BAB III
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
3.1. Geomorfologi Melalui interpretasi peta topografi dan citra udara serta analisis pola kerapatan kontur yang didasarkan pada klasifikasi van Zuidam, 1985, tatanan umum morfologi di daerah penelitian dapat dibedakan menjadi menjadi satu satuan geomorfologi yaitu satuan perbukitan volkanik. Litologi umum merupakan batuan volkanik terdiri dari lava, dan piroklastik, sehingga dapat dikategorikan ke dalam Kompleks Gunungapi Tua Zaman Tersier yang berumur Oligosen sampai Miosen. 3.1.1. Pola Aliran Sungai Howard, 1967 op.cit van Zuidam, 1985 telah mengklasifikasikan pola aliran sungai dalam beberapa kategori yang mencerminkan struktur dan proses yang mengontrolnya. Berdasarkan pengamatan pola aliran sungai, daerah penelitian memiliki pola aliran sungai dendritik dan radial (gambar 3.1). Pola dendritik umumnya terbentuk pada lapisan mendatar sedimen-sedimen yang sejenis, atau batuan beku yang mempunyai resistensi yang relatif homogen. Pola aliran sungai dendritik terbentuk pada daerah sungai yang relatif landai. Pola aliran sungai dendritik pada daerah penelitian terdapat pada S. Air Bunginan, S. Air Napalan dan S. Air Husein. Keseluruhan sungai ini mengalir pada batuan beku yang relatif memiliki kekerasan yang sama (memiliki litologi lava andesit). Pola aliran sungai ini menempati ±60 % daerah penelitian dari keseluruhan sungai yang ada di daerah penelitian. Terdapat kesamaan di antara sungai-sungai dendritik ini, yaitu memiliki pola kelurusan sungai yang berarah hampir timurlautbaratdaya. Pola aliran sungai radial yaitu cabang-cabang sungai berasal dari perbukitan dan mengelilingi (radial) perbukitan tersebut dan menuju suatu sungai sesuai dengan arah lerengnya. Pola aliran sungai radial pada daerah penelitian terdapat
pada cabang-cabang S. Air Bunginan dan S. Air Napalan, menempati ±40 % daerah penelitian dari keseluruhan sungai yang ada.
Gambar 3.1 Peta daerah aliran sungai memperlihatkan pola dendritik dan radial Berdasarkan klasifikasi Horton, 1945 op.cit van Zuidam, 1985 terdapat tiga kelompok sungai (orde) yaitu, sungai-sungai intermiten (orde 3) yang mengalir ke arah S. Air Husein, S. Air Napalan dan S. Air Bunginan (orde 2). Sungai orde 2 yang mengalir membentuk pola meranting bersama sungai intermiten dan mengalir pada satu sungai besar yaitu S. Air Seblat (orde 1). Air Seblat terdapat pada bagian baratlaut daerah penelitian dengan arah aliran utara-selatan. Kelompok Air Husein mengalir pada bagian utara daerah penelitian dengan arah aliran sungai utama timur-barat. Terdapat air terjun setinggi 70 meter yang menghadap ke arah barat. Bentuk lembah Air Husein, secara umum berbentuk ”V” (foto 3.1). “Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Prospeksi Air Bunginan, Kecamatan Air Muring, Kabupaten Ketaun, Bengkulu”
III-2
Foto 3.1. Bentuk lembah sungai ”V” pada S. Air Husein Kelompok Air Napalan mengalir pada bagian tengah daerah penelitian dengan arah aliran sungai utama timurlaut-baratdaya. Pada pengamatan di lapangan, profil lembah S. Air Napalan menunjukkan bentuk ”V”. Terdapat kontrol struktur menghasilkan pembelokan sungai, adanya air terjun yang diindikasikan karena gejala sesar.
“Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Prospeksi Air Bunginan, Kecamatan Air Muring, Kabupaten Ketaun, Bengkulu”
III-3
Foto 3.2. Bentuk lembah sungai ”V” pada S. Air Napalan Kelompok Air Bunginan mengalir pada bagian selatan daerah penelitian dengan arah aliran sungai utama timur-barat. Profil lembah S. Air Bunginan menunjukkan bentuk ”V”.
Foto 3.3. Profil lembah sungai berbentuk ”V” pada S. Air Bunginan “Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Prospeksi Air Bunginan, Kecamatan Air Muring, Kabupaten Ketaun, Bengkulu”
III-4
Lembah-lembah sungai pada daerah penelitian berbentuk huruf ”V” yang menandakan bahwa erosi vertikal lebih intensif daripada erosi lateral yang menunjukkan bahwa daerah penelitian berada dalam tahapan geomorfik muda (Lobeck, 1959). Sungai orde 2 memiliki cabang-cabang (orde 3) yang membentuk pola radial. Cabang sungai ini keseluruhannya berupa sungai intermiten yang hanya dialiri air pada saat hujan. 3.2. Stratigrafi Daerah Penelitian Mengacu kepada Pardede dkk., 1993, pada daerah penelitian termasuk ke dalam Formasi Hulusimpang yang berumur Oligosen Akhir sampai Miosen Tengah. Dalam pembahasan stratigrafi daerah penelitian, digunakan penamaan satuan stratigrafi dengan sistem penamaan litostratigrafi tidak resmi (SSI, 1996), yaitu penamaan satuan batuan (unit litologi) didasarkan pada ciri-ciri fisik litologi yang dapat diamati di lapangan dengan melihat jenis litologi dan keseragaman, serta posisi stratigrafi terhadap satuan-satuan yang ada di bawah dan di atasnya. Berdasarkan hal tersebut di atas, terutama dengan melihat serta mempelajari kedudukan batuan yang satu dengan yang lainnya, stratigrafi daerah penelitian diurutkan dari tua ke muda adalah sebagai berikut: 1. Satuan Lava Andesit 2. Satuan Tuf 3. Satuan Aluvial 3.2.1. Satuan Lava Andesit 3.2.1.1. Penyebaran Satuan Lava Andesit ini merupakan satuan tertua di daerah penelitian. Penyebaran satuan ini hampir meliputi seluruh bagian daerah penelitian dengan luas penyebaran 65 % dari total luas daerah penelitian. Pada peta geologi ditandai dengan warna merah (lampiran Peta D). Satuan Lava Andesit terletak pada morfometri Perbukitan Volkanik landai. Tersingkap di bagian selatan daerah penelitian dengan punggungan G. Husein sebagai batas antara dengan satuan “Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Prospeksi Air Bunginan, Kecamatan Air Muring, Kabupaten Ketaun, Bengkulu”
III-5
lainnya. Singkapan pada umumnya berada pada sepanjang Air Napalan dan Air Bunginan serta pada tebing yang mengalami longsoran dengan kondisi terubah dengan intensitas ubahan lemah–sedang. Pada satuan ini terdapat urat kuarsa dengan ketebalan bervariasi, mulai dari 1 cm sampai 2,5 m. Ketebalan satuan sulit diketahui dari penampang geologi karena tidak ditemukan kontak dengan satuan dibawahnya. 3.2.1.2. Ciri litologi Secara megaskopis satuan Lava Andesit
berwarna abu-abu kehitaman,
struktur masif, tekstur afanitik, hipokristalin, inekuigranular, porfiritik, fenokris berukuran 0,5-3 mm terdiri dari
plagioklas, hornblenda, dan piroksen yang
tertanam pada massadasar halus (afanitik). Batuan ini telah mengalami ubahan hirotermal ditandai dengan hadirnya mineral ubahan seperti kuarsa (berupa uraturat halus), dan mineral pirit, limonit, dan pirolusit.. Urat kuarsa yang terbentuk memiliki ciri-ciri putih, tekstur crustiform, comb dan kalsedonik. Terdapat juga urat-urat kalsedon pada bagian tenggara daerah penelitian. Pada urat kuarsa in hadir mineral mangan, dan limonit serta pirit. Secara setempat dijumpai struktur kekar berlembar.
Foto 3.4. Foto singkapan lava andesit pada S. Air Bunginan
“Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Prospeksi Air Bunginan, Kecamatan Air Muring, Kabupaten Ketaun, Bengkulu”
III-6
Foto 3.5. Foto conto andesit Berdasarkan klasifikasi IUGS (1973) seperti pada gambar 3.2, batuan beku volkanik dengan ciri-ciri megaskopis seperti pada daerah penelitian diberi nama batuan Andesitoid.
Andesit
Gambar 3.2 Diagram klasifikasi batuan beku afanitik, IUGS (1973).
“Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Prospeksi Air Bunginan, Kecamatan Air Muring, Kabupaten Ketaun, Bengkulu”
III-7
3.2.1.3. Umur Penentuan umur mengacu pada Pardede dkk., (1993) dimana satuan ini disebandingkan dengan Formasi Hulusimpang (Tomh) berumur Oligosen Akhir. Satuan Lava Andesit ini merupakan batuan volkanik dengan mekanisme efusif terbentuk pada lereng tubuh gunung api. Sumber erupsi diperkirakan berasal dari bagian utara daerah penelitian, hal ini didasarkan pada kenampakan kekar kolom dan kekar berlembar di lapangan dan didukung interpretasi citra. Hubungan stratigrafi satuan Lava Andesit ini di interpretasikan selaras dengan satuan di atasnya. 3.2.2. Satuan Tuf 3.2.2.1. Penyebaran Satuan Tuf ini merupakan satuan yang diendapkan setelah Satuan Lava Andesit. Digambarkan pada peta geologi dengan warna coklat (lampiran Peta D). Penyebarannya tersebar secara merata pada bagian utara daerah penelitian. Batuan tersingkap daerah lereng bukit pada bagian longsoran,
hal ini terjadi karena
rendahnya resistensi batuan terhadap proses denudasi. Total luas penyebaran satuan ini kurang lebih 35 % dari total luas daerah penelitian. Satuan ini tersingkap di daerah utara Air Napalan tepatnya di Gunung Husein. Satuan Tuf telah mengalami ubahan hidrotermal sebagian.
Foto 3.6. Foto singkapan tuf pada tebing G. Husein
“Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Prospeksi Air Bunginan, Kecamatan Air Muring, Kabupaten Ketaun, Bengkulu”
III-8
3.2.2.2. Ciri Litologi Secara megaskopis memiliki ciri warna abu-abu terang, rapuh, klastik, porositas 5%-10%, matriks berukuran debu kasar (<2 mm) dengan fragmen terdiri dari mineral kuarsa sekitar 30% dan mineral mafik (piroksen dan horblenda) sekitar 5 % tertanam pada matriks, terdapat mineral bijih berupa pirit, dan mineral oksida seperti limonit. Tabel 3.1 klasifikasi batuan piroklastik berdasarkan ukuran butir, Schmid, 1981 op.cit. Fisher, et. al 1984.
Berdasarkan Schmidt, 1981 op.cit Yuwono, 2004 tentang penamaan batuan piroklastik berdasarkan ukuran butir (tabel 3.1), maka batuan di daerah penelitian dinamakan Tuf Kasar .
“Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Prospeksi Air Bunginan, Kecamatan Air Muring, Kabupaten Ketaun, Bengkulu”
III-9
Foto 3.7. Foto conto tuf. Berdasarkan Fisher, 1966 op.cit Yuwono, 2004, tentang penamaan batuan piroklastik berdasarkan penyusun batuan piroklastiknya maka batuan di daerah penelitian dinamakan Tuf Kristal
3.2.2.3. Umur Penentuan umur mengacu pada Pardede dkk., 1993, dimana satuan ini disebandingkan dengan Formasi Hulusimpang (Tomh) berumur Miosen Tengah. Satuan ini diendapkan diatas Satuan Lava Andesit .Satuan Tuf ini merupakan endapan piroklastik jatuhan dihasilkan dari letusan gunung api dan jatuh kembali disekitar gunung api tersebut; ketebalan endapan semakin menipis dan ukuran butir menghalus secara sistematis menjauhi pusat erupsi (Yuwono, 2004). Hubungan stratigrafi Satuan Tuf Kristal ini di duga selaras dengan satuan di atasnya. 3.2.3. Satuan Aluvial Satuan ini merupakan satuan yang paling muda, berumur Holosen dengan hubungan stratigrafi tidak selaras terhadap semua satuan. Aluvial berukuran butir
“Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Prospeksi Air Bunginan, Kecamatan Air Muring, Kabupaten Ketaun, Bengkulu”
III-10
pasir halus sampai dengan bongkah, terdiri dari andesit, kuarsa, batuan terubah, dan tuf. Satuan aluvial tidak terpetakan pada peta geologi daerah penelitian.
3.3. STRUKTUR GEOLOGI Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian adalah struktur kekar dan sesar. Hal ini terjadi karena umumnya litologi di daerah penelitian mempunyai elastisitas yang rendah dan bersifat brittle, sehingga cenderung terpatahkan dan tidak terjadi struktur perlipatan. Secara umum, daerah penelitian merupakan zona kekar gerus yang berkembang menjadi zona hancuran dan zona sesar. Unsur struktur yang dijumpai di daerah penelitian adalah rekahan, yaitu kekar gerus dan kekar tarik, cermin sesar, dan breksiasi. Analisis struktur geologi di daerah penelitian merupakan analisis dari unsur-unsur struktur sekunder yang dikumpulkan yaitu berupa kekar gerus, kekar tarik, bidang sesar minor, breksiasi dan urat kuarsa. Data ini kemudian dikompilasi dengan analisis citra dan peta topografi yang telah dilakukan sebelumnya. Penentuan arah tegasan yang bekerja pada daerah penelitian ditentukan dengan melakukan analisis kekar berpasangan menggunakan perangkat lunak Stereonet dan Rockware 2002 sehingga didapat arah tegasan (σ1, σ2, σ3). Penamaan dan kinematik sesar dapat dilakukan dengan memasukan arah breksiasi yang diinterpretasikan sebagai jurus sesar, sementara kemiringan bidang sesar didapat dari bidang yang dibentuk dari arah breksiasi terhadap (σ2). Κemudian setelah itu dapat ditentukan netslip dan pitch, sehingga dapat ditentukan pergerakan sesar.
“Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Prospeksi Air Bunginan, Kecamatan Air Muring, Kabupaten Ketaun, Bengkulu”
III-11
Gambar 3.3 Determinasi penentuan jenis sesar translasi (Rickard, 1972 op. cit Ragan, 1973). Ragan (1973) telah mengklasifikasikan jenis pergeseran relatif (slip) dari pensesaran (Gambar 3.3). Jenis sesar di daerah penelitian digolongkan berdasarkan jalur pergeseran relatifnya. dengan menggunakan diagram klasifikasi untuk sesar-sesar translasi. Penentuan jenis sesar didasarkan pada sudut pitch dan netslip terhadap bidang sesar (Gambar 3.4), dengan sudut 45° dijadikan batas antara strike-slip fault dan dip-slip fault. Untuk sesar dengan pitch 0° - 45° digolongkan sebagai strike-slip fault, sedangkan sesar dengan pitch 45° - 90° digolongkan sebagai dipslip fault (Ragan, 1973). Jenis sesar di daerah penelitian digolongkan berdasarkan jalur pergeseran relatifnya, dengan menggunakan diagram klasifikasi untuk sesarsesar translasi.
“Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Prospeksi Air Bunginan, Kecamatan Air Muring, Kabupaten Ketaun, Bengkulu”
III-12
Gambar 3.4 Klasifikasi jenis pergeseran relatif dari pensesaran, Ragan (1973). Penamaan sesar disesuaikan dengan nama pemukiman atau sungai tempat sesar-sesar tersebut berada. Sedangkan untuk penamaan pergerakan sesar digunakan analisis net slip yang diperoleh dari menggabungkan data breksiasi, kelurusan dan kutub maksimum dari kekar gerus. Analisis penentuan kinematika dan dinamika sesar menggunakan perangkat lunak Dips dan Rock Ware 2002. 3.3.1 Struktur Kekar Struktur kekar yang dijumpai di daerah penelitian terjadi akibat proses tektonik dan volkanisme. Kekar akibat tektonik berupa kekar gerus yang saling berpasangan dan kekar tarik. Rekahan yang terbentuk di daerah penelitian sebagian besar telah terisi oleh mieneral. Rekahan – rekahan tersebut terisi oleh mineral silika. atau biasa disebut dengan urat kuarsa. Trend dari urat–urat yang hadir berarah timurlaut-baratdaya.
“Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Prospeksi Air Bunginan, Kecamatan Air Muring, Kabupaten Ketaun, Bengkulu”
III-13
Gambar 3.5 Analisis roset trend urat kuarsa berarah dominan timurlaut-baratdaya (diolah dengan perangkat lunak Rock Ware 2002)
3.3.2 Struktur Sesar Berdasarkan pendekatan dan metoda di atas, penulis menemukan adanya dua buah struktur sesar mendatar. Sesar-sesar tersebut adalah •
Sesar Air Napalan
•
Sesar Air Bunginan
3.3.2.1 Sesar Air Napalan Sesar Air Napalan merupakan sesar orde kedua dari Sesar Seblat dengan lintasan jejak sesar memanjang berarah relatif timurlaut – baratdaya. Sesar ini berada di bagian barat daerah penelitian, tepatnya pada S. Air Napalan. Sesar Air Napalan diperoleh dari data struktur di lapangan berupa kekar gerus, kekar tarik, cermin sesar, kelurusan, dan breksiasi. Dari data tersebut, dapat diketahui kedudukan bidang sesar ini N 55o E/75o SE, nilai pitch sebesar 4o serta net slip 4o, N 234o E. Arah tegasan utama sesar ini berarah 74o, N41o E. Berdasarkan data pitch dan kemiringan sesar, Sesar Air Napalan adalah Sesar mendatar mengiri naik.
“Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Prospeksi Air Bunginan, Kecamatan Air Muring, Kabupaten Ketaun, Bengkulu”
III-14
3.3.2.2 Sesar Air Bunginan Sesar Air Bunginan merupakan sesar orde kedua dari Sesar Seblat dengan lintasan jejak sesar memanjang berarah relatif timurlaut – baratdaya. Sesar ini berada di bagian baratdaya daerah penelitian, tepatnya pada S. Air Bunginan. Sesar Air Bunginan diperoleh dari data struktur di lapangan berupa kekar gerus, kekar tarik, cermin sesar, kelurusan, dan breksiasi. Dari data tersebut, dapat diketahui kedudukan bidang sesar ini N 79o E/62o SE, nilai pitch sebesar 19o serta net slip 20o, N250o E. Arah tegasan utama sesar ini berarah 59o, N 72o E. Berdasarkan data pitch dan kemiringan sesar, Sesar Air Bunginan adalah Sesar mendatar mengiri naik. 3.3.3 Mekanisme Pembentukan Struktur Daerah Penelitian Struktur geologi di daerah penelitian merupakan akibat dari gaya kompresional berarah relatif barat-timur, akibat dari subduksi frontal yang terjadi sejak Kala Miosen hingga sekarang (Pulunggono dan Martodjojo, 1994). Secara umum pola tegasan yang bekerja di daerah penelitian berdasarkan analisis kekar gerus memperlihatkan kecenderungan relatif timurlaut-baratdaya yang menghasilkan struktur sesar mendatar berarah relatif timurlaut-baratdaya (Sesar Air Napalan dan Sesar Air Bunginan) Berdasarkan pola tegasan, struktur yang terbentuk, dan satuan batuan yang terlibat maka dapat diperkirakan bahwa fasa tektonik yang terjadi di daerah penelitian merupakan fasa tektonik terakhir berupa fasa kompresi, yaitu sejak Miosen Tengah (Pulunggono dkk., 1992). Beberapa konsep dikembangkan untuk membahas urutan kejadian struktur berdasarkan arah tegasan yang bekerja pada suatu wilayah, salah satunya dikembangkan oleh Moody dan Hill (1956) yang menggunakan prinsip pure shear sebagai gaya penyebab terbentuknya sesar.
“Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Prospeksi Air Bunginan, Kecamatan Air Muring, Kabupaten Ketaun, Bengkulu”
III-15
Gambar 3.6. Model urutan pola struktur menurut Moody dan Hill (1956) Secara umum pola struktur pada daerah penelitian bila diamati secara regional dengan menggunakan kelurusan pada topografi regional merupakan hasil bentukan dari struktur sekunder. Sesar Air Seblat di interpretasikan sebagai struktur primer yang berkembang yang berarah relatif utara - selatan.
“Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Prospeksi Air Bunginan, Kecamatan Air Muring, Kabupaten Ketaun, Bengkulu”
III-16