3
TINJAUAN PUSTAKA
Anjing Anjing adalah mamalia karnivora yang telah mengalami domestikasi dari serigala sejak 15.000 tahun yang lalu atau mungkin lebih berdasarkan bukti genetik berupa penemuan fosil dan tes DNA. Salah satu teori antropologi menjelaskan mengenai sejarah domestikasi anjing. Pertamakalinya manusia dan anjing merupakan dua kelompok pemburu yang saling bersaing. Seiring waktu berjalan dimana faktor alami tidak mendukung sehingga jumlah buruan semakin berkurang,
anjing
mulai
tergantung
kepada
manusia
hingga
akhirnya
dimanfaatkan oleh manusia (Penissi 2002). Istilah anjing mengacu pada anjing hasil domestikasi Canis lupus familiaris. Lembaga Smithsonian dan Asosiasi Ahli Mamalia Amerika menetapkan anjing sebagai subspesies serigala abu-abu Canis lupus. Taksonomi anjing menurut Linnaeus (1778) dalam Anonim (2009) : Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Subphylum
: Vertebrata
Class
: Mammalia
Ordo
: Canidae
Genus
: Canis
Spesies
: Canis lupus
Subspesies
: Canis lupus familiaris
Anjing kampung adalah anjing yang telah lama diketahui keberadaannya tetapi galur keturunannya tidak dijaga (Boedhihartono dalam Supriadi 2004), sedangkan anjing ras didefinisikan sebagai anjing yang memiliki asal usul, jati diri dan kemurnian garis keturunan secara tersendiri serta tercatat oleh Perkumpulan Kinologi Indonesia (Sanusi dalam Chandri 2008). Anjing lokal adalah anjing yang keberadaannya telah lama diketahui dan terisolir di lokasi tertentu di Indonesia
4
sehingga galur keturunannya relatif dapat dijaga, contoh anjing lokal Indonesia adalah anjing Kintamani (Hartiningsih et al. 1999). Sistem Kardiovaskular Jantung berada dalam rongga thorak pada bagian mediastinum. Jantung karnivora berbentuk ovoid, dan pada anjing memanjang kira-kira dari intercostal ketiga sampai keenam. Sumbu memanjang jantung biasanya membentuk sudut 45 derajat dengan sternum. Basis jantung mengarah ke kraniodorsal, dan bagian apex berada pada garis tengah pertemuan diafragma dan sternum. Sudut yang terbentuk dapat bervariasi sesuai konformasi thorak; jenis anjing berdada dalam memiliki sudut yang lebih besar, dan jenis yang berdada silinder memiliki sudut yang lebih kecil (Colville & Bassert 2002). Jantung
dikelilingi
oleh
pembungkus
fibroserous
yang
disebut
perikardium. Perikardium tipis dan terbagi menjadi perikardium parietalis dan perikardium viseralis. Perikardium parietalis adalah pembungkus bagian luar, dan perikardium viseralis membungkus jantung dan membentuk epikardium. Miokardium adalah lapisan otot diantara epikardium dan endokardium, yang merupakan membran tipis yang menutupi seluruh permukaan bagian dalam jantung. Jantung memiliki empat ruangan yaitu dua atrium dan dua ventrikel. Jantung terbagi menjadi bagian kanan dan kiri oleh pemisah yang dikenal sebagai septum interatrial yang memisahkan atrium kanan dan kiri dan septum interventrikularis yang memisahkan ventrikel kanan dan kiri. Jantung memiliki katup-katup yang memisahkan tiap ruangan dalam jantung dan ruangan jantung dengan pembuluh darah. Atrium dan ventrikel kanan dipisahkan oleh katup atrioventrikular, yang disebut juga katup trikuspidalis. Sedangkan katup pulmonar adalah katup berbentuk semilunar (setengah bulan) yang berfungsi mencegah mengalir kembalinya darah dari arteri pulmonalis ke ventrikel kanan, katup ini memiliki tiga titik semilunar. Katup mitral memisahkan atrium dan ventrikel kiri, serta mencegah aliran darah kembali dari ventrikel ke atrium selama kontraksi ventrikel. Katup semilunar aorta sama dengan katup pulmonar, karena memiliki tiga titik semilunar. Nodul-nodul ditemukan di tengah sisi-sisi yang kosong dari
5
ketiga titik tersebut, sehingga saat katup menutup terdapat bentuk yang menyerupai simbol Mercedes Benz (Colville & Bassert 2002). Jantung memompa darah dalam dua sirkuit, yaitu sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonar dalam setiap denyut (Tortora 2005). Darah yang berasal dari seluruh tubuh akan melewati dua vena besar yang disebut vena cava cranialis dan caudalis masuk ke atrium kanan. Saat ventrikel kanan berelaksasi, darah yang berada di atrium kanan mengalir menuju ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis. Saat ventrikel hampir dipenuhi darah, atrium kanan akan berkontraksi mendorong darah masuk ke dalam ventrikel kanan. Kemudian ventrikel kanan akan berkontraksi untuk mendorong darah masuk ke dalam arteri pulmonalis menuju paru-paru melalui katup pulmonar. Di dalam paru-paru, darah akan menyerap oksigen dan menukarnya dengan karbondioksida lalu darah mengalir melalui vena pulmonalis menuju atrium kiri. Saat ventrikel kiri relaksasi, darah dari atrium kiri mengalir melalui katup mitral menuju ventrikel kiri. Saat ventrikel kiri hampir dipenuhi darah, atrium kiri akan berkontraksi untuk mendorong darah masuk ke ventrikel kiri. Ventrikel kiri kemudian akan berkontraksi untuk mendorong darah melalui katup semilunar aorta ke dalam aorta menuju ke seluruh tubuh. Darah yang didistribusikan mengandung oksigen dan akan disuplai ke seluruh tubuh kecuali paru-paru (Calvert 2007). Siklus jantung adalah peristiwa yang berawal dari permulaan sebuah debar jantung hingga berakhirnya debar jantung berikutnya. Siklus jantung terdiri dari dua bagian yaitu sistol dan diastol. Sistol adalah periode dimana jantung berkontraksi dan meningkatkan tekanan dalam jantung sehingga darah dapat dikeluarkan menuju sirkulasi sistemik dan pulmonar. Periode dimana jantung berelaksasi dan terisi darah disebut diastol. Debar jantung yang pertama (sistol) merupakan suara menutupnya katup mitral dan trikuspidalis. Debar jantung yang kedua (diastol) merupakan suara menutupnya katup semilunar aorta dan pulmonar (Colville & Bassert 2002). Kontraksi dan relaksasi jantung adalah respon terhadap stimulus listrik yang dihasilkan oleh bagian tertentu dari jantung yang disebut pacemaker. Sistem konduksi ini terdiri dari tiga bagian, yaitu sinoatrial (SA) node, atrioventrikular
6
(AV) node, bundle His dan serabut Purkinje. Sinoatrial node merupakan pusat yang menginisiasi denyut jantung dan juga mengatur interval antara denyut. Sinyal listrik yang dihasilkan di SA node bergerak dari satu sel ke sel lainnya melalui jalur internodus ke bagian bawah jantung menuju AV node, kelompok sel yang berada di tengah jantung antara atrium dan ventrikel. Atrioventrikular node merupakan gerbang yang memperlambat arus listrik sebelum sinyal diteruskan menuju ventrikel. Perlambatan ini memastikan atrium memiliki kesempatan untuk berkontraksi penuh sebelum ventrikel terstimulir. Setelah melalui AV node, arus listrik berjalan menuju ventrikel di sepanjang bundle His yang bercabang menjadi serabut khusus kanan dan kiri yang disebut serabut Purkinje. Serabut Purkinje menempel pada dinding bagian bawah jantung (Cunningham 2002). Echocardiography Echocardiography merupakan metode yang sensitif untuk perikardial dan deteksi cairan pleura yang dapat digunakan untuk mengidetifikasi massa lesio di dalam jantung dan yang berdekatan dengan jantung (Nelson & Couto 2008). Echocardiography adalah metode yang aman, non-invasif, dan tersedia dimanamana yang memberikan diagnosa anatomik dan hemodinamik yang pasti. Pemahaman terhadap sifat fisik dari ultrasound penting dalam melakukan pemeriksaan echocardiography dan menginterpretasikan hasil yang didapatkan (Willerson et al. 2007). Prinsip dari echocardiography adalah gelombang suara berfrekuensi tinggi dihasilkan dari kristal piezo-electric yang terdapat dalam transduser. Perubahan bentuk akibat gaya mekanis pada kristal, akan menimbulkan tegangan listrik. Listrik yang dihasilkan oleh generator diubah menjadi energi akustik, yang dipancarkan dengan arah tertentu pada bagian tubuh. Sebagian pulse akan dipantulkan, diserap dan sebagian lagi akan diteruskan menembus jaringan yang akan menimbulkan bermacam-macam echo sesuai dengan jaringan yang dilaluinya (hiperechoic, hipoechoic, dan anechoic). Pencitraan hiperechoic akan dihasilkan ketika gelombang suara mengenai tulang, udara, dan jaringan ikat. Hipoechoic akan dihasilkan ketika gelombang suara mengenai jaringan lunak. Serta pencitraan anechoic akan dihasilkan ketika gelombang suara mengenai
7
cairan dan darah. Pantulan echo yang berasal dari jaringan-jaringan tersebut akan membentur transduser, dan kemudian diubah menjadi pulse listrik lalu diperkuat dan selanjutnya diperlihatkan dalam bentuk cahaya pada layar oscilloscope. Bila transduser digerakkan, seolah-olah kita melakukan irisan-irisan pada bagian jaringan tubuh yang dinginkan, dan gambaran irisan-irisan tersebut akan dapat dilihat pada layar monitor (Mannion 2006). Kemahiran pada bidang echocardiography sangat penting dalam menyajikan data dan menginterpretasikanya. Peralatan-peralatan yang digunakan pada saat echocardiography sangat menentukan kualitas data yang akan diperoleh (Nelson & Couto 2008). Metode echocardiography berbeda dengan teknik abdominal dimana penempatan transduser hanya pada window yang terbatas di antara tulang rusuk dan paru-paru yang terisi udara. Keterbatasan ini membutuhkan
transduser
dengan
footprint
yang
kecil.
Pemeriksaan
echocardiography menampilkan gambar terbaik dengan transduser sector atau curvelinear,
terlebih
jika
dilengkapi
dengan
teknologi
phased-array.
Echocardiography juga membutuhkan resolusi temporal yang tinggi, yang didapatkan dengan menurunkan kedalaman dan meminimalkan sector angle (sector width). Frekuensi transduser yang disarankan yaitu 8-12 MHz untuk kucing dan anjing dengan ukuran kecil, 3-8 MHz untuk anjing dengan bobot berkisar 5-40 kg, dan 2-4 MHz untuk anjing besar (>40 kg). Axis sentral ventrikel kiri (left ventricular-LV) dapat dibayangkan sebagai garis imajiner yang memanjang antara apex dan basis jantung pada bagian tengah lumen ventrikel kiri. Saat transduser diorientasikan pada scan plane atau sejajar garis axis ini, didapatkan gambaran long-axis. Jika scan plane tegak lurus garis axis, didapatkan gambaran short-axis (Penninck & d’Anjou 2008). Impedansi yang tidak sepadan dan atenuasi ultrasound oleh rusuk dan paru-paru yang berisi udara, menyebabkan echocardiography transthorak terbatas untuk akses window yang relatif kecil. Paru-paru yang berisi udara ini mengelilingi jantung pada bagian ventral thoraks kanan dan kiri, dengan kata lain di samping sternum (parasternal). Akses tambahan dapat diperoleh dengan posisi subcostal (subxiphoid), pengambilan gambaran jantung melalui hati dan caudal
8
mediastinum; sudut pandang terbatas melalui arcus aorta bisa diperoleh melalui lekukan thoraks (posisi transduser suprasternal) (Penninck & d’Anjou 2008). Terdapat standar dalam pencitraan echocardiography, walaupun mungkin saja diperoleh jumlah yang tak terhingga dari potongan-potongan citra jantung (Mannion
2006).
Standar
ini
ditetapkan
oleh
American
Society
of
Echocardiography pada tahun 2004 (Penninck & d’Anjou 2008). 1. Right Parasternal View (RPS) Biasanya terdapat dua atau lebih ruang antara rusuk yang memungkinkan pencitraan RPS, termasuk bagian kranial yang berhubungan dengan ruang intercostal keempat dan bagian yang lebih kaudal pada intercostal kelima. Untuk citra yang cocok dengan perhitungan LV, transduser diposisikan pada ruang intercostal sehingga berkas pusat dari transduser tegak lurus pada LV long axis pada ujung leaflet katup mitral. Citra short axis didapatkan dengan memutarkan transduser sehingga potongan melintang LV sedekat mungkin dengan potongan sirkuler (Penninck & d’Anjou 2008). 2. Left Apical View (LAp) Citra left apical position (LAp) terbaik didapatkan dengan posisi pasien berbaring ke kiri, dengan transduser diposisikan pada bagian kiri ventral thorak dari arah bawah. Hasil pencitraan apical yang sebenarnya didapat saat transduser diposisikan pada lokasi yang kaudal dan sangat ventral, mendekati posisi subcostal. Transduser diarahkan ke kranial sehingga pusat berkas ultrasound mengarah ke basis jantung sepanjang bagian tengah axis LV. Angulasi transduser ke kranial dari posisi LAp akan menampilkan empat ruang jantung, dan membawa aorta masuk ke dalam scan plane sehingga memungkinkan visualisasi katup aortik. Scan plane ini memberikan citra apical five-chamber dan cocok untuk perhitungan kecepatan aliran darah aorta. Dari sudut apical four-chamber, transduser diputar 90° searah jarum jam menghasilkan apical two-chamber termasuk atrium dan ventrikel kiri (Penninck & d’Anjou 2008). 3. Left Parasternal View (LPS) Sudut pandang left parasternal view pada jantung, didapatkan dengan pasien berada dalam posisi berbaring ke kiri. Transduser diposisikan ke arah
9
kranial jantung, pada ruang intercostal keempat sampai kelima, dan kira-kira pada pertemuan costochondral dengan arah dorsoventral. Ketika scan plane paralel dengan aorta ascendens, pemutaran probe akan memberikan potongan longitudinal dari struktur tersebut. Bagian dari ventrikel dan atrium kiri, katup mitral, dan right ventricular (RV) outflow tract dapat terlihat pada posisi ini. Sudut ini terutama sekali berguna untuk evaluasi tumor basis jantung dan RV outflow tract (Penninck & d’Anjou 2008). 4. Suprasternal dan Subcostal View Sudut pandang suprasternal memerlukan posisi transduser pada lekukan thorak dengan scan plane yang berorientasi sejajar dengan sumbu sagital pasien. Sudut pandang ini sangat baik untuk pencitraan arkus aortikus dan berguna untuk perhitungan insufisiensi aorta. Sudut pandang subcostal didapatkan dengan pasien pada posisi right lateral recumbency, dengan menempatkan transduser pada processus xiphoideus dan menekannya ke abdomen sekaligus mengarahkan transduser hampir secara langsung ke kranial (Penninck & d’Anjou 2008). Doppler Echocardiography Doppler echocardiography berdasarkan deteksi perubahan frekuensi suara antara pancaran sinar ultrasound dan echo yang dipantulkan dari sel darah yang bergerak. Gambaran yang optimal dari perhitungan kecepatan aliran darah maksimal terjadi jika sinar ultrasound sejajar dengan aliran darah. Posisi ini berlawanan dengan M-mode dan 2D echocardiography, dimana orientasi sinar ultrasound tegak lurus terhadap struktur yang menghasilkan gambar (Nelson & Couto 2008). Fungsi utama pulse wave Doppler (PWD) echocardiography adalah untuk menentukan kecepatan aliran darah di katup atau pembuluh darah yang digunakan untuk mengevaluasi fungsi jantung (sistol dan diastol) atau mengukur aliran darah (cardiac output, volume regurgitant, dan intracardiac shunt flow). Pencitraan PWD echocardiography menggunakan single crystal. Pulse wave Doppler echocardiography mengirimkan dan menerima echo secara kontinu dari seluruh tingkat kedalaman dalam suatu area, maka echo akan mencapai transduser secara simultan. Dengan (PWD) echocardiography, waktu perjalanan ultrasound pulse
10
digunakan untuk menentukan kedalaman jaringan pada daerah dimana kecepatan aliran tersebut berada. Kecepatan aliran sel darah merah dapat dengan tepat di ukur melalui frekuensi gelombang suara yang dipantulkan. Pulsed wave Doppler echocardiography dapat mengalami ambiguitas dalam pengukuran kecepatan. Kecepatan lain yang ditemukan dapat merupakan suatu misrepresentasi dari kecepatan yang sebenarnya. Berlawanan dengan PWD, continuous wave Doppler (CWD) echocardiography menggunakan double crystal yang terdiri atas transmitting element dan receiving element, tepatnya terletak di sisi-sisi samping kepala transduser. Satu sisi berfungsi untuk mengirimkan echo pulse (transmitting beam) dan sisi lainnya berfungsi untuk menerima echo pulse (receiving beam). Walaupun CWD echocardiography dapat menentukan arah aliran darah tetapi tidak dapat membedakan tingkat kedalaman jaringan. Continuous wave Doppler echocardiography memiliki fungsi yang terbatas, tetapi secara klinis CWD echocardiography berfungsi untuk mengetahui aliran darah pada pembuluh darah perifer. Selain itu CWD echocardiography juga baik digunakan untuk mengetahui kecepatan aliran darah yang rendah dalam pembuluh darah (Penninck & d’Anjou 2008). Perbedaan antara PWD dengan CWD echocardiography, dapat terlihat seperti gambar 1. A
B
Gambar 1. (A). Transduser pulse wave Doppler echocardiography dan (B). Transduser continuous wave Doppler echocardiography (Nicolaides et al. 2002).
Kecepatan aliran pada katup semilunar aorta direkam melalui posisi transduser subcostal atau LAp untuk penghitungan kecepatan (Penninck & d’Anjou 2008).
11
Gambar 2A. Hasil scan pulse wave Doppler dan EKG anjing normal: (A) ditujukan untuk katup Ao (posisi transduser LAp), (B) ditujukan untuk Pulmonum (posisi transduser RPS), (C) ditujukan untuk katup mitralis (posisi transduser LAp), dan (D) ditujukan untuk katup trikuspidalis (posisi transduser LAp) (Penninck & d’Anjou 2008).
Gambar 2B. Hasil scan puncak kecepatan peak velocity (Vpeak) gelombang aliran darah katup semilunar aorta pada pengamatan dengan PWD echocardiography. Sumbu Y untuk kecepatan, sumbu X untuk waktu (Penninck & d’Anjou 2008).
Gambar 3. Pengukuran velocity time integral (VTI) katup semilunar aorta menggunakan PWD echocardiography (Penninck & d’Anjou 2008).
12
Electrocardiography (EKG) Electrocardiography didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari perubahan-perubahan potensial atau perubahan voltase yang terdapat dalam jantung, sedangkan elektrokardiogram adalah grafik yang merekam perubahan potensial listrik jantung yang dihubungkan dengan waktu. Dalam EKG perlu diketahui tentang sistem konduksi (listrik jantung), yang terdiri dari SA Node, AV Node, bundle His dan serabut Purkinje (Birchard & Shedding 2000). Elektrokardiogram adalah alat yang sangat umum digunakan untuk mendiagnosa disfungsi elektris jantung. Banyak aplikasi, dua atau lebih elektroda metal diaplikasikan pada permukaan kulit, dan voltase yang terekam oleh elektroda akan terlihat dalam layar atau tergambar di atas kertas (Cunningham 2002). Kegunaan EKG antara lain adalah untuk mengetahui adanya kelainan pada irama dan otot jantung, mengetahui efek obat-obat jantung, mendeteksi gangguan elektrolit dan perikarditis dan memperkirakan adanya pembesaran jantung (Birchard & Shedding 2000). Electrocardiography (Fukuda M-E Cardisuny D300) memiliki 4 elektroda dengan warna yang berbeda, yaitu merah (RA/R) untuk kaki depan kanan, kuning (LA/L) untuk kaki depan kiri, hijau (LF/F) kaki belakang kiri dan hitam (RF/N) kaki belakang kanan. Pemasangan elektrode pada anjing adalah di kulit daerah siku pada setiap kaki (Cunningham 2002), sehingga diperlukan pencukuran pada daerah tersebut. Dari keempat elektroda tersebut dihasilkan limb leads yang dikelompokkan menjadi 2 sadapan menurut asal sinyal yang dihasilkan elektrodanya, yaitu sadapan bipolar (sadapan standar) dan ditandai dengan angka romawi I, II, III, dan sadapan unipolar ekstremitas (augmented extremity lead) yang ditandai dengan simbol aVR (augmented vector right), aVL (augmented vector left) dan aVF (augmented vector foot). Keenam limb leads tersebut dibagi dalam kelompok sadapan klinis dimana masing-masing sadapan merekam aktivitas elektris jantung pada perspektif yang berbeda. Sadapan ini berkaitan dengan daerah anatomis jantung untuk kepentingan pemeriksaan fisik, contohnya adalah pada acute coronary ischemia. Kelompok sadapan klinis terdiri dari kelompok sadapan inferior yang melihat aktivitas elektris pada daerah inferior jantung (permukaan yang berbatasan dengan diafragma), yaitu sadapan II, III dan aVF, serta kelompok sadapan lateral yang
13
melihat aktivitas elektris jantung yang menguntungkan pada dinding lateral ventrikel kiri, yaitu sadapan I dan aVL. Sadapan aVR menunjukkan bagian dalam dinding endokardium ke arah permukaan atrium kanan dan memberikan perspektif yang tidak spesifik untuk ventrikel kiri sehingga sering diabaikan pada pembacaan (Widjaja 1990). Electrocardiography memberikan waktu dari kejadian elektris pada jantung. Hasil perekaman EKG berupa defleksi voltase yang disebabkan oleh adanya depolarisasi atrial dan ventrikel, serta repolarisasi ventrikel. Gelombang P menggambarkan aktivitas depolarisasi atria, arah gelombang ini selalu positif di II dan selalu negatif di aVR. Gelombang Q adalah defleksi negatif pertama dari kompleks QRS, menggambarkan awal dari fase depolarisasi ventrikel, kepentingan dari gelombang ini adalah untuk mendeteksi adanya infark myokard. Gelombang
R
adalah
defleksi
positif
pertama
dari
kompleks
QRS,
menggambarkan fase depolarisasi ventrikel. Gelombang S adalah defleksi negatif setelah gelombang R, menggambarkan fase depolarisasi akhir ventrikel. Gelombang T menggambarkan fase repolarisasi ventrikel (Widjaja 1990). Konsep Tekanan Gradien Agar darah dapat mengalir di dalam pembuluh darah atau di dalam katup jantung, dibutuhkan suatu kekuatan (gaya) yang dapat mendorong darah. Gaya tersebut dapat berasal dari perbedaan tekanan darah di dalam pembuluh darah atau di dalam katup. Untuk setiap gradien tekanan darah yang diberikan, laju aliran darah ditentukan oleh tahanan pembuluh darah terhadap aliran darah tersebut. Tiga faktor yang menentukan tahanan aliran darah dalam pembuluh darah antara lain diameter pembuluh darah, panjang pembuluh darah, dan viskositas darah. Dari ketiga faktor tersebut, baik secara kuantitatif maupun fisiologi faktor terpenting yang mempengaruhi tahanan pembuluh darah adalah diameter pembuluh darah, bila sedikit saja terjadi perubahan pada diameter pembuluh darah maka akan menimbulkan perubahan yang besar pada tahanan pembuluh darah (Richard & Klabunde 2009).