HEPATITIS AKUT KARENA OBAT Septriani Bukang Nim 102009086 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510 E-mail:
[email protected]
PENDAHULUAN Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh, berat rata-ratanya adalah sekitar 1.500 gr atau 2% berat organ orang dewasa normal. Hati merupakan organ lunak dan lentur
dan
tercetal
oelh
struktur
sekitarnya.
Hati
sangat
penting
untuk
mempertahankan hidup dan berperan dalam hampir setiap metabolism tubuh. Karena fungsinya itu, cedera hati dan zat-zat toksik dapat menyebabkan kerusakkan hati. Obat – obatan merupakan penyebab penting dari cedera hati. Lebih dari 900 obatobatan, racun, dan tumbuhan telah di laporkan menyebabkan cedera hati, dan obatobatan untuk 20-40% dari semua kasusu kegagalan hati fulminan Kelainan hati memiliki tanda yang khas yaitu kuning atau ikterus. Kuning pada kelainan hati dapat di sebabkan oleh berbagai factor, dan juga harus dapat di bedakan antara kuning akibat hepatitis dan kuning akibat factor lain. Dalam makalah ini akan di bahas lebih mendalam tentang ikterus dan pengaruh obat-obat pada hepatitis A. Anamnesis Pada anamnesis, dimulai dengan menanyakan identitas pasien terlebih dahulu. Identitas pasien terdiri dari nama, alamat, umur, pekerjaan, dan sebagainya. Setelah itu tanyakan apa yang menjadi keluhan utama pasien tersebut datang. Pada penderita 1
hepatitis, biasanya yang menjadi keluhan utama pasien datang adalah demam disertai mual dan muntah. Setelah itu tanyakan mengenai riwayat penyakit sekarang. Tanyakan sejak kapan demamnya sudah mulai muncul dan sudah berapa lama. Tanyakan apakah suhu tubuhnya mendadak meningkat atau perlahan-lahan. Selain itu tanyakan juga apakah pasien merasa fatique, myalgia, malaise, sakit kepala, anoreksia, dan nausea. Jika keluhannya disertai muntah, tanyakan apakah muntahnya disertai darah atau tidak. Selain itu tanyakan juga bagaimana konsistensi, warna, dan bau tinjanya. Tanyakan apakah kulitnya pasien menjadi lebih kuning. Pada penderita hepatitis biasanya disertai gejala ikterus, dimana kulitnya akan menjadi lebih kuning. Tanyakan apakah ada nyeri perut pada kuadran kanan atas, apakah ada bengkak-edem di kaki, perut membuncit (asites), berat badan turun, dan gatal-gatal. Tanyakan juga bagaimana warna urinnya. Pada penderita hepatitis biasanya warna urinnya menjadi gelap seperti air teh. Setelah itu tanyakan riwayat kontak penyakit kuning : keluarga, lingkungan, sosial ekonomi. Tanyakan riwayat penyakit dahulu, apakah pernah ikterus, apakah ada riwayat hematemesis atau melena. Selain itu tanyakan riwayat obat-obatan yang dikonsumsi pasien, riwayat alkoholisme, riwayat minum jamu, riwayat suntik, dan riwayat transfusi darah. B. Pemeriksaan fisik Hati Karena sebagian besar hati ( hepar) di lindungi oleh dinding iga, pemeriksaan sulit di lakukan. Namun, besar serta bentuk hati dapat di perkirkn melalui perkusi dan mungkin pula palpasi ini, anda dapat mengevaluasi permukaan hati, konsistensinya serat nyeri tekan pada hati. Inspeksi Lihat apakah warna kulitnya tampak kuning, terutama dapat terlihat jelas pada sclera mata pasien Perkusi Ukuran rentang vertical pekak hati pada linea midklavikularis. Di mulai pada ketingian di bawah umbilicus ( pada daerah timpani, bukan pada daerah redup), lakukan perkusi ringan kea rah atas menuji daerah hati. Pastiakn hati lokasi bunyi redup yang menunjukkan tepi bawah hati ( margo inferior hepar) pada linea midklavikularis tersebut. 2
Rentang pekak hati akan bertambah kalau hepar membesar. Rentang pekak hati akan berkurang jika hati mengecil atau jika terdapat udara bebas di bawah diafragma seperti yang terjadi pada perforsi organ berongga. Observasi secara serial dapat memperlihatkan pengurangan rentang bunyi redup pada perkusi di daerah hati setelah terjadi resolusi hepatitis atau gagal jantung kongesif, atau di sertai progresivitas hepatitis yang berubah menjadi hepatitis fulminan( keadaan ini lebih jarang di temui). Pekak hati dapt bergeser ke bawah karena letak diafragma yang rendah pada penyakit paru obstruktif kronik. Namum, rentangnya tetap normal. Meskipun perkusi mungkin merupakan metode klinis yang paling akurat untuk memperkirakan ukuran vertical hati, perkusi sering menunjukkan hasil yang tidak sesuai dengan keadaan hati yang sebenarnya. Palpasi Letakkan tangan kiri di belakang tubuh pasien dalam posisi sejajar dengan dan menyangga iga ke 11 dan 12 kanan serta jaringan lunak di bawahnya. Jika perlu, ingatkan kepada pasien untuk melemaskan tubuhnya pada tanggan anda. Dengan menggunakan tangan kiri untuk mengangkat bagian tubuh tersebut ke atas, hati pasien dapat di raba lebih mudah oleh tangan yang lain. Tempatkan tangan kanan pada sisi kanan abdomen pasien di sebelah lateral muskulus rektus semetara ujung jari jari tangan berada di sebelah inferior tepi bawa pekak hati. Minta pasien menarik napas dalam. Coba untuk meraba bagian tepi hati ketika struktur ini bergerak menyentuh ujung jari jari tangan. Jika merasakannya, kendurkan sedikit tekanan yang di lakukan oleh tangan agar hati dapat menyusupdi bawah permukaan ventral jari tangan dan dengan demikian dapat meraba permukaan anteriornya. Perhatikan tiap nyeri tekan yang terjadi . jika hati pasien dapat di raba sepenuhnya, bagian tepi ahti yang normal akan terasa lunak, tajam, serta teratur dengan permukaan hati yang licin. Hati yang normal mungkin memberikan rasa sedikit nyeri ketika di tekan. Pada saat inspirasi, hati dapat di raba sekitar 3 cm di bawah margo kostalis kanan pada linea midklavikularis. 1 C. Pemeriksaan Penunjang
3
a. Tes Faal Hati
Enzim transaminase akan meningkat
Bilirubin direct/indirect dapat meningkat biasanya kurang dari 10 mg%, kecuali pada hepatitis kolestatik, bilirubin dapat lebih dari 10 mg%.
SGOT, SGPT meningkat lebih dari 5 sampai 20 kali nilai normal.
∂-GT dan alkalifosfatase meningkat 2 sampai 4 kali nilai normal, kecuali pada hepatitis kolestatik dapat lebih tinggi.
Albumin/globulin biasanya masih normal kecuali bila terjadi hepatitis fulminan maka rasio albumin globulin dapat terbalik dan masa protrombin dapat memanjang.2 b. Radiologi
Ultrasonografi
-
Secara umum, ultrasonografi real-time adalah studi disukai karena itu adalah murah,
-
noninvasif, dan tersedia luas. Pada ultrasonograms, hati pada pasien dengan hepatitis alkohol muncul membesar dan
-
difus hyperechoic. Fitur sugestif hipertensi portal yg hidup berdampingan dan / atau sirosis termasuk
-
adanya varises, splenomegali, dan ascites. Ultrasonografi juga membantu dalam batu empedu tidak termasuk, penyumbatan saluran empedu, dan neoplasma hati atau empedu.Penyakit kuning dengan demam dapat disebabkan oleh batu empedu menghasilkan primary; pemeriksaan ultrasonografi perut biasanya cukup untuk mengecualikan kemungkinan ini. Namun, jika batu ditemukan
-
atau demam berlanjut, kolangiografi mungkin diperlukan. CT scan: CT scan dapat membantu mendeteksi lesi hati fokal 1 cm atau lebih besar dan beberapa kondisi menyebar. Hal ini juga dapat digunakan untuk memvisualisasikan
-
struktur yang berdekatan di perut. MRI: MRI menyediakan resolusi kontras yang sangat baik. Hal ini dapat digunakan untuk mendeteksi kista, hemangioma, dan tumor primer dan sekunder. Vena portal, vena hepatik, dan saluran empedu dapat divisualisasikan tanpa suntikan kontras. 2
Biopsi Hati 4
Biopsi hati tidak penting dalam setiap kasus, tetapi morfologi kelainannya diharapkan memberikan bukti yang mendukung D. Diagnose Pembanding Hepatitis kronik Di katakan hepatitis kronik bila penyakit menetap, tidak menyembuh secara klinis atau laboratorium atau pada gambaran patologi anatomi, selama 6 bulan. Ada 2 bentuk hepatitis kronik, yaitu: -
Hepatitis kronik persisten Hepatitis kronik aktif
Sangat penting untuk membedakan 2 bentuk tersebut sebab yang di sebut pertama mempunyai prognosis yang baik dan akan sembuh sempurna. Diagnosis hanya dapat di pastikan dengan pemeriksaan biopsi dan gambaran PA. hepatitis kronik aktif umunya berakhir menjadi serosis hepatis.3 Penatalaksanaan Obat yang di nilai
bermanfaat untuk pengobatan hepatitis kronik adalah
interferon ( IFN ). Obat ini adalah suatu protein seluler stabil dalam asam yang di produksi
oleh sel tubuh kita
akibat rangsangan virus atau induksi beberapa
mikroorganisme, asam nukleat, antigen, mitogen, dan polimer sintetik. Interferon mempunyai efek antivirus, imunomodulasi, dan antiproliferatif.3
Hepatitis Akut akibat Alkoholik Alkohol sangat dapat menyebabkan kerusakan sel-sel hati (liver). Karena di dalam tubuh, alkohol akan terpecah-pecah menjadi zat-zat kimia lain. Sejumlah zat kimia tersebut bersifat racun yang menyebabkan kerusakan sel-sel hati (liver). Komsumsi alcohol dalam jumlah sedang berhubungan dengan penurunan morta litas di bandingkan dengan tidak minum sama sekali atau minum sampai mabuk . Minum kelebihan 3 unit alcohol setiap hari bisa meningkatkan mortalitas, namum sensivitas terhadap alcohol beragam pada setiap orang (8 g atau 1o ml = 1 unit etanolterdapat dalam setangah pint bir 3,6%, segelas anggur atau satu ukuran minuman keras ). Segelas
anggur 12,5% dengan volume 125 ml mengandung 1,6 unit alcohol.
Hepatitis alcohol dengan kerusakan hepato seluler perivenula (zona 3), hialin Mallory dan infiltrate sel peradangan ; umum di temukan ikterus demam dan asites.4. 5
Pada hepatitis alkohol, cedera bersifat paling menonjol dalam centrilobular (perivenular) area (zona 3 dari Rappaport). Hepatosit menunjukkan balon dengan nekrosis. Focal akumulasi dari leukosit PMN, seperti yang ditunjukkan di bawah ini, tercatat di daerah cedera. Limfosit juga mungkin ada, terutama di saluran portal.
Cedera alkoholik hepar menimbulkan kerusakan arsitektur hepar yang ireversibel, berawal dari traktus portal dan /atau venula hepatik terminalis di ganti dengan jaringan ikat fibrosa, dan berakhir dengan terjadinya regenerasi noduler sel hepar; ini merupakan serosis hepar.5 Macrovesicular steatosis, fibrosis perivenular, dan sirosis jujur biasanya hidup berdampingan dengan hepatitis alcohol
Kolesistitis Akut Kolesistitis akut adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu. Umumnya kolesistitis di sebabkan oleh batu empedu. Sumbatan batu empedu pada duktus sistikus menyebabkan distensi kandung empedu dan ganguan aliran darah dan limfe, bakteri komerisal kemudian berkembang biak. Penyebab lain adalah kuman-kuman seperti E. coli, salmonella typhosa, cacing askaris, atau karena pengaruh enzim- enzim pancreas.
Manifestasi klinis -
Ganguan pencernaan, mual, dan muntah. Nyeri perut kanan atas atau kadang- kadang hanya rasa tidak enak di epigastrium. Yang khas yaitu nyeri yang menjalar ke bahu atau subskapula. Deman dan ikterus ( bial terdapat batu di dukteus koledokus sistikus) 6
-
Gejala nyeri perut bertambah bila makan banyak lemak. Pada pemeriksaan fisik di dapati tanda tanda local seperti nyeri tekan dan
defans muscular, kadang- kadang kandung empedu
yang membengkak
dan di
selubungi omentum dapt teraba, nyeri tekan di sertai tanda-tanda peritonitis local. Tanda Murphy terjadi bila inspirasi maksimal berhenti pada penekanan perut ke atas.3
Malaria Pada anamnesis di tanyakan gejala penyakit dan riwayat berpergian ke daerah endemic malaria. Gejala dan tanda yang dapat di temukan adalah: -
Demam. Demam periodic yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang. Pada malaria tertian, pematangan skizon tiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke 3, sedangkan malaria kuartana pematangnya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap serangan di tandai dengan beberapa serangan deman periodic. Demam khas malaria terdiri dari 3 stadium yaitu menggigil (15menit-1 jam), puncak demam (2-6 jam), dan berkeringat ( 2 - 4 jam). Deman akan mereda secara bertahap karena tubuh dapat beradaptasi tertahap karena tubuh dapt beradaptasi terhadap parasit dalam tubuh dan ada respons imun.3
-
Splenomegali Splenomegali merupakan gejala khas malaria kronik. Limpa mengalami kongesti, menghitam, dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat yang bertambah
- Anemia Derajat anemia tergantung pada spesies penyeb, yang paling berat adalah anemia karena p. falciparum. Anemia di sebakan oleh 1. Penghancuran eritrosit yang berlebihan 2. Eritrosit normal tidak dapat hidup lama 3. Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang. - Ikterus : Di sebabkan karena hemolisa dan ganguan hepar.3 E. Diagnose Kerja Hepatitis Imbas Obat
7
Zat kimia dari obat dapat menimbulkan masalah yang sama dengan reaksi akibat infeksi hepatitis. Gejala dapat terdeteksi dalam waktu 2 hingga 6 minggu setelah pemberian obat. Pada sebagian besar kasus, gejala hepatitis menghilang setelah pemberian obat tersebut dihentikan. Namun beberapa kasus dapat berkembang menjadi masalah hati serius jika kerusakan hati (liver) sudah terlanjur parah. Obat-obatan yang cenderung berinteraksi dengan sel-sel hati (liver) antara lain halotan (biasa digunakan sebagai obat bius), isoniasid (antibiotik untuk TBC), metildopa (obat anti hipertensi), fenitoin dan asam valproat (obat anti epilepsi) dan parasetamol (pereda demam). Jika dikonsumsi sesuai dosis yang dianjurkan, parasetamol merupakan obat yang aman. Namun jika dikonsumsi secara berlebihan parasetamol dapat menyebabkan kerusakan hati (liver) yang cukup parah bahkan kematian. Selain obat-obatan ada beberapa jenis polutan yang dapat merusak sel-sel hati (liver) yaitu alfatoksin, arsen, karboijn tetraklorida, tembaga dan vinil klorida. Mekanisme Hepatotoksisitas Mekanisme jejas hati karena obat yang mempengaruhi protein transport pada membran kanalikuli dapat terjadi melalui mekanisme apoptosis hepatosit karena asam empedu. Terjadi penumpukan asam-asam empedu di dalam hati karena gangguan transport pada kanalikuli yangmenghasilkan translokasi Fas sitoplasmik ke membran plasma, dimana reseptor-reseptor ini mengalami pengelompokan sendiri dan memacu kematian
sel
melalui
apoptosis.
Disamping
itu,
banyak
reaksi
hepatoseluler melibatkan sistem sitokrom P-450 yang mengandung heme dan menghasilkan reaksi-reaksi energi tinggi yang dapat membuat ikatan kovalen obat dengan enzim, sehingga menghasilkan ikatan baru yang tidak punya peran. Kompleks enzim-obat ini bermigrasi ke permukaan sel di dalam vesikel-vesikel untuk berperan sebagai imunogen-imunogen sasaran serangan sitolitik sel T, merangsang respons imun multifaset yang melibatkan sel-sel sitotoksik dan berbagai sitokin. Obatobat tertentu menghambat fungsi mitokondria dengan efek ganda pada beta-oksidasi dan enzim-enzim rantai respirasi. Metabolit-metabolit toksis yang dikeluarkan dalam empedu dapat merusak epitel saluran empedu.6
8
Kerusakan dari sel hepar terjadi pada pola spesifik dari organella intraseluler yang terpengaruh. a. Kerusakan hepatosit Ikatan kovalen dari obat ke protein intraseluler dapat menyebabkan penurunan ATP, menyebabkan gangguan aktin. Kegagalan perakitan benang-benang aktin di permukaan hepatosit menyebabkan rupturnya membran hepatosit. b. Gangguan protein transport Obat yang mempengaruhi protein transport di membran kanalikuli dapat mengganggu aliran empedu. Hilangnya proses pembentukan vili dan gangguan pompa transport misal multidrug resistance–associated protein 3 (MRP3) menghambat ekskresi bilirubin, menyebabkan kolestasis. c. Aktivasi sel T sitolitik Ikatan kovalen dari obat pada enzim P-450 dianggap imunogen, mengaktifkan sel T dan sitokin dan menstimulasi respon imun multifaset. b. Apoptosis hepatosit Aktivasi jalur apoptosis oleh reseptor Fas TNF menyebabkan berkumpulnya caspase interseluler, yang berakibat pada kematian sel terprogram (apoptosis). c. Gangguan mitokondria Beberapa obat menghambat fungsi mitokondria dengan efek ganda pada α-oksidasi (mempengaruhi produksi energi dengan cara menghambat sintesis dinuclotide adenin nicotinamide dan dinucleotide adenin flavin, yang menyebabkan menurunnya produksi ATP) dan enzim rantai respirasi. d. Kerusakan duktus biliaris Metabolit racun yang diekskresikan di empedu dapat menyebabkan kerusakan epitel duktus biliaris. Secara patofisiologik, obat yang dapat menimbulkan kerusakan pada hati dibedakan atas dua golongan yaitu hepatotoksin yang predictable dan yang unpredictable. a. Predictable Drug Reactions (intrinsik), merupakan obat yang dapat dipastikan selalu akan menimbulkan kerusakan sel hepar bila diberikan kepada setiap penderita dengan dosis yang cukup tinggi. Dari golongan ini ada obat yang langsung merusak sel hati, ada pula yang merusak secara tidak langsung yaitu dengan mengacaukan metabolisme atau faalsel hati. Obat hepatotoksik predictable yang langsung merusak sel 9
hatiumumnya tidak digunakan lagi untuk pengobatan. Contohnya ialah karbon tetraklorid dan kloroform. Hepatotoksin yang predictable yangmerusak secara tidak langsung masih banyak yang dipakai misalnya parasetamol, tetrasiklin, metotreksat, etanol, steroid kontrasepsi danrifampisin. Tetrasiklin, etanol dan metotreksat menimbulkan steatosisyaitu degenerasi lemak pada sel hati. Parasetamol menimbulka nnekrosis, sedangkan steroid kontrasepsi dan steroid yang mengalamialkilasi pada atom C--17 menimbulkan ikterus akibat terhambatnya pengeluaran empedu. Rifampisin dapat pula menimbulkan ikterus karena mempengaruhi konjugasi dan transpor bilirubin dalam hati. b. Unpredictable Drug Reactions/Idiosyncratic drug reactions, merupakan obat yang menimbulkan kerusakan hati namun bukan disebabkan karena toksisitas intrinsik dari obat, tetapi karena adanya reaksi idiosinkrasi yang hanya terjadi pada orang-orang tertentu. Ciri dari kelainan yang bersifat idiosinkrasi ini ialah timbulnya tidak dapat diramalkan dan biasanya hanya terjadi pada sejumlah kecil orang yang rentan. Menurut sebab terjadinya, reaksi yang berdasarkan idiosinkrasi ini dapat dibedakan dalam dua golongan yaitu karena reaksi hipersensitivitas dan karena kelainan metabolisme. - Reaksi Hipersensitivitas Biasanya terjadi setelah satu sampai lima minggu dimana terjadi proses sensitisasi. Biasanya dijumpai tanda-tanda sistemik berupa demam, ruam kulit, eosinofilia dan kelainan histologik berupa peradangan granulomatosa atau eosinofilik pada hati. Dengan memberikan satu atau dua challenge dose, gejala-gejala di atas biasanya segera timbul lagi. -
Reaksi idiosinkrasi karena kelainan metabolisme ( Metabolic-idiosyncratic ) Mempunyai masa laten yang sangat bervariasi yaitu antara satu minggu sampai lebih dari satu tahun. Biasanya tidak disertai demam, ruam kulit,eosinofilia maupun kelainan histopatologik yang spesifik seperti di atas. Dengan memberikan satu atau dua challenge dose kelainan ini tidak dapat diinduksi untuk timbul lagi; untuk ini obat perlu diberikan lagi selama beberapa hari sampai beberapa minggu. Hal ini menunjukkan bahwa diperlukan waktu yang cukup lama agar penumpukan metabolit. Implikasi Klinik 10
Gambaran klinik hepatotoksitas imabas obat sulit di bedakan secara klinik dengan penyakit hepatitis atau klolestasis dengan etiologi lain. Riwayat pemakaian obat-obatan atau substansi hepatotoksik lain harus dapat di ungkap onset umumnya cepat lelah , malaise, dan ikterus, serta dapat terjadigagal hati akut yang berat terutama bila pasien masi meminum obat tersebut setelah onset hepatotoksisitas. Apabila jejas hepatosit lebih dominan maka kadar aminotransferase dapat meningkat hingga paling tidak lima kali batas atas normal, sedangkan kenaikan kadar fosfatase alkali dan bilirubin menonjol pada kholestasis. Mayoritas reaksi obat idiosinkratik melibatban kerusakan hepatosit seluruh lobul hepatic dengan derajat nekrosis dan apoptosis bervariasi. Pada kasus ini gejala hepatitis biasanya muncul dalam beberapa hari atau minggu sejak mulai minum obat dan mungkin terus berkembang bahkan sesudah obat penyebab di hentikan pemakaianya . Beberapa obat menunjukkan reaksi alergi yang menonjol, seperti phenytoin yang berhubungan dengan demam, limfadenopati, rash, dan jejas hepatosit yang berat. Pemulian reaksi imunologik umumnya lambat sehingga di duga allergen tetap bertahap di hepatosit selama berminggu - minggu bahkan berbulan-bulan. Overdosis asetaminofen ( lebih dari 4 gr per 24 jam) merupakan contoh hepatotoksisitas obat yang tergantung dosis yang dengan cepat menyebabkan jejas hepatosit terutama area sentrilobuler. Kadar aminotranserase biasanya sangat tinggi, dapat melebihi 3500UI/L.6 Berdasarkan international consensus criteria, maka diagnosis hepatotoksisitas imbas oabt berdasarkan: -
Waktu mulai dari minum dan berhentinya minum obat sampai awitan reaksi nyata adalah sugestif (5-90 hari dari awal minum obat) atau kompatibel ( <5 hari atau >90 hari sejak mulai minum obat dan <15 hari dari penghentian obat untuk reaksi hepatoseluler dan <30 hari dari penghentian obat untuk reaksi kolestasis) dengan hepatotoksisitas obat.
-
Perjalanan reaksi sesudah penghentian obat adalah sangat sugestif (enzim hati turun 50% dari konsentrasi diatas batas atas normal dalam 8 hari) atau sugestif (enzim hati turun 50% dalam 30 hari untuk reaksi hepatoseluler dan 180 hari untuk reaksi kolestatik) dari reaksi obat 11
-
Alternatif sebab lain dari reaksi telah dieksklusi dengan pemeriksaan teliti, termasuk biopsi hati
-
Adanya respon positif pada paparan ulang obat yang sama paling tidak kenaikan 2 x lipat enzim hati.6 Penyakit Hati Akibat Obat Anti Tuberkulosis Pada pada waktu akhir-akhir ini pemberantasan TBC paru telah di laksanakan
dengan pemberian antibakterisidal
antituberkulosis. Untuk memperluas cakupan
pengobatan dan mencegah resistensi sering di berikan pengobatan gabungan 3 atau 4 macam obat. Pemakaian obat untuk pengobatan TBC paru yaitu Isoniasid, Rifampisin, piranzamid,etambutol, dan tioasetazon. Rifampisin
450/600/mg/sehari, etambutol 1gr/hari selamam pengobatan 3
bulan di lihat adanya kenaikan 38,5% untuk SGOT dan 25 % untuk SGPT. Yang menyebabkan hepatotoksisitas adalah Isoniasid sebab itu di kenal Isoniasid hepatotoksisitas. Pada binatang percobaan bila Rifampisin di berikan tungga walaupun dengan dosis tinggi tidak terjadi keadaan hepatotoksisitas. Oleh karenanya ’ rimfapisin hepatitis’ yang pernah yang pernah di laporkan pertama kali tidak di pandang tepat lagi. Rimfapisin mempunyai efek perangsang ensim, sehingga bila di gabung dengan Isoniasid akan menyebabkan sifat hepatotoksisitas isoniasid bertambah berat. F. Epidemiologi
Angka kejadian hepatitis akut et causa obat-obatan sebagian besar tidak diketahui dengan pasti, hal ini dikarenakan penelitian prospektif pada populasi yang berhubungan dengan kerusakan hati yang diakibatkan oleh obat masih relatif rendah. Angka kejadian penyakit ini pada populasi umum diperkirakan 1-2 kasus per 100.000 orang pertahun. Pada pusat rujukan tersier kira-kira terdapat 1,2% hingga 6,6% kasus penyakit hati akut yang diakibatkan oleh hepatitis akut et causa obatobatan. Sedangkan estimasi insidens penyakit ini adalah 14 per 100.000 pasien per tahun pada penelitian prospektif yang dilakukan di Prancis bagian utara, yang berarti 10 kali lebih tinggi dari rata-rata yang dilaporkan oleh penelitian lain. Laporan terbaru 12
mengindikasikan bahwa hepatitis akut et causa obat-obatan dan alkohol terjadi dalam 1/100 pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam. Hepatitis akut et causa obatobatan adalah kejadian yang jarang tetapi terkadang menjadi penyakit yangserius. Diagnosis yang cepat dan akurat sangat penting di dalam praktek sehari-hari. Di negara-negara barat, penyebab mayoritas hepatitis akut et causa obat-obatan adalah obat antibiotik, antikonvulsan dan agen psikotropika. Laporan lain menyebutkan bahwa Asetaminofen merupakan penyebab utama hepatitis akut et causa obat-obatan di
negara-negara
barat.
Di Amerika
Serikat,
amoksisilin/klavulanat,
INH,
nitrofurantoin danflorokuinolons adalah penyebab hepatitis akut et causa obat-obatan yang terbanyak. Perbedaan diantara penelitian di AS dan Eropa dikarenakan terdapat perbedaan di dalam penggunaan obat-obat yang diterima di masing-masing negara dan kebiasaandi dalam meresepkan obat. Di negara Asia, herbal dan suplemen diet adalah penyebab paling sering dari hepatitis akut et causa obat-obatan. Herbal dan suplement diet baru-baru ini menyebabkan kurang dari 10% kasus hepatitis akut et causa obat-obatan di negara-negara barat. G. Etiologi Cedera hati dapat menyertai inhalasi, ingesti atau pemberian secara parenteral dari sejumlah obat farmakologis dan bahan kimia. Terdapat kurang lebih 900 jenis obat, toksin dan herbal yang telah dilaporkan dapat mengakibatkan kerusakan pada sel-sel hati. Beberapa diantaranya seperti pada tabel 1 dibawah ini merupakan penyebab paling sering dari Drug Induced Liver Injury. Tabel 1. Obat-obat yang telah dilaporkan dapat menyebabkan DrugInduced Liver Injury
13
Penelitian yang dilakukan oleh Kazuto Tajiri and Yukihiro Shimizu di Jepang mengungkapkan bahwa penyebab dari Drug Induced Liver Injury diantaranya adalah asetaminofen
(16,9%),
anti-HIV
seperti
Stavudine,Didanosine,
Nepirapine,
Zidovudine (16,8%), Troglitazone (11,7%), antikonvulsan seperti Asam Valproat dan phenitoin
(10,3%),
anti
kanker
(12,3%)yang
meliputi
Flutamide
(3,3%),
Cyclophosphamide (3,1%), Methotrexate. H. Pathogenesis Metabolisme Obat Sebagian besar obat bersifat lipofilik sehingga membuat mereka mampu menembus membran sel intestinal. Obat kemudian diubah lebih hidrofilik melalui proses-proses biokimiawi di dalam hepatosit, menghasilkan produk- produk larut air yang diekskresi ke dalam urin atau empedu. Biotransformasi hepatik ini melibatkan jalur oksidatif utamanya melalui sistem enzim sitokrom P-450.
14
Gambar 1. Metabolisme Obat Sistem Enzim yang Berperan Dalam Detoksifikasi a. Sistem tahap I Sistem detoksifikasi tahap I, melibatkan terutama enzim supergen sitokrom P-450, secara umum merupakan enzim pertahanan pertama melawan bahan asing. Sebagian besar bahan kimia dimetabolisme melalui biotransformasi tahap I. Pada reaksi umum tahap I, enzim sitokrom P-450 (CYP450) menggunakan oksigen dan sebagai kofaktor, NADH, untuk menambah kelompok reaktif, misalnya hidroksil radikal. Sebagai hasil dari tahap ini dalam detoksifikasi, diproduksi suatu molekul reaktif yang lebih toksik daripada molekul awal. Apabila molekul reaktif ini tidak berlanjut pada metabolisme selanjutnya, yaitu tahap II (konjugasi), dapat menyebabkan kerusakan pada protein, RNA, dan DNA di dalam sel. Beberapa penelitian menunjukkan bukti terhadap hubungan antara terjadinya induksi tahap I dan/atau berkurangnya aktivitas tahap II dengan meningkatnya resiko penyakit, misalnya kanker, SLE, dan penyakit Parkinson. b. Sistem tahap II Reaksi konjugasi pada tahap II umumnya mengikuti aktivasi tahap I,dimana akan mengakibatkan xenobiotik yang telah larut air dapat diekskresikan melalui urin atau empedu. Beberapa macam reaksi konjugasi terdapat di dalam tubuh, termasuk glukoronidasi, sulfas, dan konjugasi glutation serta asam amino. Reaksi ini memerlukan kofaktor yang tercukupi melalui makanan. Banyak yang diketahui mengenai peran dari sistem enzim tahap I pada metabolism bahan kimia seperti halnya aktivasinya oleh racun lingkungan dan komponen makanan tertentu. Walau begitu, peran detoksifikasi tahap I pada praktek klinik tidak terlalu diperhatikan. Kontribusi dari sistem tahap II lebih diperhatikan dalam penelitian dan praktek klinik. 15
Dan hanya sedikit yang diketahui saat ini mengenai peran sistem detoksifikasi pada metabolism zat endogen. I. Factor resiko Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya Drug Induced Liver Injury antara lain: a. Ras Beberapa obat memiliki perbedaan toksisitas terhadap ras tertentu. Misal, ras kulit hitam akan lebih rentan terhadap toksisitas isoniazid. Laju metabolisme dikontrol oleh enzim P-450 dan itu berbeda pada tiap individu. b. Umur Reaksi obat jarang terjadi pada anak-anak. Resiko kerusakan hepar meningkat pada orang dewasa oleh karena penurunan klirens, interaksi obat, penurunan aliran darah hepar, variasi ikatan obat, dan volume hepar yang lebih rendah. Ditambah lagi, kurangnya asupan makanan, infeksi,dan sering keluar masuk rumah sakit menjadi alasan penting akan terjadinya hepatotoksisitas obat. c. Jenis Kelamin Walaupun alasannya tidak diketahui, reaksi obat pada hepar lebih banyak pada wanita. d. Konsumsi alkohol Peminum alkohol akan lebih rentan pada toksisitas obat karena alkohol menyebabkan kerusakan hepar dan perubahan sirotik yang mengubah metabolisme obat. Alkohol menyebabkan deplesi simpanan glutation yangmenyebabkannya lebih rentan terhadap toksisitas obat. e. Penyakit hepar Pada umumnya, pasien dengan penyakit hati kronis tidak semuanya memiliki peningkatan resiko kerusakan hepar. Walaupun total sitokrom P-450 berkurang, beberapa orang mungkin terpengaruh lebih dari yanglainnya. Modifikasi dosis pada penderita penyakit hati harus berdasarkan pengetahuan mengenai enzim spesifik yang terlibat dalam metabolisme. Pasien dengan infeksi HIV dan Hepatitis B atau C, resiko efek hepatotoksik meningkat jika diberikan terapi antiretroviral. Pasien dengansirosis juga resikonya meningkat terhadap dekompensasi pada obat. f. Faktor genetik 16
Gen unik mengkode tiap protein P-450. Perbedaan genetik pada enzim P-450 menyebabkan reksi abnormal terhadap obat, termasuk reaksi idiosinkratik. Debrisoquine merupakan obat antiaritmia yang menyebabkan rendahnya metabolisme karena ekspresi dari P-450-II-D6. Hal ini dapat di identifikasi dengan amplifikasi PCR dari gen mutasi. g. Penyakit lain Seseorang dengan AIDS, malnutrisi, dan puasa lebih rentan terhadap reaksi obat karena rendahnya simpanan glutation. h. Formulasi obat Obat-obatan long-acting lebih menyebabkan kerusakan hepar dibandingkan dengan obat-obatan short-acting. J. Penatalaksanaan Kecuali
penggunaan
N-acetylcysteine
untuk
keracunan
asetaminofen
(parasetamol), tidak ada anti dotum spesifik terhadap setiap obat. Terapi efek hepatotoksik obat terdiri dari penghentian segera obat-obatan yang dicurigai. Jika dijumpai reaksi alergi berat dapat diberikan kortikosteroid, meskipun belum ada bukti penelitian klinis dengan kontrol. Demikian juga penggunaan ursodiol pada keadaan kolestatik. Pada obat-obatan tertentu seperti amoksisilin, asam klavulanat dan fenitoin berhubungan dengan sindrom dimana kondisi pasien memburuk dalam beberapa minggu sesudah pengobatan dihentikan dan perlu waktu berbulan-bulan untuk pulih sepertisedia kala. Prognosis gagal hati akut karena reaksi idiosinkratik obat buruk,dengan angka mortalitas lebih dari 80%. K. Pencegahan Membeli obat sesuai dengan aturan resep dari dokter Hati-hati dalam penggunan herbal dan suplemen Jangan mencampur penggunaan obat dan alcohol Hati-hati dengan paparan bahan kimia Lindungi anak-anak dari semua obat, herbal dan suplemen 17
L. Komplikasi Komplikasi dari hepatitis akut adalah : Peningkatan tekanan di vena porta Darah dari usus, lien dan pancreas masuk ke hati melalui vena porta. Jika ada kerusakan pada jaringan hati maka akan terjadi bendungan sirkulasi darah yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan pada vena porta. Pelebaran vena Ketika ada pembendungan di vena porta maka darah akan mengalir kembali ke perut, esophagus dan traktus intestinal bagian bawah. Gagal hati Sirosis hati
I. Pognosis Prognosis sangat bervariasi tergantung pada presentasi pasien dan tahap kerusakan hati. Dalam sebuah penelitian prospektif yang dilakukan di Amerika Serikat dari 1998-2001, tingkat kelangsungan hidup keseluruhan dari pasien (termasuk mereka yang menerima transplantasi hati) adalah 72%. Hasil dari gagal hati akut ditentukan oleh etiologi, derajat ensefalopati hepatik ini, setelah masuk, dan komplikasi seperti infeksi.
KESIMPULAN Mengidentifikasi reaksi obat dengan pasti adalah hal yang sulit, tetapi kemungkinan sekecil apapun adanya reaksi terhadap obat harus di pertimbangan pasa setiap pasien dengan disfungsi hati.
DAFTAR PUSTAKA 18
1. Bicley S. Lynn. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & riwayat Kesehatan Bates. Edisi 8. Jakarta : EGC; 2009 ; hal 344-349. 2. The Medscape Journal of Medicine. Hepatitis Alkohol. 2 Desember 2009. Diunduh dari emedicine medscape.com, 15 juni 2011. 3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kapita seleksa kedokteran jilid I. Edisi 3. Jakarta. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia ; 2007; hal 511,513, 410. 4. Rubenstein David, Wayne David, Bradley John. Lecture Notes Kedokteran Klinis. Edisi 6: Jakarta: Penerbit Erlangga ; 2005; hal 245-246. 5. Underwood JCE. Patologi umum dan sistemik. Vol 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000; hal 482. 6. Bayupurna Putut. Hepatotoksisitas Imbas Obat Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I.
Edisi 5: Jakarta : Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009 ; hal 708-710.
19