4
dilakukan 24 - 48 jam setelah inkubasi pada suhu ruangan (27°C). Uji Efikasi Prodigiosin terhadap Penyebab Penyakit Kresek pada Tanaman Padi (Xanthomonas Oryzae pv. oryzae) Tanaman padi varietas Ciherang (umur 40 hari setelah tanam) yang ditanam dalam ember plastik (volume 1 liter) digunakan untuk uji kemampuan prodigiosin mengendalikan serangan Xanthomonas oryzae pv. oryzae. Daun padi dipotong pada jarak 5 cm dari ujung atas daun dan diinkokulasi dengan biakan bakteri dengan cara disemprot. Setiap satu rumpun padi (5 batang per rumpun) disemprot dengan 1 ml biakan bakteri yang berumur 48 jam setelah inkubasi. Strain X. oryzae pv. oryzae yang diinokulasikan, yaitu strain 1B yang mempunyai tingkat virulensi yang lebih tinggi. Prodigiosin dengan konsentrasi 100150µg disemprotkan sebanyak 1 ml setelah suspensi bakteri kering pada tanaman. Sebagai kontrol digunakan tanaman tanpa semprot prodigiosin. Pengamatan intensitas penyakit dilakukan setiap 3 hari sekali selama 2 minggu.
Tingkat mortalitas wbc mencapai 65.678.2% pada aplikasi bakteri merah dengan konsentrasi antara 106 dan 107 sel/ml (Tabel 1). Kematian wbc mulai terjadi pada 4 hari setelah inokulasi (hsi), dan meningkat tajam pada 7 hsi (Gambar 2). Serangga yang mati ditujukkan oleh warna merah pada tubuhnya. Hasil reisolasi memastikan bahwa bakteri yang menginfeksi dan menyebabkan kematian wbc adalah bakteri merah. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri merah bersifat patogenik terhadap wbc. Tabel 1 Efektivitas bakteri merah terhadap wbc setelah 10 hari aplikasi Konsentrasi (sel/ml)
Mortalitas (%)
108 107 106 105 104 0
78.2 72.1 65.6 44.7 12.2 0
HASIL Peremajaan Isolat Bakteri merah ditumbuhkan pada media Lurial Bertani Broth (LB) dan diinkubasi pada suhu ruang selama 2-3 hari dengan metode kuadran untuk mendapatkan koloni tunggal (Gambar 1a). Koloni tunggal disubkultur pada medium LB agar miring dan diremajakan setiap 2 minggu sekali atau sesuai dengan kebutuhan (Gambar 1b).
a b Gambar 1 Biakan bakteri merah (a) pada media LB agar, (b) pada media LB agar miring. Patogenisitas Bakteri Merah terhadap Wereng Batang Cokelat Hasil uji efikasi membuktikan bahwa bakteri merah efektif mengendalikan wbc.
Gambar 2 Grafik efektivitas bakteri merah terhadap wbc. Karakteristik Fenotipe Bakteri merah adalah bakteri gram negatif yang bersifat motil. Koloninya berbentuk cembung dan berukuran 1-3 mm pada biakan yang berumur 24 jam setelah inkubasi. Ukuran koloni menjadi lebih besar jika diinkubasikan lebih lama karena sifat
5
motilitasnya. Warna merah koloni sudah mulai terlihat pada biakan yang berumur 24 jam, dan semakin merah setelah diinkubasikan lebih 48 jam. Namun sering juga dijumpai koloni bakteri warna putih, terutama koloni tunggal yang terangsing jauh dari koloni lain (quorum sensing). Bakteri merah sensitif terhadap streptomisin serta tahan dengan kloramfenikol, kasugamisin dan rimfamisin (Tabel 2). Meskipun bakteri merah tahan terhadap kloramfenikol tetapi pigmentasinya terhambat, bahkan bakteri tidak mampu menghasilkan pigmen merah pada konsentrasi kloramfenikol 1 g/ml.
(Qiagen) dan disekuensing dengan primer yang sama secara dua arah.
Tabel 2 Sensitivitas bakteri merah terhadap antibiotik
a
Antibiotik Kloramfenikol Kasugamisin Rimfamisin Streptomisin Ampisilin
1800bp
Kosentrasi ( g/ml) 25 50 R R R R R R S S R R
Karakteristik fenotipe bakteri merah berdasarkan pengujian dengan Biolog GN MicroplateTM disajikan dalam lampiran 1. Bakteri merah menunjukkan 94 karakter positif dari 95 pengujian yang dilakukan. Karakter negatif hanya terdapat pada keto butyric acid. Bakteri dapat memfermentasikan semua jenis karbohidrat yang meliputi D-fructose, L-fucose, Dgalactose, Gentiobiose, m-inositol, Maltose, Lactulose, D-lactose, D-mannitol, D-Manose, D-melibiose dan -D-glucose, serta semua jenis asam amino, termasuk Lornithin. Berdasarkan analisis dengan Biolog GN database, bakteri merah termasuk dalam genus Serratia. Amplifikasi 16S rDNA Ribosomal Kualitas DNA hasil ekstraksi ditampilkan pada gambar 3. Terdapat satu band tunggal yang tidak terkontaminasi dengan RNA. Pengukuran spektrofotometer juga menunjukan tidak ada kontaminasi protein. Hal ini ditunjukkan oleh nilai perbandingan absorbansi OD260/280 sekitar 1.8. Amplifikasi sekuen 16S rDNA dengan pasangan primer 63F dan 1387R menghasilkan band tunggal berukuran sekitar 1.4 kb yang sesuai dengan perkiraan (Gambar 3). Proses sekuensing, produk PCR dimurnikan dengan PCR purificatio kit
1500bp 1300bp
b Gambar 3 Elektroforesis gel agarosel ekstrak DNA genom (a), produk PCR 16S rDNA bakteri merah (b). Analisis Sekuen Nukelotida 16S rDNA Urutan nukleotida 16S rDNA bakteri merah disekuen dari dua arah sebanyak dua kali. Hasil kedua sekuen dibandingkan untuk memastikan tidak ada kesalahan sekuensing. Kemudian kosensus sekuen sebesar 1294 bp dibandingkan dengan sekuen dari bakteri lain yang ada dalam database Gene Bank melalui analsis BLASTN. Sekuen bakteri merah mempunyai tingkat kesamaan 99% dengan Serratia sp. endosimbion wbc (no. asesi GU124498) dan S. marcescens (no. asesi HQ154570) (lampiran 2). Hasil ini berkorelasi dengan analisis fenotipe menggunakan Biolog GN MicroplateTM yang mengklasifikasikan bakteri merah ke dalam genus Serratia. Analisis Filogenetika Berikut ini merupakan hasil dari analisi filogenitika mengunakan program PHYLIP
6
versi 3.6. Terlihat pada hasil bahwa bakteri merah yang diidentifikasi kekerabatannya, dekat dengan Serratia marcescens dan Serratia sp yang berendosimbion dengan wbc.
0.24 untuk kontaminan (Gambar 6a). Pengukuran prodigiosin dengan spektrofotometer yang dilakukan dalam pelarut yang bersifat asam juga mendeteksi ada 2 titik puncak pada panjang gelombang 500 nm dan 540 nm (Gambar 6b). Serapan tertinggi prodigiosin dalam pelarut asam terjadi pada panjang gelombang 540 nm. Tetapi pada pelarut basa, metabolit kontaminan tidak terdeteksi. Titik puncak absorbansi terjadi pada panjang gelombang 460 nm untuk prodigiosin.
Gambar 4 Pohon filogenetik bakteri merah. Ekstraksi dan Purifikasi Prodigiosin Prodigiosin diekstraksi dari kultur S. marcescens 5 hari setelah inkubasi dan menunjukkan warna merah (Gambar 5a). Ekstraksi dengan etil asetat berhasil memisahkan prodigiosin dari fraksi cair media (Gambar 5b). Prodigiosin dalam etil asetat dipekatkan dengan evaporator. Pada suhu 35oC dan kondisi vakum, etil asetat akan menguap tanpa membawa prodigiosin sehingga prodigisin dapat dikoleksi. Prodigiosin yang berhasil diekstrasi dilarutkan dalam DMSO.
a
Pelarut asam Pelarut basa
a
b
Gambar 5 Kultur bakteri merah yang berumur 5 hari (a), ekstraksi prodigiosin dalam pelarut etil asetat (b). Hasil purifikasi dengan kromatografi kolom menggunakan silika gel masih belum mampu menghilangkan metabolit kontaminan. Hasil analisis dengan kromatografi lapis tipis mendeteksi 2 spot pada nilai Rf 0.82 untuk prodigiosin dan
b Gambar 6 Profil hasil analisis prodigiosin dengan kromatografi lapisi tipis silika gel (a) dan spektrofotometer (b). Uji Antibakteri Prodigiosin Kemampuan prodigiosin menghambat pertumbuhan bakteri telah diuji terhadap
7
Xanthomonas oryzae pv. oryzae penyebab penyakit kresek pada tanaman padi, Escherichia coli dan Pseudomonas solanacearum penyebab penyakit layu pada tanaman ubi jalar. Pada assay di cawan petri, konsentrasi prodigiosin yang efektif menghambat pertumbuhan bakteri sekitar 100-150 g/ml. Pada konsentrasi yang lebih rendah daya hambatnya berkurang. Jenis bakteri yang berbeda akan menunjukkan perbedaan sensitivitasnya. X. Oryzae pv. oryzae dan P. Solanacearum prodigiosin konsentrasi 10-15 g/ml masih sensitif dibandingkan dengan Escherichia coli (Tabel 4). Dalam uji bioautografi, spot merah prodigisoin juga efektif menghambat ketiga bakteri tersebut. Pada titik yang ada prodigiosin terbentuk zona bening yang menunjukkan tidak tumbuhnya bakteri (Gambar 7b). Hal ini menunjukkan bahwa prodigiosin bersifat bakterisida. Prodigiosin juga efektif menghambat perkembangan penyakit kresek pada tanaman padi. Efikasi prodigiosin 150 g/ml mampu menekan serangan penyakit kresek hingga 30%. Pada tanaman tanpa aplikasi prodigiosin, serangan penyakit kresek mencapai 50%, tetapi bila diaplikasi prodigiosin, serangannya hanya mencapai 20% setelah 4 minggu aplikasi (Gambar 8). Gejala serangan kresek mulai terlihat pada 1 minggu setelah inokulasi (msi) dengan gejala coklat kekuningan yang berkembang dari ujung ke pangkal daun dan terus meningkat dengan bertambahnya umur tanaman. Perkembangan penyakit terlihat sangat lambat pada tanaman yang diaplikasi prodigiosin dibandingkan dengan tanaman tanpa aplikasi prodigiosin.
b Gambar 7 Daya hambat prodigiosin terhadap berdasarkan pengujian metode cawan petri (a) dan bioluminator pada lapis tipis silika gel (b). Tabel 3 Hasil uji daya hambat prodigiosin dengan pengenceran yang berbeda (n=4) Pengenceran prodigiosin 10-1
Hasil +
-2
10 10-3
+ -
Tabel 4 Hasil positif uji daya hambat prodigiosin pada Escherichia coli, layu ubi jalar dan X.oryzae pv.Oryzae Pengenceran prodigiosin
E. coli
P. solanace arum
10-1 10-2 10-3
+ -
+ + -
p3 p1
p2
a Gambar 8 Grafik efektivitas prodigiosin terhadap penghambatan penyakit kresek.
X. oryzae pv. Oryzae + + -
8
PEMBAHASAN Bakteri merah yang diidentifikasi sebagai S. marcescens berdasarkan uji fenotipe dengan Biolog GN Microplate TM dan analisis sekuen 16S rDNA terbukti bersifat patogenik terhadap wbc. Patogenisitas S. marcescens diduga terjadi bukan melalui infeksi integumen, tetapi melalui mulut dengan termakan ketika serangga mencucuk dan menghisap cairan tanaman. Mulut wbc bertipe pencucuk penghisap dan rostumnya muncul dari bagian posterior kepala digunakan sebagai pintu masuk pintu masuk sel bakteri S. marcescens yang berukuran 1 m. Pada uji patogenisitas terhadap larva Tenebrio molitor yang dilakukan melalui pakan, M. marcescens juga bersifat patogenik, bahkan protein yang diekstrak sel bakteri bersifat toksik (Data tidak ditampilkan). Hal ini menunjukkan bahwa patogenisitas S. marcescens bersifat oral dengan menghasilkan protein yang toksik. Menurut Hurst et al. (2000), faktor virulensi S. entomophila and S. proteamaculans terletak dalam plasmid pADAP (amber disease-associated plasmid, 153 kb) yang membawa tiga gen penyandi komplek toksin, yaitu sepABC (untuk S. entomophila pathogenicity). Produk protein dari sepABC mempunyai kesamaan sekuen asam aminonya dengan toksin insektisidal yang dihasilkan oleh Photorhabdus luminescens (Bowen et al. 1998), Xenorhabdus nematophilus (Morgan et al. 2001), Yersinia pestis C092 (Parkhill et al. 2001), Pseudomonas syringae pv. tomato DC3000 (Buell et al. 2003), Serratia sp. (Hurst et al. 2000; Dodd et al. 2006) dan Chromobacterium violaceum ATCC 12472 (Vasconselos et al. 2003), yang dikenal dengan nama komplek toksin (Tc). Tetapi gen penyandi Tc berada dalam DNA genomnya. Komplek toksin memiliki berat molekul tinggi ( 1MDa) dan menunjukkan aktvitas insektisidal terhadap serangga dari ordo Coleoptera, Dictyoptera, Hymenoptera, and Lepidoptera (Bowen et al. 1998). Komplek toksin tersusun atas empat komplek toksin (Tca, Tcb, Tcc dan Tcd) yang masing-masing dikodekan oleh empat lokus gen, yaitu Tca, Tcb, Tcc dan Tcd. Komplek toksin Tca dan Tcd bersifat oral terhadap Mandusa sexta (Waterfield et al. 2001) serta Leptinotarsa decemlineata dan
Bemisia tabaci (Blackburn et al. 2005). Komplek toksin Tca dan Tcd potensial untuk menjadi salah satu kandidat pengganti toksin Bacillus thuringiensis (Bt) dalam pengembangan tanaman transgenik tahan serangga hama. Bakteri patogen S. marcescens yang menginfeksi wbc juga pernah dilaporkan di Korea (Kim et al.1998). Menurut Grimoet dan Grimoet (1978), strain pigmen merah dari S. marcescens sering dijumpai pada banyak ordo serangga baik yang sehat, berpenyakit, maupun mati. Umumnya, strain S. marcescens yang diisolasi dari manusia tidak berpigmen, sedangkan strain berpigmen yang diisolasi dari serangga dan lingkungan lainnya tidak pernah dilaporkan menjadi penyebab infkesi nosocomial pada manusia (Mohan et al. 2011). Dalam database GeneBank, sekuen nukleotida 16S rDNA bakteri merah memiliki tingkat kesamaan 99% dengan sekuen nukleotida 16S rDNA Serratia sp. endosimbion wbc (no. asesi GU124498) dan S. marcescens (no. asesi HQ154570). Menurut Janda dan Abbott (2007), apabila terdapat persamaan sekuen nukleotida dari gen antara satu bakteri dengan bakteri yang lain dengan nilai lebih dari 90%, maka bakteri-bakteri tersebut merupakan spesies bakteri yang sama. Serratia sp. endosimbion wbc tidak pernah dilaporkan sebagai patogen yang kuat. Pemanfaatnya untuk pengendalian wbc juga jarang dilakukan. Hal ini diduga disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu pertama endosimbion Serratia adalah patogen lemah yang hanya akan bersifat patogenik ketika serangga dalam keadaan tertekan sehingga penggunaan untuk pengendalian wbc tidak akan efektif. Kedua S. marcescens telah dilaporkan sebagai patogen oportunistik pada manusia sehingga pemanfaatan dikhawatirkan membahayakan organisme lain. Ketiga penelitian tentang faktor-faktor virulen S. marcescens terhadap wbc belum dilakukan. Pigmen merah yang dihasilkan oleh S. marcescens isolat wbc adalah metabolit sekunder yang dikenal sebagai prodigiosin. Prodigiosin merupakan antibiotik multifungsi yang memiliki aktivitas sebagai antibakteria, antifungi, antiprotozoa, dan antikanker. Tetapi pengaruh prodigiosin terhadap serangga belum pernah dilaporkan. Asano et.al (1999) telah mencoba aplikasi kombinasi prodigiosin dengan kristal toksin Bacillus thuringiensi (Bt) untuk
9
mengendalikan Spodoptera litura. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi toksin Bt yang dikombinasikan dengan prodigiosin dapat menunda perkembangan resistensi serangga terhadap toksin Bt (Asano et al. 1999). Aktivitas antibakteri prodigiosin terbukti mampu menghambat perkembangan E. Coli, Xanthomonas, dan Pseudomonas secara in vitro, tetapi dosis efektifnya sangat tinggi. Dalam pengujian secara in vivo, prodigiosin juga mampu menekan perkembangan penyakit kresek yang disebabkan oleh Xanthomonas hingga 30% dibandingkan kontrol. Sebenarnya S. marcescens sendiri tidak bersifat antagonis terhadap Xanthomonas dalam pengujian secara in vitro. Oleh karena itu, aplikasi langsung sel bakteri S. marcescena tidak mampu mengendalikan Xanthomonas. Pengendalian Xanthomonas yang efektif diperlukan prodigiosin pekat.
SIMPULAN Berdasarkan uji fenotipe dengan Biolog GN Microplate TM dan analisis sekuen 16S rDNA, bakteri merah yang berendosimbion dengan wbc serta bersifat patogenik adalah S. marcescens. Database GeneBank, sekuen nukleotida 16S rDNA bakteri merah memiliki tingkat kesamaan 99% dengan sekuen 16S rDNA Serratia sp endosimbion wbc. Prodigiosin merupakan metabolit sekunder dari S. marcescens yang mampu menghambat perkembangan E. coli, Xanthomonas, dan Pseudomonas secara in vitro, dengan dosis efektif yang sangat tinggi. Secara in vivo, prodigiosin mampu menekan perkembangan penyakit kresek yang disebabkan oleh X. oryzae pv. oryzae sebesar 30%.
SARAN Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor virulensia S. marcescens terhadap serangga, sehingga dapat menjadi agen pengendali serangga yang lebih baik. Penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan media yang baik untuk produksi prodigiosin.
DAFTAR PUSTAKA Alamaendah. 2006. Hama padi yang sulit dibasmi. Natur Indonesia 6(2) : 84-86 Asano et al. 1999. Prodigiosin produced by Serratia marcescens enhances the insectisidal activity of Bacillus
thuringiensis delta endotoxin against common cutworm, Spodoptera litura. J. Pesticide Sci. 24:381-385. Baskoro et al. 2002.Pengendalian serangga hama dengan menggunakan bakteri merah. Laporan hasil penelitian, Balai pengamatan dan Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman. Blackburn M, Golubeva E, Bowen D, Effrench-Constant RH.1998. A novel insectisidal toxin form Photarhabdus luminescens, Toxin complex a (Tca) and it histopatological effects on the midgut of Manduca sexta. Environ Microbiol 64(8):36-41. Bowen et al. 1998. Insecticidal toxins from the bacterium Photorhabdus luminescens. Sci 280:2129-2132. Buell CR. et al. 2003. The complete genome sequence of the Arabidopsis and tomato pathogen Pseudomonas syringae pv tomato DC3000. Proc Natl Acad Sci USA 100: 10181-10186. Croft et al.2002. Antiprotozoal activities of phospholipid analogues. Mol and Biochem Parsitology. 126:165-172. Davaraj Naveen Raj, Dharumaduari Dhanasekaran, Nurdin Thajuadin and Annamalai Panneerselvam.2009. Production of prodigiosin from Serratia marcescens and its cytotoxicity activity. J of Pharmacy Recearch. 2(4):590-593. Giri et al.2004. A novel medium for the enhanced cell growth and production of prodigiosin from Serratia marcescens isolated from soil. BMC Microbiol 4(11):1-10. Grimont, P.A.D. and Grimont, F. 1978. The genus Serratia. Annu Rev Microbiol. 32:221-248. Hurst MR, Glare TR, Jackson A, Ronson CW.2000. Plasmid located pathogenicity determinants of Serratia entomophila, the causal agent of amber disease of grass grub, show simililarity to the insectisidal to sans of Photorhabdus lumisnescens. J Bacteriol.182:5127-5138. Janda J.M and Abbott S.L. 2007. 16S rRNA gene sequencing for backterial identifications in the diagnostic laboratories : pluses, perils, and pitfalls. J Clinic Microbiol. 45(9) : 2761-2761. Khanafari et al.2006.Review of prodigiosin, Pigmentation in Serratia.Biological. Sci. 6(1):1-3. Kim C.H,and Kim S.W Hong S.I.1998. Production of red pigment by Serratia