STANDAR NASIONAL INDONESIA TENTANG METODA UJI DAN KRITERIA PENERIMAAN SISTEM STRUKTUR RANGKA PEMIKUL MOMEN BETON BERTULANG PRACETAK UNTUK BANGUNAN GEDUNG Hari Nugraha Nurjaman Iswandi Imran Lutfi Faizal HR Sidjabat ABSTRAK Penggunaan sistem pracetak beton untuk bangunan gedung telah mengalami perkembangan yang sangat pesat di dunia, termasuk di Indonesia dalam dekade terakhir ini. Kemajuan dalam penerapan ini, belum diikuti oleh aspek regulasi, sehingga dirasakan perlu disusun suatu Standar Nasional Indonesia (SNI) khusus untuk Konstruksi Beton Pracetak dan Prategang. Salah satu SNI yang sedang disusun oleh Pusat Litbang Permukiman Kementerian Pekerjaan Umum (Puskim). dan Ikatan Ahli Pracetak dan Prategang Indonesia (IAPPI) adalah Metoda Uji dan Kriteria Penerimaan Sistem Striktur Rangka Pemikul Momen Beton Bertulang Pracetak untuk Bangunan Gedung. SNI ini telah dikonsensuskan pada tanggal 17 Desember 2010. Tulisan ini membahas konsep yang melatarbelakangi penyusunan SNI tersebut, yang disusun dari sumber utama ACI 374.1-05, Acceptance Criteria for Moment Frames Based on Structural Testing, NEHRP, serta penelitian dan pengujian berbagai sistem pracetak tahan gempa yang telah diterapkan di Indonesia. Penerapan standar ini untuk mengevaluasi hasil-hasil uji elemen pracetak juga disajikan dalam makalah ini. KATA KUNCI : sambungan daktail, sambungan kuat, jointed precast, kriteria kekuatan, kriteria energi disipasi, kriteria kekakuan, struktur rangka pemikul momen pracetak
INDONESIAN NATIONAL STANDARD OF ACCEPTANCE CRITERIA FOR PRECAST REINFORCED CONCRETE MOMENT FRAMES BUILDING BASED ON STRUCTURAL TESTING Hari Nugraha Nurjaman Iswandi Imran Lutfi Faizal HR Sidjabat ABSTRACT The application of precast concrete structural systems has been attaining vast progress worldwide, particularly in Indonesia in the last few decades. In contrast, Nowadays, no formal norms, standards, specifications nor manuals concerning precast concrete available for practices in Indonesia. One of the standards that have been developed by Centre Research of Human Settlement Public Woks Ministry and Indonesian Precast and Prestressed Engineers Association is Acceptance Criteria for Precast Reinforced Concrete Moment Frames Building Based on th Structural Testing. This standard had been concensused in December,17 2010. This paper focus on the background of this standard, which mainly based on ACI 374.1-05 Acceptance Criteria for moment frames based on structural testing, NEHRP, and also research and testing on several precast concrete system that have been implemented in Indonesia. Application of this standard to evaluate precast element testing also presented in this paper. KEYWORDS : ductile connection, strong connection, jointed precast, strength criteria, dissipation energy criteria, stiffness criteria, precast moment resisting frame
STANDAR NASIONAL INDONESIA TENTANG METODA UJI DAN KRITERIA PENERIMAAN SISTEM STRUKTUR RANGKA PEMIKUL MOMEN BETON BERTULANG PRACETAK UNTUK BANGUNAN GEDUNG Hari Nugraha Nurjaman Iswandi Imran Lutfi Faizal HR Sidjabat
1.
PENDAHULUAN
Penggunaan sistem pracetak beton untuk bangunan gedung telah mengalami perkembangan yang sangat pesat di dunia, termasuk di Indonesia dalam dekade terakhir ini. Kebijakan pemerintah yang menggunakan sistem pracetak dalam pembangunan rumah susun bertingkat medium untuk masyarakat berpenghasilan rendah secara massal di seluruh Indonesia sejak tahun 1995 telah mendorong banyak terciptanya inovasi di bidang ini oleh para pelaku industri konstruksi nasional [11] Kemajuan dalam penerapan ini, belum diikuti oleh aspek regulasi. Standar Nasional Indonesia (SNI) yang mengatur konstruksi beton dan gempa sampai tahun 2002 secara spesifik belum mengatur sistem pracetak tahan gempa. Pusat Litbang Permukiman Kementerian Pekerjaan Umum (Puskim). dan Ikatan Ahli Pracetak dan Prategang Indonesia (IAPPI) selama 3 tahun terakhir ini berusaha melakukan penyusunan beberapa SNI mengenai konstruksi sistem pracetak, yang salah satunya adalah SNI Metoda Uji dan Kriteria Penerimaan Sistem Struktur Rangka Pemikul Momen Beton Bertulang Pracetak untuk Bangunan Gedung. SNI ini telah dikonsensuskan pada tanggal 17 Desember 2010 Tulisan ini membahas mengenai SNI tersebut, dimulai dari bagian pendahuluan, yang dilanjutkan dengan penjelasan mengenai konsep rangka pemikul momen pracetak tahan gempa dan metoda uji dan kriteria penerimaannya. Hal berikutnya yang dibahas adalah contoh penerapan, korelasi dengan dengan SNI beton dan gempa, serta contoh performa aktual, dan diakhiri dengan bagian penutup.
2.
KONSEP RANGKA PEMIKUL MOMEN PRACETAK TAHAN GEMPA
Konsep perencanaan rangka pemikul momen tahan gempa pada masa kini merupakan hasil penelitian dan pengujian dari para pakar Selandia Baru sejak tahun 1960an, yaitu Park,Paulay,Priestley. Konsep ini dikenal dengan konsep “Desain Kapasitas”, yang secara prinsip struktur harus mengembangkan perilaku daktail sehingga dapat direncanakan dengan beban gempa yang direduksi sesuai tingkat daktilitasnya. Konsep ini menghasilkan perencanaan yang ekonomis, namun perlu dilakukan pendetailan khusus pada tempat-tempat tertentu yang direncanakan sebagai pemancar energi gempa [14]. Perilaku sistem pracetak sangat ditentukan dengan cara penyambungan. Pada masa lalu, konsep perencanaan sistem sambungan adalah “sambungan harus direncanakan lebih kaku dan tegar dari komponen” (konsep monolitihic emulation) seperti terlihat pada Gambar 1. Konsep ini merupakan konsep konservatif yang menyebabkan sulit
dikembangkannya sistem pracetak yang ekonomis, karena sistem pracetak secara natural sambungannya tidak akan sekaku dan setegar sistem monolit, sehingga diperlukan hal-hal ekstra untuk menjamin hal ini.
(a) Sambungan daktail [9]
(b) Sambungan kuat [2]
Gambar 1 Konsep desain sambungan monolithic emulation Para pakar Selandia baru mulai mengembangkan sistem pracetak tahan gempa sejak tahun 1980 an, dengan menerapkan metoda pengujian yang sama dengan metoda yang digunakan untuk mengembangkan desain kapasitas sistem rangka pemikul momen cor di tempat [13]. Amerika dan Jepang mulai melakukan penelitian mengenai sistem pracetak tahan gempa tahun 1992 - 2002 lewat PRESSS (Precast Seismic Structural System) Program [7,13]. Pada prinsipnya sambungan suatu sistem pracetak harus diidentifkasi kekakuan dan ketegarannya, sehingga dapat direncanakan dengan tepat untuk memenuhi kriteria perencanaan struktur tahan gempa (konsep jointed precast ) [6], seperti terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Konsep desain sambungan jointed precast [8] Konsep sistem pracetak tahan gempa mulai masuk ke peraturan mulai di New Zealand Standard (NZS) pada tahun 1992 [19]. Di Amerika, proses masuknya sistem pracetak tahan gempa ke peraturan melalui jalan yang cukup panjang. Seiring dengan berjalannya Program PRESSS dan hasil-hasilnya, NEHRP dan Precast/Prestress Concrete Institut (PCI) terus membahas rumusan-rumusan mengenai sistem pracetak tahan gempa. Akhirnya sistem pracetak tahan gempa secara resmi masuk pertama kali di ACI 318-2002 [12], seperti terlihat pada Gambar 3. Materi ini terus berkembang di ACI 318-05, dan sudah cukup mapan di ACI 318-08. PCI memasukkan sistem pracetak tahan gempa pada PCI Design Handbook edisi 6 pada tahun 2004 [15]. Pada ASCE 7-
05, sistem pracetak telah masuk list dalam tabel yang memuat parameter perencanaan struktur tahan gempa [3].
Gambar 3 Sistem pracetak tahan gempa di ACI 318-02 [9] Pada peraturan perencanaan struktur beton SNI 03-2847-2002, sistem pracetak yang cara penyambungannya tidak mengikuti “cara konvensional”, diatur melalui “escape clause” pada Pasal 23.3.2.1(5) menyatakan bahwa “Sistem struktur beton bertulang yang tidak memenuhi ketentuan pasal 23 boleh digunakan bila dapat ditunjukkan dengan pengujian dan analisis bahwa sistem yang diusulkan akan mempunyai kekuatan dan ketegaran yang minimal sama dengan yang dimiliki oleh struktur beton bertulang monolit setara yang memenuhi ketentuan pasal 23”. Pada SNI ini, cara pengujian dan analisis untuk dapat membuktikan kekuatan dan ketegaran suatu usulan sistem sambungan pracetak belum ditetapkan secara jelas [5] Pada ACI 318-08 yang akan menjadi referensi SNI perencanaan struktur beton terbaru, secara jelas telah dicantumkan mengenai struktur rangka pemikul momen khusus untuk sistem pracetak pada Pasal 21.8. Ketiga katagori perencanaan titik kumpul sistem rangka pracetak: sambungan daktail, sambungan kuat dan sambungan yang direncanakan khusus (jointed precast) dicantumkan persyaratannya secara berturutturut dalam Pasal 21.8.2 dan 21.8.3 dan 21.8.4. Pada pasal 21.8.4 inilah sudah tercantum cara pengujian dan analisis untuk membuktikan kekuatan dan ketegaran suatu usulan sistem sambungan pracetak, yaitu ACI 374.1, seperti terlihat pada Gambar 4 [2]
Gambar 4 Pernyataan metoda uji untuk uji kekuatan dan ketegaran dalam ACI 318-08
3.
METODA UJI DAN KRITERIA PENERIMAAN RANGKA PEMIKUL MOMEN BETON BERTULANG PRACETAK UNTUK BANGUNAN GEDUNG
Metoda pengujian untuk dapat membuktikan kekuatan dan ketegaran suatu desain sistem struktur pada mulanya dikembangkan Paulay pada waktu pengembangan
konsep desain kapasitas di tahun 1960-an. Konsep Paulay ini juga diterapkan pada pengujian sistem pracetak berbentuk rangka pemikul momen sampai pada tahun 1990an. Konsep pengujian Paulay ini berbasis pada ‘force control’ (kontrol gaya) [14], sesuai dengan peralatan pengujian yang ada saat itu. Kemajuan peralatan dan teknik komputasi yang terjadi secara pesat pada tahun 1990-an memberikan pengaruh pada perkembangan metoda pengujian. Peneliti-peneliti Amerika mulai beralih ke pengujian dengan “displacement control” (kontrol perpindahan) [10] Konsep metoda pengujian yang handal dan praktis pertama kali dipublikasikan dalam NEHRP 1997, dikuatkan oleh tim ACI T1.01 (2001), dan akhirnya dimasukkan secara resmi dalam ACI 374.1-05 Acceptance Criteria for Moment Frames Based on Structural Testing untuk mendukung peraturan induk ACI 318. ACI 374.1-05 inilah yang diadopsi dalam SNI Metoda Uji dan Kriteria Penerimaan Rangka Pemikul Momen Beton Bertulang Pracetak untuk Bangunan Gedung, dengan beberapa deviasi yang didasarkan pengalaman penerapan di Indonesia [1] Perilaku tahan gempa sistem rangka pemikul momen pracetak sangat ditentukan oleh perilaku titik kumpul balok-kolom, sehingga pengujian dipusatkan pada komponen ini. Sebelum pengujian, prosedur desain tahan gempa harus sudah dikembangkan untuk sistem struktur rangka pemikul momen beton bertulang pracetak untuk prototipe yang akan diuji
3.1
Jumlah dan bentuk benda uji
Jumlah benda uji yang diuji sekurang-kurangnya dua unit benda uji terdiri dari satu unit joint interior dan satu unit joint eksterior seperti konfigurasi joint balok-kolom pada Gambar 5
Gambar 5 Jumlah dan bentuk benda uji
Benda uji harus memiliki skala tidak kurang dari pada sepertiga ukuran penuh (sesungguhnya) sehingga mampu mewakili secara penuh kompleksitas dan perilaku material aktual serta mekanisme transfer beban pada sistem struktur rangka pemikul momen beton bertulang pracetak prototipe; Panjang benda uji di sisi-sisi joint balok-kolom menggambarkan jarak antara titik-titik belok yang terdekat dengan joint tersebut, baik untuk balok maupun kolom. Titik belok tersebut diperoleh berdasarkan analisis elastik linear sistem struktur rangka pemikul momen beton bertulang pracetak prototipe yang diberi beban lateral seperti terlihat pada Gambar 6
Gambar 6 Panjang dan tinggi benda uji
3.2
Kriteria penerimaan
Ketegaran didefinisikan sebagai kemampuan keseluruhan sistem penahan beban lateral untuk mempertahankan integritas struktur dan terus memikul beban gravitasi perlu pada level perpindahan lateral maksimum yang dapat terjadi saat gempa kuat. Benda uji harus dibebani oleh rangkaian urutan siklus kontrol perpindahan yang mewakili simpangan antar lantai yang diharapkan terjadi pada joint disaat gempa seperti terlihat pada Gambar 7. Tiga siklus penuh harus diaplikasikan pada setiap rasio simpangan. Rasio simpangan awal harus berada dalam rentang perilaku elastik linear benda uji. Rasio simpangan berikutnya harus bernilai tidak kurang daripada 1.25 kali, dan tidak lebih dari 1.5 kali, rasio simpangan sebelumnya.
Gambar 7 Siklus pembebanan dengan kontrol perpindahan
Benda uji dikatakan berkinerja memuaskan bilamana semua kriteria berikut ini dipenuhi di kedua arah responnya: 1)
Benda uji harus mencapai tahanan lateral minimum sebesar E n sebelum rasio simpangannya 2 % melebihi nilai yang konsisten dengan batasan rasio simpangan yang diijinkan peraturan gempa yang berlaku (lihat Gambar 8);
2)
3)
4)
Tahanan lateral maksimum E maksimum yang tercatat pada pengujian tidak boleh melebihi nilai E n , dimana adalah faktor kuat-lebih kolom uji yang disyaratkan; Untuk beban siklik pada level simpangan maksimum yang harus dicapai sebagai acuan untuk penerimaan hasil uji, dimana nilainya tidak boleh kurang dari 0,035, karakteristik siklus penuh ketiga pada level simpangan tersebut harus memenuhi (a), (b), dan (c): (a) Gaya puncak pada arah beban yang diberikan tidak boleh kurang daripada 0,75 E maksimum pada arah beban yang sama (lihat Gambar 8); (b) Disipasi energi relatif tidak boleh kurang daripada 1/8 (lihat Gambar 9); (c) Kekakuan sekan garis yang menghubungkan titik rasio simpangan – 0,0035 ke rasio simpangan + 0,0035 harus tidak kurang dari 0,05 kali kekakuan awal (lihat Gambar 10) Benda uji yang memenuhi kriteria pada 1) sampai dengan 3) dapat digunakan pada sistem struktur rangka pemikul momen beton bertulang pracetak dengan Kategori Disain Seismik (KDS) D, E, atau F;
Gambar 8 Kriteria kekuatan
Gambar 9 Kriteria energi disipasi relatif
Gambar 10 Kriteria kekakuan
Klausul 4) dibuat dengan pertimbangan orientasi SNI gempa yang baru adalah mengacu ke ASCE 7-05 [3], dimana struktur rangka pemikul momen yang dapat berlaku di KDS D,E, dan F adalah struktur rangka pemikul momen khusus (SRPMK). Faktor reduksi gempa R dalam SNI gempa baru untuk SRPMK diambil maksimum R = 8.
3.3
Deviasi
ACI 374.1-05 yang dijadikan sumber adopsi tidak mengatur lebih lanjut jika suatu struktur yang diuji tidak memenuhi kriteria penerimaan. Berdasarkan pengalaman pengujian yang dilakukan selama ini dan juga kajian terhadap perilaku aktual sistem pracetak yang terkena gempa kuat selama 6 tahun terakhir ini, maka disepakati dicantumkan deviasi sebagai berikut: Benda uji yang tidak memenuhi salah satu kriteria dalam 1) sampai dengan 3) hanya dapat digunakan pada sistem struktur rangka pemikul momen beton bertulang pracetak dengan Kategori Disain Seismik (KDS) A, B, atau C selama dapat dibuktikan dengan metode eksperimental dan analisis yang dapat dipertanggung jawabkan. Sambungan sistem pracetak yang termasuk katagori ini adalah struktur rangka pemikul momen menengah (SRPMM), yang faktor R maksimum diambil R = 5 atau struktur rangka pemikul momen biasa (SRPMB), yang faktor R maksimum diambil R = 3 . Metoda eksperimental dan analisis untuk menentukan katagori ini telah dikembangkan dan dilakukan di Puskim [10]
4.
CONTOH PENERAPAN
Metoda pengujian ini sudah diterapkan sejak tahun 2005 oleh Puskim, hanya saja hasil analisisnya mengacu ke sistem struktur dalam SNI 03-1726-2002. Puskim juga selalu melakukan post-analisis untuk mendapatkan gambaran harga R, dengan membandingkan parameter ketegaran analisis pushover rangka prototype pracetak berdasarkan data pengujian, dengan analisis pushover rangka prototype sistem konvensional acuan. Salah satu contoh dari pengujian sistem yang dilakukan pada tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 11 [17]. Sistem ini memenuhi seluruh kriteria dalam ACI 374.1-05/SNI, sehingga dinyatakan demikian dalam sertifikatnya. Gambaran harga R untuk sistem ini dapat dilihat pada laporan pengujian. Harga yang didapat adalah R = 7.7, yang lebih konservatif dari yang direkomendasikan ACI 374.1-05 (R = 8).
(a) Kurva hysteresis titik kumpul interior dan eksterior
(b) Cek kriteria kekuatan, energi disipasi dan kekakuan titik kumpul interior
(c) Cek kriteria kekuatan, energi disipasi dan kekakuan titik kumpul eksterior
(d) Analisis push over Gambar 11 Contoh penerapan yang menghasilkan struktur SRPMK [17] Contoh lain dari pengujian sistem dapat dilihat pada Gambar 12 [18]. SIstem ini tidak seluruhnya memenuhi kriteria dalam ACI 374.1-05/SNI, sehingga akan termasuk SRPMM atau SRPMB. Gambaran harga R untuk sistem ini dapat dilihat pada laporan pengujian, dimana didapat R = 6.34, yang mengarah ke SRPMM. Jadi jika akan mengacu ke SNI gempa terbaru, harga R harus diambil maksium R= 5.
(a) kurva hysteresis titik kumpul interior dan eksterior
(b) Cek kriteria kekuatan, energi disipasi dan kekakuan titik kumpul interior
(d) Cek kriteria kekuatan, energi disipasi dan kekakuan titik kumpul eksterior
(e) Analisis push over Gambar 12 Contoh penerapan yang menghasilkan SRPMM [18]
5.
KORELASI DENGAN SNI GEMPA DAN BETON
Salah satu perbedaan prinsip antara pasangan pedoman gempa dan pedoman beton SNI 03-1726-2002 [4] dan SNI 03-2843-2002 [5] dengan pasangan RSNI gempa baru (berbasis ASCE 7-05) [3] dan calon RSNI beton baru (berbasis ACI 318-08) [2] adalah dasar penentuan sistem rangka yang diperbolehkan diterapkan pada wilayah resiko gempa tertentu. Pada peraturan gempa/beton lama, dasar penentuan adalah wilayah resiko gempa [4]. Pada wilayah resiko gempa tinggi (zona 5 dan 6) harus digunakan SRPMK. Pada wilayah resiko gempa menengah (zone 3 dan 4) dapat diterapkan SRPMK atau SRPMM dan pada wilayah resiko gempa rendah (zona 1 dan 2), semua sistem dapat diterapkan. Jika suatu sistem pracetak yang tergolong SRPMM akan diterapkan pada wilayah resiko gempa tinggi, maka sistem tersebut dikombinasikan dengan sistem penahan lateral lain seperti sistem dinding geser membentuk sistem ganda. Pada peraturan lama, tidak ada batasan ketinggian untuk masing-masing katagori Pada pasangan pedoman gempa dan pedoman beton akan diresmikan, zonasi gempa tidak dikaitkan secara langsung dengan wilayah resiko gempa untuk menentukan sistem struktur yang boleh dipakai. Penentuan sistem yang boleh digunakan berdasarkan Katagori Desain Seismik (KDS) seperti terlihat pada Tabel 1, yang lebih ditentukan oleh jenis tanah seperti terlihat pada Tabel 2 [3] Jadi berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2, sistem rangka pemikul momen pracetak yang tidak memenuhi kriteria SNI metoda uji ini, hanya dapat dipakai di wilayah yang tanahnya sangat keras atau batuan lunak, yang jarang terdapat di Indonesia. Alternatif yang bisa diambil adalah dengan mengkombinasikannya dengan sistem penahan lateral lain, seperti sistem dinding geser sehingga membentuk sistem ganda. Pada rezim peraturan baru ini, jika ingin bisa dipakai di klasifikasi site D,E dan F, SRPMM harus dikombinasikan dengan sistem dinding khusus, dan ada batasan ketinggian, yaitu 160 ft
(50 m) di klasifikasi site D, dan 100 ft (30 m) di klasifikasi site E dan F. seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel 1 Penentuan Koefisien Gempa Struktur Rangka Pemikul Momen Berdasarkan KDS [3]
Tabel 2 Penentuan Klasifikasi site [3]
Tabel 3 Penentuan Koefisien Gempa Sistem Ganda dengan SRPMM Berdasarkan KDS [3]
6.
CONTOH PERFORMA AKTUAL TAHAN GEMPA
Ada sejumlah bangunan rumah susun bertingkat medium (4 – 5 lantai) dengan sistem pracetak yang terkena gempa kuat di Yogyakarta (2006), Padang (2007 dan 2009), dan di Jawa Barat (2009) [12]. Tidak ada bangunan yang mengalami keruntuhan, meskipun tentunya ditemukan beberapa kerusakan dengan variasi ringan sampai menengah. Bangunan-bangunan ini ada yang termasuk katagori SRPMM dan SRPMK, yang
penerapannya keseluruhannya di wilayah resiko gempa menengah (saat itu, termasuk Yogyakarta dan Jawa Barat selatan di zone 4) dan wilayah resiko gempa tinggi (Padang di zone 5) [4]. Ringkasan data bangunan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Ringkasan data bangunan pracetak yang terkena gempa kuat No
Gempa
1 Yogyakarta 27 Mei 2006
Bangunan
Tipe Struktur Intensitas Kerusakan Gempa Join MMI Rusun Pekerja SlemanSRPMM VII setara test 1% drift 5 lt
Keterangan
Soft Story
2 Padang Rusun Univ 30 September Andalas 5 lt 2009
SRPMM
VIII
setara test 1.5% drift Soft Story
3 Jawa Barat Rusun Cingised I 2 September Bandung 5 lt 2009
SRPMM
VI
setara 0.5% drift
Soft Story
Rusun Cingised II Bandung 5 lt
SRPMK
VI
tidak ada kerusakan join
Soft Story
Rusun Cingised III Bandung 5 lt
SRPMK + Wall Lt dasar
VI
tidak ada kerusakan join
Rusun Univ Garut 5 lt
SRPMM + Wall 4 lt
VI
tidak ada kerusakan join
Rusun Univ Siliwangi SRPMM + 5 lt Wall 3 lt
VI
tidak ada kerusakan join
Seluruh kota tersebut jika digunakan peraturan baru, akan masuk klasifikasi site D,E F yang mengharuskan penggunaan sistem yang memenuhi SNI Metoda Uji (SRPMK). Pada kenyataannya pada lokasi Padang dan Bandung, digunakan sistem yang termasuk katagori SRPMM dengan desain yang mempunyai efek soft story, dan struktur tidak sampai rubuh. Di lapangan juga terlihat bahwa sistem yang termasuk SRPMK atau yang dikombinasikan dengan dinding geser memberikan performa yang lebih baik.
7. PENUTUP Standar Nasional Indonesia tentang Metoda Uji dan Kriteria Penerimaan Rangka Pemikul Momen Beton Bertulang Pracetak untuk Bangunan Gedung telah disusun dan dikonsensuskan pada tanggal 17 Desember 2010. Standar ini merupakan adopsi dari ACI 374.1-05 dengan beberapa deviasi yang didasarkan pengalaman penerapan di Indonesia. Standar ini telah diuji cobakan pada pengujian berbagai inovasi sistem sambungan titik kumpul pracetak beton dari penemu, peneliti dan industri konstruksi nasional. Kehandalan sistem pracetak yang telah teruji dengan metoda ini terbukti secara nyata pada bangunan-bangunan pracetak yang terkena gempa kuat di Yogyakarta 2006, Jawa Barat (2009) dan Sumatera Barat (2007 dan 2009) Standar ini sudah sesuai juga dengan rujukan Standar Gempa dan Standar Beton yang diperbaharui, sehingga penggunaannya akan sinkron dengan standar-standar yang terkait tersebut. Standar ini merupakan landasan formal untuk mendukung penggunaan sistem pracetak beton untuk bangunan gedung telah mengalami perkembangan yang sangat pesat di dunia, termasuk di Indonesia dalam dekade terakhir ini. Standar ini juga akan lebih memperkuat kebijakan pemerintah yang menggunakan sistem pracetak dalam pembangunan rumah susun bertingkat medium untuk masyarakat berpenghasilan rendah secara massal di seluruh Indonesia yang telah mendorong banyak terciptanya inovasi di bidang ini oleh para pelaku industri konstruksi nasional.
8. DAFTAR PUSTAKA 1. ACI 374.1-05 (2005), Acceptance Criteria for Moment Frames Based on Structural Testing 2. ACI Committee 318 (2008), “Building Code Requirements for Structural Concrete (ACI 318-08) and Commentary),” American Concrete Institute, Farmington Hills, Michigan, USA, 269-276, 347- 349 3. ASCE Standard ASCE/SEI 7-05 (2005), “Minimum Design Loads for Buildings and Other Structures”,ASCE,Reston, Virginia, USA 121-122, 205 4. Badan Standardisasi Nasional (2002), “ Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung, SNI 03-1726-2002”, BSN, Jakarta,Indonesia,16,21-22 5. Badan Standardisasi Nasional (2002), “ Tata Cara Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI 03-2847-2002”, ITS-Press,Jakarta,Indonesia, 310 6. El-Sheikh,M.T.,R. Sause, S.Pessiki, L.W.Lu (1999), Seismic Behavior and Design of Unbonded Post-Tensioned Precast Concrete Frames,”PCI Journal” , May-June 1999,60 7. Englekirk,R.E.(2003), Seismic Design of Reinforced and Precast Concrete Building, John Wiley & Sons,New Jersey,USA,785 8. Englekirk,R.E (2002), Design - Construction of The Paramount ,A 39-Story Precast Prestressed Concrete Apartment Building,”PCI Journal”, JulyAugust 2002, 56-69 9. Hawkins,N.M. and Ghosh, S.K. (2000), Proposed revisions to 1997 NEHRP Recommended Provisions for Seismic Regulation for Precast
Concrete Structures Part 2 - Seismic Force Resisting Seystems, “PCI Journal”, 45(3),36-44. 10 Nurjaman, H.N (2006). Konsep Metoda Pengujian dan Tata Cara Perencanaan tahan Gempa Sistem Pracetak untuk Bangunan Gedung, “Seminar Konstruksi Indonesia di Milenium Ke-3”, Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia, Jakarta Indonesia 11. Nurjaman, H.N (2008). The Use of Precast Concrete Systems in The Construction of Low Cost Apartments in Indonesia, “ The 14th World Conference of Earthquake Engineering” , Beijing, China 12. Nurjaman, H.N (2010). The Development, Testing and Application of Earthquake Resistant Precast Concrete System for Low Cost Housing in, “High Rise Towers and Tall Buildings 2010 Design and Construction of Safe and Sustainable Highrise Structures", Munich, Germany 13. Park,R.(1995), Perspective on the Seismic Design of Precast Concrete Structures in New Zealand,”PCI Journal” ,40(3),40-60. 14. Park,R. and Paulay,T. (1984), Joints in Reinforced Concrete Frames Designed for Earthquake Resistance, „Research Resport Department of Civil Engineering‟ ,University of Canterbury Christchurch New Zealand, 84-9, 4-12. 15. Prestressed Concrete Institute (2004), “ PCI Design Handbook”,Chicago,USA 16. Priestley,M.J.N.(2005),New Design and Construction Procedures for Seismic Design of Precast Concrete Building, “Proceeding of New Development Design, Answering the Challenges in Today’s Civil Engineering” .Indonesia,ND-01.19 17. Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman (2011), Laporan Pengujian Struktur Pracetak Joint Balok Kolom Sakori System, Bandung, Indonesia 18. Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukinan (2011), Laporan Pengujian Struktur Joint Balok Kolom Clipcon System, Bandung, Indonesia 19. Standard Association of New Zealand (1992), NZS 4203 Code of Practise for General Structural Design and Design Loadings for Buildings, SANZ,Wellington,33 - 57.