USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
‘HARAKTAN’ SEBAGAI PENGUAT RESILIENSI NAFKAH RUMAHTANGGA PEDESAAN JAWA DALAM MENGHADAPI RESIKO PERUBAHAN IKLIM
BIDANG KEGIATAN: PKM-GAGASAN ILMIAH
Diusulkan Oleh: Ketua Kelompok
: Audina Amanda Prameswari
Anggota Kelompok : Diyane Astriani Sudaryanti Andhika Ageng Pratama
I34120153/2012 H14100038/2010 F14090071/2009
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI …………………………………………………….….…………
iii
RINGKASAN …………………………………………………….….….,….…
iv
………...……….………………………………………
1
PENDAHULUAN Latar Belakang
……...……..….………………………..…..……..…………
1
Tujuan ………….…….………………………………………..…..….…….…
2
Manfaat ………………….………….………………………………….………
2
GAGASAN .. ………….………….……………………….…….….…………
2
Kondisi Kekinian ………….……………………………..….………………..
2
Solusi Saat ini ………………………………………………………………..
3
Usulan Gagasan ................................... ................................................................
4
Pihak-Pihak Yang Berkepentingan ………………….……………………….
7
Langkah-Langkah Strategis ................................... …………………………..
7
KESIMPULAN ……………………………..…..……………….……………
8
DAFTAR PUSTAKA …… ………..…………………………………………
9
DAFTAR TABEL Halaman 1
Perubahan Ekonomi Kasus Rumahtangga Petani Hutan Rakyat Campuran di Jawa Tengah ……………………………………………..
6
DAFTAR GAMBAR 1 2
Transformasi strategi nafkah masyarakat desa ..................……………… Empon-Empon yang ditanam dibawah Tegakan Pohon Jati dan Kunyit Siap Panen yang Ditanam di Sela-Sela Pohon Jati ....................................
4 5
iii
RINGKASAN Fakta-fakta perubahan iklim menghadirkan berbagai macam resiko bagi masyarakat petani sawah, antara lain naiknya temperatur bumi yang menyebabkan kekacauan periodisitas musim tanam, misalnya ketika musim kemarau menjadi lebih banyak turun hujan, sementara ketika musim hujan dimana petani seharusnya tanam padi di sawah malah kekeringan. Hal ini membuat ketidakpastian produksi padi dan juga menimbulkan ketidakpastian ekonomi serta ketidakpastian nafkah bagi kebanyakan rumahtangga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Disisi lain, rumahtangga petani pedesaan harus tetap bertahan hidup sehingga dibutuhkan adanya alternatif sumber nafkah selain sawah. Karya ilmiah ini disusun dengan tujuan (a) menjelaskan bagaimana sistem nafkah masyarakat petani di pedesaan dalam menghadapi resiko perubahan iklim; (b) mengetahui sejauhmana hutan rakyat mampu menguatkan kelentingan (resiliensi) ekonomi rumahtangga petani di pedesaan dalam menghadapi resiko perubahan iklim; dan (c) mengkaji bagaimana pengembangan hutan rakyat sebagai penguat resiliensi ekonomi rumahtangga petani di pedesaan. Tulisan ini disusun dengan menggunakan pendekatan studi literature. Data dan informasi dikumpulkan dari sumber sekunder, seperti jurnal, laporan penelitian, dan tulisan dari internet. Dalam menghadapi ketidakpastian nafkah akibat resiko perubahan iklim ini, petani memiliki beberapa alternatif sumber nafkah, yaitu salah satunya adalah dengan mengandalkan pertanian non sawah seperti kebun, ladang, pekarangan. Pertanian non sawah ini menjadi prioritas utama yang ditempuh oleh petani ketika mengalami ketidakpastian nafkah. Selama ini, petani khususnya di Jawa belum mengoptimalkan pemanfaatankebun, ladang, ataupun pekarangan.. Mereka hanya mengembangkan hutan rakyat dengan satu komoditas saja. Gagasan tertulis yang dibahas adalah melalui optimalisasi pemanfaatan hutan rakyat sebagai salah satu sumber nafkah alternatif yang bisa menopang mata pencaharian utama dari usahatani sawah. Pengembangan hutan rakyat campuran “Haraktan”bersistem tumpangsari dapat dilakukan dengan menanam pohon kayukayuan, Jati, Sengon ataupun lainnya dengan diselingi tanaman lainnya yang bernilai ekonomis, antara lain tanaman obat, tanaman hortikultura, dan lainnya. Semakin banyak tanaman bernilai ekonomi yang diusahakan di hutan rakyat maka semakin tinggi kelentingan (tingkat resiliensi) dari sistem nafkah rumahtangga petani tersebut. Artinya, semakin baik rumahtangga petani tersebut dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi akibat resiko perubahan iklim. Disamping itu, hutan rakyat juga memiliki fungsi ekologis dari pohon-pohon kayu yang ditanamnya. Untuk mengimplementasikan “Haraktan” perlu adanya sinergisitas antara pemerintah dan masyarakat petani itu sendiri. Pemerintah perlu mensosialisasikan manfaat dari “Haraktan” ini ke petani. Tidak hanya itu, pemerintah perlu membimbing dan memfasilitasi petani serta mengontrol pengimplementasian dari “Haraktan” ini. Petani pun sebagai subyek, dari pengembangan haraktan perlu berpartisipasi secara aktif.
iv
PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim ditandai dengan terjadinya fenomena iklim ekstrem. Data yang ada menunjukkan bahwa antara tahun 1706 hingga tahun 2005, rata-rata suhu permukaan global meningkat dengan laju 0,740C ± 0,180C (IPCC, 2007) yang mengakibatkan perubahan iklim di beberapa tempat di muka bumi ini. 1 Masyarakat petani di pedesaanagraris seperti Indonesia, khususnya pedesaan di Pulau Jawa, menjadi salah satu pihak yang sangat dirugikan akibat adanya perubahan iklim.Curah hujan dan kekeringan yang kerap kali sulit diprediksi menyebabkan kekacauan dan ketidakpastian pada periodisitas musim tanam. Pada musim penghujan yang seharusnya menjadi periode petani untuk bercocok tanam padi di sawahnya, kerapkali sawahnya mengalami kekeringan dalam jangka waktu yang panjang, sehingga menyebabkan ketidakpastian produksi. Begitu pula berlaku sebaliknya, pada musim kemarau yang seharusnya kering dan biasanya petani tidak bercocok tanam padi di sawah, malahan terjadi hujan yang tiada hentinyadengan kecendrungan frekuensi curah hujan yang tinggi. Kekacauan musim tanam dan musim panen tersebut tentu merugikan petani dan
rumahtangganya.
Mereka
mengalami
ketidakpastian
ekonomi
yang
berdampak pada nafkah yang juga tidak pastiuntuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya. Petani mengalami penurunan produksi padi akibat dari perubahan iklim ini. Petanidi Sumatra, Jawa-Bali, maupun Nusa Tenggara, yang merupakan daerah penghasil produksi padi mengalami penurunan produksidengan frekuensi ‘sangat tinggi dan tinggi’ (Bappenas, 2013).Realita bahwa pendapatan petani menurun akibat terjadinya perubahan iklim seharusnya memang tidak perlu terjadi.Kehidupan rumahtangga petani harus tetap berlangsung, sehingga petani mencari berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Petani perlu memiliki sumber nafkah lain selain dari sawah yang digarapnya. Petani di pedesaan
1
2013 Jan 20. Enam Dampak Perubahan Iklim pada Hidup Kita. Kompas[Internet]. Diunduh 2014 Jan 15. Tersedia pada http://sains.kompas.com/2013/01/20/17502648/
1
Jawamemiliki kearifan lokal untuk menyikapi ketidakpastian dan ketidaktentuan nafkah ini, dengan beralih kepada sumber pendapatan lain, yaitu pengembangan hutan rakyat.Namun, pemanfaatan hutan rakyat di Jawa belum optimal karena masih banyak lahan kosong di sela-sela pohon kayu yang ditanami. Salah satu cara untuk mengoptimalkan pemanfaatan hutan rakyat adalah dengan menerapkan sistem tumpang sari dalam bentuk hutan rakyat campuran “Haraktan”. Tujuan (a) Menguraikan bagaimana sistem nafkah masyarakat petani di pedesaan Jawa selama ini dalam menghadapi resiko perubahan iklim; dan (b) Mengetahui sejauhmana hutan rakyat campuran mampu menjadi penguat bagi resiliensi ekonomi rumahtangga petani di pedesaan di Jawadalam menghadapi resiko perubahan iklim. Manfaat (a) Bagi masyarakat pedesaan dan petani agar dapat memahami tentang manfaat aktivitas hutan rakyat campuran sebagai alternatif mata pencaharian dalam resiliensi nafkah bagi rumahtangganya; (b) Bagi akademisi, penulisan PKM-GT ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan tentang resiliensi, hutan rakyat dan struktur nafkah rumahtangga petani di pedesaan Jawa; (c) Bagi Pemerintah, sebagai masukan dalam menyusun kebijakan dan strategi pengembangan hutan rakyat dan mencari solusi adaptasi terhadap perubahan iklim, dan sekaligus juga dapat menjadi solusi atas kemiskinan yang dihadapi petani, khususnya bagi petani hutan rakyat di pedesaan. GAGASAN Kondisi Kekinian Perubahan iklim adalah nyata dan bukan isu. Perubahan iklim ditunjukkan dengan adanya perubahan-perubahan pada indikator-indikator iklim, antara lain naiknya suhu permukaan, tingginya curah hujan, suhu permukaan air laut meningkat, dan tingginya permukaan air laut, serta adanya kejadian iklim dan cuaca ekstrem.
2
Pengaruh perubahan iklim ini sudah mengglobal dirasakanoleh seluruh dunia, termasuk negara sedang berkembang, yang dominan sebagai negara agraris, termasuk Negara Indonesia. Menurut Bappenas (2013), dampak dari perubahan iklim yang terjadiditunjukkan dengan beberapa kondisi seperti (a) harga pangan meningkat, (b) siklus suhu yang tidak sehat, (c) rusaknya infrastruktur, (d) berkurangnya sumber air, (e) meningkatnya berbagai penyakit, (f) bencana hidrologi. Dampak dari perubahan iklim ini pun berpengaruh negatif pada sektor pertanian, khususnya pada sistem produksi pangan serelia termasuk padi, yang merupakan bahan makanan pokok penduduk Indonesia. Banjir dan longsor sebagai salah satu bentuk dari dampak perubahan iklim menyebabkan petani kerap kali mengalami gagal panen. Tidak hanya itu, perubahan iklim yang tak menentu pun mengganggu periodisitas tanam petani yang tidak sesuai dengan jadwal tanam padi pada umumnya. Hal ini jelas akan mengganggu ekonomi dan struktur nafkah rumahtangga petani khususnya di pedesaan, karena petani tidak lagi mendapatkan kepastian pendapatan dari sumber nafkah utamanya yaitu sawah. Solusi Saat Ini Dalam menghadapi ketidakpastian nafkah akibat dari perubahan iklim, petani memiliki resiliensi tersendiri untuk mengatasi permasalahan tersebut. Cara-cara untuk mengatasi kesulitan dan ketidakpastian ekonomi ini merupakan resiliensi petani untuk bertahan hidup terhadap ekonomi rumah tangganya yang terganggu. Terdapat beberapa alternatif sumber nafkah yang ditempuh petani dalam menghadapi permasalahannya tersebut, seperti yang tertulis pada hasil penelitian Dharmawan etal (2013) di salah satu desa di Jawa Barat, seperti yang ditampilkan pada Gambar 1. Perubahan strategi pola nafkah dilakukan petani sawah ketika menghadapi resiko perubahan iklim,seperti tanah longsor dan banjir yang terjadi di lahan sawah petani. Ketika sawah sudah tidak dapat lagi diandalkan sebagai sumber nafkah, petani beralih dengan mengelola pertanian non sawah seperti kebun, pekarangan, ladang dan lainnya. Hal ini membuktikan bahwa pertanian non sawah masih menjadi alternatif dengan prioritas paling utama yang ditempuh oleh petani sawah.
3
Farm Farm Non Sawah
Non-Farm
Sembilan Pilihan Strategi Nafkah ketika Menghadapi Longsor: 1. Menjadi buruh tani di desa 2. Menjadi buruh bangunan di desa 3. Berdagang 4. Mengembangkan usaha rumahan gula nira dan kolang kaling 5. Bekerja di kota dengan menjadi buruh bangunan (migrasi) 6. Menjual aset yang dimiliki 7. Meminjam uang pada pihak lain/hutang 8. Mengurangi jatah makan 9. Pasrah Sumber: Dharmawan et al (2013)
Gambar 1. Transformasi strategi nafkah masyarakat desa Ketika pertanian non sawah sudah tidak mampu menjadi andalan dalam pemenuhan kebutuhan hidup, barulah petani sawah beralih ke matapencaharian non pertanian seperti buruh tani, buruh bangunan, pedagang. Tidak hanya itu, petani pun mengusahakan alternatif lainnya dengan mengembangkan usaha pengolahan ataupun bekerja di kota dengan menjadi buruh bangunan. Petani pun mengusahakan alternatif seperti menjual aset yang dimiliki, meminjam uang pada pihak lain, mengurangi jatah makan ataupun dengan berpasrah diri. Usulan Gagasan Ke-9 alternatif sumber nafkah non pertanian yang ditempuh oleh petani ketika mengalami ketidakpastian ekonomi masih bersifat persisten (tidak pasti). Petani hanya dapat memenuhi kebutuhan hidupnya disaat memang ada kesempatan untuk memperoleh pekerjaan itu, ketika pekerjaan itu tidak tersedia, petani kembali mengalami masalah yang sama. Untuk mengatasi permasalahan ketidakpastian ekonomi tersebut, sektor pertanian hadir sebagai alternatif sumber nafkah yang lebih menjanjikan dibandingkan sektor non pertanian. Karena sawah tidak lagi dapat dapat diandalkan sebagai sumber nafkah, satu-satunya sumber nafkah di sektor pertanian
4
lainnya adalah dengan mengembangkan pertanian non sawah seperti kebun, ladang, pekarangan dan lainnya. Kebun, ladang, maupun pekarangan yang dimiliki petani berpotensi untuk dikembangkan sebagai hutan rakyat. Hutan rakyat adalah hutan yang didalamnya ditanami kayu-kayuan seperti kayu jati (Tectona grandis), Sengon (Paraserianthes falcataria) dan tanaman lainnya yang mengandung nilai ekonomi tinggi. Hutan rakyat tersebut dapat menjadi alternatif sumber nafkah bagi petani dalam mengatasi ketidakpastian ekonomi akibat perubahan iklim. Selama ini, petani khususnya di Jawa belum mengoptimalkan pemanfaatan hutan rakyat. Mereka hanya mengembangkan hutan rakyat dengan satu komoditas saja, yaitu berupa kayu-kayuan. Pohon dipanen hanya ketika tanaman sudah produktif dengan waktu yang cukup lama diatas 1 tahun. Tidak hanya itu, kerap kali ditemukan adanya pemanfaatan yang belum maksimal pada lahan kosong di sela-sela antara pohon satunya dengan pohon lainnya. Oleh karena itu, muncullah gagasan hutan rakyat campuran “Haraktan” agar pengelolaan hutan rakyat menjadi optimal dengan menanam tanaman campuran (tumpang sari) yaitu holtikultura dan empon-empon. Jahe dan kunyit pun diletakkan di antara pohon Jati. “Haraktan” dengan sistem tumpang sari ini dapat menjadi penguat resiliensi petani sawah dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi akibat perubahan iklim (lihat Gambar 2).
(a)
(b)
Sumber: Putri et al (2012)
Gambar 2. Empon-Empon yang ditanam dibawah Tegakan Pohon Jati (a) dan Kunyit Siap Panen yang Ditanam di Sela-Sela Pohon Jati (b)
5
Untuk membuktikan manfaat ”Haraktan” sebagai penguat resiliansi ekonomi dapat dilihat dari gambaran secara mikro pada suatu rumahtangga petani di pedesaan dan perhitungan kasar dari penerimaan hutan rakyat campuran. Dari perhitungan tersebut terlihat bahwa setelah adanya tanaman sela penerimaan petani terjadi peningkatan sebesar 27,5% (lihat Tabel 2). Tabel 2. Perubahan Ekonomi Kasus Rumahtangga Petani Hutan Rakyat Campuran di Jawa Tengah No .
Keterangan
Ekonomi Rumahtangga Petani Hutan Rakyat(Rp/tahun) Sebelum Ada Setelah Ada Tanaman Sela Tanaman Sela 1.000.000,1.000.000,-
Perubah an Ekonomi RT (%)
1.
Penerimaan Bersih dari Usahatani Sawah*
2.
Penerimaan bersih dari penjualan kayu Jati ukuran ‘piton’
4.800.000,-
4.800.000,-
-
3.
Penerimaan bersih dari penjualan tanaman sela hortikultura ***
-
600.000,-
-
4.
Penerimaan bersih dari penjualan tanaman sela tanaman obat (kunyit) ****
-
1.000.000,-
-
5.800.000,-
7.400.000,-
27,6
Total Penerimaan Bersih
-
Sumber: Wianti, 2012 Keterangan: *Kepemilikan lahan sawah sangat kecil = 1000 m2 (0,010 ha); dengan hasil panen = 10 kwintal, rata-rata pendapatan bersih = Rp 500.000,- /3 bulan x 2 kali tanam = Rp 1.000.000,-/tahun ** Kepemilikan lahan pekarangan = 1000 m2 (0,010 ha); ditanami Jati 15 pohon, asumsi jika setahun dijual 50 % kayu dengan ukuran ‘piton’ = 8 x Rp 600.000,- = Rp 4.800.000,-/tahun ***Jika disela-sela pohon Jati ditanami hortikultura (Kacang-kacangan dan Jagung) dengan hasil panen 10 kw, rata-rata penerimaan = Rp 300.000,-/3 bulan x 2 kali tanam = Rp 600.000,- /tahun ****Jika disela-sela pohon kayu Jati ditanami Kunyit, untuk luasan 1000 m2 (0,010 ha), diasumsikan ditanami 100 pohon kunyit, jika 1 pohon kunyit menghasilkan 20 kg kunyit (basah) dan jika harga kunyit (basah) Rp 2.500/kg maka akan diperoleh penerimaan bersih = Rp 2.500 x 20 x 100 = Rp 500.000,- /4 bulan = Rp 1.000.000,-/tahun.
Hal ini menunjukan “haraktan” merupakan solusi dalam menguatkan resiliensi nafkah petani. Selain dapat menjadi solusi dalam menguatkan resiliansi, “Haraktan” juga dapat memberikan manfaat ekologi. Lahan yang ditanami pohon kayu-kayuan dapat menambah hijaunya ekosistem, mengurangi banjir karena menyerap air hujan, dan.mencegah terjadinya tanah longsor dan erosi. Pohon kayukayuan yang ditanam juga dapat mengurangi kadar CO2sehingga mengurangi resiko pemanasan global. Tentu akan membutuhkan waktu yang lama, tetapi kehadiran
6
hutan rakyat beserta pohon-pohon di dalamnya pasti akan memiliki manfaat dalam jangka panjang yang belum sepenuhnya disadari oleh masyarakat. Pihak-Pihak Yang Berkepentingan Agar gagasan “Haraktan” ini dapat terealisir maka pihak-pihak yang berkepentingan dengan segala fungsi yang dilakukannya perlu: (a) Masyarakat petani hutan rakyat untuk menanam pohon kayu yang diselaselanya ditanami tanaman hortikulturan dan emponan-emponan, sehingga dapat memberikan manfaat secara luas, tidak hanya bagi pemiliknya namun juga lingkungan sekitar. Manfaat ekonomi hutan rakyat secara langsung dapat dirasakan oleh rumah tangga petani (Darusman dan Harjanto, 2006), sehingga “Haraktan” dapat menjadi penguat resiliensi bagi rumahtangga petani. (b) Pemerintah
Pusat
menyiapkan
suatu
kebijakan
optimalisasi
hutan
rakyat(Program “Haraktan”) dengan menyediakan dan memberikan bantuan kepada masyarakat petani seperti ketika Program Gerakan Rehabilitasi Lahan (Gerhan) direalisasikan oleh Kemenhut RI tahun 2003, berupa bantuan bibit kayu, bibit hortikultura, bibit empon-empon, dan lainnya agar masyarakat petani segera dapat mengimplementasikan program haraktan ini. (c) Pemerintah lokal mensosialisasikan pentingya ‘haraktan’ kepada masyarakat petani melalui berbagai penyuluhan, spanduk dan media lainnya sehingga mereka bersedia menanam tanaman kayu diselingi dengan tanaman hortikultura atau empon-empon (“Haraktan”). Langkah-Langkah Strategis Langkah-langkah strategis yang ditempuh untuk mengimplementasikan “Haraktan”sebagai penguat resiliensi nafkah rumahtangga pedesaan Jawa dalam menghadapi resiko perubahan iklim, adalah: (a) Pemerintah Pusat, dalam hal ini dilakukan oleh Kemenhut, yaitu: (1) menyusun suatu kebijakan berupa program optimalisasi hutan rakyat dengan penanaman tanaman hortikultura atau empon-empon;
7
(2) memberi bantuan berbagai bibit yang dibutuhkan petani hutan rakyat, berupa bibit kayu Jati atau Sengon, bibit tanaman hortikultura, bibit empon-empon; (3) memberi fasilitas/bantuan pupuk dan bantuan modal lainnya. (b) Pemerintah Daerah, dilakukan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota, yaitu: (1)Menyusun kebijakan daerah tentang program optimalisasi hutan rakyatdengan penanaman tanaman hortikultura atau empon-empon; (2) Mensosialisasikan “haraktan” kepada para petani hutan rakyat agar mereka dapat meningkat pendapatannya dan dapat menjadi resiliensi ketika menghadapi resiko gagal panen akibat perubahan iklim; (3) Menyediakan penyuluh bagi para petani hutan rakyat agar dapat memberikan penyuluhan tentang implementasi “haraktan”. (c) Petani Hutan Rakyat, langkah-langkah yang perlu dilakukan: (1) Mempersiapkan lahan pertanian untuk ditanami tanaman sela hortikultura dan empon-empon; (2) Menanam dan membudidayakan hortikultura dan empon-empon yang telahdibagikan oleh Pemerintah/Dishutbun (3) Melakukan usahatani dan memelihara tanaman hortikultura dan emponempon dalam program “Haraktan. KESIMPULAN Dalam menghadapi perubahan iklim yang tidak dapat diprediksi, petani sawah yang memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap siklus iklim, mengalami ketidakpastian dan ketidaktentuan dalam usahataninya. Petani sulit menentukan periode tanam dan panen sehingga periodisitas tanamnya pun menjadi kacau. Pertanian hutan rakyat campuran “Haraktan” dengan sistem tumpang sari menjadi salah satu alternatif sumber nafkah bagi petani. Haraktan dapat melipat-gandakan pendapatan petani. Dengan menanam komoditas yang bernilai ekonomi, seperti kayu-kayuan, disela dengan tanaman herbal dan hortikultura, maka pendapatan petani dapat meningkat. Tidak hanya itu,
8
pengembangan hutan rakyat ini pun berdampak bagi ekosistem, karena pohon kayu dapat mengurangi kadar CO2 di atmosfer dan meningkatkan produksi O2. Untuk mengembangkan “Haraktan”, ke depannya, perlu ada sinergisitas antara Pemerintah dengan masyarakat petani pedesaan itu sendiri. Pemerintah perlu mempublikasikan manfaat “Haraktan” ini ke petani Jawa. Pemerintah pun perlu membimbing dan memfasilitasi petani secara partisipatif serta mengontrol pengimplementasian hutan rakyat campuran ini. Petani yang menjadi subyek dari program“Haraktan”,perlu berpartisipasi secara aktif dalam pengimplementasiannya. DAFTAR PUSTAKA Bappenas. 2013. Perubahan Iklim dan Dampaknya di Indonesia. Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API). Jakarta. Dharmawan, A.Hadi, Eka Intan K.P., Dyah I. Mardianingsih, dan Rizka Amalia. 2013. Krisis Ekologi Hutan Yang Berdampak Terhadap Unsustainable Livelihood System Rumahtangga Petani (Studi Kasus Hutan di Jawa Barat). Presentasi Poster pada Seminar Hasil-hasil Penelitian di IICC 24 Desember 2013. LPPM. Institut Pertanian Bogor. Darusman, Dudung dan Hardijanto. 2006. Tinjauan Ekonomi Hutan Rakyat. PROSIDING Seminar Hasil Penelitian Hasil Hutan (hal. 4-13). Ellis, Frank and H. Ade Freeman.2005.Rural Livelihoods and Poverty Reduction Policy.Routledge Studies in Development Economics.London and New York. Putri, Eka Intan Kumala, Heny K.Daryanto, Novindra, Hastuti, dan Asti Istiqomah. 2013.Tangible Value Biodiversitas Herbal dan Meningkatkan Daya Saing Produk Herbal Indonesia dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.Presentasi Poster pada Seminar Hasil-hasil Penelitian di IICC 24 Desember 2013. LPPM. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wianti, Nur Isiyana. 2012. Pro-Formal “Policy Regulatory Options to Recognise and Better Integrate the Domestic Timber Sector in Tropical Countries” di Kabupaten Blora Jawa Tengah: Suatu Catatan Harian.Kerjasama PSP3IPB dan CIFOR Indonesia. Bogor.
9
LAMPIRAN
BIODATA KETUA A. Identitas Diri 1.
Nama lengkap
AUDINA AMANDA PRAMESWARI
2.
Jenis Kelamin
P
3.
Program Studi
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM) Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB
4.
NIM
I 34120153
5.
Tempat dan Tanggal Lahir
JAKARTA/20 JULI 1994
6.
E-mail
[email protected]
7.
No.Telp/HP
02517163711/HP. 087770925295
B. Riwayat Pendidikan Keterangan
SD
SMP
SMA
Nama Institusi
- Brueder Grimm Schule Germany - SD Negeri Polisi 4 Kota Bogor
SMP Negeri 4 Bogor
SMA Negeri 1 Bogor
-
-
IPA
Tahun Masuk-Lulus (2000-2002) dan (20022006)
2006-2009
2009-1012
Jurusan
C. Pemakalah Seminar Ilmiah (oral Presentation) No
Nama Pertemuan Ilmiah/Seminar
Judul Artikel Ilmiah
Waktu dan Tempat
1.
Review Proposal Kegiatan PKM Tingkat IPB tahun 2013
Pemberdayaan Produktif ”Alung-Entiyung” Sebagai Generasi Sadar Lingkugan Terhadap Limbah Plastik (PKMM 2013)
Tahun 2013 (IPB)
2.
Monev Pembinaan PKM Tingkat IPB
“KaWan-TransKu” Solusi Atasi Kekurangan Bahan
Tahun 2012 (IPB)
10
4.
NIM
H14100038
5.
Tempat dan Tanggal Lahir
Jakarta, 04 Juli 1992
6.
E-mail
[email protected]
7.
No.Telp/HP
085779431884
A. Riwayat Pendidikan Keterangan
SD
Nama Institusi
SD Negeri Tanah Baru I Depok – Jawa Barat
Jurusan
SMP
SMA
SMP Negeri 253Jakarta – Jakarta
SMP Negeri 253Jakarta – Jakarta
-
IPA
2004-2007
2007-1010
-
Tahun MasukLulus
1998-2004
B. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari Pemerintah, Asosiasi, atau institusi) No 1
Jenis Penghargaan Olimpiade Nasional Campuran)
Institusi Pemberi Penghargaan
Olahraga (Juara
2
Tingkat
Siswa Dinas Pendidikan dan
Tahun 2008
Ganda Kebudayaan Jakarta Selatan Jakarta
Selatan 2.
Olimpiade Siswa Nasional
Dinas Pendidikan dan
(OSN) Astronomi Tingkat
Kebudayaan Jakarta Selatan
2009
Jakarta Selatan 3.
Finalis 5 Besar Economic Champion “E-CHAMP”
1. Himpunan Profesi dan Peminat
2011
Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (HIPOTESA) FEM-IPB
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hokum.Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
12
Susunan Organisasi Tim Kegiatan dan Pembagian Tugas No. Nama/NIM
Program Studi
Bidang
Alokasi
Ilmu
Waktu
Uraian Tugas
(Jam/ minggu)
1.
Audina
Sains
Sosial
10
-Mencari literature
Amanda
Komunikasi dan
-Berdiksusi&Menyusun
Prameswari
Pengembangan
PKM
/I34120153
Masyarakat
- Mengorganisasikan
(SKPM) FEMA
aktivitas anggota - Membuat pembagian tugas pada anggota -Merencanakan pertemuan kelompok
2.
Diyane
Ekonomi dan
Ekono
8
-Mencari literature
Astriani
Studi
mi
Sudaryanti/
Pembangunan
nilai ekonomi,
H14100038
(ESP) FEM
-Menyusun PKM-GT
terkait perubahan iklim,
bagian pendahuluan -Membuat log book - Menghadiri pertemuan kelompok 3.
Andhika
Teknik Mesin
Ageng
dan Biosistem
terkait perubahan iklim
Pratama/
FATETA
-Menyusun PKM &
F14090071
Teknik 8
Mencari literature,
logbook - Menghadiri pertemuan kelompok
15