Makalah Seminar
Hasil Penelitian EVALUASI PROGRAM BANTUAN BEASISWA SANTRI BERPRESTASI (PBSB) DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN AGAMA I. PENDAHULUAN a. Latar belakang penelitian Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Kemudian pada Pasal 5 ayat (1) menegaskan, setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Demikian juga ayat (4) warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus, dan ayat (5) setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat. Untuk memenuhi amanah undang-undang tersebut, pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2010 telah mengeluarkan kebijakn tentang pembangunan pendidikan, yang diarahkan kepada upaya perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia yang berkualitas dengan peningkatan anggaran pendidikan. Kebijakan tersebut mencakup tiga hal, yaitu pemerataan dan perluasan akses pendidikan, peningkatan mutu, daya saing dan relevansi pendidikan dan tata kelola pendidikan.Demikian juga Kementerian Agama menggariskan kebijakan Pendidikan Islam diarahkan pada aspek yang sama, yakni pemerataan dan perluasan akses pendidikan, peningkatan mutu, daya saing dan relevansi pendidikan serta tata kelola pendidikan.1 Untuk mewujudkan kebijakan tersebut, Kemenag telah melaksanakan berbagai program baik untuk madrasah, perguruan tinggi keagamaan maupun ponpes. Khusus ponpes telah banyak program-program yang dilaksankan diantaranya bantuan-bantuan sarana, bantuan operasional pendidikan (BOP), bantuan insentif guru dan program bantuan beasiswa santri berprestasi (PBSB). PSPB merupakan program afirmatif bagi santri yang memiliki prestasi. Hal ini dilakukan melalui kerjasama dengan berbagai Peguruan Tinggi di Indonesia, yaitu UIN Syahida, UIN SGD, UIN Wali Songo, UIN Sunan Kalijaga, UIN Sunan Ampel, UIN MMI, STAINU, Universitas Serpong, UPI, ITB, IPB, UI, ITS, Unair, UGM, Unram dan Unisma, .2 1
2019
Lihat Renstra Diektorat Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI tahun 2014-
2
Lihat Buku Petunjuk Teknis Pengelolaan Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB tahun 2015, Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Ponpes Ditjen Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI. h. 4 Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan 2016 |
1
Program bantuan beasiswa santri tersebut merupakan perwujudan pelaksanaan kegiatan strategis Kementerian Agama untuk meningkatkan kualitas SDM di pondok ponpes, dimana santri merupakan bagian dari SDM ponpes dituntut profesional dalam berbagai bidang keilmuan tanpa adanya dikhotomi dan diskriminasi. Karena itu, dengan adanya program PBSB, santri mendapat kesempatan luas untuk meningkatkan kualitasnya, sehingga santri mampu menjadi agen perubahan khususnya bagi pertumbuhan dan perkembangan pondok ponpes.3 PBSB ini telah berjalan cukup lama, sejak tahun 2005 sampai saat ini tahun 2016 masih berjalan. Jumlah santri yang ikut PBSB sampai tahun 2015 sebanyak 3.330 orang, berasal dari 782 ponpes. Sedangkan jumlah santri yang telah menyelesaikan studinya sampai Desember 2014 mencapai 1.380 santri.4. Pelaksanaan PBSB tersebut diduga masih adanya gap antara tujuan PBSB dengan hasil yang dicapai, dimana tujuan awalnya lulusan PBSB diharapkan mampu berperan sebagai pemberdaya sosial dan penguat lembaga ponpes melalui implementasi ilmu yang diperoleh dari perguruan tinggi, terutama bidang sains dan teknologi. Namun sebaliknya alumni PBSB lebih cenderung untuk memilih bekerja di luar lembaga ponpes atau melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi disebabkan ketidaksesuaian pilihan studi santri dengan kebutuhan ponpes, Dari pelaksanaan PBSB selama 5 tahun ini, ada dugaan tujuan yang ingin dicapai dari program PBSB ini belum sesuai dengan hasil yang diperoleh. Alumni PBSB yang diharapkan mampu menjadi aktor penting dalam penguat kelembagaan pesantren melalui penerapan sains dan teknologi dan pemberdaya sosial masyarakat belum terelialisasi sesuai harapan. Faktor yang mendorong hal tersebut dapat bermula dari proses implementasi PBSB yang tidak optimal. Karena itu masalah yang diangkat dalam penelitian ini “Sejauhmana implementasi Program Bantuan Santri Berprestasi (PBSB) dilihat dari, input, proses, produks dan outcome PBSB bagi pondok ponpes? Tujuan penelitian untuk memperoleh data dan informasi terkait implementasi PBSB yang meliputi, input, proses, produks dan outcome PBSB bagi ponpes. Dan manfaatnya dapat memberikan saran dan masukan bagi pimpinan Kementerian Agama tentang langkah-langkah konkrit dan komprehensif untuk membuat kebijakan tentang pelaksanaan bantuan program beasiswa santri berprestasi (PBSB) di masa akan datang khususnya pemberdayaan alumni PBSB.
2
Lihat Buku petunjuk TeknisPetunjuk Teknis Pengelolaan Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB tahun 2015, Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Ponpes Ditjen Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI. h. 4 3 Lihat Buku Petunjuk Teknis Pengelolaan Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) tahun 2015, Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Ponpes Ditjen Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI. h. .4 4 Lihat Buku Petunjuk Teknis Pengelolaan Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB tahun 2015, Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Ponpes Ditjen Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI. h.5 Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan 2016 |
2
b. Kerangka Konseptual Pengertian PBSB Program beasiswa santri berprestasi disingkat PBSB adalah sebuah program afirmatif perluasan akses santri untuk melanjutkan studi melalui suatu program yang terintegrasi mulai dari proses kerjasama, pengelolaan, sistem seleksi khusus bagi santri serta pemberian bantuan pembiayaan yang diperlukan bagi santri yang memenuhi syarat, sampai pembinaan masa studi dan pembinaan pengabdian pasca lulus. 5 Misi diselenggakannya PBSB agar para santri setelah menyelesaikan studinya di perguruan tinggi dapat memperkuat pemberdayaan dan pengembangan ponpes, terutama di bidang sains dan teknologi di samping islmic studies, sehingga potensi yang ada di lingkungan ponpes dapat diberdayakan dengan baik, yang pada gilirannya ponpes akan tetap eksis sebagai lembaga pendidikan dan pengembangan masyarakat (community development). Tujuan program beasiswa santri berprestasi sebagai pemberdayaan sosial bagi santri melalui upaya memperluas akses bagi santri berprestasi yang memiliki kematangan pribadi, kemampuan penalaran, dan prestasi untuk memperoleh pendidikan tinggi, melalui tindakan afirmatif dalam seleksi masuk perguruan tinggi. Tidak sedikit santri yang mempunyai kemampuan luar biasa, kecerdasan imajiner, namun mereka terhalang untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi ke depannya, mereka diharapkan menjadi pelopor bangsa yang siap mengabdi kepada pondok ponpes dan negeri Indonesia tercinta. PBSB sebagai upaya pemberdayaan sosial bagi ponpes melalui upaya peningkatan kualitas SDM pondok ponpes di bidang sains, teknologi serta sosial kemasyarakatan agar dapat mengoptimalkan peran pembangunan di masa mendatang, melalui penguatan keilmuan di perguruan tinggi dan program pengabdian pasca lulus. Banyak pondok ponpes yang mengalami kendala karena minimnya jangkauan akses. Ponpes kekurangan SDM dalam beberapa hal utamanya saat dihadapkan dengan kemajuan zaman. Dengan adanya program ini diharapkan tumbuh generasi ponpes yang melek teknologi informasi sehingga tidak ketinggalan zaman. Evaluasi Evaluasi merupakan proses pencarian, pengumpulan dan pengambilan data (informasi) yang diperlukan untuk memberikan pertimbangan apakah program yang sedang berjalan perlu diperbaiki, dihentikan atau diteruskan.6 Evaluasi program dilakukan secara sistematis, rinci, dan menggunakan prosedur yang sudah diuji secara cermat dengan metode tertentu akan diperoleh data yang dapat dipercaya. Evaluasi dapat digunakan untu penentu kebijakan. Kebijakan akan tepat apabila data yang digunakan sebagai pertimbangan tersebut benar, akurat, dan lengkap, karena evaluasi dapat 5
Buku “Petunjuk Teknis Pengelolaan Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB tahun 2015, Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Ponpes Ditjen Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI. h.4 6 W. James Popham, (1981), Modern Educational Evaluation , New Jersey: Prenctice Hall Inc, h. 7. Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan 2016 |
3
menentukan ketercapaian sebuah program. Seperti diungkapkan Bigman bahwa evaluasi program, yaitu: (1) Untuk menemukan apakah tujuan dapat dicapai, dan seberapa jauh dapat dicapai. (2) Untuk menemukan prinsip yang melandasi keberhasilan program. (3) Untuk melakukan eksperimen-eksperimen dengan teknik-teknik tertentu guna meningkatkan efektifitas. (4) Untuk meletakkan dasar guna melakukan penelitian lanjut atas dasar keberhasilan alternative teknik yang digunakan. (5) Untuk merumuskan kembali cara yang akan digunakan dalam mencapai tujuan, dan bahkan merumuskan kembali sub tujuan sesuai dengan temuan penelitian.7 c. Definisi Operasional Yang dimaksud evaluasi PBSB di sini adalah menilai atau mengukur implementasi penyelenggaraan PBSB dilihat dari input, proses, produk/output serta outcome. Input adalah hal yang berhubungan dengan sumber-sumber yang tersedia yang mengarahkan strategi program dan menspesifikasi rancangan prosedural yang meliputi mekanisme rekruitmen santri PBSB dan kebutuhan ponpes terhadap PBSB. Proses adalah sesuatu yang berhubungan dengan prosedur kegiatan implementasi kebijakan atau keputusan yang meliputi aktivitas proses monitoring santri PBSB, pembinaan santri PBSB, evaluasi PBSB serta mengidentifikasi masalah dan kendala. Produk adalah sesutu yang berhubungan dengan keberhasilan pencapaian tujuan PBSB, yang meliputi prestasi, sebaran alumni, pendayagunakann alumni, sedangkan outcome adalah sesuatu dampak atau manfaat alumni bagi penguatan kelembagaan ponpes yang meliputi pengembangan mutu ponpes. Adapun yang dimaksud “Radikalisme” merupakan fenomena sosial yang disebabkan oleh frustasi sosial dan deprivasi sosial. Maka, gerakan radikalisme muncul bukan lagi karena dorongan keagamaan, seperti mendirikan negara Islam, keadilan Islam, syariat Islam, melainkan pilihan rasional yang telah berkonsentrasi pada orientasi ekonomi, seperti mencari pekerjaan, mengakses layanan kesehatan, pendidikan, sebagai tujuan bersama (collective good). Ini menunjukkan bahwa radikalisme tidak lagi monolitik sebagai faktor agama, tetapi juga faktor sosial-politik, dan ekonomi.8 Isu-isu yang diperjuangkan pun kombinatif; isu agama dan isu politik. Indikator radikalisme9 yaitu (1) memiliki pandangan cenderung melakukan aksi intoleran kepada agama lain seperti menyebarkan permusuhan dan melakukan provokasi kekerasan kepada agama lain; (2) memiliki pandangan dan cenderung melakukan aksi intoleran kepada kelompok lain, seperti mengkafirkan, menyebarkan permusuhan dan melakukan provokasi kekerasan kepada kelompok lain; (3) bersedia 7
Leonard Rutman, (1984), Evaluation Research Methodology , New Delhi: Sege Publication India PVT. Ltd, 2 ed, h. 123 8 mer Ta sp nar 200 dalam “ ighting Radicalism not „Terrorism‟ Root Causes of an International Actor Redefined” dalam SAIS Review Vol. XXIX No. 2, (Summer–Fall). Quintan Wiktorowicz dan Karl Kaltenthaler 2006 dalam “Rationality of Radical Islam Political” dalam Science Quarterly, Vol. 121, No. 2, (Summer,), h. 296. Mazen Hashem “Contemporary Islamic Activism: The Shades of Praxis”: 2006 dalam Sociology of Religion, Vol. 67, No. 1 (Spring,), h. 25. 9 Khamami Zada: 2002, .Islam Radical: Pergulatan Ormas-ormas Islam Garis Keras di Indonesia, (Jakarta: Teraju,), h. 182. Khamami Zada: 2015 “Radikalisme dalam Paham Keagamaan Guru dan Mata Pelajaran ikih di Madrasah Aliyah” dalam Jurnal Penamas, Balitbang DKI Jakarta. Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan 2016 |
4
melaksanakan kekerasan atas nama jihad, seperti bersedia melakukan penyerangan kepada agama lain atau kelompok lain dan bersedia menjadi pelaku bom bunuh diri; (4) berjuang melakukan perubahan sistem sosial, ekonomi, dan politik dengan cara-cara kekerasan, seperti penolakan terhadap demokrasi dengan aksi kekerasan. Adapun yang dimaksud pemberdayaan secara bahasa adalah proses dan cara perbuatan atau membuat berdaya yaitu kemampuan untuk melakukan sesuatu atau untuk bertindak yang berupa akal, ikhtiar atau upaya. Pemberdayan juga merupakan proses transmisi dari keadaan tidak berdaya menuju keadaan yang lebih baik. Indikator pemberdayaan yaitu: akses, partisipasi, kontrol (pengndalian dan tata kelola) dan manfaat. Dalam konteks pendidikan maka pemberdayaan adalah menggerakan semua potensi sumberdaya yang ada dalam hal ini suberdaya yang ada di ponpes, sehingga menghasilkan kualitas pendidikan dan keberdayaan masyarakat sekitar. Dimensi indikator pemberdayaaan pendidikan ponpes adalah meliputi SDM, sarana prasarana Pendidikan, metode, kurikulum, interksi sosial internal dan eksternal). Indikator untuk ponpes yaitu ponpes semakin berkualitas dan masyarakat semakin tertarik menyekolahkan anaknya ke ponpes. Tabel 1. Kerangka Operasional Konsep Dimensi Input
Aspek Latar Santri
Indikator Asal Pesantren, latar belakang pendidikan orang tua, latar belakang pendapatan orang tua, perguruan tinggi santri alumni PBSB, sumber informasi terkait PBSB, alas an ikut program PBSB, yang menentukan jurusan santri, hubungan dengan Kyai, Sosialisasi, rekruitmen PBSB oleh Kemenag dan rekruitmen internal pesantren
Responden Alumni/ Kyai
Proses studi santri Pembinaan santri
Lama studi diselesaikan Adanya pembinaan oleh berbagai pihak (pesantren, Kemenag dan perguruan tinggi), serta materi pembinaan.
Alumni Alumni
Masalah dan kendala selama proses studi
Mengidentifikasi factor yang mempengaruhi hambatan studi seperti keterlambatan cair dana batuan PBSB, kurangnya pembinaan, kesibukan dalam organisasi, kurang minat pada bidang studi dan lainnya. Presntasi akademik
Alumni
Pemberdayaan pesantren oleh santri alumni PBSB, seperti lama pengabdian, jenis kegiatan yang dilakukan santri di pesantren selama pengabdian. Komunikasi Kyai dan pengasuh pesantren, pengajaran, interkasi dalam kegiatan/rapat, frekuensi santri meberikan masukan dan saran perbaikan untuk pesantren serta persepsi tingkat keberhasilan.
Alumni/ Kyai
Sebaran alumni di pesantren dan luar pesantren Paham keagamaan (Moderat, Radikal) Spesialisasi keilmuan (Agama Umum) Peningkatan kualitas kelembagaan pesantren
Alumni/ Kyai Alumni/ Kyai Alumni Kyai/Alumni
Belakang
Mekanisme rekruitmen santri Proses
Produk /output
Outcom e
Keberhasilan tujuan PBSB Pedayagunaan alumni Factor penentu keberhasilan pemberdayaan pesantren Mobilitas santri Dampak PBSB
Alumni/ Kyai
Alumni
Alumni/ Kyai
d. Metodologi Penelitian Metode penelitian ini mengunakan kuantitatif dengan jenis penelitian evaluasi. Model penelitian evaluasi yang dipakai yaitu model CIPP yang dikembangkan Stufflebeam dan kawan-kawan. Evaluasi model CIPP terdiri dari empat komponen, yaitu : konteks, input, proces, dan produk. Namun dalam penelitian ini yang akan digunakan hanya pada tiga komponen yaitu input, proses dan produk/output. Selain itu untuk melihat dampaknya dilihat juga outcome nya. Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan 2016 |
5
Input adalah hal yang berhubungan dengan sumber-sumber yang tersedia yang mengarahkan strategi program dan memfokuskan rancangan prosedural yang meliputi mekanisme rekruitmen santri PBSB dan latar belakang santri. Proses (Process) adalah sesuatu yang berhubungan dengan prosedur kegiatan pelaksanaan implementasi kebijakan atau keputusan yang meliputi aktivitas proses penerimaan santri PBSB, pembinaan santri PBSB serta mengidentifikasi masalah dan kendala. Sedangkan produk (Product) adalah sesutu yang berhubungan dengan keberhasilan capaian tujuan PBSB, yang meliputi prestasi, pendayagunaan alumni dan sebaran alumni bagi ponpes. Sedangkan outcome adalah sesuatu yang berhubungan dengan dampak PBSB terhadap penguatan ponpes dan mobilitas alumni serta paham keagamaan alumni, karakter kebangsaan dan pluralisme Keunggulan model ini adalah memberikan suatu kajian yang komprehensif dari suatu fenomena social yang sedang diamati. Model CIPP berorientasi pada pengambilan keputusan (decision oriented). Untuk memperjelas aspek atau fokus dari tahapan evaluasi/penelitian, berikut disajikan desain evaluasi model CIPP. Evaluasi merupakan salah satu jenis obyek dari penelitian evaluasi (Evalution Research). Orientasi mendasar pada semua penelitian evaluasi adalah manfaat (worth). Manfaat yang dimaksud adalah menyediakan informasi untuk mengambil keputusan dalam kerangka untuk meningkatkan (to improve) layanan program pelaksanaan PBSB di Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan di 11 provinsi yaitu Aceh, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, DIY, Lampung, Sumbar, Sumut, Kalsel dan Sulsel. Sedangkan populasi penelitian adalah lembaga Ponpes yang memiliki alumni PBSB dengan unit analisis yaitu lembaga ponpes. Berdasarkan data Ditjen. PD. Pontren, bahwa lembaga Ponpes tahun 2014 sebanyak 782 lembaga dengan jumlah alumni sebanyak 1437 orang.10 namun ponpes yang memiliki alumni baru 427 lembaga. Karena itu jumlah sampel berdasarkan rumus slovin dengan margin error sebesar 0,10 % dan tingkat kepercayaan 95%. diperoleh besaran sampel sebanyak 81 dari 427 lembaga. Selanjutnya untuk menetukan jumlah lembaga pada masing-masing wilayah sasaran penelitian ditentukan secara proporsional. Namun untuk daerah tertentu yang jumlah pesantrennya sedikit, semua pesantren dijadikan sebagai sampel, sehingga jumlah sampel meningkat menjadi 103 sampel. Berikut jumlah sampel pesantren yang diambil dalam penelitian per provinsi: Table 2. Provinsi Sampel Penelitian No1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
10
Provinsi Aceh Banten D.I Yogyakarta DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Kalimantan Sel Lampung Nusa Tenggara Barat Sulawesi Selatan Total
Jumlah 5 6 5 8 17 16 27 4 5 5 5 103
Persentase 4.9 5.8 4.9 7.8 16.5 15.5 26.2 3.9 4.9 4.9 4.9 100.0
Lihat Data Hasil Apdate Direktorat PD Pontren Kementerian Agama tahun 201 Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan 2016 |
6
Secara keseluruhan sampel penelitian telah memenuhi jumlah minimal di setiap provinsi. Jumlah sampel ada 103 pesantren dengan responden yaitu kyai/pengelola PBSB 103 orang dan alumni 234 orang. II. TEMUAN PENELITIAN A. Karakteristik Pesantren Jumlah sampel dalam penelitian ini ditetapkan sebanyak 103 pesantren melebihi dari target awal yang ditetapkan 81 pesantren. Dari jumlah sampel tersebut semuanya terhimpun dan dianalisis. Karakteristik pesantren yang dijadikan sampel dalam penelitian ini sebagai beikut: Table A1. Tahun berdiri Pesantren Jumlah Persentase 47 45,6 26 25,3 23 23.3 7 6.8 103 100 Sumber: Data Pengolahan 2016, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Sebelum Tahun 1980 1980 – 1990 1991 – 2000 Diatas Tahun 2000
Table A2. Program Pendidikan yang diselenggarakan Jumlah Perentase MA 52 50.5 SMA 11 10.7 Mu'adalah 8 7.8 MA & SMA 29 28.2 MA, SMA & Mu'adalah 3 2.9 Total 103 100 Sumber: Data Pengolahan 2016, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan
Dilihat dari karakteristik tahun berdiri pesantren, dalam penelitian ini umumnya yaitu pesantren yang berdiri sebelum tahun 1980 mencapai 45,6%. Sedangkan dari karakteristik jenis pendidikan yang dikelola, ada 50,5% pesantren menyelenggarakan pendidikan madrasah, 10,7% mempunyai SMA dan 7,8% menyatakan mempunyai pendidikan mu‟adalah. Adapun yang menyatakan mempunyai pendidikan MA dan SMA ada 28,2%. Tabel A3. Tahun Kelulusan Alumni PBSB Tahun kelulusan 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Total
Jumlah 9 31 34 50 46 47 17
Persentase 3.8 13.2 14.5 21.4 19.7 20.1 7.3
234
100.0
Sumber: Data Pengolahan 2016, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan
Dari setiap sampel pesantren yang didiambil terdapat jumlah santari PBSB berbeda sesuai dengan kondisi, sehingga total santri yang terlibat dalam penelitian berjumlah 234 orang. Sampel lulusan santri PBSB cukup bervariasi, tercatat santri alumni PBSB dengan lulusan tahun 2013 ada 21,4%, tahun 2015 Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan 2016 |
7
ada 20,1%. Dari semua tahun lulusan ini cukup mewakili menjadi sasaran penelitian. B. Dimensi Input Komponen input adalah sesuatu yang berhubungan dengan sumbersumber yang mengarahkan strategi program dan menspesifikasi rancangan serta menetukan prosedural implementasi PBSB meliputi, mekanisme rekruitmen santri PBSB dan latar belakang santri. Berikut ini dimensi input : Tabel B1. Indikator Input (Latar Belakang Santri PBSB) (*)
Jenis kelamin: Alasan mengikuti PBSB Laki-laki (49%) Belajar di Perguruan Tinggi berkualitas 74% Perempuan (51%) Pendidikan orang tua Biaya Gratis 58% SD/MI (24.8%) Mengembangkan IPTEK Pesantren 28% SMP/MTs (12.8%) Prestise 14% MA/SMA (32.5%) Mengembangkan Agama 9% S1 (26.1%) Hubungan santri dengan pesantren S2 (3.4%) Ada Famili dengan kyai 8% S3 (0.4%) Tidak ada hubungan 92% Pekerjaan orang tua Paling dominan yang menetapkan pilihan Petani 29% studi Buruh 8% Santri 70% PNS 24% Kyai 6% Wiraswsta 39% Orang tua 9% Pendapatan orang tua Guru 15% Kurang dari 2 jt (51%) Alasan memilih jurusan 2jt - 4 jt (34%) Memenuhi kebutuhan pesantren 15% 4,1jt - 6 Jt (11%) Sesuai minat 75% Diatas 6 jt (3%) Dipilih orang tua 10% Latar Belakang Santri (Jawaban Kyai) Pilihan Jurusan Semua keluarga tidak mampu (20.4%) Umum (Teknik, MIPA, Pertanian, Sebagian besar keluarga tidak mampu (30.1%) Kedokteran, Kesehatan, Sosial, Sebagian dari keluarga tidak mampu (29.1%) Perbankan Syariah) (74,4%) Sebagian kecil dari keluarga tidak mampu Agama (Syariah, Usluhuddin, Ilmu (18.4%) Falak) (25,6%) Tidak ada dari keluarga tidak mampu (1.9%) Keterangan (*) : jawaban multiple answer (lebih dari satu) Sumber: Data pengolahan 2016, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan
Distribusi jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam sampel penelitian cukup berimbang yaitu santri alumni PBSB laki-laki 49% dan perempuan 51% yang berarti bahwa santri laki-laki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan beasiswa PBSB. Sistem seleksi terbuka yang dinyatakan dalam Petunjuk Teknis 2015 dan 2016 memberikan kesempatan dan peluang yang sama bagi santri laki-laki atau perempuan untuk memperoleh jenjang pendidikan tinggi. Latar belakang orang tua santri juga cukup beragam. Dalam penelitian ini, pendidikan orang tua santri sangat dominan adalah mereka dengan pendidikan SMU/MA (32,5%) dan S1 (26,1%). Sedangkan orang tua santri yang berpendidikan SD/MI tercatat ada (24,8%) dan SMP/MTs (12,8%). Karakteristik latar belakang orang tua santri dari keluarga Petani terhitung ada 29% dan proporsi bagi meraka dengan pekerjaan PNS juga cukup tinggi mencapai 24%. Karakteristik santri jika dilihat dari pendapatan orang tua maka ada 51% yang menyatakan bahwa orang tua santri berpenghasilan kurang dari 2 juta. Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan 2016 |
8
Kondisi ini diperjelas oleh Kyai yang menyatakan bahwa ada 20,4% santri yang didaftarkan seleksi PBSB semuanya berasal dari keluarga tidak mampu, dan ada 30,1% sebagian besar yang ikut seleksi PBSB dari keluarga tidak mampu. Sisanya santri dari keluarga yang relatif mampu juga ikut didaftarkan sebagai peserta PBSB yaitu “ada sebagian kecil dari keluarga tidak mampu berjumlah 18,4% dan semua dari keluarga mampu 1,9%. Hasil temuan ini cukup menarik untuk dikaji. Program PBSB seperti halnya Progam Beasiswa Bidikmisi termasuk kelompok beasiswa afirmasi. Dalam paparan Bappenas, program beasiswa afirmasi lebih diutamakan bagi mereka yang berasal dari keluarga tidak mampu. Tujuan utama program beasiswa afirmasi adalah: “Meningkatkan akses dan kesempatan belajar di perguruan tinggi bagi peserta didik yang tidak mampu secara ekonomi dan berpotensi akademik baik”11. Dalam kontek pembangunan berkelanjutan, keberpihakan pada masyarakat tidak mampu mempunyai dua tujuan yaitu memperkecil gap disparitas kesempatan keluarga mampu dan tidak mampu dalam menyekolahkan keluarganya ke perguruan tinggi dan kedua dalam jangka panjang dapat memutus rantai kemiskinan. Data Bappenas yang bersumber dari Susenas BPS 2014 menunjukan disparitas yang tinggi dalam pendidikan tinggi antara keluarga mampu dan tidak mampu. Kesempatan keluarga mampu untuk menyekolahkan anaknya ke perguruan tinggi 45,5% sebaliknya kesempatan keluarga tidak mampu menyekolahkan anaknya ke perguruan tinggi 14,1%. Alasan utama keluarga tidak mampu tidak melanjutkan studi ke pendidikan tinggi adalah karena faktor biaya 34,7%. Secara regulasi program PBSB ini sesungguhnya “sudah sangat baik” yaitu mendukung program pemerintah dalam pemberian akses kesempatan bagi masyarakat tidak mampu, dalam hal ini santri untuk memperoleh pendidikan tinggi. Dalam Petunjuk teknis PBSB 2016 secara tegas dinyatakan berikut: “Program PBSB ini ditujukan bagi santri yang memiliki prestasi akademik yang baik dan akhlaq yang terpuji dan sangat diutamakan yang berasal dari keluarga kurang mampu”.12 Hasil temuan data penelitian yang menunjukan santri penerima PBSB banyak berasal dari keluarga tidak mampu menunjukan relevansi antara implementasi dan tujuan. Dari sisi ini dapat dikatakan bahwa program PBSB telah tepat sasaran. Oleh karena itu konteks kebijakan yang tertuang dalam Petunjuk Teknis PBSB 2016 sudah mendukung kebijakan pemerintah. Mengakomodasi keluarga tidak mampu untuk memperoleh pendidikan tinggi berarti mengurangi disparitas gap kesempatan memperoleh pendidikan dari kedua strata keluarga tersebut. Namun demikian jika melihat distribusi pendapatan orang tua santri nampaknya proporsi mereka yang berasal dari keluarga berpenghasilan diatas 2 juta tidak sedikit yaitu mencapai 49%. Kata “sangat diutamakan” dalam 11
Bappenas (2016), Peningkatan Akses Pendidikan Tinggi Melalui Program-Program Afirmasi Direktorat Pendidikan dan Agama Kementerian PPN/ BAPPENAS, Disampaikan dalam PraSeminar Evaluasi Program Beasiswa Pendidikan untuk Santri Berprestasi di Take‟s Mansion and Hotel Jakarta tanggal 29 September 2016 12 Petunjuk Teknis Pengelolaan Program Beasiswa Santri Berprestasi tahun 2016 halaman 33 Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan 2016 |
9
syarat penerima manfaat PBSB diatas dapat ditafsirkan secara harfiah sebagai proporsi yang lebih banyak untuk keluarga tidak mampu. “Oleh karena itu regulasi PBSB yang sudah tepat mengakomodasi keluarga tidak mampu perlu diiringi dengan sistem pengawasan dalam rekruitmen santri di pesantren”. Sederhananya Kemenag perlu mengatur alokasi atau kuota peserta PBSB yang diajukan oleh setiap pesantren dengan proporsi lebih tinggi bagi santri berasal keluarga tidak mampu. Selanjutnya alasan mengikuti program PBSB ini lebih dominan karena memperoleh kesempatan belajar di perguruan tinggi berkualitas 74% dan alasan gratis 58%. Kriteria pemilihan jurusan lebih dominan dilakukan oleh santri 70% dimana pemilihan tersebut karena alasan faktor minat 75%. “jika PBSB tujuannya adalah pemberdayaan pesantren maka sudah seharusnya pemilihan studi berdasarkan kebutuhan pesantren. Alasan pemilihan jurusan santri alumni PBSB sesuai kebutuhan pesantren tercatat rendah 15% dibandingkan oleh santri sendiri yang mencapai 70%. Selanjutnya jika minat studi didasarkan atas kebutuhan santri, apakah akan mempunyai korelasi positif dengan minat santri untuk memberdayakan pesantren?”. Proporsi santri alumni PBSB dengan jurusan umum (teknik, MIPA, Sosial, Kedokteran, Kesehatan, Pertanian) lebih tinggi yaitu mencapai 74,4% dibandingkan dengan pemilihan jurusan agama (Syariah, Usluhuddin atau ilmu Falak) 25,6%. Jika dikaitkan dengan tujuan PBSB Nomor 2 yaitu13: “Sebagai pemberdayaan sosial bagi pesantren melalui upaya meningkatkan kualitas SDM pondok pesantren di bidang sains, teknologi serta sosial kemasyarakatan agar dapat mengoptimalkan peran pembangunan dimasa mendatang”. maka sejatinya hasil ini cukup memiliki relevansi. Program PBSB sudah tepat sasaran secara kuantitas proporsi antara jurusan umum dan jurusan ciri khas agama. Harapan sesungguhnya adalah bahwa santri dapat mengimplementasikan ilmu terkait sains dan teknologi yang diperoleh di perguruan tinggi dalam rangka penguatan kelembagaan pesantren. Bagaimana relevansi secara “kualitas” antara tujuan PBSB dengan implementasi?. Apakah santri memiliki kemampuan untuk mengimplementasikan antara ilmu yang diperoleh di perguruan tinggi dengan kebutuhan pesantren?. Bagian ini akan terjawab pada aspek output/ produk berikutnya. Tabel B2. Indikator Input (Mekanisme Rekruitmen Santri PBSB) Sosilisasi PBSB oleh Kemenag Persepsi Kyai atas sistem rekruitmen PBSB Ya 46% Mudah 55% Tidak 54% Kurang mudah 25% Sumber infomasi PBSB Sulit 20% Surat edaran 77% Tingkat kepuasan Kyai atas objektivitas penyelenggaraan PBSB Internet 23% Sangat puas 12% Pesantren lain 9% Sistem rekruitmen santri internal pesantren Puas 44% Ditentukan kyai 8% Cukup puas 33% Seleksi internal 25% Kurang Puas 11% Santri berprestasi 67% Sumber: Data pengolahan 2016, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan
13
Petunjuk Teknis Pengelolaan Program Beasiswa Santri Berprestasi tahun 2016 halaman 9 Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan 2016 |
10
Dimensi kedua terkait aspek input adalah efektifitas sosialisasi kebijakan, proses rekruitmen dan objektifitas penyelenggaraan PBSB. Menurut Sentosa dan Rochana14, dua indikator efektifitas sosialisasi kebijakan dapat dilihat dari tersampaikannya kebijakan pada masyarakat dan tingginya partisipasi masyarakat untuk mengikuti kebijakan tersebut. Jika menggunakan dua ukuran indikator ini maka efektifitas sosialisasi kebijakan PBSB ini “berhasil”. Meskipun pihak pesantren menyatakan pernah mengikuti sosialisasi ada 46% akan tetapi bentuk sosialisasi seperti surat edaran sangat efektif mencapai yaitu 77%. Terlebih sistem pendaftaran santri PBSB sudah berbasis online yang dapat menjangkau seluruh area wilayah Indonesia. Hal yang paling signifikan adalah tingkat partisipasi santri untuk mengikuti program seleksi PBSB meningkat 31% dari tahun 2014 ke tahun 2015 dimana pada tahun 2014 tercatat ada 3324 santri yang mengikuti seleksi PBSB dan meningkat menjadi 4359 santri pada tahun 2015. Persepsi Kyai atas sistem rekruitmen PBSB yang menyatakan mudah 55% sebaliknya 45% menyatakan kurang mudah dan sulit. Pesantren nampaknya masih butuh waktu penyesuaian dengan sistem rekruitmen online atau pendaftaran melalui website. Dapat dimungkinkan bahwa onlinisasi atau perluasan jaringan internet masih belum merata antara wilayah terutama bagi kawasan pesantren yang belum sepenuhnya mengakses internet atau pesantren dengan jaringan internet yang kurang lancar. Selanjutnya tingkat kepuasan Kyai atas objektifitas penyelenggaraan PBSB mencapai 56% PBSB. Ada dua hal penting disini yaitu pertama apakah ada intervensi Kemenag atas lulus atau tidaknya santri?. Mengingat beberapa jurusan yang disediakan dalam program PBSB ini cukup menarik seperti Kedokteran. Kedua, ketidakpuasan dapat terjadi karena faktor ketidakmerataan santri yang memperoleh PBSB antara pesantren. Ada pesantren yang setiap tahun santrinya “selalu” memperoleh beasiswa PBSB akan tetapi disisi lain ada pesantren yang “terkadang” mendapat atau tidak mendapat khususnya pesantren yang menyelenggarakan pendidikan mu‟adalah / salafiyah. Ada pesantren yang jumlah alumni PBSB cukup banyak, disisi lainnya ada pesantren yang jumlah alumni PBSB ada 1-2 alumni. Ada disparistas alumni PBSB antara pesantren. Tabel B3. Kesimpulan aspek input Keberhasilan Aspek Input Relevansi kebijakan pemerintah untuk memberikan akses pendidikan beasiswa bagi keluarga tidak mampu sudah sangat baik diterjemahkan oleh Kementerian Agama dimana pada tataran implementasi sudah mengakomodasi santri dengan keluarga tidak mampu. Akan tetapi catatan penting penelitian ini proporsi mereka yang berasal dari keluarga dengan pendapatan lebih dari 2 juta masih cukup tinggi. Pilihan studi pada pendidikan umum yang notabene dekat dengan penerapan sain dan teknologi seperti MIPA, Teknik, Pertanian, Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, Ilmu Sosial mempunyai proporsi yang lebih tinggi dari pilihan studi agama (syariah, ilmu falak dan usluhuddin). Ini menunjukan ada relevansi antara implementasi dengan tujuan PBSB secara kuantitas. Proporsi jurusan umum lebih banyak dari jurusan agama. Efektifitas sosialisasi kebijakan program PBSB sangat baik dimana terjadi peningkatan yang signifikan mencapai 31% santri yang mendaftar dari tahun 2014 ke tahun 2015. 14
Sentosa, A.R., dan Rochana, E., (___), Efektifitas Sosialisasi Kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung Tentang Waktu Pembuangan Sampah Sebagai Upaya Menciptakan Kebersihan Lingkungan (Studi pada Kelurahan Sepang Jaya Kota Bandar Lampung), Jurnal Sosiologi, Vol. 14, No. 1: 1-9 Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan 2016 |
11
Sistem pendaftaran PBSB berbasis online mampu menjangkau lebih luas wilayah Indonesia. Catatan Aspek Input Pemilihan jurusan atas dasar kebutuhan pesantren 15% sebaliknya lebih tinggi atas dasar minat santri 70%. Proporsi Kyai yang mempersepsikan objektifitas dan tingkat kepuasan penyelenggaraan PBSB terhitung “sedang” pada tingkat 55%. Sosialisasi atau transparansi publik atas proses rekruitmen PBSB yang bebas intervensi panitia penyelenggaran PBSB (Kementerian Agama) dan bebas nepotisme (kedekatan hubungan). Penambahan proporsi mu‟adalah. Pembatasan / pengurangan “kuota” santri bagi pesantren yang sudah banyak menerima beasiswa PBSB. Peningkatan “kuota” untuk pesantren wilayah luar Jawa.
C. Dimensi Proses Komponen proses adalah sesuatu yang berhubungan dengan prosedur kegiatan implementasi kebijakan atau keputusan yang meliputi lama studi santri, aktivitas pembinaan santri PBSB, evaluasi PBSB serta mengidentifikasi masalah dan kendala selama proses studi. Berikut hasil pengolahan data. Tabel C1.Lama studi Jumlah Persentase Kurang dari 4 tahun 62 26.5 4-5 tahun 150 64.1 Lebih dari 5 tahun 22 9.4 Total 234 100.0 Sumber: Data pengolahan 2016, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan
Lama studi santri umumnya antara 4-5 tahun yaitu mencapai 64,1% dan mereka yang menyelesaikan studi kurang dari 4 tahun mencapai 26,5%. “Data ini berarti tingkat keberhasilan santri untuk menyelesaikan pendidikan tepat waktu sangat tinggi terlebih ada santri PBSB yang mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan pendidikan tinggi kurang dari 4 tahun”. Jika dikaitkan asal santri dari MA/Mua‟adalah dengan jurusan pilihan studi di perguruan tinggi maka kemampuan santri untuk lulus dari perguruan tinggi berciri khas agama berbeda dengan jurusan umum. Grafik C1. Pilihan Studi dan Lama Studi
Sumber: Data pengolahan 2016, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan
Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan 2016 |
12
Santri dengan pilihan studi bidang agama untuk lulus kurang dari 4 tahun mencapai 57% sedangkan pendidikan umum 16%. Dan sebaliknya bagi santri yang lulus antara 4-5 tahun untuk pemilihan jurusan agama 42% dan jurusan umum lebih tinggi mencapai 72%. Artinya kemungkinan santri untuk lulus kurang dari 4 tahun lebih tinggi untuk pemilihan jurusan agama dibandingkan jurusan umum. Hal yang cukup menarik untuk kajian dalam aspek proses ini adalah mengaitkan antara lama studi santri dengan latar belakang ekonomi orang tua santri. Grafik C2. Latar Belakang Pendapatan Orang Tua dan Lama Studi
Sumber: Data pengolahan 2016, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan
Secara umum hasil grafik diatas menunjukan bahwa untuk setiap kelompok pendapatan orang tua akan mempunyai kemungkinan lulus antara 45 tahun akan tetapi jika melihat faktor keberhasilan lebih jauh yaitu bagi mereka yang lulus kurang dari 4 tahun maka propori santri dari keluarga dengan pendapatan kurang dari 2 juta lebih tinggi dari kelompok lainnya. Hasil grafik diatas menunjukan proporsi santri untuk lulus kurang dari 4 tahun lebih tinggi untuk kelompok pendapatan orang tua “kurang dari 2 juta” yaitu mencapai 32% dibandingkan kelompok penghasilan orang tua lainnya. Disisi lain santri dengan ekonomi keluarga lebih dari 6 juta untuk lulus kurang dari 4 tahun lebih rendah yaitu ada 13%. Tren yang sama jika dikaitkan dengan latar belakang pendidikan orang tua15. “Pentingnya analisis ini bila mengaitkan antara kebijakan PBSB dengan keluarga tidak mampu, jika proksi keluarga tidak mampu didekati oleh latar belakang ekonomi orang tua dan pendidikan orang tua maka sudah sangat tepat kebijakan PBSB ini yang mengalokasikan pemberian beasiswa lebih tinggi bagi keluarga tidak mampu”. Hasil ini membuktikan bahwa jika keluarga tidak mampu diberikan kesempatan “anaknya – santri” untuk memperoleh pendidikan tinggi maka 15
Hasil analisis cross tabulasi antara latar pendidikan orang tua dengan lama studi. Dari 58 santri dengan pendidikan orang tua SD/MI, proporsi untuk lulus dibawah 4 tahun yaitu 37,9%, dari 37 latar belakang pendidikan orang tua SMP/MTs untuk lulus dibawah 4 tahun (36,7%) dan dari 61 santri dengan latar belakang pendidikan orang tua sarjana untuk lulus dibawah 4 tahun lebih rendah ada 21% Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan 2016 |
13
tingkat keberhasilan mereka menempuh pendidikan tinggi dapat sama atau jauh lebih baik. Tabel C2. Hambatan dan Kendala Selama Studi Jumlah Persentase Dana bantuan PBSB terlambat cair 131 56.0 Kurangnya pembinaan dari Kemenag 47 20.1 Kurangnya pembinaan dari Perguruan Tinggi 43 18.4 Dana bantuaan PBSB tidak mencukupi 30 12.8 Pilihan studi kurang sesuai dengan kemampuan 25 10.7 Sumber: Data pengolahan 2016, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan
Dimensi kedua dari aspek proses adalah mengetahui hambatan atau kendala yang dialami oleh santri. Dari 11 (sebelas) indikator kendala yang ditanyakan kepada santri, hambatan yang paling utama adalah “dana bantuan PBSB telat cair”. Dari 234 santri sampel penelitian, ada (56%) yang menyuarakan hal tersebut. Siapakah 56% santri tersebut?. Dana bantuan telat cair sangat berpengaruh kepada santri terutama untuk keperluan biaya sehari-hari (living cost) dan juga keperluan buku. Mereka yang terpengaruh kondisi ini adalah santri PBSB yang berasal dari keluarga dengan pendapatan rendah. Grafik C3. Dana Bantuan Terlambat Cair Versus Pendapatan Orang Tua Santri
Sumber: Data pengolahan 2016, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan
Dari 131 santri alumni PBSB yang menyatakan “dana bantuan PBSB telat cair” ada 64 orang atau (4 %) dari mereka dengan latar belakang keluarga penghasilan kurang dari 2 juta. Hasil studi ini menginformaikan bahwa mereka yang berasal dari orang tua dengan pendapatan rendah “cukup terganggu” dengan kondisi ini dimana umumnya mereka hanya “berharap” dana berasal dari beasiswa ini. Oleh karena itu pengaturan program PBSB dalam hal pencairan dana untuk living cost santri PBSB perlu pembenahan lebih baik. Aspek kedua dan ketiga yang disuarakan santri PBSB adalah kurangnya pembinaan dari pihak Kemenag dan Perguruan Tinggi yang dinyatakan masing-masing oleh 20.1% dan 18.4% santri. Pihak Kemenag sebenarnya telah melakukan program pembinaan dengan memberikan motivasi kepada santri untuk studi tepat waktu, materi wawasan kepesantrenan atau wawasan kepemimpinan. Suara kurangnya pembinaan masih dirasakan manakala santri mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan atau implementasi apa yang diperoleh diperguruan tinggi dengan relialitas di pesantren. Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan 2016 |
14
“Jurusan perkapalan yang dipelajari di perguruan tinggi apakah harus membuat kapal/perahu di pesantren?. Jurusan teknologi informasi yang dipelajari di perguruan tinggi apakah harus diimplementasikan manakala tidak ada ketersediaan peralatan yang mendukung di pesantren?. Jurusan budidaya pertanian, apakah harus membudidayakan pertanian pesantren manakala di pesantren tidak ada lahan pertanian yang tersedia?. Hasil ini perlunya perbaikan tata kelola pembinaan santri waktu studi, bukanlah dilihat dari kuantitas pembinaan yang dilakukan oleh Kemenag atau Perguruan Tinggi akan tetapi kualitas pembinaan yang lebih praktikal terutama untuk mempersiapkan diri ketika mengabdi di pesantren. Kemenag perlu membuat model, konsep, modul hingga petunjuk teknis praktis disertai pelatihan sewaktu studi sehingga santri jelas, mengerti dan mudah mempraktikan bekal ilmu yang diperoleh dipesantren. Tabel C3.Kesimpulan Dimensi Proses Keberhasilan Aspek Proses Penyelesaian studi santri sangat memuaskan. Sebagian besar santri lulus tepat waktu. Yang paling membanggakan adalah ada 26,5% santri yang lulus kurang dari 4 tahun. Meskipun santri berasal dari keluarga tidak mampu akan tetapi tidak menghambat mereka untuk berprestasi. Lama studi kelompok ini relatif lebih baik dibandingkan santri dengan latar belakang keluarga penghasilan diatas 2 juta. Catatan Aspek Proses Keterlambatan dalam dana bantuan PBSB (living cost). Konsep pembinaan perlu dikembangkan pada tataran praktis yang lebih mempersiapkan santri untuk mengabdi. Mengembangkan model, konsep, modul dan petunjuk teknis praktis pada waktu pengabdian. Ada pelatihan / pembekalan yang dilakukan oleh Kemenag kepada santri PBSB sebelum mengabdi di pesantren. Intinya “apa yang harus santri lakukan ketika mengabdi”.
D. Dimensi Output/ Produk Komponen produk atau output program PBSB adalah sesuatu yang berhubungan dengan keberhasilan pencapaian tujuan PBSB, yang meliputi prestasi, sebaran alumni, pendayagunaan alumni dan faktor penentu keberhasilan pemberdayaan pesantren. Berikut hasil pengolahan data. Table D1. Nilai Rata-Rata IPK Santri Alumni PBSB (Berdasarkan Perguruan Tinggi) Perguruan Tinggi N Rerata Standard Deviasi IPB 53 3.15 0.40 ITB 1 3.05 -. ITS 36 3.25 0.27 STAINU 5 3.43 0.32 UGM 25 3.32 0.23 UIN Malang 6 3.70 0.12 UIN Sunan Ampel 19 3.61 0.14 UIN Sunan Kalijaga 16 3.71 0.17 UIN Syarif Hidayatullah 25 3.31 0.21 UIN Wali Songo 19 3.60 0.22 UNAIR 25 3.28 0.28 UPI 4 3.35 0.26 Total 234 3.35 0.33 Sumber: Data pengolahan 2016, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan
Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan 2016 |
15
Nilai rerata santri PBSB sangat membanggakan yaitu 3,35 dengan sebaran merata di perguruan tinggi umum atau berciri khas agama. Bila dilihat dari asal perguruan tinggi, nampaknya rerata IPK santri yang lulus dari perguruan tinggi umum tidak jauh berbeda dengan mereka yang lulus dari pendidikan tinggi agama. Hasil ini memberikan gambaran bahwa santri yang berlatar belakang pendidikan Madrasah Aliyah atau Mu‟adalah mampu bersaing terlebih untuk mereka yang mengambil studi di perguruan tinggi umum. Dari 234 sampel santri PBSB dalam penelitian ini masih tercacat ada 11,1% yang mempunyai IPK dibawah 3,0. “Pembinaan santri oleh Kemenag dan Perguruan Tinggi selama santri studi nampaknya berbuah hasil jika dilihat dari rerata IPK ini”. Selain IPK yang memuaskan, santri juga dapat lulus tepat waktu. Jika hasil IPK ini dilihat berdasarkan latar belakang sosio-ekonomi keluarga yaitu proksi pendapatan orang tua maka nilai rata-rata IPK santri dengan latar belakang pendapatan orang tua dibawah 2 juta juga cukup membanggakan yaitu rerata IPK 3,32. “Sekali lagi, hasil ini menguatkan dugaan bahwa investasi pendidikan dengan menyekolahkan santri keluarga tidak mampu akan menumbuhkan kesadaran mereka untuk berjuang dan berhasil dalam pendidikan. Hal yang terpenting adalah memutus rantai kemiskinan pada generasi berikutnya”. Tabel D2. Tempat pengabdian setelah kuliah (Jawaban santri Alumni PBSB) Jumlah Persentase Pesantren asal 210 89.7 Pesantren lain yang direkomendasikan PD Pontren 6 2.6 Pesantren lain yang direkomendasikan peantren asal 5 2.1 Tidak Mengabdi di pesantren 13 5.6 Total 234 100.0 Sumber: Data pengolahan 2016, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan
Dimensi kedua aspek produk adalah tempat pengabdian dan lama pengabdian. Dalam Petunjuk Teknis PBSB 2016 secara jelas disebutkan bahwa santri wajib mengabdi setelah lulus. Berikut adalah keterangan tersebut: “….Kedepannya, mereka diharapakan menjadi pelopor bangsa yang siap mengabdi kepada pondok pesantren dan negeri Indonesia tercinta16” “Bersedia dan akan mendahulukan untuk mengabdi di Pondok Pesantren atau Satuan Pendidikan Keagamaan Islam yang ditunjuk oleh Kementerian Agama selama sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun setelah menyelesaikan studi, dan tidak akan menuntut untuk diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Kementerian Agama17”. Secara keseluruhan ada 89,7% menyatakan mengabdi setelah studi di pesantren asal, 2,6% mengabdi di pesantren yang direkomendasikan oleh Direktorat Pontren, 2,1% mengabdi di pesantren yang di rekomendasikan oleh pesantren asal dan sisanya ada 5,6% yang menyatakan tidak mengabdi. 16 17
Petunjuk Teknis PBSB 2016 Halaman 9 Petunjuk Teknis PBSB 2016 Halaman 23 Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan 2016 |
16
“Persentase santri yang mengabdi sebanyak 95,4% menunjukan tingkat kepatuhan santri pada regulasi. Hasil ini sangat tinggi”. Bagi santri PBSB yang tidak mengabdi di pesantren asal lebih dikarenakan belum tersedianya fasilitas yang memadai yang ada di pesantren asal untuk pengabdian seperti santri alumni jurusan kedokteran / ilmu kesehatan yang menyatakan bahwa tidak adanya klinik di pesantren asal sehingga diarahkan untuk mengabdi di pesantren lainnya. Grafik D1. Lama Pengabdian
Lama Pengabdian 50% 40% 30% 20% 10% 0%
39% 26%
18%
Kurang dari 1-2 Tahun 1 tahun
3 tahun
17%
Lebih dari 3 tahun
Sumber: data pengolahan 2016, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan
Hasil grafik diatas menunjukan ada 18% santri yang mengabdi di pesantren kurang dari 1 tahun, ada 39% santri yang mengabdi antara 1 hingga 2 tahun. Artinya bila dikaitkan dengan kewajiban santri yang tertuang dalam Petunjuk Teknis 2016 bahwa santri wajib mengabdi selama 3 tahun, nampaknya regulasi ini sepenuhnya belum ditaati oleh santri. “Meskipun 95,4% santri mengabdi di pesantren akan tetapi penelitian ini menemukan ada 57% santri tidak melanjutkan pengabdian hingga penuh 3 (tiga) tahun” Santri yang benar mematuhi kewajiban pengabdian hingga penuh 3 (tiga tahun) ada 43% atau ada 17% yang santri tetap setia mengabdi di pesantren hingga lebih dari 3 tahun. Fakta ini mendorong pemangku kebijakan yaitu Kementerian Agama perlu menata ulang kembali terkait pembinaan selama studi, perlunya peningkatan pengawasan selama pengabdian atau meninjau kembali masa pengabdian selama 3 (tiga) tahun apakah sudah efektif?. Table D3. Aktifitas Selama Pengabdian Santri pernah memberikan saran/usulan kepada Ponpes terkait pengembangan IPTEK. (Jawaban Santri). Ya : 55.7% Tidak : 44.3% Santri pernah memberikan saran atau usulan kepada Pesantren terkait dengan pengembangan keagamaan. Ya : 37.1% Tidak : 62.9% Terlibat dalam pengembangan aktifitas
Terlibat aktifitas kemasyarakatan (di luar pesantren) Ya : 41.2% Tidak : 58.8% 4 (empat) hal yang paling sering dilakukan santri selama pengabdian. Membantu tata kelola administrasi ponpes (54.4%) Mengajar mata pelajaran umum (54.4%) Membantu mengembangkan life skill
Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan 2016 |
17
kesantrian (organisasi internal santri) Ya : 54.3% Tidak : 45.7%
ponpes (52.4%) Mengajar kitab 18 keagamaan (47.6%)
turats/pendidikan
Sumber: Data pengolahan 2016, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan
Santri tidak hanya pandai secara akademis (IPK yang tinggi) akan tetapi didorong berperan sebagai “agent of change” – kaum perubah. “Melihat hasil pengolahan data diatas, nampaknya frekuensi memberikan usulan, saran perbaikan, keterlibatan dalam aktifitas kesantrian atau kemasyarakat masih belum memuaskan dengan proporsi menjawab “ya” sekitar 50% atau kurang dari 50%”. Bila dilihat dari jenis aktifitas maka santri alumni PBSB dalam pengabdian umumnya adalah terlibat dalam adminsitrasi pesantren, mengajar dan mengembangkan life skill atau memotivasi santri pesantren. Berikut adalah suara santri terkait usul, saran, aktifitas: “Melakukan pelatihan komputer, pengembangan website pondok pesantren, pelatihan jurnalistik, mengadakan praktikum, seminar kesehatan, digitalisasi perpustakaan, pengembangan klinik pesantren, pembuatan sistem pusat informasi, pembinaan elektronika, konseling pesantren, pengembangan life skill (santri wirausaha, cara pembelajaran keagamaan modern), menambah fasilitas labolatorium, pengadaan tes akademik, pengadaan klub sains, pelatihan budaya tanaman, mengadakan lesprivat, pengadaan wifi pesantren, penambahan komputer, pengadaan teleskop, pelatihan internet, absen fingerprint, adanya klub biologi, penertiban majalah, menghitung arah kiblat, pengajaran bahasa inggris, pembinaan ruhiyah dan pengembangan tahsin dan tahfidz al-Quran, pendisiplinan shalat, perbanyak kajian kitab, pembinaan jamiyatul muballiqin, pengajaran ilmu falak, pengembangan kurikulum madrasah, pembinaan ilmu balaghoh, mengadakan daurah ramadhan dan pembinaan kitab kuning, membuat klub bahasa inggris, koordinator keamanan, mengadakan pelatihan tambahan belajar (bimbingan belajar), pembina koperasi…” Selama proses pengabdian, santri alumni PBSB sebenarnya tidak mengalami hambatan dalam hal komunikasi dan interkasi dengan pimpinan pondok pesantren. Terbukti ada 79,6% menyatakan bahwa mereka selalu berkomunikasi dengan Kyai/ Ustadz di pesantren dan 68,3% santri alumni PBSB menyatakan ada perhatian dari pesantren walaupun kesempatan diberikan memberikan usulan dinyatakan oleh 54,8%. Tabel D4.Dimensi Output/Produk Keberhasilan aspek output/ produk Prestasi akademik santri alumni PBSB membanggakan dengan rerata IPK 3,35. Bahkan, tercatat rerata santri alumni PBSB yang berasal dari keluarga tidak mampu juga cukup tinggi 3,32. Ada 95,4% santri alumni PBSB yang mengabdi di pesantren Catatan aspek output/ produk 18
Menurut penuturan Kyai, selain ke-4 aktifitas tersebut, aktifitas lainnya yang santri alumni PBSB lakukan selama pengabdian adalah : membagi ilmu kepada guru atau teman lainnya di pesantren 37.86%, mengelola IT pesantren 33.98%, menjabat struktural di sekolah/pesantren 33.01%, mengembangkan kurikulum pesantren (bahan ajar) 28.16%, mengembangkan klinik kesehatan pesantren 24.27%, membantu tata kelola keuangan pesantren 20.39% dan mengembangkan ekonomi pesantren 14.56%. Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan 2016 |
18
Meskipun 95,4% santri kembali mengabdi akan tetapi ada 57% yang mengabdi kurang dari 3 tahun. Ini membuktikan bahwa santri belum sepenuhnya mentaati regulasi pengabdian. Peran santri sebagai pemberdaya pesantren belum sepenuhnya tumbuh. Tingkat kreatifitas, usulan perbaikan pesantren, aktif dalam kelembagaan pesantren atau masyarakat masih tergolong rendah (persentase rerata dibawah 50%). Persentase aktifitas santri alumni PBSB di pesantren terbatas pada pengelolaan administrasi, pengajaran dan pengembangan life skill (motivasi santri). Itupun dengan persentase yang tergolong “sedang – sekitar 50%.
E. Dimensi Outcome Komponen outcome adalah sesuatu dampak atau manfaat alumni PBSB terhadap penguatan kelembagaan pesantren. Indikator yang digunakan dalam melihat outcome adalah indicator tujuan PBSB. Keberhasilan program PBSB yang tertuang dalam Petunjuk Teknis PBSB 2016 dapat disarikan dalam 4 (empat) indikator yaitu: 1. Kesiapan santri memberdayakan pesantren 2. Peningkatan kualitas SDM pesantren dengan menebarkan ilmu bagi ustadz/ santri lainnya di pesantren 3. Transfer dan penerapan ilmu pengetahuan sain dan teknologi di pesantren 4. Peningkatan kualitas pendidikan dan pengajaran Ukuran outcome atau dampak yang dirasakan pesantren sebenarnya tidak secara langsung dapat diukur dalam jangka pendek. Dampak dapat diukur dalam jangka panjang. Outcome atau dampak dapat diawali terkait bagaimana sebenarnya Kyai mempersepsikan terkait program PBSB ini. Pada bagian ini ada beberapa hal yang bisa dilihat yaitu: Tabel E1.Tingkat Kebermanfatan Tingkat kebermanfaatan bagi pesantren Sangat bermanfaat 67% Bermanfaat 24% Cukup bermanfaat 9% Kemanfaatan bagi santri Sangat bermanfaat 82% Bermanfaat 18% Kebermanfatan bagi masyarakat Sangat bermanfaat 46% Bermanfaat 44% Cukup Bermanfaat 10%
Persepsi yang dirasakan Kyai terhadap program PBSB ini sangat baik dimana PBSB memiliki kemanfaatan terhadap pesantren (91%), bagi santri santri (100%) dan masyarakat 90%). Artinya Kyai mempunyai sikap sangat positif terhadap program PBSB yang berarti bahwa “program PBSB ini harus dilanjutkan.
Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan 2016 |
19
Table E2. Perubahan/kemajuan positif yang dialami pesantren selama pembinaan (Jawaban santri Alumni PBSB) Jawaban santri alumni Ya Tidak Total
Jumlah 174 47 221
Persentase 78.7 21.3 100.0
Ada 78,7% menyatakan bahwa selama proses pengabdian di pesantren memberikan dampak positif bagi pesantren sedangkan 21,3% santri alumni PBSB menyatakan belum berkontribusi penting bagi pesantren selama pengabdian. Ada beberapa faktor yang diduga dapat menjelaskan berkontribusi atau tidaknya santri terhadap pesantren yaitu sebagai berikut: Table E3. Faktor yang berpengaruh terhadap kemajuan positif pesantren selama pengabdian (Jawaban Santri alumni PBSB) Faktor 1 Pimpinan pondok pesantren mudah berkomunikasi dengan saya dan ustadz lainnya Saya terlibat dalam keputusan rapat Saya terlibat dalam aktifitas pengajaran atau aktifitas lainnya di pesantren Saya diberikan kesempatan memberikan masukan untuk perbaikan pesantren Pesantren memberikan perhatian kepada santri alumni PBSB Lama Pengabdian Jenis Kelamin IPK
Korelasi
Ada Kemajuan Positif Tingkat Keterangan Signifikansi
0,191**
0,018
Signifikan
0,176**
0,033
Signifikan
0,133
0,143
Tidak signifikan
0,307**
0,000
Signifikan
0,197**
0,014
Signifikan
0,166 0,056 0,065
0,109 0,403 0,334
Tidak signifikan Tidak signifikan Tidak signifikan
(**) signifikan pada alpha 5%
Diantara faktor yang berperan dalam menjelaskan pandangan santri akan hal kemajuan yang dialami oleh pesantren selama pengabdian adalah adanya kesempatan yang diberikan oleh ponpes kepada santri alumni PBSB untuk memberikan masukan perbaikan pada ponpes, kedua adalah adanya perhatian dari pihak ponpes kepada alumni PBSB, mudahnya komunikasi dengan pihak pengelola ponpes (Kyai dan ustadz) serta keterlibatan dalam aktifitas keputusan rapat. Faktor lainnya yaitu keterlibatan dalam aktifitas mengajar, IPK santri, jenis kelamin dan lama pengabdian tidak ada korelasi positif signifikan dengan pandangan santri terhadap kontribusi positifnya bagi pesantren. Table E4. Perilaku Santri Alumni PBSB Selama Pengabdian (Jawaban Kyai) Perilaku Santri Selama Pengabdian Akhlak /sikap yang dilakukan Pengetahuan keislaman Ibadah yang dilakukan Wawasan / sikap toleransi
Persentase Baik (%)
Cukup (%)
90.29 88.35 88.35 89.32
9.71 11.65 11.65 10.68
Total (%) 100 100 100 100
Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan 2016 |
20
Secara keseluruhan Kyai menilai perilaku santri alumni PBSB mempunyai akhlak, pengetahuan keislaman, ibadah dan wawasan toleransi yang baik yaitu berada pada persentase di atas 80% sampai 90%. Table E5. Sebaran Alumni (Jawaban Kyai) Sebaran alumni PBSB Melanjutkaan studi Tetap mengabdi di pesantren Bekerja di Swasta / Industri / Pabrik Aktif pada organisasi keagamaan Wiraswasta Menjadi da’i di masyarakat Mendirikan pesantren sendiri Menjadi da’i di masyarakat Menjadi PNS Aktif pada organisasi politik Menjadi pejabat public Jumlah
Jumlah 70 68 37 30 27 23 8 8 6 3 3 103
Persentase 68.0 66.0 35.9 29.1 26.2 22.3 7.8 7.8 5.8 2.9 2.9 100
Ada 4 (empat) hal yang mempunyai persentase cukup tinggi dari sebaran alumni santri PBSB menurut pandangan Kyai yaitu Melanjutkaan studi (68%), tetap mengabdi di pesantren (66%), bekerja di Swasta / Industri / Pabrik (35.9%), aktif pada organisasi keagamaan (29.1%). Adapun paham keagamaan santri yang dilihat sejauhmana tingkat persetujuan santri untuk hidup berdampingan dengan masyarakat majemuk (khususnya perbedaan agama). Berikut hasil pengolahan data: Table E6. Paham Keagamaan Santri Alumni PBSB (Jawaban santri alumni PBSB) No
Paham Keagamaan Santri Alumni PBSB Indikator
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Saya tidak keberatan jika tetangga berbeda agama menyelenggarakan kegiatan keagamaan di rumahnya. Saya tidak keberatan bertetangga dengan orang yang berbeda agama Saya tidak keberatan mengadakan transaksi ekonomi/muamalah dengan orang yang berbeda agama Saya tidak keberatan berteman dengan orang yang berbeda agama Saya tidak keberatan menikah dengan orang yang berbeda agama Saya tidak keberatan memiliki pemimpin yang berbeda agama Pancasila relevan dijadikan sebagai dasar negara Indonesia Demokrasi berdasarkan suara terbanyak relevan diterapkan di Indonesia Indonesia menjadi negara Islam Aksi yang dilakukan oleh kelompok ISIS dibenarkan dalam ajaran agama Orang muslim yang tidak sefaham dengan pemikiran saya dianggap kafir Aksi teror bom (bom bunuh diri) tidak dibenarkan oleh ajaran agama
Setuju (%)
Kurang Setuju (%)
Tidak Setuju (%)
Total (%)
91.9
6.4
2.1
100
96.2
3.8
0.0
100
90.2
9.0
0.9
100
95.7
4.3
0.0
100
0.0
5.1
94.9
100
13.2
37.2
49.6
100
94.9
3.4
1.7
100
73.9
21.4
4.7
100
29.1
43.2
27.8
100
0.0
2.1
97.9
100
0.9
8.1
91.0
100
98.3
1.7
0.0
100
Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan 2016 |
21
F. Catatan hasil masukan dari Narasumber Pra seminar. Keberhasilan program PBSB yang tertuang dalam Petunjuk Teknis PBSB 2016 dapat disarikan dalam 4 (empat) indikator yaitu: Kesiapan santri memberdayakan pesantren Peningkatan kualitas SDM pesantren dengan menebarkan ilmu bagi ustadz/ santri lainnya di pesantren Transfer dan penerapan ilmu pengetahuan sain dan teknologi di pesantren Peningkatan kualitas pendidikan dan pengajaran Menurut Tata pemetaan masalah terkait program PBSB. Isunya adalah19:
Tidak semua alumni PBSB siap mengabdi ke pesantren. Kyai tidak mengenal alumni PBSB Tujuan program PBSB seperti dicanangkan sulit dicapai secara maksimal. Target sasaran penerima beasiswa cenderung salah sasaran. Pengabdian santri tidak optimal
Usulan pertama: Aspek Input Keberhasilan program PBSB dapat dimulai dari input santri yang didaftarkan sebagai penerima PBSB. Hasil observasi taufik M Tata (2016), keberpihakan program PBSB ini kepada santri MA/Mu‟adalah semakin membaik. Pada awal program ini diluncurkan masih ada kuota SMA dan SMK yang notabene juga memiliki kesempatan memperoleh beasiswa dari Kementerian lain akan tetapi diperbolehkan juga memperoleh kesempatan beasiswa di Kementerian Agama. Oleh karena itu, Petunjuk Teknis PBSB 2016 ini “sudah sangat tepat” mensyaratkan santri pesantren khusus untuk MA dan Mu‟adalah. Selanjutnya terkait input adalah bagaimana sebenarnya proses perekrutan santri?. Sistem rekruitmen santri hingga tahun 2016 ini masih “didasarkan atas kebutuhan santri” belum sepenuhnya atas dasar “kebutuhan pesantren”. Meskipun proses pendaftaran dilakukan oleh pengajuan pesantren akan tetapi suara santri menyatakan bahwa pemilihan jurusan perguruan tinggi lebih dominan yaitu 70% ditentukan oleh santri sendiri. Hasil ini berkorelasi dengan rendahnya pengabdian santri setelah menyelesaikan studi. Meskipun 95,4% santri mengabdi kembali ke pesantren, akan tetapi santri yang menyelesaikan pengabdian penuh hingga 3 (tiga) tahun tercatat ada 43% santri. Hasil ini belum sesuai dengan kewajiban yang seharusnya dilakukan santri. “Ada mismatch antara idealisme tujuan PBSB dengan hasil sesungguhnya yang diharapkan”. Bila tujuan PBSB ditafsirkan secara harfiah bahwa santri sebagai kader pesantren masa depan maka sudah seharusnya santri sepenuhnya kembali mengabdi ke pesantren”. “Usul perbaikannya adalah merubah sistem rekrutmen santri PBSB yang didasarkan oleh kebutuhan pesantren bukan atas dasar keinginan santri. 19
Taufik M Tata (2016), PBSB dari masa ke masa, disampaikan dalam Pra Seminar Evaluasi Program Beasiswa Santri Berprestasi, di Take's Mansion Hotel Jakarta, 29 September 2016 Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan 2016 |
22
Pesantren mengajukan proposal pengembangan pesantren kepada Kementerian Agama dengan kebutuhan SDM tertentu”. Pesantren yang ingin mengembangkan klinik kesehatan maka mengajukan pendaftaran santri untuk jurusan kedokteran. Pesantren yang akan mengembangkan budidaya perikanan – kemaritiman maka harus mengajukan pendaftaran studi jurusan perikanan. Pesantren yang membutuhkan ahli hadist maka harus mengajukan pendaftaran di bidang agama/ syariah, dan seterusnya. Secara teknis pesantren mengajukan pendaftaran santri disertai dengan proposal pengajuan pengembangan pesantren kedepan. Ada kontrak kerja antara pesantren dengan Kementerian Agama dan kontrak kerja antara pesantren dengan santri. Jika tujuan PBSB seperti tercantum dalam Juknis PBSB 2016 yaitu “mereka diharapkan menjadi pelopor bangsa yang siap mengabdi di pondok pesantren…” dimaknai sebagai pemberdaya pesantren dimasa akan datang maka Kementerian Agama sebaiknya memperbaiki sistem rekrutmen dari basis keinginan santri menjadi basis kebutuhan pesantren. Santri diberikan kesempatan memperoleh pendidikan tinggi atas dasar kebutuhan pengembangan pesantren dimasa akan datang. Program beasiswa PBSB kedepan adalah program yang mendesain pesantren (pesantren by designed). Pesantren by designed dapat bermula dari pesantren yang mengajukan pengembangan pesantren kepada Kementerian Agama dengan membutuhkan tenaga SDM tertentu dan kemudian Kementerian Agama menyiapkan santri pesantren tersebut melalui program PBSB. Kedua, atau dapat pula Kementerian Agama memberikan atau menawarkan desain pengembangan pesantren dengan menawarkan SDM yang siap mengabdi di pesantren tersebut. Pada bagian ini maka Kementerian Agama perlu memetakan analisis kebutuhan setiap pesantren, menyiapkan kuota beasiswa dan pilihan jurusan sesuai dengan kebutuhan pesantren. Selain itu, aspek input lainnya yang perlu diperhatikan adalah pemilihan jurusan di perguruan tinggi sebaiknya diperlonggar. Santri yang berasal dari mu‟adalah dapat memungkinkan untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi umum. Untuk memperkecil disparitas antara wilayah / provinsi Jawa dan luar Jawa maka passing grade atau batas nilai tingkat kelulusan diperlonggar khusus untuk santri dari wilayah tertentu (luar Jawa)20, santri yang berasal dari mua‟dalah atau santri dari keluarga tidak mampu. Hasil kemampuan akademik dari santri keluarga tidak mampu dengan IPK rerata 3,32 diatas menjawab tantangan bahwa siapapun akan berhasil asalkan diberikan kesempatan. Hal yang perlu dilakukan oleh Kementerian Agama adalah memberikan pembekalan dasar21 khusus bagi meraka yang akan menempuh pendidikan di perguruan tinggi umum. “Pesantren by designed dengan dukungan progam PBSB akan memperkecil disparitas antara tujuan PBSB dan hasil yang diharapkan, santri akan kembali mengabdi ke pesantren dan program PBSB lebih tepat sasaran”. Dimensi Proses 20
Beberapa program beasiswa seperti LPDP, Usaid memberikan passing grade yang lebih rendah untuk wilayah Papua, Papua Barat, NTT dan Aceh. 21 Yang dimaksud dengan pembekalan dasar adalah pengetahuan matematika, fisika, kimia dan biologi yang mana menjadi mata kuliah dasar bagi mahasiswa di perguruan tinggi umum. Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan 2016 |
23
Keberhasilan program PBSB juga dilihat dari aspek proses selama studi. Jika dilihat dari prestasi akademik maka program PBSB ini sangat berhasil. IPK yang dihasilkan sangat membanggakan dengan rerata 3,35. Catatan penting dalam aspek proses adalah peningkatan kualitas pembinaan baik oleh Kementerian Agama, Perguruan Tinggi atau Pesantren Pembina. Proses pembinaan oleh Kementerian Agama dan Perguruan Tinggi adalah menyiapkan kader santri alumni PBSB yang matang secara teknis, tidak hanya bagus secara teori akan tetapi memahami bagaimana mengaplikasikan ilmu pengetahuan tersebut di pesantren22. Tahapan ini dapat dimulai dengan melakukan kuliah kerja nyata atau praktek kerja yang dilakukan di pesantren. Selanjutnya Kementerian Agama perlu menyiapkan model, modul, petunjuk teknis praktis, system pelaporan berbasis online dan pelatihan penyiapan santri sebagai kader pesantren23. Dimensi Output dan Outcome Aspek output dan outcome adalah aspek keluaran pesantren. Aspek output sudah sangat jelas diukur dari kemampuan akademis santri. Pada aspek ini hasil program PBSB sangat berhasil. Aspek outcome berarti mengukur keberhasilan pemberdayaan pesantren oleh santri. Aspek ini dapat dimulai dari kesiapan pesantren untuk menerima alumni santri PBSB dengan menyiapkan lahan pengabdian, biaya hidup, serta kontrak kerja pengabdian. “Menyiapkan lahan pertanian, kemaritiman bagi santri alumni jurusan pertanian, peternakan dan kemaritiman. Menyiapkan klinik bagi santri alumni PBSB jurusan kedokteran atau ilmu kesehatan. Pihak pesanren menanggung biaya hidup/ jasa bagi santri yang sedang mengabdi selama kontrak kerja pengabdian” 22
Lihat Catatan Bank Dunia, 2011 ada gap antara kualitas lulusan perguruan tinggi dengan kebutuhan pasar. “Lulusan perguruan tinggi yaitu: meskipun selama ini telah ditandaskan pentingnya akses ke pendidikan tinggi, para lulusan pendidikan tinggi masih belum memiliki keterampilan yang dibutuhkan oleh sebagian besar perusahaan. Permintaan untuk lulusan pendidikan tinggi akan tetap ada. Namun, selain berfokus pada akses, untuk mencapai status teknologi dan produktivitas yang lebih tinggi, Indonesia perlu berfokus pada penanganan beberapa kesenjangan keterampilan yang diperlihatkan oleh para lulusan pendidikan tinggi di Indonesia (tantangan kualitas)”. Sumber http //www.worldbank.org/in/news/pressrelease/2011/10/13/higher-education-contribute-even-more-indonesia-development. Catatan Bank Dunia ini menunjukan bahwa lulusan perguruan tinggi Indonesia belum sepenuhnya memiliki kemampuan keterampilan praktis yang langsung dibutuhkan pasar. Jika pasar dianalogikan dengan pesantren tempat mengabdi maka dapat memungkinkan santri PBSB belum siap mengabdi karena ada missmatch antara ilmu yang diperoleh dengan aplikasi di pesantren. Oleh karena itu, dalam konsep pemberdayaan pesantren maka santri lulusan PBSB harus dibekali keterampilan praktis yang langsung dapat mengaplikasikan ilmunya di pesantren. 23 Model yang ditawarkan untuk pemberdayaan pesantren pada waktu santri mengabdi dapat mengadopsi model pemberdayaan ABCD (Asset Based Community Development). ABCD : Asset Based Community Development. ABCD adalah suatu konsep pengembangan masyarakat yang didasarkan pada aset lokal yang terdapat di suatu wilayah. Aset tersebut dikembangkan sehingga dapat memecahkan masalah-masalah yang terdapat di wilayah tersebut. Menrut Green & Haines, 2002 dalam Asset Building and Community Development, pengembangan model pemberdayaan ABCD melihat menguraikan Physical Capital, Finansial Capital,Environmental Capital, Technological Capital, Human Capital, Social Capital dan Spiritual Capital. Kementerian Agama selanjutnya menyusun modul model pemberdayaan ABCD yang nantinya disiapkan untuk santri sebelum mengabdi di pesantren. Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan 2016 |
24
Disisi Kementerian Agama, pada aspek outcome, hal yang sangat penting dilakukan adalah mempersiapkan sistem monitoring dan pengawasan terutama pelaporan berbasis online. Santri alumni PBSB dapat secara langsung melaporkan hasil pengembangan pesantren secara online. Usulan Kedua Usulan kedua adalah tetap mempertahankan proses perekrutan santri seperti yang sedang dilaksanakan. Jika tujuan PBSB adalah menyiapkan santri yang siap mengabdi di pesantren maka berdasarkan hasil data empiris diatas, tingkat keberhasilan santri yang mengabdi di pesantren tercatat 17%. Proses ini dapat dioptimalkan dengan pertama menyiapkan data pesantren binaan atau pesantren yang bekerja sama dengan Kementerian Agama. Meskipun santri langsung bekerja setelah menyelesaikan studi akan tetapi santri tetap dapat mengabdi di pesantren binaan. Kementerian agama memilihkan pesantren binaan kepada alumni santri PBSB yang langsung bekerja dan menyiapkan kontrak kerja. Seperti usulan pertama, tetap menyiapkan kuota khusus untuk pesantren luar Jawa pesantren mu‟adalah dan santri keluarga tidak mampu. Memberikan kesempatan bagi santri mu‟adalah untuk memilih jurusan diluar agama dengan pemberian bekal pelatihan “pengetahuan dasar” oleh Kementerian Agama. Selanjutnya memperbaiki sistem pembinaan dengan menyiapkan model dan modul pengabdian. Misal santri alumni MIPA, Teknik, Pertanian atau yang sejenis dapat mengajar pelajaran sain (matematika, fisika atau biologi) di pesantren yang mengelola madrasah aliyah. Tahap akhir adalah menyiapkan sistem pengawasan dan pelaporan berbasis online. III.
Kesimpulan dan Rekomendasi Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa temuan hasil penelitian menunjukan sebagai berikut: Dimensi Input terdapat keberhasilan dari bebera hal diantaranya terjadinya kenaikan jumlah santri yang mengikuti seleksi PBSB, dimana tahun 2015 pendaftaran santri seleksi PBSB meningkat 31% dari tahun 2014. Menunjukan bahwa sosialisasi program PBSB cukup baik semakin luas ke berbagai pesantren, nampaknya sistem pendaftaran PBSB berbasis online mampu menjangkau lebih luas wilayah Indonesia. Meskipun 46% kyai mendapatkan sosoialisasi secara langsung ada 77% melalui surat edaran. Selain itu, keberhasilan pemberdayaan pesantren ditunjukan adanya 43% santri yang mengabdi hingga 3 tahun dan 17% yang setia mengabdi lebih dari 3 tahun. Relevansi kebijakan pemerintah untuk memberikan akses pendidikan beasiswa bagi keluarga tidak mampu sudah sangat baik diterjemahkan oleh Kemenag, dimana pada tataran implementasi sudah mengakomodasi santri dengan keluarga tidak mampu. Namun catatan penting proporsi yang berasal dari keluarga dengan pendapatan lebih dari 2 juta masih cukup tinggi. Pilihan studi pada pendidikan umum (sain dan teknologi) seperti MIPA, Teknik, Pertanian, Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, Ilmu Sosial Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan 2016 |
25
mempunyai proporsi yang lebih tinggi dari pilihan studi agama (syariah, ilmu falak dan usluhuddin). Ini menunjukan ada relevansi antara implementasi dengan tujuan PBSB secara kuantitas. Proporsi jurusan umum lebih banyak dari jurusan agama. Namun dari pemilihan jurusan atas dasar kebutuhan pesantren hanya ada 15%, santri memilih jurusan atas dasar minat mencapai 70%. ini menunukan belum sesuai dengan tujuan PBSB dimana progranm PBSB untuk memberikan penguatan kepada kelembagaan pesantren. Demikian juga pada proporsi kyai yang mempersepsikan objektifitas dan tingkat kepuasan penyelenggaraan PBSB hanya mencapai persentase “sedang” yaitu 56% (sangat puas 12%, puas 44%, cukup puas 33%). Dari sisi rekruitmen terdapat beberapa pesantren yang selalu memperoleh beasiswa PBSB dengan jumlah cukup banyak, sementara partisipasi pesantren penyelenggara mu‟adalah/salafiyah masih rendah yang mengikuti seleksi PBSB serta masih tingginya santri dari keluarga mampu yang memperoleh beasiswa, dimana masih banyaknya santri dengan pendapatan orang tua di atas 2 juta mencapai 49%. Dimensi Proses terdapat keberhasilan dilihat dari penyelesaian studi santri sangat memuaskan. Sebagian besar santri lulus tepat waktu. Yang paling membanggakan adalah 26,5% santri lulus kurang dari 4 tahun. Meskipun santri berasal dari keluarga tidak mampu tidak menghambat untuk berprestasi. Lama studi relatif lebih baik dibandingkan santri dengan latar belakang keluarga penghasilan di atas 2 juta. Catatan pada dimensi ini adalah pada hambatan utama santri yaitu terlambatnya pencairan dana bantuan PBSB (living cost). Output / Produk, terdapat keberhasilan yaitu prestasi santri PBSB cukup baik nampak pada IPK santri sangat memuaskan dengan rerata 3,35, bahkan santri dari keluarga dengan penghasilan kurang dari 2 juta juga cukup tinggi dengan IPK mencapai 3,32. Sementara dilihat dari pemberdayaan santri di pesantren meskipun mencapai 95,4% santri kembali mengabdi akan tetapi 57% mengabdi kurang dari 3 tahun. Ini membuktikan bahwa santri belum sepenuhnya mentaati regulasi pengabdian. Tercatat 57% santri mengabdi di pesantren kurang dari 3 tahun, bahkan dari 234 santri, ada 13 santri tidak mengabdi. Sedangkan santri alumni PBSB yang terlibat dalam kreatifitas, usulan, keaktifan santri selama pengabdian rerata sekitar 50%, ini menunjukan bahwa peran santri dalam pengabdian belum membanggakan. Peran santri sebagai pemberdaya pesantren belum sepenuhnya tumbuh. Tingkat kreatifitas, usulan perbaikan pesantren, aktif dalam kelembagaan pesantren atau masyarakat masih tergolong rendah (dibawah 50%). Persentase aktifitas santri alumni PBSB di pesantren terbatas pada pengelolaan administrasi, pengajaran dan pengembangan life skill (motivasi santri) Itupun dengan persentase yang tergolong “sedang – sekitar 50%. Dimensi Out Come, terdapat keberhasilan program PBSB yang tertuang dalam Petunjuk Teknis PBSB 2016 yang dapat disarikan dalam 4 (empat) indikator yaitu: Kesiapan santri memberdayakan pesantren, Peningkatan kualitas SDM pesantren dengan menyebarkan ilmu bagi ustadz/ santri lainnya di pesantren, Transfer dan penerapan ilmu pengetahuan sain dan teknologi di pesantren dan Peningkatan kualitas pendidikan dan pengajaran Karena itu Ukuran outcome atau dampak yang dirasakan pesantren sebenarnya tidak secara langsung dapat diukur dalam jangka pendek. Dampak Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan 2016 |
26
dapat diukur dalam jangka panjang. Outcome atau dampak dapat diawali terkait bagaimana sebenarnya Kyai mempersepsikan program PBSB ini. Namun dilihat dari tingkat kebermanfaatan Ilmu yang diperoleh santri baik bagi pesantren, santri maupun masyarakat sangat baik yang ditunjukan dengan jawaban bermanfaat bagi pesantren mencapai 91 % , bagi santri 100% dan bagi masyarakat mencapai 90%. Demikian juga dilihat dari pahan keagamaan santri PBSB lebih cenderung moderat degan persentase di atas 90%, kecuali pada pandangan tentang demokrasi persentasenya 74%. Meskipun demikian dalam hal memilih pemimpin dan menikah dengan beda agama cenderung menolak. Sementara mobilitas santri tiga persentase tertinggi adalah melanjutkan studi 68%, mengabdi di pesantren 66% dan bekerja 37%, sisanya lain-lain. Sedangkan dampak positif bagi pesantren selama santri proses pengabdian terdapat 78,7% memberikan kontribusi positif, 21,3% santri alumni PBSB menyatakan belum berkontribusi penting. Ada beberapa faktor yang diduga dapat menjelaskan berkontribusi tidaknya, diantara adanya kesempatan yang diberikan oleh ponpes kepada santri alumni PBSB untuk memberikan masukan perbaikan pada ponpes, adanya perhatian dari pihak ponpes kepada alumni, mudahnya komunikasi dengan pihak pengelola ponpes (Kyai dan ustadz) serta keterlibatan dalam aktifitas keputusan rapat. Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan tersebut ada beberapa hal yang perlu direkomendasikan kepada Direktorat PD Pontren Kementerian Agama yaitu : 1. Perlu memperluas sosialisasi ke pesantren mu‟adalah/salafiyah dan memberikan kuota khusus untuk santri mu‟adalah/salafiyah dan peningkatan kuota beasiswa bagi pesantren di luar jawa. 2. Perlu memperbaiki sistem rekrutmen dari sisi pembinaan selama studi dan adanya pembatasan kuota beasiswa bagi pesantren yang telah banyak memperoleh beasiswa PBSB. 3. Perlu memberikan kejelasan regulasi misalnya70% kuota beasiswa untuk keluarga tidak mampu dan 30% untuk keluarga mampu. Jika sistim rekrutmen dilakukan tetap terbuka harus memberikan passing grade – nilai tingkat kelulusan yang sedikit lebih rendah khusus untuk pesantren mu‟adalah dan pesantren luar Jawa. 4. Mempertimbangkan adanya sanksi, meningkatkan pengawasan dan monitoring serta memperbaiki konsep pembinaan santri ketika studi. Perbaikan konsep pembinaan dengan membuat/ menyempurnakan model, modul, petunjuk teknis dan sistem pelaporan. 5. Konsep pembinaan ditekankan pada aspek mempersiapkan santri untuk mengabdi misal dengan memberikan pelatihan model pemberdayaan ABCD (Asset Based Community Development) dan mengidentifikasi modal-modal yang ada di pesantren sehingga santri sudah siap ketika mengabdi di pesantren. Artinya konsep pembinaan perlu dikembangkan pada tataran praktis yang lebih mempersiapkan santri untuk mengabdi. Mengembangkan model, konsep, modul dan petunjuk teknis praktis pada waktu pengabdian. Ada pelatihan/pembekalan yang dilakukan oleh Kemenag kepada santri PBSB sebelum mengabdi di pesantren.
Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan 2016 |
27
6. Efektifitas pengabdian 3 (tiga) tahun tetap dilanjutkan dengan pengawasan yang ketat atau mengubah menjadi 6 bulan setelah santri lulus akan tetapi santri tinggal di pesantren dengan pembiayaan masuk dalam pembiayaan beasiswa. 7. Untuk meningkatkan sifat monitoring dan pengawasan perlu dibuat system laporan berbasis online.
Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan 2016 |
28
Daftar Pustaka Bappenas (2016), Peningkatan Akses Pendidikan Tinggi Melalui Program-Program Afirmasi. Catatan Bank Dunia, 2011 Sumber: http://www. worldbank. org/in/news/press-release/2011/10/13/higher-education-contribute-even-moreindonesia-development. Direktorat PD Pontren Kementerian Agama tahun 2014,” Dokumen Data Hasil Apdat”. Direktorat PD. Pontren dan Ditjen Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI. 2015, Petunjuk Teknis Pengelolaan Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB). Direktorat Pendidikan dan Agama Kementerian PPN/ BAPPENAS, Disampaikan dalam Pra-Seminar Evaluasi Program Bantuan Beasiswa Santri Berprestasi di Take‟s Mansion and Hotel Jakarta, 29 September 2016 Green & Haines, 2002 dalam Asset Building and Community Development, pengembangan model pemberdayaan ABCD melihat menguraikan Physical Capital, Finansial Capital, Environmental Capital, Technological Capital, Human Capital, Social Capital dan Spiritual Capital.. Khamami Zada: 2002, Islam Radical: Pergulatan Ormas-ormas Islam Garis Keras di Indonesia, (Jakarta: Teraju,). ------- 2015 “Radikalisme dalam Paham Keagamaan Guru dan Mata Pelajaran Fikih di Madrasah Aliyah” dalam Jurnal Penamas, Balitbang DKI Jakarta. Leonard Rutman, (1984), Evaluation Research Methodology , New Delhi: Sege Publication India PVT. Ltd, 2 ed W. James Popham, (1981), Modern Educational Evaluation , New Jersey: Prenctice Hall Inc. Mazen Hashem “Contemporary Islamic Activism: The Shades of Praxis”: 2006 dalam Sociology of Religion, Vol. 67, No. 1 (Spring,). mer Ta sp nar 200 dalam “ ighting Radicalism not „Terrorism‟ Root Causes of an International Actor Redefined” dalam SAIS Review Vol. XXIX No. 2, (Summer–Fall). Quintan Wiktorowicz dan Karl Kaltenthaler 2006 dalam “Rationality of Radical Islam Political” dalam Science Quarterly, Vol. 121, No. 2, (Summer,). Renstra Diektorat Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI tahun 2015-2019 Sentosa, A.R., dan Rochana, E., (___), Efektifitas Sosialisasi Kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung Tentang Waktu Pembuangan Sampah Sebagai Upaya Menciptakan Kebersihan Lingkungan (Studi pada Kelurahan Sepang Jaya Kota Bandar Lampung), Jurnal Sosiologi, Vol. 14, No. 1: 1-9 Taufik M Tata (2016), PBSB dari masa ke masa, disampaikan dalam Pra Seminar Evaluasi Program Beasiswa Santri Berprestasi, di Take's Mansion Hotel Jakarta, 29 September 2016 Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan 2016 |
29