LAMPIRAN
63
Lampiran 1. Perhitungan bioetanol dari limbah tanaman jagung Diketahui: 1. Populasi tanaman jagung optimal berkisar antara 62.500 – 100.000 tanaman per hektar (Wirawan et al., 2000). 2. Rata-rata umur tanaman jagung adalah 100 hari (Wirawan et al., 2000) 3. Luas lahan produksi jagung nasional tahun 2008 mencapai 4 juta hektar (BPS, 2010). 4. 430 mg glukosa/ g biomassa (Kaar dan Holtzapple, 2000). 5. 0,51 g bioetanol/g glukosa (Demirbas, 2005). 6. Bobot limbah tanaman jagung (batang, daun, tongkol dan klobot): 73,83 gr/tanaman (data lapangan). 7. Berat jenis etanol 0,789 gr/cm3. Perhitungan untuk jumlah tanaman : 62.500 tanaman/ha Luas lahan :1.145 ha *Jumlah tanaman nasional: 62.500 x 1.145 *Limbah Tanaman Jagung (LTJ) Nasional
= 74.425.000 tanaman = (74.425.000) x (73,83) = 5.494.797.750 gr
*Bobot glukosa LTJ = (5.494.797.750 gr biomassa) x (430 mg glukosa/ g biomassa) = 2.362.763.032.500 mg glukosa = 2.362.763.033 gr glukosa *Bioetanol yang dihasilkan sekali panen = (2.362.763.033 gr glukosa) x (0,51 g bioetanol/g glukosa) = 1.205.009.147gr bioetanol (berat jenis etanol 0,789 gr/cm3) = (1.205.009.147 gr bioetanol) / (0,789 gr/cm3) = 1.527.261.276 cm3 = 1.527.261.276 cc = 1.527.261 liter = 1.527 kiloliter *Untuk satu tahun = (1.527 kiloliter) x 3 = 4.582 kiloliter bioetanol Perhitungan untuk jumlah tanaman : 100.000 tanaman/ha Luas lahan : 1.145 ha *Jumlah tanaman nasional: 100.000 x 1.145 = 114.500.000 tanaman *Limbah Tanaman Jagung (LTJ) Nasional = (114.500.000) x (73,83) = 8.453.535.000 gr *Bobot glukosa LTJ = (8.453.535.000 gr biomassa) x (430 mg glukosa/ g biomassa) = 3.635.020.050.000 mg glukosa = 3.635.020.050 gr glukosa *Bioetanol yang dihasilkan sekali panen = (3.635.020.050 gr glukosa) x (0,51 g bioetanol/g glukosa) = 1.853.860.226 gr bioetanol (berat jenis etanol 0,789 gr/cm3) = (1.853.860.226 gr bioetanol) / (0,789 gr/cm3) = 2.349.632.732 cm3 = 2.349.632.732 cc
64
= 2.349.633 = 2.350 *Untuk satu tahun
liter kiloliter = (2.350 kiloliter) x 3 = 7.049 kiloliter bioetanol
Sehingga untuk populasi tanaman 62.500 smapai dengan 100.000 per hektar akan mampu menghasilkan bioetanol sebanyak 4.582 kiloliter sampai dengan 7.049 kiloliter bioetanol tiap tahun.
65
Lampiran 2. Kondisi proses produksi untuk masing-masing rancangan percobaan Nama Kegiatan Persiapan jamur Persiapan starter Penghancuran LTJ Delignifikasi (Pemasakkan) Delignifikasi (Pencucian) Delignifikasi (Sterilisasi) Delignifikasi (Inkubasi) Hidrotermolisis I Hidrotermolisis II Pre-Hidrolisis SSF Evaporasi Distilasi Total
R1
R2
R3
T (0C)
t (jam)
T (0C)
t (jam)
30
24 1 2 0.42
30
24 1 2 0.41
74.6
121 180 50 38 90 83
1 0.33 24 72 1 1 102.76
74.6
121 180 50 38 90 83
1 0.33 24 48 1 1 78.74
T (0C) 30 30 100 121 30 121 180 50 38 90 79
R4 t (jam) 168 24 1.43 1
T (0C) 30 30
0.33 168 1 0.33 24 72 1 1 270.09
121 30 121 180 50 38 90 79
100
t (jam) 168 24 1.39 1 0.33 168 1 0.33 24 48 1 1 246.05
66
Lampiran 3. Diagram alir rancangan pertama (R1)
67
Lampiran 4. Diagram alir rancangan kedua (R2)
68
Lampiran 5. Diagram alir rancangan ketiga (R3)
69
Lampiran 6. Diagram alir rancangan keempat (R4)
70
Lampiran 7. Perhitungan laba kotor masing-masing rancangan percobaan
No. 1
2
Komponen Cash Inflow Bioetanol Total inflow Cash Outflow Biaya Operasional Limbah Tanaman Jagung Jamur pelapuk putih Ca(OH)2 Enzim Selulosa Enzim Xilanase Enzim β-Glukosidase Urea Total outflow Benefit
Satuan
Harga satuan
Jumlah
R1 Total Harga
Jumlah
R2 Total Harga
Jumlah
R3 Total Harga
Jumlah
R4 Total Harga
liter
15.000,00
0,1013
1.518,95 1.518,95
0,0768
1.151,51 1.151,51
0,1117
1.675,40 1.675,40
0,0848
1.271,44 1.271,44
kg kg kg kg kg kg kg
75.000,00 935,00 375.000,00 375.000,00 500.000,00 1.200,00
0,659000 0,050864 0,000292 0,000004 0,000004 0,012593
47,56 109,36 1,52 2,03 15,11 175,58 1.343,37
0,659000 0,050863 0,000292 0,000005 0,000005 0,012593
47,56 109,39 1,73 2,30 15,11 176,09 975,42
0,659000 0,303140 0,000380 0,000004 0,000007 0,012302
22.735,53 142,41 1,68 3,35 14,76 22.897,72 (21.222,32)
0,659000 0,303140
22.735,47 141,77 1,27 3,39 14,76 22.896,66 (21.625,21)
0,000378 0,000003 0,000007 0,012301
71
Lampiran 8. Neraca massa masing-masing rancangan percobaan Delignifikasi Rancangan Percobaan R1 R2 R3 R4
Input Ca(OH)2 0,051 0,051 -
Jamur Pelapuk Putih 0,303 0,303
Output LTJ Hasil Delignifikasi Cairan Hasil Delignifikasi 1,889 23,750 1,889 23,747 1,845 32,311 1,845 32,311
Input LTJ Hasil Delignifikasi 1,889 1,889 1,845 1,845
Air 10,501 6,507 9,213 9,222
LTJ Hasil Hidrotermal I 1,994 1,991 1,994 1,994
Output Cairan Hasil Hidrotermal I 10,396 6,405 9,064 9,073
Input LTJ Hasil Hidrotermal I 1,994 1,991 1,994 1,994
Air 9,616 9,616 9,616 9,616
LTJ 0,659 0,659 0,659 0,659
Air 24,929 24,926 33,194 33,194
Hidrotermal I Rancangan Percobaan R1 R2 R3 R4 Hidrotermal II Rancangan Percobaan R1 R2 R3 R4
Output LTJ Hasil Hidrotermal II Cairan Hasil Hidrotermal II 1,889 9,721 1,889 9,721 1,845 9,765 1,845 9,765
72
Lampiran 8. Neraca massa masing-masing rancangan percobaan (lanjutan) Pre-Hidrolisis dan SSCF Rancangan Percobaan
Input
R1
LTJ Hasil Perlakuan Awal 1,889
Cairan Hasil Hidrotermal II 6,297
Buffer 6,297
Enzim Xilanase 0,000004
Enzim Selulase 0,000292
Enzim β-Glukosidase 0,000004
Urea 24% 0,013
Starter 1,259
R2
1,889
6,297
6,297
0,000005
0,000292
0,000005
0,013
1,259
R3
1,845
6,151
6,151
0,000004
0,000380
0,000007
0,012
1,230
R4
1,845
6,147
6,147
0,000003
0,000378
0,000007
0,012
1,230
Output CO2 0,073 0,055 0,081 0,061
LTJ Hasil SSCF 6,476 6,072 6,316 5,917
Cairan Hasil SSCF 9,206 9,628 8,992 9,404
Pemurnian Rancangan Percobaan R1 R2 R3 R4
Input Cairan Hasil Fermentasi 9,206 9,628 8,992 9,404
Alkohol 95% 0,081 0,061 0,089 0,068
Output Air 9,125 9,566 8,903 9,337
Alkohol 95% (liter) 0,1013 0,0768 0,1117 0,0848
73
Lampiran 8. Neraca massa masing-masing rancangan percobaan (lanjutan) Faktor Konversi (dalam liter/kg) Rancangan Percobaan R1 R2 R3 R4
Nilai 0,12 0,09 0,14 0,10
74
Lampiran 9. Asumsi-asumsi untuk analisis finansial No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Variabel Asumsi Umur proyek (tahun) Nilai sisa bangunan dari nilai awal Nilai sisa tanah dari nilai awal Nilai sisa mesin dari nilai awal Umur ekonomis mesin, peralatan dan kendaraan (tahun) Umur ekonomis bangunan (tahun) Umur ekonomis alat kantor (tahun) Biaya pemeliharaan mesin dan peralatan per tahun dari harga Harga jual bioetanol per liter (Rp) Harga tanah per m2 Jumlah hari kerja per tahun Discount factor Debt Equity Ratio (DER) dana pribadi investor Debt Equity Ratio (DER) dana pinjaman bank Pajak penghasilan (bedasarkan UU No.36 tahun 2008 untuk pajak badan) Kapasitas produksi per hari (liter)
Nilai 10 50% 100% 10% 10 20 5 5% 15.000,00 50.000,00 240 14,00% 100% 0% 28% 900,00
75
Lampiran 10. Perincian kebutuhan investasi No.
Komponen
1
Biaya Prainvestasi Perizinan Total 1 Tanah dan bangunan Tanah Bangunan Total 2 Fasilitas Penunjang Instalasi listrik Instalasi air Total 3 Mesin dan Peralatan Hammer mill Pompa air Drum kultur Tangki delignifikasi Tangki hidrotermolisis Tangki prehidrolisis dan SSF Tangki Evaporator dan Distilator Boiler Total 4
2
3
4
Jumlah
Satuan
1
paket
25.000.000
25.000.000 25.000.000
700 660
m2 m2
100.000 2.000.000
70.000.000 1.320.000.000 1.390.000.000
70.000.000 660.000.000 730.000.000
1 1
paket paket
10.000.000 10.000.000
10.000.000 10.000.000 20.000.000
1.000.000 1.000.000 2.000.000
1
unit unit unit unit unit unit unit unit
6.000.000 8.165.600 27.263.249 27.263.249 27.263.249 90.071.199 132.000.000 187.000.000
6.000.000 57.159.200 218.105.992 109.052.996 218.105.992 1.441.139.184 528.000.000 187.000.000 172.719.000
600.000 5.715.920 21.810.599 10.905.300 21.810.599 144.113.918 52.800.000 18.700.000 276.456.336
7 8 4 8 16 4 1
Harga Satuan (Rp)
Nilai Total (Rp)
Nilai Sisa (Rp) -
76
No. 5
Alat Kantor Komputer Alat tulis kantor Meja dan kursi Total 5 6 Sarana Distribusi Truk Total 6 Total 1, 2, 3, 4, 5, 6 Kontingensi 10% Total Investasi
Komponen
Jumlah
Satuan
1 1 1
unit paket paket
1
unit
Harga Satuan (Rp)
Nilai Total (Rp)
Nilai Sisa (Rp)
2.000.000 1.000.000 3.000.000
2.000.000 1.000.000 3.000.000 6.000.000
200.000 100.000 300.000 600,000
150.000.000
150,000,000 150,000,000 4.355.563.364 435.556.336 4.791.119.700
15,000,000 15,000,000 1.024.056.336
77
Lampiran 11. Komposisi modal kerja No. A
Deskripsi
Jumlah
Satuan
Biaya satuan (Rp)
Total (Rp)
Direktur
1
orang
4.000.000
4.000.000
Manajer Produksi dan QC
1
orang
2.500.000
2.500.000
Manajer Logistik dan Pemasaran
1
orang
2.500.000
2.500.000
Staf Keuangan dan Administrasi
2
orang
2.000.000
4.000.000
Staf Pemasaran
2
orang
2.000.000
4.000.000
Supir
2
orang
1.000.000
2.000.000
Operator
5
orang
1.500.000
7.500.000
Laboran
2
orang
1.500.000
3.000.000
Biaya Tetap 1
Tenaga Kerja
Total Biaya Tetap
29.500.000
Total Biaya Tetap 1 Tahun B
354.000.000
Biaya Variabel 1
Bahan baku dan penunjang Limbah Tanaman Jagung Ca(OH)2 Enzim Selulosa Enzim Xilanase Enzim β-Glukosidase Urea
117.140,40
kg
7.000
819.982.800
9.041,40 51,84 0,72 0,72 2.238,48
kg kg kg kg kg
935 375.000 375.000 500.000 1.200
8.453.709 19.440.000 270.000 360.000 2.686.176
78
No. Deskripsi B Biaya Variabel 2 Bahan bakar 3 Listrik Total Biaya Variabel Total Biaya Tetap dan Biaya Variabel Total operasional 1 tahun
Jumlah
Satuan 100 600
Biaya satuan (Rp) liter KWH
4.500 300
Total (Rp) 450.000 180.000 851.822.685 10.221.872.220 10.575.872.220
79
Lampiran 12. Penyusutan dan biaya operasional Penyusutan Jenis Tanah Bangunan Mesin dan Peralatan Alat kantor Kendaraan Total
Nilai Awal 70.000.000 1.320.000.000 2.764.563.364
Nilai Sisa 70.000.000 660.000.000 276.456.336
Umur Ekonomis 20 10
Penyusutan/tahun 33.000.000 248.810.703
6.000.000 150.000.000
600.000 15.000.000
5 10
1.080.000 13.500.000 296.390.703
Biaya Operasional Komponen
Tahun ke-1
Tahun ke-2
Tahun ke-3
Tahun ke-4
Tahun ke-5
Tahun ke-6
Tahun ke-7
Tahun ke-8
Tahun ke-9
Tahun ke-10
Biaya Tetap Gaji
354.000.000
354.000.000
354.000.000
354.000.000
354.000.000
354.000.000
354.000.000
354.000.000
354.000.000
354.000.000
Penyusutan
296.390.703
296.390.703
296.390.703
296.390.703
296.390.703
296.390.703
296.390.703
296.390.703
296.390.703
296.390.703
Total Biaya Tetap
650.390.703
650.390.703
650.390.703
650.390.703
650.390.703
650.390.703
650.390.703
650.390.703
650.390.703
650.390.703 851.192.685
Biaya Variabel Bahan baku dan penunjang
851.192.685
851.192.685
851.192.685
851.192.685
851.192.685
851.192.685
851.192.685
851.192.685
851.192.685
Bahan bakar
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
Listrik
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
Total Biaya Variabel Biaya Operasional
851.822.685
851.822.685
851.822.685
851.822.685
851.822.685
851.822.685
851.822.685
851.822.685
851.822.685
851.822.685
1.502.213.388
1.502.213.388
1.502.213.388
1.502.213.388
1.502.213.388
1.502.213.388
1.502.213.388
1.502.213.388
1.502.213.388
1.502.213.388
80
Lampiran 13. Rekapitulasi produksi
Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Produksi per tahun (liter) 216.000 216.000 216.000 216.000 216.000 216.000 216.000 216.000 216.000 216.000
Biaya tetap (Rp/tahun) 650.390.703 650.390.703 650.390.703 650.390.703 650.390.703 650.390.703 650.390.703 650.390.703 650.390.703 650.390.703
Biaya variabel (Rp/tahun) 851.822.685 851.822.685 851.822.685 851.822.685 851.822.685 851.822.685 851.822.685 851.822.685 851.822.685 851.822.685
Biaya per unit produk (Rp/liter) 6.955 6.955 6.955 6.955 6.955 6.955 6.955 6.955 6.955 6.955
Harga Jual (Rp/liter) 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000
Profit (%)
Penerimaan (Rp)
116 116 116 116 116 116 116 116 116 116
3.240.000.000 3.240.000.000 3.240.000.000 3.240.000.000 3.240.000.000 3.240.000.000 3.240.000.000 3.240.000.000 3.240.000.000 3.240.000.000
BEP (Rp) 882.374.128 882.374.128 882.374.128 882.374.128 882.374.128 882.374.128 882.374.128 882.374.128 882.374.128 882.374.128
BEP (liter) 58.825 58.825 58.825 58.825 58.825 58.825 58.825 58.825 58.825 58.825
81
Lampiran 14. Proyeksi rugi laba
Komponen
Tahun ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
A. Penerimaan Penjualan produk
3.240.000.000
3.240.000.000
3.240.000.000
3.240.000.000
3.240.000.000
3.240.000.000
3.240.000.000
3.240.000.000
3.240.000.000
3.240.000.000
Total penerimaan
3.240.000.000
3.240.000.000
3.240.000.000
3.240.000.000
3.240.000.000
3.240.000.000
3.240.000.000
3.240.000.000
3.240.000.000
3.240.000.000
650.390.703
650.390.703
650.390.703
650.390.703
650.390.703
650.390.703
650.390.703
650.390.703
650.390.703
650.390.703
B. Pengeluaran Biaya tetap Biaya variabel
851.822.685
851.822.685
851.822.685
851.822.685
851.822.685
851.822.685
851.822.685
851.822.685
851.822.685
851.822.685
Total pengeluaran
1.502.213.388
1.502.213.388
1.502.213.388
1.502.213.388
1.502.213.388
1.502.213.388
1.502.213.388
1.502.213.388
1.502.213.388
1.502.213.388
EBIT
1.737.786.612
1.737.786.612
1.737.786.612
1.737.786.612
1.737.786.612
1.737.786.612
1.737.786.612
1.737.786.612
1.737.786.612
1.737.786.612
Pajak penghasilan Laba/Rugi setelah pajak
486.580.251
486.580.251
486.580.251
486.580.251
486.580.251
486.580.251
486.580.251
486.580.251
486.580.251
486.580.251
1.251.206.361
1.251.206.361
1.251.206.361
1.251.206.361
1.251.206.361
1.251.206.361
1.251.206.361
1.251.206.361
1.251.206.361
1.251.206.361
82
Lampiran 15. Proyeksi arus kas
Deskripsi A. Kas Masuk Laba/Rugi setelah pajak Nilai sisa Pengembalian modal kerja Modal sendiri
Tahun ke0
1
2
1.251.206.361
1.251.206.361
3
1.251.206.361
4
1.251.206.361
5
1.251.206.361
6
1.251.206.361
7
8
9
1.251.206.361
1.251.206.361
1.251.206.361
1.080.000
10
1.251.206.361 1.024.056.336 2.643.968.055
7.435.087.755
Modal pinjaman Total kas masuk
7.435.087.755
1.251.206.361
1.251.206.361
1.251.206.361
1.251.206.361
1.252.286.361
1.251.206.361
1.251.206.361
1.251.206.361
1.251.206.361
4.919.230.752
B. Kas Keluar Investasi/Reinvestasi
7.435.087.755
1.080.000
7.435.087.755
1.080.000
Angsuran pinjaman Total kas keluar C. Aliran Kas Bersih
0
1.251.206.361
1.251.206.361
1.251.206.361
1.251.206.361
1.252.286.361
1.250.126.361
1.251.206.361
1.251.206.361
1.251.206.361
4.919.230.752
D. Kas Awal Tahun
0
0
1.251.206.361
2.502.412.722
3.753.619.082
5.004.825.443
6.257.111.804
7.508.318.165
8.759.524.526
10.010.730.887
11.261.937.247
E. Kas Akhir Tahun
0
1.251.206.361
2.502.412.722
3.753.619.082
5.004.825.443
6.257.111.804
7.507.238.165
8.759.524.526
10.010.730.887
11.261.937.247
16.181.168.000
83
Lampiran 16. Kriteria kelayakan investasi
Tahun Ke0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Aliran kas bersih, Bt-Ct (Rp) (7.435.087.755) 1.251.206.361 1.251.206.361 1.251.206.361 1.251.206.361 1.252.286.361 1.250.126.361 1.251.206.361 1.251.206.361 1.251.206.361 4.919.230.752
Akumulasi (Rp) (7.435.087.755) (6.183.881.395) (4.932.675.034) (3.681.468.673) (2.430.262.312) (1.177.975.951) 72.150.409 1.323.356.770 2.574.563.131 3.825.769.492 8.745.000.244
Kriteria NPV Payback Period (tahun) IRR Net B/C
DF 1,000 0,877 0,769 0,675 0,592 0,519 0,456 0,400 0,351 0,308 0,270 NPV
PV (Rp) (7.435.087.755) 1.097.549.439 962.762.666 844.528.654 740.814.609 650.398.295 569.540.753 500.028.760 438.621.719 384.755.894 1.326.932.043 80.845.077
PV Kumulatif (7.435.087.755) (6.337.538.316) (5.374.775.650) (4.530.246.996) (3.789.432.386) (3.139.034.092) (2.569.493.339) (2.069.464.579) (1.630.842.860) (1.246.086.966) 80.845.077
Nilai 80.845.077 5,94 14,24% 1,01
84
Lampiran 17. Analisis sensitivitas pada kenaikan harga bahan baku 1,66% menjadi Rp 7.116,06 per kg
Tahun Ke0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Aliran kas bersih, Bt-Ct (Rp) (7.475.874.850) 1.241.417.458 1.241.417.458 1.241.417.458 1.241.417.458 1.242.497.458 1.240.337.458 1.241.417.458 1.241.417.458 1.241.417.458 4.950.228.944
Akumulasi (Rp)
DF
(7.475.874.850) (6.234.457.392) (4.993.039.934) (3.751.622.476) (2.510.205.018) (1.267.707.560) (27.370.102) 1.214.047.356 2.455.464.814 3.696.882.272 8.647.111.216
1,000 0,877 0,769 0,675 0,592 0,519 0,456 0,400 0,351 0,308 0,270 NPV
Kriteria NPV Payback Period (tahun) IRR (%) Net B/C
Nilai 0 6,02 14 1
PV (Rp)
PV Kumulatif
(7.475.874.850) 1.088.962.682 955.230.423 837.921.424 735.018.793 645.314.245 565.081.060 496.116.749 435.190.131 381.745.729 1.335.293.613 0
(7.475.874.850) (6.386.912.168) (5.431.681.745) (4.593.760.321) (3.858.741.528) (3.213.427.282) (2.648.346.222) (2.152.229.473) (1.717.039.342) (1.335.293.613) -
85
Lampiran 18. analisis sensitivitas pada penurunan harga jual bioetanol 0,66% menjadi Rp 14.900,34per liter
Tahun Ke0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Aliran kas bersih, Bt-Ct (Rp) (7.435.087.755,40) 1.235.707.264,76 1.235.707.264,76 1.235.707.264,76 1.235.707.264,76 1.236.787.264,76 1.234.627.264,76 1.235.707.264,76 1.235.707.264,76 1.235.707.264,76 4.903.731.656,16
Akumulasi (Rp)
DF
(7.435.087.755) (6.199.380.491) (4.963.673.226) (3.727.965.961) (2.492.258.696) (1.255.471.432) (20.844.167) 1.214.863.098 2.450.570.363 3.686.277.627 8.590.009.284
1,000 0,877 0,769 0,675 0,592 0,519 0,456 0,400 0,351 0,308 0,270 NPV
Kriteria
Nilai 0 6,53 14 1
NPV Payback Period (tahun) IRR (%) Net B/C
PV (Rp)
PV Kumulatif
(7.435.087.755) 1.083.953.741 950.836.615 834.067.206 731.637.900 642.348.550 562.479.573 493.834.743 433.188.371 379.989.799 1.322.751.258 0
(7.435.087.755) (6.351.134.014) (5.400.297.399) (4.566.230.193) (3.834.592.293) (3.192.243.744) (2.629.764.170) (2.135.929.428) (1.702.741.057) (1.322.751.258) (0)
86
Lampiran 19. Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin keamanan pasokan energi dalam negeri dan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan, perlu menetapkan Kebijakan Energi Nasional sebagai pedoman dalampengelolaan energi nasional; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Kebijakan Energi Nasional; Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831); 3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 74,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3317); 4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Draft tanggal 14 November 2005 Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3676); 5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152); 6. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327); 7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
Menetapkan :
MEMUTUSKAN : PERATURAN PRESIDEN TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksudkan dengan :
87
1.
Energi adalah daya yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai proses kegiatan meliputi listrik, energi mekanik dan panas.
2.
Sumber energi adalah sebagian sumber daya alam antara lain berupa minyak dan gas bumi, batubara, air, panas bumi, gambut, biomasa dan sebagainya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat dimanfaatkan sebagai energi.
3.
Energi baru adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh teknologi baru baik yang berasal dari energi terbarukan maupun energi tak terbarukan, antara lain : Hidrogen, Coal Bed Methane, Coal Liquifaction, Coal Gasification dan Nuklir.
4.
Energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumberdaya energi yang secara alamiah tidak akan habis dan dapat berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain : panas bumi, biofuel, aliran air sungai, panas surya, angin, biomassa, biogas, ombak laut, dan suhu kedalaman laut.
5.
Diversifikasi energi adalah penganekaragaman penyediaan dan pemanfaatan berbagai sumber energi dalam rangka optimasi penyediaan energi.
6.
Konservasi energi adalah penggunaan energi secara efisien dan rasional tanpa mengurangi penggunaan energi yang memang benar-benar diperlukan.
7.
Sumber energi alternatif tertentu adalah jenis sumber energy tertentu pengganti Bahan Bakar Minyak.
8.
Elastisitas energi adalah rasio atau perbandingan antara tingkat pertumbuhan konsumsi energi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi.
9.
Harga keekonomian adalah biaya produksi per unit energi termasuk biaya lingkungan ditambah biaya margin. BAB II TUJUAN DAN SASARAN KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Pasal 2
(1) Kebijakan Energi Nasional bertujuan untuk mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri. (2) Sasaran Kebijakan Energi Nasional adalah : a. Tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari 1 (satu) pada tahun 2025. b. Terwujudnya energi (primer) mix yang optimal pada tahun 2025, yaitu peranan masing-masing jenis energi terhadap konsumsi energi nasional : 1) minyak bumi menjadi kurang dari 20% (dua puluh persen). 2) gas bumi menjadi lebih dari 30% (tiga puluh persen). 3) batubara menjadi lebih dari 33% (tiga puluh tiga persen). 4) biofuel menjadi lebih dari 5% (lima persen).
88
5) panas bumi menjadi lebih dari 5% (lima persen). 6) energi baru dan terbarukan lainnya, khususnya, Biomasa, Nuklir, Tenaga Air Skala Kecil, Tenaga Surya, dan Tenaga Angin menjadi lebih dari 5% (lima persen). 7) Bahan Bakar Lain yang berasal dari pencairan batubara menjadi lebih dari 2% (dua persen). BAB III LANGKAH KEBIJAKAN Pasal 3 (1) Sasaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dicapai melalui Kebijakan Utama dan Kebijakan Pendukung. (2) Kebijakan Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Penyediaan energi melalui : 1) penjaminan ketersediaan pasokan energi dalam negeri; 2) pengoptimalan produksi energi; 3) pelaksanaan konservasi energi. b. Pemanfaatan energi melalui : 1) efisiensi pemanfaatan energi; 2) diversifikasi energi. c. Penetapan kebijakan harga energi ke arah harga keekonomian, dengan tetap mempertimbangkan bantuan bagi rumah tangga miskin dalam jangka waktu tertentu. d. Pelestarian lingkungan dengan menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan. (3) Kebijakan pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi a. pengembangan infrastruktur energi termasuk peningkatan akses konsumen terhadap energi; b. Kemitraan pemerintah dan dunia usaha; c. pemberdayaan masyarakat; d. pengembangan penelitian dan pengembangan serta pendidikan dan pelatihan. Pasal 4 (1) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menetapkan Blueprint Pengelolaan Energi Nasional setelah berkonsultasi dengan Menteri terkait. (2) Blueprint Pengelolaan Energi Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya: a. kebijakan mengenai jaminan keamanan pasokan energy dalam negeri. b. kebijakan mengenai Kewajiban Pelayanan Publik (Public Service Obligation). c. pengelolaan sumber daya energi dan pemanfaatannya. (3) Blueprint sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar bagi penyusunan pola pengembangan dan pemanfaatan masing-masing jenis energi. BAB IV HARGA ENERGI
89
Pasal 5 (1) Harga energi disesuaikan secara bertahap sampai batas waktu tertentu menuju harga keekonomiannya. (2) Pentahapan dan penyesuaian harga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan dampak optimum terhadap diversifikasi energi. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai harga energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan bantuan bagi rumah tangga miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB V PEMBERIAN KEMUDAHAN DAN INSENTIF Pasal 6 (1) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menetapkan sumber energi alternatif tertentu. (2) Pemerintah dapat memberikan kemudahan dan insentif kepada pelaksana konservasi energi dan pengembang sumber energy alternatif tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kemudahan dan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri terkait sesuai kewenangan masing-masing. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 7 Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Januari 2006 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR.H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Salinan sesuai dengan aslinya Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum, ttd. Lambock V. Nahattands
90
Lampiran 20. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2006 INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Dalam rangka percepatan penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain, dengan ini menginstruksikan: Kepada : 1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 2. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral; 3. Menteri Pertanian; 4. Menteri Kehutanan; 5. Menteri Perindustrian; 6. Menteri Perdagangan; 7. Menteri Perhubungan; 8. Menteri Negara Riset dan Teknologi; 9. Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah; 10. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara; 11. Menteri Dalam Negeri; 12. Menteri Keuangan; 13. Menteri Negara Lingkungan Hidup; 14. Gubernur; 15. Bupati/Walikota; Untuk : PERTAMA : Mengambil langkah- langkah untuk melaksanakan percepatan penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain sebagai berikut: 1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengkoordinasikan persiapan pelaksanaan penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. 2. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral: a. menetapkan dan melaksanakan kebijakan penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain, yang antara lain memuat jaminan ketersediaan bahan bakar nabati (biofuel) serta jaminan kelancaran dan pemerataan distribusinya; b. menetapkan paket kebijakan insentif dan tarif bagi pengembangan penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain dengan berkoordinasi dengan instansi terkait; c. menetapkan standar dan mutu bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain; d. menetapkan sistem dan prosedur yang sederhana untuk pengujian mutu bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain; e. menetapkan tata niaga yang sederhana dan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain ke dalam sistem tata niaga Bahan Bakar Minyak;
91
f. melaksanakan sosialisasi penggunaan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain; g. mendorong perusahaan yang bergerak di bidang energi dan sumber daya mineral untuk memanfaatkan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. 3. Menteri Pertanian: a. mendorong penyediaan tanaman bahan baku bahan bakar nabati (biofuel) termasuk benih dan bibitnya; b. melakukan penyuluhan pengembangan tanaman bahan baku bahan bakar nabati (biofuel); c. memfasilitasi penyediaan benih dan bibit tanaman bahan baku bahan bakar nabati (biofuel); d. mengintegrasikan kegiatan pengembangan dan kegiatan pasca panen tanaman bahan baku bahan bakar nabati (biofuel). 4. Menteri Kehutanan memberikan izin pemanfaatan lahan hutan yang tidak produktif bagi pengembangan bahan baku bahan bakar nabati (biofuel) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 5. Menteri Perindustrian meningkatkan pengembangan produksi dalam negeri peralatan pengolahan bahan baku bahan bakar nabati (biofuel) dan mendorong pengusaha dalam mengembangkan industri bahan bakar nabati (biofuel). 6. Menteri Perdagangan: a. mendorong kelancaran pasokan dan distribusi bahan baku bahan bakar nabati (biofuel); b. menjamin kelancaran pasokan dan distribusi komponenkomponen peralatan pengolahan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel). 7. Menteri Perhubungan mendorong peningkatan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain di sektor transportasi. 8. Menteri Negara Riset dan Teknologi mengembangkan teknologi, memberikan saran aplikasi pemanfaatan teknologi penyediaan dan pengolahan, distribusi bahan baku serta pemanfaan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. 9. Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah membantu dan mendorong koperasi dan usaha kecil dan menengah untuk berpartisipasi dalam pengembangan tanaman bahan baku bahan bakar nabati (biofuel) serta pengolahan dan perniagaan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. 10. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN): a. mendorong BUMN bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan untuk mengembangkan tanaman bahan baku bahan bakar nabati (biofuel); b. mendorong BUMN bidang industri untuk mengembangkan industry pengolahan bahan bakar nabati (biofuel); c. mendorong BUMN bidang rekayasa untuk mengembangkan teknologi pengolahan bahan bakar nabati (biofuel); d. mendorong BUMN bidang energi untuk memanfaatkan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. 11. Menteri Dalam Negeri mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemerintah daerah dan jajarannya serta penyiapan masyarakat dalam penyediaan lahan di daerah masingmasing, terutama lahan kritis bagi budidaya bahan baku bahan bakar nabati (biofuel);
92
12. Menteri Keuangan mengkaji peraturan perundangundangan di bidang keuangan dalam rangka pemberian insentif dan keringanan fiskal untuk penyediaan bahan baku dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. 13. Menteri Negara Lingkungan Hidup melakukan sosialisasi dan komunikasi kepada masyarakat mengenai pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain yang ramah lingkungan. 14. Gubernur: a. melaksanakan kebijakan untuk meningkatkan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain di daerahnya sesuai dengan kewenangannya; b. melaksanakan sosialisasi pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain di daerahnya; c. memfasilitasi penyediaan lahan di daerah masingmasing sesuai dengan kewenangannya terutama lahan kritis bagi budi daya bahan baku bahan bakar nabati (biofuel); d. melaporkan pelaksanaan instruksi ini kepada Menteri Dalam Negeri. 15. Bupati/Walikota: a. melaksanakan kebijakan untuk meningkatkan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain di daerahnya sesuai dengan kewenangannya; b. melaksanakan sosialisasi pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain di daerahnya; c. memfasilitasi penyediaan lahan di daerah masingmasing sesuai dengan kewenangannya terutama lahan kritis bagi budi daya bahan baku bahan bakar nabati (biofuel); d. melaporkan pelaksanaan instruksi ini kepada Gubernur. KEDUA: Agar melaksanakan Instruksi Presiden mi sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab dan melaporkan hasil pelaksanaannya kepada Presiden secara berkala. Instruksi Presiden ini mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan. Dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 25 Januari 2006 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Salman sesuai dengan aslinya Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum, ttd Lambock V. Nahattands
93
Lampiran 21. Keputusan Presiden No. 10 Tahun 2006 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG TIM NASIONAL PENGEMBANGAN BAHAN BAKAR NABATI UNTUK PERCEPATAN PENGURANGAN KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
bahwa dalam rangka melaksanakan percepatan pengurangan kemiskinan dan pengangguran melalui pengembangan bahan bakar nabati, perlu membentuk Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati Untuk Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran dengan Keputusan Presiden;
Memutuskan: 1. 2.
3.
4.
Menetapkan:
PERTAMA :
KEDUA :
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152); Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4436); Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional; MEMUTUSKAN: KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG TIM NASIONAL PENGEMBANGAN BAHAN BAKAR NABATI UNTUK PERCEPATAN PENGURANGAN KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN. Membentuk Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati Untuk Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran yang selanjutnya dalam Keputusan Presiden mi disebut Tim Nasional. Susunan keanggotaan Tim Nasional adalah: a. Tim Pengarah 1. Ketua Bersama : 1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 2. Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat; 2. Anggota : 1. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral; 2. Menteri Pertanian; 3. Menteri Kehutanan; 4. Menteri Perindustrian; 5. Menteri Perdagangan; 6. Menteri Perhubungan; 7. Menteri Dalam Negeri; 8. Menteri Keuangan; 9. Menteri Negara Riset dan Teknologi; 10. Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah;
94
11. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara; 12. Menteri Negara Lingkungan Hidup; 13. Kepala Badan Pertanahan Nasional; 14. Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 15. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal b. Tim Pelaksana : 1) Ketua : Ir. Alhilal Hamdi; 2) Sekretaris I : Dr.-Ing. Evita Herawati Legowo; 3) Sekretaris II : Dr. Ir. Unggul Priyatno, M.Sc; 4) Anggota : a. Kelompok Kerja Kebijakan dan Regulasi: 1) Ketua : Ir. J. Purwono, MSEE; 2) Anggota : 1. Dr. Bayu Krisnamurti; 2. Dra. Nenny Sri Utami; 3. Dr. Anny Ratnawati; 4. Erie Soedarmo, Ph.D; 5. Yenny Wahid, MPA. b. Kelompok Kerja Penyediaan Lahan: 1) Ketua : Kepala Badan Planologi, Departemen Kehutanan; 2) Anggota : 1. Deputi Pengaturan dan Pertanahan, Badan Pertanahan Nasional; 2. Direktur Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian; 3. Dr. Hermanto Siregar; 4. Dr. Harianto. c. Kelompok Kerja Budidaya dan Produksi: 1) Ketua Prof. (Riset) Dr. Wahono Sumaryono; 2) Anggota : 1. Staf Ahli Menteri Perindustrian Bidang Jklim Usaha dan Investasi; 2. Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia. 3. Direktur Utama PT Rekayasa Industri (PERSERO); 4. Dr. Ir. Agus Eko, M.Eng. d. Kelompok Kerja Pasar dan Harga Produk: 1) Ketua : Direktur Utama PT Pertamina (PERSERO) 2) Anggota : 1. Staf Ahli Menteri Perdagangan Bidang Jklim Usaha; 2. Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PERSERO); 3. Jndra Winarno; 4. Drs. Adi Subagyo, MM; 5. Jmmanuel Sutarto. e. Kelompok Kerja Sarana dan Prasarana: 1) Ketua : Dr. Ir. Agus Pakpahan; 2) Anggota : 1. Direktur Utama PT Barata (PERSERO);
95
2. Direktur Utama PT PINDAD (PERSERO); 3. Direktur Utama PT PAL (PERSERO); 4. Direktur Utama PT Waskita Karya (PERSERO); 5. Direktur Utama PT Pupuk (PERSERO); 6. Direktur Utama PERUM BULOG; 7. Dr. D.S. Priyarsono. f. Kelompok Kerja Pendanaan: 1) Ketua : Direktur Jenderal Perbendaharaan, Departemen Keuangan; 2) Anggota : 1. Deputi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bidang Iklim Investasi; 2. Direktur Utama PT Bank Rakya Indonesia (PERSERO); 3. Direktur Utama PT Bank Mandiri (PERSERO); 4. Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (PERSERO); 5. Direktur Utama PT Dana Reksa; 6. Aulia Pohan, S.F.; 7. Patrick S. Waluyo; 8. Gita Wirjawan; 9. Hendi Kariawan, M.Sc; 10. Dr. Yudi Purba Sadewa; 11. Dr. Taufik Sumawinata. KETIGA : Tim Nasional mempunyai tugas: a. menyusun cetak biru pengembangan bahan bakar nabati untuk percepatan pengurangan kemiskinan dan pengangguran; b. menyusun Peta Jalan (Road Map) pengembangan bahan bakar nabati untuk percepatan pengurangan kemiskinan dan pengangguran; c. menyiapkan rumusan langkah-langkah pengembangan bahan bakar nabati untuk ditindakianjuti oleh seluruh instansi terkait, sebagaimana dimaksud dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain; d. melaksanakan evaluasi terhadap pelaksanaan pengembangan bahan bakar nabati untuk percepatan pengurangan kemiskinan dan pengangguran; e. melaporkan kemajuan pengembangan bahan bakar nabati untuk percepatan pengurangan kemiskinan dan pengangguran secara berkala kepada Presiden. KEEMPAT : Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Nasional bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang engineering serta perusahaan swasta yang terkait untuk melakukan: a. desain dan rekayasa pabrik biofuel (green energy) dalam berbagai skala/kapasitas produksi lengkap dengan instalasi pendukungnya untuk pelaksanaan program biofuel; b. konstruksi pabrik di lokasi yang ditetapkan; c. pengembangan mesin, peralatan, dan teknologi proses dalam rangka peningkatan produktivitas maupun efisiensi energi. KELIMA :
96
a.
Untuk membantu kelancaran tugasnya, Tim Nasional dapat membentuk Sekretariat dan mengangkat Tenaga Ahli. b. Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Nasional dapat meminta bantuan dan pejabat Pemerintah, akademisi, praktisi, atau pihak lainnya yang dipandang perlu KEENAM : Tata kerja Tim Pengarah dan Tim Pelaksana ditetapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. KETUJUH :
Biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Tim Nasional dibebankan pada Anggaran Belanja Negara pada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara.
KEDELAPAN : Masa kerja Tim Nasional terhitung mulai ditetapkannya Keputusan Presiden mi berlaku selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang apabila diperlukan. KESEMBILAN : Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan untuk pelaksanaan Keputusan Presiden mi ditetapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. KESEPULUH : Keputusan Presiden mi mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 24 Juli 2006 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Salman sesuai dengan aslinya Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum, ttd Lambock V. Nahattands
97