A. TINJAUAN TEORITIS 1.
Akuntansi Sektor Publik Halim (2002:29) mengemukakan bahwa akuntansi yang berkaitan dengan
organisasi perusahaan (bisnis) biasanya dikenal dengan akuntansi sektor privat, dan yang berkaitan dengan organisasi pemerintahan atau akuntansi sektor publik. Oleh karena pemerintahan daerah merupakan satuan organisasi yang non profit, maka akuntansi yang berkaitan dengan pemerintah daerah termasuk dalam akutansi sektor publik. Sebagai salah satu bidang ilmu, penelitian tentang akuntansi sektor publik masih banyak kendalanya, baik pada kepustakaannya maupun bagaimana masalah-masalah di lapangan dirumuskan. Hal tersebut dapat dimaklumkan mengingat masih mudanya bidang ilmu akuntansi sektor publik. Namun dalam waktu yang relatif singkat akuntansi sektor publik telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Mardiasmo (2002:1) menyatakan bahwa saat ini terdapat perhatian yang lebih besar terhadap praktik akuntansi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah, perusahaan milik negara/daerah, dan berbagai organisasi publik
lainnya dibandingkan pada masa-masa
sebelumnya. Terdapat tuntutan yang lebih besar dari masyarakat untuk dilakukan transparansi dan akuntanbilitas publik oleh lembaga-lembaga sektor publik.
2. Keuangan daerah dan APBD Menurut Mamesah (1995:16), keuangan daerah dapat diartikan sebagai “semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala
Universitas Sumatera Utara
sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasi oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan perundangan yang berlaku.” Menurut Halim (2004:20), ruang lingkup keuangan daerah terdiri dari “keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan. Yang termasuk dalam keuangan daerah yang dikelola langsung adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan barang-barang inventaris milik daerah. Keuangan daerah yang dipisahkan meliputi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).” “Keuangan daerah dalam arti sempit yakni terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Oleh sebab itu, keuangan daerah identik dengan APBD.” (Saragih, 2003:12) Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000 menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD adalah satu rencana keuangan tahunan daerah sebagai dasar pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu yang berisi sumber pendapatan dan penggunaan dana Pemerintah Daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah.
Sebagai alat yang digunakan dalam menggerakkan roda pemerintahan dan pembangunan, anggaran dalam organisasi publik memiliki beberapa fungsi. Menurut Mardiasmo (2002:183) fungsi utama anggaran daerah adalah sebagai berikut: a. Anggaran berfungsi sebagai alat perencanaan, yang antara lain digunakan untuk : 1) merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan sesuai denagn visi dan misi yang ditetapkan.
Universitas Sumatera Utara
2) menetapkan berbagai program dan kegiatan untuk mencapat tujuan organisasi serta merencanakan alternatif sumber pembiayaan 3) mengelola sumber-sumber ekonomi pada berbagai program dan kegiatan yang telah disusun, dan 4) menentukan indikator kinerja dan tingkat pencapaian strategi. b. Anggaran berfungsi sebagai alat pengendali, yang digunakan antara lain untuk : 1)
mengendalikan efisiensi pengeluaran.
2)
membatasi kekuasaan dan kewenangan Pemda.
3) mencegah adanya overspending, underspending dan salah sasaran (misappropriation) dalam mengalokasikan anggaran pada bidang lain yang bukan merupakan prioritas. 4) memonitor kondisi keuanagan dan pelaksanaan perasional program atau kegiatan pemerintah. c. Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal digunakan untuk menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemberian fasilitas, dorongan,
dan
koordinasi
kegiatan
ekonomi
masyarakat
sehinnga
mempercepat pertumbuhan ekonomi. d. Anggaran sebagai alat politik digunakan untuk memutuskan prioritasprioritas dan kebutuhan keuangan terhadap prioritas tersebut. Anggaran sebagai dokumen politik merupakan bentuk komitmen eksekutif dan kesepakatan legislatif atas penggunaan dana publik untuk kepentingan tertentu. Anggaran bukan sekedar masalah teknis akan tetapi lebih
Universitas Sumatera Utara
merupakan alat politik (political tool). Oleh karena itu, penyusunan anggaran membutuhkan political skill, coalition building, keahlian bernegosiasi, dan pemahaman tentang prinsip manajemen keuangan publik. Kegagalan dalam melaksanaakan anggaran yang telah disetujui dapat menurunkan kredibilitas atau bahkan menjatuhkan kepemimpinan eksekutif. e. Anggaran koordinasi antar unit kerja dalam organisasi Pemda yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran. Anggaran yang disusun dengan baik akan mampu mendeteksi terjadinya inkonsistensi suatu unit kerja dalam pencapaian tujuan organisasi. Di samping itu, anggaran publik juga berfungsi sebagai alat komunikasi antar unit kerja. f. Anggaran sebagai alat evaluasi kinerja. Anggaran pada dasarnya merupakan wujud komitmen Pemda kepada pemberi wewenang (masyarakat) untuk melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Kinerja Pemda akan dinilai berdasarkan target anggaran yang dapat direalisasi. g. Anggaran dapat digunakan sebagai alat sebagi memotivasi manjemen Pemda agar dapat bekerja secara ekonomis, efektif dan efisien dalam mencapai target kinerja. Agar dapat memotivasi pegawai, anggaran hendaknya bersifat chalenging but attainble atau demanding but achieveable. Maksudnya, target kinerjanya hendaknya ditetapkan dalam batas rasional yang dapat dicapai (tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah). h. Anggaran dapat juga dapat gunakan sebagai alat untuk menciptakan ruang publik dalam arti bahwa proses penyusunan anggaran harus melibatkan seluas mungkin masyarakat. Keterlibatan masyarakat tersebut dapat
Universitas Sumatera Utara
dilakukan melalui proses penjaringan aspirasi masyarakat. Yang hasilnya digunakan sebagai dasar perumusan arah dan kebijakan umum anggaran. Kelompok
masyarakat
yang
terorganisir
umunya
akan
mencoba
mempengaruhi anggran untuk kepentingan mereka. Kelompok lain dari masyarakat yang kurang terorganisir akan mempercayai aspirasinya melalui proses politik yang ada. Jika tidak ada alat untuk menyampaikan aspirasi mereka, maka mereka akan melakukan tindakan-tindakan lain. Secara fungsional APBD merupakan kontrak sosial antara pemerintah (daerah) dengan rakyatnya tentang kewajiban untuk mensejahterakan dan memenuhi kebutuhan warganya. Setiap pilihan program/kegiatan yang diambil dalam APBD harus memperhatikan preferensi para pemilih yng memilih orangorang yang duduk di parlemen dan pemerintahan. Mamesah (1995:20) mendefinisikan APBD adalah rencana operasional keuangan pemerintah daerah, dimana disatu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek dalam satu tahun anggaran tertentu, dan di pihak lain menggabarkan perkiraan penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran dimaksud. APBD pada hakekatnya merupakan salah satu instrument kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dam kesejahteraan masyarakat di daerah. Ramzuri (2007:17) mengatakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan pemerintah daerah harus secara nyata dan terstuktur guna menghasilkan APBD yang dapat mencerminkan kebutuhan riil masyarakat sesuai dengan potensi masing-masing daerah serta dapat memenuhan tuntutan terciptanya anggaran daerah yang beroreantasi pada kepentingan dan akuntabilitas publik.
Baswir
(1988:26)
mengemukakan
bahwa
penyusunan
anggaran
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan yang baik dan berfungsi sebagai pedoman bagi pemerintah dalam mengelola negara, sebagai alat pengawas bagi masyarakat terhadap kebijaksanaan dan kemampuan pemerintah. Penyusunan anggaran tidak bisa dilepaskan dari karekteristik suatu daerah, untuk dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam pengelolaan negara. Widjaja (2002:67) menyatakan bahwa anggaran daerah pada hakikatnya merupakan salah satu alat untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. APBD dapat memberikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang dianggarkan. IACS dalam Halim (2002: 68) menyatakan: belanja daerah adalah penurunan dalam manfaat ekonomi selama priode akuntansi dalam bentuk arus kas. Dari aspek pelaksana, pemerintah daerah dituntut mampu menciptakan sistem manajemen yang mampu mendukung operasional pembangunan daerah. Salah satu aspek dari pemerintah daerah yang harus diukur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. APBD merupakan sistem kebijakan yang utama bagi pemerintahan daerah.
3. Sumber-Sumber Pendapatan Daerah Dalam mengurus dan menyelenggarakan urusan rumah tangga daerah propinsi/kota/kabupaten yang meliputi tugas pemerintah umum, membangun dan membina kemasyarakatan dengan menggunakan sumber-sumber pembiayaan yang didapat dari pemerintah daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 157 menyebutkan bahwa sumber pendapatan terdiri atas: a. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu •
Hasil pajak daerah
Universitas Sumatera Utara
•
Hasil retribusi daerah
•
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang disahkan
•
Lain-lain pendapatan yang sah
b. Dana perimbangan c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
4. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah daerah di dalam membiayai belanja daerahnya, selain dengan menggunakan transfer dari pemerintah pusat, mereka juga menggunakan sumber dananya sendiri yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD menurut Halim (2002: 64) merupakan “semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah”. Upaya peningkatan PAD secara positif dalam pengertian bahwa kelelusaan oleh daerah harus dapat dimanfaatkan untuk dapat meningkatan PAD untuk menggali sumber-sumber penerimaan baru tanpa membebani masyarakat dan tanpa menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Upaya peningkatan PAD tersebut harus dipandang sebagai perwujudan tanggung jawab pemerintah daerah meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Menurut UU No.33 Tahun 2004, PAD adalah pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan Asli Daerah yang sah yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagi perwujudan desentralisasi. PAD memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian daerah. Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan PAD yang positif mempunyai kemungkinan untuk memiliki pendapatan per kapita yang lebih baik (Harianto dan
Universitas Sumatera Utara
Adi, 2007) Apabila suatu daerah PAD-nya meningkat maka dana yang dimiliki pemerintah akan dapat digunakan pula. Peningkatan ini akan menguntungkan pemerintah, karena dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan daerahnya. Kelompok pendapatan asli daerah dipisahkan menjadi empat jenis yaitu: a. Pajak Daerah Menurut Sunitro dalam (Kaho, 2007:144) “pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh daerah-daerah , seperti Propinsi, Kabupaten dan sebagainya”. Pajak Daerah merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pajak. Penerimaan ini meliputi: •
Pajak Kendraan Bermotor
•
Bea Balik Nama Kendraan Bermotor
•
Pajak Bahan Bakar Kendraan Bermotor
•
Pajak Kendraan di Atas Air
•
Pajak Air di Bawah Tanah
•
Pajak Air Permukaan.
Sedangkan jenis pajak kabupaten/kota menurut Undang-Undang No.34 Tahun 2000 tentang perubahan Undang-Undang No.18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah terdiri atas: •
Pajak Hotel
•
Pajak Restoran
•
Pajak Hiburan
•
Pajak Reklame
•
Pajak Penerangan Jalan
Universitas Sumatera Utara
•
Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
•
Pajak Parkir
b. Retribusi Daerah Menurut Kaho (2007 : 170) menyatakan bahwa “retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapatkan
jasa
pekerjaan,
usaha
atau
milik
daerah
bagi
yang
berkepentingan atau karena jasa yang diberikan oleh daerah”. Berdasarkan Undang-Undang No.34 2004 tentang problem atas UndangUndang No.18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, “Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi dan badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah
c. Hasil Pengelolaan Daerah yang Dipisahkan Sesuai Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dapat dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN dan bagian laba atas peyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 menjelaskan tentang Pendapatan Asli Daerah yang Sah, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
5. Transfer Pemerintah Pusat Halim (2002:65) mendefinisikan “transfer pemerintah pusat atau dana perimbangan merupakan dana yang bersumber dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah”. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah menurut Saragih (2003:85) adalah: Suatu sistem pembiayan pemerintahan dalam keuangan Negara kesatuan yang mencakup pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta pemerataan antar daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya. “Dana perimbangan terdiri dari dana bagi hasil pajak dan sumber daya alam yang disebut dengan Bagian Daerah, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK)”. ( Kadjatmiko, 2002:79) Pembagian dana perimbangan menurut saragih (2003:86) terdiri dari: 1. Dana bagi hasil dari : pajak bumi bangunan (PBB), bea perolehan dan penerimaan dari sumber daya alam, yakni minyak bumi, gas alam,
Universitas Sumatera Utara
pertambanagn umum, kehutanaan dan perikanaan. Penetapaan besarnya dana bagi hasil pajak berdasarkan atas persentase dengan tariff dan basis pajaknya. 2. Dana alokasi umum (DAU) atau sering disebut juga dengan block grant yang besarnya didasarkan atas formula. 3. Dana alokasi khusus (DAK). DAK identik dengan special grant yang ditentukan berdasarkan pendekatan kebutuhan yang sifatnya isedental dan mempunyai fungsi yang sangat khusus. Pada umumnya pemerintah pusat memberikan transfer dana dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU). DAU adalah dana yang bersumber dari APBN yang bertujuan
untuk
pemerataan
kemampuan
keuangan
antar
daerah
yang
dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah melalui pemerataan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. Menurut kamus wikepedi Dana Alokasi Umum adalah sejumlah dana yang dialikasikan
kepada
daerah
di
Indonesia
untuk
meningkatkan
dana
pembangunanya. Jumlah dana alokasi umum untuk tahunanya ditentukan oleh keputusan presiden. Dana alokasi umum mencakup:
1. Dana Alokasi Umum untuk daerah Propinsi 2. Dana Alokasi Umum untuk daerah Kabupaten/Kota
Universitas Sumatera Utara
Basis utama perhitungan DAU adalah kesenjangan fiskal atau perbedaan antara kapasitas fiskal dan kebutuhan fiskal di masing-masing daerah. Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 pengelolaan DAU ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal Gab) suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity). Apabila memiliki daerah memiliki potensi fiskal besar tetapi kebutuhan fiskal kecil maka akan memperoleh DAU yang relatife kecil. Sebaliknya, untuk daerah yang potensi fiskalnya kecil sedangkan kebutuhan fiskalnya besar maka akan memperolah alokasi DAU yang relatife besar. Kebijakan DAU merupakan instrumen penyeimbang fiskal antar daerah, sebab tidak semua daerah memiliki stuktur dan kemampuan fiskal yang sama (horizontal fiskal imbalance). DAU sebagai bagian dari kebijakan transfer fiskal dari pusat ke daerah (intergovermental transfer) berfungsi sebagai faktor pemerataan fiskal antara daerah –daerah serta memperkecil kesenjangan kemampuan fiskal atau keuangan antar daerah (Saragih, 2003:98).
Menurut Mulia (2005:13), tujuan umum dari DAU adalah untuk: 1. Meniadakan atau meminimalkan ketimpangan fiskal vertikal. 2. Meniadakan atau mengurangkan ketimpangan fiskal horizontal. 3. Menginternalisasikan/memperhitungkan sebahagian atau seluruh limpahan manfaat/biaya kepada daerah yang menerima limpahan manfaat tersebut. 4. Sebagai bahan edukasi bagi pemerintah daerah agar secara intensif menggali sumber-sumber penerimaannya, sehinggan hasil yang diperoleh menyamai bahkan melebihi kapasitasnya.
Universitas Sumatera Utara
Secara umum DBH dan DAU digolongkan ke dalam bentuk unconditional transfer atau biasa disebut dengan transfer tak bersyarat. Sedangkan DAK digolongkan ke dalam bentuk conditional transfer atau biasa disebut dengan transfer bersyarat.
6. Pendapatan Per Kapita Pendapatan per kapita (per capita income) adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu negara pada suatu periode tertentu, yang biasanya satu tahun. Pendapatan per kapita bisa juga diartikan sebagai jumlah dari nilai barang dan jasa rata-rata yang tersedia bagi setiap penduduk suatu negara pada suatu priode tertentu. Pendapatan per kapita diperoleh dari pendapatan nasional pada tahun tertentu dibagi dengan jumlah penduduk suatu negara pada tahun tersebut. Dalam Kamus Wikipedia (2008) disebutkan bahwa pendapatan per kapita merupakan besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan per kapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan per kapita juga merefleksikan PDB per kapita. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita (Boediono, 1985). Secara tradisional, pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk peningkatan yang berkelanjutan Produk Domestik Regional Daerah/PDRB dan Pendapatan Per Kapita (Saragih, 2003 ; Kuncoro, 2004). Hasil penelitian yang dilakukan Lin dan Liu (2000) menunjukkan desentralisasi memberikan dampak yang sangat berarti bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Lin dan Liu (2000) yang membuktikan adanya
Universitas Sumatera Utara
hubungan yang positif dan signifikan antara desentralisasi fiskal dengan pertumbuhan ekonomi. Hasil ini mendukung sintesa yang menyatakan bahwa, pemberian otonomi yang lebih besar akan memberikan dampak yang lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi, hal inilah yang mendorong daerah untuk mengalokasikan secara lebih efisien berbagai potensi lokal untuk kepentingan pelayanan publik (Lin dan Liu, 2000; Mardiasmo, 2002; Wong, 2004). Pendapatan per kapita sering dijadikan tolak ukur kemakmuran tingkat pembangunan sebuah daerah; semakin besar pendapatan per kapitanya, semakin makmur negara tersebut. Pendapatan nasional yang biasa dipakai dalam menghitung pendapatan per kapita suatu negara pada umumnya adalah Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Nasional Bruto (PNB), sedangkan untuk pendapatan per kapita daerah yang umum digunakan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dihitung dengan menggunakan formulasi:
PDRB tahun t PDRB perkapita = jumlah penduduk tahun t
B. Hubungan PAD, Transfer Pemerintah Pusat, dan Pendapatan Per Kapita 4. Hubungan antara Pendapatan Asli Daerah dan Transfer Pemerintah Pusat Pendapatan asli daerah dan transfer pemerintah pusat merupakan sumbersumber penerimaan pemerintah daerah. Pemerintah daerah dalam membiayai belanja dan operasionalnya sangat bergantung dari kedua pendapatan di atas.
Universitas Sumatera Utara
Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh pemerintah dari hasil daerahnya sendiri, sedangkan transfer pemerintah pusat adalah sumber pendapatan yang di peroleh dari pemerintah pusat. Dana alokasi umum adalah pendapatan terbesar yang berasal dari transfer pemerintah pusat 5. Hubungan antara Pendapatan Asli Daerah dan pendapatan Per Kapita Salah satu tujuan utama dari desentralisasi fiskal adalah terciptanya kemandirian daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu mengali sumbersumber keuangan lokal, khususnya melalui Pendapatan Asli Daerah (Sidik, 2002). Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan PAD yang positif mempunyai kemungkinan untuk memiliki tingkat pendapatan per kapita yang lebih baik. PAD berpengaruh positif dengan petumbuhan ekonomi di daerah (Brata, 2004). PAD merupakan salah satu sumber pembelanjaan daerah, jika PAD meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga pemerintah daerah akan berinsisiatif untuk lebih menggali potensi – potensi daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan PAD secara berkelanjutan akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah itu (Tambunan, 2006). Peningkatan PAD harus berdampak pada perekonomian daerah (Saragih, 2003). Oleh karena itu, daerah tidak akan berhasil bila daerah tidak mengalami pertumbuhan ekonomi yang berarti meskipun terjadi peningkatan penerimaan PAD. Bila yang terjadi sebaliknya, maka bisa diindikasikan adanya eksploitasi PAD
terhadap
masyarakat
secara
berlebihan
tanpa
memperhatikan
Universitas Sumatera Utara
peningkatan produktifitas masyarakat itu sendiri. Sidik (2002) menegaskan bahwa keberhasilan peningkatan PAD hendaknya tidak hanya diukur dari jumlah yang diterima, tetapi juga diukur dengan perannya untuk mengatur perekonomian masyarakat agar dapat lebih berkembang, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. 6. Hubungan antara Transfer Pemerintah Pusat dan Pendapatan Per Kapita Pemerintahan Pemerintah daerah juga mendapat bantuan transfer dana dari pemerintah pusat berupa Dana Perimbangan. Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Pemberian dana perimbangan ditujukan untuk
mengurangi kesenjangan fiskal antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan juga untuk membantu daerah dalam membiayai kewenangannya. Transefer pemerintah pusat juga diharapkan membantu pemerintah daerah dalam membangun sarana dan prasara yang kemudian diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah yang pada akhirnya berdampak pada meningkatnya per kapita masyarakat di daerah tersebut.
C. Tinjauan Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Nama (1) David Harianto
Judul Penelitian (2)
Variabel Hasil Penelitian (3) (4) Hubungan Belanja Dana Alokasi Dana Alokasi Umum Modal, DAU, PAD, Umum berpengaruh (X1), sangat
Universitas Sumatera Utara
dan Priyo dan Pendapatan Per Hariadi Kapita pada (2007) Pemerintah Kabupaten dan Kota se Jawa-Bali
Sembiring (2001)
Abimanyu (2005)
Belanja Modal (X2), Pendapatan Asli Daerah (X3) dan Pendapatan Alokasi Umum(Y)
terhadap Belanja Modal, Belanja Modal mempunyai dampak yang signifikan dan negatif terhadap Pendapatan Per Kapita dalam hubungan langsung, Pendapatan Asli Daerah sangat berpengaruh terhadap Pendapatan Per Kapita, Dana Alokasi Umum mempunyai dampak yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah melalui Belanja Modal (efek tidak langsung)
Pajak Daerah (X1), Retribusi Daerah (X2), dan Laba BUMD (X3). PDRB (Y1) dan Pendapatan Per kapita (Y2) Pengaruh Belanja Belanja Modal Modal terhadap (X1), PDRB (Y1) Pertumbuhan dan PAD (Y2) Ekonomi (PDRB) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan daerah memberikan dampak yang positif dan signifikan terhadap perkembangan wilayah di Kab. Karo
Analisis Potensi Pendapatan Daerah Bagi Pengembangan Wilayah Wabupaten Karo
Dengan bertambahnya belanja modal maka akan berdampak pada priode yang akan datang yaitu produktivas masyarakat meningkat dan pertumbuhan investor akan meningkat.
D. Kerangka Konseptual dan Hipotesis 1. Kerangka Konseptual Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan teoritis, dan tinjauan penelitian pendahulu, maka peneliti membuat kerangka konseptual peneliti sebagai berikut:
Pendapatan Asli Daerah (X1) Pendapatan Per
Universitas Sumatera Kapita (Y) Utara
Transfer
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual
Dari kerangka konseptual di atas dapat dilihat bahwa PAD (X1) dan transfer pemerintah pusat (X2) dalam bentuk Dana Perimbangan (DBH, DAU, dan DAK) mempengaruhi pendapatan per kapita masyarakat (Y). Peningkatan PAD harus berdampak pada perekonomian daerah (Saragih, 2003). Oleh karena itu, daerah tidak akan berhasil bila daerah tidak mengalami pertumbuhan ekonomi yang berarti meskipun terjadi penerimaan PAD. Bila yang terjadi sebaliknya, maka bisa diindikakasikan adanya eksploitasi PAD terhadap masyarakat secara berlebihan tanpa memperhatikan produktifitas. Sidik (2002) menegaskan bahwa keberhasilan peningkatan PAD hendaknya tidak hanya diukur dari jumlah yang diterima, tetapi juga diukur dengan perannya untuk mengatur perekonomian masyarakat agar dapat lebih berkembang, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah.
2. Hipotesis Menurut Erlina, Mulyani (2007:4), ” Hipotesis adalah proporsi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris”. Hipotesis adalah dugaan
Universitas Sumatera Utara