r
Healthy Food Industry sebagai Sumber Pertumbuhan dan Pemerataan; Strategi dan Peran ABG Dahrul Syah Departemen IImu dan Teknologi Pangan, Fateta - IPB Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology Center, IPB
Our food should be our medicine. Our medicine should be our food. Hippocrates 377
Be
Pengantar Sebelum masuk lebih jauh , perlu ditegaskan disini bahwa penulis sengaja menambahkan frase sumber pertumbuhan dan pemerataan di dalam judul makalah. Hal ini didasari oleh kegalauan penulis akan makin tajamnya kesenjangan di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang dinikmati Indonesia dalam 15 tahun terakhir harus dibayar dengan meningkatnya rasio gini yang merupakan tolok ukur kesenjangan . Pada kurun waktu 1999-2014 koefisien korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan rasio gini mencapai angka 0,645. Fakta ini seharusnya memberikan tanda bahaya bagi kita semua, bahwa strategi pembangunan untuk mendongkrak pertumbuhan yang selama ini dilakukan akan dibarengi dengan meningkatnya kesenjangan . Fakta ini seyogyanya menyadarkan kita bahwa dibutuhkan cara pandang lain dalam memaknai pembangunan ekonomi dan cara-cara kita dalam menciptakan suasana kondusif untuk tumbuhnya kegiatan ekonomi, sehingga pertumbuhan yang dinikmati akan diikuti oleh penurunan kesenjangan . Pola pikir dan cara pandang ini seyogyanya dipakai pula dalam mengembangkan industry pangan fungsional yang memiliki keterkaitan hulu-hilir yang sangat kuat. Hal ini tidak terlepas dari besarnya potensi biodiversitas yang dapat dijadikan landasan pengembangan industry pangan fungsional. Persoalahan ekonomi riil yang dihadapi oleh Indonesia dapat diformulasikan dalam empat pertanyaan berikut ini , (1) Bagaimana mendorong pertumbuhan (Pro Growth) , (2) Bagaimana menyediakan lapangan kerja (Pro Job), (3) Bagaimana mengurangi kemiskinan (Pro Poor) , (4) Bagaimana memberdayakan daerah (Pro Pemda). Keempat pertanyaan tersebut harus dijawab secara simultan dengan masukan Teknologi yang sesuai dan berlandaskan kepada potensi yang dimiliki. Pernyataan di atas sangatlah relevan untuk diungkapkan dalam pengembangan healthy food industry yang dalam makalah ini dipadankan . dengan industry pangan fungsional.
1
MAKALAH PADA KONFERENSI PDMA INDONESIA & CIC "FACING ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 THROUGH PRODUCT DEVELOPMENT AND INNOVATION STRA TEGIES". JAKARTA 22 OKTOBER 2014
Berangkat dari latar belakang di atas, tujuan penulisan makalah ini adalah memberikan gambaran perkembangan healthy food industry (dalam hal ini dipadankan dengan industri pangan fungsional) di Indonesia dan strategi yang diperlukan agar ABG yang terkait dengan industri pangan fungsional dapat bersinergi. Strategi dan sinergi dilakukan sedemikian rupa sehingga industri pangan fungsional dapat menjadi penggerak prima pertumbuhan dan pemerataan.
Definisi dan Perkembangan Healthy Food dan Pangan Fungsional Sebagaimana disebutkan dimuka, pengertian healthy food pada makalah ini disamakan dengan pengertian pangan fungsional yang banyak digunakan di berbagai negara. Selain pangan fungsional (functional food), pengertian yang juga banyak dipakai adalah FOSHU (Foods for Specialized Health Use) dan health food. Beberapa definisi yang banyak digunakan untuk menggambarkan ketiga istilah tersebut di atas adalah sebagai berikut. •
'Foods which provide a health benefit beyond basic nutrition '. (International Food Information Council)
•
Those foods in which concentrations of one or more ingredients have been manipulated on modified to enhance their contribution to a healthful diet'. (Institute of Medicine of the National Academy of Sciences)
•
A food, either natural or formulated, which will enhance physiological performance or treat diseases and disorders (Wildman, 2001).
•
Pang an Olahan yang mengandung satu atau lebih komponen pangan yang berdasarkan kajian ilmiah kajian ilmiah kajian ilmiah kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu diluar fungsi diluar fungsi diluar fungsi diluar fungsi dasarnya dasarnya dasarnya dasarnya , terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan . (BPOM)
Terlihat dari definisi di atas, pangan fungsional dapat berupa pangan utuh yang tidak mengalami perubahan sama sekali dan dapat juga berupa pangan yang telah mengalami pengolahan atau modifikasi . Bahan pangan yang termasuk golongan pertama adalah buah dan sayur yang sudah lama diketahui banyak mengandung komponen bioaktif. Sedangkan yang termasuk dalam golongan kedua adalah bahan-bahan hasil olahan maupun modifikasi atau pengayaan zat gizi atau bahan aktif lain. Istilah lain yang juga sering dipadankan dengan golongan kedua ini adalah nutraceutical. Mengacu kepada Wildman (2001), definisi dari istilah ini adalah "chemicals found as a natural component of foods or other ingestible forms that have been determined to be beneficial to the human
2
body in preventing or treating one or more diseases or improving physiological performance".
Dari definisi dan pengertian di atas, dapat ditarik pengertian bahwa pangan fungsional berbasis kepada keberadaan suatu komponen yang memiliki aktivitas biologi/fisiologi tertentu. Komponen ini kemudian diistilahkan dengan nutrasetikal. Keberadaan komponen dapat diamati pad a bahan pangan segar atau terolah minimal ataupun ditambahkan ke dalam pangan olahan sebagai salah satu ingredient. Komponen bioaktif ini dapat dikategorikan berdasarkan asal bahan pangan (hewani atau nabati), berdasarkan mekanisme kerjanya (anti kanker, anti oksidan, anti inflammasi , pengaruh posiitif terhadap profil lipid darah dan perlindungan tulang) atau berdasarkan karakteristik kimiawinya (isoprenoid, senyawa fenol, protein/asam amino, karbohidrat dan turunannya, asam lemak dan turunannya , mineral dan probiotik serta prebiotic). Hal ini membawa konsekuensi bahwa pengembangan industry pangan fungsional akan memiliki rentang opsi yang lebar sejak bahan segar hingga fabricated food . Dalam beberapa tahun terakhir, industry pangan fungsional mengalami perkembangan yang cukup mengesankan. Pasar pangan fungsional di Amerika telah mencapai 4% dari nilai industry pangan secara keseluruhan dengan nilai absolut 20,2 milyar USD. Perkembangan pasar tahunan rata-rata (Average Annual Growth Rate, AAGR) diperkirakan sebesar 13,3 %. Hal yang sama terlihat juga di Jepang yang ditandai oleh peluncuran 1400 pangan dan minuman fungsional sejak tahun 1988. Pada sisi benua lain yaitu Eropa nilai pasar untuk pangan fungsional dan suplemen pangan mencapai 31,6 milyar USD. Perkembangan industri pangan fungsional di Indonesia dapat diikuti berdasarkan jumlah permohonan pendaftaran yang diajukan ke BPOM. Perkembangan pengajuan dalam beberapa tahun terakhir disajikan pada gam bar berikut.
3
3300 3200 3100 3000 2900 2800 2700 2600 2500 2009
2010
2011
2012
2013
Gambar 1. Perkembangan jumlah pendafiaran pangan fungsional (Sparringa, 2014) Terlihat dari gambar terjadi penurunan pendafiaran pangan fungsional di tahun 2012 dan 2013. Hal ini tidak terlepas dari makin ketatnya persyaratan klaim kesehatan sebagai bagian dari upaya perlindungan konsumen dari informasi yang tidak didukung oleh bukti ilmiah yang sahih. Meskipun demikian jumlah produk yang diluncurkan ke pasar relatif masih cukup banyak. 8eberapa alasan yplng mengemuka adalah sebagai berikut. •
Kecenderungan pengobatan sendiri atau otonomi di dalam perawatan kesehatan . Pangan fungsional dirancang sedemikian rupa sehingga mendapatkan citra sebagai produk yang peduli terhadap kebutuhan konsumen dan dilengkapi dengan informasi serta label yang sesuai.
•
Peningkatan biaya kesehatan , sehingga upaya pencegahan melalui pola konsumsi yang sehat lebih menguntungkan.
•
Makin banyaknya bukti bahwa diet yang sesuai dapat menghambat tumbuhnya dan perjalanan penyakit.
•
Peningkatan umur harapan hid up, sehingga timbul kebutuhan pangan menyehatkan terutama untuk kelompok umur dewasa.
•
Perubahan dalam peraturan pangan yang memungkinkan bahan pangan mengandung senyawa-senyawa bioaktif selain zat-zat gizi.
4
Strategi Pengembangan Industri Pangan Fungsional dan Peran ABG Pengembangan industri pangan fungsional di Indonesia dapat dipandang sebagai pengembangan rantai nilai dari kekayaan biodiversitas yang ada. Rantai nilai dan keseluruhan nilai tambah di sepanjang rantai merupakan penggerak dasar hampir semua jenis bisnis termasuk bisnis pangan fungsional. Adanya nilai tambah inilah yang menarik para investor untuk menanamkan modalnya. Sepanjang situasi kondusif untuk penumbuhan rantai nilai dari kekayaan biodiversitas yang memiliki khasiat dapat diciptakan, maka bisnis ini pasti akan berkembang . Secara filosofis penumbuhan rantai nilai dengan berbasiskan kepada potensi lokal merupakan strategi jitu untuk menggerakkan ekonomi daerah berdasarkan potensi yang dimilikinya. Nilai tambah yang didapat inilah yang diharapkan dapat menumbuhkan lapangan kerja dan pendapatan bagi masyarakat setempat. Era otonomi daerah dan keragaman potensi di Indonesia makin membuka peluang dilaksanakannya strategi ini. Kerangka pikir inilah seyogyanya digunakan dalam pengembangan industry pangan fungsional. Tahap pertama pelaksanaan kerangka pikir ini adalah mengidentifikasi potensi lokal yang dapat diramu sedemikian rupa sehingga menguatkan industri pangan fungsional yang dibangun di daerah tersebut. Istilah lain yang juga sering dikaitkan dengan potensi/sumberdaya lokal adalah indigenous resources yang didefinisikan sebagai "set of knowledge and technology existing and developed in, around and by specific indigenous communities (people) in an specific area Dengan kata lain seluruh sumberdaya lokal I indigenous (environment}". resources dioptimalkan untuk (1) menggerakkan ekonomi masyarakat dalam rangka penciptaan lapangan kerja dan pendapatan serta (2) meningkatkan keragaman produk pangan fungsional yang sesuai dengan tuntutan pasar dan konsumen. Teknologi dapat berperan sebagai penghela tumbuhnya industri pangan fungsional berbasis potensi lokal yang dapat menggerakkan ekonomi masyarakat dan menghasilkan produk pangan fungsional secara simultan. Secara skematis hal ini dapat digambarkan sebagai berikut.
5
Nila; Tambah d; Sepanjang Ranta; Pengembangan Bisnis
Pengolahan Scale-up
AspekLoka/ Industri Pangan Fungsionl Berbasiskan Lokal
Pertanian dan Pengolahan Primer
Gaya Hidup Sehat, Kebiasaan Makan
Kebijakan dan Dukungan Pemerintah
Gambar 2. Peran Teknologi di Sepanjang Rantai Nilai Komoditi Jelas terlihat dari diagram di atas bahwa harus tercipta tarikan teknologi di sepanjang rantai nilai sehingga tercipta keterkaitan hulu hilir dan pada akhirnya mendorong tumbuhnya kegiatan ekonomi yang mengakar kepada potensi yang <jlda. Helaan nilai tambah terhadap tumbuhnya industri pangan fungsional berbasis potensi lokal diwujudkan dalam 2 bentuk yaitu teknologi proses dan penggandaan skala serta strategi bisnis yang relevan. Kedua hal ini biasanya merupakan muara dari proses-proses penelitian dan kajian yang telah dilakukan oleh para peneliti baik di lembaga pemerintah maupun swasta. Aspek lokal dalam pengembangan industri pangan fungsional pada gambar di atas diwujudkan dalam bentuk bah an baku lokal sebagai hasil dari proses produksi pertanian dan pengolahan primer, spesifikasi produk sebagai hasil dari kajian dalam gaya hidup sehat dan kebiasaan makan serta situasi kondusif dalam bentuk lingkungan strategis sebagai hasil dari kajian dalam bidang kebijakan dan dukungan pemerintah. Perpaduan berbagai aspek dalam dimensi nilai tambah dan kelokalan inilah yang berperan dalam menggerakkan ekonomi masyarakat dan beragam produk pangan internasional. Untuk mencapai kedua tujuan tersebut di atas, diperlukan keterpaduan sejak perencanaan hingga implementasi. Keterpaduan hulu-hilir be rawa I sejak prosesproses di on-farm, di pengolahan hingga tingkat konsumsi. Butir penting dari
6
strategi ini adalah terdapatnya satu kesatuan manajemen di sepanjang rantai nilai manajemen . Sebagaimana industri pad a umumnya, pengembangan produk akan mengikuti kaidah-kaidah pengembangan dan daur hidup prod uk. Secara umum daur hidup produk terdiri dari tahap pengembangan, pengenalan , pertumbuhan , pendewasaan , kejenuhan dan akhirnya tahap penurunan. Secara skematis keberadaan tahap-tahap ini dapat digambarkan dalam diagram berikut. Pengembangan l Pengenalan
c co
I I I I I I I I I I
01 C ::J
.......
C ::J Q)
~
...........
c co co
.::J ....,
I
Pertumbuhan
I I I I I I I I I I
I
Kerugi~m
C
Q)
a..
I
I
Jenuh
Pendewasaan
I I I I I I I I I I
Penurunan
I
I
I I I I
I I I I
I I
I I I
I
I
DfI-IP I
Keuntungiln
~
:
; I
I
"
Titik Impa~
Wak~u I I
Gambar 3. Daur hidup, tahap pengembangan produk pangan fungsional dan arus kas yang uang Sebagaimana disajikan pada gambar di atas, daur hidup produk pangan fungsional akan melalui tahapan pengembangan, pengenalan , pertumbuhan, pendewasaan, jenuh dan penurunan. Pada tahap-tahap inilah seluruh pemangku kepentingan terutama para peneliti dan pengembang (Academician ; A) , pelaku usaha (Businessman ; B) dan pihak pemerintah (Government; G) baik pusat dan daerah akan memainkan peran. Peran ABG harus dilakukan sedemikian rupa sehingga terjadi sinergi yang memberikan resultante maksimal. Orkestrasi pelaksanaan peran inilah yang merupakan tantangan terbesat agar pengembangan industry pangan fungsional dapat menjadi sumber pertumbuhan dan pemerataan secara simultan. Peran Akademisi (Peneliti dan Pengembang) Akademisi yang berperan penting dalam pengembangan industry pangan fungsional adalah para peneliti dan pengembang (R&D). Jika dirinci peran akademisi dapat dijabarkan sebagai berikut. •
Pada tahap pengembangan para akademisi berperan dalam mengolah ide awal tentang produk yang pada umumnya berasal dari pelaku usaha.
7
•
•
•
•
Pad a tahap ini produk dirancang sedemikian rupa sehingga memanfaatkan potensi local secara maksimum. Untuk itu akademisi harus mendampingi pihak pemerintah daerah dalam mengidentifikasi potensi local yang dapat dimobilisasi dalam mengembangan pangan fungsional tersebut. Hasil dari langkah ini adalah aliran proses yang harus dilakukan terhadap bahan hingga dihasilkan produk yang diharapkan dalam bentuk purwarupa dari prod uk. Selain merumuskan teknis prod uk, akademisi juga harus merumuskan rantai pasokan yang memungkinkan keterlibatan berbagai pihak sebagai salah satu mekanisme pemerataan . Untuk pangan fungsional rumusan rantai pasokan dimulai sejak produksi bahan baku hingga produk yang siap memasuki pasar. Akademisi juga berperan dalam memperkuat strategi 4 P yang akan dilakukan oleh para pelaku usaha. Kajian-kajian akademis yang dapat memperkuat kebijakan terkait prod uk, harga, promosi dan distribusi seyogyanya menjadi dasar gerak langkah para pelaku usaha. Lebih jauh para akademisi juga harus berperan dalam merumuskan strategi kelembagaan usaha yang dapat memfasilitasi tumbuhnya rantai pasok yang berkeadilan.
Peran Pelaku Usaha Prinsip dasar yang harus ditumbuhkan agar para pelaku usaha tertarik untuk berperan dalam pengembangan pangan fungsional adalah adanya situasi kondusif untuk tumbuhnya bisnis yang menguntungkan. Jika dirinci peran para pelaku usaha dapat dijabarkan sebagai berikut. •
•
•
Pad a tahap pengembangan para pelaku usaha berperan dalam melahirkan ide produk pangan fungsional yang dapat diterima oleh konsumen dan pasar. Para pelaku usaha akan menelaah karakteristik produk yang menurut naluri dan data bisnis yang dimilikinya akan sukses di pasar dan disukai oleh konsumen . Hasil dari kajian para pelaku usaha ini adalah berupa penciri produk dalam hal kegunaan dan nilai lebih dari produk. Untuk pangan fungsional nilai lebih ini biasanya berada pada dua tataran yaitu meningkatkan fungsi fisiologis atau efek kesehatan dalam pencegahan atau penyembuhan penyakit. Penciri inilah yang kemudian didiskusikan dengan akademisi agar dapat direalisasi dalam rancangan proses sehingga dihasilkan purwarupa. Pada tahap ini produk dirancang sedemikian rupa sehingga memanfaatkan potensi local secara maksimum. _ Untuk itu para pelaku usaha megidentifikasi potensi local yang dapat dimobilisasi dalam mengembangan bisnis pangan fungsional tersebut.
8
•
•
•
•
Produk pangan fungsional yang akan dikembangkan harus memenuhi kriteria selera dan gaya hidup masyarakat modern pad a umunya seperti praktis, sederhana, dan terjangkau oleh masyarakat. Penerapan teknologi produksi termasuk teknologi penanganan bahan baku , pengolahan produk setengah jadi, dan pengolahan produk jadi perlu dimasyarakatkan melalui percontohan dan dengan dukungan modal yang memadai. Selain itu pendayagunaan teknologi pangan alternatif yang memadai harus diikuti dengan komitmen , konsistensi dari pihak pemerintah , kontinuitas bahan pangan, serta lingkungan masyarakat yang kondusif. Selain merumuskan aspek prod uk, para pelaku usaha juga harus merumuskan rantai pasokan yang memungkinkan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan tetapi masih dapat dipertanggung jawabkan secara bisnis. Untuk pangan fungsional rumusan rantai pasokan dimulai sejak produksi bahan baku hingga produk yang siap memasuki pasar. Merumuskan strategi 4 P (Product, Price, Promotion and Placement) untuk produk pangan fungsional yang dikembangkan. Kajian-kajian dari para akademisi dapat dijadikan dasar untuk perumusan strategi ini. Lebih jauh para pelaku usaha bersama-sama akademisi dan pemerintah (terutama daerah) juga berperan dalam merumuskan strategi kelembagaan usaha yang dapat memfasilitasi tumbuhnya rantai pasok yang berkeadilan.
Peran Pemerintah Peran pemerintah harus dipandang secara vertical (pusat, propmsl, kabupaten/kota) dan horizontal (antar kementrian dan antar SKPD). Komponen pemerintah yang berperan dalam pengembangan industry pangan fungsional qapat ditelaah dari table berikut ini. Tabel 1. Peran berbagai elemen pemerintah dalam pengembangan industry pangan f ungslona I Elemen Peran Badan Pengawasan Obat dan Mengatur tatacara klaim dan label Makanan dan organnya di daerah Kementrian Pertanian , Peternakan, Program untuk meningkatkan Perikanan, Kehutanan dan organ efisiensi bisnis penyediaan selingkup di daerah bahan baku Kementrian Perindustrian dan Program untuk meningkatkan organ selingkup di daerah efisiensi industry pengolahan Kementrian Keuangan Kebijakan sector keuangan yang mendorong tumbuhnya keterkaitan hulu-hilir di industry berbasis potensi lokal Kementrian Koperasi dan organ Memprioritaskan koperasi yang tumbuhnya selingkup di daerah mendorong 9
Berbagai komponen ini harus bersinergi sedemikian rupa sehingga para pelaku usaha tertarik untuk berperan dalam pengembangan pangan fungsional. Jika dirinci peran pihak pemerintah dapat dijabarkan sebagai berikut. •
•
•
•
•
•
•
Pad a tahap pengembangan pihak pemerintah berperan jalannya proses oleh pelaku usaha dan akademisi, maka pihak pemerintah akan menyediakan data-data dasar baik yang diperlukan dalam perancangan konsep produk maupun realisasinya . Data-data dasar disediakan sedemikian rupa sehingga memudahkan para pelaku usaha dalam menelaah karakteristik produk yang menurut naluri dan data bisnis yang dimilikinya akan sukses di pasar dan disukai oleh konsumen. Selain itu pihak pemerintah daerah diharapkan merumuskan kerangka kelembagaan yang dapat mendorong partisipasi masyarakat secara maksimal. Perumusan dilakukan sedemikian rupa sehingga potensi local dimanfaatkan secara maksimum yang menguntungkan secara bisnis tetapi dapat mendistribusikan nilai tambah kepada seluruh pihak yang terlibat. Selain itu pemerintah harus dapat mengawal agar rantai pasokan yang dirancang memungkinkan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan tetapi masih dapat dipertanggung jawabkan secara bisnis. Untuk pangan fungsional rumusan rantai pasokan dimulai sejak produksi bahan baku hingga produk yang siap memasuki pasar. Lebih jauh seluruh komponen pemerintah baik secara vertical maupun horizontal harus berupaya mengintegrasikan upaya peningkatan pendapatan, pengentasan kemiskinan dengan proses internalisasi dan sosialisasi rantai nilai , nilai tambah melalui konstruksi sosial ekonomi yang optimal. Langkah awalnya dapat dimulai dengan upaya akselerasi pembangunan pedesaan dengan fokus kepentingan golongan pendapatan rendah . Dimensi pembangunan yang berorientasi pemerataan ini sangat relevan dengan pembangunan yang berdimensi pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Akselerasi pembangunan pedesaan dapat ditunjang oleh peningkatan aksesabilitas masyarakat pedesaan, khususnya golongan pendapatan rendah, terhadap sumberdaya pembagunan pertanian seperti lahan dan kredit. Untuk itu diperlukan peningkatan penguasaan metodologi pengenalan akar masalah yang robust untuk .mengurai kompleksitas sistem pangan berbasis lokal di tingkat kabupaten, sinergi antara dinas-dinas Pertanian , Perindustrian , Perdagangan , Kesehatan dan aparat terkait lain untuk merumuskan kegiatan dan indikator kinerja pengembangan industri 10
pangan fungsional di tingkat kabupaten dan pelaksanaan kegiatan yang disesuaikan dengan Tupoksi masing-masing dinas dan kantor terkait.
Penutup Pad a prakteknya eksekusi peran masing-masing pemangku kepentingan dilaksanakan secara sinergis satu sama lain. Dengan kata lain tidak ada pelaksanaan peran yang terisolasi dan semuanya selalu dikomunikasikan satu sama lain. Pad a tahap awal harus terjadi iterasi pengembangan produk secara berkelanjutan . Untuk itu diperlukan dukungan riset dengan arah untuk memunculkan pangan alternatif/produk bernilai tambahnya yang 1) mampu berperan sebagai pengganti impor (import substitution) , 2) mampu berperan sebagai produk ekspor (export commodities), dan 3) membangun kebiasaan pangan (food habit) masyarakat berbasiskan pada sumberdaya lokal yang unggul. Oleh karena itul maka perilaku konsumen dan pasar harus menjadi determinan penting sejak perencanaan. Dari sisi penumbuhan supply, kebijakan seyogyanya bertumpu pada produksi aneka ragam bahan pangan dengan berorientasi mengembangkan komoditas pangan lokal. Dalam jangka pendek diperlukan insentif produksi, pemasaran dan teknologi pasca panen bagi petani, khususnya untuk produk umbi-umbian, pangan hewani, sayuran dan buah serta kacang-kacangan yang tingkat konsumsinya masih rendah . Pengembangan ini dapat meraih keberhasilan apabila memenuhi syarat sebagai berikut: • Melibatkan pihak swasta khususnya industri pengolahan pangan yang selama ini belum banyak dilibatkan dalam pola kemitraan dengan Pemda setempat dan Perguruan Tinggi yang kompeten di bidang budidaya, produksi dan pengolahan pangan dengan sosialisasi yang memadai. • Didukung pengembangan teknologi pengolahan pangan yang praktis, dengan peralatan yang mudah diperoleh dan biaya murah sehingga usaha-usaha kecil/rumahtangga dapat dengan mudah menyerap dan mengembangkan teknologi tersebut. • Didukung oleh pengembangan standar mutu yang jelas dan konsisten pada tingkat aplikasi dan pengawasan, • Didukung oleh kontinyuitas produksi bahan baku produk hasil pertanian, perikanan dan peternakan yang mensyaratkan perlunya perencanaan produksi pertanian disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan pihak industri pangan, • Didukung kemudahan perizinan usaha produksi pangan lokal. Dari segi pengembangan teknologi , beberapa karakter yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut: • Sederhana, tepat guna dan padat karya dengan menggunakan bahan bakar yang ada di lokasi. 11
•
•
Berbasis kepada indigenous know/edge , yaitu bahwa teknologi yang digunakan mengapresiasi dan sangat menjunjung tinggi potensi lokal yang ada baik yang menyangkut kearifan , sumberdaya alam termasuk juga energi, maupun khazanah pemikiran dan budaya yang ada. Mendorong terjadinya nilai tambah terhadap semua produk biomassa yang dimiliki Indonesia. Nilai tambah yang terjadi di sepanjang rantai nilai komoditi inilah yang akan menimbulkan keterkaitan hulu-hilir yang mencakup berbagai kegiatan ekonomi sehingga menimbulkan keuntungan ekonomi yang dinikmati in-situ.
Acuan Oahrul Syah . 2012 . Teknologi Pangan dan Nilai Tambah, Oi dalam Pengantar Teknologi Pangan hal 489 - 562. IPB Press, Bogor Flores, R 2001. Poverty, Food Security and Nutrition. IFPRI, Washington Kahn, K.B , 2013. The POMA Handbook. John Willey and Sons, New York Schmidl, M.K. dan T.P . Labuza. 2000. Essentials of Functional Foods. Publishers, Maryland.
Aspen
Sparringa, R 2014, Standar Keamanan dan Mutu Pangan Berklaim oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan. Makalah pada Seminar Outlook For Functional Food Ingredients - Food Review Indonesia 6 Februari 2014 Wildman, RE.C. 2001 . Nutraceuticals: A Brief Review of Historical and Teleological Aspects. Oi dalam Wildman , RE.C (ed.) Handbook of Nutraceutical and Functional Foods, CRC Press, Boca Raton .
12