Bab IV
Hasil Penelitian
IV.1 Geologi Daerah Cubadak IV.1.1 Morfologi Daerah penelitian berada pada sisi barat Pegunungan Bukit Barisan, dimana berdasarkan analisis kemiringan lereng maupun bentukan bentang alam satuan morfologi daerah penelitian secara morfografi - morfometri dikelompokkan menjadi 3 satuan, yaitu Satuan Perbukitan Terjal, Satuan Perbukitan Bergelombang dan Satuan Pedataran (Gambar IV.1.).
- Satuan Perbukitan Terjal menempati bagian barat sekitar Bukit Gadang dan di bagian utara sekitar Bukit Kuraba di daerah penelitian. Bukit Gadang tersusun oleh batuan vulkanik dengan komposisi lava andesit dan Bukit Kuraba tersusun oleh batusabak dan obsidian dengan elevasi antara 750 – 1000 m dengan sudut kemiringan > 25° (Gambar IV.2.). Di bagian timur daerah penelitian, tersusun oleh litologi batuan vulkanik lava andesit dan dasit serta batugamping kristalin – meta-batugamping. Memiliki elevasi antara 900 – 1200m.
- Satuan Perbukitan Bergelombang menempati hampir sebagian besar daerah penelitian. Batuan penyusun berupa batuan vulkanik lava andesit, basalt, endapan piroklastik dan batusabak. Berada pada elevasi antara 250 – 1000 m dengan kemiringan antara 5 - 15°(Gambar IV.3.).
- Satuan Pedataran berada di bagian tengah pada depresi Cubadak. Batuan penyusun berupa konglomerat dan aluvium, berada pada elevasi 600 – 650 m dengan kemiringan < 5°. Hampir semua aliran sungai kecil bermuara ke Sungai Pasaman, memiliki aliran yang cukup panjang membelah daerah depresi Cubadak (Gambar IV.4.).
37
Gambar IV.1. Peta Geomorfologi daerah Cubadak, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat
38
Gambar IV.2. Satuan Perbukitan Terjal pada Bukit Gadang, di foto dari daerah Silalang
Gambar IV.3. Satuan Perbukitan Bergelombang pada Bukit Tampatbulakan, di foto dari daerah Kuraba
39
A.
B.
Gambar IV.4. A. Satuan Dataran di foto dari daerah Betung dengan latar belakang Bukit Godombong; B. Daerah Cubadak berupa areal persawahan dengan latar belakang Bukit Gadang, di foto dari Desa Cubadak
40
IV.1.2 Stratigrafi Stratigrafi daerah penelitian disusun berdasarkan kaidah-kaidah penyusunan dengan mengikuti pedoman vulkanostratigrafi yang memperhatikan hubungan antar batuan, aktivitas vulkanisme yang meliputi pusat erupsi, penyebaran dan korelasi dengan batuan sekitarnya serta mekanisme dan genesa dari tiap-tiap litologi penyusun. Penyusunan stratigrafi juga dilakukan dengan melihat kesebandingan dengan peta geologi regional skala 1 : 250.000 yang disusun oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi tahun 1983.
Berdasarkan data yang diperoleh dengan mengkompilasikan penelitian di lapangan dengan peneliti terdahulu, maka daerah Cubadak terdiri dari dua belas satuan batuan. Batuan tertua berumur Pra-Tersier tersusun oleh Satuan Batusabak (Pbs), Satuan Meta-gamping (Pmg), Satuan Batugamping Kristalin (Pgk) dan Satuan Meta-Andesit (Pma). Batuan Tersier meliputi Satuan Intrusi Granodiorit Rao (Tir), Satuan Lava Andesit Bukit Godang (Tlg), Lava Dasit Tampatbulakan (Tlt). Batuan Kuarter meliputi Satuan Aliran Piroklastik Cubadak (Qapc), Lava Andesit Bukit Bangkok (Qlb), Lava Basalt Bukit Godombong (Qlg), Lava Andesit Bukit Tombangpinang (Qlt), Kubah Obsidian Bukit Sedang (Qkos), Endapan Danau (Qed) dan Aluvium (Qal) (Gambar IV.5.).
1) Satuan Batusabak Satuan Batusabak (Pbs) tersebar di bagian utara dengan jenis batusabak. Secara megaskopis batuan ini berwarna kecoklatan, butiran halus dengan kekerasan sedang, perlapisan jelas dan telah mengalami deformasi. Di beberapa tempat ditemukan urat-urat kuarsa berukuran <1 cm. Satuan ini ditindih secara tidak selaras oleh lava andesit Satuan Tombangpinang. Berdasarkan kesebandingan regional satuan ini merupakan Formasi Kuantan yang berumur Permo-Karbon. Tipe batuan ini ditemukan di sekitar Batuampar dan di pinggir jalan ke arah Panti. (Gambar IV.6.)
41
42
Gambar IV.6. Singkapan batusabak di pinggir jalan, daerah Batuampar.
2) Satuan Meta-Andesit Satuan Meta-Andesit (Pma) tersebar di bagian timur daerah penelitian. Satuan ini merupakan batuan vulkanik yang paling tua berupa lava andesit terubah yang mengalami metamorfisme derajat rendah. Mengalami deformasi yang kuat, berupa kekar-kekar dan memiliki veinlet yang cukup banyak.
Singkapan batuan yang relatif masih segar dijumpai di pinggir jalan daerah Kajai (Gambar IV.7.), berwarna abu-abu kehijauan, tekstur porfiritik, masif, kekarkekar banyak diisi urat-urat kuarsa dan kalsit <10 mm. Satuan batuan ini terpotong oleh struktur-struktur sesar berarah barat baratdaya – timur timurlaut dan sesar yang berarah utara-selatan yang diindikasikan dengan ditemukannya struktur cermin sesar dengan arah N 280° E/ 50° pitch 85°.
Berdasarkan analisis petrografi sampel batuan CB-19 (Lampiran D), batuan ini berjenis meta-andesit. Menurut kesebandingan dengan peta geologi regional (Rock et al., 1983), batuan meta-andesit ini termasuk dalam Formasi Vulkanik Panti yang berumur Permo – Trias.
43
Gambar IV.7. Singkapan batuan meta-andesit di pinggir jalan, daerah Kajai.
3) Satuan Meta-Batugamping Satuan Meta-batugamping (Pmg) tersebar di bagian timur daerah penelitian, disusun oleh batugamping yang telah mengalami deformasi dan termetamorfkan. Singkapan batuan yang segar terdapat di daerah Petok (Gambar IV.8.). Secara megaskopis terlihat berwarna abu-abu tua, masif, terdapat kekar-kekar yang banyak diisi oleh kalsit. Berdasarkan analisis petrografi sampel batuan CB62 (Lampiran D), batuan ini berjenis batugamping rekristalisasi. Menurut kesebandingan dengan peta geologi regional (Rock et al., 1983), batuan metabatugamping tersebut termasuk dalam Formasi Silungkang yang berumur Permo – Trias.
Gambar IV.8. Singkapan batuan meta-batugamping di daerah Petok
44
4) Satuan Batugamping Kristalin Satuan batugamping kristalin (Pgk) tersebar di bagian timur daerah penelitian. Singkapan yang baik terdapat di pinggir jalan raya Cubadak-Panti (Gambar IV.9.). Secara megaskopis berwarna putih sampai abu-abu kecoklatan, masif, banyak ditemukan kekar-kekar yang diisi urat-urat kalsit. Berdasarkan analisis petrografi sampel batuan CB-09 (Lampiran D), batuan ini berjenis batugamping kristalin. Menurut kesebandingan dengan peta geologi regional (Rock et al., 1983), batugamping kristalin ini termasuk dalam Formasi Silungkang yang berumur Permo – Trias.
Gambar IV.9. Singkapan batugamping kristalin di pinggir jalan raya Cubadak-Panti.
5) Satuan Intrusi Bukit Rao Satuan intrusi Bukit Rao (Tir) terletak di sebelah timur daerah penelitian, tepatnya di Bukit Rao, Desa Petok (Gambar IV.10.). Satuan ini terdiri dari batuan terobosan berjenis granodiorit yang menerobos Satuan Meta-Batugamping.
Gambar IV.10. Singkapan granodiorit di Bukit Rao, Desa Petok
45
Pengamatan megaskopis di lapangan, berwarna abu-abu keputihan, tekstur faneritik, disusun oleh mineral kuarsa, muskovit dan plagioklas. Berdasarkan analisis petrografi sampel batuan CB-61 (Lampiran D), batuan ini berjenis granodiorit. Menurut kesebandingan dengan peta geologi regional (Hehuwat et al., 1975), batuan terobosan ini termasuk dalam Formasi Ulai yang berumur Tersier (Eosen-Oligosen).
6) Satuan Lava Bukit Godang Satuan lava Bukit Godang (Tlg) tersebar di bagian baratdaya daerah penelitian. Satuan ini terdiri dari lava dengan komposisi andesit. Secara megaskopis, andesit berwarna abu-abu tua, tekstur porfiritik, fenokris terdiri dari plagioklas, biotit, hornblenda, piroksen. Beberapa tempat terdapat xenolith berukuran mencapai 10 cm, berkomposisi andesitik tersingkap di sekitar Bukit Godang (Gambar IV.11.). Berdasarkan analisis petrografi pada sampel batuan CB-40 (Lampiran D), batuannya berjenis andesit.
Gambar IV.11. Singkapan lava andesit di pinggir jalan ke arah Talu.
7) Satuan Lava Bukit Tampatbulakan Satuan lava Bukit Tampatbulakan (Tlt) tersebar di bagian timurlaut daerah penelitian. Satuan ini terdiri dari lava dengan komposisi dasit yang tersingkap di sekitar Bukit Tampatbulakan (Gambar IV.12.). Secara megaskopis, batuan ini berwarna abu-abu muda, tekstur porfiritik, fenokris terdiri dari plagioklas, kuarsa
46
feldspar, biotit, muskovit. Berdasarkan analisis petrografi sampel batuan CB-63 (Lampiran D), batuan ini berjenis dasit. Berdasarkan hubungan relatif dengan satuan batuan lainnya, satuan ini diperkirakan berumur Miosen Akhir.
Gambar IV.12. Singkapan lava dasit pada dinding Bukit Tampatbulakan
8) Satuan Aliran Piroklastik Cubadak Satuan aliran piroklastik Cubadak (Qpc) tersebar di bagian tengah, selatan, timurlaut dan tenggara daerah penelitian. Batuannya berkomposisi tuf sticky, berukuran halus - lapili, fragmen batuan andesit-basalt dan scoria berukuran pasirkerikil yang cukup padu, setempat terdapat endapan laharik, singkapan berada di sekitar Desa Botung dan daerah Kuraba (Gambar IV.13.). Secara megaskopis nampak berwarna putih-putih kecoklatan, terpilah buruk, kemas terbuka. Satuan ini mengisi depresi Cubadak dan Panti dan mengikuti celah pada jalur sesar.
Gambar IV.13. Singkapan tuf di pinggir jalan Botung dan aliran piroklastik di Desa Kuraba.
47
Di bagian tengah daerah penelitian satuan ini telah tertutupi endapan danau dan aluvium. Data didukung dengan adanya singkapan yang menunjukkan kontak antara batuan tuf yang ditindih satuan endapan danau di atasnya. Berdasarkan hubungan relatif dengan satuan batuan lainnya, satuan ini diperkirakan berumur Kuarter (Plistosen), menutupi struktur sesar yang ada di daerah penelitian yang diperkirakan berumur lebih tua.
9) Satuan Lava Bukit Godombong Satuan lava Bukit Godombong (Qlg) tersebar di bagian tenggara memanjang mengikuti punggungan sampai ke tengah daerah penelitian sekitar Bukit Godombong (Gambar IV.14.). Satuan ini terdiri dari lava dengan komposisi basalt. Secara megaskopis, batuan ini berwarna abu-abu kehitaman, keras, tekstur afanitik. Berdasarkan analisis petrografi sampel batuan CB-69 (Lampiran D), batuan ini berjenis basalt. Dari hasil pentarikhan (dating) menggunakan metode jejak belah (fission track) yang dilakukan di laboratorium geologi (Pusat Survey Geologi) menunjukkan bahwa umur satuan ini adalah 1,1 ± 0,2 juta tahun atau pada Kala Plistosen. (Lampiran C)
Gambar IV.14. Singkapan lava basalt di Bukit Godombong daerah Sarasan
10) Satuan Lava Bukit Bangkok Satuan lava Bukit Bangkok (Qlb) tersebar di bagian baratdaya daerah penelitian di sekitar Desa Aersalak (Gambar IV.15.). Satuan ini terdiri dari lava dengan
48
komposisi andesit. Secara megaskopis, batuan ini berwarna abu-abu muda, tekstur afanitik-porfiritik, keras, fenokris terdiri dari plagioklas, hornblenda dan piroksen. Berdasarkan analisis petrografi sampel batuan CB-41 (Lampiran D), batuan ini berjenis andesit. Berdasarkan hubungan relatif dengan satuan batuan lainnya, satuan ini diperkirakan berumur Plistosen.
Gambar IV.15. Singkapan lava andesit pada pinggir jalan ke Talu di daerah Aersalak
11) Satuan Lava Bukit Tombangpinang Satuan lava Bukit Tombangpinang (Qlt) tersebar di bagian utara daerah penelitian di pinggir jalan daerah Tombangpinang (Gambar IV.16.). Satuan ini terdiri dari lava dengan komposisi andesit. Secara megaskopis, batuan ini berwarna abu-abu kehitaman, tekstur afanitik-porfiritik, keras, fenokris terdiri dari plagioklas, dan piroksen. Berdasarkan analisis petrografi sampel batuan CB-05 (Lampiran D), batuan ini berjenis andesit. Berdasarkan hubungan relatif dengan satuan batuan lainnya, satuan ini diperkirakan berumur Plistosen.
Gambar IV.16. Singkapan lava andesit di pinggir jalan daerah Tombangpinang
49
12) Satuan Kubah Obsidian Bukit Sedang Satuan Kubah Obsisian Bukit Sedang (Qkos) terletak di bagian utara daerah penelitian tersingkap pada di Bukit Sedang (Gambar IV.17.). Satuan ini berupa kubah obsidian (obsidian dome) dengan diskripsi megaskopis berwarna abu-abu gelap sampai kehitaman dengan komposisi dominan silika, terdapat lapisan tipis berwarna putih-kehitaman yang merupakan respon dari proses pendinginan dan kristalisasi. Satuan ini ditindih oleh satuan endapan danau. Berdasarkan analisis petrografi sampel batuan CB-53 (Lampiran D), batuan ini berjenis obsidian. Berdasarkan hubungan relatif dengan satuan batuan lainnya, satuan ini diperkirakan berumur Plistosen.
Gambar IV.17. Singkapan obsidian di Bukit Sedang daerah Bukit Sedang, Kuraba
13) Satuan Endapan Danau Satuan Endapan Danau (Qed) tersebar di bagian baratlaut memanjang sampai ke tengah daerah penelitian mengisi depresi Cubadak (Gambar IV.18.). Satuan ini terdiri dari perselingan antara batulempung dengan batupasir dan konglomerat dengan komponennya merupakan material rombakan dari batuan di sekelilingnya seperti fragmen-fragmen batusabak dan kuarsit. Berdasarkan kedudukannya dalam stratigrafi serta sejarah tektonik daerah ini, satuan ini terbentuk mengisi zona depresi di bagian tengah dan baratlaut daerah penelitian dan proses pengendapannya mulai berlangsung dari Zaman Kuarter (Plistosen) sampai Holosen. Sebagian menutupi satuan aliran piroklastik Cubadak (Qpc) yang samasama berada dalam zona depresi.
50
Gambar IV.18. Singkapan endapan danau di daerah Simpangampat
14) Aluvium Aluvium (Qa) merupakan endapan sekunder hasil rombakan batuan di permukaan yang telah terbentuk sebelumnya. Endapan terdiri dari material lepas berupa lempung, pasir, bongkahan andesit, basalt, kuarsit, dan batusabak. Penyebarannya di sepanjang tepi Sungai Batang Pasaman
(Gambar IV.19.) menempati
morfologi pedataran. Proses pengendapan material-material tersebut masih berlangsung sampai sekarang.
Gambar IV.19. Endapan aluvium di Sungai Batang Pasaman
IV.1.3 Struktur Geologi Penentuan struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian dilakukan berdasarkan hasil pengukuran langsung terhadap indikasi sesar dengan menggabungkan pola – pola struktur yang bisa dilihat dari analisis citra dan peta topografi (Gambar IV.20.).
51
Gambar IV.20. Peta Struktur geologi daerah Cubadak, Kabupaten Pasaman
52
Berdasarkan analisis struktur dari data DEM dan pengukuran cermin sesar di lokasi, maka perkembangan struktur di daerah Cubadak dibagi menjadi tiga pola utama, yaitu sesar yang berarah Utara – Selatan, Barat Baratlaut- Timur Timurlaut dan Baratdaya – Tenggara.
- Sesar berarah Utara – Selatan Sesar ini merupakan hasil dari arah stress pada awal pembentukan sistem Sumatera yang mulanya berarah utara-selatan, diperkirakan terbentuk pada PraTersier. Pola sesar yang berkembang merupakan pola struktur tertua yang berada di daerah Cubadak dan diperkirakan sebagai struktur basement yang memotong batuan tua seperti metamorf (Puku), gamping kristalin (Pgk), metagamping (Pmg) dan meta-andesit (Pma). Sesar – sesar tersebut adalah Sesar Normal Sarasan, Sesar Naik Simpangkalapo dan Komplek Sesar Normal Kajai dengan arah bidang kemiringan N 5°E/60° pitch 5° dan N 280° E/ 50° pitch 85°.
- Sesar berarah Barat Baratdaya – Timur Timurlaut Sesar – sesar ini diperkirakan terbentuk pada sekitar Tersier Awal (EosenOligosen) dengan arah tegasan utama berupa ekstension berarah barat – timur. Sesar yang berkembang di daerah Cubadak adalah Sesar Mendatar Sinistral Situak, Tombangpinang, Simpangtuhut, Padangnarang, Sesar Naik Kuraba. Sesar – sesar tersebut memotong batuan Pra-Tersier batusabak (Pbs) dan batuan Tersier seperti lava Tampatbulakan (Tlt).
- Sesar berarah Baratlaut - Tenggara Sesar dengan arah baratlaut – tenggara ini mendominasi daerah penelitian, dan merupakan sistem utama yang menyusun deformasi di daerah Cubadak. Arah Sesar Pinago dan Sesar Silalang yang sejajar dengan sistem Sesar Sumatera membentuk pola graben/ depresi Cubadak yang mengontrol pembentukan sistem panas bumi Cubadak di daerah penelitian. Pola sesar ini diperkirakan terbentuk pada pertengahan Miosen yang memotong batuan Tersier seperti Lava Bukit Godang (Tlg). Pembentukan sesar dengan arah Baratlaut – Tenggara
53
berlangsung hingga Plio-Plistosen, arah tegasan bersifat kompresi seiring terangkatnya Bukit Barisan yang mengakibatkan pengangkatan batuan tua. Sesar – sesar yang berarah baratlaut – tenggara adalah Sesar Mendatar Dekstral Simpangkalapo, Sesar Cubadak, Sesar Batuampar dan Sesar Normal Aersalak.
IV.1.4 Alterasi Batuan Alterasi batuan ditemukan di bagian timur – timur laut daerah penelitian, terutama di sekitar Kajai dan Petok. Beberapa contoh batuan alterasi tersebut dilakukan analisis petrografi dan XRD.
IV.1.4.1 Analisis Petrografi Analisis batuan secara mikroskopis dilakukan untuk mengenali jenis – jenis mineral primer maupun mineral sekunder hasil proses alterasi dan metamorfisme. Analisis petrografi merupakan metode yang biasa digunakan untuk mengetahui hubungan antara mineral hingga proses pembentukannya/ paragenesa. Proses pengerjaannya dilakukan dengan menggunakan mikroskop polarisator. Sampel batuan yang dianalisis merepresentasikan tiap-tiap satuan batuannya.
Jumlah sayatan batuan sekitar 13 sampel, yang terbagi kedalam 7 sampel batuan vulkanik (CB-02, CB-40, CB-41, CB-53, CB-63, CB-64, CB-69); 3 sampel batuan metamorf (CB-06, CB-19, CB-62), 1 sampel batuan sedimen (CB-09), 1 sampel batuan beku (CB-61) dan 1 sampel sinter silika (APCB). Hasil persentase mineralogi batuan disajikan dalam Tabel IV.1.
Hasil analisis petrografi pada beberapa sayatan menunjukkan mineral-mineral alterasi yang cukup kuat seperti ditunjukkan oleh sayatan CB-61 (granodiorit), CB-63 (dasit), CB-41 (andesit), CB-19 (meta-andesit), CB-64 (silisifikasi) mineral epidot – klorit – serisit muncul bersama dengan kuarsa sekunder dan kalsit dengan intensitas alterasi sedang - kuat. Pada CB-06 (batusabak), menunjukkan pembentukan mineral sebagai hasil proses metamorfisme. Sayatan CB-40, CB-05, CB-69, CB-53 menunjukkan alterasi lemah atau batuan masih relatif segar.
54
Tabel IV.1 Distribusi mineralogi batuan sampel batuan daerah Cubadak Mineral CB-05 CB-06
Primer
Batuan
Kode andesit
Sekunder (alterasi/metamorfisme)
Urat
Qz
Plg
Px
-
55
20
-
-
-
-
-
20
-
-
-
-
-
-
-
5
-
-
-
-
-
-
10
-
-
-
-
-
-
-
-
25
-
8
35
7
batusabak 15
Alterasi
kuat
argilik
Qz,Ca,Zeo ,Ep,Opk
kuat
propilitik
Qz
lemah
CB-09
Gamping kristalin
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
97
-
-
3
-
-
CB-19
metaandesit
-
15
-
-
-
-
-
-
5
25
18
10
2
7
10
3
5
-
-
CB-40
andesit
-
35
10
8
-
-
5
-
25
-
-
5
-
-
5
-
7
-
-
CB-41
andesit
-
40
30
-
-
-
5
-
20
-
-
-
-
-
-
-
5
-
-
CB-53
obsidian
-
-
-
-
-
5
-
-
95
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
CB-61
granodiorit metagamping
5
8
-
5
-
10
-
5
8
7
20
-
5
10
-
5
9
3 Qz,Opk kuat
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
95
-
-
5
-
-
CB-62
Zona Ubahan
Biotit Olivin Feld Hb Musc Gelas Epidot Klorit Qz 2nd Zeolit Kalsit Serisit Act Opak Clay IO
lemah propilitik-argilik
Ca
CB-63
dasit
15
10
-
5
-
5
-
4
10
18
6
5
5
-
5
12
-
kuat
argilik
CB-64
silisifikasi
20
5
-
-
-
-
-
5
-
10
5
30
-
-
10
-
5
5
5 Qz
kuat
propilik
CB-69
basalt
-
45
20
-
5
-
-
-
25
-
-
-
-
-
-
-
5
-
-
lemah
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
10
20
APCB sinter silika 55 Intensitas alterasi : 0-25 % 25-50 % 50-75 % 75-100
Lemah Sedang Kuat Sangat Kuat
Qz = Kuarsa Plg = Plagioklas Px = Piroksen Feld = Feldspar Ca = kalsit
Musc = Muskovit Qz 2nd = Kuarsa sekunder Act = Aktinolit Clay = Lempung Hb = Hornblenda
55
IO = oksida besi
Ze = Zeolit Ep = Epidot Opk = opak
Qz
15 IO
sedang
argilik
IV.1.4.2 Analisis XRD Analisis XRD dilakukan pada 4 sampel batuan yaitu pada sampel APCB, CB-19, CB-61 dan CB-63, dengan hasil dalam Tabel IV.2 berikut.
Tabel IV.2 Hasil analisis XRD pada sampel batuan di daerah Cubadak
Kode Mineral APCB Kuarsa Kuarsa, Muskovit, Albit, Klinoptilolite CB-19 (Zeolit), Kalsit CB-61 Kuarsa, Muskovit, Albit CB-63 Kuarsa, Kaolinit, Montmorilonit, Muskovit
Alterasi Propilitik-Luar Propilitik Argilik
Kehadiran mineral zeolit (klinoptilolite) yang merupakan penciri zona alterasi propilitik – sub propilitik luar dengan pengaruh pH fluida netral. Data XRD juga menambahkan kehadiran mineral lempung lainnya seperti kaolinit dan montmorilonit pada sampel CB-63. Kehadiran mineral kaolinit yang berasosiasi dengan montmorilonit menunjukkan mineral lempung yang terbentuk pada temperatur rendah dengan pengaruh pH fluida asam-netral, biasanya sebagai penciri zona argilik.
Munculnya urat-urat kuarsa, kalsit, epidot dan mineral opak menunjukkan bahwa daerah penelitian yang berada di bagian timur-timurlaut yang didominasi oleh batuan tua yang telah mengalami proses ubahan hidrotermal. Sedangkan batuan vulkanik muda yang posisinya relatif di tengah hingga ke arah selatan daerah penelitian masih relatif segar hingga mengalami alterasi lemah.
IV.2 Geokimia Daerah Cubadak IV.2.1 Sebaran Manifestasi Manifestasi yang muncul di daerah Cubadak terdiri dari komplek mata air panas Cubadak (1-2-3) dan mata air panas Sawahmudik. Indikasi terbentuknya sistem panas bumi juga dicirikan oleh munculnya alterasi berupa silisifikasi yang berada tidak jauh dari mata air panas Cubadak.
56
1) Mata air panas Cubadak-1 Manifestasi panas bumi Cubadak-1 muncul berupa mata air panas. Manifestasi ini terdapat di pinggir Sungai Dolok Sosopan, terletak pada koordinat UTM zona 47 Utara dengan koordinat X = 610.239 mT dan Y = 35.534 mU. Berada di sekitar areal persawahan, termasuk endapan aluvium (Qa) (Gambar IV.21.). Hasil pengukuran di lokasi memperlihatkan temperatur air panasnya adalah 74,8 0C dengan pH 6,35, temperatur udara 27,3 0C dan debit 2,0 l/detik. Air panas jernih, tawar, terdapat bualan gas, di permukaannya terdapat uap, di sekitarnya terdapat beberapa bagian dari material endapan (aluvium). Penduduk setempat menggunakannya sebagai tempat pemandian dengan luas sekitar 3 x 4 m.
Gambar IV.21. Mata air panas Cubadak-1 yang terdapat di Sungai Dolok Sosopan
2) Mata air panas Cubadak-2 Manifestasi panas bumi Cubadak-2 muncul di sungai kecil di antara pesawahan berjarak sekitar 50 m sebelah barat mata air panas Cubadak-1 dengan koordinat UTM X = 610.164 mT dan Y = 35.563 mU. Pengukuran di lokasi menunjukkan bahwa air panasnya bertemperatur 68,4 0C, pH = 6,84, temperatur udara 27,3 0C dan debit sebesar 1,0 l/detik. Air panas jernih, tawar, beruap, tidak terdapat sinter, memiliki luas sekitar 1 X 1 m (Gambar IV.22.).
57
Gambar IV.22. Mata air panas Cubadak-2 yang muncul di sungai kecil di daerah pesawahan
3) Mata air panas Cubadak-3 Manifestasi panas bumi Cubadak-3 adalah berupa mata air panas yang muncul pada sungai kecil di antara pesawahan berjarak 20 m sebelah utara mata air panas Cubadak-2 dengan koordinat
UTM X = 610.162 mT dan Y = 35.609 mU.
Pengukuran di lokasi menunjukkan bahwa air panasnya bertemperatur 72,7 oC, pH = 6,47, temperatur udara 27,3 °C dan debit sebesar 1,0 l/detik. Air panasnya jernih, beruap, tawar, terdapat gelembung udara dan terdapat fosil sinter silika, berlapis dengan ketebalan 10 cm. (Gambar IV.23.).
Gambar IV.23. Mata air panas Cubadak-3 yang muncul di pesawahan tampak perlapisan dari fosil sinter silika.
58
4) Mata air panas Sawahmudik Manifestasi panas bumi Sawahmudik terdapat di daerah Betung yang berada di sebelah selatan manifestasi mata air panas Cubadak dengan koordinat UTM X = 610.663 mT dan Y = 31.969 mU. Manifestasi Sawahmudik berupa mata air panas yang muncul di pesawahan (Gambar IV.24.).
Hasil pengukuran di lokasi memperlihatkan temperatur airnya adalah 37,1°C dengan pH sebesar 6,64, temperatur udara 23,1 °C dan debit 0,5 l/detik. Airnya jernih, tawar, tidak terdapat bualan gas dan endapan sinter.
Gambar IV.24. Mata air panas Sawahmudik yang muncul di areal pesawahan
5) Alterasi dan Silisifikasi Sekitar 300 m di sebelah baratlaut mata air panas Cubadak dijumpai silisifikasi dengan warna putih kecoklatan, teroksidasi, keras, didominasi oleh mineral silika (kuarsa), vuggy (rongga) diisi oleh mineral kuarsa, berlapis (banded) (Gambar IV.25.). Batuan ini diperkirakan berhubungan dengan aktivitas hidrotermal di masa lampau. Berdasarkan analisis petrografi sampel batuan CB-64 (Lampiran D), mineral alterasi yang terbentuk adalah serisit, kuarsa sekunder, epidot, klorit dan oksida besi. Munculnya mineral – mineral tersebut menunjukkan setidaknya larutan hidtrotermal telah tiga kali terbentuk, yaitu pada zona propilik dan filik yang kemudian mengalami silisifikasi dan oksidasi pada zona argilik.
59
Gambar IV.25. Silisifikasi di daerah Cubadak, menunjukkan terdapatnya rongga, colloform dan banded
IV.2.2 Analisis Kimia Fluida Analisis kimia fluida dilakukan di Laboratorium Kimia Panas Bumi Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung. Data hasil analisis kimia air daerah Cubadak diperlihatkan pada Tabel IV.3. Tabel IV.3. Hasil Analisis Kimia Air Daerah Panas Bumi Cubadak
Air dingin Air panas Cubadak I Cubadak II Cubadak III Sawahmudik Cubadak 72.7 37.1 25.9 T(oC) air 74.8 68.4 o 27.3 24.6 27.2 T( C) udara 24.6 27.3 pH 6.4 6.6 6.80 7.70 6.00 EC (μS/cm) 2460 2410 2410 184.6 97.4 SiO2(mg/L) 121.07 140.35 149.35 95.57 25.71 B 11.52 15.15 16.36 0.00 0.00 Al 0.08 0.20 0.10 0.14 0.14 Fe 0.26 0.29 0.24 0.08 0.03 Ca 53.00 68.03 63.55 22.76 3.54 Mg 2.05 2.01 1.93 1.86 0.20 Na 392.25 355.29 431.35 14.29 9.17 K 32.45 43.80 44.70 7.84 5.29 Li 2.60 3.45 3.49 0.02 0.02 As 1.00 5.00 3.00 0.00 0.50 NH4 1.93 3.85 1.93 1.93 1.16 F 0.50 1.00 1.00 0.50 0.00 Cl 452.27 391.99 491.72 25.85 19.38 25.00 25.00 30.00 0.00 0.00 SO4 381.57 491.29 496.38 90.26 15.42 HCO3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 CO3 meq cation 21.25 21.09 23.99 2.24 0.83 meq anion 19.56 19.68 22.68 2.23 0.80 % Ion Balance 4.15 3.45 2.81 0.14 1.99 Parameter
60
Dari hasil analisis fluida diperoleh nilai ion balance kurang dari 5 %, sehingga analisis data fluida dinilai cukup representatif untuk dilakukan analisis unsur fluida panas bumi dan karakteristik kimia panas bumi.
Hasil analisis unsur fluida digunakan untuk identifikasi karakteristik fluida reservoir dengan menentukan tipe air panas dalam bentuk diagram Cl, HCO3 dan SO4, menentukan nilai geotermometer dan kesetimbangan fluida panas dalam diagram Na-K-Mg.
IV.2.3 Karakteristik dan Tipe Air Panas Hasil plotting nilai dari unsur Cl, SO4 dan HCO3 (Gambar IV.26.) menunjukkan bahwa air panas Cubadak berada pada zona air klorida ke bikarbonat, ditunjukkan dengan perbandingan nilai Cl dan HCO3 yang jauh lebih besar dari unsur SO4, pH 6,2 (netral) dengan air yang bening dan tidak berasa. Walaupun tidak terbentuk SiO2 yang tinggi, namun air panas Cubadak-1, 2 dan 3 ini bisa dikategorikan sebagai air panas tipe klorida dengan pengenceran bikarbonat (diluted chloride – bicarbonate). Pengenceran tipe air klorida - bikarbonat mengindikasikan sebagai fluida yang berhubungan dengan air di kedalaman / deep water yang didominasi oleh air reservoir dimana pada perjalanannya ke permukaan mengalami pengenceran oleh air permukaan atau air bikarbonat.
Gambar IV.26. Diagram segitiga Cl-SO4-HCO3
61
Tipe air panas klorida – bikarbonat pada umumnya berada pada zona peralihan antara upflow ke outflow pada sistem temperatur tinggi. Perbandingan antara unsur Cl dan HCO3 yang hampir sama kemungkinan memang dikarenakan pengaruh pencampuran air permukaan yang cukup tinggi ditambah dengan terjadinya kondensasi CO2 yang tinggi pula, data tersebut didukung dengan adanya bualan gas dan besarnya nilai analisis unsur gas CO2 (92,5 % mol gas) dibanding unsur gas lainnya.
Pada tipe air diluted klorida – bikarbonat, alterasi yang terbentuk berupa alterasi di zona argilik-propilitik dengan kehadiran mineral – mineral silika (silika amorf, kristobalit, kuarsa) albit, adularia, ilit, klorit, epidot, zeolit, kalsit, pirit, pirotit dan logam dasar sulfida, serta umumnya terbentuk silisifikasi (Nicholson, 1993).
Untuk mata air hangat Sawahmudik, walaupun temperaturnya hanya 37,1 °C namun terjadi kontras nilai temperatur yang cukup signifikan antara air panas dan suhu udara. Perhitungan plotting nilai Cl – HCO3 dan SO4 menunjukkan tipe air bikarbonat, tanpa ditemukannya endapan traventin, dan bau gas. Air bikarbonat terbentuk dikarenakan banyaknya CO2 dalam air permukaan. Air bikarbonat bisa terbentuk di daerah vulkanik maupun non vulkanik, pada sistem temperatur tinggi atau terdapat pada fluida reservoir dalam. Secara kimiawi memiliki pH yang netral, sebagai reaksi antara batuan sekitar (pada reservoir dangkal atau setelah aliran ke samping). Alterasi yang biasa terbentuk seperti pada zona argilik seperti beberapa mineral lempung (montmorilonit) (Nicholson, 1993).
Plotting diagram segitiga Na-K-Mg (Gambar IV.27.) digunakan untuk menentukan nilai geotermometer, dan juga digunakan untuk menentukan asal kontaminasi fluida, apakah fluida bersifat full equilibrium yang mencerminkan fluida murni berasal dari air reservoir dan hanya kontak dengan batuan sekitar, partial equiblirium mencerminkan terjadinya interaksi antara fluida dengan batuan dalam keadaan panas sebelum mengalami pencampuran dengan air permukaan, atau pada posisi immature water yang mengindikasikan besarnya pengaruh kontaminasi air permukaan pada pembentukan air panas.
62
Gambar. IV.27. Diagram segitiga Na-K-Mg
Dari hasil pengeplotan menunjukkan bahwa air panas Cubadak 1, 2 dan 3 berada pada posisi peralihan antara partial equilibrium dengan immature water, hal tersebut menunjukkan fluida berasal dari air reservoir di kedalaman sebagai fluida geotermal primer dengan tipe air klorida, terbentuk pada temperatur menengah (200 - 220°C) untuk K-Na, temperatur turun menjadi (120 – 140°C) untuk K-Mg setelah mengalami pencampuran dengan air permukaan.
Untuk air hangat Sawahmudik, posisi plotting berada pada immature water yang mencerminkan telah terjadi interaksi antara fluida asal dengan air permukaan yang masuk dan mengalami pemanasan, pengaruh infiltrasi dan pengenceran yang terjadi diperkirakan dalam jumlah yang banyak. Data analisis fluida lainnya pada manifestasi mata air panas Cubadak 1-3 menunjukkan nilai SiO2 antara 120 – 150 mg/kg, nilai tersebut cukup kontras dengan nilai kadar silika pada mata air dingin berupa sumur air di Cubadak (25,7 mg/kg), perbedaan nilai yang mencolok tersebut bisa diakibatkan oleh fluida panas bertemperatur tinggi yang berasosiasi dengan batuan di kedalaman dan mengalami suatu proses hidrotermal sehingga terjadi pengkayaan silika dalam
63
larutan. Tingginya kadar silika dapat membentuk silika sealing yang berfungsi sebagai batuan penudung.
Data unsur Ca dengan nilai < 50 mg/ kg menunjukkan fluida berada pada temperatur tinggi (Nicholson, 1993). Data Ca pada air panas Cubadak 1 – 3 menunjukkan nilai Ca antara 53 – 68 mg/ kg yang berarti fluida tidak berada pada sistem temperatur tinggi. Data tersebut didukung dengan nilai Mg yang lebih dari 0,1 mg/kg dimana nilai tersebut mencerminkan fluida temperatur sedang. Nilai Mg yang tinggi dikarenakan terjadinya proses pencucian dan pengenceran oleh air tanah.
IV.2.4 Analisis Isotop Pengukuran isotop untuk air dingin di daerah Cubadak diambil dari air sumur penduduk yang biasanya digunakan untuk keperluan sehari-hari. Terlihat bahwa hasil plotting air dingin berada di sebelah kiri garis air meteorik dimana mencerminkan sebagai air meteorik (Gambar IV.28.). Analisis Isotop Cubadak SMOW
0 -10 -20 y = 8x + 14
D%
-30
MWL
-40 Magmatic Water (Taylor, 1974)
-50 -60 -70 -80 -90 -100 -15.00
-10.00
-5.00
0.00
5.00
10.00
18
Air panas CB1
O %0 Air panas CB2 Air dingin CB
Standard Mean Ocean Water (SMOW)
___ Meteoric Water Line (MWL)
Gambar IV.28. Grafik isotop 18O terhadap D
64
Data hasil isotop 18O dan D yang diperoleh dari sampel mata air panas daerah Cubadak setelah diplot ke dalam diagram 18O dan D, umumnya cenderung menjauhi garis air meteorik (Meteoric Water Line) yang mengindikasikan telah terjadinya sedikit pengkayaan 18O karena adanya interaksi fluida panas dengan batuan di kedalaman, hal ini mencerminkan bahwa mata air panas Cubadak berasal dari air meteorik.
4.2.5 Analisis Gas Gas – gas yang terbentuk pada sistem geotermal pada umumnya berupa kandungan gas pada daerah vulkanik, namun masuknya air meteorik (air hujan dan air permukaan) yang bercampur dengan gas – gas di atmosfer juga bisa mempengaruhi komposisi gas yang muncul bersama dengan manifestasi panas bumi. Konsentrasi gas yang bercampur dengan mata air dapat digunakan untuk mengetahui asal air meteorik yang membentuk sistem panas bumi, apakah berada di daerah dekat permukaan dengan mengalami pencampuran dan pendidihan atau digunakan untuk mengetahui sejarah panas lampau pada mata air dingin.
Sampling gas dilakukan dengan menggunakan tabung vakum yang berisi larutan NaOH. Kandungan gas di daerah manifestasi Cubadak (Tabel IV.4) sangat didominasi oleh gas CO2, Cl, CH4 dan N2 dibandingkan gas-gas lainnya yang relatif sangat kecil. Gas yang tertangkap dalam tabung vakum memperlihatkan tidak
terdeteksinya
gas
H2S,
hal
ini
mengindikasikan
kemungkinan
ketidakhadirannya karena sifat H2S yang reaktif terhadap batuan samping, sehingga gas-gas tersebut terlarut membentuk mineral-mineral alterasi seperti pirit.
65
Tabel IV.4. Hasil Analisis Kimia Gas Daerah Panas Bumi Cubadak UNSUR
% Mol GAS
H2
0.004
O2 + Ar
0.22
N2
4.05
CH4
2.12
CO2
92.5
SO2
0.00
H2S
0.00
HCl
1
HF
0 .00
NH3
0.11
Kandungan CO2 yang sangat dominan bisa diakibatkan oleh proses oksidasi, kondensasi, reaksi antara batuan dan uap atau produksi gas dari unsur organik pada batuan sedimen di kedalaman atau di dekat permukaan atau bisa juga sebagai gas magmatik (Mahon et al., 1980). Bila bercampur dengan air meteorik terbentuk reaksi di bawah permukaan dengan menghasilkan kandungan HCO3 yang tinggi dalam larutan air panas. Kemungkinan yang terjadi di daerah penelitian, tingginya gas CO2 dikarenakan oleh proses kondensasi dan reaksi antara uap dan batuan. Pernyataan tersebut ditunjang dari hasil perbandingan CO2/N2 terhadap N2/Ar dimana posisi gas di Cubadak berasal dari siklus perputaran air meteorik. Perbandingan gas CO2 /CH4 dan N2/Ar menunjukkan gas berasal dari meteorik dangkal (crustal) air bawah permukaan dengan peningkatan gas Ar dari atmosfer. (Gambar IV.29.) Kandungan gas HCl yang terdeteksi mengindikasikan kandungan ion Cl- yang tinggi pada larutan air panas. Indikasi gas-gas tersebut umumnya dijumpai sebagai gas vulkanik yang berasal dari kedalaman hal ini dicerminkan oleh komposisi kimiawi klorida mata air panas di daerah Cubadak yang cukup tinggi. Terjadinya pendinginan yang diakibatkan penurunan temperatur mengakibatkan gas klorida dan CO2 yang tersisa naik membentuk ion karbonat
66
dan klorida yang berasosiasi dengan pembentukan alterasi epidot, klorit dan kalsit.
Analisis Gas 1000
Magmatic
CO2/N2 atau CO2/CH4
Shallow meteoric
Ar meningkat
100
CO2/N2 - N2/Ar CO2/CH4-N2/Ar organic (crustal) Evolved
10 Evolved (crustal)
magmatic
1 10
100
1000
N2/Ar Gambar IV.29. Perbandingan gas CO2/ CH4 - CO2/ N2 terhadap N2/ Ar
Keberadaan gas metan bisa diakibatkan oleh proses alterasi terhadap batuan sedimen dan unsur organik yang tinggi pada sistem temperatur rendah. Begitupula dengan terdeteksinya gas Nitrogen yang mencerminkan pengaruh kontaminasi dari air meteorik atau karena reaksi dengan zat organik pada batuan sedimen (Hulston et al., 1962).
IV.2.6 Geotermometer Perhitungan geotermometer fluida (SiO2 dan Na/ K) umumnya digunakan untuk mengestimasi temperatur bawah permukaan di daerah manifestasi panas bumi. Metoda tersebut di atas diaplikasikan hanya untuk air panas yang mempunyai pH netral dengan tipe air klorida. Perkiraan temperatur bawah permukaan daerah kenampakan panas bumi Cubadak dan sekitarnya yang memungkinkan adalah menggunakan metoda geotermometer SiO2
dan
seperti yang disajikan dalam Tabel IV.5.
Na/ K (Giggenbach, 1988) Perkiraan temperatur bawah
permukaan daerah Cubadak dengan menggunakan geotermometer SiO2 (conductive-cooling) rata-rata berkisar antara 140-160 °C dan termasuk kedalam
67
entalpi sedang, sedangkan menggunakan geotermometer Na/K Giggenbach ratarata berkisar antara 220 - 250 °C yang menunjukkan temperatur relatif cukup tinggi termasuk ke dalam entalpi menengah – tinggi. Tabel IV.5 Hasil perhitungan geothermometer air panas daerah Cubadak
Air panas Cubadak 1 Cubadak 2 Cubadak 3
Na/K/Mg
220 240 260
Geothermometer ( °C) Na/K Silika (Fournier (1966)) Fournier Giggenbach Conductive Adiabatic Kalsedon (1979b) (1988) Cooling 201 220 148 142 123 236 250 157 149 133 220 235 161 152 137
IV.3 Geofisika Daerah Cubadak IV.3.1 Tahanan jenis Pengukuran dengan metode geolistrik dilakukan pada 6 lintasan A, B, C, D, E dan F dengan panjang lintasan rata-rata 4 – 5,5 km, spasi antar titik 500 m dan 250 m bila mendekati mata air panas. Total jumlah titik pada lintasan pengukuran geolistrik ini adalah 58 titik dengan arah hampir utara – selatan (Gambar IV.30.).
Gambar IV.30. Peta sebaran titik pengukuran mapping tahanan jenis di daerah Cubadak
68
Pengukuran nilai tahanan jenis semu dilakukan dengan konfigurasi schlumberger, dan diperoleh sebaran nilai dalam bentuk kontur nilai tahanan jenis semu dengan titik elevasi pada 650 m. Pengelompokkan nilai tahanan jenis dilakukan dengan melihat sebaran data pada tiap pengukuran dengan nilai tahanan jenis semu < 10 ohmm, 10 – 100 ohmm dan > 100 ohmm.
-
Pada peta tahanan jenis semu AB/2 = 250 diasumsikan sayatan horizontal kedalaman 525 m, menunjukkan nilai tahanan jenis rendah <20 ohmm yang berada sekitar mata air panas Cubadak. Lapisan ini diperkirakan diisi oleh batuan impermeabel yang sulit meloloskan air, didominasi sejenis lempung, kemungkinan sebagai hasil proses alterasi atau silisifikasi. Sebaran nilai 20 – 100 ohmm, penyebarannya berada di bagian tengah depresi Cubadak, mengelilingi nilai tahanan jenis rendah. Diperkirakan tersusun oleh batuan dengan permeabilitas cukup tinggi, tersusun oleh batuan sedimen atau batuan vulkaniklastik.
Gambar IV.31. Peta tahanan jenis semu (mapping) AB/2 = 250
69
Nilai tahanan jenis >100 ohmm berada di luar depresi Cubadak membentuk pola memanjang seperti aliran lava. Kemungkinan nilai ini tersusun oleh batuan keras (lava) dengan tahanan jenis tinggi. umur yang relatif sudah tua seperti batuan beku atau vulkanik (lava). -
Peta tahanan jenis semu AB/2 = 500 diasumsikan merupakan potongan horizontal pada elevasi 400 m (Gambar IV.32.). Peta menunjukkan nilai tahanan jenis yang hampir sama dengan potongan elevasi 525 m. Interpretasi data menunjukkan pola yang hampir sama dengan potongan AB/2 = 250.
Gambar IV.32. Peta tahanan jenis semu (mapping) AB/2 = 500
-
Peta tahanan jenis semu AB/2 = 800 diasumsikan sebagai potongan horizontal pada kedalaman 250 m (Gambar IV.33.). Pada bagian ini tampak perubahan yang terjadi pada pola tahanan jenis di depresi Cubadak, dimana nilai tahanan jenis rendah < 20 tidak ditemui di sekitar air panas Cubadak, namun nilai rendah tersebut muncul di sekitar air panas Sawahmudik. Diperkirakan batuan alterasi di daerah Cubadak berada di batas kedalaman ini (400 m) sedangkan
70
di sekitar air panas Sawahmudik terbentuk alterasi pada kedalaman 400 m. Nilai tahanan jenis antara 20 - 100 ohmm yang diperkirakan sebagai batuan reservoir berada di bawah air panas Cubadak pada kedalaman 250 m dpl dengan jenis batuan klastik – vulkanoklastik. Nilai tahanan jenis > 100 hanya menempati bagian timur dan utara saja. Diperkirakan batuannya tersusun oleh batuan vulkanik .
-
Peta tahanan jenis semu AB/2 = 1000 (Gambar IV.34.) diasumsikan merupakan potongan horizontal pada kedalaman 150 m. Pada potongan ini nilai tahanan jenis < 10 ohmm yang diperkirakan sebagai alterasi berada di bawah mata air Sawahmudik dan nampak sedikit meluas. Nilai tahanan jenis 10 – 100 ohmm masih muncul di mengisi depresi Cubadak dan diperkirakan sebagai batuan vulkaniklastik. Nilai tahanan jenis > 100 ohmm berada di bagian timur dari depresi Cubadak, diperkirakan masih berupa lava.
Gambar IV.33. Peta tahanan jenis semu (mapping) AB/2 = 800
71
Gambar IV.34. Peta tahanan jenis semu (mapping) AB/2 = 1000
Berdasarkan analisis peta AB/2 = 250 – AB/2 = 1000 maka daerah depresi Cubadak menunjukkan nilai tahanan jenis < 10 ohm yang diperkirakan sebagai daerah alterasi / silisifikasi yang berfungsi sebagai batuan penudung untuk mata air panas Cubadak memiliki ketebalan hingga 400 m dan berada mulai dari permukaan (675 m) hingga kedalaman 250 m dpl dan untuk air panas sawahmudik berada dari kedalaman < 250 m dpl. Nilai tahanan jenis > 10 ohmm diperkirakan sebagai batuan permeabel yang berfungsi sebagai reservoir. Untuk mata airpanas cubadak top reservoir diperkirakan pada kedalaman > 250 m dpl.
IV.3.2 Sounding Pengukuran titik sounding difokuskan di sekitar daerah manifestasi Cubadak yang meliputi lintasan C-D-E dan F dengan jumlah sekitar 8 titik sounding. Penyajian nilai sounding / tahanan jenis sebenarnya dilakukan dalam bentuk penampang yang berarah utara – selatan (titik D-5500 hingga F-300) (Gambar IV.35.) dan penampang yang berarah barat – timur ( titik C-3500 hingga E-3500) (Gambar
72
IV.36.). Potongan penampang tersebut dianggap mewakili nilai tahanan jenis sebenarnya pada kondisi bawah permukaan disekitar air panas Cubadak dan Sawahmudik.
Dari potongan penampang D – F diinterpretasikan terdapat sedikitnya enam lapisan batuan dengan nilai tahanan jenis yang berbeda. Lapisan paling bawah (lapisan A) dengan nilai tahanan jenis batuan yang cukup tinggi (> 100 ohmm) berada pada kedalaman >650 m di bawah permukaan. Pola nilai tahanan jenis sebenarnya membentuk dua kubah yang saling terisolasi atau kemungkinan merupakan bagian atas dari tubuh intrusi atau batuan vulkanik.
Lapisan selanjutnya adalah lapisan B, memiliki nilai tahanan jenis sekitar 50 – 100 ohmm, penyebarannya berarah utara – selatan dengan ketebalan sekitar 100 – 200 m, lapisan ini diperkirakan sebagai batuan metamorf berupa batusabak sebagai batuan dasar.
Lapisan C memiliki nilai tahanan jenis antara 20 – 50 ohmm dengan ketebalan bervariasi, antara 200 – 400 m, lapisan ini menindih lapisan batuan metamorf. Diperkirakan tersusun oleh produk vulkanik tua berupa lava dan piroklastik. Di bagian atasnya ditindih oleh lapisan D, lapisan ini memiliki nilai tahanan jenis yang lebih tinggi, dengan nilai sekitar 50 – 100 ohmm dengan pola seperti mengisi lembah. Batuan yang mengisinya diperkirakan produk vulkanik seperti lava dengan ketebalan sekitar 200 m, begitu pula di bagian utara air panas Cubadak namun dimensinya lebih kecil.
Lapisan paling atas adalah lapisan E memiliki nilai tahanan jenis tinggi antara 100 - 600 ohmm, dengan ketebalan yang bervariasi antara 50 – 100m, berada di bagian tengah ke selatan dan sedikit di bagian utara. Diperkirakan sebagai lapisan endapan sedimen hasil rombakan dari lapisan sebelumnya. Tersusun oleh batuan konglomerat, piroklastik, pasir dan lempung serta bongkah-bongkah aluvium.
73
Lapisan F berada tepat di bawah mata air panas Cubadak, memiliki nilai tahanan jenis < 10 ohmm memiliki ketebalan sekitar 200 m dengan panjang ± 800 m pada kedalaman di bawah 50 m. Sedangkan untuk mata air panas Sawahmudik lapisan tahanan jenis rendah berada di kedalaman 400 m. Posisinya masing – masing lapisan yang berada di bawah mata air panas diinterpretasikan sebagai cap rock atau batuan impermeabel yang tidak meloloskan fluida. Litologi dengan nilai tahanan jenis sangat rendah biasanya diduga sebagai batuan yang mengalami alterasi dengan didominasi oleh alterasi jenis lempung atau bisa juga sebagai batuan tersilisifikasi.
Pola yang sama ditunjukan oleh penampang C-D-E dimana lapisan batuan terdiri dari 6 lapisan masing – masing adalah tubuh lava atau tubuh intrusi batuan beku yang menerobos batuan metamorfik (batusabak), kemudian ditindih oleh lapisan vulkanik tua berupa lava dan endapan piroklatik. Di bagian tenggara nampak adanya lava muda yang dibatasi oleh sesar dan di bagian baratlaut terdapat lapisan lava muda juga namun ketebalannya tidak sama dengan lapisan lava yang di bagian tenggara. Lapisan paling atas dan lapisan paling muda ditempati oleh endapan danau dan aluvium. Posisi nilai tahanan jenis rendah masih sama seperti penampang D-F yang berada tepat di bawah munculnya mata air panas Cubadak. Kedua interpretasi penampang D-F dan C-D-E tersebut didukung oleh data dari diagram pagar sounding yang ditampilkan dalam Gambar IV.37.
Potongan vertikal diagram pagar menunjukkan lapisan yang paling atas pada mata air panas Cubadak merupakan batuan penudung dengan nilai tahanan jenis sebenarnya yang di bawah 20 ohmm, ketebalan ± 300 m pada endapan danau hingga batuan vulkaniklastik. Lapisan di bawahnya adalah batuan vulkanik Tersier dengan ketebalan ± 100 m dan batuan metamorfik dengan ketebalan ± 200 m dan bagian paling bawah merupakan batuan plutonik/ vulkanik dengan nilai tahanan jenis yang tinggi, berada pada kedalaman > 600m.
74
Gambar IV.35. Panampang sounding dengan arah utara – selatan
75
Gambar IV.36. Panampang sounding dengan baratlaut - tenggara
76
Gambar IV.37. Diagram pagar lintasan sounding
77
IV.3.3. Gaya Berat Pengukuran nilai gaya berat ditujukkan untuk mengetahui variasi medan gravitasi bumi geologi bawah permukaan dalam bentuk sebaran nilai densitas batuan. Perbedaan yang mencolok / anomali dari nilai densitas positif dan negatif pada suatu daerah diinterpretasikan sebagai suatu struktur dan jalur sesar yang berperan dalam pembentukan permeabilitas suatu sistem panas bumi. Dengan konsep yang menyatakan kondisi di atas dan di bawah permukaan bumi yang tidak homogen sehingga menyebabkan perbedaan gravitasi pada lokasi-lokasi tertentu maka sebaran anomali gaya berat dipetakan dalam bentuk peta anomali regional, peta anomali bouguer dan peta anomali bouguer sisa. (Sheriff, 2002).
Pengukuran nilai gaya berat di daerah penelitian dilakukan di sekitar lokasi air panas Cubadak sebanyak 219 titik ukur, yang terdiri dari 166 titik pengukuran dengan spasi pengukuran 250 m yang tersebar pada 6 (enam) lintasan A, B, C, D, E dan F, serta 53 titik dengan spasi 250 m sebagai titik regional. Pengambilan sampel batuan untuk dianalisis nilai densitasnya sekitar 11 sampel dengan variasi batuan dasit – andesit – basalt – obsidian, batusabak, batugamping dan batuan tersilisifikasi.
Tabel IV.6 Hasil Analisis Laboratorium Densitas Batuan di Daerah Cubadak Kode Sampel Batuan
Gelas-Obsidian
Koordinat UTM zona 47 N X (m) Y (m) 607863,0 39738,0
R-50A
Andesit-Basaltis
605754,0
35563,0
2,60
Kp. Pagaran
R-53B
Andesit-Basaltis
605552,0
35364,0
2,72
Kp.Pagaran
4.
R-54
Sabak (Slate)
614422,0
37534,0
2,55
Jl. ke Panti
5.
R-55
Gamping-Dolomitan
614795,0
38353,0
2,72
Jl. ke Panti
6.
R-55A
Dasit
614900,0
39248,0
2,39
Jl. ke Panti
7.
R-56
Silisifikasi
609601,0
35793,0
2,58
Ds. Cubadak
8.
R-57
Andesit-Basaltis
612131,0
31868,0
2,68
Kp. Pisang
9.
R-58
Basalt (komponen piroklastik)
612184,0
32757,0
2,74
Kp. Naruntuh
10.
R-59
Basalt
610740,0
32250,0
2,84
Kp. Naruntuh
11.
E-7000
Andesit-Basaltis
610734,0
37472,0
2,70
Jl. ke Panti
No 1.
R-43
2. 3.
Nama batuan
78
Densitas Batuan 3 (gr/cm ) 2,40
Keterangan Ds. Kuraba
Dengan variasi nilai densitas seperti tabel di atas menunjukkan nilai densitas rataratanya adalah 2,63 gr/cm3.
- Anomali Bouguer Nilai anomali bouguer menunjukkan anomali rendah cenderung berada di sebelah baratlaut dari munculnya manifestasi air panas Cubadak dan air panas Sawahmudik. Nilai anomali bouguer rendah berkisar antara -28 s/d -38 gr/cm3 sedangkan nilai anomali tinggi > - 27 gr/cm3. Sebaran nilai anomali rendah menunjukkan bahwa bagian barat laut daerah penelitian diperkirakan terdapat batuan dengan nilai densitas rendah seperti batuan sedimen atau batuan dengan porositas tinggi.
Gambar IV.38. Peta anomali bouguer gaya berat daerah Cubadak
Batuan sedimen tersebut kemungkinan mengisi depresi dari Cubadak hingga memiliki kedalaman > 500 m. Struktur yang terbentuk membatasi batuan vulkanik di bagian timur dengan batuan klastik yang mengisi depresi,
79
setidaknya ada sekitar empat sesar yang dapat diinterpretasi dalam peta ini, yaitu sesar yang berarah barat laut – tenggara, utara – selatan dan barat – timur, seperti yang tertuang dalam peta anomali bouguer (Gambar IV.38.).
- Anomali Regional Nilai variasi densitas batuan regional menunjukkan kontras yang sangat signifikan antara batuan di bagian barat dan timur daerah sekitar air panas. Pada bagian barat batuan memiliki nilai densitas yang lebih rendah, antara -26 s/d -34 gr/cm3 sedangkan ke arah timur batuan menunjukkan nilai densitas lebih tinggi, antara -25 s/d -16 gr/cm3. Sebaran yang memanjang dengan arah barat laut – tenggara dan berbelok ke arah barat daya menunjukkan sebagai suatu depresi yang searah dengan pola Sesar Utama Sumatera. Depresi tersebut diperkirakan sebagai daerah yang relatif lebih lemah dari bagian timur sehingga memungkinkan sebagai zona lemah yang memiliki permeabilitas tinggi sebagai jalur naiknya air panas ke permukaan dalam bentuk manifestasi air panas Cubadak dan Sawahmudik (Gambar IV.39.).
Gambar IV.39. Peta anomali regional gaya berat daerah Cubadak
80
Bagian tengah daerah penelitian yang diperkirakan sebagai zona depresi di dominasi oleh batuan sedimen dan vulkaniklastik dengan batuan dasar batusabak. - Anomali Bouguer Sisa Pola sebaran anomali bouguer sisa (Gambar IV.40.) merupakan hasil potongan antara anomali bouguer dan anomali regional. Pola yang terbentuk menunjukkan adanya dua daerah dengan pola menutup dimana nilai anomali rendah terbentuk di daerah Kotatua dengan nilai densitas < -3 gr/cm3 merupakan suatu depresi yang terisi oleh batuan sedimen/ klastik dengan porositas tinggi. Dipermukaan ditunjukkan sebagai batuan aluvium produk dari Sungai Batang Pasaman, posisi hidrologi sebagai daerah discharge, sehingga memungkinkan terakumulasinya air resapan dari wilayah lebih tinggi, menyusup dan membentuk air di kedalaman yang kemudian berdampak terhadap proses pencuci\an dan penggantian mineral pada batuannya.
Kotatua
Gambar IV.39 Peta anomali bouguer sisa gaya berat daerah Cubadak
81
Nilai anomali tinggi ditunjukan sebagai bentukan adanya semacam intrusi batuan yang tidak muncul di permukaan, berada tepat dibawah manifestasi air panas. Nilai densitas batuan >2 gr/cm3 dengan luas sekitar 3 x 1.5 km. Bentukan tersebut diperkirakan sebagai batuan plutonik yang masih menyimpan panas dan berfungsi sebagai sumber panas pada sistem panas bumi Cubadak. Kemungkinan lainnya adalah terbentuknya suatu tubuh batuan dengan proses deposisi mineral hidrotermal. Dari interpretasi nilai kontras densitas batuan, setidaknya bisa ditarik tujuh buah struktur sesar yang berada di sekitar manifestasi, dengan arah baratlaut – tenggara, barat – timur dan utara – selatan Beberapa sesar kemungkinan berupa sesar di kedalaman yang tidak muncul ke permukaan karena tertutupi oleh lapisan batuan yang lebih muda. Munculnya sesar-sesar tersebut kemungkinan berperan dalam pembentukan zona permeabel pada batuan reservoir dalam sistem panas bumi Cubadak.
Model 2D gaya berat (Gambar IV.41.) menunjukkan terdapatnya suatu tubuh batuan dengan nilai densitas yang kontras di bawah munculnya air panas Cubadak.
Gambar IV.41. Model 2D gaya berat penampang baratdaya-tenggara
82
Nilai densitas 2,69 gr/cm3 menunjukkan batuan vulkanik menengah (andesitbasalt). Nilai 2,8 gr/cm3 menunjukkan batuan batusabak. Nilai 2,1 gr/cm3 menunjukkan batuan alterasi – silisifikasi. Nilai 2,39 gr/cm3 menunjukkan batuan vulkanik tua. Nilai 2,33 gr/cm3 menunjukkan batuan sedimen. Nilai 2,37 gr/cm3 menunjukkan vulkanoklastik. Nilai 2,5 gr/cm3 menunjukkan batuan plutonik. Pemodelan gaya berat di atas menunjukkan munculnya batuan plutonik pada kedalaman > 900 m yang diprediksi sebagai diorit.
83