1
COPYRIGHT © LK3
"Dilarang mengcopy atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penulis".
2
PENGANTAR Kami sengaja menyiapkan E-book ini untuk membantu rekan sekerja, baik para Gembala, Pengerja Gereja dan rekan Konselor dalam membangun pernikahan yang sehat. Profesi yang berkaitan dengan memelihara dan merawat jemaat, atau mendampingi klien sangat menghabiskan energi dan waktu. Sebagian kita pernah gagal, termasuk saya karena salah menempatkan prioritas dalam pekerjaan. Saat kesibukan meningkat dan keinginan menjadi terkenal menggoda, maka keluarga, pasangan dan anak-anak tidak lagi menjadi yang utama dalam program hidup kita. Sampai satu titik kita merasa jenuh
dan
konflik
semakin
menumpuk.
Kita
merasa
keseimbangan kita hilang. Buku ini tidak sepenuhnya orisinil pikiran kami. Sebagian merupakan materi seminar keluarga yang kami lakukan di pelbagai kota. Sebagian kami sadur dari buku Len Sperry & J. Carlson berjudul Marital Therapy. Ada bagian E-book ini yang kami pernah muat dalam buku kami, “Seni Merawat Keluarga”. Harapan kami buku ini membantu setiap kita cakap menumbuhkan relasi yang dinamis dengan pasangan untuk 3
membuat pernikahan kita lebih sehat dan berfungsi. Sebab pernikahan yang sehat menjadi dasar karier dan pelayanan yang sehat. Kumpulan tulisan ini kami awali dengan kesaksian Penulis yang bergumul untuk meninggalkan kariernya sebagai konselor menjadi motivator. Selain itu beberapa tema yang kami tekankan dalam tulisan ini adalah: 1. Membangun pernikahan yang sehat dan berfungsi 2. Menghangatkan Cinta Keluarga 3. Keluarga Sebagai Perlindungan 4. Kompak Mengasuh Anak 5. Pola Komunikasi Keluarga Sehat 6. Mengelola Konflik dan Perbedaan
4
DAFTAR ISI
Pengantar
2
Pendahuluan
5
I Membangun Pernikahan yang Sehat dan Berfungsi
9
II Menghangatkan Cinta Keluarga
25
III Perkawinan Sebagai Perlindungan
34
IV Kompak Mengasuh Anak
44
V Pola Komunikasi Keluarga Sehat
51
V Mengelola Konflik dan Perbedaan
56
Daftar Bacaan
66
5
Pendahuluan: “Pa, Jangan Jadi Motivator!" Kami memulai karier di dunia konseling lewat Layanan Konseling Keluarga dan Karir atgau LK3 di tahun 2002. Karena nyaris tidak tersedia layanan konseling keluarga, terutama berbasis Kristen saat itu maka dengan cepat nama kami populer. Kami diundang ke banyak kota, dan lembaga kursus konseling kami diminati banyak orang. Sekitar 200 lembaga pernah mengirim utusan ke pusat training kami. Maka tahun 2007 pusat konseling kami populer sekali, kami rutin mengadakan training konseling di pelbagai kota besar.
Selain itu ada juga acara-acara
regional maupun nasional yang diminati banyak peserta. Apalagi buku-buku kami seperti “Mencinta Hingga Terluka”, “Seni
Merayakan Hidup yang Sulit” dicari
orang, hingga akhirnya diterbitkan Gramedia tahun 2008. Beberapa teman yang punya modal mendekati kami dan 6
menawarkan bantuan untuk memberi tempat, dukungan dana, dan sebagainya. Situasi ini sangat menggoda saya hingga sempat berangan-angan alih profesi menjadi motivator, mengingat saat
itu profesi motivator lagi booming.
Sayapun
mengajak istri saya, Roswitha bertukar pikiran. Inilah diskusi saya dengan istri:
Julianto : Ma, aku sudah jenuh jadi konselor. Capek! Roswitha : Maksud, Bapak? Julianto : Aku ingin jadi motivator saja, kan uangnya lebih banyak! Roswitha : Kita ‘kan sudah cukup, saya tidak mengeluh apa-apa. Uang untuk apa, Pak? Julianto : Saya ingin anak-anak kita sekolah dan kuliah di tempat yang baik. Roswitha : Lho, sekarang ‘kan anak-anak sekolah di Sekolah Dian Harapan. Itu sudah cukup baik. Julianto
: Aku mau anak-anak kita sekolah di luar negeri,
Ma! (nada suara saya mulai tinggi)
7
Roswitha : Ah, Pa. Kalau Tuhan mau anak kita di sekolah yang baik sampai di luar negeri
tidak ada yang sulit.
Percayalah. Tuhan Pasti sediakan. Julianto : Iya, tapi ‘kan kita harus berusaha, Ma. Roswitha : Tidak, Pa. Menurut saya kita tidak boleh mundur. Tuhan panggil kita jadi konselor, harus tetap di ladang konseling. Kamu tidak punya jalan mundur, hanya ada jalan maju. Itu pendapat saya. (Roswitha memberi penegasan)
Diskusi itu menjadi titik balik untuk saya mengerti kehendak Tuhan agar tidak meninggalkan profesi kami sebagai konselor. Meski sangat sulit kami terus fokus di ladang konseling. Iman dan harapan kami dikabulkan, terutama untuk pendidikan anak kami. Anak sulung selesai studi dari
Information Design di Ateneo de Manila,
Filipina. Si bungsu Moze kuliah bidang pendidikan di Dallas Baptist University, Texas. Hasil yang paling mengggembirakan adalah kami menikmati pekerjaan melatih konselor. Inilah puncak kepuasan karier kami di dunia konseling, menjadi dosen. 8
Dengan memuridkan banyak banyak mahasiswa dari pelbagai lapisan dan profesi menjadi konselor. Sekitar 400 alumni kami kini tersebar di lebih 50 kota dan manca negara. Tuhan menaruh visi di hati kami: melihat berdirinya satu pusat konseling di setiap kota, tersedianya Konselor, Psikolog dan Psikiater dan Mental Hospital secara merata di Indonesia. Untuk itu kami kampanye, menulis, memberi training Konseling dan melatih Konselor lewat program S2 konseling, bekerja sama dengan beberapa institusi sekolah teologia. Kami berharap hingga 2030 kelak akan ada 1000 konselor terlatih yang siap menggarap ladang konseling. Semoga Tuhan terus memimpin visi ini. Jika saya tidak mendengarkan nasihat istri saya tahun 2007 itu, entah jadi apa nasib kami. Tuhan sungguh setia pada janji-Nya, asal kita peka pada pimpinan-Nya.
9
I MEMBANGUN PERNIKAHAN YANG SEHAT DAN BERFUNGSI
(1) Berbahagialah orang yang takut akan TUHAN, yang sangat suka kepada segala perintah-Nya. (2) Anak cucunya akan perkasa di bumi; angkatan orang benar akan diberkati. (3) Harta dan kekayaan ada dalam rumahnya. Mazmur 112:1-3 Firman di atas menegaskan bahwa kebahagiaan orang percaya bukanlah terletak pada kekayaan, posisi, jabatan, popularitas, dan sebagainya, tetapi pada kualitas sistem keluarga kita. Apa yang kita wariskan pada anak cucu, baik nilai, tradisi luhur, karya yang diteruskan keturunan kita. Untuk itu kita perlu membangun sistem keluarga yang sehat dan berfungsi. Menikmati keluarga dan pernikahan serta kepuasan bekerja.
10
1. Sistem Keluarga Sehat Sistem keluarga adalah anggota-anggota keluarga saling
bergantung
dan
berhubungan. Teori
sistem
mengingatkan kita bahwa apa yang mempengaruhi satu anggota keluarga, akan berpengaruh kepada angggota keluarga yang lain. Sistem keluarga menjadi sehat jika masing-masing mengutamakan kebersamaan keluarga. Bukan kepentingan pribadi, apapun alasannya, termasuk melayani Tuhan. Kebersamaan ini tercipta jika ada komunikasi yang jujur dan lentur antar anggota keluarga. Meski kebersamaan diutamakan, keunikan anggota tetap mendapat tempat. Sistem ini bisa berarti lembaga keluarga dengan seperangkat aturan keluarga, nilai keluarga, kebiasaankebiasaan dalam keluarga, disepakati bersamadan berjalan selaras. Sistem keluarga menjadi sehat jika sistem diutamakan lebih dari unit-unit di dalamnya, yaitu: Unit Suami atau Unit Istri. Unit Orang Tua atau Unit Anak. Artinya setiap orang pertama-tama memikirkan kepentingan sistem, baru kepentingan pribadi. Kepentingan 11
sistem adalah yang baik bagi seluruh keluarga.
Sistem
keluarga disebut sehat jika semua anggota menjaga keseimbangan sistem. Dengan seimbang, setiap anggotanya merasa nyaman. Nyaman, karena kebutuhan setiap anggota walau berbeda, tapi diperhatikan. Jika Anda menikah dengan pasangan yang egois, maka hal ini sulit tercipta. Atau sebagai orang tua Anda masih sulit merawat diri sendiri, tidak mampu mengelola emosi Anda sendiri, maka anak tidak akan merasa nyaman bersama Anda.
2. Keluarga yang Berfungsi Ada beberapa kondisi keluarga yang berfungsi dengan baik: AYAH di dalam rumah berfungsi sebagai Ayah. Anakanak merasakan keayahan Ayahnya. Ayah tidak hanya hadir secara fisik, tapi berperan sebagai Ayah. Sang Ayah tidak membiarkan si Ibu bekerja sendiri di rumah, mengurus rumah dan anak-anak. Tapi Ayah ikut ambil bagian mengurus anak-anak dan membersihkan rumah. IBU di dalam rumah berfungsi sebagai Ibu. Anak anak sungguh merasakan fungsi Ibu bukan hanya sekedar 12
memasak atau menyiapkan makanan. Tapi Ibu yang hadir mendengarkan keluhan anak, mengerti kebutuhan emosi anak. Ibu selalu siap bercerita atau menemani anak belajar. Memberi waktu untuk bermain dengan anak dan makan bersama. Ibu yang melakukannya dengan sukacita, bukan dengan sungut-sungut dan banyak ngomel. Ibu yang siap membela anak saat mereka membutuhkan. Juga tidak segan memuji anak ketika mereka melakukan hal yang baik. Ibu peduli pada teman anak-anaknya, termasuk hobi mereka. Selain itu AYAH dan IBU kompak mengurus anak. Ayah dan Ibu yang selalu berdiskusi untuk urusan anakanak, tidak membiarkan salah satu pihak mengambil keputusan untuk anak. Keluarga yang sehat dimana ISTRI berfungsi sebagai Istri yang sehat. Memperhatikan kebutuhan utama suami, mengenali dan memberikan bahasa cintanya setiap hari. Meski
harus
mengurus
anak,
tetap
memperhatikan
kebutuhan suami. Meski harus bekerja di kantor, rutin menyediakan kebutuhan suami, baik itu kehadiran, emosi, pembelaan, hingga kebutuhan seks yang rutin sesuai kebutuhan suami tersayang. 13
Sistem keluarga disebut SEHAT jika suami berfungsi sebagai
suami.
Memperhatikan
kebutuhan
utama
Istri. Mengenali dan memberikan bahasa cintanya setiap hari. Salah satu kebutuhan istri adalah didengarkan. Sigap mendengarkan curhat istri. Meski harus rutin ke kantor, tetap memberi waktu 30 menit atau lebih untuk kebutuhan istri seperti membantu mengurus anak, atau makan bersama. Membela istri dari tekanan pihak luar, seperti temannya atau mertuanya. Istri membutuh-kan kehadiran, emosi, pembelaan, hingga kebutuhan finansial yang memadai. Umumnya sistem keluarga, dengan semua nilai dan tradisi keluarga diwarisi dari orang tua masing-masing. Kalau Anda dibesarkan oleh orang tua yang berfungsi sebagai Ayah, maka Anda sebagai anak pria tidak kesulitan menjadi seorang Ayah karena Anda sudah merasakan peranan dan kasih sayang Ayah. Tapi bagi yang tidak, ini menjadi suatu kesulitan yang besar. Anda yang dibesarkan ibu yang dominan, sementara Ayah pasif. Sebagai anak pria, Anda menjadi bingung dan tidak terlatih memimpin keluarga. Pola Ayah Anda yang 14
menyerahkan banyak hal kepada Ibumu, cenderung Anda ulangi saat Anda dewasa. Demikian juga anak perempuan yang dibesarkan oleh ibu yang sibuk dengan karier. Anak dititipkan kepada pembantu atau neneknya. Maka setelah menikah putri kita akan kesulitan menjalankan fungsi keibuannya. Kalaupun ia berusaha menjadi Ibu yang baik, ia cenderung banyak mengeluh jika ternyata anak-anaknya memberontak.
3. Menikmati Karier Salah satu penentu kepuasan pernikahan adalah adanya kecocokan atau kesesuaian antara tujuan keluarga dan kepuasan karier. Artinya karier Anda dan pasangan berjalan serasi dan saling mendukung. Banyak hal yang bisa dicapai lewat karier bersama pasangan. Indikasinya: a. Anda bangga dengan pekerjaan pasangan Anda b. Anda merasa tidak tersisih karena jenis karier pasangan Anda. c. Anda mengerti dan bisa mendukung suami/istrimu saat menghadapi kesulitan, bukannya menyalahkan pasanganmu. 15
d. Pekerjaan Anda menyenangkan, membuat Anda menyerap energi di kantor. Sehingga saat pulang selalu ada perasaan senang habis bekerja. Anda senang setiap kali berangkat dan pulang kerja. e. Anda
suka
menceritakan
pekerjaan
Anda
dan
kesulitannya pada pasanganmu. f. Anak-anak
tidak
mengeluh
karena
merasa
dikorbankan oleh pekerjaan orang tuanya. g. Tidak ada perasaan bersalah dalam diri Anda. Yang ada adalah perasaan puas. Rasanya Anda ingin anak Anda dan orang lain mengerjakan pekerjaan yang sama. Anda ingin melatih orang.
4. Variasi Karier Ada baiknya, terutama pria, memiliki karier lebih dari satu. Minimal dua atau lebih. Meski masih dalam bidang atau profesi yang sama. Misalnya, saya bekerja di dunia konseling memiliki beberapa jenis "karier": a. Pendeta yang berkotbah b. Konselor c. Penulis 16
d. Fasilitator retreat Keluarga Kreatif e. Dosen bidang konseling Alasannya: ada kemungkinan kita jenuh atau bosan atau mandek pada karier yang sudah kita geluti sekian lama. Juga ada kemungkinan kita mengalami gangguan atau penyakit yang membuat kita tidak bisa melakukan karier A, kita punya karier cadangan, yaitu B. Alangkah baiknya hal ini kita jelaskan pada anak sejak mereka remaja, sehingga mereka benar-benar menggali dan mengembangkan talenta mereka sejak dini, bukan hanya pada satu bidang.
5. Keluarga Sehat, Karier Memuaskan Dalam keluarga rukun, berkat Tuhan turun. Jika kita minim konflik dengan pasangan, maka sebagian besar energi akan digunakan untuk mendidik anak dan bekerja. Jika energi terbuang untuk konflik dan salah paham, maka emosi kita terkuras
untuk
mengatasi
konflik
tersebut.
Dengan
demikian karya kita menjadi terhambat, karena miskin kreatifitas dan produktifitas. Andaipun Anda bisa produktif dan gaji/penghasilan besar, Anda tetap tidak puas. 17
Kepuasan materi tidak otomatis memberi Anda kepuasan menjadi suami/istri atau orang tua bagi anakanak. Tetapi jika Anda minim konflik dan merasa puas dengan pernikahan Anda (tes kepuasan keluarga), maka energi terbesar Anda digunakan untuk bekerja dan produktif menghasilkan uang. Sebagai suami saya banyak konflik
dengan
Roswitha di 6 tahun pertama pernikahan kami. Energi habis terkuras untuk pertengkaran. Setelah kuliah konseling relasi kami dipulihkan. Selain itu kami sadar lebih cocok bukan si penggembalaan. Setelah alih profesi menjadi konselor dan penulis kami merasa jauh lebih kreatif dan produktif. Kami merasa lebih mantap dalam karier yang sekarang ini, dunia konseling. Sejak 2002 kami makin produktif, baik sebagai konselor, penulis buku, trainer dan fasilitator retreat keluarga maupun dosen.
18
6. Menyesuaikan Visi Keluarga Dengan Kepuasan Karier "Menikahlah dengan orang yang mendukung karirmu dan bekerjalah pada bidang yang membuat keluargamu bertumbuh.
Ada dua kekurangan utama pasangan saat menikah: Tidak memiliki visi keluarga dan tidak mempunyai visi karir. Akibat ketiadaan tujuan berkeluarga dan bekerja yang jelas, maka terjadilah benturan antara kedua hal tsb. Konflikpun tak dapat dihindarkan. Yang dimaksud Penulis dengan visi keluarga adalah, apa yang mau dicapai bersama dalam berumah-tangga. Kepentingan apa yang mau diperjuangkan. Sedangkan visi karier adalah bidang kerja yang Anda
sukai
dan
cakap
mengerjakannya
sehingga
mendapatkan kepuasan batin, aktualisasi diri dan relasi serta kepuasan finansial. Jika keduanya Anda miliki dan disesuaikan dengan visi pasangan, maka bisa dipastikan 19
Anda puas menjalani karir dan pernikahan saudara. Sayangnya justru hal inilah yang kurang dipersiapkan. Kurang serius didiskusikan saat individu berpacaran. Malah yang dibicarakan lebih banyak persiapan pesta, dan ssbagainya. Mungkin ada perasaan sungkan saat membahas soal konsekuensi pilihan karier masing-masing. Apalagi kalau sudah ada ikatan emosi mendalam, sebab takut perasaan pasangan
tersinggung.
Sebagian
lain
memang
tidak memahami arti visi keluarga dan kerja. Sehingga sebelum menikah, Anda merasa tidak perlu membicarakannya dengan calon Anda. Salah satu penentu kepuasan pernikahan adalah adanya kecocokan atau kesesuaian antara visi karier dan tujuan berkeluarga. Andai saudara mampu memahami dan mendukung
pekerjaan
(calon)
suami,
akan
sangat
membantu perkembangan karirnya kelak. Apalagi jika karier anda dan pasangan klop alias saling mendukung. Banyak hal yang bisa dicapai lewat karier bersama pasangan. Demikian juga jika calon suami Anda mengerti
20
betul dan siap mendukung anda jika bekerja di luar rumah. Luar biasa senangnya. Boleh dikatakan ada banyak variasi pilihan saat seseorang akan menikah. Terutama menyangkut pilihan bekerja sesudah menikah. Kami sampaikan dua contoh saja: Pertama, ada suami yang lebih suka jika istrinya di rumah saja mengurus rumah tangga, mendukung suami dan anak-anak. Tentu ini bisa menjadi masalah jika kemudian hari ternyata ia menikah dengan pasangan yang memilih menjadi wanita karier. Kedua, umumnya wanita suka menikah dengan pria pekerja disiplin dan kreatif. Bertanggung jawab penuh atas keuangan rumah tangga. Sangat berisiko jika perempuan model ini ternyata menikah dengan suami yang ternyata malas, suka menunda-nunda, tidak kreatif dan lamban. Ini pasti akan menyebalkan sang istri. Suami akan menjadi sasaran kemarahan dan kritik istri yang sejak awal salah memilih suami.
21
7. Konsekuensi Karier atas Kepuasan Pernikahan Ada beberapa konsekuensi karir atas pernikahanmu kelak yang perlu dipertimbangkan dengan serius. Bicarakan dari ke hati dengan calonmu. Jika tidak masalah ini bisa menjadi sumber konflik yang tiada habisnya. a. Nilai Hidup Tanyakan apakah calon suamimu lebih suka Anda bekerja atau di rumah. Ada pria yang lebih suka istrinya ada di rumah dan siap melayani saat dia pulang kantor. Apalagi sesudah ada anak, ia lebih suka anak diurus istri dan bukan oleh pembantu atau baby sitter. Ada pria yang mudah cemburu jika istrinya bekerja. Tidak suka kalau tahu pasangannya lebih mengutamakan pekerjaan atau teman-temannya. Jika ini yang menjadi pilihan pasanganmu pertimbangkan apakah ada tepat untuk mendampinginya. Sebaliknya jika anda seorang perempuan yang ideal ingin benar-benar menjadi ibu rumah tangga. Tapi pacar Anda ingin agar kamu mendukung
22
bisnisnya, apakah anda akan tetap meneruskan hubungan?
b. Keluarga Asal Ada pria yang menikah di usia ibunya sudah lanjut dan sakit-sakitan. Saat menikah ingin agar anda sebagai istri menemani ibunya di rumah. Sementara saudara sendiri punya cita-cita untuk mengembangkan karir yang sudah lama anda impikan. Apakah anda akan mengorbankan mimpi anda demi pernikahanmu? Pertimbangkanlah dengan bijak. c. Geografi Jika saudara suka pasanganmu menemanimu sesehari usai pulang kerja, butuh teman ngobrol maka perhatikan jarak rumah dengan kantor. Bicarakan keberatanmu jika ia memilih kerja di luar kota dan hanya sesekali pulang ke rumah. Kalau anda lebih suka dia pulang tiap hari bicarakan kemungkinan pindah tempat kerja. Tunda pernikahan sampai ide itu terwujud, daripada nanti kecewa.
23
Pikirkan juga domisili kalian. Apakah di rumah sendiri atau numpang di rumah mertua. Bisa jadi banyak urusan anak di handel orangtua (mertua), dan banyak komplain soal mantunya yang sering pulang malam. Diskusikan juga jarak tempuh rumah ke kantor. Kalau terlalu jauh bisa menguras energi dan lelah saat tiba
di
rumah.
Inipun
bisa
menjadi
sumber
kejengkelan anda. Sebab setiap kali tiba di rumah, pasanganmu lebih memilih nonton, main game atau tidur. d. Keuangan Diskusikanlah jika saudara menikah apakah boleh pegang uang sendiri. Atau semuanya harus suami. Jika suami yang pegang uang, dan Anda tidak bekerja berarti secara rutin akhirnya istri harus rutin minta kebutuhan bulanan. Apakah itu mengusik harga dirimu. Bicarakan soal cara penggunaan uang bulanan. Jika belum ada kesesuaian dalam hal ini sebaiknya menunda pernikahan kalian. Sebab uang salah satu sumber konflik utama dalam pernikahan. 24
Harus jelas apakah pasangan Anda terbuka, cukup pengertian soal keuangan. Kalau ternyata ia seorang yang pelit, lalu anda rutin minta uang bisabisa
ini
menjadi
sumber
pertengkaran
rutin
nantinya. Tentu sangat ideal masing-masing tahu keuangan berdua. Ada tabungan bersama, tapi ada juga tabungan pribadi. Yang jumlahnya bisa diketahui pasangan. Akhirnya, menikahlah dengan orang yang mendukung karirmu dan bekerjalah pada bidang yang membangun keluargamu.
25
II MENGHANGATKAN CINTA KELUARGA
"Cinta yang baru bagaikan sebuah api, sungguh cantik, sungguh panas, dan bergelora. Namun itu tetap hanya sebuah cahaya yang berkelap kelip. Tapi cinta dari hati yang lebih dewasa dan berdisiplin bagaikan batubara, membara tidak terpadamkan" (Henry Ward Beecher)
Setiap hari kita makan nasi, bahan makanan yang tahan satu dua hari, yang tetap enak asal dihangatkan. Demikian
juga
cinta
dalam
perkawinan.
Cinta
adalah "makanan" jiwa yang perlu selalu dihangatkan. Cinta dapat “tawar” bahkan menjadi “basi” jika dibiarkan, dan menjijikkan bagi yang menikmatinya. Jangan heran angka perceraian meningkat, karena tidak tahan dengan cinta yang basi tadi. Banyak orang yang menikah hanya repot dan sok sibuk saat persiapan resepsi. Pacaranpun bagi sebagian 26
orang seadanya saja. Pacaran jarak jauh dan tidak cukup saling kenal mereka anggap oke-oke saja. Pernikahan dinikmati sebagai status sosial saja. Itulah fenomena perkawinan di sekitar kita. Tak heran cinta yang panas dan cantik di awal tak bertahan lama. Banyak pasangan tidak merawat cinta dalam pernikahan mereka, enggan “menghangatkan” cinta tadi. Tak heran cinta itu kemudian menjadi basi. Sungguh alangkah baiknya, sebelum menikah cinta dan emosi kalian matang dan penuh pertimbangan. Sebab menikah artinya tinggal bersama seumur hidup. Bukan seperti baju, nggak suka dilepas. Di ruang konseling kami, jelas terlihat masalah pernikahan tidak terjadi di dalam perkawinan. Tapi terjadi jauh sebelum menikah. Yakni karena minimnya pengenalan satu sama lain, cinta yang kenak-kanakan, kecerdasan emosi yang rendah, serta teladan (pohon keluarga) perkawinan orangtua yang buruk. Ada juga yang masuk lembaga pernikahan karena terpaksa, kadung hamil. Cinta yang didorong faktor romantis (nafsu) semata ujungnya
27
berantakan. Seharusnya ini semua disadari dan dikenali dengan baik.
Empat Bahan Dasar Menurut penelitian soal keintiman, pria dan wanita berbeda dalam membina keintiman atau menghangatkan cinta. Secara umum, wanita lebih
mampu membina
keintiman daripada kaum pria. Hanya saja, keduanya berbeda. Para wanita lebih mampu membina keintiman secara emosi yang mendalam daripada pria. Mereka cenderung membagikan (cerita) perasaannya sehubungan dengan pengalamannya. Sedangkan pria cenderung mengangatkan cintanya dengan membagikan pengalaman atau aktifitas Keintiman atau kehangatan cinta perlu dilatih dan ditumbuhkan. Caranya adalah dengan
merawat dan
mengembangkan
lupa,
keintiman.
Jangan
survei
membuktikan keintiman berkaitan dengan kesehatan kita. Ada empat bahan dasar untuk menghangatkan cinta. Pertama adalah waktu yang cukup bersama pasangan.
28
Kedua, bisa jadi teman bicara yang menyenangkan dengan pasangan. Ketiga, punya selera humor dan cakap bercanda Terakhir, senang membantu ketika pasangan membutuhkan pertolongan. Intinya selalu memikirkan bagaimana agar pasangan senang dan puas. Untuk menghangat cinta berarti Anda harus peduli, bersedia berbagi dan menyatakan diri pada pasangan tanpa rasa takut atau berpura-pura. Ada kerelaan memelihara pasangan dan siap memproteksi kebutuhan fisiknya pasangan dengan baik. Dalam hal ini termasuk berkorban bagi pasangan, membela pasangan saat dia terancam. Semua ini akan memberikan pasangan Anda rasa aman yang paling mendasar.
Memelihara Keintiman Ada lima bentuk keintiman yang perlu dihangatkan dalam relasi pernikahan: Pertama, keintiman emosi. Ini merupakan pengalaman kedekatan secara perasaan, kemampuan membagikan perasaan secara terbuka, dan mendapat perhatian penuh 29
dari pasangan. Wujudnya adalah kerinduan untuk bersama, ada kesukaan ngobrol dan jalan berdua. Intinya, sediakan waktu bermesraan secara emosi. Kedua, keintiman sosial. Pengalaman memiliki teman dan kegiatan sosial bersama-sama. Wujudnya, tidak mudah cemburu. Sebaliknya mau akrab bergaul dengan sahabat pasangan Anda, menyediakan waktu bertemu dengan sahabat masing-masing. Ketiga, keintiman seksual (bagi suami-istri). Ini adalah pengalaman menyatakan afeksi, sentuhan, kedekatan secara fisik dan aktivitas seksual. Wujudnya adalah punya rasa tertarik pada tubuh pasangan, mengalami orgasme dan bebas
dalam
mengkomunikasikan
masalah
seksual.
Tipsnya, sediakan waktu berkala menikmati hubungan seksual dengan pasangan Anda sesuai kebutuhan dan kesepakatan, juga kreatif melakukannya. Kempat,
keintiman
rekreasional.
Pengalaman
membagi kesukaan lewat hobi, olahraga, dan rekreasi bersama.
Kemampuan
menikmati
waktu
senggang
bersama. Rencanakan berlibur setidaknya dua kali setahun,
30
yang menyenangkan bagi kedua belah pihak termasuk anak-anak. Kelima, keintiman spiritual. Kemampuan menikmati persekutuan bersama secara rohani, bertumbuh secara iman serta saling mendoakan. Selain menikmati iman yang utuh, perlu saling menguatkan saat pasangan dalam kondisi tertekan dan banyak pergumulan. Anda bisa menjadi teman sharing (curhat) menyenangkan dan menguatkan Jika Anda bisa membangun dan merawat keintiman di atas, menghangatkan cinta secara rutin, maka pernikahan itu asyik banget. Mana berani anda meninggalkan pasangan (bercerai). Rugi besar. Dengan kehangatan cinta itu memberikan
kita
kenikmatan
dan
kepuasan.
Juga
kegembiraan, kedamaian, ketentraman, dan minim stres. Sebaliknya,
jika
kita
tidak
merawat
cinta,
membiarkannya menjadi tawar dan “basi” maka itu dapat membawa hasil negatif. Antara lain, mudah sakit, banyak keluhan fisik dan psikis. Perkawinan tanpa keintiman dan kehangatan cinta menimbulkan ketegangan dan kesulitan yang mempengaruhi kesehatan hingga karier Anda.
31
Menumbuhkan Kecerdasan Emosi Kecerdasan
emosional
menambahkan jauh lebih
banyak sifat yang membuat kita lebih manusiawi. Mereka yang cerdas secara emosi punya kemampuan berpikir analitis, yang digunakan untuk memecahkan problem. Mereka mampu berpikir kreatif yang digunakan untuk memutuskan problem. Juga dapat berpikir praktis, cakap menemukan
jalan
keluar
dari
konflik
menjadi
efektif. Mereka tahu kapan dan bagaimana menggunakan kemampuan mereka, tidak untuk mencari keuntungan diri. Mereka memiliki identitas diri yang unik dan mampu belajar dari kegagalan atau kekurangan orang lain. Mereka tahu bagaimana membuat pekerjaan mereka dengan baik dan menemukan cara terbaik mencapainya di tengah keterbatasan mereka serta cakap mengelola konflik. Tidak heran mereka yang punya kecerdasan emosi lebih berhasil dalam karier dan membina rumah tangga serta pengasuhan anak.
32
Ada 5 ciri kecerdasan emosi 1. Mampu mengenali emosi diri: mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Mampu mengakuinya secara tepat kepada orang yang tepat dan pada orang yang tepat. 2. Cakap mengelola emosi: menangani agar perasaan dapat
terungkap
dengan
pas.
Baik emosi negatif
maupun positif. Ada tiga emosi negatif utama: marah, sedih dan kecewa. Kemampuan mengelola emosi ini membuat seseorang mampu mengatasi kemarahan itu tidak merusak baik dirinya maupun orang lain. Demikian emosi lainnya, baik yang positif maupun yang negatif. 3. Cakap memotivasi diri sendiri. Ini adalah kemampuan memotivasi emosi agar stabil mencapai tujuan hidup (punya kendali diri emosional). Mampu menyesuaikan diri dalam situasi dan memanfaatkannya
untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik. Tidak mudah menyerah, putus asa atau mengkambinghitamkan orang lain.
33
4. Mengenali emosi orang
lain.
Adalah
kemampuan
menangkap sinyal sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan
apa
apa
yang
dibutuhkan
atau
dikehendaki orang lain. Mereka cakap bersukacita dengan yang bersukacita, menangis dengan yang menangis. 5. Trampil membina hubungan, bekerja sama dan mengelola konflik. Ini adalah ketrampilan yang menunjang keberhasilan antar pribadi. Mereka menjadi bintang-bintang pergaulan.
34
III PERKAWINAN SEBAGAI PERLINDUNGAN
Perubahan drastis telah melanda institusi pernikahan dan keluarga dewasa ini. Perubahan tersebut membawa konsekuensi yang luar biasa, antara lain mengubah perasaan, harapan, nilai-nilai dan pola tingkah laku manusia. Perubahan itu, secara langsung ataupun tidak, melanda keluarga. Salah satu dimensi keluarga yang sangat dipengaruhi adalah hilangnya relasi yang intim antara suami-istri.
1. Tuntutan Hidup yang Kompleks Setting sosial masyarakat kini melahirkan masyarakat dan keluarga yang makin individualis dan impersonal. Akibatnya manusia makin jauh dari relasi, bahkan dari orang terdekat sekalipun seperti
keluarga. Hal ini
kemudian menimbulkan satu kehausan yang sangat besar dan mendalam akan intimasi. 35
Di sisi lain, manusia pada dasarnya adalah mahluk sosial (social being). Artinya, manusia membutuhkan ikatan (bonding) atau hubungan yang intim dengan orang-orang yang terdekat, khususnya keluarga. Ikatan batin ini
penting sebab menjadikan seseorang tahan
terhadap stres dan kecemasan. Akibat tuntutan kehidupan dan nilai hidup yang mengutamakan uang membuat banyak ibu harus bekerja di luar rumah. Bekerja tentu bukan masalah, namun akibatnya mereka menjadi kurang mempunyai waktu menciptakan hubungan yang saling membangun dengan
pasangan
dan anak-anak. Berkurangnya waktu bersama keluarga, khususnya anak-anak, menambah stress dan konflik tersendiri. Konflik tersebut
menurut
James
Levine[8]
adalah
konflik
antara ‘mengutamakan kehidupan kerja atau keintiman keluarga’.
Ternyata
dari
beberapa
penelitian
yang
dikumpulkan oleh Levine, tidak hanya kaum ibu yang mengalami konflik atau stres tersebut, tetapi juga kaum ayah.
Stres
berperanan
keluarga yang disfungsi. 36
menciptakan
keluarga-
2. Keintiman Tinggi, Stres Rendah Beberapa hasil penelitian menunjukkan keintiman berkaitan erat dengan stress. Relasi yang intim bisa menjadi semacam benteng bagi efek negatif dari stress. Survei membuktikan, mereka yang intim dengan pasangan, lebih sedikit mengalami syndrom yang berkaitan dengan stress dan paling cepat mengatasi berbagai
penyakit.
Mereka
juga
paling
sedikit
kemungkinan kumat dengan penyakitnya dibandingkan mereka yang tidak memiliki relasi yang intim. Untuk itu, orang yang menikah perlu belajar merawat dan mengembangkan keintiman, sebab ini berkaitan dengan kesehatan Anda. Secara praktis, berikanlah waktu yang cukup bersama pasangan. Usahakan
Anda
menjadi
teman
bicara
yang
menyenangkan, sedikit ada humor dan canda. Sukalah membantu ketika pasangan membutuhkan pertolongan. Anda tidak hanya fokus pada bisnis dan karir pribadi, sebaliknya perhatikan pada pasangan Anda. Berusahalah
37
memikirkan bagamana agar pasangan Anda senang dan puas. Merawat cinta berarti peduli, bersedia berbagi dan menyatakan diri pada pasangan tanpa rasa takut atau berpura-pura. Ada kerelaan memelihara pasangan dan memproteksi kebutuhan fisiknya dengan baik. Dalam hal ini termasuk berkorban bagi pasangan, membela pasangan saat dia terancam. Semua ini akan memberikan pasangan Anda rasa aman yang paling mendasar.
3. Berdua Lebih Baik dari Sendiri Pada tahun 1985 dokter memberitahu kami bahwa ibu saya (Wita) menderita kanker payudara stadium 3. Kami sangat terkejut dan sedih. Ayah saya hanyalah dosen di sebuah perguruan tinggi kedinasan, sedangkan kami tujuh bersaudara masih sekolah, belum ada yang bekerja; apalagi menikah. Yang
menghibur
kami
adalah
mama
saya
bersemangat untuk sembuh. Papa saya pun mengubah sikapnya terhadap mama. Papa menjadi lebih sabar. Walaupun kami semua bisa menyetir, papa selalu 38
berusaha menemani mama menjalani kemoterapi yang menyakitkan itu. Adik-adik saya yang selama ini cenderung
cuek
satu
sama
lain,
ternyata
rela
mengorbankan kepentingan pribadinya demi menolong dan menguatkan mama. Rasanya penyakit mama mempersatukan kami bersembilan. Ketika akhirnya payudara mama yang sebelah kiri terpaksa dioperasi, mama lebih banyak berbaring di tempat tidur. Biarpun tidak banyak yang dikerjakannya secara fisik, kami lebih suka melihat mama kami di rumah. Kalau mama merasa kuat, saya sering ngobrol dengan dia. Mama selalu mengatakan, “Anak-anak dan papa adalah kekuatan mama untuk bertahan hidup.” Saat
mengingat
kembali
perjuangan
mama
menghadapi penyakitnya, saya menyetujui kalimat di atas. Mama berhasil bertahan lebih dari 10 tahun. Dia sempat
melihat
saya
dan
adik
saya
menikah,
menyaksikan kelahiran anak sulung saya. Pernikahan membuat mama lebih kuat menghadapi penyakitnya. Dalam bukunya “Marital Therapy” Len Sperry dan J. Carlson mencatat penemuan terbaru tentang dampak 39
perkawinan terhadap kesehatan fisik. Diteliti juga status kesehatan mereka yang sudah menjadi duda dan janda. Termasuk dampak perceraian terhadap kesehatan, serta kehidupan medis bagi mereka yang menikah ulang (kawin lagi). Secara umum ditemukan bahwa perkawinan terbukti sebagai benteng perlindungan. Mereka yang menikah umumnya lebih sehat. Sebaliknya keretakan perkawinan mempengaruhi imunitas tubuh seseorang. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa pernikahan mendatangkan efek positif pada kehidupan seseorang. Di Amerika, para pria yang menikah menduduki tingkat kematian terendah. Orang yang menikah terbukti lebih sedikit melakukan kunjungan ke dokter dibandingkan mereka yang sama sekali tidak pernah menikah. Ditemukan juga mereka yang tidak menikah cenderung lebih banyak minum-minuman keras, dan menduduki faktor
risiko
lebih
tinggi
terkena
penyakit
dan
mengalami kecelakaan. Di samping itu mereka yang tidak pernah menikah dilaporkan jauh lebih sering sakit dibandingkan
orang
yang 40
menikah.
Ditemukan
bahwa orang yang berpisah (bercerai) dilaporkan lebih sering sakit dibandingkan mereka yang menikah dan yang tidak pernah menikah.
Mereka yang bercerai
ditemukan jauh lebih sering menjadi pasien rawat inap atau pasien rawat jalan di bagian psikiatri. Pendeknya,
di
antara
berbagai
kelompok
pernikahan; orang-orang yang bercerai dan hidup berpisah mempunyai status kesehatan terburuk. dan paling banyak menggunakan hak untuk ke dokter dan paling lama menjalani rawat inap di rumah sakit. Perkawinan (yang sehat) melindungi pasangan suami/isteri dari stres. Kebiasaaan rutin, asupan gizi yang cukup, dukungan sosial, keintiman, dan adanya alasan
untuk
menyebabkan
hidup,
adalah
perkawinan
faktor-faktor menjadi
yang
semacam
perlindungan. Termasuk menjadi semacam benteng stres. Saat meneliti hampir 28.000 pasien kanker, Goodwin dkk mencatat bahwa pasien yang menikah mempunyai kemampuan bertahan hidup 23% lebih tinggi dibandingkan pasien yang tidak menikah. 41
Para peneliti menyatakan bahwa bertambahnya harapan hidup ini diperoleh dari perlindungan emosi yang dihasilkan oleh pernikahan. Penelitian juga menunjukkan bahwa orang yang menikah, cenderung mendapatkan diagnosa kanker pada tahap yang lebih awal, lebih sering menerima penanganan kuratif dan pelayanan terbaik dibandingkan orang yang tidak menikah. Perubahan gaya hidup yang diakibatkan oleh adanya
kekacauan
dalam
pernikahan
seringkali
mengakibatkan stres psikososial yang bisa melahirkan berbagai konsekuensi serius. Saya (Wita) teringat ketika dokter mengatakan ada myom pada rahim saya beberapa tahun lalu. Dalam waktu beberapa jam saja saya harus memutuskan untuk menjalani operasi pengangkatan rahim. Yang muncul dalam pikiran saya adalah siapa yang mengurusi (mengingat suami saya punya jadwal kerja yang ketat), berapa banyak biaya yang diperlukan, bagaimana keadaan saya pasca operasi, ganaskah myom saya, dan lain-lain.
42
Ketika membicarakan soal ini dengan suami saya, dia menenangkan hatiku, “Kamu istri saya,” katanya, “yang penting kamu sembuh. Tenang saja.” Segera
dia
membatalkan
semua
jadwalnya
seminggu ke depan, menemani saya ke dokter dan selama operasi, mengunjungi saya setiap hari (dia tidak bisa menginap karena ada anak di rumah). Ketika pulang ke rumah dia meminta anak-anak tenang agar saya dapat beristirahat. Dukungan
pasangan
dan
anak-anak
sangat
menentukan ketika seseorang mengalami penyakit, terutama penyakit yang berat. Dia perlu merasa aman dan tidak menyusahkan orang lain dengan penyakitnya. Bukankah pasangan dan anak-anak adalah bagian dari diri kita dan bukan “orang lain”? Para peneliti seperti Kiecolt-Glaser, dkk (1987) telah
mempelajari
dampak
kekacauan
pernikahan
terhadap imunitas tubuh. Mereka menyimpulkan bahwa kesehatan mental akan mempengaruhi kesehatan fisik melalui terjadinya perubahan sistem imun yang selama ini menahan serangan penyakit. Secara spesifik mereka 43
menemukan bahwa para wanita yang berada dalam pernikahan tidak bahagia menunjukkan imunitas yang menurun. Raja Salomo pernah menuliskan: “Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka. Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya! Juga kalau orang tidur berdua, mereka menjadi panas, tetapi bagaimana seorang saja dapat menjadi panas?” Setiap kita yang menikah usahakan menjaga agar (sistem) pernikahan Anda bisa berfungsi dengan baik. Jadilah suami atau istri yang peduli dengan pasangan Anda. Lebih dari apa pun, termasuk karir. Sedangkan bagi mereka yang sudah ditinggal (mati) pasangan dan memikirkan untuk menikah ulang, temui seorang penasehat perkawinan. Doakan dan pertimbangkan pernikahan kembali itu dengan sangat hati-hati dan matang.
44
IV KOMPAK MENGASUH ANAK Banyak orang bergembira saat tim idolanya menang atas tim lain. Sebut saja saat Tim Barca alias Barcelona juara di Liga Champions dengan mengalahkan MU. Saat Barca menang 3-1 lewat gol-gol Pedro Rodriguez, Lionel Messi dan David Vila, suporter girang luar biasa. Menjadi juara
adalah
impian
setiap
klub
bola
dimanapun.
Kemenangan dan menjadi juara adalah harapan mereka saat bermain. Mendidik anak sebenarnya perlu belajar dari klub bola, khususnya klub yang kerap juara. Barca memang tidak selalu menang dalam pertandingan, tetapi ada proses yang menarik untuk ditonton dan dipertontonkan. Ada beberapa pelajaran dari permainan Bola yang bisa kita aplikasikan dalam mengasuh anak. Pertama, untuk menang setiap pemain harus punya tujuan yakni unggul atas lawan. Visi berulangkali ditanamkan pelatih pada pemain, dan mereka wajib mencamkan tujuan itu sebaik mungkin. Mendidik dan 45
mengasuh anak juga perlu tujuan. Menjadi ayah dan ibu harus punya visi jelas, kemana arah pendidikan anak Anda. Tujuan mendidik anak pertama-tama bukanlah agar anak kelak bisa merawat kita saat kita sakit dan tua. Mendidik anak juga bukanlah semata untuk mebahagiakan orangtua. Mengasuh anak adalah agar dia kelak bisa mandiri, berkeluarga dan meneruskan nilai-nilai keluarga yang kita tanam kepada cucu-cucu kita. Kedua, punya semangat tinggi. Jika kita lihat pemain bola yang hebat, mereka bersemangat. Tidak saja punya tubuh yang kuat dan hebat memainkan bola, tetapi punya semangat yang luar biasa. Semangat memberikan adrenalin untuk bertanding, serta daya tahan luar biasa. Seolah tidak ada lelahnya. Selama ada kesempatan, mereka akan bermain “seolah” belum kalah sampai pluit dibunyikan wasit. Para Ayah dan Ibu perlu memiliki semangat yang sama saat mengasuh anak. Mulai dari memberi makan, bermain, bercerita, hingga merawat anak sakit. Semangat mencari nafkah bagi anak-anak agar bisa sekolah, dan lainlain. Kita juga akan menjumpai situasi sulit yang membuat 46
kita kehilangan semangat menjadi Ayah bagi mereka. Terutama saat mereka masuk usia remaja dan mulai melawan, atau punya keinginan sendiri. Jangan menyerah. Semangat akan membuat kita berani menerima kenyataan bahwa ada masanya anak kita gagal. Jangan menyerah. Berikan anak kesempatan kedua, untuk memperbaiki diri. Jika kita lelah dan tidak bersemangat, tergoda mendiamkan anak. Atau melarikan diri dengan sibuk bekerja di kantor. Enggan di rumah. Jangan! Semangat makin besar kita butuhkan saat anak kita ada yang berkebutuhan khusus, seperti penyandang autisma, ADHD atau cacat bawaan tertentu. Ketiga, kita rajin berlatih pada pelatih handal. Salah satu yang penting dalam Klub Bola adalah siapa pelatihnya. Pelatih yang baik adalah berpengalaman, dan bayarannya juga mahal sekali. Pelatih seperti Joseph Guardiola yang pernah membawa Barca menjadi juara, sangat menentukan kemenangan Barca. Sekolah dan Klub bola, banyak tersedia, tapi tidak demikian sekolah menjadi Ayah atau Ibu. Tidak ada universitas Keluarga jurusan Istri atau suami. Menjadi 47
orang tua semuanya berlangsung alami. Sekolahnya adalah rumah kita. Orang tua kita pelatihnya. Kapan kita mulai ikut tanding? Saat kita menikah dan resmi menjadi suami/istri, kemudian menjadi orang tua bagi anak-anak kita. Untuk menjadi pemain bola yang hebat dianjurkan latihan sejak kecil. Makin dini berlatih, makin bagus mainnya. Demikianlah menjadi orang tua. Sejak kecil anak berlatih dari orang tua bagaimana menjadi ayah dan atau ibu. Mereka setiap hari menonton
sang ayah berperan
sebagai Ayah. Jika kita punya Ayah yang perilaku kesuamian/keayahan yang baik maka kita sudah berada pada sekolah yang baik. Keluarga adalah klub, Ayah adalah pelatihnya. Sayangnya sebagian kita tidak punya Ayah (pelatih) yang baik. Termasuk saya, yang dididik dan dibesarkan dalam keluarga bermasalah. Papa dan Mama sering bertengkar. Besar dalam keluarga yang tidak sehat. Jika ini yang terjadi, maka kita perlu latihan ulang saat besar. Kami menyebutnya reparenting, atau belajar ulang keayahan kita.
48
Keempat, kompak. Salah satu syarat menang dalam pertandingan bola adalah kompak, sehati, setujuan dan saling peduli pada sesama anggota team. Untuk kompak, sifat egois harus dibuang, dan sifat mau menonjol sendiri harus dikikis. Saling pengertian dan empati dibangun. Dalam tim selalu ada yang bersedia duduk di bangku cadangan. Ia selalu siap menggantikan temannya yang kelelalahan atau mengalami cidera/luka. Mendidik anak pun demikian. Jika Ayah mau menegur anak tetapi sedang kelelahan, sebaiknya ia meminta istrinya menyampaikan pesan pada anak. Karena jika sedang lelah, cenderung mudah marah saat menasehati anak. Kalau cara menyampaikan tidak baik, maka anak sulit menerima pesan, malah sakit hati karena sang Ayah selalu marahmarah. Ada kalanya Ayah duduk “dibangku cadangan” mempersilahkan istrinya yang memainkan peran utama. Demikian sebaliknya, jika Ibu sedang dalam kondisi tidak baik, sebaiknya menyerahkan pada suaminya (tentu sesudah ada diskusi bersama). Ada kalanya jika berdua
49
sedang fit, turun ke lapangan dan bermain kompak mengajari anak apa yang baik dan perlu bagi mereka. Ciri orang tua yang kompak adalah: tidak saling menyalahkan atau menyerang. Saling menyalahkan adalah berbahaya. Jika anak melihat Ayah menyalahkan Ibu atau sebaliknya, dapat memberi celah pada anak memanipulasi salah satu atau kedua orang tuanya. Kelima, mengutamakan proses daripada hasil. Ada kalanya team yang hebat
kalah di babak awal, namun
selama masih ada kesempatan mereka akan mencoba memperbaiki permainan mereka dan berharap menang di babak atau laga berikut. Kalah tidak membuat patah semangat atau putus asa. Selama ada kesempatan, proses tanding mereka jalankan sebaik-baiknya. Mendidik anak juga demikian. Proses harus lebih penting
daripada
hasil.
Tak
selamanya
anak
kita
menyenangkan atau punya nilai rapor yang bagus. Tak seterusnya ia jadi anak taat yang imut-imut, kadang mulai melawan dan aduh amit-amit. Tak selamanya anak berhasil, kadang dia gagal. Bisa saja dia jatuh dalam pergaulan yang salah. Namun selama dia masih dalam 50
pengasuhan kita, selalu ada kesempatan “memenangkan” anak itu kembali teruslah berjuang. Saya percaya, anugerah Tuhan melampaui kegagalan kita dalam mengasuh anak. Sebab sesungguhnya anak itu adalah titipan-Nya. Jika anak diterima apa adanya, dia akan punya kemauan memperbaiki diri dan masa depannya.
51
V POLA KOMUNIKASI KELUARGA SEHAT
Komunikasi adalah unsur utama cinta yang dapat dilihat dan dirasakan setiap anggota keluarga. Konflik menjadi bagian yang tidak terelakkan dalam komunikasi tersebut. Konflik menjadikan pernikahan dinamis. Jadi, jangan takut konflik. Kita akan belajar unsur-unsur utama yang membuat komunikasi menjadi nyaman dan membangun. Komunikasi yang baik seperti rasa strawberry matang. Orang yang memperhatikan unsur-unsur ini tergolong bijak. Tapi ada orang yang tidak bijak berkomunikasi. Tak jarang bikin orang lain jengkel. Faktor-faktor komunikasi yang menyenangkan dan membangun : 1. Motivasi 2. Posisi 3. Isi 4. Intonasi 52
5. Ekspresi 6. Situasi
Keenam faktor ini saling mempengaruhi. Kita perlu perhatikan pula, ada unsur budaya setempat yang ikut berperan. 1. Motivasi Hal pertama kita perlu menguji motivasi kita saat berbicara. Harus tulus dan dapat dibaca lawan bicara. Jangan ada maksud memanipulasi. 2. Posisi Perhatikan kamunikasi juga dipengaruhi strata sosial, pendidikan, ekonomi dan budaya. Demikian juga ordo keluarga. Komunikasi suami dengan istri, orang tua dan anak dipengaruhi ordo dalam keluarga. Demikian juga dalam organisasi tertentu ada budaya yunior dan senior. 3. Isi Pentingnya meramu isi percakapan, memilih kata yang mudah dimengerti. Tidak berisi pesan ganda yang membingungkan. Kalau “ya” katakan ya. Isinya juga kreatif, jangan mengulang-ulang yang itu-itu saja, 53
membosankan. Komunikasi pria dan wanita berbeda. Demikian juga anak-anak kita yang berbeda zaman. Gunakan kata pertanyaan lebih dari pernyataan seperti nasihat, dan sebagainya. Juga belajarlah berkomunikasi dengan asertif. 4. Intonasi Hal penting lainnya, gunakan intonasi yang baik dan enak didengarkan. Orang tertentu, yang besar dalam keluarga yang biasa bersuara pelan atau lembut, tidak nyaman saat Anda bersuara keras dan cenderung kasar. Ada budaya tertentu intonasinya kasar. Tapi ada yang lebih halus atau lembut. Anak juga berbeda. Ada yang senang dengan bahasa yang tegas tapi ada yang tidak. 5. Ekspresi Sebelum mendengar dan mencerna isi perkataan, anak atau pasangan kita biasanya lebih dulu menangkap pesan dari wajah kita. Apakah ekspresi kita marah, kecewa atau emosi negatif lainnya. Jika wajah kita menunjukkan ketidaknyamanan, maka orang tidak nyaman juga menangkap isi berita. Bisa bercampur interpretasi atau persepsi yang mengaburkan berita. 54
Maka sebelum
bicara, pastikan hati Anda nyaman. Jika perlu, tunda bicara sampai saat hati Anda enak. Jika ekspresi wajah kita
menyenangkan,
orang
sekitar
kita
mudah
menyambut pesan kita. Apalagi diselingi humor atau canda. 6. Situasi Saat suami Anda pulang, jangan langsung bicara atau curhat. Tanya kapan situasi yang buat dia nyaman berkomunikasi. Carilah tempat yang juga enak dan tenang untuk bicara. Ciptakan suasana sambil makan bersama. Suasana atau situasi yang diciptakan nyaman bagi kedua belah pihak, sangat membantu pesan sampai dengan baik. Jembatan komunikasi anak juga berbedabeda. Ada yang suka sambil bermain ada yang sambil makan. Sesuaikan dengan bahasa cinta anak dan pasangan. Ada beberapa ayat Firman Tuhan yang menjadi dasar topik ini: Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya adalah seperti buah apel emas di pinggan perak. Amsal 25:11
55
Teguran orang yang bijak adalah seperti cincin emas dan hiasan kencana untuk telinga yang mendengar." ~ Amsal 25:12. Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain ~ Kolose 3:16 Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang. ~ Kolose 4:6 Janganlah ada perkataan kotor
(kasar) keluar dari
mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun,
supaya
mereka yang
beroleh kasih karunia.~ Efesus 4:29
56
mendengarnya,
VI MENGELOLA KONFLIK DAN PERBEDAAN
Konflik dalam sebuah keluarga itu perlu, sehat dan membantu pernikahan menjadi lebih dinamis. Asalkan tiap pasangan tahu mengelola konflik tersebut dengan baik. Jika konflik bisa dikelola, perkawinan akan bertumbuh dan sehat.
Karena
itu sangat
penting setiap pasangan
suami/istri belajar cara-cara terbaik dalam menangani konflik. Salah satu sumber konflik utama adalah tidak jelasnya visi pernikahan. Tujuan pernikahan bukanlah kebahagiaan, tapi pertumbuhan. Mereka yang menikah supaya bahagia, hidupnya paling tidak bahagia. Dia akan menuntut dan memanipulasi pasangan untuk membahagiakan dirinya. Kalau ia merasa tidak bahagia maka ia menyalahkan pasangannya. Inilah sumber konflik pernikahan yang jarang disadari, tujuan pernikahan yang salah dan egois. Tujuan pernikahan adalah pertumbuhan. Janji nikah berisi tujuan pernikahan, sehati sepikir serta setia dalam suka dan duka, sehat atau sakit, cukup atau kurang dan 57
seterusnya. Pertumbuhan dialami karena melewati dua situasi secara seimbang: susah dan senang perkawinan. Supaya pernikahan Anda bertumbuh butuh dua syarat: pertama ada kelenturan atau saling menyesuaikan, dan kedua ada jiwa yang cakap memaafkan. Isu konflik pasutri di ruang konseling paling banyak di seputar persoalan: uang, komunikasi, seks, pekerjaan, anak-anak, keluarga asal, teman, dan karir. Perbedaan persepsi, skill yang minim dan kebiasaan di pelbagai isu itu bisa menjadi pemicu konflik. Karena itu salah satu sifat yang diperlukan untuk mengelola perbedaan itu adalah kelenturan.
1. Ciri-ciri kelenturan Kelenturan adalah sifat pribadi suami atau istri yang rela beradaptasi (menyesuaikan) dengan sifat pasangan. Kelenturan
adalah
kecakapan
pribadi
dalam
menyesuaikan diri dengan situasi (pribadi) pasangan yang tidak Anda harapkan. Kelenturan adalah salah satu wujud dari empati.
58
Salah satu ciri lentur adalah mudah memahami pasangan
dan
tidak
ngotot
mengubah
pasang-
an. Sebaliknya, Anda sendiri rela berubah saat pasangan tidak berubah, yakni menerima pasangan yang tidak berubah. Ada beberapa sifat dasar pasangan yang sulit berubah. Misalnya, pasangan Anda memang seorang introvert,
tidak
banyak
bicara.
Maka
belajarlah
menerima sifat itu, sambil menjadikan diri anda menjadi pribadi yang enak diajak bicara oleh pasangan. Ciri lainnya, seorang yang lentur bersifat pemaaf. Dia tidak mudah tersinggung, dan kalaupun menjadi marah tidak suka menyimpan kesalahan pasangan. Ia lebih suka membicarakannya. Salah satu sifat utama Kasih adalah tidak menyimpan kesalahan.
2. Kelenturan dan Harga Diri Masalahnya tidak semua orang memiliki sifat ini, sebab ini merupakan hasil dari pribadi yang memiliki harga diri (self-esteem) yang baik. Jika Anda seorang yang minder, akan sulit mengajak pasangan terbuka membicarakannya. Meski Anda merasa marah, Anda lebih suka 59
menyimpan, menekan atau menyangkali ada masalah dengan pasangan. Anda kuatir, jangan-jangan jika membicarakannya membuat pasangan Anda lebih marah. Kelenturan jauh
juga
didukung
oleh
seberapa
Anda mengenali pasangan. Makin Anda kenal
pasangan dengan baik, maka ada pengertian yang mendalam terhadap dia, terutama saat konflik dan perbedaan pendapat terjadi. Karena itu salah satu kunci mengelola konflik adalah mengenali dengan baik pasangan. Diantaranya : latar belakang, kebiasaan, sifat, hobi, cara berpikir hingga pohon keluarga asal). Setelah kenal, Anda menerima pasangan "apa adanya" bukan "ada apanya". 3. Sumber konflik Ada beberapa sumber konflik paling umum antara suami dan istri. a. Pasangan yang tertekan (distress) terlibat lebih sedikit
dalam
kegiatan
timbal-balik
yang
menguntungkan dan terlibat lebih banyak dalam kegiatan komunikasi yang menghukum (negative
60
reinforcement); dibandingkan pasangan yang tidak tertekan. b. Pasangan yang tertekan cenderung membalas negative reinforcement yang disampaikan oleh pasangannya. Individu seperti ini suka bersikap reaktif (baik dalam tindakan maupun dalam memahami) terhadap stimuli dari pasangannya dan meresponi stimuli itu dalam cara yang sama dengan bagaimana stimuli itu diberikan. c. Pasangan yang tidak bahagia cenderung mencoba mengendalikan
perilaku
pasangannya
melalui
tindakan komunikasi negatif dan berusaha menahan untuk
tidak
melakukan
komunikasi
positif.
Pasangan yang tidak bahagia cenderung berjuang untuk merubah perilaku pasangannya dengan menggunakan taktik kontrol yang aversif yaitu dengan secara strategis menghadirkan hukuman dan menahan pemberian imbalan. d. Sistem perkawinan yang penuh konflik dicirikan oleh adanya intensitas koalisi yang membuta, misalnya: anak dan ibu sangat dekat satu sama lain 61
namun dalam bentuk-bentuk yang merugikan ayahnya. e. Koalisi tersembunyi seringkali melintasi garis generasi. Pihak ketiga digunakan untuk mencampuri konflik atau kedekatan suami/isteri. Misalnya sang nenek berkoalisi dengan cucu ntuk menekan Ayahnya mengikuti kemauan Ibunya. f. Individu-individu
yang
membutuhkan
bantuan
dalam mengatasi konflik perkawinan biasanya memiliki kepribadian yang menyimpan kekakuan. Kekakuan ini memaksa mereka untuk menolak atau bersikap membuta terhadap aspek-aspek tertentu di dalam dirinya. Jika mereka dihadapkan pada aspek serupa yang juga ada dalam kepribadian partnernya, maka dia akan mengabaikan atau tidak mau menerima. g. Kebanyakan tegangan dan kesalahpahaman antara suami/isteri nampaknya diakibatkan oleh kekecewaan yang dirasakan salah satu atau keduanya. Mereka merasa tidak suka jika yang lain gagal memainkan peran
sebagai pasangan 62
sesuai
fantasi yang
sebelumnya telah mereka miliki tentang sosok suami/isteri. h. Istri berasal dari keluarga yang tidak bahagia, misal kekurangan figur ayah. Lalu berharap suaminya dapat memenuhi kekurangan itu. Jika hal ini masih belum dibereskan saat masuk ke pernikahan, maka akan terwujud ambivalensi antara perasaan cinta dan benci. i. Dalam proses seleksi pasangan, sang partner tertarik karena calon pasangannya dipandang sebagai pribadi yang menjanjikan ditemukannya apa saja yang hilang dari kehidupannya. Namun dalam perjalanan waktu mereka kemudian dibungkus ulang melalui berbagai kondisi dan berubah menjadi pribadi/obyek untuk diserang atau disangkal. Disamping faktor di atas, beberapa perkawinan yang disfungsi bisa terjadi karena salah satu pasangan menderita gangguan serius seperti depresi, mania, phobia,
alkoholisme
dan
skizofrenia.
Gangguan
semacam ini akan mendatangkan ketegangan besar pada hubungan
perkawinan. 63
Jadi
sebaiknya
Anda
memeriksakan kesehatan bersama sebelum memasuki pernikahan.
4. Skil Dasar Mengelola Konflik Selain kelenturan, untuk sebuah perkawinan yang sehat dibutuhkan skil dasar mengelola konflik, di antaranya: a. Menunjukkan penghargaan satu sama lain. Meskipun sedang ada perbedaan pendapat, sepakat saling menghargai. Belajar memahami pasangan dari sudut
pandang
pasangan
(berempati).
Tahu
membedakan antara pribadi dengan konflik atau kekurangan pasangan. b. Sepakati menetapkan isu konflik. Konflik yang sehat pakai tema atau judul. Pasutri mengidentifikasi apa masalah (konflik) sesungguhnya. Jika tidak, konflik bisa melebar. Masing-masing tergoda menyinggung isu lain saat Anda tersudutkan. Misalnya, isunya istri membeli barang yang mahal tapi lupa izin suami. Sang suami tidak boleh menyerang ibu mertua. Misalnya, "Kamu sama saja dengan ibumu, boros!" Itu sudah keluar dari judul/isu konflik. 64
c. Temukan wilayah kesepakatan. Jika
isu
konflik
ditemukan,
maka
bentuklah
kesepakatan untuk memecahkan konflik. Masingmasing menyediakan diri untuk saling menyesuaikan. Misalnya: Suami mau jajan anak setiap hari Rp 100.000. Sang Ibu maunya cukup Rp 50.000. Mungkin masing-masing mencoba mengalah dan mencari jalan tengah, menjadi Rp 60.000 atau Rp 75.000. Jangan merasa pendapat pribadi paling benar. Salah satu sifat kasih adalah tidak sombong. d. Berusaha
berpartisipasi
dalam
membuat
suatu
keputusan. Jika suami dan istri ikut memberi respon atau saran saat keputusan diambil, keduanya bertanggung jawab penuh atas keputusan yang diambil. Hal ini mencegah salah satu dari pasutri menyalahkan atau menyerang pasangan jika keputusan tadi ternyata bermasalah. Jadi kalau pasangan Anda mengatakan "terserah" saat mengambil keputusan,
jangan tergesa-gesa
memutuskannya. Sabarlah. Jika Anda suami, berilah 65
istri anda kesempatan memberi ide/saran. Jika Anda istri, berilah kesempatan bagi suami memutuskan. Ada kalanya kalian sepakat memutuskan bersama-sama.
66
Bacaan: 1. Len Sperry & J. Carlson. Marital Therapy. Love Publishing Company, Colorado, 1991. 2. Julianto Simanjuntak dan Roswitha Ndraha, Mengubah Pasangan Tanpa Perkataan. VisiPress, Bandung, 2010. 3. Julianto Simanjuntak dan Roswitha Ndraha, Seni Merawat Keluarga, Layanan Konseling keluarga dan Karier (LK3), 2012 4. Julianto Simanjuntak dan Roswitha Ndraha. Mencinta Hingga Terluka, LK3, 2016. 5. Julianto Simanjuntak, dkk. Mendidik Anak Utuh Menuai Keluarga Tangguh, (LK3, 2015)
67
TENTANG PENULIS JULIANTO SIMANJUNTAK menikah dengan ROSWITHA NDRAHA tahun 1991. Mereka dikaruniai dua putra, Josephus (24) dan Moze (20). Julianto menyelesaikan pendidikan teologi di STT I3 (1988), S1 Konseling Pastoral dari UKSW Salatiga, S2 Konseling dari STTRI (STRII) Jakarta, S2 Sosiologi Agama dari UKSW Salatiga, serta Doktor Teologi dari STT JAFFRAY. Roswitha adalah sarjana Jurnalistik dari IISIP, Jakarta dan menyelesaikan S2 Konseling di STT Jaffray Jakarta. Mereka berdua memiliki kerinduan besar agar tahun 2030 di setiap kota di Indonesia berdiri satu pusat konseling, juga tersedia psikolog, psikiater dan konselor serta rumah sakit mental (mental hospital) secara merata di tanah air. Visi ini berawal dari kenyataan bahwa Indonesia saat ini mengalami darurat kesehatan mental.
Hampir 30 juta jiwa
mengalami
sampai
gangguan
jiwa
ringan
berat.
Juga
meningkatnya konflik dan perceraian rumah tangga serta
68
masalah keluarga lainnya, yang membutuhkan konselor atau pendamping. Sebagai upaya mewujudkan visinya, mereka mendirikan Layanan Konseling Keluarga dan Karir (LK3) pada tahun 2002 dan Yayasan Pelikan tahun 2009. Sejak itu, Julianto, Roswitha dan rekan-rekan sekerja mereka, rutin kampanye dan seminar tentang pentingnya Konseling & Parenting ke lebih dari 100 kota, 30 propinsi di Indonesia, 16 negara, serta menulis bukubuku Konseling dan Keluarga. Selain menulis dan konseling, fokus utama Julianto adalah mendidik calon konselor di beberapa STT dalam program MA dan pendidikan Sertifikasi Konselor buat para alumni dan mahasiswa yang tersebar di 50 kota dan 8 negara. Program pendidikan konselor
ini
bisa
di
akses lewat
website:
studipastoral.com. Tujuannya memperlengkapi para pendeta, pengerja gereja, dan pendidik agar dapat melakukan pelayanan konseling. Pelatihan dan seminar LK3 telah dihadiri utusan dari lebih 200 lembaga. Fokus lainnya mereka mengadakan retreat Keluarga Kreatif untuk memperkaya kesehatan relasi suami-istri agar
69
sehat dan berfungsi. Retreat ini diadakan beberapa kota dan negara. Julianto menerima penghargaan dari Badan Narkotika Nasional (BNN) Pusat karena dedikasi melayani keluarga pecandu dan HIV/AIDS pada tahun 2009. Mereka menulis lebih dari 30 judul, baik sendiri atau pun bersama teman. Judul buku Julianto Simanjuntak dan Roswitha Ndraha antara lain: 1. Seni Merayakan Hidup yang Sulit 2. Mencinta Hingga Terluka 3. Membangun Kesehatan Mental dan Masa Depan Anak 4. Perlengkapan Seorang Konselor 5. Hidup Berguna Mati Bahagia 6. Mendisiplin Anak Dengan Cerita 7. Kompak Mengasuh Anak 8. Membangun Harga Diri Anak 9. Mengubah Pasangan Tanpa Perkataan 10. Mendidik Anak Utuh Menuai Keluarga Tangguh 11. Banyak Cocok Sedikit Cekcok 12. Seni Merawat Keluarga 13. Bersahabat Dengan Remaja 70
14. Membangun Karakter Seksual Anak 15. Alat Peraga di Tangan Tuhan 16. Konseling dan Amanat Agung 17. Merekayasa Lingkungan Anak 18. Mengenali Monster Pribadi 19. Pendeta: Panggilan, Keluarga dan Pelayanannya 20. Program Gereja Berbasis Keluarga (e-book) 21. Membangun Kepuasan Karier dan Pernikahan (e-book) 22. Kebisuan Para Ayah (e-book) Buku-buku mereka mendapat pujian dari Jakob Oetama (Chairman Kompas Gramedia), Prof. Irwanto Ph.D., Prof. Dr Wimpie Pangkahila, Prof. Mesach Krisetya, DR (HC) Jonathan Parapak, James Riady (CEO Lippo Group), dll. Soli Deo Gloria!
KONTAK Website: www.juliantosimanjuntak.com Web Kampus: studipastoral.com Twitter: @KonselingSuper Insta: Julianto_Simanjuntak Email:
[email protected] 71
72
73
TESTIMONI & ENDORSEMEN 1. Pak Julianto dan Ibu Wita adalah manusia biasa. Seperti kita, mereka pun mempunyai pergumulan hidup yang Tuhan telah porsikan bagi mereka. Itu sebab mereka mengerti pergumulan kita para hamba-Nya. Mereka mengerti bahwa air mata-- baik yang dicucurkan ke luar atau ke dalam-- adalah bagian hidup kita. Saya percaya Tuhan Kita Yesus yang telah membentuk dan menguatkan mereka agar menjadi berkat bagi kita lewat kesaksian dan pengajaran Pak Jul dan Ibu Wita di retreat Keluarga Kreatif ini. (Paul Gunadi, Ph.D., Pengajar Bidang Konseling Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang) 2. ”Saya mengenal Julianto Simanjuntak dengan sangat baik sebagai rekan sekerja di ladang ~people helper~. Sebelum membimbing keluarga orang lain menjadi baik, alami dulu menjadi Keluarga Baik. Retreat ini akan menginspirasi Anda dan Pasangan menuju Keluarga yang Kreatif”. (Dr. Dwidjo Saputro, Psikiater) 3. Hampir 3 tahun kami dilayani oleh Pak Julianto Simanjuntak saat mengalami badai
pernikahan. Seandainya dari awal kami
ditangani Konselor Profesional seperti Pak Jul,
masalah
pernikahan kami bisa dicegah sejak dini. Badai itu belasan tahun lamanya dan melelahkan. Andai dulu ada retreat bagi para gembala seperti Keluarga Kreatif ini, kami tentu bisa lebih cepat pulih dari badai. Kami sungguh anjurkan hadirlah di acara 74
Keluarga Kreatif ini. (Samiton Pangellah dan Justina Anny Pangellah) 4. Kami bersyukur beberapa kali mengikuti seminar keluarga Pak Julianto,
dan
kami
bersahabat
dekat.
Kami
sungguh
merekomendasikan rekan pemimpin Gereja mengikuti Retret Keluarga Kreatif ini. Sebab di tengah kesibukan kita perlu merawat pernikahan dan diri kita sendiri. (Pdt. Dr. Daniel Ronda dan Ibu Elisabeth Ronda) 5. Terima kasih Pak Julianto, retreat ini menjadi “juruselamat” pernikahan kami. Materi tiga hari ini menyadarkan kami, sumber utama konflik kami adalah Pohon Keluarga asal yang sangat berbeda. (Pdt. Yosua Halim) 6. Dari sesi awal saya merasa terusik, langsung sadar ada yang salah dalam motivasi melayani. Saya langsung menangis. Sungguh menyentuh hati. Ini adalah seminar terbaik dalam retreat yang saya pernah ikuti selama hidup. (Pdt Michael) ---------------
TESTIMONI PESERTA RETREAT KELUARGA KREATIF 2016 1. Materi Keluarga Kreatif menjawab kebutuhan pernikahan kami sehingga kami dapat meningkatkan kualitas pernikahan dan kami lebih memahami kekurangan pasangan sehingga saya mampu menerima pasangan lebih baik. (Lay Mei Yen) 75
2. Acara retreat Keluarga Kreatif mencerahkan dan membuka pikiran kami dalam menyelesaikan konflik keluarga. (Natali Ardianto) 3. Saya sangat menikmati retreat Keluarga Kreatif. Kami jadi bisa lebih saling mengenali pasangan. Beruntung bisa mendapatkan contoh atau pengalaman dari para peserta yang terbuka saat diskusi. Sekarang saya dan istri bertekad membentuk keluarga yang lebih sehat demi mewariskan nilai-nilai terbaik untuk keturunan kami nanti. (Mulatua Limbong) 4. Materinya praktis dan nyata berkaitan dengan masalah dalam keluarga khususnya hubungan suami istri. Kami senang bisa belajar cara mewariskan sistem keluarga yang sehat dan berfungsi buat anak-cucu kami nanti. Terima kasih fasilitator yang berbagi pengalaman hidup, luka dalam pernikahan maupun berkat dalam keluarga. Thanks Pak Jul dan Bu Wita. (Aileen Prayitno) 5. Retreat Keluarga Kreatif yang dipandu Pak Julianto dan Bu Roswitha sangat memperkaya kami tentang memahami pasangan dan menjadi orangtua yang baik. Senang sekali bisa mengikuti selama 3 hari 2 malam bersama suami. Kami pulang dengan perasaan puas dan bahagia karena merasa cinta kami semakin bertumbuh satu sama lain. Mudah-mudahan semakin banyak pasangan yang juga tercerahkan dengan retreat Keluarga Kreatif ini. Betul-betul investasi waktu, uang dan tenaga yang tak ternilai return-nya. (Nuniek Tirta Sari) 76
6. Kesan saya ikut keluarga kreatif adalah pengalaman hidup Pak Julianto Simanjuntak dan keluarga yang sungguh memberkati. Bagi saya itulah materi yang paling hidup. (Lydia kading) 7. Materi retreat Keluarga Kreatif menjawab kebutuhan pasutri secara detail sampai ke akar masalahnya, sehingga membantu pasutri untuk lebih saling memahami dan berempati satu dengan lainnya. (Rinny Iswaranata) 8. Retreat Keluarga Kreatif menyegarkan kembali tentang sebagian materi kuliah kali
ini,
saat saya mengikuti kuliah S2 Konseling. Namun
bisa
menyerapnya
bersama
suami,
sehingga
dapat dipraktekkan dalam kehidupan pernikahan kami. Saya juga senang karena bisa mendengar sharing sesama peserta Keluarga Kreatif, sehingga membuat saya menyadari bahwa ada 'temanteman seperjuangan' yang mau berjuang untuk pernikahan, demi pewarisan nilai bagi anak-cucu. (Liebe Poli) 9. Acara Keluarga Kreatif memberikan pemahaman baru bagi saya mengenai kesuamian dan keayahan. Saya menemukan akar masalah pribadi selama ini yang membuat saya dan istri banyak konflik. Saya sangat senang mengikuti Acara ini, memulihkan dan memperbaharui relasi kami. Terima kasih, Pak Julianto dan Ibu Roswitha yang sudah membagikan kisah kehidupan rumah tangga bapak dan ibu dengan sangat terbuka. (Paisal Girsang.)
77
10.
Materi
secara
keseluruhan
sangat
baik
dan
men-
jawab kebutuhan (masalah) yang kami hadapi. Isi materi berbobot dan cara penyampaiannya sederhana jadi mudah dimengerti dengan jelas. Terima kasih, Pak Julianto dan Ibu Wita telah berbagi dengan kami. (Rika C.R.) 11.
Materi Acara Keluarga Kreatif membukakan suatu wawasan
yang baru bagi kami yang selama ini tidak pernah terpikirkan. Sehingga kami bisa lebih memahami dan menerima pasangan kami masing-masing. Kesaksian-kesaksian Pak Julianto menginspirasi saya untuk menjalankan peran sebagai suami dan ayah yang berfungsi dengan baik. Saya juga diingatkan untuk lebih aware lagi di dalam mempersiapkan warisan nilai-nilai kehidupan kepada anak cucu kami nantinya. (Hayanto Njotodjojo) 12.
Retreat Keluarga Kreatif membantu saya melihat kembali
relasi dengan anak-anak selama ini. Saya baru sadar, perlunya mewariskan nilai kepada mereka. Saya ternyata belum berbuat banyak untuk mengisi kebutuhan mereka. Acara ini mendorong saya MENEBUS apa yang hilang selama ini, terutama WAKTU. Materi Keluarga Kreatif membantu saya untuk menerima konflik sebagai bagian dinamika keluarga. Perkataan Pak Julianto yang sangat terekam di hati saya, "Kita tidak mencari jalan keluar dari konflik tapi mencari jalan masuk." Juga untuk setiap materi yang sangat aplikatif. Terima kasih, Pak Jul dan Bu Wita. Puji 78
Tuhan
kesempatan yang indah bisa ikut retreat keluarga
kreatif. (Taruli Sitompul) 13.
Retreat Keluarga Kreatif membukakan hal-hal baru yang
tidak pernah saya pikirkan. Terutama dalam menjalankan fungsi sebagai suami/istri dan ayah/ibu. Lewat moment ini, kami jadi diingatkan pentingnya mempersiapkan sebuah warisan "agung" bagi anak-anak dan keturunan kami selanjutnya. Acara ini membukakan banyak sisi yang hilang dalam keluarga kita, terutama tentang pohon keluarga. Bahan yang ada menolong kami untuk membuat keluarga lebih sehat dan berfungsi, dan menciptakan sebuah budaya luhur dan tradisi keluarga yang diwariskan hingga anak-cucu. Terima kasih, Pak Julianto Simanjuntak dan Ibu Roswitha Ndraha. (Tjung Davian) 14.
Materi retreat Keluarga Kreatif menyadarkan kami, bahwa
pernikahan
itu
kelak
diwariskan
hingga
ke
anak-cucu,
meninggalkan legasi dan kualitas perkawinan yang baik untuk mereka. Retreat ini membantu kami lebih saling mencintai dan berjuang mempertahankan apa yang sudah kami janji di hadapan Tuhan, keluarga dan jemaat. Terima kasih, Pak Julianto dan Ibu Roswitha, yang memberikan kami banyak jawaban menjalani dinamika pernikahan kami, dan cara bagaimana mempertahankan hingga maut memisahkan. (Thio Siujinata & Rika)
79
15.
Lewat retreat Keluarga Kreatif ini hubungan saya dan istri
dipulihkan, bahkan ditolong memahami pentingnya mewariskan perkawinan untuk anak cucu saya. (Adi Prasetyo) 16.
Lewat retreat Keluarga Kreatif, saya menemukan akar
sumber konflik saya dengan istri, yakni
perbedaan sikap
menghadapi masalah anak di rumah. Berkat lainnya, saya mendapatkan bahan yang baik untuk pembinaan keluarga. Lewat acara ini saya dan istri terinspirasi untuk lebih fokus kepada pelayanan keluarga. Thanks, Pak Julianto dan Ibu menjadi mentor bagi kami semua. (Pdt Philipus Kading) 17.
Retreat Keluarga Kreatif membawa kehidupan keluarga ke
arah yang lebih sehat secara holistik (setiap anggota keluarga, pribadi, pasangan dan anak-anak). (Ria Setyawan)
Soli Deo Gloria
80