Britton, 19BO). Brooks dan Whitwhat (1886 dalam Arthur, 1975) mulai menggunakan bedah perut sebagai tindakan pengobatan terhadap distokia pada anjing Fox Terrier yang mengalami patah tUlang pelvis semenjak awal kebuntingan. pula dikenal chloroform sebagai anastesia.
Sejak itu Suatu hal yang
perlu dicatat saat itu adalah umumnya operasi dilakukan de ngan mengabaikan tindakan aseptik dan antiseptik. Penerapan Histerektomi Histerektomi ditujukan untuk distokia yang berkepanjangan yang mana banyak terjadi trauma, luka maupun kerobekan uterus yang disebabkan oleh tidak berhasilnya fetotomi, mutasi atau penarikan secara paksa atau fetus
meng~
lami emfisema, uterus yang atonik, infeksi yang hebat dan penyakit uterus.
Tindakan histerektomi ini dilakukan un-
tuk menyelamatkan kehidupan anjing tersebut.
Pada kuda,
sapi, domba dan babi histerektomi tidak umum dilakukan
k~
rena mempunyai nilai ekonomi yang lemah dalam pelaksanaan pembedahannya sedangkan perawatan selanjutnya memerlukan biaya tinggi dan mortalitasnya cukup tinggi.
Keberhasil-
an histerektomi pada sapi dan babi hanya kadang-kadang
s~
ja baik dan jarang sekali pade kude diperoleh keberhesilan
5 karena kuda sangat peka terhadap peritonitis (Roberts, 1971). Histerektomi sangat sering dilakukan pada anjing sebagai suatu pilihan dalam mencegah kebuntingan yang tidak diinginkan dan sesudah bergaul pada musim kawin.
Petunjuk
utama untuk melaksanakan histerektomi pada anjing adalah adanya pyometra dan distokia,yang berkepanjangan yang anaknya diduga masih hidup.
Petunjuk lain untuk pelaksa-
naan histerektomi adalah adanya tumor uterus, maserasi tus maupun tumor cervix.
f~
Pemilihan histerektomi pada an-
jing hendaknya tidak dilakukan pada musim
kawin~,
karena
pada saat ini terjadi peningkatan vaskularisasi dan pembengkakan alat-alat genital (Arthur, Noakes, Pearson, 1982). Bila pemeriksaan menunjukkan bahwa fetus telah mati atau telah membusuk serta telah terjadi infeksi pada uterus maka penerapan operasi caesar merupakan tindakan yang sangat membahayakan karena kemungkinan adanya kentaminasi serta peritonitis sangat besar,
Tindakan yang sebaiknya
dilakukan adalah histerektomi (Frank, 1981). Prinsip bedah serupa dilakukan pula dalam teknik gnotobiotik yaitu suatu car a untuk mendapatkan makhluk yang bebas penyakit.
Anjing yang gnotobiot selalu diperoleh
dengan cara pembedahan (Krakowka, Austin. Long, Helphrey, 1981). 8erbagai pendapat tentang pelaksanaan histerektomi pada berbagai tingkat umur berbeda-beda.
Menurut metoda
6 Flynn, operasi ini lebih baik dilakukan pada umur yang masih muda.
Ada pula yang mengatakan bahwa operasi ini di-
lakukan pada umur sekitar enam bulan yaitu sebelum estrus pertama terjadi dengan tujuan
supaya
ciri femininnya ke
lihatan dan hormon kelamin sekunder telah berkembang. Mayer (1959) mengatakan bahwa pelaksanaan histerektomi pada anjing dilakukan pada umur enam sampai delapan bulan atau lebih dengan tujuan agar uterus telah berkembang. Freak (1975 dalam Arthur et al.
1982) mencoba mene-
rangkan Cara untuk mengenal distokia pada anjing dengan berpegang pada keterlambatan melahirkan, lemahnya propulsi (dorongan uterus) dan lambatnya fetus lahir meskipun kontraksi uterus dan abdomen cukup kuat.
Disamping itu pe-
ngalaman dalam menangani kasus ini sangat diperlukan terutama pengalaman pengenalan kebiasaan dari hewan berbagai ras.
Kriteria untuk menentukan distokia pada anjing tidak
cukup dilihat dari terlambatnya saat melahirkan karena variasai lamanya kebuntingan cukup panjang antara 54 - 72 ha-
ri. Histerektomi dapat dilakukan secara totalis yaitu semua uterus dibuang atau partialis dimana sebagian uterus disisakan.
Histerektomi partialis dimana uterus masih ada
dan prostaglandin masih dihasilkan dan siklus berahi berikutnya masih dapat terjadi ovulasi dan tidak dibuahi serta hal ini akan berulang-ulang sehingga dapat menimbulkan ta endometrium.
si~
7 Kasus-kasus Pada tahun 1824 bedah eksperimen pada anjing mulai dikatekan berhasil, meskipun pade saat itu belum dikenal anastetikum nemun hal ini dimungkinken karena Chretian mengembengkan teknik penjahitan uterus dan dinding perut. Kemudian pade tehun 1840 dimana dilakukan operasi caesar pada anjing sebanyak sembilan ekor dan berhasil hidup sebanyak lima ekor (Arthur, 1975). Pada anjing sering dilakukan histerektomi dan dalam pelaksanaannya hasil yang sudah dicapai lebih baik daripada histerektomi pada hewan besar.
Hal ini disebabkan
oleh kondisi kerja yang baik dan uterus anjing relatif kecil.
Histerektomi selalu dilakukan pada anjing dan
kucing jika disinyalir akan mengalami distokia setelah 24 - 36 jam atau lebih.
Oari 52 kali histerektomi pa-
da anjing memlliBrikan hasil yang sukses sebanyak 67% (Soberts, 1971). Okkens (1981) melaporkan bahwa dari 109 ekor anjing yang sudah dihisterektomi di Fakultas Veteriner Utrecht telah diamati komplikasi alat-alat kemih yang terdiri
d~
ri 7 kasus dimana anjing menjadi sering kencing, 6 kasus mengalami penghambatan perkencingan serta 5 kasus ria.
hemat~
Sembilan kasus menunjukkan adanya perlengketan
u~
jung uterus dengan kantong kencing dan delapan kasus pe£ lengketan dengan ureter.
Komplikasi lainnya adalah pe-
ritonitis sebanyak 20 kasus.
8
Siklus Reproduksi Anjing Fase-fase estrus pade hewan betina meliputi fase proestrus, estrus, metestrus dan diestrus.
Fase proestrus
p~
de anjing 9 - 10 hari dan pada saat ini dihasilkan pheroman sehingga anjing jantan tertarik akan anjing betina. Selama ini folikel de Graaf dipengaruhi oleh Follicle StimUlating Hormone (FSH) dan distimulasi untuk mempertinggi jumlah estrogen.
Fase estrus berlangsung 9 - 10 hari de-
ngan interval 5 - 15 hari (Carslson, 1982).
Pada saat ini
anjing betina mau dikawini oleh anjing jantan.
Dalam fase
ini folikel de Graaf akan matang dan men gal ami ruptura 24 - 48 jam setelah dimulainya estrus dan kemudian terjadi peningkatan konsentrasi Lutenizing Hormone (LH) dan KL (korpus luteum) akan mulai tumbuh dari sisa sel granulosa dari folikel dibawah pengaruh LH.
Fase metestrus ditandai
dengan adanya bunting suri 60 - 70 hari (Siegmund, 1979). Fase ini dibawah pengaruh harmon progesteron yang dihasilkan oleh sel lutein pembentuk
KL.
FSH dihambat pelepasan-
nya oleh adanya konsentrasi progesteron yang tinggi.
Re-
gresi spontan dari KL terjadi pada hari ke 60 setelah estrus dan akan diikuti oleh fase diestrus.
Setelah itu f£
likel de Graaf akan matang dibawah pengaruh FSK dan siklus berahi akan terulang kembali. Anjing mengalami mas a pubertas pada umur 6 - 12 bulan dengan siklus berahi dua kali setahun yaitu bulan JanuariMaret dan Agustus - September (Siegmund, 1979).
Anjing
III.
METODA OPERASI
Pra Operasi Sebelum melakukan suatu operasi maka anjing harus diperiksa keadaan kesehatannya secara umum.
Pemeriksaan kli
nik terutama pemeriksaan darah dan 'jantung harus dilakukan. Hal ini penting karena pada hewan yang anemia misalnya, akan sangat berbahaya bila dilakukan suatu uperasi bedah. Namun demikian pada kasus pyometra, pemeriksaan klinik dapat ditiadakan asalkan kondisi umum hewannya baik dan memungkinkan untuk dilakukan operasi.
Disamping pemeriksa-
an dietas maka umtuk memperoleh hasil operasi yang baik perlu diketahui berat badan anjing tersebut untuk men entukan dosis pemakaian anastetikum atau obat yang akan dipakai.
Pada kasus anjing yang pyometra dan umurnya sudah
tua maka dosis anastetikum yang diberikan adalah dosis minimum.
Selain hewannya sendiri maka alat-alat untuk operasi harus sudah steril, tajam dan tidak berkarat.
Sterilisa-
si dari alat-alat bedah dapat dilakukan dengan uap pada tekanan tinggi selama 15 menit dan suhu 250 0 F.
Perleng-
kapan operator dan meja operasi serta ruangan operasi san gat menentukan k eberhasilan su'atu op erasi. Pemilihan anastetikum dalam melakukan suatu operasi bedah sangatlah perlu dipertimbangkan terhadap cara pemakaian obat, dosis, efek yang ditimbulkan dan tidak kalah
III.
METODA OPERASI
Pra Operasi Sebelum melakukan suatu operasi maka anjing harus diperiksa keadaan kesehatannya secara umum.
Pemeriksaan kli
nik terutama pemeriksaan darah dan 'jantung harus dilakukan. Hal ini penting karena pada hewan yang anemia misalnya, akan sangat berbahaya bila dilakukan suatu uperasi bedah. Namun demikian pada kasus pyometra, pemeriksaan klinik dapat ditiadakan asalkan kondisi umum hewannya baik dan memungkinkan untuk dilakukan operasi.
Disamping pemeriksa-
an diatas maka umtuk memperoleh hasil operasi yang baik perlu diketahui berat badan anjing tersebut untuk men entukan dosis pemakaian anastetikum atau obat yang akan dipakai.
Pada kasus anjing yang pyometra dan umurnya sudah
tUa maka dosis anastetikum yang diberikan adalah dosis minimum.
Selain hewannya sendiri maka alat-alat untuk operasi harus sudah steril, tajam dan tidak berkarat.
Sterilisa-
si dari alat-alat bedah dapat dilakukan dengan uap pada tekanan tinggi selama 15 menit dan suhu 250 0 F.
Perleng-
kapan operator dan meja operasi serta ruangan operasi sangat menentukan keberhasilan suatu operasi. Pemilihan anastetikum dalam melakukan suatu operasi bedah sangatlah perlu dipertimbangkan terhadap cara pemakaian obat, dosis, efek yang ditimbulkan dan tidak kalah
11 penting adalah pertimbangan ekonvmis dan persediaan obat. Anastetikum yang sering digunakan dalam operasi bedah
dia~
taranya penthobarbital sodium (Sagatal), thiopentone sodium (Pentbthal), halothane (Floothane), ether.
Premedikasi
yang sering digunakan adalah xylazine Hel (Rompun), atropin sulfate
Belakangan ini anastetikum ketamine Hel (Ke-
talar) sering digunakan dalam suatu operasi.
-----"'~, )." k'
iGambar 1.
<
.3"",
~
Persiapan operasi aseptik pada permukaan perut yang akan dioperasi, (Knecht et ale 1975).
Gambar 2.
Pembersihan kuku-kuku jari dan tangan operator. (Knecht et ale
1975)
12 Tindakan yang di1akukan untuk persiapan histerektomi adalah sebagai berikut : 1.
Anjing yang akan dihisterektomi disuntik dengan anastetikum general secara intra vena melalui vena saphena atau vena antibrachii. Anastetikum yang digunakan ialah pentobarbital sodium (Sagatal) dengan dosis pemakaian 25 -
30 mg/kg atau thiopenthone sodium (Pento-
thal) dengan dosis 6 - 8 mg/kg atau ketamine Hel (Ketalar) dengan dosis 1 -
2 mg/kg.
Pemberian premedi-
kasi dengan xylazin Hel (Rompun) dengan intra vena ~ tau intra muskular dengan dosis 1 -
3 mg/kg atau a-
tropin sufat 0.05mg/kg, baik intra vena, intra musku lar atau subkutan. 2.
Anjing diletakkan terlentang pada bagian punggungnya diatas meja operasi.
Permukaan perut yang akan dio-
perasi mulai dari belakang umbilicus sepanjang enam sampai sepu1uh sentimeter dicukur bu1unya dan dipersidpkan untuk operasi yang aseptik dengan menggosokkan berulang-ulang providone iodine diikuti dengan pemberian alkohol. 3.
Seperti anjing yang dipersiapkan untuk operasi yang aseptik maka operator mempersiapkan dirinya untuk pem bersihan total dari kuku-kuku jari dan tangan serta dilakukan tidak kurang dari dua kali penggosokkan sabun dan pembilasan minimum dua kali.
Setiap per-
mukaan jari tangan disikat secara total tidak kurang dari lima menit.
13
4.
Pakaian operasi dan sarung tangan yang berhubungan dengan pasien harus sudah disterilkan.
Kain penutup di-
gunakan untuk menyelimuti meja operasi, alat-alat operasi dan pasien.
Kain penutup diletakkan sedemikian
rupa sehingga tidak ada bagian yang menggelembung. 5.
Ruangan operasi harus diperlengkapi dengan penerangan yang cukup serta lampu operasi.
Ruangan ini harus su-
,
dah disucihamakan. 6.
Untuk menjalankan operasi yang baik, diperlukan dua
0-
rang asisten untuk membantu mempersiapkan alat-alat yang akan dipakai serta membantu da1am pelaksanaan
0-
perasi. 7.
Persiapan kandang pascaoperasi dipersiapkan dalam kondisi yang kering (drainagenya baik), cukup penerangan dan lingkungan yang bersih.
14
Gambar 3 :
A1at-a1at operasi dan kain penutup operasi. (Knecht ~!::. 21.
1975)
t; or><~S~AB~UTlM( L~E~~li:jl(.~:) ./ TRAY
RtTRAClO
8
Gambar 4 : :so
Susunan 1etak a1ata1at operasi dan meja operasi. TOwEL
(Knecht et a1. 1975)
15 Operasi Sete1ah persiapan pra operasi telah selesai maka tindakan selanjutnya adalah pelaksanaan dari operasi.
Menu-
rut Knecht, Welser, Alelen"Williams and Herns, 1975 tindakan operasi dilakukan sebagai berikut 1.
Kulit disayat untuk pertama kalinya dengan menggunakan skalpe1 Bard Parker A#10.
Bila terjadi perdarahan pa-
da subkutan maka dijepit dengan tang arteri dan diusahakan jaringan yang terjepit seminimal mungkin.
Kemu-
.
dian disayat jaringan sUbkutan dengan menggunakan piSaU lainnya sampai fascia dan penyayatan fascia di1akukan ke kranial dan kaudal dengan menggunakan gunting.
Gambar'S.
Penyayatan kulit pertama dengan skalpe1 bard parker A#10. (Knecht et al.
2.
1975)
otot perut dipisahkan dengan menggunakan pembedahan tumpu1 dan dilakukan dengan gunting kemudian dibuka dengan gunting tersebut.
3.
Peritoneum dikuakkan seperti otot dan ditarik kemba1i dengan Sen retraktor.
Operator membuat sayatan
16
A
B
\, o c
Gambar 6.
Urutan penyayatan lapisan perut. A. Penyayatan sub kutan B. Penyayatan fascia C. Penguakan otot perut dengan gunting D. Penyayatan pritoneum (Knecht et §l. 1975)
17 sedikit dengan skalpel dan penyayatan peritoneum dipe£ luas ke kranial dan kaudal dengan gunting dan din ding abdomen diangkat secara hati-hati dari lapisan viscera dibawahnya. 4.
Omentum ditarik ke kranial dengan menggunakan kait agar cornua uteri didapat dari sayatan perut tadi.
5.
Pada peralihan tuba falopii dan cornua uteri diikat secara ganda dengan cat gut chromic medium 2-0.
Pem-
buluh darah yang memvaskularisasi uterus diikat dengan benang yang Sama.
Kemudian diantara ikatan ganda ter-
sebut dipotong dengan skalpel atau gunting. alat penggantung uterus secara punctur.
Lepaskan
Ulangi hal
yang sama pada uterus yang lainnya.
8.
Uterus ditarik ke kranial.
Oengan menggunakan tang
Carmalt, pangkal uterus dan ujung cervix dijepit kemuan diadakan pengikatan ganda dengan cat gut.
Arteri
dan vena uterina diikat atau dijahit dengan I;lJenang yang sama.
Kemudian dengan menggunakan skalpel dian-
tara ikatan tadi dipotong.
7.
Periksa terhadap perdarahan dari pembuluh darah yang telah terpotong.
8.
Omentum dimasukkan kembali ke dalam ruang perut sepe£ ti semula dan diberikan larutan garam steril sebanyak 100 - 150 ml at au pemberian antibiotika.
9.
Peritoneum dijahit dengan jahitan terus dengan memakai cat gut chromic m8dium 2-0.
Kemudian otot dan fascia
dijahit dengan cara yang sama, demikian pula subkutan
18
Gambar 7
Pengangkatan omentum ke kranial untuk mendapatkan corpus uteri. (Knecht et al. 1975)
Gambar 8 :
Pemotongan pada 'pangkal cervix (Knecht et al. 1975)
'Gambar 9 : Penjahitan peritoneum dengan cat gut chromic medium 2-0. (Knecht et '~. 1975)
Gambar 10
Penjahitan ku1it dengan benang yang tidak diserap. (Knecht et al. 1975)
19 ditutup dengan jahitan dan benang yang sam2. 10.
Kulit dijahit dengan menggunakan benang yang tidak dl absorpsi dengan pola horizontal matras.
Bekas luka
diberikan talk powder dan dibalut dengan verban serta diberikan suntikan antibiotika. Pasca Operasi Setelah selesai menja1ani operasi maka anjing dirawat dengan perhatian yang lebih khusus dengan memberikan lingkungan yang sehat dan bersih serta makanan yang bergizi. Pemberian antibiotika untuk mencegah adanya infeksi sekunder sangat perlu diberikan selama tiga sampai empat hari. Bekas luka o~erasi diberikan talk powder Pennisilin atau talk lainnya untuk mencegah adanya infeksi.
Benang jahit-
an dibuka setelah 5 - 7 hari atau luka jahitan telah kering.
Bila luka operasi telah kering dan keadaan umum da-
ri anjing tersebut baik maka anjing tersebut dapat dinyatakan sembuh.
IV.
PEMBAHASAN
Keberhasilan suatu operasi bedah tidak hanya ditentukan oleh kemampuan operator dalam melc.kukan pembedahan, n.§. mun yang tidak kalah penting dan sering dilupakan adalah pelaksanaan operasi yang aseptik.
Alat-alat bedah yang d!
pakai harus memenuhi persyaratan tertentu seperti steril, tajam dan bebas karat.
Disamping itu pemilihan anasteti-
kum sangat penting. Pemilihan anastetikum Pentobarbital sodium dengan merek dagang Sagatal, Halatal, Nembutal, Narcoren, Sopentyl merupaka sedativum,anastetikum dan hipnotikum yang diturunkan dari barbiturate Pentobarbital bisa diberikan pada hewan dengan suntikan intra vena, intra muskular bahkan subkutan tetapi umumnya diberikan secara intra vena.
Oosis pemakaian pada anjing
25 - 30 mg/kg berat badan dengan konsentrasi 3 - 6% secara iv dan akan mencapai sedasi setelah periode 5 menit. dasi penuh berlangsung selama l~ kesadaran penuh setelah 24 tekan pada stadium awal.
Se-
2 jam dan akan mencapai
48 jam.
Pusat pernafasan di-
Untuk mengurangi pemberian pent£
barbital perlu diberikan premedikasi at au transquiliser dengan dosis rendah hingga dosis pentobarbital yang diberikan bisa diturunkan menjadi hanya 60% (Green, 1979; 1974).
Rossoff,
22 pada orang yang tidak berpengalaman akan sangat berbahaya dalam penggunaannya (Green, 1979). Ketemine hydrochloride dengan merek dagang Ketalar, Ketaject bisa diberikan secara iv dengan oosis 1 - 2 mg/kg berat badan at aU im dengan dosis 4 - 6 mg/kg berat badan. Ketamin menyebabkan tekanan darah dan output jantung meningkat.
Ketamin tidak ditujukan untuk operasi
int~a k~
nial sebab dapat meny@babkan peningkatan tekanan cairan cerebro spinal. Hel
Ketamin dapat dikoffibinasi dengan xylazin
sebagai premedikasi (Goodman and Gilman, 1975). Xylazine hydrochloride dengan merek dagang Rompun,
Bayer 1470, Bay Va 1470 digunakan sebagai preanastetikum, sedativum dan analgesikum dengan dosis pemakaian pada anjing 1 - 3 mg/kg berat badan dengan konsentrasi 2% dan dl berikan secara iv atau im.
Mempunyai kemampuan hipnotik
dan relaxan oto-t dan sifat analg,esik (tergantung dosis dan spesies).
Xylazin mempotensiasi barbiturat sampai
60% dan mempunyai daerah keamanan yang luas,
Efek muntah
sering dijumpai pada kucing dan kadang-kadang pada anjing. Atropin sulphate memblokade aksi asetilkolin pada ganglion terminal dari jaringan kolinergik dan karenanya mendesak aksi umum parasimpatolitik dalam tubuh. bisa diberikan subkutan, im at au Iv.
Atropin
Dosis pada anjing
0,05 mg/kg berat badan dan efek durasinya selama 20 menit secara iv.
Otak dan pusat pernafasan dapat distimulasi
dan kemudian tertekan oleh dosis yang lebih tinggi (Green, 1979).
23 Pelaksanaan Histerektomi Pelaksanaan histerektomi bisa dilakukan melalui pendekatan flank atau melalui garis median perut yaitu linea alba.
Ahli-ahli veteriner lebih sUka melakukan pembedahan
melalui linea alba dengan pertimbangan bahwa di daerah itu terdapat sedikit pembuluh darah sehingga perdarahan selama pembedahan dapat seminimal mungkin.
Disamping itu
visualisasi dalam pelaksanaan operasi dapat lebih luas, jika dibandingkan dengan pendekatan flank. Arthur (1975) menyatakan bahwa histerektomi merupakan suatu pembuangan uterus.
Dperasi caesar histerektomi pada
anjing dilakukan dengan berbagai pertimbangan yaitu untuk menghindarkan fertilitas berikutnya.
Pertimbangan lainnya
adalah isi uterus yang relatif steril dan kesehatan mukosa uterus dimana bila dilakukan histerotomi maka mortalitasnya menjadi sangat tinggi.
Hal ini disebabkan oleh karena
isi uterus dan mukosanya yang tidak sehat.
Disamping itu
kemungkinan terjadinya kontaminasi peritonitis lebih besar pula sehingga pengeluaran uterus hendaknya dalam bentuk utuh. Distokia dimana penanganan operasinya terlambat lebih dari 24 jam maka angka kematian bisa mencapai 50% atau lebih.
Hal ini disebabkan oleh keadaan shock, toksemia, me-
tritis dan keIeIahan.
Dalam kasus ini fetus biasanya mati
dan uterus menjadi infeksi dan atonik.
Pertolongan untuk
menyelamatkan kehidupan induk anjing dengan fetotomi jarang
24
sekali dapat dilakukan karena kecilnya saluran kelahiran. Jadi dengan demikian histerektomi merupakan suatu pili han dalam menyelamatkan induknya.
Demikian pula pada kasus
emfisema fetus yang disebabkan oleh distokia, operasi
ca~
sar boleh dilakukan tetapi kebanyakan orang-orang veteriner lebih suka untuk melakukan histerektomi dan hal ini juga untuk mencegah adanya kontaminasi dalam ruang abdomen. Begitu juga pada kasus maserasi fetus yang diakibatkan leh distokia selalu disarankan tomi pada setiap kasus.
0-
untuk dilakukan histerek-
Hal ini disebabkan oleh isi dan
mukosa uterus yang tidak sehat atau infeksi dan bila tidak dilakukan tindakan penyelamatan induknya maka akan terjadi proses intoksikasi. Hickman dan Walker (1980) mengatakan bahwa histerektomi dilaksanakan pada hewan yang netral untuk menghindari siklus berahi dua kali setahun atau untuk kan adanya suatu penyakit uterus seperti cystic
menghilan~ hiperpla~
tic endometritis atau pyometra. Histerektomi dilakukan sebagai alternatif terakhir dalam mengobati suatu penyakit uterus.
Jika ditemukan tu
mor pada uterus harus dihisterektomi, hal ini untuk mencegah adanya metastase berikutnya.
Histerektomi pada an-
jing yang pyometra sering kali menimbulkan
komplikasi
0-
leh penanahan segmen yang telah infeksi dari tanduk uteri dalam kasus masuknya uterus dalam ruang inguinal (inguinal metrocele),
Kontaminasi peritoneum dan ujung luka
24 sekali d2pat dilakukan karena kecilnya saluran kelahiran. Jadi dengan demikian histerektomi merupakan suatu pilihan dalam menyelamatkan induknya.
Oemikian pula pada kasus
emfisema fetus yang disebabkan oleh distokia, operasi
ca~
sar boleh dilakukan tetapi kebanyakan orang-orang veteriner lebih suka untuk melakukan histerektomi dan hal ini juga untuk mencegah adanya kontaminasi dalam ruang abdomen. 8egitu juga pada kasus maserasi fetus yang diakibatkan leh distokia selalu disarankan tomi pada setiap kasus.
0-
untuk dilakukan histerek-
Hal ini disebabkan oleh isi dan
mukosa uterus yang tidak sehat atau infeksi dan bila tidak dilakukan tindakan penyelamatan induknya maka akan terjadi proses intoksikasi. Hickman dan Walker (1980) mengatakan bahwa histerektomi dilaksanakan pada hewan yang netral untuk menghindari siklus berahi dua kali setahun atau untuk
menghilan~
kan adanya suatu penyakit uterus seperti cystic hiperplas tic endometritis atau pyometra. Histerektomi dilakukan sebagai alternatif terakhir dalam mengobati suatu penyakit uterus.
Jika ditemukan
t~
mor pada uterus harus dihisterektomi, hal ini untuk mencegah adanya metastase berikutnya.
Histerektomi pada an-
jing yang pyometra sering kali menimbuikan
komplikasi 0-
leh penanahan segmen yang telah infeksi dari tanduk uteri dalam kasus masuknya uterus dalam ruang inguinal (inguinal metrocele),
Kontaminasi peritoneum dan ujung luka
25 mau tidak mau harus diperhitungkan.
Pada histerektomi di-
mana uterus yang sepsis ditingga1kan pada tempatnya maka nekrosis yang merikutnYa pade pemotongan uterus merupakan sUatu faktor letal yang sangat penting.
Pada pyometra pe-
ngirisan dibuat pada daerah cervix bahkan sampai anterior vagina dimana membran mukosa dari cervix dan vagina 1ebih tahan (Arthur et~.
1982)
Ressang (1984) menyatakan bahwa pada anjing yang menga1ami pyometra, kematian disebabkan karena adanya perubahan pada alat-alat tubuh yang bersifat sekunder terutama disebabkan oleh intoksikasi atau septikemia yang berasa1 dari uterus.
Dengan demikian tindakan untuk menye-
1atkan kehidupannya di1akukan histerektomi. Distokia pada anjing
.dimana
an~knya
masih hidup ma-
ka histerektomi di1aksanankan supaya ovarium masih bisa menginduksi penggertakkan hormon terhadap ke1enjar susu sebagai proses terjadinya 1aktasi sehingga dengan demikian anaknya masih mungkin mendapatkan ko1ostrum dari induknya.
Bi1a terjadi perforasi daripeda uterus da1am kasus seperti pyometra hendaknya harus se1a1u mungkinan
dipikirkan ke-
perkembangan dari paralisis ileus.
Ini dapat
ter1ihat nyata pade hari kedua at au ketiga sete1ah operasi dengan geja1a penurunan suhu badan yang drastis, muntah, anoreksia dan tidak berahi (Christoph, 1975).
26 Baker (19BO) berkesimpulan bahwa fungsi luteal dapat diukur dari progesteron plasma yang diperpendek oleh tidak adanya uterus dan prostaglandin tidak menyebabkan regresi luteal yang komplit.
Hal ini diketahui setelah dilakukan
penyuntikan prostaglandin 1 mg/kg dimana progesteron plasma lebih rendah 73% setelah 12 jam dan kembali pada keadaan normal setelah 6 hari dan makin lama makin men gal ami kemunduran (dibawah 1 ng/ml).
Sedangkan Coster (1981)
menyatakan bahwa nilai progesteron darah dan 17q oestradiol kedua-duanya menurun tajam selama 24 jam setelah histerektomi. lah 24 -
Nilai progestercn tersebut kembali normal sete48 jam.
Nilai LH tidak men gal ami perubahan.
V.
KESIMPULAN
Histerektomi pada anjing merupakan suatu perasat bedah untuk membuang uterus dengan tujuan untuk keselamatan induknya yang disebabkan oleh adanya distokia yang berkepanjangan dan anaknya masih hidup, hiperplastik endometri tis atau pyometra, maserasi fetus,
emfisema fetus dan tu-
mor pada uterus serta untuk tindakan sterilitas. Pelaksanaan histerektomi dilaksanakan melalui pendekatan garis median perut (linea alba).
Keberhasilan
daripada histerektomi tidak saja ditentukan oleh ketrampilan operator dalam melakukan operasi tetapi alat-alat dan perlengkapan yang dipakai harus sterile
Pemilihan
anastetika untuk mencapai anastesia bedah dipakai pentobarbital sodium (Sagatal) dengan dosis 25 - 30 mg/kg berat badan secara intra vena atau thiopentone sodium (Pentothal) 6 -
B mg/kg berat badan secara intra vena a-
tau ketamine hydrochloride (Ketalar) I badan seeara intra vena.
2 mg/kg berat
Untuk premedikasi digunakan
xylazine hydrochloride (Rompun) 2% dengan dosis pemakaian 1 - 3 mg/kg berat badan secara intra muskular. Untuk mempereepat proses penyembuhan dari anjing yang dihisterektomi perlu mendapat perhatian .lebih khu_sus dengan memberikan lingkungan yang sehat dan makanan yang bergizi serta antibiotika untuk meneegah adanya infeksi sekunder.
DAFTAR PUSTAKA Arthur, G.H. 1975. Veterinary Reproduction and Obstetrics. 4th Ed. The Language Book Society and B&illiere Tindal. London. , D.E. Noakes and H. Pearson. 1982. Veterinary and Obstetrics. 5th Ed. The Language 800k Society and Bailliere Tindal. London.
----~R~e-p--r-o·duction
Baker, B.A., L.F. Archbald, L.L. Clooney, K. Lotz lind R.A. Godke. 19Bo. Luteal Function in the Hysterectomized Bitch Following Treatment with Prostaglandin F? • Theriogenology 14 (3) : 195 - 205 Abst. Dalam~: Vet. Bull. ~ 17) : 573. 1981. Britton, J.J. 1980. Sterilization by Caesarean Hysterectomy. Am. J. Gynecol. 137 (8) 887 Clilrslson, D.G. and James M. Giffin. 1982. Dog owner's Home vet. HandbOOK. 1st Ed. Howell Book House Inc. New York. Christoph, H.J.
1975.
Diseases of Dog.
Coster, R.oe., Verstegen, J., Ectors, F. 1981. Effect of Hysterectomy on Plasma Concentrations of Progesteron, 17 ~ Oestradiol end LH in the Bitch. 125 (7) : 581587. Abst. Dahm: Vet. Bull. 53 (~: 315-316. 1983. -Frank, E.R. 1981. Veterinary Surgery. 7th Ed. blisher & Distributors. Delhi. India.
C8S Pu-
Goodman, L.S. and Alfred Gilman. 1975. The Pharmacological Basis of Therapeutics. 5th Ed. Macmillan Canada Ltd., Beilliere Tindal. London. Green, C.J. 1979. Ltd. London.
Animal Anastesia.
Laboratory Animals
Hickman, J., Robert G. ~8lker. 1980. An Atlas of Veterinary Surgery. Jhon ~right & Sons Ltd. Bristol. Knecht, D.C., Junn R. ~elser, Algernon R. Alelen, David J. ~ili"ms, and H. Neils Herne. 1975. Fundamental Techniques in Veterinary Surgery. ~.B. Saunders Co. Philadelphia. London.
29 Krl'lkowkl'!, S., Nency J. Austin, David J. Long and Melvin Helphrey. 1981. Revised Surgicel Procedure for the Derivation of Gnotobiotic Dogs. Am. J. Vet. ~ (1): 149 - 150 Mayer, K., J.V. Lacroix end H. Preston Hoskins. 1959. Canine Surgery. Americen Veterinary Publicetions Inc. S!'!nte 8erbar!'!, Celifornie. Okkens, A.C., Gaag. I. Ven Der, 8iewenge, ~.J., Rothuizen J., Voorhout, G. 1981. Urologicel Complicetions Following Ovariohysterectomy in the Bitch 106 (23) : 1189 - 1198. Abst. Dalam: Veterinl'!ry Bulletin 52 (6) : 446. 1982. Roberts, S.J. 1971. Veterinl3ry Obstetric and Genitl'!l Diseeses (Theriogenology). CBS Publisher & Distributors. Indie. Ressang, A.A. riner.
1984.
Buku Pelajeran Petologi Khusus Vete-
Rossolff, I.S. 1974. Handbooks of Veterinery Drugs. Springer Publishing Co. New York. Siegmund, O.H. 1979, The Merck Vet. Ml'!nul'!l 5th Ed. & Co. Inc. Rehwey. N.J. USA.
Merck