PENGARUH SUHU INKUBASI Aspergillus oryzae 6005 TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ASAM AMINO METEONIN SERTA PENILALANIN SELAMA PENEMPEAN BIJI KACANG GUDE (Cajanus cajan Millsp) Duniaji, A.S*), IGN Agung *) dan I.A. Mahatma Tuningrat**) * PS Ilmu dn Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana dan ** )PS Teknologi Industri Pertanin Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.
[email protected] )
ABSTRACT Aspergillus oryzae is a type of mold that is widely used in the industrial manufacture of tempeh and soy sauce. This mold is producing protein -degrading protease enzyme as into different types of amino acids. A. oryzae 6005 FNCC obtained from the Food Nutrition Culture Collection (FNCC ) Gadjah Mada University . Isolates of A. 6005 oryzae further rejuvenated with inoculated on petri dishes containing Patato Dextro Agar ( PDA ) and incubated at 30 º C for 5 days . Isolates of A. oryzae 6005 then transferred on PDA agar slant and stored at 4 º C. A. oryzae 6005 isolates tested for their ability to degrade proteins pigeonpea beans at incubation temperature 25 º C , 30 º C and 37 º C during the process fermentation 2 , 3 , and 4 days today. The data were analyzed descriptively to show the table and figure. The results showed that incubation temperature A.oryzae 6005 influenced the protein content, amino acid content of methionine and phenylalanine during fermentation on pigeonpea beans. incubation time and temperature of 300C for 3 days showed the best combination treatment with 21:35 % protein content of the amino acid content of methionine and phenylalanine respectively 3.60 and 0:58 mg/100g mg/100g protein and low protein shown by treatment at 37 ° C and incubation time 2 days and 4 days with a protein content of 3.74 % with amino acids of methionine and phenylalanine respectively 0.05 and 0.58 mg/100g mg/100g protein.
PENDAHULUAN Kacang gude termasuk kacang-kacangan yang menempati urutan kelima terpenting di dunia (Dahiya, 1980; Habib, et al., 1976.). Tanaman kacang gude terutama diusahakan di daerah tropis dan subtropis seperti di India, Afrika, Asia Tenggara, Karibia, Fiji dan Australia, khususnya di daerah yang beriklim kering (Karsono dan Sumarno, 1989; Bramel et al., 2004; Graham and Vance, 2003). Di Bali kacang gude dikenal dengan nama “ Undis”. Tanaman ini tersebar di seluruh wilayah Bali seperti Bangli, Klungkung, Karangasem, Badung, Negara maupun Kabupaten Buleleng (Permana dan Duniaji, 2005). Pemanfaatan “Undis” oleh masyarakat Bali baru sebatas sebagai bahan sayuran ( Hulse, 1975; Syam,1985) Aspergillus oryzae merupakan salah satu jenis kapang yang banyak dipergunakan dalam industri pembuatan tempe maupun kecap (Fleet, 1978; Kasmidjo,1989). Kapang ini merupakan penghasil enzim protease sebagai pengurai protein menjadi berbagai jenis asam-asam amino (Fardiaz,dan Winarno. 1989; Rahayu et al., 1987.) . Molekul protein merupakan bentuk polimerisasi dari asam amino terutama dari unit monomer asam amino yang saling diikat oleh ikatan peptide (Fardiaz,dan Winarno. 1989). Total ada sekitar dua puluhan asam amino yang terlibat dalam pembentukan protein. Seluruh protein dibentuk dari karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur. 583
Beras, kedele dan kacang gude mengandung banyak asam amino metionin dan penilalanin. sekitar 25% dari kalori (energi) yang terdapat dalam kacang-kacangan adalah protein. Kekurangan metionin dan penilalanin, yaitu salah satu asam amino esensial yang sangat diperlukan oleh tubuh (Kasmidjo,1989; Winarno,1993). Secara tradisional, masyarakat telah biasa menggabungkan menu nasi dengan tahu atau tempe dan kecap, sehingga kekurangan yang ada pada produk olahan makanan tersebut dapat tertutupi. Aspergillus oryzae merupakan salah satu jenis kapang yang banyak dipergunakan dalam industri pembuatan tempe maupun kecap (Mislivec, 2001). Kapang ini merupakan penghasil enzim protease sebagai pengurai protein menjadi berbagai jenis asam-asam amino (Rahayu, 1991) Selama proses penempean Aspergillus oryzae 6005 dapat menguraikan protein biji kacang gude dengan menghasilkan enzim protese dan merombak ikatan peptida protein menjadi berbagai asam amino. Aspergillus oryzae merupakan kapang yang kisaran pertumbuhannya berkisar pada suhu 20-370C. Berdasarkan alasan tersebut maka dilakukan penelitian pengaruh suhu inkubasi Aspergillus oryzae 6005 terhadap kandungan protein dan asam amino meteonin serta penilalanin biji kacang gude (cajanus cajan Millsp) selama penempean.
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Analisi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana dan laboratorium Kimia Analitik Universitas Udayana. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli sampai Nopember 2013. Metode penelitian Pembuatan Suspensi Spora. Biakan murni Aspergillus oryzae FNCC 6005 yang diperoleh dari Food Nutrition Culture Collection (FNCC) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada agar miring diremajakan pada cawan petri berisi media PDA padat dan diinkubasi selama 3-4 hari pada suhu kamar. Spora yang tumbuh selanjutnya diambil dengan jarum ose dan diinokulasikan ke dalam tabung reaksi yang mengandung 10 ml air steril dan diencerkan sampai pengenceran 10-3 (Mislivec et al., 1999). Suspensi spora sebanyak 100 ul x 103 selanjutnya dipersiapkan untuk diinokulasikan pada biji kacang gude untuk masing-masing perlakuan. Isolat Aspergillus oryzae 6005 diuji kemampuannya dalam menguraikan protein biji kacang gude pada proses penempean pada suhu inkubasi S1=25 ºC, S2=30 ºC dan S3=37 ºC
584
selama L1= 2 hari, L2= 3 hari, dan L3 = 4 hari. Variabel yang amati adalah kandungan protein, asam amino meteonin dan penilalanin biji kacang gude selama proses penempean. Kadar Protein Penentuan kadar protein dengan metode Makro – Kjeldahl yang Dimodifikasi (AOAC, 2004) dalam (Sudarmadji et al.,1997). Dipipet 1 ml cuplikan dan dimasukkan kedalam labu Kjeldahl, ditambahkan tablet Kjeldahl (campuran CuSO4 dan Na2SO4) dan 25 ml H2SO4 pekat. Kemudian dipanaskan pada pemanas listrik dalam lemari asam, pemanasan diakhiri setelah cairan menjadi jernih tak berwarna. Teruskan pemanasan tambahan lebih kurang satu jam. Setelah labu Kjeldahl beserta cairannya dingin kemudian ditambahkan 100 ml aquades dan beberapa lempeng Zn serta larutan NaOH 50% sampai cairan bersifat basa. Labu Kjeldahl dipasang pada alat destilasi, dan dipanaskan sampai mendidih, destilat ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 50 ml HCl 0,1 N yang sudah diberi indikator metal merah beberapa tetes. Destilasi diakhiri setelah volume destilat 75 ml, kemudian dititrasi dengan larutan basa standar NaOH 0,1 N. Dibuat juga blanko dengan cara mengganti cuplikan dengan aquades.
Perhitungan : %N=
( ml NaOH blanko – ml NaOH contoh ) gram contoh x 1000
x 100% x 14,008 x N. NaOH
protein = % N x faktor konversi (kacang kacangan dan olahannya : 6,25) Kadungan asam amino Meteonin dan Penilalanin Analisis komposisi asam amino dilakukan dengan menggunakan HPLC (Anwar Nur et al., 1992; Apriyantono et al., 1989.). Data hasil penelitian dianalisis secara diskriptif dengan menampilkan tabel dan gambar (Steel dan Torrie, 1995) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukan bahwa suhu inkubasi A.oryzae 6005 berpengaruh terhadap kandungan protein, asam amino meteonin dan penilalanin kacang gude selama proses penempean. Kadar Protein Tempe Kacang Gude (Cajanus cajan Millsp) Hasil penelitian menunjukan bahwa suhu dan waktu inkubasi A.oryzae 6005 berpengaruh terhadap kandungan protein kacang gude selama proses penempean. Pada Gambar 1 disajikan pengaruh suhu inkubasi A.oryzae 6005 terhadap kadar protein kacang gude selama penempean (%)
585
Gambar 1. Pegaruh suhu inkubasi A.oryzae 6005 terhadap kandungan protein kacang gude selama penempean Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa ada kecendrungan terjadi peningkatan kandungan protein biji kacang gude dengan semakin lama waktu inkubasi A. oryzae 6005. Sementara kandungan protein tertinggi ditunjukkan pada perlakuan S2L2 (suhu penempean 30 oC dan Waktu Inkubasi 3 hari), sedangkan terendah diperlihatkan pada perlakuan S3L1 (Suhu penempean 37oC dengan waktu inkubasi 4 hari) Asam Amino Meteonin Kacang Gude (Cajanus cajan Millsp) Hasil penelitian menunjukan bahwa suhu inkubasi A. oryzae 6005 berpengaruh terhadap kandungan asam amino meteonin biji kacang gude selama penempean. Pada Gambar 2 disajikan Pengaruh Suhu Inkubasi A. oryzae 6005 terhadap kandungan Asam Amino biji Kacang Gude selama penempean.
Gambar 2. Pengaruh suhu inkubasi A.oryzae 6005 terhadap kandungan asam amino meteonin kacang gude
586
Menurut Rahayu (1991) Aspergillus oryzae memiliki suhu pertumbuhan optimum 30 – 37 ºC, minimum 12 ºC, dan maksimum 42ºC . Pada suhu yang lebih tinggi dari 37 ºC pertumbuhan kapang pada tempe pada umumnya menjadi lebih lambat terutama Aspergillus oryzae.
Asam amino Penilalanin kacang gude (Cajanus cajan Millsp) Hasil penelitian juga menunjukan bahwa suhu inkubasi A. oryzae 6005 berpengaruh terhadap kandungan asam amino penilalanin biji kacang gude selama penempean. Pada Gambar 3 disajikan Pengaruh suhu inkubasi A. oryzae 6005 terhadap kandungan penilalanin biji kacang Kacang Gude selama penempean.
Gambar 3. Pengaruh suhu inkubasi A. oryzae 6005 terhadap kandungan penilalanin biji kacang Kacang Gude selama penempean. A.oryzae 6005 merupakan kapang penghasil enzim protease yang akan menguraikan protein menjadi asam amino, baik asam amino esensial maupun non esensial. Asam amino essensial adalah asam amino yang tidak dapat disintesis oleh tubuh. Sebagian besar asam amino ini hanya dapat disintesis oleh sel tumbuhan, sebab untuk sintesisnya memerlukan senyawa nitrat anorganik. Kekurangan metionin dan penilalanin, merupakan asam amino esensial yang sangat diperlukan oleh tubuh (Kasmidjo, 1989; Winarno,1993)
KESIMPULAN Suhu inkubasi 300C A. oryzae selama penempean 3 hari pada biji kacang gude menunjukan perlakuan terbaik dengan kadar protein sebesar 21.35% dengan kandungan asam
587
amino meteonin dan penilalanin masing-masing sebesar 3.60 mg/100g protein dan 0.58 mg/100g protein dan terendah ditunjukkan oleh perlakuan suhu 37oC dan waktu inkubasi 2 hari dan 4 hari dengan kadar protein sebesar 3.74 % dengan jenis asam amino meteonin dan penilalanin masingmasing 0.05 mg/100g protein dan 0.58 mg/100g.
SARAN Pada penelitian ini perlu dilakukan identifikasi terhadap ensim proteolitik yang dihasilkan dan mengetahui pengaruhnya terhadap peningkatan kandungan protein dan asam amino yang dihasilkan.
UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada Bapak Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Rektor Universitas Udayana dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atas bantuan fasilitas, pendanaan serta dukungan moril sehingga penelitian ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana.
DAFTAR PUSTAKA A.O.A.C. (2004). Methode Of Analysis Of Association Of Analytical Chemist. Washington D.C Apriyantono, A. D., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, S. Yasni dan S. Budiyanto. (1989). Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi IPB. Bramel J, Kiran S, Reddy J, Ford lloyd B, Chandra S. (2004). Degree and Distribution of Pigeonpea Landrace morphplogical diversity in traditional cropping system in Adra Pradesh. International Crop Research Institute for the semi-Arid Tropic, Fatancheru,Andra Pradesh Indian. Pp 1-45. Buckle. K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan Terjemahan oleh H. Purnomo dan Adiono. Jakarta: UI-Press. Dahiya, B.S. (1980). An Annotated Bibliography of Pigeonpea 1900-1977. Haryana Agriculture University Hissar, ICRISAT India. Fardiaz, S.dan F.G. Winarno. (1989). Mikrobiologi Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Fennema, R.O. (1976). Principles of Food Science. New York: Marcel Dekker Inc. Fleet, G.H. (1978). Food Microbiology. In R.A. Edward (ed.) A Course Manual in Food Science. Australia Asian Universities Cooperation Sheme. P. 71-78. Graham, PH, Vance GP. (2003). Legumes importance and contraints to greater use. Plant physiology. 131: 872-877 Habib, F.K.G., G.H. Mahras, S.H. Hilal, G.N. Gabial and S.R. Morcos. (1976). Phytochemical and Nutritional Studies on Pigeonpea and Kidley Beans Cultivated in Egypt. Hieronymus, B.S. (1994). Kecap & Tauco Kedelai. Yogyakarta: Kanisius. 588
Hulse, J.H. (1975). Problem of Nutritional Quality of Pigeonpea and Chickpea and Prospect of Research. International Development Research Centre, Ottawa Canada. Karsono, S dan Sumarno. (1989). Kacang Gude. Departemen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Malang: Balai Penelitian Tanaman Pangan. Kasmidjo, R.B. (1989). Tempe. Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi, UGM. Mislivec, P.B., L.R. Bebchal and M.A.Cousin. (1999). Yeast and Mold Confendium of Methods for The Mikrobiological Examination of Food. Third Ed. American Public Health Association Washington. p 818. Mislivec, P.B. (2001). Training in Mold Isolation, Identification, Handling and Evaluation of Conditions Leading to Mycotoxin Consultant U.S. Food and Drug Administration UNDP/FAO/THA/82/004.pp 1-10. Koswara, S. (1992). Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadi Makanan Bermutu. Jakarta: Penerbit Pustaka Sinar Harapan. Poesponegoro dan Tanuwijaya. (1977). Indonesia soy sauce. In K. H. Steinkraus. Handbook of Indegeneus Fermented Food. Marcel Dekker Inc. New York and Basel. Pitt, JJ and A.D. Hocking. (1985). Fungi and Food Spoilage. Australia: Academic Press. Permana, M.D. dan Duniaji, A.S. (2005). Inokulasi A. Oryzae dan R. oligosporus pada proses penempean Terhadap Karakteristik Kecap Kacang Gude (Cajanus cajan Millsp), disajikan dalam seminar Nasional TPSDP yang diselenggarakan oleh CPMU-TPSDP di Sanur Bali. Rahayu, E.S., N. Takada dan Y. Oshima. (1987). Microflora Fermentasi Kecap. Lanjutan Simposium Bioproses dalam Indistri Pangan 12-14 Januari 1987. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Rahayu, E.S. (1991). Hydrolysis of Soybean Protein by Aspergillus soyae, Aspergillus oryzae and Rhyzopus oligosporus. Agritech. 11(4): 11-22 Rejeki, F.S., E.S. Rahayu, S. Margino and D. David. (1994). Protoplast Fusion of Koji Mold Spesies to Improve Kecap Production. Proceeding of the Regional Training Workshop on Advances In Microbial Process for the Utilization of Tropical Raw Material in the Production of Food Products held 11-20 October 1993 at the National Crop Protection Centre Auditorium, U.P. Los Banos Philippines. Steel, D.G. dan James H. Torrie. (1995). Prinsip dan Prosedur Statistik. PT. Gramedia Pustaka Utama Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. (1997). Prosedur Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Suliantari dan Rahayu, W.P. (1990). Teknologi Fermentasi Biji-bijian dan Umbi-umbian. Penelaah Betty SL. Jenie. Bogor: Depdikbud Dirjen Dikti PAU Pangan dan Gizi IPB. Syam, M. (1985). Kacang Gude (Kacang Hiris) Prospeknya Cukup Baik Untuk Dikembangkan. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 7: 2-3 Winarno, F.G. (1993). Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: PT. Gramedia.
589