Herulono Murtopo
METAMORFOSA Pilihan Cinta Seorang Religius
“.. mencintai selibat, ilmu,hasrat, impian, ketaatan, hati, dan pilihan ..”
Herulono
2
Metamorfosa
METAMORFOSA: Pilihan Cinta Seorang Religius
Oleh: Herulono Murtopo Copyright © 2014 by Herulono Murtopo
Penerbit Mer-C Publishing Jl. Meruya Selatan, Kembangan, Jakarta Barat Home: www.mer-c-publishing.com
Desain Sampul: Herulono M
Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com
3
Herulono
4
Metamorfosa
Pada saatnya, Galileo menandatangani penyangkalan terhadap penemuan besarnya yang keluar dari ajaran kesucian, demi menyelamatkan kehidupannya dan demi bertemu dengan Virginia, puterinya. Ia orang beriman, Ia orang yang taat beribadah. Namun, Ia juga orang yang harus tunduk pada kebenaran. Bahwa alam tidak selalu seperti yang tertulis dalam Kitab Suci. Tanda tangan itu, telah membuatnya jadi pecundang. Tanda tangan itu, telah menjadikan mereka pecundang. Atas nama kesucian, sering kali kebenaran harus disingkirkan.
Untuk Adikku yang sekarang di Seminari Mertoyudan Untuk para pembimbingku di Kentungan Untuk Uskup Purwokerto 5
Herulono Untuk para sahabat seperjalanan
6
Metamorfosa
Daftar Isi
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Namanya Luka 5 Bara 23 Hitam Putih 51 Bercabang 81 Pulang 109 Pertengkaran 141 Terbuka 169 Luka Terluka 199 Diary Luka 233 Metamorfosa 261
7
Herulono 1.
Namanya Luka
Kata maaf memang memiliki daya menyembuhkan, tapi tak pernah bisa memulihkan. Namanya Luka. Panggil saja dia Luka. Seorang gadis cantik berkacamata minus 4,5 di mata kiri dan kanan. Wajahnya teduh. Rambutnya lurus kemerahan meski tidak pernah tersentuh oleh cat merah. Tubuhnya langsing sepert tubuh seorang artis. Senyumnya menawan, apalagi ketika sedang tersipu. Mengenakan jaket putih berbahan katun tebal, dia mengendarai motornya menuju ke sebuah rumah tua. Gedungnya berarsitektur kuno. Bangunan hindia Belanda. Tiang-tiangnya terlihat kokoh dan tebal. Menariknya, bangunan itu tidak langsung di tepi jalan raya, melainkan berada beberapa meter dari jalan raya. Di depannya, bejajar beberapa rumah tinggal dan warung-warung yang sepertinya sengaja disisikan menutupi kemegahan bangunan di dalamnya. Sementara, di tempat yang tidak terdapat warung atau rumah, dibiarkan tanahnya dipagar dengan pepohonan yang tidak terlalu tinggi. Dari luar, bangunan itu tampak begitu sepi. Tidak banyak lalu-lalang manusia. Hanya ada beberapa seeda motor terparkir di dekat sebuah ruangan penjagaan. Rupanya, saat itu ada beberapa tamu yang juga sedang bertandang. Luka segera meletakkan sepeda motornya di antara sepeda motor yang lain. Meskipun ada beberapa tamu, tempat tersebut masih tampak begitu sepi. Hampir seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan. Kecuali penjaga yang sedang menonton televisi. Menyadari adanya tamu yang datang, enjaga tersebut segera berdiri demi menyambut Luka. 8
Metamorfosa Setelah ia keluar, penjaga itu segera tersenyum dan berkata, “Mau ketemu Rm. Gusti, Yak?” penjaga itu langsung menebak. Yang ditanya tidak segera menyahut. Ia hanya tersenyum dan melepas helm yang ia kenakan. “Sore, mas!” sapanya kemudian dengan ramah. Penjaga itu segera menjawab sapaan tamunya. Setelah mempersilahkan Luka masuk ke ruang tamu khusus di samping ruang jaga, penjaga itu segera menekan tombol telephon. Setelah beberapa saat, terdengar Ia mengatakan “Mbak Luka sudah sampai di sini Romo. Baik, Ya Romo…”
Begitu Romo yang dimaksud datang, Luka segera menyalami dan mencium tangan lelaki tua tersebut. Rambutnya memutih keperakan. Dengan wajah yang menyiratkan kebijaksanaan, lelaki itu kemudian tersenyum dan berkata, “hai…Luka…. Mari-mari, selamat datang. Sudah berapa bulan yak, kita tidak berjumpa?” Pintu ruang tamu tersebut sengaja dibuka karena memang ruang tamu tersebut adalah ruang tamu umum untuk beberapa pastor yang tinggal di dalamnya. Sepintas lalu, orang tidak akan mengira bahwa di dalam bangunan yang dari luar tampak sepi tersebut, di dalamnya terdapat ratusan orang yang sedang menuntut ilmu. “Pak Dhe‟1 baik…. Sepertinya baru juga 2 minggu…” “Hahaha…. Iya-iya…dua minggu yak. Rasanya sudah lama banget. Pakdhemu kangen banget tidak ditengok oleh saudara-saudaranya. Jadi ceritanya sudah hampir diwisuda yak?” “Iya,Pak „dhe. Lumayan dengan prestasi summa cum laude (dengan pujian besar) yang saya peroleh, saya masih ingin kuliah lagi. Pada taraf yang lebih tinggi, saya ingin membuat
1
Bahasa Jawa, Paman
9