Hikmah Kejujuran
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit. Ketentuan pidana pasal 72 UU No. 19 tahun 2002 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau membrikan izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juga rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyerahkan, menyiarkan, memamerkan mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (lima ratus juta rupiah).
HIKMAH KEJUJURAN Penyusun Editor Design Sampul Ilustrasi Cetakan Pertama
: : : : :
Drs. Tjetjep S.Ranuatmadja, dkk. Tim Editor PT. Puri Delco Dede Rahmat Adang Rahmat (Edisi Revisi) Tahun 2013
Penerbit: PT. PURI DELCO Jl. Terusan Martanegara No. 12 Bandung 40275 - INDONESIA Telp. 022-7321271 / 7301277 Fax. 022-7321271 E-mail:
[email protected]
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Ranuatmadja, Tjetjep S. Hikmah Kejujuran / Drs. Tjetjep S.Ranuatmadja, dkk. Cet. 1 - Bandung: Puri Delco, 2013. viii + 80 hlm.; ilus; 21 cm Bibliografi: hlm. 80 ISBN 978-602-8713-66-5 1. Hikmah Kejujuran
I. Judul
KATA PENGANTAR
Hakikat pendidikan adalah membangun manusia seutuhnya, baik fisik material maupun mental spiritual. Hal ini berarti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) harus diimbangi dengan peningkatan kualitas keimanan dan ketakwaan. Oleh karena itu, Pendidikan Agama Islam memiliki peranan yang penting dalam pembinaan mental spiritual. Salah satu factor penting dalam mempelajari materi agama adalah buku. Guna menarik minat baca anak-anak, dalam bentuk bacaan. Di dalam buku ini terkandung materi Pelajaran Agama Islam yang disampaikan dalam bentuk percakapan atau dialog. Bahasa yang dipergunakan disesuaikan dengan kemampuan anak-anak. Besar harapan penulis, betapa pun kecilnya kiranya buku ini bisa memberikan sumbangsihnya bagi dunia pendidikan kita. Wassalam, Tim Penulis
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ~ v DAFTAR ISI ~ vii 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Terbongkarnya sebuah masalah ~ 1 Belajar Tajwid ~ 11 Kegiatan di Bulan Ramadhan ~ 19 Menyelesaikan Tugas ~ 26 Iman kepada Kitab Suci Al-Qur’an ~ 30 Membantu Menerima Zakat Fitrah ~ 34 Berubahnya Sifat Seorang Teman ~ 40 Menjebak Si Pengintip ~ 49 Sekilas tentang Nabi Muhammad SAW ~ 57 Menyusuri Jejak Si Pengintip ~ 70 Pengakuan Seorang Teman ~ 75
DAFTAR PUSTAKA ~ 80
vii
Bab 1 Terbongkarnya sebuah Masalah “Assalamu’alaikum,” kata Pak Kudori begitu masuk ke dalam kelas. “Wa’alaikumsalam,” sahut anak-anak serempak. “Anak-anak, syukur Alhamdulillah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kita dapat bertemu kembali. Kalian sekarang sudah kelas lima. Bapak hara di samping usia kalian yang bertambah, sifat-sifat kalian pun harus bertambah baik. Agar sifat kalian bertambah baik, kalian perlu mengetahui sifat-sifat tercela. Sifat-sifat tercela merupakan pelajaran pertama yang akan kalian pelajari di kelas lima. Sebelum Bapak menerangkan lebih lanjut tentang sifat-sifat tercela, Bapak ingin tahu sampai dimana pengetahuan kalian tentang sifat-sifat tercela. Keluarkan kertas sehelai!” perintah Pak Kudori, anak-anak serempak merogoh tasnya masing-masing untuk mengambil kertas sehelai. “Mulai, nomer satu!” kata Pak Kudori. “Tunggu, Pak!” “Ada apa, Fadil?” kata Pak Kudori, matanya menatap ke arah Fadil yang kelihatan bingung. “Pensil saya hilang, Pak,” ucap Fadil. “Hilang!” Pak Kudori heran karena beliau tahu, Fadil anak yang rajin dan pandai. “Bukan hilang, mungkin lupa membawa pensil dari rumah,” kata Hasan yang duduk di belakang Fadil. “Betul kata Hasan, mungkin kau lupa membawanya dari rumah atau terselip di buku. Coba cari dulu di kantong dengan teliti,” perintah Pak Kudori. “Sudah, Pak, isi kantong sudah saya keluarkan, semua buku sudah saya periksa, dan saya yakin, Pak, pensil itu saya masuka ke dalam kantong sebelum berangkat ke sekolah tadi pagi,” kata Fadil. “Bapak percaya, Dil, kamu tak mungkin lupa membawa pensil, Bapak tahu kamu anak rajin, jauh sebelum berangkat sekolah tentu kamu telah mempersiapkan segala macam keperluan sekolah. Hikmah Kejujuran
1
Sekarang, supaya jam pelajaran agama tak tersia-siakan sebaiknya kamu pinjam dulu kepada teman yang membawa pensil dua, siapa di antara kalian yang membawa pensil dua?” tanya Pak Kudori. “Saya, Pak,” kata Azizah yang duduk di depan Fadil. “Tolong pinjamkan kepada Fadil!” perintah Pak Kudori, Fadil membalikan badan menghadap Azizah menjulurkan tangan memegang pensil. “Dil, ke sini! Saya tahu dimana pensil kamu,” ucap Azizah perlahan, tangannya menarik tangan Fadil yang telah memegang pensil. “Ada apa, Azizah?” kata Pak Kudori melihat Azizah berbisik kepada Fadil. “Anu, Pak, Hasan,” kata Azizah tergagap mukanya pucat. “Mengapa dengan Hasan?” Tanya Pak Kudori heran. “Kata Azizah, pensil saya di ambil Hasan, Pak,” ujar Fadil lantang. Mendengar perkataan Fadil, Hasan yang mempunyai sifat mudah tersinggung, sebagai penyebab timbulnya sifat marah, lalu berdiri dan cepat menghadap ke arah Fadil dan Azizah. Hasan merasakan suatu gejolak yang membara di dalam jantungnya, kemudian di sebarkan ke seluruh tubuh, muka, mata, dan kulitnya pun merah. “Azizah, Fadil, kalian jangan menuduh sembarangan, orang tuaku kaya, mampu membelikan pensil satu truk, buat apa saya mengambil punya kamu yang pasti jelek, kalian saja yang tak mampu membeli pensil, lalu bersekongkol menuduh saya agar kalian dapatkan pensil saya yang bagus-bagus,” semprot Hasan. “Hasan, duduk!” perintah Pak Kudori tegas. Hasan terpaksa duduk, nafasnya masih tersengal menahan amarah. “Hasan, tahukah kamu, apa yang kamu lakukan barusan merupakan sifat tercela?” tanya Pak Kudori sambil menghampiri Hasan yang duduk gelisah. “Tidak, Pak,” jawab Hasan perlahan. “Mulai sekarang, kamu tahu kalau marah itu merupakan sifat tercela. Marah diberikan kepada manusia oleh Allah SWT untuk menjaga manusia dari serangan musuh dari luar. Selain itu, orang 2
Hikmah Kejujuran
yang marah selalu dibantu dan dikuasai oleh iblis. Orang yang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah sehingga sikap dan tindakannya senantiasa terkendali dan penuh perhitungan. Apakah kamu ingin termasuk orang yang kuat atau orang yang lemah, Hasan? tanya Pak Kudori. “Orang yang kuat,” jawab Hasan pendek. “Bagus, Anak-anak, dengarkan! Marah itu merupakan sifat tercela sehingga harus kita cegah. Rasulullah SAW memperingatkan umatnya agar menjauhi sifat marah, dengan sabdanya:
Artinya: “Janganlah engkau marah!” (H.R. Bukhari). Dalam hadis lain Rasulullah bersabda:
“Bukanlah orang kuat, orang yang ahli gulat, tetapi orang yang kuat itu ialah orang yang mampu menguasai dirinya ketika marah.” (H.R. Bukhari dan Muslim).” Pak Kudori menulis di papan tulis, kemudian duduk serta berkata, “Tulis hadis Rasulullah itu kemudian hafalkan. Hasan bagaimana, apa sekarang kau mengerti, kalau sifat marah dan sifat mudah tersinggung itu harus kita hindari agar kita tidak dijadikan barang mainan iblis?” tanya Pak Kudori. “Mengerti, Pak, tetapi….” “Tetapi, apa, Hasan?” tanya Pak Kudori lagi. “Saya tidak mengambil pensil Fadil, Pak,” bantah Hasan. “Oh, ya, Bapak hampir lupa, apakah kalian sudah menulisnya?” tanya Pak Kudori. “Sudaaah,” sahut anak-anak serentak. Hikmah Kejujuran
3
“Kita kembali ke masalah pensil Fadil, Bapak rasa perlu diselesaikan dulu agar persoalan kalian beres dan Bapak minta tidak ada buntut dendam di kemudian hari di antara kalian bertiga. Kalian tentu semua setuju?” tanya Pak Kudori. “Setuju,” Jawab anak-anak serentak. Sambil menyelesaikan persoalan tersebut, kita bahas sifat-sifat tercela yang kedua, yakni dusta atau bohong. Bapak akan memulai dari Hasan, sebutkan lawan dari sifat dusta?” tanya Pak Kudori kepada Hasan. “Tidak dusta, Pak,” jawab Hasan sekenanya. “Hasan, orang yang tidak suka berdusta itu mempunyai sifat apa?” tanya Pak Kudori lagi. Hasan terdiam bingung. Kemudian guru agama Islam itu berkata lagi. “Yang kau katakan itu betul, Hasan, dusta lawannya tidak dusta, tapi yang Bapak tanyakan lawan dari sifat dusta. Yang lain siapa yang tahu, angkat tangan?” “Sifat jujur,” sahut Azizah sambil mengangkat tangannya. “Betul, Azizah, jadi lawan dari sifat dusta itu adalah sifat jujur dan benar. Selain itu, dusta merupakan salah satu ciri kemunafikan sebagaimana Rasulullah bersabda: “Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga: Apabila berbicara dia berdusta, apabila berjanji dia mengingkari, apabila dipercaya dia berkhianat.” (Muttapaq’alaih). Hasan, jadi lawan dusta itu apa?” tanya Pak Kudori. “Jujur, eh, sifat jujur, Pak,” jawab Hasan tergagap kaget. “Bagus, siapa yang ingin disebut orang jujur?” tanya Pak Kudori. “Sayaaa…!” sahut anak-anak serentak. “Kalian ingin disebut orang jujur, berarti kalian harus betulbetul jujur. Untuk menyelesaikan persoalan Fadil, Azizah, dan Hasan diperlukan kejujuran. Hasan, kalau kau ingin disebut orang jujur, jawablah dengan jujur. Betulkah kamu yang mengambil pensil Fadil?” tanya Pak Kudori. Hasan tertegun sejenak, “Tidak, Pak,” jawab Hasan pendek.
4
Hikmah Kejujuran
“Azizah betulkah kamu melihat Hasan mengambil pensil Fadil?” tanya Pak Kudori kepada Azizah yang kemudian menganggukan kepala membetulkan. “Azizah, tolong jawab dengan suara keras agar semua temanmu mendengarkan,” Pak Kudori menegaskan. “Betul, Pak,” jawab Azizah mantap. “Fadil yakinkah kalau pensil kamu itu hilang?” tanya Pak Kudori. “Yakin, Pak,” jawab Fadil. “Kalian bertiga tetap pada pendirian kalian, Bapak kira kalian perlu lebih jauh mengenal dan memahami arti dusta. Keterangan Bapak ini bukan saja untuk menyelesaikan persoalan kalian bertiga, melainkan juga merupakan materi pelajaran bagi kalian semua. Hasan, bila pernyataanmu tidak sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya berarti kau telah berdusta. Seperti halnya Azizah, dia tidak tahu kalau yang mengambil pensil Fadil itu Hasan, berkata tahu, itu merupakan dusta yang bersifat kesaksian palsu, begitu pula sebaliknya, Azizah tahu kalau yang mengambil pensil Fadil itu Hasan, berkata tidak tahu itu pun dusta yang bersifat kesaksian palsu. Termasuk yang mana kamu, Azizah?” tanya Pak Kudori kepada Azizah. “Saya tahu, Pak, jadi saya berkata tahu, saya tidak ingin disebut pendusta,” jawab Azizah lantang. “Kapan, dan di mana? Coba jelaskan!” kata Pak Kudori. “Ketika bel masuk belum berbunyi, saya dan Siti masuk kelas, mau mengambil uang yang disimpan dalam kantong, ketika itu saya melihat Hasan merogoh ke dalam kantong Fadil, kemudian di tangannya terlihat menggenggam pensil milik Fadil. Saya kenal betul pensil itu karena pensil itu hadiah untuk mendapatkan juara satu dan dua saat kenaikan kelas. Pada pensil itu tertera tulisan juara satu milik Fadil dan juara dua milik saya. Ini milik saya, Pak,” jelas Azizah, tangannya diangkat memperlihatkan pensil kepunyaannya. Pak Kudori mengampiri Azizah yang duduk berdampingan dengan Siti seraya memperhatikan pensil yang dipegang Azizah, lalu beliau bertanya kepada Siti. “Mengapa kau tidak bicara, Siti?”
Hikmah Kejujuran
5
“Saya takut, Pak, saat itu Hasan mengampiri saya, lalu dia mengancam, kalau saya mengatakan Hasan mengambil pensil kepunyaan Fadil kepada siapa saja, pulang sekolah saya akan dicegat dan dipukuli” ujar Siti sambil menundukkan kepala. Pak Kudori geleng-geleng kepala, kakinya melangkah berjalan ke depan kelas. “Hasan, sekarang apa yang kau katakan?” Pak Kudori bertanya, matanya menatap Hasan tajam. “Sa…saya…saya,” ucapan Hasan tidak berlanjut dia tak kuat menahan malu, kepalanya tertunduk, mukanya pucat. “Kamu mengambil pensil tentu ada tujuannya, Hasan, coba jelaskan Bapak ingin mendengar!” kata Pak Kudori, nadanya lembut pertanda orang bijaksana yang mengerti keadaan Hasan. “Saya benci kepada keberuntungan Fadil yang selalu mendapatkan apa yang dia inginkan, dapat juara satu, kemudian dapat hadiah, menjadi ketua kelas. Saya ingin semua itu pindah kepada diri saya atau hilang dari diri Fadil,” kata Hasan, kepalanya tetap menunduk. “Alhamdulillah, Bapak sangat senang kau mengeluarkan ganjalan hatimu. Hasan yang kau ucapkan tadi adalah dengki, termasuk salah satu akhlak yang tercela. Dalam Islam, sifat dengki disebut hasad atau hasud. Dengki dapat menghapus amal kebajikan, Bapak sangat sayang kepada kamu, sebagai guru Bapak tidak ingin segala amal kebajikan muridnya terhapus karena sifat dengki, dari mulai hari ini Hasan harus berjanji kepada Bapak, kalau Hasan akan menjauhi sifat-sifat tercela. Sekarang, mana pensil kepunyaan Fadil itu, Hasan?” tanya Pak Kudori nadanya lembut setengah membujuk. Hasan mengambil pensil Fadil yang disembunyikan di balik bajunya. “Ini, Pak!” ujar Hasan seraya memperlihatkan pensil tersebut. “Bawa sini, San!” perintah Pak Kudori yang duduk menghadap meja guru di depan kelas. Hasan menghampirinya, kemudian memberikan pensil Fadil. “San, tunggu sebentar jangan dulu kembali ke mejamu!” suruh Pak Kudori. Hasan yang baru saja akan beranjak dari hadapan Pak Kudori terdiam diri mematung di samping Pak Kudori yang sedang menulis di sehelai kertas. 6
Hikmah Kejujuran
Anak-anak mulai gaduh, mereka menyangka kalau Pak Kudori akan menghukum Hasan. Di sela kegaduhan terdengar anak-anak yang kurang suka kepada Hasan nyeletuk. “Suruh berdiri sambil mengangkat kakinya satu, Pak!” “Pal, kedua tangannya suruh memegang telinga!”
“Saya berjanji kepada Allah, bahwa saya akan menghindari sifat-sifat tercela”
“Sssssttt…!” Pak Kudori memberi isyarat, telunjuknya ditempelkan di bibir, seraya berkata, “Bapak tidak akan menghukum Hasan, Bapak hanya membuat perjanjian bagi hasan dan peringatan bagi kalian semua. Karena itu, dengarkan dengan seksama saat Hasan sedang membaca perjanjian ini. Pak Kudori menyerahkan seheai kertas yang berisi perjanjian sambil berkata, “San, baca perjanjian ini di ulang lima kali!” Hasan menerima, kemudian membacanya. “Saya berjanji kepada Allah bahwa saya akan berusaha menjauhkan dan menghindari sifat-sifat tercela, seperti marah, dusta, dan dengki, janji ini saya ucapkan dengan kesungguhan hati yang terdalam,” suara Hasan perlahab sehingga teman sekelasnya mulai gaduh diselingi teriakan-teriakan protes. “Tidak kedengaran,Pak.” “Batu baterenya habis, Pak. Ganti biar suaranya keras!” Pak Kudori memberi isyarat agar anak-anak tidak gaduh, lalu berkata kepada Hasan, “Keraskan suaranya, San!” Hikmah Kejujuran
7
Hasan membaca lagi dengan suara keras. Setelah dibaca ulang lima kali, Hasan memberikan kembali kertas perjanjian itu kepada Pak Kudori. “San, ingat janji kamu itu bukan kepada manusia, melainkan kepada Allah SWT. Karena itu, kau harus betul-betul menjalankan apa yang kau baca tadi,” kata Pak Kudori mengingatkan. “Baik, Pak,” jawab Hasan pendek. “Sekarang, kembalikan pensil ini kepada Fadil, minta maaflah kepada Fadil, Azizah, dan Siti, serta janganlah sekali-kali kamu mendendam karena dendam itu merupakan sifat tercela. Ingat, San, Azizah dan Siti itu benar, mereka mengatakan apa yang mereka ketahui, berarti mereka jujur. Bapak percaya kamu tidak akan mendendam, bukan!” tanya Pak Kudori. “Tidakm, Pak,” jawab Hasan. “Bagus! Sekarang, kembalikan pensil itu!” ucap Pak Kudori. Hasan mengembalikan pensil dan minta maaf kepada Fadil matanya melirik sinis kea rah Azizah dan Siti yang duduk berdamingan di depan kursi yang diduduki Fadil. Saat itu Pak Kudori sempat memperhatikannya, Pak Guru Agama Islam itu tahu kalau Hasan masih memendam rasa kesal terhadap Siti dan Azizah, maka cepat Pak Kudori “Anakanak, siapkan buku catatan kalian, Bapak akan membaca sabda Nabi Muhammad SAW, dan kalian catat.” Anak-anak mempersiapkan buku catatannya, begitu pula Hasan. Dia cepat kembali duduk ke kursinya, kemudian mengambil buku catatan dari dalam kantongnya. Pak Kudori mulai membaca: “Dan, janganlah kamu berdengkidengkian dan berbenci-bencian…!” (H.R. Muslim). “Kalian sudah mencatatnya?” “Sudaaah.” “Satu lagi kalian catat sabda Rasulullah, yang berbunyi: “Jauhkanlah dirimu dari sifat hasud (dengki). Karena hasud itu dapat memakan segala kebajikan, sebagaimana api memakan kayu bakar. (H.R. Abu Daud). Sabda Rasulullah yang kalian catat tadi berkaitan dengan sifat tercela disebut dengki (hasud). Selanjutnya kita bahas sifat tercela 8
Hikmah Kejujuran
yang disebut dendam. Diantara kalian siapa yang tahu apa yang disebut dendam itu?”tanya Pak Kudori. Fadil mengangkat tangan. “Kamu, Fadil. Apa dendam itu?” “Gejolak perasaan yang ingin membalas perbuatan orang lain,” jawab Fadil. “Bagus, kamu, Imron di dalam ajaran Islam dendam disebut apa?” tanya Pak Kudori kepada Imron yang tertegun bengong. “Imron ayo jawab!” ucap Pak Kudori. Imron menggelengkan kepala tanda tidak tahu. “Alhikdu” jawab Azizah lantang. Pak Kudori menganggukm, membetulkan jawaban Azizah. Pak Kudori duduk seraya berkata, “setiap Bapak bertanya kepada kalian, yang menjawab kalau tidak Fadil pasti Azizah. Terus terang Bapak sangat kecewa, yang Bapak inginkan selain Fadil dan Azizah sekali-kali yang lain bisa menjawab pertanyaan Bapak dengan benar. Fadil manusia, Azizah juga manusia dan kalian semua manusia dan sama-sama manusia, mengaqpa Fadil dan Azizah bisa menjawab, sedangkan kalian tidak?” “Mengapa Fadil dan Azizah bisa menjadi juara kelas, sedangkan kalian tidak? Apakah kalian semua bodoh? Bapak rasa kalian semua tidak ada yang bodoh.” Pak Kudori menghela nafas sejenak, matanya menatap Fadil, lalu berkata, “Dil, mengapa kamu bisa menjawab pertanyaan Bapak tadi?” “Setiap hari sepulang belajar mengaji saya membaca buku-buku pelajaran sekolah, yang telah diajarkan atau yang akan diajarkan besoknya,” jelas Fadil. “Kamu, Azizah?” tanya Pak Kudori. “Sama, Pak, sebelum berangkat ke sekolah saya mempelajari pelajaran-pelajaran sekolah, yang telah diajarkan atau yang diajarkan,” jawab Azizah. “Kalian dengar apa yang dilakukan Fadil dan Azizah?” tanya Pak Kudori.
Hikmah Kejujuran
9
“Dengaaar,” sahut anak-anak, tetapi agak perlahan, mungkin mereka terhanyut oleh nasehat-nasehat gurunya. Pak Kudori berkata lagi, “Fadil dan Azizah bisa jadi juara kelas dan bisa menjawab setiap pertanyaan karena mereka rajin membaca dan rajin belajar. Jadi kalian semua tidak ada yang bodoh, hanya tidak rajin, kalian malas. Kalau kalian ingin seperti Fadil dan Azizah, dapat nilai yang bagus, bisa jadi juara kelas, kalian harus…?” “Rajiiin,” sahut anak-anak. “Ingat, kalian tak perlu iri hati atau dengki melihat orang mendapat kesenangan atau kebahagiaan karena mendapat nilai bagus. Seharusnya kalian mengejar prestasi mereka berdua, bagaimana caranya agar kita bisa seperti mereka, tidak lain kita juga harus seperti mereka yaitu rajin. Peribahasa mengatakan, “rajin pangkal pandai.” Pak Kudori memberi nasehat panjang lebar kemudian matanya melirik jam tangan yang dipakai di tangan kirinya, lalu berkata, “Jam pelajaran Bapak sudah habis, sebelum Bapak meninggalkan kalian, Bapak berharap pada pertemuan selanjutnya tidak hanya Fadil dan Azizah yang bisa menjawab pertanyaan Bapak, tetapi kalian semua bisa. akhir kata Bapak ucapkan, Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.” “Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh,” jawab anakanak. ***
10
Hikmah Kejujuran
Bab 2 Belajar Tajwid
Seperti biasanya setelah shalat Magrib berjamaah, di surau yang terletak di pinggiran kampong Jatisari diadakan pengajian anakanak. Di sudut sebelah kiri surau, anak-anak berkumpul mengelilingi Pak Firman, guru mengaji mereka. Di luar surau, seorang anak seusia dengan anak-anak yang sedang mengajim, mengendap-ngendap mengintip di celah jendela surau. Matanya menatap tajam ke arah salah seorang anak yang sedang mengaji. Anak yang ditatap kelihatan duduk gelisah, kegelisahan anak itu diketahui oleh Pak Firman, guru mengajinya. “Azizah, ada apa? Bapak kihat, kamu sangat gelisah,” kata Pak Firman dengan suara lembut. “Tidak tahu, Pak, perasaan saya tidak enak. Mungkin karena sejak berangkat dari rumah, ada orang yang mengikuti saya,” kata Azizah penuh rasa khawatir. Pak Firman tersenyum, lalu berkata, “Itu hanya perasaan kamu saja, lagi pula kamu tidak usah khawatir, di sini kan ada Bapak, temanteman kamu juga banyak, kalau memang ada yang mengikuti kamu, dia tidak akan berani macam-macam, sudahlah, sekarang perhatikan dan catat tulisan ini!” Pak Firman menulis di papan tulis, diikuti oleh anak-anak mencatatnya di buku catatannya masing-masing. 1)
hamzah
2)
ha
3)
‘ain
4)
gain
5)
kha
6)
kha’
Hikmah Kejujuran
11
“Huruf-huruf ini disebut huruf Izhar, semuanya ada enam, Azizah apa artinya Izhar?” tanya Pak Firman. “Terang atau jelas,” jawab Azizah. “Bacaan Izhar harus dibaca terang dan jelas, artinya apa, Fikri?” tanya Pak Firman kepada Fikri. “Artinya tidak mendengung atau mendesis,” jawab Fikri. “Jika salah satu huruf Izhar bertemu dengan nun mati harus dibaca, apa Uli?” tanya Pak Firman
atau tanwin
kepada Uli. “Dibaca tidak boleh mendengung, tetapi harus terang atau jelas,” jawab Uli. Bapak rasa kalian sudah mengerti tentang bacaan jelas atau Izhar. Sekarang kalian catat di buku catatan, contoh ini!” perintah Pak Firman kemudian beliau menulis lagi di papan tulis. No.
Lafal
Sebab
1 2 3
4
5
“Sudah menulisnya?” tanya Pak Firman kepada anak-anak. “Sudaaah,” jawab anak-anak serempak. Pak Firman menatap muridnya satu persatu sambil berkata, “Azizah sudah, Fikri sudah, Uli juga sudah, sekarang kamu, Amin, apa yang disebut bacaan Izhar wajib?” 12
Hikmah Kejujuran
“Nun mati bertemu huruf wau atau huruf ya dalam satu kalimat dibaca terang atau jelas,” jawab Amin. “Apabila nun mati bertemunya dengan huruf wau atau ya dalam dua kalimat disebut apa, Uli?” tanya Pak Firman lagi. “Disebut Idgham, yaitu harus dibaca mendengung,” jawab Uli. “Bagus,” kata Pak Firman, hatinya berbunga-bunga bahagia karena semua anak didiknya yang ditanya bisa menjawab. Keadaan Pak Firman yang sedang bahagia, bertolak belakang dengan keadaan Azizah. Saat itu wajah Azizah kelihatan pucat, matanya sebentarsebentar melirik ke arah jendela surau. Duduknya pun sangat gelisah. Azizah tak kuat lagi menahan rasa gelisah, maka dia memberanikan diri berkata kepada guru mengajinya. “Pak, di sana ada orang mengintip,” Azizah mengacungkan telunjuk kea rah jendela surau. Semua anak yang sedang mengaji serentak menoleh kea rah jendela surau, begitu pula Pak Firman. Namun, mereka kalah cepat, saat Azizah mengacungkan telunjuk, si anak pengintip membungkukkan badan, lalu lari menyelinap di kegelapan. Murid-murid Pak Firman mulai rebut, mereka bertanyatanya kepada Azizah yang lagi bengong menatap tak berkedip kea rah jendela surau. “Mana, Azizah?” “Tidak ada apa-apa, Azizah?” Semua anak duduknya beringsut mendekati Pak Firman, wajah mereka pucat pasi dihinggapi rasa takut. “Benar, Pak!” “Tunggu sebentar kalian di sini! Bapak ingin tahu, siapa malammalam begini berkeliaran di luar surau?” ucap Pak Firman sambil melangkah menghampiri jendela yang terletak di dinding sebelah kanan surau. Pak Firman menengok ke luar jendela, matanya menatap mengitari seluruh surau, kemudian dia kembali menghampiri muridmuridnya, sambil berkata kepada Azizah, “Tidak ada siapa pun di luar sana, Azizah.”
Hikmah Kejujuran
13
Ketika Pak Firman sedasng mengajar seorang anak mengintip dibalik jendela
“Sungguh Pak! Saya melihatnya, dia menggunakan kain sarung kotak-kotak menutupi kepalanya, Cuma matanya yang kelihatan,” Azizah menjelaskan. “Sudahlah, Azizah! Lihat, teman kamu semua menjadi takut,” Pak Firman mengingatkan, matanya menatap murid-muridnya yang duduknya berhimpitan. Azizah diam membisu, hatinya dipenuhi pertanyaan-pertanyaan, siapa yang mengintip itu? Mengapa dia melihatnya terus? Dan Azizah yakin Si Pengintip itu yang mengikuti dia sejak berangkat dari rumah. “Ayo, kembali duduk ke posisi semula!” perintah Pak Firman. Anak-anak cepat beringsut kembali duduk ke tempat duduknya masing-masing. Setelah muridnya duduk rapi, Pak Firman berkata, “Kalian tidak usah khawatir, orang yangmengintip itu telah pergi jauh.” Setelah menenangkan muridnya yang masih terlihat takut, Pak Firman berkata lagi, “Sekarang tulis dan perhatikan derajat dan tanda waqaf berikut ini!” 14
Hikmah Kejujuran
Harus berhenti
Dikatakan di sini
Waqaf Muthlaq
boleh waqaf
Boleh berhenti/
tidak boleh berhenti
Tidak boleh Berhenti
Dihentikan, lebih utama Disambung lebih utama
seperti waqaf sebelunya
seperti waqaf muthlaq tanda rubu’ atau akhir surat boleh berhenti
Pak Firman kemudian menulis sebuah daftar di papan tulis, diikuti anak-anak mencatatnya di buku catatan masing-masing. “Daftar yang kalian tulis adalah bacaan terhenti atau waqaf. Yang dimaksud waqaf ialah cara membunyikan kalimat saat berhenti, baik berhenti di tengah maupun di akhir ayat dengan cara membaca mati huruf yang terakhir,” jelas Pak Firman, matanya melirik ke arah Azizah, kemudian bertanya. “Dalam Alquran derajat atau tingkat waqaf atau berhenti ada berapa, Azizah?” Azizah yang sedang asyik termenung tersentak kaget. “Apa, Pak?” Azizah balik bertanya. “Dalam Alquran derajat atau tingkatan waqaf ada berapa?” Pak Firman mengulang pertanyaannya, Azizah diam, terlihat bingung. Pak Firman mengerti kalau pikiran Azizah sedang kacau. Maka guru mengaji itu pun melemparkan pertanyaannya kepada Uli. “Empat, Pak,” jawab Uli. “Betul. Sebutkan satu persatu, Fikri!” perintah Pak Firman. “Waqaf tam, waqaf hasan, dan waqaf qabih,” jawab Fikri. Hikmah Kejujuran
15
“Betul. Sekarang, Amin, tulis! Apa yang dimaksud waqaf tam dan waqaf kafi beserta contohnya!” Perintah Pak Firman sambil memberikan kapur tulis. Amin cepat menerima kapur tulis yang diberikan Pak Firman kepadanya, lalu dia melangkah mendekati papan tulis, kemudian menulis. Waqaf tam
ialah berhenti pada kalimat yang
sudah sempurna. Misalnya:
Waqaf kafi
ialah berhenti pada kalimat yang
maknanya masih berhubungan dengan kalimat berikutnya. Misalnya:
Pak Firman menarik nafas dalam-dalam, kemudian berkata lagi, “Sekarang, apa yang dimaksud waqaf hasan dan waqaf qabil? Siapa di antara kalian yang dapat menjelaskannya?” “Baik jika berhenti di sana,” Fikri menjelaskan waqaf hasan. “Benar. Hasan artinya baik atau bagus, jadi baik jika berhenti di sana. Misalnya, berhenti pada kalimat memulai dari kata kalimat sesudahnya,
16
Hikmah Kejujuran
tetapi tidak baik karena
masih berhubungan dengan kalimat berikutnya,” jelas Pak Firman. “Kalau waqaf qabih artinya buruk atau jelek, Pak?” tanya Uli nyeletuk. “Bagus, Uli. Berarti kamu mulai mengerti kalau waqaf tam dan waqaf kafi seperti bertolak belakang, begitu pula dengan waqaf hasan dan waqaf qabih, tetapi waqaf qabih bukan buruk atau jelek artinya. Waqaf qabih artinya tidak baik berhenti pada lafal yang belum mendatangkan arti yang dimaksud sehingga dapat menimbulkan berubahnya maksud dan tujuan sebenarnya dari ayat tersebut misalnya, berhenti pada
harus dihindari karena
akan mengubah maksud dari tujuan ayat tersebut. Oleh karena itu, harus diteruskan dengan kalimat berikutnya:
atau dipisahkan
Bapak rasa kalian sudah mengerti tentang bacaan terhenti atau waqaf. Untuk pelajaran besok kalian hafalkan surat Adh-Dhuha, alKautsar, dan Az-Zalzalah. Sampai di sini ada yang kalian ingin tanyakan?” kata Pak Firman matanya menatap mengitari murid-muridnya yang sudah mulai kelihatan tenang, tetapi saat matanya tertuju kepada Azizah, keningnya berkerut, heran melihat wajah Azizah makin pucat, mata Hikmah Kejujuran
17
muridnya it uterus melirik kea rah jendela surau, Pak Firman pun akhirnya mengikuti lirikan mata Azizah dan… “Hai, jangan lari kamu!” teriak Pak Firman ketika melihat Si Pengintip membalikkan badan, kemudian lari menyelinap di kegelapan malam, Pak Firman bermaksud mengejar, tetapi Si Pengintip keburu lenyap ditelan kegelapan malam. Mendengar guru mengajinya berteriak, anak-anak cepat menoleh serempak kea rah jendela surau, dan mereka mulai gaduh, duduknya beringsut bersamaan mendekati Pak Firman dengan wajah masingmasing pucat pasi penuh ketakutan. “Azizah, kamu kenal siapa dia?” tanya Pak Firman. Azizah menggelengkan kepala. Kemudian, Pak Firman berkata lagi, “tenang, tenang!” Pelajaran mengaji kalian hari ini Bapak cukupkan sampai di sini dahulu. Kalian pulanglah ke rumah kalian masing-masing, jangan ada yang bermain dulu karena hari sudah malam, dan kamu Azizah Bapak akan mengantar kamu pulang!” Keputusan Pak Firman membuat anakanak tidak puas, akhirnya mereka rebut mengucapkan protes. “Pak, saya antar, Pak, saya takut!” “Saya juga, Pak, antar, Pak , takut!” Pak Firman akhirnya mengambil keputusan mengantar mereka semua pulang ke rumah masing-masing. ***
18
Hikmah Kejujuran
Bab 3 Kegiatan di Bulan Ramadhan “Tok, tok, tok!” Fadil mengetuk pintu rumah Azizah. Beberapa saat kemudian terdengar suara langkah mendekati pintu, lalu pintu terbuka dan terlihat seorang wanita berumur kira-kira tiga puluhan tersenyum kepada Fadil sambil berkata, “Eh, Nak Fadil, ayo silakan masuk, Nak!” ucap ibu Azizah yang telah mengenali Fadil karena anak itu sering berkunjung ke rumah Azizah untuk belajar bersama. “Azizah ada, Bu?” tanya Fadil sambil masuk ke ruangan tamu, kemudian duduk di kursi. “Ada, sebentar Ibu panggilkan,” kata Ibu Azizah sambil masuk ke ruangan belakang meninggalkan Fadil, kemudian terdengar ibu Azizah berteriak memanggil. “Zah, Azizah, itu ada temanmu Fadil!” “Ya, sebentar, Bu!” jawab Azizah yang sedang beres-beres di ruangan belakang. Azizah duduk di hadapan Fadil, kemudian berkata. “Maaf, ya, Dil!” tidak akan disuguhi, sekarang ‘kan bulan Ramadhan, tentunya kamu puasa,” Azizah tersenyum, “Puasa dong, Zah, tetapi saya kesiangan makan sahur, tidak apa-apa ‘kan kalau saya terus puasa?” tanya Fadil. Azizah termenung sejenak, kemudian berkata, “Kalau tidak salah tidak apa-apa, tetapi kalau alasannya kurang tahu. sebaiknya kita tanyakan kepada ibuku.” “Apa yang akan kalian tanyakan kepada ibu,” ucap Ibu Azizah, yang kebetulan mendengarkan percakapan Fadil dan Azizah, kemudian beliau menghampiri mereka dan duduk di samping anaknya. “Fadil tidak makan sahur, sekarang Dia puasa boleh ‘kan? Tanya Azizah kepada ibunya. “Tentu saja boleh, karena sahur itu hukumnya sunat dalam puasa. Jadi, dikerjakan bagus tidak dikerjakan tidak apa-apa, tetapi sahur Hikmah Kejujuran
19
ini lebih bagus dikerjakan karena sunat yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Selain itu, makan sahut mengandung berkah. Sabda Nabi SAW. “Bersahurlah kamu karena sesungguhnya di dalam bersahur itu ada barokah (H.R. Bukhari).” Ibu Azizah menjelaskan. “Sunat puasa itu apa hanya sahur, Bu?” tanya Fadil. “Sunat puasa itu tidak hanya sahur, tetapi ada lagi yang lainnya, seperti menyegerakan berbuka jika telah tiba waktunya, Sabda Rasulullah SAW, “Manusia itu selalu dalam kebajikan, selama mereka menyegerakan berbuka.” (H.R. Bukhari Muslim). Selain itu, membaca doa pada saat berbuka puasa, tentunya Fadil sudah tahu doa berbuka puasa, bukan?” tanya ibu Azizah. “Sudah, Bu, kalau tidak begini:
Artinya: “Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa dan kepada Engkaulah aku beriman, dan dengan rejeki-Mu aku berbuka puasa.” ucap Fadil. “Nah, itu merupakan sunat puasa, Dil. Sunat puasa yang lainnya, yaitu meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak berguna, seperti dusta, marah, membicarakan keburukan oranglain, berkelahi, menghina, dan sebagainya.” Jelas ibu Azizah kemudian. “Bu, saya sangat tertarik kepada hal-hal yang mengenai puasa. Kalau Ibu tidak keberatan, banyak yang ingin saya tanyakan.” Ucap Fadil. Hatinya sangat tertarik dan ingin mengambil kesempatan untuk mengetahui lebih banyak tentang puasa. Ibu Azizah tersenyum dengan sikap Fadil yang penuh tatakrama dan sopan santun, kemudian beliau berkata, “Kebetulan Ibu tidak ada pekerjaan sekarang, apa yang ingin kau tanyakan, tanyakanlah! Kau juga, Azizah, jika ada yang ingin kau tanyakan, tanyakanlah!” ibu Azizah melirik anaknya. “’Ada yang ingin saya tanyakan, Bu.” Ucap Azizah. “Apa itu Azizah?”
20
Hikmah Kejujuran
“Tentang syarat puasa, Bu!” Salah satunya adalah telah balig atau dewasa, tetapi kenapa Ibu selalu menyuruh saya puasa, padahal saya belum dewasa?” “Apakah itu pertanyaan atau protes, Azizah?” kata ibu Azizah sambil tersenyum, nada suaranya lembut penuh kasih. Azizah tidak menjawab, Dia hanya diam menundukkan kepala. “Anak-anak yang masih kecil, belum balig atau dewasa, tidak diwajibkan berpuasa termasuk kamu, Azizah, tetapi dianjurkan untuk melatih dan membiasakan diri berpuasa sejak kecil. Jadi, menyuruhnyuruh kamu sekarang berpuasa untuk kebaikan kamu kelak, karena Ibu ingin setelah besar nanti kamu telah terlatih dan terbiasa dalam segala hal sehingga kamu menjadi orang Sukses yang baik dan berbudi luhur. Itulah tujuan Ibu, Azizah, apa ada pertanyaan lain?” tanya ibu Azizah. “Tidak, Bu, saya minta maaf atas kesalah fahaman saya terhadap Ibu,” kata Azizah lirih. “Tidak apa-apa Azizah, Ibu malah senang telah membuat kamu mengerti,” ucap Ibu Azizah lembut, tangannya mengelus-elus kepala Azizah penuh kasih sayang. Melihat ibu dan anak yang saling mengasihi dan saling mengerti, Fadil terdiam, dalam hatinya ikut merasakan kebahagiaan mereka. “Fadil, tentu kamu tahu syarat-syarat puasa yang lainnya?” tanya ibu Azizah yang kini telah duduk ke posisi semula, matanya menatap kepada Fadil. “Tahu, Bu, orang Islam, berakal sehat, dan mampu melaksanakannya,” jawab Fadil. “Hari ini Ibu sangat bahagia, di bulan suci yang penuh rahmat ini kita membicarakan hal-hal yang bermanfaat, pertama tentang sunat puasa, kemudian syarat-syarat puasa. Nah, sekarang apalagi yang akan kita bicarakan?” ucap ibu Azizah sambil tersenyum ceria. “Pengertian puasa dan rukun puasa, Bu,” kata Azizah. “Ayo, apa yang kalian ingin ketahui tentang pengertian puasa dan rukun puasa itu?” tanya ibu Azizah. “Apa betul, Bu, pengertian puasa itu menahan?” tanya Fadil.
Hikmah Kejujuran
21
“Betul, Fadil, menahan adalah arti kata, sedangkan menurut arti syara, puasa adalah menahan diri dari makan, minum, dan jimak mulai terbit fajar (subuh) hingga terbenam matahari (magrib) dengan disertai niat karena Allah SWT,” jelas Ibu Azizah. “Sekarang tentang niat, Bu, apa yang disebut niat tidak sah itu?” tanya Azizah. “Berniat termasuk rukun puasa, niat puasa harus disesuaikan dengan puasa yang dikerjakan. Niat puasa Ramadhan ditetapkan sebelum fajar, sedangkan niat yang tidak sah dalam bulan Ramadhan, niat itu diucapkan setelah terbit fajar, hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:
Artinya: “Sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda: Barang siapa seelum fajar tidak menetapkan saum (niat) maka tidak sah saum baginya.” (H.R. Khamsah). Ibu Azizah menjelaskan, kemudian menghela nafas sejenak, lalu bertanya kepada Fadil. “Kamu tahu rukun puasa yang lainnya, Fadil?” “Kalau tidak salah menahan diri dari makan dan minum.” “Jawabannya belum lengkap, Dil, coba lengkapi!” “Hanya itu yang saya tahu, Bu.” “Kamu, Azizah!” “Saya juga tidak tahu, Bu.” “Kalau begitu, ibu lengkapi, dengarkan! Menahan diri dari makan, minum, dan jimak sejak terbit fajar (subuh) hingga terbenam matahari (magrib). “Kalau yang membatalkan puasa ada berapa, Bu?” tanya Azizah. “Maksudmu, ada berapa bagaimana, Azizah?” “Seperti syarat puasa ada empat, begitu, Bu.” 22
Hikmah Kejujuran
“Sudahlah, sekarang akan ibu terangkan saja. Yang membatalkan puasa adalah makan, minum, dan jimak di siang hari dengan disengaja. Namun, jika kita makan, minum, serta jimak di siang hari dalam keadaan lupa, tidak membatalkan puasa. Sabda Nabi Muhammad SAW:
Artinya: “Barang siapa yang makan dan minum karena lupa padahal ia sedangberpuasa maka teruskanlah puasanya itu. Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan makan dan minum kepadanya.” (H.R. Bukhari Muslim). “Amalan-amalan yang bagus di bulan Ramadhan, amalan apa saja, Bu?” tanya Fadil. “Yang disebut amalan adalah perbuatan, sedangkan perbuatan yang dapat menyempurnakan puasa Ramadhan, antara lain salat tarawih dan witir. Salat tarawih adalah salat sunat yang dikerjakan setelah salat Isya selama bulan Ramadhan. Banyaknya delapan rakaat ditambah dengan witir tiga rakaat, jadi sebelas rakaat. Waktunya setelah salat Isya sebelum waktu subuh. Dan dpat dilakukan berjamaah atau sendiri-sendiri, dan merupakan salat sunat yang paling utama. Amalan selanjutnya adalah tadarus, infak dan sedekah,” jelas Ibu Azizah. Azizah merasa bangga kepada ibunya. Dia tidak menyangka kalau pengetahuan beliau bukan hanya masak-masakan, melainkan dalam bidang agama pun sungguh membuat Azizah terkesan, begitu pula dengan Fadil, dalam hatinya berkata, kalau Azizah beruntung mempunyai ibu yang penuh kasih sayang dan dapat dijadikan guru untuk menuntut ilmu. “Mengapa kalian jadi bengong?” ucap ibu Azizah, kemudian ia berkata lagi, “Daripada kalian bengong lebih baik kalian pikirkan apa yang kalian rasakan dari hikmah-hikmah puasa!” Hikmah Kejujuran
23
“Yang saya rasakan adalah menyadari kehidupan fakir miskin sebab dalam puasa merasakan lapar dan dahaga, terus melatih hidup sederhana, dan mengekang hawa nafsu,” ucap Fadil sambil menopang dagu dan membayangkan. “Kalau kamu, Azizah?” tanya ibu Azizah kepada anaknya. “Kalau saya…. mendidik untuk bersikap sopan santun dan kasih sayang terhadap orang miskin, menambah takwa kepada Allah SWT, mendidik untuk mentaati peraturan, dan melatih kita untuk berdisiplin dalam melakukan suatu pekerjaan.” “Bu, maafkan saya, bukan saya tak senang mengobrol dengan ibu, melainkan hari sudah mulai sore, jadi, saya mau pamit. Namun sebelumnya mau mengutarakan keperluan saya datang ke sini terhadap Azizah,” kata Fadil penuh rasa hormat. Ibu Azizah sangat senang atas sopan santun Fadil. Beliau tersenyum, lalu berkata, “Ibu juga minta maaf, Nakk Fadil, bukannya bertanya tentang keperluan Nak Fadil, malah mengajak ngobrol ke sana ke mari. Ibu ke belakang dulu, kalian silakan berbicara!” Ibu Azizah berdiri, lalu pergi ke ruangan belakang. “Saya juga minta maaf, Dil! Sebetulnya ada keperluan apa?” tanya Azizah, keningnya berkerut heran. “Keperluan pertama mengenai pekerjaan rumah dari Pak Kudori tentang merangkum riwayat Nabi Muhammad SAW, apa kamu punya bukunya?” tanya Fadil. “Kebetulan saya juga tidak punya, Dil.” “Kalau kamu mau, begini saja. Besok sore sambil menunggu magrib kita ke rumah Pak Firman, guru mengaji saya. beliau pasti mempunyai buku tentang riwayat Nabi Muhammad SAW, kalau pun tidak punya beliau pasti bisa membantu kita menyelesaikan pekerjaan rumah kita,” kata Azizah memberi saran. “Begitu juga boleh, rangkumannya dikumpulkan kepada Pak Kudori besok lusa. Jadi kita bisa mengerkannya besok.” “Lalu, keperluan yabg lainnya apa, Dil?” tanya Azizah. Fadil tengok kiri tengok kanan. Matanya mengitari celah-celah jendela Azizah seperti orang latah mengikuti apa yang dilakukan Fadil. 24
Hikmah Kejujuran
“Ada apa, Dil?” tanya Azizah penuh rasa heran. “Sssttt…! Kata Amin, ada orang yang sering mengikuti kamu, apa betul?” tanya Fadil suaranya perlahan. Azizah hanya mengangguk, wajahnya berubah pucat, setiap celah-celah jendela dan pintu dilihatnya dengan mata tak berkedip. “Kamu tahu siapa orangnya?” tanya Fadil. “Tidak,” jawab Azizah pendek, wajahnya kelihatan tegang. “Ah! Saya kira tahu,” Fadil mengeluh. “Memang mengapa, Dil?” Azizah heran melihat tingkah Fadil. “Akir-akhir ini saya juga sering diikuti orang. Saya merasa kesal terhadap orang itu, kalau saja saya tahu jelas siapa orangnya, akan saya tanya apa keinginan dan keuntungan dia mengikuti saya. Oh ya, bagaimana ciri-ciri orang yang mengikuti kamu, Azizah?”
Pada bulan Ramadhan kaum muslimin mengerjakan salat tarawih berjamaah di masjid
“Anak sebaya kita, kepalanya ditutupi kain sarung kotak-kotak,” jawab Azizah. “Berarti yang mengikuti saya dan kamu orangnya sama, yang mengikuti saya pun mempunyai ciri-ciri demikian.” *** Hikmah Kejujuran
25
Bab 4 Menyelesaikan Tugas
Sang surya perlahan berjalan meninggakan singgasananya. Alam yang semula terang-benderang, perlahan tenggeam. Fadil dan Azizah berjalan berdampingan menuju rumah Pak Firman sambil mengobrol. “Dil, sepulang kamu dari rumahku kemarin, saya bertanya kepada Ibu tentang riwayat Nabi Muhammad SAW, ternyata ibu juga tahu, kemudian beliau menerangkan panjang lebar dan saya catat. Ini catatannya,” kata Azizah, sambil memberikan sebuah buku kepada Fadil. “Lho, lalu tujuan kita sekarang ke rumah Pak Firman mau apa?” tanya Fadil sambil menerima buku dari tangan Azizah. “Pak Firman itu pengetahuan agamanya sangat dalam, jadi setelah di sana, kita tanyakan apa yang belum kita ketahui tentang pengetahuan agama, bagaimana setuju?” tanya Azizah. “Lalu, mencatat pekerjaan rumah di sana?” Fadil malah balik bertanya. “Di rumah Amin, kemarin adik Amin ke rumah, dia mengatakan bahwa Amin punya berita bagus tentang Si Pengintip, apa kamu tidak ingin tau tentang Si Pengintip?” tanya Azizah. “Wah, itu yang saya tunggu-tunggu,” ucap Fadil, senang mendengar berita tentang Si Pengintip, wajahnya kelihatan berseri, tetapi matanya membaca buku yang Azizah berikan. “Apa yang kau baca, Dil?” tanya Azizah. “Ini coba dengarkan, adat istiadat bangsa Arab yang baik sebelum dating agama Islam: 1) suka menghormati kepada sesamanya; 2) pemberani dan bekerja keras; 3) bertanggung jawab serta dapat di percaya; 4) ahli pidato dan pandai bersyair atau membaca puisi dan sajak. Berarti bangsa Arab sebelum agama Islam dating sudah ada kebaikan, lalu kenapa di sebut zaman Jahiliah?” 26 Hikmah Kejujuran
Di sana ada catatan, kalau tidak salah zaman zahiliah artinya zaman kebodohan atau kegelapan. Yang berkuasa pada zaman itu adalah para pemimpin suku atau kabilah. Suku atau kabilah artinya bentu kesatuan hidup, di sebut zaman jahiliah karena mempuyai adat istiadat yang buruk,” kata Azizah, sambil tangan menunjukkan adat istiadat yang buruk di buku catatan yang dipegang Fadil, “Oh,ya, baru kelihatan,” kata Fadil, kemudian terus membaca adat istiadat yang buruk bangsa Arab sebelumnya dating agama Islam adalah sebagai berikut: 1) suka berfoya-foya; 2) suka minuman keras khamar dan mabuk-mabukkan; 3) suka berjudi dan mengundi nasib; 4) mengubur ana perempuan dalam keadaan hidup-hidup; 5) menyembah berhala patung dan percaya kepada takhayul; 6) melakukan pencurian dan perampokkan kepada suku atau kabilah yang lain; 7) sering terjadi perselisihan, pertengkaran, dan peperangan di antara kabilah dan suku; 8) suka berzina; 9) merendahkan atau memandang rendah kaum wanita. Ini terjadi sebelum Islam dating, sesudah Islam dating bagaimana?” tanya Fadil. “Tidak ada, saya kira sesudah Islam dating semua kebiasaan zaman jahiliah mereka tinggalkan, dan mereka hidup dalam zaman yang terang benderang,” jawab Azizah. “Sayang tidak akan mencatat adat istiadat itu, tetapi akan langsung mencatat peristiwa-peristiwa seperti ini, Nabi Muhammad SAW dilahirkan pada hari Senin tanggal 12 Rabiulawal tahun gajah. Disebut tahun gajah karena pada waktu itu kota Mekah diserang pasukan bergajah yang dipimpin Raja Abrahah. Muhammad lahir dalam keadaan yatim karena ayah beliau wafat ketika beliau masih dalam kandungan. Pada usia 6 tahun beliau menjadi yatim piatu karena ibunya wafat. Kemudian, dipelihara oleh kakeknya yang bernama Abdul Muthalib, dua tahun kemudian Hikmah Kejujuran
27
kakeknya meninggal, lalu Muhammad dipelihara pamannya, Abu Thalib. Lho, saya rasa ini belum lengkap, Zah?” tanya Fadil. “Apanya yang belum lengkap?” Azizah balik bertanya. “Tentang waktu kecil Nabi Muhammad SAW, disusui ibunya hanya 3 hari, lalu diserahkan Fadil dan Azizah sedasng berjalan kepada Tsuwaibah berdampingan menuju rumah Pak Firman Aslamiyah hamba sahaya Abu Uhab, yang terakhir mengasuh Nabi Muhammad adalah Haliman selama 5 tahun, dan kelahiran Nabi disebut dengan sebutan Maulid Nabi,” jelas Fadil. “A! Fadil, ke sinikan bukunya,” kata Azizah mengambil buku dari tangan Fadil, kemudian dibuka dan dibacanya. “Tentang itu memang terlewatkan, tetapi tidak apa-apa namanya juga rangkuman,” ucap Azizah tak mau kalah. “Pada saat Nabi Muhammad SAW berusia 12 tahun, beliau diajak Abu Thalib berdagang ke negeri Syam, kemudian beliau singgah di Bushra (daerah Syam) dan bertemu seorang pendeta Nasrani Bahira (Jirjis). Pendeta itu kemudian mengatakan kalau Nabi Muhammad mempunyai tanda-tanda kenabian, serta member nasihat kepda Abu Thalib agar memeihara beliau dengan sebaik-baiknya, ada tidak dalam catatan itu?” tanya Fadil. “Ada, bahkan dalam catatan ini, diceritakan saat Nabi Muhammad berusia 15 tahun, terjadi perang Fijar, perang antara suku Qurais dan Kinanah di satu fihak dan Hawaqin di pihak lain, dinamakan perang Fijar karena terjadi pada bulan-bulan Zulkaidah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab yang merupakan bulan larangan perang bagi bangsa Arab. 28
Hikmah Kejujuran
Bahkan, disini diceritakan ketika Nabi Muhammad remaja, beliau terkenal dengan sebutan Al-Amin yaitu orang yang dapat dipercaya karena beliau berbudi pekerti yang baik dan jujur,” Azizah menerangkan. “Tentang itu saya tahu sedikit, Azizah.” “Memangnya apa yang kamu tahu, Dil?” tanya Azizah kepada Fadil. Siti Khadijah beliau diberi berbagai barang dagangan untuk didagangkan, dengan ditemani oleh Maisyarah, sahaya Siti Khadijah sendiri,” jawab Fadil. “Saya juga tahu, Dil!” berkat kejujuran dan kesungguhan beliau, barang dagangan yang dibawanya habis terjual dengan keuntungan yang banyak,” timpal Azizah. “Selanjutnya, apa?” tanya Fadil. “Maisyarah menceritakan tentang kejujuran dan kesopanan Nabi Muhammad SAW dalam berdagang. Akhirnya, Siti Khadijah tertarik, kemudian beliau mengutus temannya, Nafsiah binti Munyah menemui Muhammad, setelah Nabi Muhammad berunding dengan Abu Thalib, beliau menikah dengan Siti Khadijah, saat itu beliau berumur 25 dan Siti Khadijah 40 tahun.” “Hebar!” ujar FAdil sambil mengacungkan jempol, lalu tersenyum. “Siapa dulu, dong,” Azizah tersenyum. “Ngomong-ngomong, kita sudah samai di rumah Amin, lihat! Amin sudah menunggu kita.” “Betul, Min, cepat katakan!” Azizah pun sangat penasaran. “Kemarin, saat saya kemalaman datang belajar mengaji, saya melihat Si Pengintip, lalu saya hampiri, tetapi ia keburu melihat. Dia cepat berlari. Dari bajunya saya melihat sesuatu yang jatuh, ternyata yang jatuh itu sebuah buku. Setelah isi buku itu dibaca ternyata catatan tenang kegiatan kalian berdua. Ini bukunya,” jelas Amin sambil memberikan sebuah buku kepada Fadil dan Azizah yang hamper saling berebutan. Fadil dan Azizah saling berpandangan penuh rasa heran melihat segala kegiatan mereka di tulis dalam buku Si Pengintip, dan dalam buku itu terselip sebuah Alquran kecil.
Hikmah Kejujuran
29
Bab 5 Iman kepada Kitab Suci Alquran
Fadil, Azizah, dan Pak Firman duduk saling berhadapan di ruangan tamu
Fadil tidak bisa lagi menolak ajakan Azizah untuk berkunjung ke rumah Pak Firman, apalagi saat Azizah mengatakan kalau Pak Firman bersedia membantu menangkap Si Pengintip, Fadil merasa sedang, dan ada harapan mengetahui Si Pengintip secepatnya. Di ruangan tamu, Fadil dan Azizah duduk sangat sopan. Pak Firman duduk di hadapan mereka sambil membuka-buka buku yang diberikan Azizah kepadanya. “Ini Alquran siapa?” tanya Pak Firman, Alquran kecil yang terselip di buku Si Pengintip diambilnya. “Mungkin kepunyaan Si Pengintip, Pak,” kata Azizah. “Sejak ditemukan oleh Amin, Alquran itu ada disana, Pak,” Fadil ikut nimbrung. 30
Hikmah Kejujuran
Pak Firman menggeleng-gelengkan kepala, lalu berkata,” sebetulnya Alquran bukan untuk dibawa-bawa, melainkan kita punya kewajiban beriman kepada Alquran. Wajib percaya iman dengan sebenar-benarnya bahwa Alquran adalah wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan wajib mengamalkan segala isinya. Kitab Suci ini dijamin oleh Allah SWT, sejak diturunkan sampai akhir zaman, bahwa keaslian dan kemurniannya akan terpelihara sebagaimana Allah SWT berfirman:
Artinya: “Sungguh Kamilah yang menurunkan Adz-Dzikir (Alquran) dan sungguh Kami pula yang menjaganya.” (Q.S. AlHijr:9). Bapak memberikan penjelasan agar kalian tidak meniru perbuatan Si Pengintip yang tidak menghargai dan menghormati Kitab Suci.” “Saya sangat berterima kasih, Pak. Karena saya di samping ingin membicarakan buku Si Pengintip yang Amin temukan, saya juga ingin membicarakan hal-hal mengenai agama Islam, untuk menambah pengetahuan saya, Pak,” ucap Fadil. “Betul, Pak, sekalian saja saya mau bertanya, mengapa kita wajib beriman kepada Kitab Suci Alquran?” kata Azizah. Pak Firman tersenyum senang, kemudian menjawab pertanyaan Azizah. “Bapak akan menjelaskan sedikit terperinci, dimulai dari arti Alquran. Alquran menurut arti bahasa ialah bacaan atau sesuatu yang merupakan mukjizat yang diturunkan/diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW untuk dijadikan petunjuk/pedoman hidup bagi seluruh umat manusia. Apabila kita membaca dan memahami segala isinya merupakan suatu ibadah. Tetapi di samping firman Allah yang dimaksudkan ke dalam mushaf Alquran, ada juga kalam/firman Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah dan tidak dimasukkan ke dalam Hikmah Kejujuran
31
Alquran disebut Hadits qudsi. Di dalam Alquran Allah berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya mengumpulkan Alquran (di dalam dadamu dan menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu ada tanggungan Kami. (Karena itu), jika Kami telah membacanya maka hendaklah kamu ikuti bacaannya.” (Q.S. Al-Qiymmah : 17-18). Dengan demikian kita wajib beriman kepada Kitab Suci Alquran, kita lain juga wajib beriman kepada kitab yang diturunkan Allah SWT kepada para rasul banyak sekali, jadi bagaimana itu, Pak?” tanya Fadil. “Sesungguhnya kitab suci yang diturunkan kepada para rasul oleh Allah SWT banyak sekali, hanya beliau yang mengetahui, sedangkan yang kita wajib ketahui dan kita imani hanya ada empat, yaitu: 1) Kitab Taurat, diturunkan kepada Nabi Musa AS. Isinya tentang hukum-hukum syariat agama. 2) Kitab Zabur, diturunkan kepada Nabi Daud AS. Isinya tentang doa, zikir, nasihat, dan hikmah. Kitab ini tidak berisi syariat sebab Nabi Daud AS dan umatnya diperintahkan mengikuti syariat Nabi Musa AS. 3) Kitab Injil, ditunrunkan kepada Nabi Isa AS. Isinya tentang tauhid dan menyembah hanya kepada Allah SWT. 4) Alquran, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Isinya berupa syariat yang menghapuskan sebagian isi kitab-kitab terdahulu yang tidak sesuai dengan zaman. Kitab Alquran ini bersifat abadi, untuk sepanjang masa, isinya sangat lengkap dan menyeluruh. Nah, Alquran itu merupakan kitab suci yang terakhir dan kitab suci agama Islam. Allah berfirman bahwa di dalam Alquran telah termuat segala hajat dan kebutuhan manusia. 32
Hikmah Kejujuran
Ditegaskan dalam firmannya:
Artinya: “Sesungguhnya Alquran ini menuntun kepada jalan yang lebih lurus dan menggembirakan orang-orang yang beriman, yang beramal saleh bahwa sesungguhnya bagi mereka pahala yang besar. Sedangkan orang-orang yang tidak beriman kepada hari akhir maka ancaman kepada mereka adalah siksa yang pedih.” (Q.S. Al-Israv; 9-10). “Bagaimana, apakah kalian sudah mengerti?” tanya Pak Firman. “Mengerti, Pak,” jawab Fadil. “Kalau tentang buku itu bagamana, Pak?” tanya Azizah, yang mulai ingat akan buku Si Pengintip. “Oh, ya, masalah buku itu akan Bapak teliti dulu, siapa tahu setelah diteliti dengan seksama Bapak mengenali tulisan dalam buku ini. Azizah sudah berjanji besok akan membantu mencatat dan mengumpulkan zakat fitrah, jadi besok sekalian kita bicarakan lagi masalah buku ini.” “Bagaimana dengan Fadil, Pak?” tanya Azizah. “Kalau Fadil tidak mempunyai kegiatan lain, bagaimana kalau Fadil juga ikut membantu Bapak besok sore sesudah salat Asar ke sini?” Fadil menganggukan kepala tanda setuju, kemudian Fadil dan Azizah pulang. ***
Hikmah Kejujuran
33
Bab 6 Membantu Menerima Zakat Fitrah
Pak Firman sedang menerima orang yang akan berzakat, Fadil sibuk menimbang barang yang akan dizakatkan dan Azizah mencatatnya.
Walau pun Fadil bertempat tinggal di Kampung Jatihandap, yang letaknya bersebelahan dengan kampong Jatisari, rasa penasaran tentang buku Si Pengintip yang berada di tangan Pak Firman membuat Fadil sore itu telah berada di surau yang letaknya di pinggiran kampong Jatisari. Fadil berkumpul dengan Azizah dan Pak Firman di surau, mereka kelihatan sibuk menjalankan tugasnya masing-masing, Pak Firman member tugas kepada Azizah untuk mencatat nama-nama orang yang berzakat dan barang atau uang yang dizakatkannya, sedangkan Fadil bertugas menghitung dan menimbang berat barang atau uang yang akan dizakatkan. Penduduk 34
Hikmah Kejujuran
Kampung Jatisari meminta kepada Pak Firman untuk menerima dan mengumpulkan zakat sedini mungkin, agar Pak Firman selaku amilin atau jami zakat tenang dalam menjalan tugasnya, begitu pula dengan penduduk Kampung Jatisari. “Nama Bapak siapa, Pak?” tanya Pak Firman kepada seorang laki-laki setengah baya yang akan menyerahkan zakat. “Rohim, Abdul Rohim” jawab laki-laki setengah baya. “Bapak member zakat untuk berapa orang, Pak?” tanya pak Firman lagi. “Tiga” jawab Pak Rohim. “Fadil, tolong timbang beras dari Pak Rohim ini, dan Azizah tolong catat!” perintah Pak Firman, “Maaf, Pak Amilin, bolehkah saya bertanya?” tanya Pak Rohim kepada Pak Firman. “Silakan, silakan!” jawab Pak Firman. “Begini, Pak Amilin, saya berzakat, tetapi saya tidak tahu apa zakat itu dan mengapa kita harus berzakat, Maaf, Pak Amilin, saya bukan menguji pengetahuan agama Pak Amilin, melainkan saya betul-betul tidak tahu dan saya sangat percaya akan pengetahuan Bapak tentang agama Islam karena itu saya bertanya, saya mohon Pak Amilin mau menerangkan. “Pak Rohim berkata penuh dengan rasa hormat. “Baik, Pak Rohim, saya akan menerangkan, kebetulan waktu kita banyak, karena orang-orang yang akan berzakat sekarang masih jarang, mungkin besok atau lusa baru kita sibuk sekali,” kata Pak Firman sambil melirik kea rah Azizah dan Fadil yang berada disampingnya. Setelah menghela nafas dalam-dalam Pak Firman baru berkata, “yang dimaksud zakat fitrah adalah zakat badan yang wajib dikeluarkan setiap muslim pada hari raya lebaran (Idul Fitri), yaitu tanggal 1 Syawal setiap tahun, tujuannya adalah untuk membersihkan diri dan untuk mengembangkan kebiasaan beramal saleh, sedangkan syarat-syarat wajib zakat fitrah adalah: 1. Orang Islam. 2. Orang itu masih hidup sebelum pelaksanaan Idul Fitri. 3. Mempunyai kelebihan makanan pada malam hari dan siang hari pada hari raya. Itu syarat-syaratnya dan sekarang perlu dikatakan tentang benda zakat fitrah, satu bahan makanan pokok yang biasa dimakan Hikmah Kejujuran
35
oleh orang yang membayar zakat atau yang menjadi bahan makanan pokok di daerahnya, misalnya beras atau jagung. Boleh juga membayar zakat berupa uang, tetapi jumlahnya harus diukur dengan harga bahan makan pokok. Kemudian besar benda zakat fitrah yang harus dikeluarkan ialah 1 Sha’= 51/2kati (Irak) = 2,5 kg (Indonesia). Itulah sedikit mengenai zakat. Apakah Pak Rohim masih penasaran?” tanya Pak Firman. “Masih ada, Pak, yaitu tentang waktu membayar zakat dan siapa yang berhak menerima zakat?” tanya Pak Rohim. “Waktu membayar zakat fitrah (kepada mustahiknya) adalah pada Idul Fitri, yakni setelah terbit fajar (subuh) dan sebelum pergi melaksanakan salat Idul Fitri. Hal tersebut berdasarkan sabda Rasulullah:
Artinya: “Dari Ibnu Said telah berkata: Kami mengeluarkan (zakat fitrah) pada zaman Rasulullah satu sha’ pada hari idul fitri.”
Artinya: “Rasulullah SAW telah menetapkan zakat fitrah satu sha’ dari kurma atau syair (makanan pokok) atas hamba, orang merdeka, laki-laki/perempuan, anak-anak, orang dewasa 36
Hikmah Kejujuran
dari muslimin. Kemudian Rasulullah memerintahkan suapaya dikeluarkan (dibagikan kepada mustahiknya) sebelum orang keluar untuk Salat (Id).” (Muttafaq’alaih). Jika membagikan zakat fitrah setelah pelaksanaan salat Idul Fitri, itu hanya menjadi sedekah biasa. Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: “_____Dan, barang siapa yang mengeluarkan (membagikan) setelah salat (Id) itu sedekah biasa.” (H.R. Abu Daud). 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Yang berhak menerima zakat fitrah adalah: Fakir, Miskin, Muallaf, Riqab (budak), Gharim (orang yang menanggung utang), Amilin (panitia zakat), Sabilillah berjuang di jalan Allah), dan Ibnu Sabil.
Akan tetapi, pemberian zakat itu lebih diutamakan kepada fakir miskin. Hadis Nabi Muhammad SAW menerangkan sebagai berikut:
Hikmah Kejujuran
37
Artinya: “Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah untuk penyucian bagi orang yang berpuasa dan sebagai makanan bagi orang-orang yang miskin. Barang siapa yang menunaikannya sebelum salat (hari idul fitri), maka zakat itu diterima dan barang siapa yang membayarnya sesudah salat id maka zakat itu sebagai sedekah biasa.” (H.R. Abu Daud dan Ibnu Majah). Saya rasa cukup sampai di sini dulu Pak Rohim. Lihat, ada yang datang mau berzakat,” Pak Firman menutup dulu penjelasannya kepada Pak Rohim tentang zakat fitrah. Pak Rohim, Azizah, dan Fadil menoleh bersamaan, matanya menatap dua orang anak yang datang menghampiri mereka. “Pak, ini titipan zakat dari bapak saya,” kata salah seorang anak yang telah duduk berhadapan dengan Pak Firman. Pak Firman menerima barang berupa beras yang diberikan anak itu, lalu menyuruh Azizah mencatat dan Fadil menimbang. “Pak Amilin, saya mohon pamit, tentang penjelasan Pak Amilin mengenai zakat sebaiknya lain waktu saja, di samping mengganggu kegiatan Pak Amilin, saya juga sekarang ada keperluan dulu, dan saya sangat berterima kasih atas penjelasannya,” kata Pak Rohim, setelah mengucapkan salam Pak Rohim pergi dan Pak Firman membalas salam sambil mengangguk menyetujui. Setelah selesai serah terima barang zakat dengan dua orang anak tadi, Fadil yang menunggu-nunggu kesempatan cepat berkata. “Pak, mumpung belum ada orang lagi saya ingin menanyakan masalah buku Si Pengintip, itu bagaimana menurut Bapak, apa sudah diketahui siapa orangnya?” tanya Fadil. Pak Firman tesenyum, beliau mengerti kalau Fadil dan Azizah sangat penasaran tentang masalah itu, maka cepat dia berkata, “Fadil, Azizah, Bapak sangat menyesal setelah Bapak teliti dengan seksama Bapak merasa yakin kalau anak yang mengintip itu bukan anak kampong Jatisari, jadi Bapak tidak tahu siapa dia sebenarnya,” jelas Pak Firman. Azizah dan Fadil sangat kecewa, kemudian Azizah bertanya kepada Pak Firman, “Maaf, Pak, Bapak bisa mengetahui kalau 38
Hikmah Kejujuran
anak yang mengintip itu bukan anak kampong Jatisari, bagaimana caranya?” “Semua tulisan anak-anak kampung Jatisari yang pernah mengaji kepada Bapak, diteliti dan disamakan dengan tulisan yang ada di buku Si Pengintip itu tetapi hasilnya tidak ada yang sama. Jadi, Bapak merasa yakin kalau Si Pengintip itu bukan anak Kampung Jatisari,” jelas Pak Firman. “Lalu, kami sekarang harus bagaimana, Pak?” kata Fadil meminta saran. “Betul, Pak, kami harus bagaimana sekarang agar Si Pengintip itu cepat tertangkap dan diketahui jati dirinya,” kata Azizah. “Kalian harus sabar, Bapak yakin suatu saat Si Pengintip itu akan kalian ketahui, sekarang Bapak hanya bisa member saran, coba kalian teliti satu persatu tulisan-tulisan teman sekolah kalian, lalu cocokkan dengan tulisan di buku itu, kalau ada yang cocok berarti itulah orangnya,” kata Pak Firman. Setelah waktu akan berpisah dari waktu salat asar ke waktu salat magrib, Azizah dan Fadil berpamitan kepada Pak Firman untuk pulang ke rumahnya masing-masing. ***
Hikmah Kejujuran
39
Bab 7 Berubahnya Sifat seorang Teman
Fadil dan Azizah merasa heran melihat tingkah laku Hasan yang tidak seperti biasanya. Bahkan hanya Fadil dan Azizah yang merasa heran, melainkan seluruh teman Hasan merasakan perasaan seperti Fadil dan Azizah. Saat itu bel masuk kelas belum erbunyi, Hasan duduk di dalam kelas sambil membaca buku tidak jauh dari Fadil dan Azizah yang sedang menyusun rencana bagaimana caranya agqar mereka bisa memeriksa tulisan-tulisan temannya sesuai saran Pak Firman. Imron dan teman-teman sebelumnya adalah kelompok Hasan datang menghampiri Hasan. “Ceritanya sedang menjauhi sifat-sifat tercela, ni ye,” ledek Imron. “Bukan, dia bukan sedang menjauhi sifat tercela, melainkan takut kalau Pak Kudori menyuruh dia, baca perjanjian lagi di depan kelas,” ucap salah seorang teman Imron yang berdiri di samoing Hasan. Hasan menghentikan membacanya lalu dia menatap temantemannya sambil berkata, “Kalian jangan mengganggu, aku sedang menghafal.” “Apa katanya, Ron?” kata seorang anak yang berdiri di belakang Imron, “Menghaaaaaa…” kata Baron. “Faaalll…” jawab teman-teman Imron, lalu mereka tertawa meledek. “Diaaam!” teriak Hasan, matanya melotot kea rah Imron dan teman-temannya. “Ingat, San, marah itu adalah satu sifat tercela,” kata Imron sambil tersenyum meledek. “Perbuatan kamu juga meledek dan mengganggu orang adalah sifat tercela,” kata Hasan tidak mau kalah. “Mengapa kamu jadi berubah begitu, San? Kamu kan kelompok kami, bahkan kami menganggap kamu itu pemimpin kami,” ucap 40
Hikmah Kejujuran
Imron yang terlihat takut melihat Hasan melotot, begitu pula temantemannya. “Kalau kalian menganggap saya sebagai teman kalian, saya sarankanmulai sekarang kalian harus berubah, jangan sok ugalugalan, meledek, dan menggangguu orang, mengerti!” teriak Hasan. “Kami tidak bisa, San.” Kata salah seorang teman Imron. “Kalau kalian tidak berubah, bagaimana nilai rapor kalian nanti, saya sarankan kalian harus bisa berubah, ingat Firman Allah dalam Alquran yang artinya: “Allah tidak akan mengubah nasib sesuatu kaum/bangsa sehingga orang/bangsa itu mau mengubahnya.” (Q.S. Ar-Ra-du : 11). Dengan demikian keberhasilan seseorang itu sangat tergantung pada usaha dan kerja keras yang dilakukannya. Jadi saya yakin kalian pasti bisa berubah,” kata Hasan tegas. Fadil dan Azizah mendengar penuturan Hasan sangat kaget. Mereka berpikir Hasan betul-betul telah berubah 180 derajat. Sementara itu, teman-teman Imron diam, mereka saling berpandangan seolah tidak percaya kalau yang bicara itu Hasan. “Mengapa kalian bengong sekali lagi saya tegaskan mulai sekarang kalian harus rajin karena rajin salah satu sifat terpuji yang harus dimiliki oleh setiap umat Islam, seperti pepatah yang pernah dikatakan Pak Kudori bahwa rajin pangkal pandai, di samping itu kita juga harus giat memohon petunjuk serta senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar tercapai segala cita-cita kita, misalnya doa seperti ini:
Artinya: “Ya Allah, ajarilah aku akan segala doa yang bermanfaat bagiku dan berilah manfaat semua pengetahuan yang telah aku pelajari, sesungguhnya Engkau Zat yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.” “Kamu jangan seenaknya bicara, kamu sendiri sering bernilai jeblok,” kata Imron. Hikmah Kejujuran
41
“Bicara itu gampang, San, buktinya mana?” ucap anak yang berada di samping Imron. “Sudah, sudah, saya tidak punya waktu untuk bicara omong kosong dengan kalian karena saya ingin menjadi muslim yang baik yaitu muslim yang selalu menghargai dan memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya karena Allah berfirman:
Artinya: “Demi masa, sesungguhnya manusia itu dalam kerugian kecuali orang yang beriman dan beramal saleh dan berwasiat (nasihat-menasihati) dengan kebenaran dan berwasiat dengan kesabaran.” (Q.S. Al-Ashr : 1-3). Kata Hasan. “Huh, sedikit-sedikit Allah berfirman, sedikit-sedikit Allah berfirman, baru tahu begitu saja sudah sombong,” kata Imron sambil meninggalkan Hasan, begitu pula dengan teman Imron. Mereka pergi meninggalkan Hasan sambil menggerutu. Melihat tingkah laku temantemannya, Hasan tidak berbuat apa-apa, dia hanya tersenyum. “Saya tidak bermaksud jelek, saya hanya ingin membantu kalian,” kata Hasan kepada Imron beserta teman-temannya. “Kamu jangan membantu oranglain, kamu juga perlu bantuan, nilai kamu jeblok terus, kerja kamu Cuma dihukum, disuruh ke depan membaca perjanjian, apa yang begitu tidak perlu bantuan,” ledek Imron sambil lari keluar kelas. “Hai, jangan lari kamu, Imron,” teriak Hasan, dia bermaksud mengejar Imron tetapi Fadil dan Azizah segera mencegahnya. “Sudah, sudahlah, San!” kata Fadil tangannya memegang pundak Hasan. Hasan pun tidak jadi mengejar Imron. 42
Hikmah Kejujuran
“Kalau mereka tidak ingin dibantu, buat apa kita membantu, biarkan saja, San!” kata Azizah. “Tadinya saya ingin berbuat dermawan/pemurah agar mereka bisa berubah, seperti saya sekarang yang sedang berusaha berubah,” kata Hasan. “Memangnya apa arti dermawan itu, San?” tanya Fadil. “Kamu jangan pura-pura tidak tahu, Dil.” “Sungguh, San, saya tidak tahu, jadi kalau kamu tahu tolong dijelaskan,” ucap Fadil. “Baik, kalau kamu betul-betul tidak tahu, dermawan/pemurah adalah orang yang suka memberi bantuan kepada siapa saja yang membutuhkan. Saya ingin melakukannya karena dermawan/pemurah itu merupakan sifat terpujim, tetapi dengan syarat bantuan yang diberikan semata-mata berdasarkan keikhlasan hati dan kerelaan jiwa tanpa mengharapkan apa pun kecuali pahala dari Allah SWT,” jelas Hasan. “Betul, San, bahkan orang yang bersifat pemurah bukan hanya dicintai manusia, melainkan juga dicintai Allah SWT dan sekaligus menyelamatkannya dari siksa api neraka. Sabda Rasulullah SAW:
Artinya: “Orang yang bermurah hati adalah dekat dengan Allah, dekat dengan sekalian manusia, dan dijauhkann dari api neraka.” (H.R. At-Tirmidzi), kata Azizah menambahkan. “Akan tetapi yang saya tahu, pemurah itu memberikan sebagian rezekinya kepada orang lain,” kata Fadil. “Itu artinya suka menafkahkan (menyediakan) sebagian rezeki yang diterimanya, merupakan salah satu sifat dan tanda orang yang bertakwa, Allah berfirman:
Hikmah Kejujuran
43
Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang beriman (percaya) kepada yang gaib, mendirikan salat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang kami berikan kepada mereka.” (Q.S. Al-Baqarah : 3), jelas Hasan. “Memang dalam pandangan ajaran Islam, orang yang suka memberi itu lebih baik daripada orang yang suka menerima, disebutkan bahwa:
Artinya: “Tangan yang diatas (memberi) itu lebih baik daripada tangan yang di bawah (menerima).” (H.R. Bukhari), ucap Fadil mengemukakan apa yang diketahuinya. “Betul, betul,” kata Pak Kudori yang sempat mendengar pembicaraan ketiga mnuridnya, saat beliau masuk ke dalam kelas, setelah memberi salam, Pak Kudori berkata kepada Fadil, Azizah, dan Hasan. “Bapak akan menambahkan apa yang kalian bertiga bicarakan dan kepada anak-anak yang lain harap mendengarkan. Orang yang bersifat pemurah, hatinya bersih dari sifat-sifat tamak dan serakah. Orang yang tamak adalah orang yang selalu menanti-nanti pemberian dari orang lain, sementara dia sendiri enggan memberi, sifat yang demikian termasuk tercela dalam pandangan agama Islam dan juga tercela dalam pandangan manusia dan masyarakat. Bagaimana kalian mengerti?” tanya Pak Kudori. “Mengertiii,” jawab anak-anak serempak. “Dari mulai masuk bapak tidak melihat Imron dan Kimur, apa mereka tidak masuk sekolah?” tanya Pak Kudori, matanya menatap bangku kosong tempat duduk Imron dan Kimur. “Mereka lari ke luar, takut kepada Hasan, Pak,” teriak salah seorang anak yang duduk di belakang tempat duduk Imron dan Kimur. “Kamu dengan Imron dan Kimur ada masalah apa, San?” tanya Pak Kudori kepada Hasan. “Tidak ada apa-apa, Pak, mereka hanya meledek saya terus, saya bilang kepada mereka kalau meledek itu perbuatan tidak baik, 44
Hikmah Kejujuran
kemudian mereka pergi ke luar kelas,” kata Hasan menjelaskan. “Tok, tok, tok!” terdengar suara pintu kelas diketuk, “Silakan masuk!” kata Pak Kudori. Dari balik pintu muncul Imron dan Kimur, mereka memberi salam, Pak Kudori membalas, kemudian Imron dan Kimur cepat masuk, mereka melangkah menuju ke kursinya masing-masing, tetapi langkah mereka terhenti saat Pak Kudori berkata, “Kalian jangan duduk dulu, Bapak ingin tahu kalian dari mana?” “Buang air besar, Pak,” Jawab Imron. “Betul, Pak, habis buang air besar,” kata Kimur ikut bicara. “Bapak percaya, sekarang kalian berdiri di depan kelas karena Bapak akan memberi tahu apa yang kalian perbuat itu merupakan sifat tercela. Ayo, sekarang kalian beridiri di sini di dekat Bapak” perintah Pak Kudori. Imron dan Kimur dengan muka merah menahan malu segera berdiri di depoan kelas menghadap teman-temannya yang mulai berbisik-bisik membicarakan mereka. Mata Imron melirik Hasan, dalam hatinya bertanya-tanya, Hasan yang biasanya berteriak-teriak paling keras, mengapa sekarang diam seolah tidak terjadi apa-apa. “Imron, kamu baca ini dengan keras!” perintah Pak Kudori. Imron membuka buku yang diberikan Pak Kudori kemudian membaca, “Sifat hemat merupakan akhlak yang terpuji. Orang yang mempunyai sifat hemat adalah orang yang tidak suka membuang waktu dan barang yang bermanfaat.semua waktu dipergunakan dengan setepat-tepatnya sehingga tidak ada waktu yang terbuang dengan sia-sia atau mubazir.” “Jadi, Imron dan Kimur adalah contoh orang yang tidak hemat atau membuang waktu dengan sia-sia selama 15 menit. Bapak tahu kalian berdua tidak buang air besar karena saat kalian ke luar dari sekolah Bapak lihat kalian menyeberang jalan, kemudian kalian masuk ke daerah perkampungan. Kalau kalian ingin buang air besar, Bapak rasa kalian tidak perlu ke luar sekolah, karena sekolah ini telah menyediakan kalian kamar kecil. Bapak tidak akan bertanya ke mana kalian pergi, yang penting bagi kalian sekarang harus menyadari
Hikmah Kejujuran
45
bahwa kalian telah berbuat salah, membuang-buang waktu belajar dengan jalan-jalan yang tidak ada gunanya. Ingat dalam kata-kata hikmah juga disebutkan,
Artinya: “Waktu itu bagaikan pedang. Jika kamu tidak mempergunakannya, engkau akan ditebas oleh waktu itu.” Kalian perlu tahu kalau orang yang hemat dengan harta benda dan pandai menggunakan waktu adalah ciri-ciri orang yang berhasil dalam hidupnya. Sementara itu. Ciri-ciri orang yang hemat, dia tidak bakhil atau pelit, tetapi juga tidak berlebih-lebihan. Imron, Kimur, sekarang kalian duduk!” perintah Pak Kudori. Imron dan Kimur segera duduk, kepala menunduk tidak berani membalas tatapan teman-temannya yang sedang menatap mereka. “Bapak mau bertanya, siapa yang tahu tentang pepatah yang berkaitan dengan hemat?” tanya Pak Kudori. “Hemat pangkal kaya,” jawab Hasan cepat, takut kedahuluan orang lain. “Bagus, Hasan, sekali lagi Bapak ingatkan kalau hemat itu bukan berarti pelit atau kikir karena kikir atau pelit termasuk sifat tercela. Mengapa kita harus hemat, disamping baik untuk diri kita juga menjaga agar kita tidak boros karena orang yang boros adalah saudara setan, firman Allah SWT:
Artinya: “Sesungguhnya pemboros-pemboros saudara-saudara setan.” (Q.S. Al-Isra : 27).
itu
adalah
Sampai di sini ada yang ingin bertanya?” kata Pak Kudori. “Saya, Pak!” ucap Hasan, tangannya diangkat ke atas. “Mau bertanya apa kamu, hasan?” “Tetangga saya, Pak, dia orangnya hemat, tetapi dia itu sangat sombong, bahkan tetangga-tetangga yang 46
Hikmah Kejujuran
lainnya membenci keluarga itu, menurut Bapak bagaimana, Pak?” tanya Hasan. “Sifat sombong atau takabur artinya orang yang suka membesarkan diri sendiri dan merendahkan orang lain dari padanya. Sombong merupakan sifat yang amat buruk sehingga akan menimbulkan kebencian dan merusak pergaulan. Setiap manusia itu tidak ada yang sempurna. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan sesuai dengan pemberian Allah SWT. Oleh karena itu, setiap manusia harus saling menghormati, Allah tidak suka pada orang yang sombong. Sabda Nabi Muhammad SAW:
Artinya: “Tidak akan masuk surga orang yang terdapat dalam hatinya sifat sombong (takabur) walau hanya seberat atom yang sangat halus sekalipun.” (H.R. Muslim). Menurut Bapak, disamping kita hemat sebaiknya kita pun tidak seombong, tetapi sebaliknya kita harus rendah diri dalam bahasa Arab disebut tawadhu’ (tawaduk) artinya memelihara pergaulan dan hubungan dengan sesama manusia serta tidak merendahkan orang lain. tawaduk menyebabkan diri mendapat kemuliaan, baik di sisi Allah maupun di hadapan manusia sekitarnya, bahkan salah satu tujuan Nabi Muhammad SAW diutus adalah untuk mengajarkan sifat tawaduk atau rendah diri terhadap sesamanya, hadis Rasulullah mengatakan,
Hikmah Kejujuran
47
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah memberikann wahyu kepadaku agar kamu sekalian (bersikap) tawaduk (rendah diri) sehingga tidak ada yang merasa bangga antara yang satu dengan yang lainnya tidak berbuat jahat yang satu terhadap lainnya.” (H.R. Muslim dan Abu Daud dari Iyad bin Himar). Bagaimana yang lainnya ada yang ingin bertanya lagi?” tanya Pak Kudori. Anak-anak semua diam, tidak ada yang berkata sedikit pun. “Baik, kalau kalian tidak ada yang bertanya lagi, Bapak anggap kalian telah mengerti, sekarang Bapak beri kalian waktu untuk membaca sifat-sifat terpuji, setelah itu Bapak akan memberi kalian soal-soal. Anak-anak mengisi soal-soal yang diberikan Pak Kudori sangat hati-hati dalam mengerjakannya, karena kata Pak Kudori nilainya akan dimasukkan ke dalam rapor. Selesai anak-anak mengisi soal-soal, Pak Kudori langsung memeriksanya dengan cara soal-soal jawaban anak-anak yang duduk di sebelah kiri diperiksa oleh anak-anak yang duduk di sebelah kanan, begitu pula sebaliknya, dan Pak Kudori menulis jawabannya di papan tulis. Selesai memeriksa, Pak Kudori mengumumkan nilai-nilai yang mereka dapat. Semua anak di kelas lima termasuk Pak Kudori sebagai guru agama Islam mereka dibuat kaget karena nilai tertinggi yang biasa didapat oleh Fadil atau Azizah, hari itu Fadil hanya mendapat nilai 8,5 dan Azizah mendapat nilai 8, sedangkan nilai tertinggi didapat oleh Hasan dengan angka nilai 10, berarti Hasan menjawab semua soal-soal dengan baik dan benar. Apa yang dikatakan hasan kepada Baron dan teman-teman bahwa keberhasilan seseorang itu sangat dipengaruhi oleh usaha dan kerja keras yang dilakukannya telah dibuktikan oleh Hasan. ***
48
Hikmah Kejujuran
Bab 8 Menjebak Si Pengintip
Amin, Uli, dan Fikri bersembunyi di luar surau di bawah pepohonan yang cukup rimbun dan semak yang cukup lebat
“Azizah bagaimana hasil penyelidikan kamu tentang tulisan temanteman sekolah kamu, apa ada yang cocok?” tanya Pak Firman yang telah dikelilingi anak-anak yang siap menerima pelajaran darinya sebagai guru mengaji anak-anak di surau. “Belum, Pak, baru sebagian yang saya selidiki.” Jawab Azizah. “Kalau begitu, sekarang kita susun suatu rencana untuk menjebak Si Pengintip. Caranya begini, Amin, Uli, dan Fikri, sembunyi di luar surau dekat jendela, kalian harus tidak kelihatan biar Si Pengintip itu datang, cepat kalian tangkap dan cepat berteriak, panggil Bapak. Saat kalian bertiga sembunyi, Bapak akan biasa mengajar agar Si Pengintip tidak curiga, dan kalian semua belajar seperti biasa anggap seolaholah tidak ada apa-apa. Ayo kalian bertiga cari tempat bersembunyi yang bagus dan dekat dengan jendela!” jelas Pak Firman.
Hikmah Kejujuran
49
Amin, Uli, dan Fikri segera ke luar, mereka bersembunyi di pepohonan dekat jendela surau, pak Firman memulai memberikan pelajarannya tentang membaca Alquran dengan tajwid, “Ikhfa, menurut arti bahasa adalah
artinya menutuo/menyembunyikan.
Menurut arti istilah adalah membaca dengan samar-samar antara izhar dan idgam sambil mendengung. Istilah lain ikhfa adalah menyembunyikan/menyamarkan bunyi nun mati atau tanwin, yang dibaca ‘n’ dengan bunyi huruf yang ada di hadapannya, tetapi pada umumnya berbunyi ‘ng’. Huruf ikhfa ada 15, yaitu:
Huruf ke-15 itu dikumpulkan pada huruf-huruf pertama dalam bait sebagai berikut:
Jika pun mati atau tanwin bertemu dengan salah satu dari hurufhuruf di atas, wajib dibaca ikhfa, artinya harus dibaca samar-samar dengan menyambung huruf mukanya sambil mendengung. Contoh-contohnya: Tertulis
50
Hikmah Kejujuran
Dibaca
Sebab
Hikmah Kejujuran
51
“Bagaimana, apa kalian sudah mengerti tentang ikhfa?” Pak Firman menutup penjelasannya dengan bertanya. Anak-anak tidak menjawab pertanyaan Pak Firman karena mereka sibuk menulis contoh-contoh ikhfa yang ditulis Pak Firman di papan tulis. “Sementara kalian menulis, Bapak akan mengontrol Amin, Uli dan Fikri,” kata Pak Firman. Kemudian, beliau menyelinap di pintu surau secara perlahan-lahan melihat keadaan di luar surau setelah itu beliau kembali ke dekat papan tulis sambil bertanya. “Sudah menulisnya?” “Sudaaah,” jawab anak-anak serempak. “Kita lanjutkan dengan idgham. Idgham menurut arti bahasa adalah:
Artinya: “Memasukkan sesuatu pada sesuatum, sedangkan menurut istilah adalah
Bertemunya huruf mati dan huruf hidup yang sama keduanya menjadi satu huruf yang ditasydid/digandakan. Siapa yang tahu ada berapa idgham?” tanya Pak Firman. “Enaaam,” jawab anak-anak serempak. “Sebutkan satu persatu!” “Ya, ra, mim, lam, wau, dan nun.
“Idgham dibagi berapa?” tanya Pak Firman “Duaaa” “Satu” “Idgham bighunnah” “Dua” Idgham bilagunnah” 52
Hikmah Kejujuran
“Bagus, sekarang siapa yang tahu arti dari idgham bighunnah?” tanya Pak Firman. “Membaca nun mati atau tanwin dengan memasukkan bunyi nun mati atau tanwin kepada huruf sesudahnya sambil memakai ghunnah (dengung) ke hidung,” jawab Azizzah. “Ada berapa idgham bighunnah, Azizah?” “Empat” “Sebutkan satu persatu.” terkumpul dalam kalimat “Jika nun mati atau tanwin bertemu dengan salah satu dari keempat huruf yang disebutkan Azizah, maka harus dibaca idgham bighunnah. Dengan catatan nun mati atau tanwin itu terdapat dalam dua kalimat. Tulis contoh-contoh ini!” perintah Pak Firman sambil menulis contoh-contoh di papan. Tertulis
Dibaca
Sebab
Hikmah Kejujuran
53
Setelah murid-muridnya menukis contoh-contoh, Pak Firman bertanya lagi, “Bila keempat huruf tadi bertemu dalam satu kalimat, tidak dibaca idgham, tetapi dibaca….” “Izhar” jawab anak-anak. “Kalau idgham bilaghunnah siapa yang tahu artinya?” “Membaca nun mati atau tanwin dengan memasukkan bunyi nun mati atau tanwin pada huruf sesudahnya dengan tidak memakai dengung ke hidung,” jawab Ratna yang duduk di samping Azizah. “Ada berapa huruf idgham bilaghunnah?” “Duaaaaa.” “Sebutkan!” “
dan
“Apabila ada huruf
dan
bertemu dengan nun mati atau
tanwin, maka harus dibaca idgham bilagunnah. Tulis lagi contohcontoh ini: Tertulis
Dibaca
Sebab
Setelah anak-anak menulis contoh-contoh selesai, Pak Firman menyuruh salah seorang anak untuk menghapus papan tulis, kemudian Pak Firman menulis surat-surat pilihan untuk dihafalakan di rumah.
54
Hikmah Kejujuran
1.
Membaca surat At-Takatsur
2.
Membaca surat An-Nas
3.
Membaca suat Al-Qadr
Hikmah Kejujuran
55
“Kalian hafalkan surat-surat pilihan tadi dan pelajari serta menyalin kata ini!” kata Pak Firman, kemudian beliau menulis, menyalin kata di samping surat-surat pilihan. Kata-kata yang Belum dirangkaikan
Kata-kata yang Sudah dirangkaikan
Rencana menjebak Si Pengintip yang disusun Pak Firman dan murid-muridnya gagal total, karena Si Pengintip ternyata tidak muncul, akhirnya Pak Firman menyuruh anak-anak pulang karena malam sudah mulai larut.
56
Hikmah Kejujuran
Bab 9 Sekilas tentang Nabi Muhammad SAW
Imron dan Kimur sedang bermain berdua, Pak Kudori memperhatikan, sedangkan tak jauh dari Imron dan Kimur bermain pula anak-anak lain.
Kejutan yang dibuat Hasan di kelas lima, dari mulai sikap dengan nilai-nilai ulangan yang meningkat membuat teman-temannya dan guru-guru yang mengajar di kelas itu kagum. Lagi-lagi dengan Imron dan teman-temannya, mereka merasa terpukul dan sangat malu bila bertemu dengan Hasan, karena Imron dan kelompoknya pernah meledek Hasan dengan sebutan, “si nilai jeblok (nilai nol)” dan “si hukun” karena Hasan sering dihukum guru-guru atas perbuatan pelanggaran tata tertib sekolah yang dilakukannya. Karena perbuatan itu pula di samping malu dengan Hasan, Imron dan Kimur jarang ditemani anak-anak kelas 5, akhirnya Imron dan Kimur yang biasa bermain selalu bergerombol ke sana ke mari, mengganggu teman-temannya. Sekarang, mereka selalu terlihat berdua saja. Kejadian itu mengundang perhatian Pak Kudori, Hikmah Kejujuran
57
guru agama Islam mereka, yang merasa ikut bertanggung jawab atas akhlak anak didiknya. “Assalamu’alaikum,” ucap Pak Kudori begitu masuk ke dalam kelas. “Wa’alaikum salam,” jawab anak-anak serempak. “Anak-anak jam pelajaran hari ini akan Bapak isi dengan mengetahuan umum, kalian boleh bertanya apa saja, “tetapi tetap harus mengenai atau menyangkut agama Islam. Sekarang, siapa yang akan bertanya?” tanya Pak Kudori. Beliau sengaja memancing pertanyaan dengan harapan Imron dan Kimur mau bertanya tentang masalah mereka, karena Pak Kudori lihat mereka tidak seperti biasanya. Anak-anak banyak yang mengangkat tangan tanda ingin bertanya, tetapi Imron dan Kimur tetap diam, akhirnya Pak Kudori menunjuk Siti untuk melontarkan pertanyaannya. “Apa artinya ‘uzlah, Pak?” “Uzlah termasuk mata pelajaran yang akan kita bahas nanti, tetapi berhubung ada yang bertanya, Bapak akan menerangkannya. Uzlah artinya menyendiri atau mengasingkan diri dari tempattempat keramaian manusia untuk berdiam diri di suatu tempat sunyi dan tenang. Nabi kita Muhammad SAW pernah ber’uzlah dengan tujuan bertaharub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT dan lebih meningkatkan perhatian untuk beribadah kepada-Nya. Dalam rangka inilah beliau ber’uzlah dan berkhalawat di Gua Hira. Sejak Nabi kita menikah dengan Khadijah, beliau menjadi orang yang berada. Oleh karena itu, kesempatan ini dipergunakan dengan sebaik-baiknya untuk beribadah dan lebih banyak mengasingkan diri dan berfikir. Beliau berfikir tentang alam dan khaliknya atau penciptanya, tentang kehidupan di dunia, tentang mati/kematian, tentang hidup setelah mati, dan lain-lain. selama beliau di Gua Hira, Khadijah ikut mendukung dengan membawa makanan dan minuman yang diantarkannya ke Gua Hira, dan selama 6 bulan Nabi Muhammad SAW selalu bermimpi melihat seolah-olah ada sinar matahari pagi yang memancar cemerlang membelah kegelapan ufuk timur. Maka tatkala beliau telah mencapai 40 tahun, Allah secara resmi mengangkat Muhammad menjadi Rasul-Nya. Beliau diutus bagi 58
Hikmah Kejujuran
semua umat manusia di seluruh penjuru dunia membawa rahmat dan selamat bagi semua alam. Pada malam Jumat tanggal 17 Ramadhan bertepatan dengan tanggal 6 Agustus tahun 610 Masehi, di Gua Hira Nabi Muhammad SAW didatangi Malaikat Jibril yang membawa wahyu pertama. Siapa yang hafal wahyu yang pertama?” tanya Pak Kudori. Hasan mengangkat tangan, Pak Kudori berkata lagi, “Ucapkan dengan keras, Hasan!”
1. 2. 3. 4. 5.
Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang mencitakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar (manusia dengan perantaraan kalian (firman). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
“Peristiwa turunnya wahyu pertama yang diucapkan oleh Hasan tadi sampai sekarang terkenal dengan sebutan nuzulul quran artinya permulaan turunnya Alquran. Nuzulul quran diperingati setiap tanggal 17 Ramadhan karena memang turunnya tepat tanggal itu,” kata Pak Kudori menambahkan. “Bagaimana dengan wahyu yang kedua, Pak?” tanya Siti lagi. “Wahyu yang kedua adalah Alquran Surat Al-Muddatstsir : 1-7. Turunnya wahyu pertama ke wahyu kedua lamanya 3 tahun. Nabi Muhammad SAW mendengar suara dari langit, lalu beliau melihat ke atas dan terlihatlah oleh beliau Malaikat Jibril. Melihat pemandangan itu, Nabi Muhammad SAW ketakutan dan tubuhnya jadi gemetaran. Kemudian beliau segera pulang ke rumahnya dalam Hikmah Kejujuran
59
keadaan takut dan gemetar. Sesampainya di rumah, Nabi Muhammad SAW terus tidur sambil berkata kepada istrinya (Khadijah). “Zammiluunii…zammiluunnii…! (selimutilah aku! Selimutilah aku!” Lalu, diselimutilah oleh Khadijah. Dalam keadaan demikian itu, Malaikat Jibril datang untuk menyampaikan Firman Allah kepada beliau:
Artinya: “Hai orang yang berselimut (Muhammad)! Bangunlah, lalu berilah peringatan (kaummu)! Besarkanlah Tuhanmu! Dan bersihkanlah pakaianmu! Jauhkanlah perbuatan dosa! Janganlah engkau memberikan sesuatu karena ingin mendapat balasan lebih banyak daripadanya! Dan hendaklah engkau bersabar dalam meoaksanakan perintah Tuhanmu.” (Q.S. “Al-Muddatstsir : 1-7). Ayat-ayat inilah yang mula-mula menyuruh Nabi Muhammad SAW agar bangun dan bergerak untuk memulai tugasnya yang suci, yaitu mengajak dan menyebarluaskan agama Allah SWT,” Pak Kudori memberikan penjelasan cukup panjang. “Apa yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dengan wahyu pertama dan wahyu kedua setelah beliau menerimanya, Pak?” tanya Imron. Pak Kudori terlihat senang karena Imron bertanya, tetapi Pak Kudori sedikit kecewa karena pertanyaan yang ditunggu-tunggunya adalah tentang masalah Imron menjadi orang pendiam dan bermain tidak seperti biasanya. Walaupun begitu, Pak Kudori tetap menjawab pertanyaan Imron. “Wahyu pertama adalah surat Al-Alaq, dan wahyu kedua surat Al-Muddatstsir diturunkan oleh Allah pada periode Mekah, 60
Hikmah Kejujuran
setelah itu beliau mulai menyiarkan agama Islam, dengan dakwah secara sembunyi-sembunyi. Seruan pertama yang beliau lakukan adalah terhadap keluarga dan orang-orang yang terdekat, seperti Siti Khadijah (istri beliau), Zaid binHaritsah, Ali bin Ali Thalib, dan menyusul kerabat dekat Nabi Muhammad yaitu Abu Bakar Shidiq. Mereka inilah yang disebut Assabiqunal Awwalun artinya orang-orang pertama yang beriman dan menerima dakwah Nabi Muhammad SAW.” Semua Rasulullah mengajak keluarganys sendiri untuk masuk Islam adalah berdasarkan wahyu Allah berbunyi:
Artinya: “Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang paling dekat.” (Q.S. Asy-syu’ara : 214). Namun, di keluarga Nabi Muhammad SAW sendiri ada yang menolak seruan beliau, yaitu Abu Lahab dan Abu Thalib, ia menjawab: “Hai anak saudaraku, sesungguhnya aku tidak sanggup untuk berpisah dengan agama para orang tuaku yang dahulu dan apa yang dilakukan mereka.” Dalam menyiarkan agama Islam, sedikit pun Nabi Muhammad tidak melakukan kekerasan dan paksaan. Sebab kekerasan dan paksaan bukan kehendak Islam. Sebaliknya Nabi Muhammad SAW menyiarkan agama Islam dengan lemah lembut. Dakwah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW pada saat itu secara sembunyi-sembuunyi. Kemudian tahap berikutnya beliau menyeru kepada penduduk Mekah dengan terbuka. Hal ini dilakukan Nabi Muhammad SAW setelah beliau menerima wahyu yang berbunyi:
Hikmah Kejujuran
61
Artinya: “Maka sampaikanlah oelhmu secara terang-terqangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (Q.S. Al-Hijr : 94). Sampai di sini, kamu sudah mengerti, Imron?” tanya Pak Kudori. “Mengerti, Pak,” jawab Imron. “Dan, kalian, anak-anak!” “Mengertiii.” “Sekarang, terlanjur membahas tentang Nabi Muhammad SAW, maka Bapak akan menceritakan kelanjutan dakwah Nabi Muhammad SAW yang dilakukan secara terang-terangan, Bapak harap kalian menjadi pendengar yang baik, bagaimana kalian setuju.” “Setujuuu.” “Setelah beliau menerima wahyu Alquran surat Al-Hijr : 94, bukan saja seruan-seruan di muka bumi yang dilakukan Nabi Muhammad SAW, melainkan juga menampilkan semua amalan dengan cara terbuka, seperti melakukan salat berjamaah di tempat yang terbuka dan diketahui oleh orang banyak, membaca Alquran dengan suara keras, dan lain-lain. Sikap orang Quraisy terhadap dakwah beliau ada yang menyambut dengan, baik tetapi banyak pula yang menentangnya. Abu Bakar Shidiq salah seorang Assabiqunal Awwalun, adalah seorang saudagar yang disegani di kota Mekah, maka melalui perantaranyam banyak orang Quraisy yang masuk Islam, di antaranya: Usman bin Affan, Sa’ad bin Abi Waqs, Abdurahman bin Auf, Sa’id bin Zaid, Zubair bin Awwam, Arqam bin Abi Arqam, Thafllah bin Ubaidilah, Fatimah binti Khatab, dan Ubaidilah bin Jarah. Merekalah yang disebut Assabiqunal Awwalun (orang-orang pertama masuk Islam). Orang Quraisy yang menentang mereka berusaha keras membendung Islam agar jangan sampai berkembang. Dalam suatu riwayat diterangkan: suatu ketika Rasulullah SAW naik ke bukit Safa. Di sana beliau berseri memanggil masyarakat luas, “Mari kita berkumpul di pagi hari ini!” maka mereka berkumpul, di antara kerumunan mereka terdapat Abu Lahab. Setelah berkumpul beliau bersabda: “Bagaimana pendapat kalian, seandainya aku beri 62
Hikmah Kejujuran
tahu bahwa besok pagi atau petang musuh akan datang?” Mereka (Kaum Quraisy) menjawab serentak: “Kami percaya (karena kamu tidak pernah berdusta). Beliau melanjutkan pembicaraannya: “Aku peringatkan kepada kalian bahwa siksa Allah yang teramat dahsyat akan datang. Ketahuilah bahwa Allah memerintahkan diriku supaya menyampaikan peringatan kepada kaum kerabatku terdekat. Mendengar perkataan Rasulullah SAW itu Abu Lahab berteriak, “Hai, Muhammad celakalah engkau! Apakah hanya untuk urusan ini mengumpulkan kami?” Maka, pada saat itu Allah menurunkan firman-Nya:
Artinya: “Celakalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang dia usahakan. Kelak dia kan masuk ke dalam api neraka. Dan begitu pula istrinyam, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.” (Q.S. Al-Lahab : 1-5). Dalam usaha membujuk Nabi Muhammad SAW agar beliau menghentikan dakwahnya, orang Quraisy menawarkan bermacammacam kesenangan duniawi, antara lain: • akan diberi harta yang banyak; • akan diberi wanita yang cantik, dan • akan diberi jabatan raja bagi orang-orang Arab. Namun, semua usaha orang-orang Quraisy itu tidak berhasil sehingga mereka mengancam akan membunuh Nabi Muhammad SAW beserta pengikut-pengikutnya. Hikmah Kejujuran
63
Selain berbagai ancaman, Nabi Muhammad sering mendapat caci maki dan hinaan, seperti yang pernah dialaminya. Pada suatu hari Nabi Muhammad SAW berpapasan dengan Abu Jahal di Shafa. Abu Jahal langsung memaki-maki dan menghina beliau. Peristiwa di Shafa itu didengar oleh seorang perempuan hamba sahaya Abdullah bin Jud’an. Kemudian, dia memberitahukannya kepada Harazah bin Abdul Muthalib yang kebetulan lewat di hadapannya ketika pulang dari berburu. Mendengar berita itu Harazah sangat marah. Perbuatan Abu Jahal terhadap Rasulullah SAW dianggap sebagai penghinaan kepada keluarga Bani Abdul Muthalib. Kemudian, Harazah mencari Abu Jahal. Ketika itu Abu Jaha terlihat sedang duduk di dekat ka’bah bersama sejumlah Quraisy. Ia langsung menghampirinya dan langsung memukul Abu Jahal dengan busurnya hingga sampai berdarah. Lalu, Harazah berkata dengan beringas: “Engkau berani memaki-maki Muhammad? Tahukah engkau bahwa aku membenarkan agamanya?” Sejak itu Harazah bin Abdul Muthalib masuk Islam dan mengikuti semua ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Dengan adanya ancaman-ancaman tersebut, Nabi Muhammad menyuruh pengikut-pengikutnya untuk hijrah ke Habsyi (Ethipia). Beliau mengetahui kalau Raja Habsy yang bernama Najasyi adalah seorang raja yang adil dan bijaksana. Rombongan pertama terdiri dari 11 orang laki-laki dan 4 orang perempuan, peristiwa ini terjadi pada tahun kelima dari kenabian atau tahun 615 M. kemudian, di susul oleh rombongan kedua yang berjumlah 83 laki-laki dan 19 perempuan, diantaranya Ja’far bin Abu Thalib bersama istrinya, Asma binti ‘Umais. Ketika semua rombongan tiba di Habsyi, mereka disambut oleh Raja Habsyi dengan senang hati dan memperkenankan mereka untuk tinggal menetap di negerinya. Setelah sebagian umat Islam hijrah ke Habsyi, gangguan dari kaum musyrikin Quraisy semakin merajalela, apalagi segala macam bujuk rayu mereka terhadap Nabi Muhammad SAW untuk menghentikan dakwahnya mengalami kegagalan. Akhirnya, mereka mengancam 64
Hikmah Kejujuran
akan membunuh beliau. Salah seorang yang ingin membunuh beliau adalah Umar bin Khatab. Pada suatu hari Umar bin Khatab pergi dari rumahnya sambil menghunus pedang hendak membunuh Nabi Muhammad SAW. Di tengah perjalanan ia bertemu dengan Nu’aim bin Abdullah, lalu Nu’aim bertanya: “Hai, Umar, engkau hendak pergi ke mana?” “Aku sedang mencari Muhammad, ia akan kubunuh,” jawab Umar. “Apakah Anda tidak tahu kalau adik perempuan Anda telah masuk Islam?” kata Nu’aim. Mendengar berita itu Umar sangat marah. Kemudian, ia menuju rumah adiknya. Ketika sampai di rumah adiknya, ia mendengar alunan bacaan Alquran. Kemudian, masuk sambil marah, bahkan ia memukul adiknya hingga berdarah. Akhirnya, adik dan adik iparnya berterus terang bahwa mereka telah memeluk Islam. Melihat muka diknya berdarah Umar menyesal tetapi dia tetap meminta lembaran Alquran itu, lalu ia membacanya. Bunyi ayat yang ia baca adalah, “Thaa Haa” sampai ia membacanya beberapa ayat. Tanpa sengaja Umar berucap, “Alangkah indah dan mulianya kata-kata itu!” Setelah membada ayat itu, Umar segera pergi untuk menemui Nabi Muhammad SAW di rumah Al-Arqan, sesuai petunjuk saudaranya itu. Di rumah Al-Arqan, Umar disambut oleh Rasulullah SAW, seraya bertanya, “Hai Umar, apakah maksud kedatanganmu?” “Aku datang untuk menyatakan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,” kata Umar. Jawaban Umar itu disambut dengan takbir oleh Rasulullah SAW. Sejak saat itu, Umar bin Khatab memeluk agama Islam. Keislaman Hamzah bin Abdl Muthalib dan Umar bin Khatab merupakan kekuatan bagi kaum muslimin, mereka yakin kedua orang sahabat itu dapat melindungi keselamatan Rasulullah dan kaum muslimin dari gangguan kaum musyrikin Quraisy. Dalam menyiarkan agama Islam Nabi Muhammad SAW banyak mengalami penderitaan dan cemoohan dari kaumnya, bahkan ketika beliau pergi ke Tnaif untuk menemui kabilah dan pengikutya, dengan harapan bisa memperoleh perlindungan, beliau disambut dengan Hikmah Kejujuran
65
segala caci maki yang keji, mereka ramai-ramai mengusir dan menolak Nabi Muhammad sehingga kaki beliau berdarah. Dari penderitaan-penderitaan yang beliau alami, Allah SWT menghibur beliau dengan Isra’ Mi’raj. Pada saat Nabi Muhammad berusia 52 tahun tepatnya tanggal 27 Rajab tahun 621 Masehi dengan ditemani malaikat Jibril beliau melakukan Isra’ Mi’raj. Siapa yang tahu artinya Isra’ Mi’raj?” tanya Pak Kudori, dia berhenti bercerita sambil menarik nafas dalamdalam. “Isra adalah perjalan Nai Muhammad SAW pada waktu malam hari dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsa di Yerusalem, Palestina. Mi’raj adalah perjalan Rasulullah SAW naik ke langit dari langit pertama sampai Sidratul Munthaha,” jawab Fadil. “Kalau tujuan dari Isra Mi’raj itu, apa Hasan?” tanya Pak Kudori kepada Hasan. Hasan sekarang, berbeda dengan Hasan yang dulu maka ‘si nilai jeblok’ ini cepat menjawab, “Untuk mempertebal keyakinan Nabi Muhammad SAW dalam menjalankan tugasnya sebagai utusan Allah, menerima perintah untuk melakukan salat 5 waktu, menguji kesetiaan dan keimanan kaum muslimin. Apakah mereka percaya atau tidak dengan peristiwa Isra Mi’raj. “Bagus,” kata Pak Kudori. Mendengar jawaban Hasan yang cukup lengkap, kemudian Pak Kudori berate lagi, “Setelah beliau melaukan Isra Mi’raj, beliau bercerita kepada kaumnya, tetapi mereka banyak yang tidak percaya, terutama dari kalangan kaum Quraisy. Hanya kaum muslimin dari kota Mekah yang percaya, terutama Abu Bakar sehingga mendapat julukan Ashshiddiq yang berarti “orang yang percaya dan membenarkan kejadian Isra Mi’raj.” Sambil memberikan penjelasan, mata Pak Kudori menatap Azizah yang kelihatan sibuk memeriksa buku-buku yang berada di hadapannya, Pak Kudori merasa heran akan tingkah laku Azizah yang biasanya selalu memperhatikan apabila dia sedang memberikan penjelasan, tetapi sekarang Azizah tak sedikit pun memperhatikannya. 66
Hikmah Kejujuran
“Akhir-akhir ini Bapak dibuat terus merasa heran oleh tingkah laku kalian. Pertama Hasan, tetapi tentang Hasan rasa heran Bapak terobati karena perubahan Hasan membuat Bapak senang. Yang Bapak khawatirkan sekarang adalah tentang Imron, Kimur, Fadil, dan Azizah. Bapak lihat Imron dan Kimur selalu menjauh dari temanteman kalian, dan kalian selalu bermain berdua, tidak ikut campur dengan teman-teman kalian yang lainnya, mengapa begitu, Imron?” tanya Pak Kudori. “Bukan kami yang menjauh, Pak, melainkan mereka yang menjauhi kami,” jawab Imron. “Wakili teman-teman kalian beri suatu alasan, mengapa Imron dan Kimur dijauhi?” Siti terdiam sesaat, dia kelihatan ragu-ragu untuk mengemukakan alasan yang dia punya. “Menurut saya mungkin karena Imron dan Kimur itu suka mengganggu dan menjahili kami, Pak,” ucap Siti yang akhirnya berbicara. Imron dan Kimur akhirnya ditemani oleh teman-teman sekelasnya setelah Pak Kudori menyuruh mereka berjanji untuk tidak lagi mengganggu dan menjahili anak-anak, dan persoalan pun diangap beres. Namun, masalah Pak Kudori yang mengkhawatirkan Fadil dan Azizah menjadi bahan pertanyaan bagi Fadil dan Azizah. Fadil dan Azizah saat itu pulang mencocokkan buku-buku teman sekelas yang mereka pinjam. Siapa tahu ada yang cocok dengan tulisan Si Pengintip yang belum diketahui siapa orangnya. “Dil, Pak Kudori menyuruh menghafalkan sebab-sebab hijrah dengan apa? Saya lupa lagi,” kata Azizah. “Peristiwa hijrah dan perjanjian Hudaibiyah,” jawab Fadil. “Saya rasa pernah mempelajari masalah hijrah oleh Pak Firman,” ucap Azizah, keningnya berkerut mengingat-ngingat. “Masa, kalau begitu coba apa sebabnya beliau berhijrah?” “Karena saat beliau menyiarkan agama Islam di Mekah, beliau mendapat tekanan, ancaman, serta kekejaman dari bangsa Quraisy. “Lalu, artinya hijrah?” “Pindah untuk menyelamatkan diri dan agama.” Hikmah Kejujuran
67
“Kalau peristiwa hijrah Nabi SAW, ada yang kamu ingat?” “Ya, tetapi sedikit. Seperti saat Nabi SAW meninggalkan rumah pada malam tanggal 2 Rabiulawal, bertepatan dengan tanggal 20 Juli tahun 622 Masehi. Beliau berangkat bersama-sama Abu Bakar menuju Gua Tsur, untuk bersembunyi. Di Gua Tsur beliau bersembunyi selama 3 hari 3 malam, kemudian meneruskan perjalanan ke Madinah dengan diantar seorang petunjuk jalan bernama Abdullah bin Arqath. Di perjalanan sempat diketahui oleh Suraqah lalu Suraqah mengejar Nabi SAW dan Abu Bakar, tetapi setelah dekat, kudanya jatuh dan Suraqah terlempar, hingga tak berdaya. Suraqah, meminta ampun, lalu Rasulullah SAW menolong dan memaafkan Suraqah kemudian diperintahkannya Suraqah pulang kembali ke Mekah. Sebelum masuk kota Madinah, Nabi SAW singgah di Quba menunggu kedatangan Ali bin Abi Thalib dari Mekah, kemudian mendirikan mesjid pertama di sana, yang diberi nama Masjid Attaqwa atau sekarang disebut Masjid Quba. Sewaktu di Quba beliau menempati rumah Kalsum bin Hadam dari kabilah Amir bin Auf. “Hebat kamu, Zah.” “Akan tetapi, kalau tentang perjanjian Hudaibiyah, saya betulbetul tidak tahu,” kata Azizah. “Kalau tentang itu saya tahu, walaupun sedikit, bagaimana, apa kamu mau saya bercerita,” kata Azizah. “Mau, dong!” Tadi, saya yang bercerita sekarang giliran kamu, jadi adil.” “Boleh coba dengarkan, pada tahun 6 Hijriah atau 628 M, Nabi Muhammad SAW bersama-sama 1.500 umat Islam bermaksud hendak kembali ke Mekah, semata-mata untuk melakukan ibadah haji ke Baitullah dan bukan untuk tujuan berperang. Namun, kaum Quraisy tidak percaya, maka mereka mengirim pasukan berkuda yang dipimpin oleh Khalid bin Walid dengan tujuan menghalanghalangi kaum Muslimin. Kaum Muslimin dapat menghindar dengan mengamil jalan lain. Ketika kaum Muslimin sampai di Hudaibiyah, berhenti beberapa saat, kemudian Nabi mengutus Ustman bin Affan menjumpai Abu Sufyan (kaum Quraisy) untuk mengatakan bahwa 68
Hikmah Kejujuran
Nabi dan kaum Muslimin ingin berziarah ke Baitullah dan bukan untuk berperang. Ketika sampai di Mekah, Ustman bin Affan ditahan bahkan terdengar desas-desus bahwa Ustman bin Affan dibunuh, maka bulatlah tekad kaum Muslimin bahwa perang tidak bisa dihindari lagi dan dibuatlah sumpah setia, yang dalam sejarah terkenal dengan nama Bai’atur Ridwan. “Dalam bai’at ini kaum Muslimin bersumpah akan berperang mati-matian dalam membela agama Allah. Tidak lama kemudian, Ustman bin Affan datang dalam keadaan selamat, akhirnya diadakanlah perundingan. Setelah diadakan perundingan tercapailah suatu persetujuan yang terkenal dengan nama Perjanjian Hudaibiyah atau disebut Shuihui Hudaibiyah. “Kamu juga hebat, Dil!” seru Azizah sambil tersenyum. “Siapa dulu, dong, Fadil,” ucap Fadil berkelakar sambil tertawa. “Ngomong-ngomong, apa kamu tidak penasaran mengenai pembicaraan Pak Kudori yang mengatakan bahwa beliau mengkhawatirkan kita, tanya Azizah. “Penasaran, sih! Ya, penasaran, tetapi mau apa lagi, kita belum sempat tahu apa yang dikhawatirkan Pak Kudori dari kita karena bel jam pelajaran terakhir berbunyi, Pak Kudori akhirnya menunda masalah. Masalah itu mungkin akan dibahas besok luas,” kata Fadil bernada kecewa. “Ya sudahlah, yang penting sekarang kita ke rumah Pak Firman, siapa tahu beliau bisa memecahkan masalah Si Pengintip yang membuat kita penasaran,” ucap Azizah. ***
Hikmah Kejujuran
69
Bab 10 Menyusuri Jejak Si Pengintip
Fadil, Azizah, dan Pak Firman sedang memeriksa buku-buku yang dipinjam Fadil dan Azizah dari teman-teman sekelasnya.
Setelah membolak balikkan buku-buku yang dipinjam Azizah dan Fadil dari teman-teman sekelasnya, akhirnya Pak Firman menyerah. “Bapak rasa tulisan dari buku-buku ini tulisannya agak mirip,” kata Pak Firman sambil memberikan sebuah buku kepada Azizah. Azizah dan Fadil cepat menerima buku itu, kemudian mereka membaca tulisan sebuah nama yang tertera di muka buku. “Imron,” kata Azizah dan Fadil bersamaan, mati mereka saling berpandangan. “Bapak tidak bisa memastikan kalau yang punya buku itu adalah Si Pengintip karena itu kalian jangan menuduh dulu dia,” Pak Firman mengingatkan. “Bisa jadi orang ini, Pak! Di kelas pun kerjanya hanya mengganggu teman-teman dan suka menjahili mereka,” kata Azizah yang hatinya telah yakin kalau Imronlah Si Pengintip itu. “Akan tetapi, kalau Imron, apa tujuannya mengikuti dan mengintip kita itu, hanya untuk mengganggu dan menjahili kita?” tanya Fadil yang masih kurang yakin kalau Si Pengintip itu adalah Imron. 70
Hikmah Kejujuran
“Itu, memang sudah jadi kebiasaannya,” kata Azizah. “Sudah, begini saja sekarang. Kalian selidiki dulu anak yang bernama Imron itu, kalau kalian sudah merasa yakin bahwa Si Pengintip itu adalah dia, segera laporkan ke wali kelas supaya dinasehati dan diberi pelajaran, kemudian kalian pun harus menanyakan apa maksud dan tujuannya mengikuti dan mengintip kalian,” Pak Firman menengahi dan member saran. Fadil dan Azizah pun menerima saran dari Pak Firman, kemudian mereka menyusun rencana bagaimana cara menyelidiki Imron nanti. “Apakah tujuan kalian ke sini hanya untuk memeriksa bukubuku itu?” tanya Pak Firman. “Tidak, Pak, seperti biasa saja kami pun ingin mengobrol masalah agama Islam,” kata Azizah. “Betul, Pak!” kata Fadil ikut menimbrung. “Lalu, masalah agama Islam apa yang akan kalian bicarakan hari ini?” “Tentang Iqlab dan Qalqalah, Pak,” kata Fadil. “Baik, Bapak akan menerangkan secara singkat, Iqlab menurut arti bahasa adalah:
Artinya: Perubahan/penuaran sesuatu pada bentuknya. Menurut arti istilah adalah:
Artinya: Menjadi/mencampurkan huruf satu terhadap tempat huruf yang lain dengan suara mendengung. Dengan pengertian lain Iqlab adalah jika nun mati atau tanwin menghadapi huruf ba Iqlab hanya satu yaitu
berubah bunyinya menjadi M
. Huruf
maka apabila nun mati atau tanwin Hikmah Kejujuran
71
bertemu huruf harus dibaca Iqlab artinya nun mati atau tanwin itu harus ditukan dengan huruf dengan suara mendengung. Contoh:
Arti Qalqalah adalah: menggetar/membalik, artinya huruf qalqalah itu ketika sukun (mati) harus dibaca menggetar (membalik). Huruf Qalqalah ada 5, yaitu:
Qalqalah ada dua macam yaitu: 1.
Qalqalah Shughra Qalqalah Shugra (kecil) ialah bunyi huruf qalqalah itu asalnya mati. Contoh: Dibacanya
72
Hikmah Kejujuran
Qalqalah Sughra
2.
Qalqalah Kubra Qalqalah Kubra (besar) ialah bunyi huruf qalqalah yang matinya disebabkan waqaf (bacaan dihentikan). Jadi, matinya tidak dari semula. Contoh: Dibacanya
Qalqalah Kubra
Bagaimana, apakah kalian sudah mengerti?” tanya Pak Firman. “Mengerti, Pak, tetapi saya pernah mendengar Kubra dan Sughra itu pada hari kiamat, jadi tolong diterangkan juga, Pak,” kata Azizah. “Hari kiamat atau yaumul Qiyamah adalah peristiwa-peristiwa sejak hancurnya alam hingga berlangsungnya saat perhitungan amal. Hari kiamat ada dua macam: 1. Kiamat Sughra atau kiamat kecil. Maksudnya kiamat yang terjadi pada setiap orang ketika meninggal dunia. 2. Kiamat Kubra atau kiamat yang benar-benar dahsyat dan menyeluruh. Setelah hari kiamat ini aka nada kehidupan lagi yang disebut kehidupan alam akhirat, di kehidupan ini semua orang harus mempertanggungjawabkan segala amal perbuatannya, Hikmah Kejujuran
73
dan amal perbuatan itu akan ditimbang secara adil. Perbuatan yang baik diletakkan di sebelah kanan dan perbuatan buruk di sebelah kiri. Perbuatan baik akan memperoleh kebahagiaan yaitu diangkat ke dalam Surga. Surga merupakan Daruts Tsawab (negeri pahala) karena di dalamnya penuh dengan kenikmatan. Sebaliknya, jika perbuatan buruk akan dilemparkan ke jurang neraka atau tempat hukuman dan siksaan di akhirat. Itulah yang disebut kubra dan sughra dalam hari kiamat, Azizah! Bagaimana, apa masih ada yang ingin kalian tanyakan?” tanya Pak Firman. Fadil dan Azizah menggelengkan kepala tanda tak ada lagi pertanyaan, mereka melihat puas atas apa yang telah dijelaskan oleh Pak Firman. Mereka akhirnya pulang ke rumah masing-masing. ***
74
Hikmah Kejujuran
Bab 11 Pengakuan seorang Teman
Fadil dan Azizah yang ingin segera tahu apa yang dikhawatirkan Pak Kudori terhadap diri mereka, dan ingin segera menjalankan rencana menyelidiki Imron yang mereka curigai sebagai Si Pengintip, pagi itu telah duduk di dalam kelas, karena hari itu jam pelajaran pertamanya adalah agama Islam. Pak Kudori telah berdiri di depan kelas, matanya menatap mengitari murid-muridnya yang duduk dengan tertib. Beliau mulai berkata, “Imron dan Kimur persoalan kalian telah beres, Bapak lihat kalian bermain lagi seperti biasa, bahkan Bapak merasa senang karena kalian tidak suka lagi mengganggu dan menjahili temanteman kalian, tetapi yang lebih penting, kalian berdua tinggalkan sifat malas karena sifat malas merupakan penyakit kejiwaan yang akan merugikan kehidupan kalian, juga merupakan salah satu penyebab kebodohan, dan kepada Hasan Bapak ucapkan selamat, beberapa kali kamu mendapat nilai tertinggi di kelas ini. Namun, walaupun demikian, kamu jangan menjadi tinggi hati atau takabur karena sifat takabur merupakan sifat iblis yang harus kita hindari. Sebelum Bapak membahas persoalan kemarin yang belum sempat Bapak bahas karena terhenti oleh bunyi bel yang menandakan habisnya jam pelajaran, atas perintah Bapak Kepala Sekolah, sekarang Bapak ditugasi untuk membagikan tabungan kalian.” Anak-anak terlihat senang karena mereka akan mempunyai uang lebih. Pak Kudori membagikan uang tabungan dengan cara memanggil anak-anak sesuai daftar absen. Setelah selesai memberikan uang tabungan, Pak Kudori memberikan nasihat kepada anak-anak agar tidak boros, “Anak-anak, dengarkan baik-baik, dalam Alquran disebutkan:
Hikmah Kejujuran
75
Artinya: “Sesungguhnya pemboros-pemboros saudara setan.” (Q.S. Al-Isra : 27).
itu
adalah
Jadi, kalian jangan boros, dalam istilah Islam boros disebut atTabzir, artinya menyia-nyiakan. Atau disebut juga al-Israf, artinya berlebih-lebihan. Kita tidak boros bukan berarti kita harus kikir/ bakhil atau dalam istilah agama disebut al-Bukhlu atau al-Bakhli, karena ini juga merupakan sifat yang buruk. Sebaiknya uang tabungan dipergunakan sebaik-baiknya.” Pak Kudori menghentikan nasihatnasihatnya. Sejenak kemudian, beliau menarik nafas dalam-dalam, lalu berkata lagi, “Bapak yakin kalian telah mengerti apa itu boros, apa itu takabur, apa itu kikir, dan apa itu malas? Karena itu, Bapak sekarang akan membahas persoalan Fadil dan Azizah yang kemarin belum terbahas. Fadil, Azizah, tentu kamu tahu apa yang Bapak khawatirkan dari kalian?” tanya Pak Kudori. “Tidak, Pak,” jawab Fadil dan Azizah bersamaan. “Jadi, kalian tidak mengerti kalau akhir-akhir ini nilai kalian turun?” tanya Pak Kudori. Fadil dan Azizah diam, mereka tahu kalau nilai-nilai mereka akhir-akhir ini merosot, tetapi mereka tidak tahu apa penyebabnya, karena itu mereka diam. “Fadil, Azizah mungkin kalian tahu apa yang menyebabkan nilainilai kalian turun?” tanya Pak Kudori. “Tidak, Pak.” “Mungkin kalian tidak lagi belajar di rumah secara rutin.” “Belajar, Pak.” “Kalau begitu, mungkin kalian mempunyai suatu persoalan yang belum terselesaikan sehingga menjadi bahan pikiran terus dan mengganggu konsentrasi belajar kalian.” Fadil dan Azizah tersadar dari kekhilafannya, mereka yakin kalau persoalan Si Pengintip itulah yang telah membuyarkan konsentrasi belajar mereka. “Mengapa kalian malah melamun, apa kalian mempunyai persoalan?” tanya Pak Kudori membuyarkan lamunan Fadil dan 76
Hikmah Kejujuran
Azizah yang teringat akan Si Pengintip yang belum diketahui siapa dia. “Betul, Pak?” “Apa persoalan kamu, Fadil?” siapa tahu Bapak bisa membantu memecahkan persoalan kamu.” “Begini, Pak, beberapa hari ini setiap saya akan berangkat mengaji selalu ada orang yang mengikuti saya, kemudian ketika saya belajar mengaji di dalam surau, orang yang mengikuti itu mengintip di bilik-bilik surau, saya tidak tahu apa maksud dan tujuannya mengikuti dan mengintip saya. Rasa takut dan kesal karena ulah Si Pengintip itu membuat saya ingin mengetahui siapa orang itu sebenarnya dan ada maksud dan tujuan apa mengikuti dan mengintip saya, akhirnya saya memutuskan untuk mencari tahu dengan jalan menyelidiki dia, Pak,” jelas Fadil. “Kamu, Azizah, ada persoalan apa?” tanya Pak Kudori. “Sama, Pak, saya pun ada yang mengikuti, bahkan cirri-ciri yang mengikuti saya sama dengan yang mengikuti Fadil,” jelas Azizah. “Jadi, menurut kamu orang yang mengikuti kamu dan Fadil orangnya sama?” “Betul, Pak.” “Lalu, apa yang kalian lakukan untuk mencari Si Pengintip itu? Apa kalian mempunyai petunjuk?” “Punya, Pak,” kata Fadil. “Ya, Pak, saya mendapatkan buku Si Pengintip dari teman saya, Amin namanya, dia sempat memergoki Si Pengintip. Karena ketahuan Si Pengintip cepat lari terburu-buru dan Amin melihat dari balik baju Si Pengintip ada yang jatuh, kemudian Amin mengambilnya serta menyerahkan buku itu kepada saya,” Azizah menjelaskan. “Sekarang, Bapak mengerti, pantas kalian berdua setiap hari kerjanya hanya meminjam buku-buku teman kalian, pasti kalian berdua sedang mencocokkan tulisan di buku Si Pengintip dengan tulisan di bukubuku teman kalian, betul, kan?” tanya Pak Kudori. “Ya, Pak,” jawab Fadil dan Azizah bersamaan. “Lalu, bagaimana hasilnya?” tanya Pak Kudori lagi. “Kami mencurigai Imron,” kata Fadil. “Imron!” Hikmah Kejujuran
77
“Saya tidak melakukannya, Pak, buat apa saya mengikuti dan mengintip kalian.” bantah Imron yang merasa tersinggung karena tuduhan Fadil. Anak-anak pun mulai gaduh. “Tenang, tenang! Bapak harap kalian tenang,” kata Pak Kudori. Anak-anak tenang kembali dan Pak Kudori berkata lagi. “Sekarang begini, kalau Fadil dan Azizah mencurigai temanteman kalian di kelas ini dan memang Si Pengintip itu ada di kelas ini Bapak akan tahu. Fadil, Azizah mana buku yang kalian anggap kepunyaan Si Pengintip itu?” “Ini, Pak!” kata Azizah sambil menghampiri Pak Kudori untuk memberikan buku Si Pengintip. Pak Kudori menerima buku Si Pengintip, kemudian berliau membuka buku-buku halaman demi halaman secara seksama. Dari mulutnya tersungging sebuah senyuman, lalu beliau berkata, “Fadil, Azizah, ini bukan tulisan Imron, kalian salah sangka.” “Lalu, siapa, Pak?” tanya Fadil kecewa. “Betul, Pak, kalau bukan Imron, lalu siapa?” Azizah pun bertanya penuh rasa kecewa. Anak-anak ikut teriak-teriak bertanya, kelas pun menjadi gaduh. “Tenang, tenang!” kata Pak Kudori. Anak-anak kembali tenang. “Bapak tahu tulisan siapa yang tertera di buku ini, dan Bapak tahu orangnya ada di sini. Karena itu, sebelum Bapak menunjuk dan menyuruh ke depan, Bapak harap yang merasa mempunyai buku ini segera ke depan secara sukarela!” Anak-anak diam, mereka saling berpandangan satu sama lainnya, kelas pun menjadi sunyi, dan dari deretan bangku baris kedua berdiri seorang anak dengan menundukkan kepala, kemudian anak itu berjalan perlahan ke depan kelas menghampiri Pak Kudori. “Hasan!” ucap Fadil dan Azizah bengong. “Bagus, Hasan! Kamu adalah seorang laki-laki jantan yang berani mengakui kesalahan sendiri,” kata Pak Kudori. “Saya mau minta maaf kepada Fadil dan Azizah karena perbuatan saya telah membuat kalian takut dan tidak berkonsentrasi terhadap pelajaran, saya sungguh tidak mempunyai maksud jelek terhadap kalian, saya hanya ingin seperti kalian yang selalu mendapatkan nilai 78
Hikmah Kejujuran
bagus dan selalu menjadi juara kelas, seperti yang pernah Pak Kudori katakan kalau ingin seperti kalian saya harus seperti kalian, karena itu saya mengikuti dan mengintip kalian hanya untuk mengetahui dan mempelajari apa saja yang kalian lakukan, dan semua kegiatan kalian saya catat di dalam buku untuk saya pelajari yang nantinya akan saya buat sebuah jadwal kegiatan sehingga cara belajar, waktu belajar dan segala yang saya lakukan sama dengan yang kalian lakukan,” ucap Hasan menjelaskan maksud dan tujuannya mengikuti dan mengintip Fadil dan Azizah. “Mengapa kau lakukan itu, Hasan? kamu bisa bertanya langsung kepada Fadil dan Azizah tentanbg cara belajar mereka atau tentang yang lainnya, Bapak rasa itu lebih baik,” kata Pak Kudori. “Saya malu, Pak, karena saya pernah menghina dan meledek mereka,” jawab Hasan jujur. “Ya, sudahlah! Sekarang, kamu bersalaman dan minta maaf kepada Fadil dan Azizah. Dan, mulai hari ini, karena persoalanpersoalan kalian telah terselesaikan, Bapak harap kalian semua bermain dan berteman seperti biasa lagi, kemudian rajin-rajinlah belajar, bersainglah dalam mendapatkan nilai tertinggi secara sehat.” Hasan, Fadil dan Azizah akhirnya saling memaafkan dan di hari-hari selanjutnya mereka menjadi 3 orang bersahabat yang sulit dipisahkan.
“Saya mau minta maaf kepada Fadil dan Azizah karena perbuatan saya telah membuat...”
Hikmah Kejujuran
79
DAFTAR PUSTAKA
Baihaqi, Hasan. 1994. Pendidikan Agama Islam untuk Kelas 5 Sekolah Dasar Bandung: Sarana Panca Karya. Depdikbud. 1994. Kurikulum Pendidikan Dasar: Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Kelas 6 Sekolah Dasar Mata Pelajaran Agama Islam. Jakarta. Direktorat Pendidikan Dasar Ditjen Dikdasmen Depdikbud. Proyek Peningkatan Mutu SD, TK, dan SLB tahun 1993/1994. Hasan Ahmad. Tanpa Tahun. Tarjamah Bulughur Maram. Bandung: Diponegoro.
80
Hikmah Kejujuran