PERUBAHAN AKTIVITAS KOLINESTERASE SERUM ANTARA SEBELUM DAN SETELAH PENYEMPROTAN PADA PETANI PENYEMPROT BAWANG MERAH KECAMATAN SUKOMORO KABUPATEN NGANJUK The Changes Of Cholinesterase Activities And Electrolyte (Na,K) Serum Between Before And After The Spray On Red Onion Spraying Farmer In SukomoroNganjuk Hansen STIKES Muhammadiyah Samarinda
[email protected] ABSTRACT Sukomoro subdistrict take place in Nganjuk district, East Java is the centre of red onion producer. The preliminary survey in Sukomoro subdistrict, showed that the spray of pesticide in red onion farm was done three to four times in a week, starting from planting until a week before harvesting. At certain months, the spray was done intensively, once a day, to avoid pests. Pesticides are hazardous materials that can cause negative impacts on human health and environmental sustainability. This study is aimed at making analysis of the altered activities of cholinesterase activities in a serum before and after the spray on red onion farmers in Sukomoro subdistrict. This is an analytic observational study with cross sectional approach. The study was conducted on March and June 2013 while for data retrieval is perfomed in may – june 2013. The research was done on 17 participants. They were observed before and after the spraying activity The data collection was done through questionnaires and the examination of the level of cholinesterase and electrolyte serum. The analysis showed that there was significant level by using linear regression indicates there was a meaningful relationship between wearing of protective equipment (0,001), the length of exposure (0,019) and cholinesterase. Conclution, there was a significant difference between sodium and potassium before and after the spray, the existence of a meaningful relationship between wearing of protective equipment, length of exposure and cholinesterase. Keywords: health effect, cholinesterase, pesticide PENDAHULUAN Kondisi pertanian di Indonesia saat ini banyak yang diarahkan untuk kepentingan agroindustri, dimana di Indonesia banyak menggunakan pestisida sebagai pengendalian hama tanaman baik dipertanian maupun perkebunan2. Beberapa pestisida terutama jenis organoklorin dapat bertahan selama bertahun tahun ditanah, sementara air disekitarnya dapat terkontaminasi akibat pembuangan sisa pestisida yang berlebih setelah penyemprotan, penyemprotan pestisida yang tidak sengaja atau akibat pemakaian pestisida disungai atau dikolam untuk mengendalikan pertumbuhan dan penyebaran gulma13. Mayoritas kasus keracunan pestisida yang tidak sengaja terjadi dikalangan petani dan keluarga mereka, paparan terjadi terutama selama masa pencampuran atau penyemprotan pestisida. Paparan secara akut juga dapat terjadi selama pembuatan, formulasi, pengemasan dan pendistribusian
pestisida. Efek akutnya yang berkaitan dengan paparan terhadap pestisida antara lain sensasi terbakar dimata yang terkena semprotan zat kimia, kerusakan kulit, efek neurologis. Paparan kronis yang diduga menyebabkan masalah reproduksi, memperbesar resiko terkena kanker, mengalami efek neurologis, psikologis, gangguan fungsi hati, ginjal dan fungsi imun 17 . Selain berbahaya bagi kesehatan manusia, pestisida dapat mempunyai dampak berbahaya bagi lingkungan. kadar pestisida dalam lingkungan akan lebih tinggi bila pestisida terus bertahan di lingkungan atau mempunyai kecenderungan untuk biomagnifikasi8. Pestisida dapat digolongkan menjadi pestisida nonpersisten (sedikit residu) jika di dalam media tanah dan air mempunyai nilai persistensi 1–12 minggu, agak persisten (residu sedang) jika didalam media tanah dan
air mempunyai nilai persistensi 1–18 bulan, persisten (residu cukup besar) jika didalam media tanah dan air mempunyai nilai persistensi 2–5 tahun9. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis perubahan aktivitas kolinesterase dalam serum sebelum dan setelah penyemprotan pada petani penyemprot bawang merah di Kecamatan Sukomoro Kabupaten Nganjuk.
tergabung dalam kelompok tani di areal pertanian di Kecamatan Sukomoro Kabupaten Nganjuk. Besar sampel dalam penelitian ini adalah 17 (tujuh belas) responden, dengan pengambilan sampel sebelum 17 (tujuh belas) responden dan setelah penyemprotan 17 (tujuh belas) responden dengan orang yang sama, pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel tergantung yaitu aktivitas kolinesterase dalam serum petani penyemprot bawang merah sebelun dan setelah penyemprotan sedangkan variabel bebasnya adalah pemakaian dosis, pemakaian APD, lama terpapar, dan frekuensi penyemprotan. data dari penelitian ini adalah data primer dilakukan dengan pemeriksaan langsung pada masing masing variabel, Data sekunder diperoleh dari data geografis kecamatan, puskesmas, dan dinas pertanian. Penelitian ini menggunakan uji t sampel berpasangan untuk melihat perbedaan kolinesterase antara sebelum dan setelah penyemprotan sedangkan untuk melihat pengaruh antar variabel digunakan uji regresi linier.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan analitik observasional dengan rancang bangun dalam penelitian ini berupa cross sectional, lokasi penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sukomoro Kabupaen Nganjuk. Waktu penelitian mulai bulan Maret sampai Juni tahun 2013 sedangkan untuk pengambilan data dilakukan mulai bulan Mei sampai Juni 2013. Populasi penelitian adalah semua petani penyemprot di areal pertanian bawang merah Kecamatan Sukomoro Kabupaten Nganjuk, dengan pertimbangan tingkat pemakaian pestisida yang tertinggi yang tergabung dalam kelompok petani penyemprot yang ada di pertanian bawang merah Kecamtan Sukomoro Kabupaten Nganjuk. Sampel dalam penelitian ini adalah petani penyemprot bawang merah yang Hasil Tabel 1
Hasil Uji Antara Dua Mean Dari Kelompok Kolinesterase Antara Sebelum Dan etelah Penyemprotan Pada Petani Bawang Merah Di Kecamatan Sukomoro Kabupaten Nganjuk Tahun 2013 Selisih sebelumsetelah penyemprotan
Perbedaan Variabel
Sebelum x
Kolinesterase
SD
5825,53 1062,850
Setelah x
SD
x
SD
5870,76
1156,791
-45,235
942,054
P
0,846
Pada tabel 1, Berdasarkan hasil uji t sampel berpasangan membuktikan bahwa tidak ada perbedaan kolinesterase yang signifikan antara sebelum dan setelah penyemprotan.
Tabel 2 Hasil Analisis Regresi Linier Antara Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kolinesterase, Pada Petani Bawang Merah Di Kecamatan Sukomoro Kabupaten Nganjuk 2013
Variabel Terpapar tinggi Frequensi menyemprot rendah Pemakaian dibawah dosis APD tidak lengkap Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan kadar kolinesterase pada petani penyemprot bawang merah di Kecamatan Sukomoro Kabupaten Nganjuk adalah yang terpapar tinggi dengan nilai (p = 0,019; β = -0,462) sehingga dapat diketahui bahwa semakin lama responden terpapar pestisida maka akan semakin rendah kadar kolinesterasenya, sedangkan responden yang menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) tidak lengkap dengan nilai (p = 0,001; β = 0,390) dapat dikatakan bahwa semakin tidak lengkap pemakaian APD (Alat Pelindung Diri) maka kadar kolinesterase berisiko akan semakin tinggi. PEMBAHASAN Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pengambilan sampel responden yang beristirahat sejenak sebelum diambil sampel darahnya setelah melakukan penyemprotan ada kemungkinan bahwa kadar kolinesterase akan kembali meningkat setelah beristirahat. hal ini berbeda dengan penelitian yang pernah pada tenaga kerja formulasi pestisida di PT. Bina Guna Kimia Klepu Ungaran yang menunjukkan ada perbedaan aktivitas kolinesterase sebelum dan sesudah bekerja (p = 0,000) 6, dikarenakan tenaga kerja formulasi pestisida tersebut terpapar sangat lama selama 8 jam/hari sehingga ada kemungkinan bahwa pestisida yang masuk dalam tubuh semakin banyak, sedangkan penelitian yang lain menyatakan bahwa perbedaan rata-rata aktivitas kolinesterase sebelum dan setelah penyemprotan akan kembali normal setelah beristirahat selama 2 minggu 12. Pada tabel 2 menunjukkan bahwa ada hubungan antara lama terpapar pestisida dengan penurunan kadar kolinesterase dalam serum
Kolinesterase (post) β p -0,462 0,019 -0,187 0,112 0,203 0,340 0,390 0,001 petani penyemprot sehingga ada kemungkinan semakin lama terpapar maka akan semakin rendah kadar kolinesterasenya. Hal ini dapat disebabkan karena pada saat penelitian responden melakukan penyemprotan melebihi batas aman yang telah ditentukan yaitu lebih dari 5 jam/hari sehingga ada kemungkinan bahwa keracunan terhadap responden akan diabsorbsi oleh tubuh lebih banyak dibandingkan dengan yang terpapar ≤ 5 jam/hari. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang menyatakan bahwa tenaga penyemprot yang mempunyai lama terpapar pestisida > 5 jam/hari mempunyai risiko keracunan pestisida lebih besar daripada tenaga penyemprot yang mempunyai lama terpapar ≤ 5 jam/hari hal ini disebabkan karena pada penyemprot yang lebih lama terpapar akan mengabsorbsi pestisida lebih banyak dibandingkan dengan yang terpapar ≤ 5 jam/hari16. Sedangkan penelitian lain menyatakan bahwa perempuan usia subur dengan tingkat risiko paparan tinggi akan berisiko 2,5 kali lebih besar untuk mengalami penurunan kadar kolinesterase dibandingkan dengan perempuan usia subur yang mempunyai tingkat risiko paparan rendah, hal ini dapat dibedakan pada perempuan usia subur yang bekerja bersama-sama dengan suami yang sedang menyemprot terutama pada saat mencabut rumput tanpa menggunakan APD (Alat Pelindung Diri), dibandingkan dengan perempuan usia subur yang bekerja dengan suami yang tidak menyemprot maka risiko paparan yang lebih tinggi adalah perempuan usia subur yang bekerja sama dengan suami yang
menyemprot tanpa menggunakan APD (Alat Pelindung Diri)11. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada hubungan antara penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) yang tidak lengkap dengan keracunan pestisida dalam tubuh dalam hal ini adalah terjadi kenaikan kadar kolinesterase dalam serum pada petani penyemprot bawang merah, hal ini dikarenakan pada saat dilakukan penelitian petani beristirahat sejenak ± 30 menit setelah menyemprot sebelum di ambil sampel darahnya karena ini akan berpengaruh terhadap kenaikan kadar kolinesterase dalam serum kemudian faktor yang lain adalah dari kepekatan pestisida itu sendiri semakin pekat pestisida akan lebih cepat terjadinya penurunan kadar kolinesterase dan sebaliknya semakin encer pestisida penurunan kadar kolinesterase semakin lambat. Pemakaian APD (Alat Pelindung Diri) yang lengkap dapat mengurangi dari terjadinya paparan langsung antara pestisida dengan tubuh penyemprot sehingga terjadinya risiko keracunan pestisida yang masuk ke dalam tubuh baik melalui pernafasan, tertelan maupun kontak dengan kulit dapat terhindarkan4. Hal ini berbeda dengan penelitian lain yang pernah dilakukan bahwa pemakaian APD (Alat Pelindung Diri) mempunyai hubungan dengan keracunan pestisida dalam darah hal dikarenakan pada saat menyemprot petani yang tidak lengkap dalam penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) akan terpapar lebih banyak terhadap pestisida dibandingkan dengan petani yang menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) lengkap risiko terpapar oleh pestisida lebih rendah1, sedangkan penelitian yang lain juga pernah dipaparkan bahwa penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) yang kurang lengkap sewaktu melakukan penyemprotan akan mempunyai risiko terjadinya keracunan pestisida 5,9 kali lebih besar dibandingkan dengan petani yang menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) secara lengkap, hal ini dikarenakan pada petani yang menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) tidak lengkap pada saat melakukan penyemprotan akan terpapar pestisida lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) lengkap pada saat melakukan penyemprotan19.
KESIMPULAN Tidak ada perbedaan antara kadar kolinesterase sebelum dan setelah penyemprotan, tetapi ada hubungan antara lama terpapar dan pemakaian APD (Alat Pelindung Diri) tidak lengkap dengan kadar kolinesterase dalam serum pada petani penyemprot bawang merah di Kecamatan Sukomoro Kabupaten Nganjuk.
SARAN Melakukan penyuluhan oleh Dinas Kesehatan dengan Dinas Pertanian dengan metode simulasi praktek tentang bahaya keracunan yang dapat ditimbulkan pestisida terhadap kesehatan, cara menggunakan pestisida yang baik dan benar, cara pemakaian dosis pestisida yang aman, cara pemakaian APD (Alat Pelindung Diri) yang baik dan benar, cara menyemprot dan memperkecil paparan terhadap pestisida supaya tidak menimbulkan keracunan. DAFTAR PUSTAKA Afriyanto, Nurjazuli, Budiyono., Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Cabe Di Desa Candi Kecamatan Bendungan Kabupaten Semarang., Jurnal Kesehatan Lingkungan, 2009, Vol 8 No. 1. Baldatina AZ.,Pengaruh Pemberian Insektisida (Esbiothrin, Imiprothrin dan D-Phenothrin) Pada Tikus Putih (Rattus rattus), Kajian Histopatologi Hati dan Ginjal, Skripsi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, 2008. Djojosumarto P., Pestisida dan Aplikasinya. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta, 2008. Gossel T.A., Principle of Clinical Toxicology. 2nd Ed. Raven Press, New York, 1990. Kerem M., Bedirli N., Gorboz N., Ekinci O., Bedirli A., Taylan., Sakrak O., Pasaoglu H., Effects of Acute Fenthion Toxicity on Liver and Kidney Function and Histology in Rats, Turk J Med Sci, 2007; 37 (5): 281288.
O’Callaghan., The Renal System At A Glance, Second Edition Blackwell Publishing Ltd, 2006. Purba IG., Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kadar Kolinesterase Pada Perempuan Usia Subur Di Daerah Pertanian, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang, 2009. Raini M., Dwiprahasto I., Sukasediati N., Pengaruh Istirahat terhadap Aktivitas Kolinesterase Petani Penyemprot Pestisida Organofosfat di Kecamatan Pacet Jawa Barat., Bul Penelitian Kesehatan, Vol 32 No. 3, 2004 : 105 – 111 Tugiyo., Keracunan Pestisida pada Tenaga Kerja Perusahaan Pengendalian Hama di DKI Jakarta Tesis, 2003
Singh RN., Histopathological Alteration In The Kidney of Cyprinus carpio After Exposure To Dimethoate (EC 30%), Indian J. Sci. Res 3(1) 2012 : 127 – 131. Yuantari MGC., Studi Ekonomi Lingkungan Penggunaan Pestisida Dan Dampaknya Pada Kesehatan Petani di Area Pertanian Hortikultura Desa Sumberrejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Jawa Tengah, Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang, 2009 Cyprinus carpio After Exposure To Dimethoate (EC 30%), Indian J. Sci. Res 3(1) 2012 : 127 – 131.