A. Kesimpulan Praktik pelatihan public speaking di LLBS dan di Eureka Consultant memiliki kecenderungan kepada public speaking sebagai sebuah kemampuan yang harus dapat dipraktikan. Selain itu, materi dan aktivitas yang ada di dalam pelatihan public speaking ini pun memiliki kecenderungan untuk mengajarkan langkah-langkah praktis dan aplikatif yang dapat dilakukan di dalam public speaking. Hal ini sejalan dengan pemaparan Lucas mengenai public speaking bahwa di dalam melakukan public speaking “your immediate objective (in public speaking) is to apply methods and strategies (of effective speech) in your speeches”1. Oleh karena itu, maka penelitian ini dapat menarik kesimpulan bahwa di dalam praktik pelatihan public speaking di Yogyakarta public speaking lebih banyak yang dipelajari dengan pendekatan public speaking sebagai seni daripada sebagai sebuah ilmu. Beberapa hal penting yang berhasil ditemukan di dalam penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Praktik pelatihan public speaking di Yogyakarta cenderung memiliki proporsi pendekatan public speaking sebagai sebuah seni yang lebih tinggi dibandingkan sebagai sebuah ilmu. Hal ini dapat dilihat melalui keseluruhan temuan di dalam penelitian ini yang mengindikasikan bahwa secara konsep, pelatihan cenderung memiliki orientasi pelatihan yang tinggi dibandingkan dengan pemberian ilmu-ilmu dasar di dalam public speaking melalui perspektif keilmuan. Selain itu, baik secara materi pun cenderung memberikan tips-tips dan langkah praktis untuk mampu menguasai kemampuan tersebut dibandingkan dengan pemahaman-pemahaman mendalam mengenai public speaking sebagai salah satu komunikasi publik. 2. Pelatihan public speaking dalam
membangun kredibilitas (Ethos),
membuat ikatan emosional dan mempengaruhi audiens (Pathos), melakukan pemilihan kata yang jelas dan tepat (Taxis), manajeman 1
Lucas, S. E. (2007). The Art of Public Speaking. United State: McGraw Hill.
Hal 7.
suara dan ekspresi (Style), serta susunan di dalam public speaking (Arrangement) lebih banyak dipelajari di dalam kelas pelatihan public speaking dan tidak mempelajari Logos, yaitu mengenai bagaimana cara membangun argumen yang baik dengan acuan penggunaan logika yang benar. Sehingga, isi dari public speaking peserta pelatihan tidak dilatih di dalam pelatihan public speaking. 3. Untuk membuat sebuah kelas pelatihan public speaking di Yogyakarta diperlukan bukan hanya pelatih dan peserta, melainkan sebuah tim manajemen yang bertugas untuk menjadi jembatan penghubungan antara pelatih dan peserta serta mengurus seluruh persiapan pelatihan. Tim manajemen ini dapat memiliki berbagai variasi nama, namun apapun namanya setidaknya salah satu fungsi utamanya adalah memastikan bahwa kelas pelatihan dapat dijalankan oleh peserta dan pelatih. Hal ini dikarenakan tim manajemen harus memastikan bahwa setiap kelas pelatihan dilakukan sesuai rencana dan dapat diselesaikan sebelum kelas periode berikutnya dimulai. Sehingga, secara teknis dari awal pertama kali pertemuan hingga kelas selesai, tim manajemen memiliki tugas sebagai berikut; o Mendata peserta yang mendaftar dan merekapnya. o Meminta persetujuan kepada pihak pengambil keputusan untuk membuka kelas pada periode tersebut. o Menghubungi pelatih untuk menentukan pelatih yang memungkinkan untuk mengisi di kelas tersebut o Memberikan
pemberitahuan
secara
personal
melalui
sms/whatsapp mengenai informasi kelas periode tersebut, yaitu; peserta telah terdaftar sebagai peserta kelas periode itu, waktu dan jumlah pembayaran yang harus diakukan, jadwal kelas pertama akan dimulai, dan lama masa pelatihan. o Mengkonfirmasi ulang peserta yang telah membayar bahwa mereka resmi terdaftar sebagai peserta pariode berikutnya.
o Mulai menyesuaikan jadwal diantara peserta dan pelatih untuk mengadakan kelas pertama dan jadwal rutin. o Memberikan sms/whatsapp pengingat pada pagi hari H pelatihan agar peserta datang tepat waktu, selama kelas pelatihan
periode
tersebut
berlangsung
atau
dapat
menggunakan sistem pengingat yang lebih ketat seperti memberikan sms/Whatsapp pengingat kepada peserta, yaitu pada; H-1 pelatihan, pagi hari di hari H, dan pada saat pelatih sudah datang di kelas (±1 jam sebelum pelatihan dimulai) agar peserta datang tepat waktu. o Menghubungi pelatih dan tim support untuk mengisi kelas. o Mengingatkan kembali pelatih melalui Whatsapp pada H-1 hari pelatihan dan pada pagi hari H. o Membuat absen peserta. o Menyiapkan kebutuhan kelas. o Mendokumentasikan kegiatan pelatihan. o Menyambut peserta yang datang. o Membagikan lembar evaluasi dan merekapnya o Merekap absen peserta pelatihan dihari H+1. o Membuat jadwal susulan untuk peserta yang absen, lalu menghubungi pelatih dan tim support. o Membuat sertifikat. o Membagikan sertifikat dan atau kenang-kenangan pelatihan kepada peserta. Selain dibutuhkan tim manajemen dan fungsi pelatih, di dalam keals pelatihan public speaking juga diperlukan fungsi pengelolaan teknis yang membantu mempersiapkan segala kebutuhan teknis pelatihan sekaligus menjadi seorang time keeper. Fungsi ini dapat dibentuk menjadi sebuah tim teknis tersendiri atau justru dilekatkan bersam afungsi pelatih. Sehingga, selain harus mampu memberikan pelatihan, apabila fungsi teknis melekat pada diri seorang pelatih, maka pelatih
tersebut juga harus mampu menguasai pengelolaan pendukung teknisnya sendiri, seperti; menyiapkan proyektor, speaker, mic, dan lainnya. 4. Konsep pelatihan di dalam pelatihan public speaking dapat menjadi sangat berbeda-beda tergantung dengan penyelenggara dan pelatihnya. Namun, secara umum dapat diambil kesimpulan bahwa konsep pelatihan di dalam pelatihan public speaking harus berorientasi kepada praktik langsung dan aplikatif. Setidaknya memiliki proporsi praktik yang lebih tinggi dibandingkan dengan teorinya. Walaupun dikatakan harus memiliki orientasi praktik
yang tinggi, bukan berarti
menghilangkan sisi pembelajaran secara materinya. Karena pada dasarnya penyampaian materi tetap penting untuk dilakukan agar peserta dapat mempraktikan public speaking secara maksimal, meskipun cara yang digunakan untuk menyampaikan materi ini dapat menjadi sangat bervariasi di dalam setiap penyelenggaraan pelatihan public speaking. 5. Posisi pelatihan public speaking di dalam mengembangkan kemamuan public speaking seseorang pada dasarnya hanya diposisikan sebagai langkah awal atau trigger yang harapannya akan terus dikembangkan secara mandiri oleh peserta pelatihan public speaking. Hal ini dikarenakan public speaking dianggap sebagai sebuah kemampuan yang berkembang karena sering dilakukan dan bukan karena hanya sering di pelajari. Sehingga, dalam melakukan pelatihan public speaking sulit sekali untuk memberikan garansi bahwa ketika peserta selesai melakukan pelatihan maka peserta akan langsung bisa menjadi seorang public speaker yang handal. Dibutuhkan proses berkelanjutan untuk dapat menuai hasil dari pelatihan public speaking. 6. Materi pelatihan public speaking memiliki kecenderungan kearah tips dan langkah praktis yang dapat dilaksanakan untuk dapat menjadi seorang public speaker handal. Tips-tips dan langkah-langkah ini di dapatkan oleh pelatih berdasarkan pengajaran, pengamatan, dan
pengalaman yang pernah ia dapatkan. Padahal, setiap orang pelatih tentunya memiliki berbagai variasi perbedaan dalam mempelajari, mengamati, dan mengalami aktivitas public speaking di dalam hidupnya. Sehingga, dapat dipahami bahwasanya di dalam setiap pelatihan public speaking akan ditemukan perbedaan-perbedaan secara materi, karena hingga saat ini belum ada kurikulum yang disepakati bersama sebagai kurikulum public speaking yang dapat dikatakan terbaik dan dijadikan acuan untuk melakukan pelatihan public speaking. Kebanyakan materi masih disusun secara personal oleh masing-masing pelatih yang memberikan pelatihan public speaking ini. 7. Hasil yang diharapkan di dalam pelatihan public speaking ini kebanyakan dibuat secara realistis dengan berpegang kembali kepada pemahaman bahwa pelatihan public speaking hanyalah sebuah trigger yang harus diproses lagi agar mampu menciptakan seorang public speaker yang handal. Sehingga, hasil yang diharapkan dari peserta pelatihan public speaking ini adalah munculnya rasa familiar peserta dengan situasi dan kondisi public speaking, perasaan mulai terbiasa dalam melakukannya, atau setidaknya peserta mulai belajar untuk menghadapi ketakutannya di dalam melakukan public speaking. Selain itu, mental positif juga mulai dibangun di dalma pelatihan public speaking, yaitu sebuah kepercayaan bahwa public speaking itu mudah dan bisa dilakukan oleh siapa saja, serta kesalahan di dalam melakukan public speaking itu adalah hal yang biasa. Mental positif ini pun juga meliputi mengurangi kebiasaan untuk mengkritisi diri sendiri secara berlebihan di dalam melakukan public speaking. Sementara, untuk dapat mempersiapkan diri peserta dalam mengembangkan public speakingnya sendiri di masa setelah pelatihan public speakingnya selesai, pelatih biasanya akan memberikan arahan untuk selalu mencoba melakukan public speaking di setiap ada kesempatan agar kemampuan public speaking berkembang, dan secara jujur pelatih akan memberitahukan kelebihan dan kekurangan peserta di dalam
evaluasinya.
Harapannya
adalah
ketika
peserta
sudah
dapat
mengetahui apa yang menjadi kelebihan dan kekurangannya, mereka akan lebih mengetahui hal-hal apa saja yang perlu mereka lakukan untuk mengatasi hal tersebut. 8. Pelatih di dalam pelatihan public speaking tidak harus memiliki latar belakang pendidikan formal yang mendukung. Kebanyakan pelatih dari pelatihan public speaking justru memiliki latar belakang pendidikan forma yang sangat bervariatif. Hal ini dikarenakan di dalam pelatihan public speaking, hal yang terpenting adalah seorang pelatih mampu memberikan contoh public speaking yang tepat dan mampu memberikan evaluasi yang membangun kepada peserta pelatihan. Justru pengalaman dan pendidikan non formal adalah hal yang lebih sering dilihat di dalam menentukan pelatih untuk pelatihan public speaking. Namun, seringkali pengalaman dan pendidikan non formal dalam melakukan public speaking saja tidak cukup untuk menjadikan seseorang masuk ke dalam kualifikasi seorang pelatih public speaking, karena seorang pelatih di dalam sebuah pelatihan adalah agenda dari pelatihan itu sendiri. Sehingga, pelatih harus memiliki kemampuan untuk mengelola pelatihan dan situasi di dalam kelas pelatihan. Namun hal ini bukan hal yang sulit untuk diwujudkan. Beberapa penyelenggara pelatihan yang kemudian menyiapkan acara training for trainer(TFT) yang bertujuan untuk meng-upgrade kemampuan seorang public speaker menjadi seorang pelatih di dalam pelatihan public speaking. Namun, seperti halnya kemampuan public speaking, kemampuan seorang pelatih di dalam pelatihan public speaking juga berkembang dan menjadi semakin ahli seiring dengan semakin banyaknya pelatihan public speaking yang ia lakukan. Terutama di dalam tahap penyesuaian bahwa menjadi seorang pelatih di dalam pelatihan public speaking bukan berarti banyak berbicara, melainkan
harus membuat pesertalah yang banyak berlatih untuk berbicara di dalam public speaking. 9. Peserta di dalam praktik pelatihan public speaking reguler di Yogyakarta memiliki kecenderungan untuk memiliki latar belakang demografis yang berbeda-beda, baik dari segi umur, status, pendidikan, maupun motivasi dalam mengikuti pelatihan public speaking. Tidak terdapat batasan umur di dalam pelatihan public speaking, sehingga membuka peluang untuk siapa saja mendaftar menjadi peserta pelatihan public speaking. Namun, walaupun begitu kebanyakan peserta pelatihan adalah mahasiswa dan pekerja kantoran. Mahasiswa yang mengikuti pelatihan public speaking ini adalah mahasiswa yang berasal dari jenjang Strata 1 hingga mahasiswa yang sedang berada di jenjeng pendidikan Strata 3. Sementara, untuk pekerja kantoran lebih bervariasi lagi dari sisi tingkat jabatannya. Karena di dominasi oleh mahasiswa dan pekerja kantoran, kebanyakan motivasi yang diutarakan menganai alasan mengikuti pelatihan public speaking ini adalah untuk membantu meningkatkan kemampuan public speaking mereka terutama di dalam melakukan presentasi dan pidato. Motivasi lain yang ada namun tidak terlalu dominan adalah keinginan untuk menjadi seorang MC atau pun broadcaster. Sementara, secara umum peserta pelatihan public speaking adalah orang-orang yang memiliki semangat tinggi untuk berlatih melakukan pelatihan public speaking. Hal ini dapat diamati dari jumlah peserta yang hadir selama observasi. Kebanyakan kelas selalu dihadiri oleh seluruh peserta pelatihan yang telah mendaftar di periode itu. Namun, kebanyakan peserta masih menghadapi beberapa kendala internal dalam melakukan public speaking, seperti; perasaan malu, tidak percaya diri, dan takut salah. Hal ini pun akhirnya memunculkan perasan nervous yang berlebihan ketika melakukan public speaking. Selain itu, sering kali peserta menilai diri mereka lebih buruk dibandingkan peserta pelatihan yang lainnya.
Secara situasional, peserta di dalam pelatihan public speaking sangat pro aktif dalam mempelajari public speaking. Hal ini dapat diamati melalui keaktifan peserta dalam bertanya. 10. Pendukung teknis di dalam pelatihan public speaking akan sangat membantu dalam menyampaikan materi dan sarana praktik peserta. Beberapa pendukung teknis standar adalah sebagai berikut; Speaker
komputer.
Speaker
ini
dipergunakan
untuk
menyalakan musik yang biasanya digunakan untuk games ice breaking dan musik-musik pelatihan yang digunakan untuk membangun mood peserta. LCD 24”, dipergunakan untuk menampilkan slide presentasi, video, atau berbagai kebutuhan visual lainnya.` Clipboard dan kertas buram, dipergunakan untuk menulis berbagai inti-inti maateri yang diberikan oleh pelatih. Clicker, dipergunakan oleh pelatih dan peserta untuk mengendalikan slide presentasi. Spidol dan ATK dipersiapkan untuk pelatih dan peserta Sementara
untuk
pendukung
teknis
yang
sifatnya
lebih
advancepelatihan public speaking dapat menggunakan rekaman video peserta dalam melakukan evaluasi. Sehingga, pendukung teknis dapat juga dilengkapi dengan beberapa pendukung teknis lain, sebagai berikut; Mic Samson C01, adalah mic wireless yang dipergunakan oleh peserta saat melakukan praktik public speaking. Mic ini sekaligus dapat dipergunakan untuk menangkap suara peserta selama penampilan.Sekaligus dipergunakan oleh tim teknis untuk menangkap suara peserta. Mic kabel, mic ini dipergunakan untuk menangkap suara peserta saat melakukan public speaking sekaligus latihan untuk menggunakan mic kabel. Dimana pada mic ini biasanya
jangakuan yang bisa digunakan oleh peserta saat berbicara sangat terbatas. Clip On JTS 8508, adalah salah satu fasilitas yang dipergunakan oleh peserta dalam praktik public speaking menggunakan clip on. Mixer, dipergunakan untuk mengontrol seluruh output suara. Camera Panasonic 3CCD, adalah kamera yang dipergunakan untuk mendokumentasikan seluruh penampilan peserta di dalam bentuk video. Headphone, dipergunakan untuk mengecek kejelasan suara saat
mendokumentasikan
penampilan
peserta.
Hal
ini
dilakukan untuk memastikan suara di dalam video tetap berkualitas baik. Proyektor
EPSON,
dipergunakan untuk dokumentasi
adalaha
salah
satu
fasilitas
yang
menampilkan materi peserta serta
penampilan peserta
yang kemudian akan
dievaluasi bersama oleh pelatih. Kamera foto, adalah kamera yang dipergunakan untuk mendokumentasikan seluruh kegiatan pelatihan dalam bentuk foto. Stand Mic, dipergunakan di dalam kelas sebagai salah satu fasilitas latihan untuk melakukan public speaking dengan standing mic.