Jurnal Hukum ‘Inkracht’, Volume I, Nomor 1, Nopember 2014 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BOROBUDUR
PERUBAHAN PARADIGMA POLITIK HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL(HKI)UNTUK MEWUJUDKAN DAYA SAING NASIONAL: STUDI PERLINDUNGAN RAHASIA DAGANG BIDANG OBAT-OBATAN TRADISIONAL H. Suparno *) Abstract Paradigm Change of Political Law of Intellectual Property Rights (IPR) to Materialize the National Competitiveness: the Study of Trade Secret Protection in the Field of Traditional Medicine. Research and discussion regarding legal political paradigm change on Law of Intellectual Property Rights (IPR) in Indonesia, especially trade secrets in the field of traditional medicine was important, at least for three problems. Firstly, why paradigm of Intellectual Property Rights (IPR) in Indonesia was to change. Secondly, what efforts had be done by the Indonesian government in these changes, so that they created national competitiveness. Thirdly, whether or not the legal culture of Indonesian people accepted the trade secret protection of traditional medicine sector. This research used three research methods, i.e. normative, qualitative, and comparative. First, normative juridical methods focussed on the study of the legal norms that contained laws and regulations, international conventions, treaties, court decisions, and living legal norms in society. Second, in addition to legislation, international conventions and treaties, this study also exposed the people’s views on the protection of trade secrets in the field of traditional medicine. On this level, the research was carried out by using the qualitative method. This method referred to the research procedure intended to provide a picture of the data in depth from all aspects (holistic). Third, the study also included comparison information with some other countries in the same way, particularly with regard to the system and mechanism of protection in the field of Intellectual Property Rights (IPR). The research and analysis results showed several new findings: First, the Indonesia Intellectual Property Rights (IPR) paradigm based on Pancasila as the philosophical foundation, the Constitution 1945 was functioned as the Juridical foundation and social realities of Indonesia as a sociological foundation. Second, the Indonesia Government’s efforts in these changes were done, made, and alligned so as the the Intellectual Property Rights (IPR) legal system derived from western was individualistic in nature that was not appropriate to provide protection against traditional knowledge where the owners were more communal or collective. Third, traditional society’s legal culture had not fully covered the need for protection arrangements of trade secret as they still were in traditional agrarian public relations. Finally, the researcher argued that togetherness and spiritualism philosophy embraced by the Indonesian society created values for the citizen’s intellectual superiority in form of traditional medicine knowledge should not have been monopolized by only those knowledgable parties. *)H. Suparno. Dosen Fakultas Hukum Universitas Borobudur Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur
39
Jurnal Hukum ‘Inkracht’, Volume I, Nomor 1, Nopember 2014 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BOROBUDUR
nologi. Perlindungan Rahasia Dagang, bisa diterima oleh masyarakat industry, namun sebaliknya perlindungan Rahasia Dagang masih belum seluruhnya dapat diterima oleh masyarakat tradisional di mana hubungan-hubungan mereka masih berdasarkan ikatan-ikatan tradisional.
Pendahuluan Latar Belakang Masalah Persetujuan TRIPs mengatur tentang norma dan standar dan dalam beberapa hal mendasarkan diri pada prinsip kerelaan penuh (full compliance) terhadap konvensi-konvensi HKI yang telah ada dan menggunakannya sebagai basis minimal. Keterkaitan TRIPs yang erat dengan perdagangan internasional, TRIPs memuat dan menekankan dalam derajat yang tinggi mengenai mekanisme penegakan hukum yang dikaitkan dengan kemungkinan pembalasan silang atau crossretaliation. Apabila satu Negara tidak melindungi secara efektif HKI milik warga Negara yang lain, baik dalam pengaturan maupun penegakan hukumnya, maka akan memberi hak kepada Negara yang merasa dirugikan untuk mengambil tindakan balasan dengan menghambat impor komoditi apapun dari Negara yang dituduh, umpamanya, pengurangan kuota, peniadaan GSP (Generalized System of Preferences), pengenaan tarif yang lebih tinggi dan sebagainya. Ketidak adilan yang diakibatkan oleh penerapan prinsip kesamaan perlakuan (non-diskriminasi) yang dituntut Negaranegara maju melalui WTO/TRIPs harus dikoreksi kembali berdasarkan prinsip rectivicatory justice atau corrective justice. Dalam hal ini, inisiatif Pemerintah untuk mengupayakan perlindungan bagi masyarakat lokal berkenaan dengan pemanfaatan pengetahuan tradisional merupakan salah satu bentuk penyeimbangan kembali situasi tidak adil yang diakibatkan oleh miss appropriation yang dilakukan oleh Negara-negara maju. Perlindungan Rahasia Dagang adalah merupakan hal yang sangat penting dalam rangka menyesuaikan diri terhadap kompleksnya perdagangan, berubahnya praktek-praktek bisnis dan kemajuan tek-
Rumusan Masalah 1.
Mengapa paradigma Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Indonesia harus dilakukan perubahan?
2.
Upaya-upaya apakah yang perlu dilakukan Pemerintah Indonesia dalam perubahan tersebut, sehingga berdaya saing nasional?
3.
Apakah budaya hukum masyarakat Indonesia dapat menerima perlindungan Rahasia Dagang di bidang obat-obatan tradisional?
ASUMSI 1. Pemerintah Indonesia sebagai Negara berkembang mempunyai hak untuk melakukan perubahan paradigma politik hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang sesuai dengan landasan filosofis, yuridis dan sosiologis bangsa Indonesia, yang terdiri dari Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, dan Nilainilai budaya bangsa Indonesia. 2. Upaya-upaya pemerintah Indonesia dalam perubahan paradigma politik hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI) perlu terus dilakukan, meng-ingat system hukum HKI, seperti paten, merek, hak cipta, desain industry, dan rahasia dagang yang bersifat individualistik tidak sesuai untuk memberikan perlindungan terhadap pengetahuan tradisional yang pemiliknya lebih bersifat komunal atau kolektif. 3. Budaya hukum masyarakat tradisional, belum seluruhnya memahami perlunya pengaturan perlindungan rahasia
*)H. Suparno. Dosen Fakultas Hukum Universitas Borobudur Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur
40
Jurnal Hukum ‘Inkracht’, Volume I, Nomor 1, Nopember 2014 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BOROBUDUR
dagang karena mereka masih berada pada hubungan-hubungan masyarakat tradisional agraris.
kat aturan mengenai norma-norma umum tentang “moralitas” dan “itikad baik yang juga dicerminkan dalam perbuatan-perbuatan melanggar hukum dari persaingan yang tidak jujur dan pelanggaran atas kontrak. Doktrin-doktrin rahasia dagang di pengadilan didasarkan pada 2 prinsip yang berbeda, yaitu (J) kepentingan me-ngenai “properti” atas informasi bisnis yang bersifat rahasia; dan suatu kewajiban untuk menghormati kerahasiaan atas informasi. Dalam menerapkan prinsip mengenai “properti”, pengadilan memeriksa apakah informasi tertentu cukup rahasia dan bernilai untuk dipertimbangkan sebagai “property” pribadi. Dalam menerapkan prinsip kewajiban, pengadilan menyandarkan penekanan utama pada keadaankeadaan di mana seorang pelanggar yang diduga melakukan penyalahgunaan telah memperoleh informasi dan boleh membebankan suatu kewajiban menghindari penggunaannya atau pengungkapannya apabila informal diperoleh melalui hubungan yang bersifat rahasia atau caracara yang tidak layak bahkan apabila kerahasiaannya belum ditentukan secara pasti. Perkembangan kebijakan dan kepedulian mengenai perlindungan aset- aset intelektual atau HKI, termasuk rahasia dagang di Barat dilandasi beberapa teori, yang dikenal sebagai teori “'reward, teori “recovery" dan teori “incentive”. Yang dimaksud dengan teori-teori ini adalah :
Kerangka Teori Dan Konsep Kerangka Teori Pada hakekatnya Hak Kekayaan Intelektual adalah pengakuan dan penghargaan pada seseorang atau badan hukum atas penemuan atau penciptaan karya intelektual mereka dengan memberikan hak-hak khusus untuk mereka, hak yang bersifat sosial maupun ekonomi. Ketentuan mengenai rahasia dagang telah berkembang untuk mengakomodasi terhadap terjadinya perubahan yang menyangkut rahasia bisnis, persaingan, teknologi, dan pola-pola pekerjaan. Pada tahun-tahun terakhir, cepatnya perubahan teknologi telah mengakibatkan mening-katnya biaya yang dikeluarkan untuk riset dan pengembangan (R&D), besarnya peluang perpindahan karyawan dan aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan pengusaha, persaingan bisnis secara internasional serta berkembangnya penggabungan bermacammacam teknologi yang semakin kompleks, telah meningkatkan pentingnya peranan Undang-undang Rahasia Dagang. Undang-undang Rahasia Dagang melindungi informasi bisnis yang ber-sifat rahasia terhadap penggunaan yang tidak sah atau pengungkapannya oleh seseorang yang memperolehnya, melalui cara-cara yang layak atau melalui adanya hubungan yang bersifat rahasia. Hukum mengenai rahasia dagang merefleksikan pertimbangan-pertimbangan kebijakan ekonomi mengenai bagaimana mendorong inovasi, kompetisi dan kesejahteraan konsumen dan juga dugaandugaan yang iayak mengenai perilaku bisnis yang wajar. Dalam kaitannya dengan dugaan-dugaan yang layak mengenai perilaku bisnis yang wajar, hukum rahasia dagang merupakan suatu perang-
1.
*)H. Suparno. Dosen Fakultas Hukum Universitas Borobudur Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur
41
Teori “reward" menyatakan, sebenarnya bahwa pencipta atau penemu yang menghasilkan penemuan yang harus dilindungi harus diberi penghargaan atas jerih payahnya menghasilkan penemuan. Terkandung pengertian dari masyarakat mengenai penghargaan atas jerih payah seseorang, atau suatu pengakuan atas keberhasilan yang dicapai.
Jurnal Hukum ‘Inkracht’, Volume I, Nomor 1, Nopember 2014 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BOROBUDUR
2.
Teori “recovery “menyatakan bahwa penemu atau pencipta setelah mengeluarkan jerih payah dan waktu serta biaya, harus memperoleh kesempatan untuk meraih kembali sesuatu dari apa yang telah dikeluarkannya.
3.
Teori "incentive" menyatakan bahwa dalam rangka menarik upaya dan dana bagi pelaksanaan dan pengembangan kreativitas penemuan, serta menghasilkan sesuatu yang baru, diperlukan ad anya suatu. “insentif “ yang dapat memacu agar kegiatan-kegiatan penelitian yang dimaksudkan dapat terjadi.
asumsi bahwa manusia dapat membuat pilihan-pilihan yang memaksimalkan kesejahteraan kehidupan pribadi mereka dengan adanya jaminan hak moroped yang memberikan kesejahteraan bagi setiap individu dengan memaksimalkan pilihan-pilihan tanpa takut terhadap “free riding" yang dilakukan oleh anggotaanggota masyarakat. Perlindungan rahasia dagang ada-lah hal penting untuk menyesuaikan din terhadap kompleksnya perdagangan, berubahnya praktek-praktek bisnis dan kemampuan teknologi. Perlindungan rahasia dagang bisa diterima oleh masyarakat industri namun sebaiknya perlindungan rahasia dagang masih belum seluruhnya dapat diterima oleh masyarakat tradisional di mana hubungan-hubungan mereka masih berdasarkan ikatan-ikatan tradisional. Suatu sistem hukum menurut Lawrence M. Friedman terdiri dari tiga unsur, yaitu: substansi, struktur dan budaya hukum. Dari ketiga unsur tersebut budaya hukum merupakan unsur yang sangat menentukan apakah suatu sistem hukum akan berjalan atau tidak, Budaya hukum mencakup bagaimana persepsi masyarakat terhadap hukum. Bagaimana pandangan masyarakat tentang peranan hukum dalam masyarakat tersebut. Apakah hukum tersebut sekedar “perintah” (order) untuk menjaga ketertiban, atau hukum merupakan “hak-hak” (rights) dari individuindividu yang hams ditegakkan dalam masyarakat. Suatu bangsa tidak pernah mempunyai satu budaya hukum, melainkan terdiri dari berbagai sub budaya hukum. Hal ini disebabkan karena budaya hukum suatu bangsa itu dipengaruhi oleh tradisi, agama, latar belakang pendidikan, lingkungan, kepentingan ekonomi, posisi atau kedudukan, bahkan kepentingankepentingan apa saja. Oleh karena itu budaya hukum tersebut dapat berubah dari masa ke masa; dari suatu tempat ke
Di samping ketiga teori di atas, terdapat teori lainnya, yaitu teori “risk” yang mengakui bahwa kekayaan intelektual adalah hasil karya yang mengandung risiko. Kekayaan intelektual yang merupakan hasil dari suatu penelitian mengandung risiko yang memungkinkan orang Iain telah lebih dahulu menemukan cara tersebut ataupun memperbaikinya. dan dengan demikian wajar untuk memberikan perlindungan terhadap upaya atau kegiatan yang mengandung risiko tersebut. Terdapat teori lain mengenai peranan perlindungan milik intelektual di negara-negara berkembang, disebut dengan istilah teori “public benefit" atau : economic growth stimulus", atau “social rate of return” atau bahkan teori more things will happen". Inti teori ini mengakui bahwa perlindungan atas hak kekayaan intelektual adalah suatu alat dan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi adalah keseluruhan tujuan dibangunnya suatu sistem perlindungan atas hak kekayaan intelektual yang efektif. Sebagaimana dikutip oleh Ruth L, Gana, teori ekonomi menerangkan tingkah laku manusia sebagai respons terhadap insentif yang didasarkan pada adanya
*)H. Suparno. Dosen Fakultas Hukum Universitas Borobudur Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur
42
Jurnal Hukum ‘Inkracht’, Volume I, Nomor 1, Nopember 2014 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BOROBUDUR
tempat lain. Sementara itu Roscue Pound berpendapat bahwa hukum itu merupakan suatu sarana (alat) pembaharuan (membentuk, membangun, merubah.) atau law as c tool of social engineering. Dalam pengertian sebagai sarana rekayasa sosial, maka hukum tidak pasif melainkan hukum itu mampu dipergunakan untuk merubah suatu keadaan dan kondisi tertentu ke arah yang dituju sesuai dengan kemauan masyarakatnya. Dengan demikian hukum menciptakan suatu kondisi dan keadaan yang relatif sangat bam, jadi tidak hanya mengatur keadaan yang telah berjalan. Lebih jauh dikatakan bahwa hukum sebagai alat pembaharuan masyarakat merupakan tujuan hukum yang filosofis, artinya bahwa hukum sebagai alat pembaharuan itu telah berlaku (diterima), baik bagi negara yang sedang berkembang maupun negara yang sudah modem. Sesuai dengan pandangan HLA Hart tentang Konsep Hukum (the Concept of Law), sistem hukum HKI juga merupakan sistem hukum yang logis karena sistem hukum HKI merupakan perwujudan dari kehendak manusia sehubungan dengan tuntutan kebutuhan bersama, sehingga sistem HKI dalam keadaan ini merupakan sistem hukum positif yang dalam operasionalisasi dan misinya mempunyai empat aspek penunjang, yaitu : 1.
adanya aspek perintah;
2.
mengandung aspek kewajiban yang melekat dalam setiap norma hukum yang diberlakukannya; adanya aspek sanksi tertentu yang bersifat memaksa; dan mempunyai aspek kedaulatan dalam keberadaannya.
3. 4.
punyai peran memberikan bimbingan sebagai pelindung dan alat pemagar serta sebagai sarana pembaharuan dalam tata kehidupan masyarakatnya, sudah dirasakan perlunya bagi Indonesia untuk menciptakan suatu peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai rahasia dagang. Namun menjadi pertanyaan besar, yaitu apakah budaya hukum masyarakat Indonesia sudah mendukung kebutuhan tersebut di atas. Dalam kerangka teori-teori ini untuk mengetahui apakah masyarakat Indonesia yang terdiri dari masyarakat industri dan tradisional sudah dapat menerima konsep perlindungan atas rahasia dagang seperti yang diuraikan sebelumnya datang dari Barat. Apakah perubahan-perubahan hubungan sosial dan ekonomi mendorong perubahan budaya hukum dalam kaitannya dengan perlindungan rahasia dagang. Untuk menghindarkan perbedaan penafsiran mengenai istilah-istilah yang dipakai dalam pengkajian ini, maka uraian berikut ini menerangkan defmisi operasional dari istilah-istilah tersebut, Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights) adalah suatu istilah yang secara luas meliputi dan dipakai untuk menunjukkan. suatu kelompok cari bidang-bidang hukum: paten, merek, persaingan curang, hak cipta, disain. rahasia dagang, hak moral, dan hak untuk publisitas. Paten adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya. Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-
Mengacu kepada pendapat Roscue Pound dan HLA Hart yang menyatakan sistem hukum dalam fungsinya mem-
*)H. Suparno. Dosen Fakultas Hukum Universitas Borobudur Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur
43
Jurnal Hukum ‘Inkracht’, Volume I, Nomor 1, Nopember 2014 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BOROBUDUR
pembatasan menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku. Pemegang Paten adalah penemu sebagai pemilik paten atau orang yang menerima hak tersebut dari pemilik paten atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut di atas, yang terdaftar dalam Daftar Umum Paten. Penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang teknologi, yang dapat berupa proses atau hasil produksi atau penyempurnaan dan pengembangan proses atau hasil produksi. Lisensi adalah suatu izin yang diberikan kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membuat, menggunakan suatu Hak Kekayaan Intelektual, baik mengenai produk tertentu, disain atau proses, berdasarkan syarat-syarat tertentu, yaitu jangka waktu tertentu, dan dalam suatu wilayah tertentu. Rahasia dagang adalah suatu informasi yang: 1.
2.
3.
6.
Informasi yang tidak diungkapkan atau undisclosed information adalah informasi yang secara keseluruhan, atau dalam konfigurasi dan gabungan yang utuh dari pada beberapa komponennya, bersifat rahasia dalam pengertian bahwa hal itu tidak secara umum diketahui atau terbuka untuk diketahui olehpihak-pihak yang dalam kegiatan sehari-harinya biasa menggunakan informasiserupa itu; dan memiliki nilai komersial karena kerahasiaannya dan dengan upaya yang semestinya selalu dijaga kerahasiaannya oleh pihak yang secara hukum menguasai informasi tersebut. Know-how adalah pengetahuan ilmiah, engineering atau pengetahuan teknik atau pengetahuan khusus yang dapat diaplikasikan khusus pada produk dan proses atau menggunakan suatu produk tertentu Secrecy adalah suatu keadaan yang harus disembunyikan atau dirahasiakan.
digunakan atau dimaksudkan untuk digunakan dalam suatu perdagangan atau bisnis;
Confidentiality adalah suatu keadaan atau sifat rahasia; diperlakukan secara pribadi atau tersendiri, tidak untuk dipublikasikan
dimasukkan atau ditambahkan dalam suatu formula, pola, himpunan (kompilasi), perangkat lunak komputer, gambar, perlengkapan, metode, teknologi atau proses;
Persaingan curang atau persaingan tidak wajar adalah setiap persaingan yang bertentangan dengan praktek-praktek kejujuran dalam industri atau aktivitas perdagangan, dan secara khusus melarang hal-hal sebagai berikut:
tidak diketahui secara luas oleh masyarakat dan tidak pula diketahui secara umum dalam perdagangan atau bisnis dari seseorang yang menyatakan bahwa informasi ini adalah rahasia dagang:
4.
tidak dapat dipastikan segera atau berasal dari informasi yang didapat dalam masyarakat;
5.
merupakan usaha yang wajar dalam keadaan untuk tetap menjaga kerahasiaan; dan
mempunyai nilai ekonomi yang nyata.
1.
Semua perbuatan yang sifatnya untuk menciptakan kekeliruan (confusion) dengan cara apapun berkenaan dengan perusahaan, barangbarang atau aktivitas industri atau perdagangan dari pihak pesaing.
2.
Indikasi yang keliru dalam suatu perdagangan yang bersifat mendiskreditkan perusahaan, barang-ba-
*)H. Suparno. Dosen Fakultas Hukum Universitas Borobudur Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur
44
Jurnal Hukum ‘Inkracht’, Volume I, Nomor 1, Nopember 2014 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BOROBUDUR
rang atau aktivitas industri atau perdagangan dari pihak pesaing. 3.
Konsep Untuk menghindarkan perbedaan penafsiran mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam disertasi ini, berikut ini adalah definisi operasional mengenai apa yang dimaksud dengan istilah-istilah tersebut: Negara maju atau yang juga disebut sebagai developed country mengacu kepada negara-negara yang mempunyai tingkat pendapatan perkapita yang tinggi dan mempunyai beragam industri yang ditandai dengan pemanfaatan teknologi tinggi. Negara berkembang atau yang juga disebut sebagai developing country mengacu kepada negara-negara yang tidak saja memiliki pendapatan perkapita yang rendah, tetapi juga masih menghadapi masalahmasalah sosial seperti buta huruf, angka kematian bayi yang tinggi, problem kekurangan gizi (malnutrition), dan ketertinggalan dalam bidang teknologi. Masyarakat lokal mengacu pada kelampok-kelompok masyarakat yang hidup di daerah-daerah di dalam wilayah Indonesia yang biasanya diidentifikasikan sebagai suku bangsa tertentu. Hak kekayaan intelektual adalah hak yang timbul dari aktifitas intelektual manusia dalam bidang industri, ilmu pengetahuan, sastra, dan seni. Dalam pengertian konvensional yang lebih sempit, hak kekayaan intelektual mencakup 2 kategori, yaitu: industrial property dan copyright. Industrial property mencakup: patent, utility models, industrial design, trademark, service mark trade names, geographical indications. Sedangkan copyright mencakup pula related rights atau yang juga disebut neighboring rights. Pengetahuan tradisional diartikan sebagai pengetahuan yang dimiliki atau dikuasai dan digunakan oleh suatu komunitas, masyarakat, atau suku bangsa tertentu, yang bersifat turun-temurun dan terus berkembang sesuai dengan peru-
Indikasi dalam rangka perdagangan yang dapat menimbulkan kekacauan dan pemakaian indikasi yang dapat mengacaukan publik berkenaan dengan sifat barang, proses pembuatannya, ciri-ciri, serta cara penggunaannya maupun tujuan atau kualitas barang bersang-kutan.
Penyalahgunaan (misappropriation) adalah penyalahgunaan elemen rahasia dagang yang meliputi : 1) memperoleh suatu rahasia dagang melalui penggunaannya dengan cara yang tidak layak; 2) menggunakan atau mengungkapkan suatu. rahasia dagang dengan melanggar kepercayaan; dan 3) menggunakan atau mengungkapkan suatu rahasia dagang dengan pengetahuan yang aktual dan konstruktif bahwa rahasia dagang: (a) diperoleh dengan cara-cara yang tidak layak; (b) diungkapkan karena melanggar suatu kewajiban dari adanya suatu hubungan yang khusus atau; (c) dipe-roleh secara disengaja. Reverse Engineering adalah perencanaan, pembuatan pola, konstruksi dan sebagainya dari suatu mesin, jalan, jembatan dan sebagainya secara terbalik atau berlawanan. Globalisasi adalah suatu kebijaksanaan, pandangan dan sebagainya dengan ruang lingkup internasional. Independent Inventor adalah seorang penemu atau pencipta barang atau hal bara yang bebas dari pengaruh, pembatasan, perubahan dan limitasi dari pihak lain. Budaya hukum adalah persepsi masyarakat terhadap hukum, bagaimana peranan hukum dalam masyarakat, dan bagaimana harapan-harapan masyarakat terhadap hukum.
*)H. Suparno. Dosen Fakultas Hukum Universitas Borobudur Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur
45
Jurnal Hukum ‘Inkracht’, Volume I, Nomor 1, Nopember 2014 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BOROBUDUR
bahan lingkungan. HAKI secara esensial berbicara mengenai hak atas kekayaan yang lahir dari kemampuan intelektual manusia, kekayaan dan hak. Unsur manusia menempati urutan pertama, karena manusialah yang menjadi sumbernya. Manusia pula yang dengan kemampuan intelektualnya melahirkan karya-karya di berbagai bidang yang kemudian dikenal sebagai jenis-jenis HAKI. Pengetahuan obat-obatan tradisional (traditional medicinal knowledge) adalah keseluruhan dari pengetahuan, kemampuan, dan praktek yang didasarkan pada teori, kepercayaan, dan pengalaman, digunakan untuk memelihara kesehatan, baik untuk mencegah atau mengobati berbagai penyakit fisik maupun mental. Misappropriation diartikan sebagai penggunaan oleh pihak asing secara melawan hukum atau melanggar hak-hak masyarakat lokal atas pengetahuan tradisional dan sumber daya hayati yang terkait, yang menjadi milik masyarakat yang bersangkutan. Sui generis adalah sebuah kata Latin yang berarti of its own kind or class. Sui generis system adalah a system specifically designed to address the needs and concerns of a particular issue atau yang dalam kaitannya dengan kekayaan intelektual diartikan sebagai a system entirely separate from and different from the current Intellectual Property System. Keanekaragaman hayati (biological diversity) adalah keragaman makhluk hidup dari berbagai sumber atau asal, termasuk antara lain, semua makhluk yang hidup di daratan, lautan, dan ekosistem lainnya, di mana makhluk itu menjadi bagian daripadanya; termasuk pula keanekaragaman dalam spesies, antar spesies dan ekosistemnya. Paten adalah hak eksklusif yang diberikan negara kepada penemu (inventor) atas hasil penemuannya (invention) di bidang teknologi, untuk selama jangka
wahtu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya. Invensi atau penemuan adalah ide penemu (inventor) yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. Inventor atau penemu adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan penemuan invensi. Merek (mark) adalah tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa. Merek dagang (trademark) adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama, atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. Hak Cipta (copyright) adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi ijin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencipta (author) adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama, yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Ciptaan (work) adalah setiap hasil karya pencipta dalam bentuk khas apapun juga yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu, seni, dan sastra.
*)H. Suparno. Dosen Fakultas Hukum Universitas Borobudur Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur
46
Jurnal Hukum ‘Inkracht’, Volume I, Nomor 1, Nopember 2014 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BOROBUDUR
Informasi yang tidak diungkapkan atau undisclosed information adalah informasi yang secara keseluruhan, atau dalam konfigurasi dan gabungan yang utuh dari pada beberapa komponennya, bersifat rahasia dalam pengertian bahwa hal itu tidak secara umum diketahui atau terbuka untuk diketahui olehpihak-pihak yang dalam kegiatan sehari-harinya biasa menggunakan informasiserupa itu; dan memiliki nilai komersial karena kerahasiaannya dan dengan upaya yang semestinya selalu dijaga kerahasiaannya oleh pihak yang secara hukum menguasai informasi tersebut
semakin sering terjadinya hubungan yang melibatkan kedua system hukum itu, akan memperlancar terjadi harmonisasi. Harmonisasi hukum asing ke dalam hukum nasional tidak menghapus unsur kepentingan nasional. Setiap Negara bebas untuk memilih metode yang dikehendaki , tidak ada Negara atau organisasi internasional yang memiliki hak memaksa suatu Negara menerima suatu hukum asing, dikarena paradigmanya belum tentu sesuai dengan landasan filosofis, yuridis maupun sosiologis. Rumusan Paradigma Politik Hukum HKI Indonesia berdasarkan Pancasila, UUD 1945 dan Realitas sosial bangsa Indonesia. Memperkenalkan metode modifikasi harmonisasi total sebagai pilihan metode yang lebih tepat bagi Indonesia dalam mengharmonisasikan prinsip-prinsip hukum Trip Agreement ke dalam undang-undang HKI dalam rangka melindungi kepentingan nasional. Perlunya ditambahkan dalam undang-undang HKI ketentuan yang tegas tentang perlindungan kepentingan Indonesia dalam bidang HKI. Ketentyan tersebut seperti kewenangan Negara (pemerintah) melaksanakan HKI demi kepentingan nasional dalam arti luas (penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, kesehatan, perekonomian, pertahanan dan keamanan dan kepentingan masyarakat), tidak dibatasi pada hal-hal tertentu saja sebagaimana yang telah diatur selama ini. Selain itu juga penting diakomodasikannya beberapa konsep-konsep yang tidak bersumber dari HKI ke dalam undang-undang HKI untuk memperkuat upaya perlindungan dan pemanfaatan potensi HKI Indonesia (Pengetahuan Tradisional, SDG dan Ekpresi Budaya) agar tidak dicuri dan disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidakberhak melalui konsep ABS, DO dan PIC. Terkait dengan hukum persaingan usaha, maka penting dilakukan amandemen terhadap pasal 50
HASIL PENELITIAN HUKUM DAN PEMBAHASAN Paradigma Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Indonesia Harmonisasi hukum adalah suatu proses mengharmonisakan atau menyesuaikan dua system hukum yang berbeda, misalnya harmonisasi hukum asing (Trips Agreement) dan hukum Indonesia. Hukum tidak bersifat statis, tetapi bersifat dinamis dan mengikuti perkembangan zaman, sehingga mengharuskan harmonisasi hukum juga harus bergerak dinamis dan tidak berhenti pada satu titik. Harmonisasi hukum tidak selalu menghasilkan hukum yang harmonis secara keseluruhan atau totalitas. Sejarah telah membuktikan bahwa proses harmonisasi hukum HKI di dunia sudah berlangsung sejak terjadinya Konvensi Bern tahun 1883 – 2014, tetapi masing-masing Negara memiliki perbedaan dalam pengaturan HKI walaupun sudah ada Trips Agreement. Di Indonesia sudah berlangsung 128 tahun sejak zaman Kolonial Belanda (1888 – 2014) dan jika dihitung sejak kemerdekaan Indonesia telah berlangsung selama 69 tahun (1945 – 2014). Keberhasilan harmonisasi hukum sangat ditentukan oleh perkembangan dari system hukum yang berbeda tersebut,
*)H. Suparno. Dosen Fakultas Hukum Universitas Borobudur Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur
47
Jurnal Hukum ‘Inkracht’, Volume I, Nomor 1, Nopember 2014 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BOROBUDUR
huruf (b) undang-undang nomor 5 tahun 1999 yang mengecualikan perjanjian dalam bidang HKI dari larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, karena pelaksanaan HKI secara nyata berpotensi disalahgunakan oleh pemilik atau pemegang HKI sehingga merugikan masyarakat dan melanggar ketentuan hukum persaingan usaha.
kum yang sudah ada. Di samping itu, masalah implementasi hukum itu sendiri pun harus menjadi pilihan langkah alternative yang penting dan harus dilakukan. Alternatif melalui perangkat hukum harus dilakukan melalui upaya penyerasian norma-norma hukum dengan nilainilai kemodernan (Barat) yang individualistic dan niali-nilai tradisional (Indonesia) yang komunalistik, yang masih terus hidup berdampingan. Penyerasian nilai-nilai individualistic yang terkandung dalam rezim paten dilakukan dengan amandemen ketentuan hukumnya yang memberikan pengakuan hak kolektif masyarakat lokal atas pengetahuan tradisional mereka. Penyerasian nilai-nilai kebersamaan dari warga masyarakat lokal dengan nilai kemodernan Barat dilakukan dengan membentuk UU sui generis yang memungkinkan pengakuan hak-hak kolektif warga masyarakat lokal dalam tata pergaulan hidup global, baik dalam lingkup sosial maupun ekonomi (perdagangan dunia). Pada tataran implementasi hukum, Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah dapat mengambil peran sebagai custodian/ penjaga dari hak kolektif masyarakat lokal, dan mengambil inisiatif mengembangkan peran aktif warga masyarakat dalam membela dan mempertahankan hak-hak mereka. Peran aktif yang dimaksud antara lain melalui proses dokumentasi yang tepat, serta menciptakan mekanisme benefit sharing dalam rangka memberikan manfaat ekonomis atas pemanfaatan pengetahuan tradisional bagi masyarakat itu sendiri. Sementara pemerintah belum mempunyai pengalaman dalam proses dokumentasi dan penciptaan mekanisme benefit sharing, Pemerintah dapat belajar dari system yang dikembangkan dalam forum internasional seperti WIPO dan UNEP. Tentu saja dengan
Upaya-upaya Pemerintah dalam Perubahan Paradigma Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Indonesia untuk mewujudkan daya saing nasional Pemerintah Indonesia mempunyai kewajiban untuk melindungi segenap warga negaranya dari tindakan orang-orang asing yang berpotensi merugikan kepentingan mereka, termasuk tindakan misappropriation atas pengetahuan obat-obatan tradisional dan keanekaragaman hayati milik bangsa Indonesia. Tindakan misappropriation itu sendiri terjadi karena perbedaan motif dalam pemanfaatan pengetahuan dan sumber daya milik bangsa Indonesia. Bangsa asing melihat potensi ekonomi dari penggunaan pengetahuan obat-obatan tradisional oleh individu yang kreatif, sedangkan bangsa Indonesia melihatnya sebagai sesuatu yang boleh dimanfaatkan secara bebas untuk kepentingan dan kemaslahatan hidup bersama. Dalam konteks itulah Pemerintah Indonesia harus mengambil inisiatif melakukan berbagai langkah guna melindungi kepentingan warga bangsanya, khususnya warga masyarakat lokal yang hidup tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Langkah tersebut harus tetap mengacu pada system nilai, baik yang berkembang di dalam lingkungan warga masyarakat lokal maupun dengan tuntutan pergaulan antar bangsa-bangsa di dunia. Berbagai alternative langkah yang dimaksud antara lain melalui perangkat hukum, baik menciptakan perangkat hukum baru maupun memperbaiki ketentuan hu-
*)H. Suparno. Dosen Fakultas Hukum Universitas Borobudur Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur
48
Jurnal Hukum ‘Inkracht’, Volume I, Nomor 1, Nopember 2014 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BOROBUDUR
tetap memperhatikan nilai-nilai yang hidup di dalam lingkungan warga masyarakat lokal. Selain itu, berbagai LSM yang memusatkan perhatian pada upaya melindungi dan melestarikan biodiversity Indonesia dapat mengambil peran yang lebih aktif dalam rangka melindungi hak-hak masyarakat lokal dari proses misappropriation,serta mendorong untuk terjadinya proses benefit sharing dalam peanfaatan keanekaragaman hayati dan pengetahuan Indonesia.
oleh berbagai faktor, yaitu kepentingan ekonomi, posisi atau kedudukan, latar belakang pendidikan, lingkungan, budaya, agama, dan bahkan kepentingan-kepentingan. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk, dan tiap-tiap masyarakat memiliki pandangan yang berbeda tentang hukum. Masyarakat Indonesia yang sebagian besar masih bersifat agraris memiliki perbedaan persepsi tentang rahasia dagang, sehingga akan menimbulkan perbedaan pemahaman mengenai rahasia dagang terutama mengenai obat-obatan tradisional. Budaya hukum masyarakat industry di Indonesia sudah menerima adanya keperluan pengaturan perlindungan rahasia dagang karena kepentingan ekonomi dan perdagangan internasional, sedangkan budaya hukum masyarakat tradisional belum seluruhnya memahami perlunya pengaturan perlindungan rahasia dagang di bidang obat-obatan tradisional karena masih berada pada hubungan-hubungan masyarakat tradisional agraris.
Budaya Hukum Masyarakat Tradisional Indonesia Pengambilan ketentuan-ketentuan hukum atau peraturan perundang-undangan dari Negara-negara maju tidak begitu saja diterapkan di Negara-negara berkembang, karena adanya perbedaan system politik, ekonomi, sosial dan budaya. Peraturan-peraturan tersebut belum tentu menjamin akan memberikan hasil yang sama disemua tempat. Apa yang disebut hukum itu tergantung kepada persepsi masyarakatnya. Undang-undang Negara maju belum tentu diterima, umpamanya, oleh masyarakat Indonesia, karena pelaksanaan undang-undang tersebut dipengaruhi oleh budaya hukum masyarakat setempat. Sebagaimana dikatakan oleh Friedman, budaya hukum merupakan unsur yang terpenting dari system hukum, disamping struktur dan substansi. Friedman mengatakan bahwa tegaknya peraturan-peraturan hukum tergantung kepada budaya hukum masyarakatnya, yaitu sikap masyarakat terhadap hukum dan system hukum-kepercayaan, pandangan-pandangan, pikiranpikiran, sikap-sikap dan harapan-harapan. Budaya hukum masyarakat tergantung pula kepada sub budaya hukum anggotaanggota masyarakat, yang dipengaruhi
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Perubahan Paradigma Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Indonesia a.
*)H. Suparno. Dosen Fakultas Hukum Universitas Borobudur Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur
49
Paradigma pertama, adalah paradigma harmonisasi total (total harmonization), metode ini sangat cocok dengan prinsip full compliance dan no reservation. Paradigma inilah yang dipraktekkan oleh Indonesia dalam mengharmonisasikan ketentuan Trips Agreement ke dalam undang-undang HKI. Pertimbangannya adalah (1) Indonesia ingin dianggap sebagai Negara yang konsisten dengan kesepakatan internasional, (2) ketidakmampuan Indonesia menolak tekanan Negara-negara maju (pemilik HKI)
Jurnal Hukum ‘Inkracht’, Volume I, Nomor 1, Nopember 2014 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BOROBUDUR
dalam bidang ekonomi dan politik, dan (3) pencitraan Indonesia agar dianggap sejajar dengan Negara-negara maju dan siap bersaing dalam bidang HKI secara internasional. Keuntungan dari metode ini antara lain meningkatnya citra penegakan hukum HKIdi Indonesia, peringkat Indonesia dalam daftar laporan special 301 USA akan semakin turun sebagai Negara pelanggar HKI di dunia. b.
Paradigma kedua, adalah paradigma harmonisasi parsial, metode ini dapat dilaksanakan dengan beberapa pertimbangan yaitu: (1) tidak semua prinsip-prinsip hukum Trips Agreement sesuai dengan pancasila, UUD 1945 dan realitas sosiologis bangsa Indonesia, (2) Indonesia sesungguhnya belum membutuhkan pengaturan HKI seketat standar Trips Agreement, (3) kepentingan nasional lebih utama ketimbang menyesuaikan undangundang HKI dengan standar Trips Agreement yang dapat merugikan kepentingan nasional, dan (4) banyaknya ketidakpuasan terhadap Trips Agreement yang disuarakan oleh Negara-negara anggota setelah merasakan dampak implementasinya selama ini.
c.
Paradigma ketiga, adalah Paradigma Modifikasi Total, penerapan metode ini berdasarkan atas beberapa pertimbangan, yaitu: (1) sesuai prinsip full compliance no reservation, (2) kepentingan nasional tidak boleh diabaikan, dan (3) adopsi Trips Agreement sepanjang sesuai dengan kepentingan nasional dan tidak bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945, serta nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia.
Upaya-upaya Pemerintah dalam perubahan paradigm HKIIndonesia untuk mewujudkan daya saing nasional Pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah-langkah penting yang berhubungan acces and benefit sharing sebagai berikut: a.
b.
*)H. Suparno. Dosen Fakultas Hukum Universitas Borobudur Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur
50
Membangun kemampuan nasional (capacity building) agar supaya Indonesia sebagai Negara yang kaya dengan sumber daya hayati dan pengetahuan tradisional mempunyai kesiapan yang memadai dalam hubungannya dengan pemanfaatan sumber daya tersebut oleh pihak-pihak, baik lokal maupun asing.Hal utama sebagai prasyarat (prerequisite) dalam membangun kemampuan nasional itu adalah adanya kepedu-lian (awareness) dari semua komponen bangsa, mulai dari Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah, sampai ke masyarakat lokal. Kepedulian yang dimaksud adalah bahwa kekayaan sumber daya hayati dan penge-tahuan tradisional (biodiversity, genetic resources and traditional knowledge) Indonesia perlu mendapatkan perlindungan yang memadai, dan memanfaatkannya untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Kepedulian Pemerintah diwujudkan dalam bentuk penyusunan perundang-undangan, mulai dari tingkat tertinggi (undang-undang) sampai dengan tingkat yang paling rendah, seperti peraturan daerah atau kebijakan-kebijakan administrative lainnya. Pada tingkat undang-undang sebenarnya Indonesia telah mempunyai perangkat yang dapat menjadi acuan utama, yaitu undang-undang No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity. Kedua, menyusun atau membuat
Jurnal Hukum ‘Inkracht’, Volume I, Nomor 1, Nopember 2014 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BOROBUDUR
perundang-undangan dan kebijakan nasional mengenai access and benefit sharing. Penyusunan perundangundangan dan kebijakan tersebut harus didasarkan pada strategi dan action plan yang jelas.Penyusunan perundang-undangan dan kebijakan juga harus memperhatikan dampak dari pelaksanaan perundang-undangan dan kebijakan yang dimaksud. Di samping itu, perundang-undangan dan kebijakan harus disusun dengan rumusan yang relative sederhana, luwes dan dapat dilaksanakan. Kiranya lembaga kontrak menjadi salah satu alternative yang layak dipertimbangkan dalam perundang-undangan dan kebijakan Pemerintah, mengingat lembaga ini bersifat luwes dan dapat dipahami oleh masyarakat lokal dan pihak asing.Tentu saja dengan syarat agar kontrak itu disusun dalam suasana yang seimbang (equality of bargaining position), sehingga dengan demikian dapat diharapkan rumusan hak dan kewajiban yang seimbang (balance of rights and obligations).
oleh tiap-tiap individu.Makna kerja yang dipahami sebagai bagian yang tak terpisahkan dari totalitas kehidupan mengandalkan bahwa masyarakat Cina pada umumnya berorientasi kepada keuntungan ekonomi, sehingga dapat meningkatkan daya saing nasional. Dalam pada itu, budaya hukum masyarakat tradisional pada usaha jamu gendong, yang sebagian besar adalah suku Jawa, hampir seluruhnya menganggap tidak perlunya pengaturan mengenai perlindungan terhadap rahasia dagang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mereka masih berada pada hubungan-hubungan masyarakat agraris. Masyarakat tradisional usaha jamu gendong lebih mementingkan tindakan saling tolong menolong, rasa solidaritas yang sangat tinggi dalam usaha membantu sesame penjual jamu gendong, dengan memberitahukan cara atau proses meramu jamu. Didasarkan atas persamaan kepentingan dan kesadaran akan sifat komunitasnya, masyarakat tradisional usaha jamu gendong lebih menyerupai suatu keluarga besar. Pihak yang satu tidak merahasiakan sesuatu kepada pihak lainnya. Tidak terdapat rasa bersaing, yang penting adanya kebersamaan dan harmoni di antara sesama penjual jamu gendong, yang semula berasal dari desa yang sama. Dengan demikian peneliti dapat menyimpulkan bahwa perubahan paradigma yang dimaksud adalah perubahan paradigma modifikasi total.
Budaya Hukum Masyarakat Indonesia dalam perlindungan rahasia dagang bidang obat-obatan tradisional menyusul perubahan paradigma Budaya hukum yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi untuk tetap menjaga “competitive advantages” dianut pula oleh sebagian besar masyarakat Cina yang menjalankan usaha obat-obatan Cina tradisional. Sin She-Sin She di wilayah Jabodetabek, khususnya Jakarta, Depok dan Bekasi yang menjalankan usaha pengobatan tradisional Cina sudah memahami pentingnya rahasia dagang, karena memahami nilai ekonomi dari apa yang dirahasiakan.Pada masyarakat ini, usaha pengobatan tradisional Cina dilakukan
Saran-saran 1.
*)H. Suparno. Dosen Fakultas Hukum Universitas Borobudur Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur
51
Pemerintah dan DPR wajib berkomitmen tinggi, memiliki kemauan (political will), keberanian dan berjiwa nasionalis untuk mewujudkan tujuan negara RI sebagaimana tertulis pada Pembukaan UUD 1945 Alinea keempat dalam membentuk atau merevisi Undang-Undang HKI Indonesia berdasarkan Pancasila,
Jurnal Hukum ‘Inkracht’, Volume I, Nomor 1, Nopember 2014 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BOROBUDUR
UUD 1945 dan realitas sosial bangsa Indonesia. Politik hukum HKI menjadi pemandu sekaligus penyaring prinsipprinsip hukum TRIPS Agreement dan konvensi internasional lainnya sebelum diharmonisasikan ke dalam Undang-Undang HKI Indonesia. Kepentingan nasional harus didahulukan daripada memenuhi standar TRIPS Agreement atau tekanan dari pihak asing. Oleh karena itu kepentingan nasional harus diatur dengan tegas di dalam setiap Undang-Undang HKI. 2.
3.
DAFTAR PUSTAKA Abdul Hakim Garuda Nusantara, Politik Hukum Indonesia, Yayasan LBHI, Jakarta, 1988. Abbott, Frederick et al. The International Intellectual Property System: Commentary and Materials, Part One. Kluwer Law International, 1999. Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, Alumni, Bandung, 2005. Ade Saptomo, Budaya Hukum dan Kearifan Lokal, Sebuah Perspektif Perbandingan, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Pancasila Press, 2014.
Kepada pembentuk Undang-Undang (Pemerintah dan DPR) dalam melakukan harmonisasi prinsip-prinsip TRIPs Agreement ke dalam UndangUndang HKI di masa depan hendaknya tidak menggunakan metode harmonisasi total, tetapi gunakanlah metode yang memungkinkan terlindunginya kepentingan nasional, yaitu dengan menerapkan metode modifikasi harmonisasi total.
Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor Selatan, 2008. Agus Sardjono, Hak Kekayaan Intelektual dan Penngetahuan Tradisional, Alumni, Bandung, 2006. Amiruddin & Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Percetakan Karisma Putra Utama Offset, 2004.
Indonesia harus lebih fokus pada perlindungan hukum dan pemanfaatan potensi HKI nasional seperti Pengetahuan Tradisional, Sumber Daya Genetik dan Ekspresi Budaya melalui pengaturannya baik secara sui generis maupun melalui Undang-Undang HKI. Perlindungan hukum bertujuan mencegah terjadinya penyalahgunaan oleh pihak-pihak dari dalam negeri maupun luar negeri secara tanpa hak dan melanggar kepatutan yang dapat merugikan kepentingan nasional. Berkaitan dengan hal ini, kepada peneliti lain agar melakukan penelitian yang bertemakan tentang peran serta masyarakat dalam meningkatkan kesadaran mereka untuk melindungi pengetahun tradisional bidang obat-obatan.
As’ad Said Ali, Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Berbangsa, LP3ES, Jakarta, 2009. Atiyah, P.S. The Rise crud Fall of Freedom of Contract. Oxford University Press, 1988. Bachtiar, Harsja Q “The Religion 'of Java: Sebuodi Komentar”, Majalah Ilmuilmu Sastra Indonesia, Jilid V No. 1, Januari 1973. Bintan R. Saragih, Politik Hukum, CV Utomo, Bandung, 2006. Blakeney, Michael, Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights: A Concise Guide to the TRIPS Agreement, Sweet & Maxwell, London, 1996.
*)H. Suparno. Dosen Fakultas Hukum Universitas Borobudur Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur
52
Jurnal Hukum ‘Inkracht’, Volume I, Nomor 1, Nopember 2014 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BOROBUDUR
Blakeney, Michael. “Bioprospecting and Protection of Traditional Medical Knowledge of Indigenous Peoples: An Australian Perspective”, European Intellectual Property Review. Vol. 19, June 1997.
Handbook of Qualitative Research. Sage Publications, 1994. Dreyfuss, Rochelle Cooper & Diane L. Zimmerman, “Convenors' Introduction: The Culture and Economics of Participation inn an International Intellectual Property Regime”, International Law and Politics. Vol. 29, 1996-1997.
Budiarto, M, Dasar-Dasar Integrasi Ekonomi dan Harmonisasi Hukum Masyarakat Eropa, CV Akademika Pressindo, Jakarta, 1991. Cita. Citra Winda Priapanca, Budaya Hukum Indonesia Menghadapi Globalisasi, Jakarta, 1999.
Duff eld, Graham. “TRIPs-Related Aspects of Traditional Knowledge”, Case W Res. Journal of International Law. Vol. 33, 2001.
Chand, Hari. Modern Jurisprudence. Kuala Lumpur. International Law Book Series, 1994.
Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, Edisi Kedua Cetakan Ke-3, Alumni, Bandung, 2005.
Christie, Gordon. “Aboriginal Rights, Aboriginal Culture, and Protection,” Osgoode Hall Law Journal Vol. 36, No. 3, 1998.
Efriza, Ilmu Politik Dari Ilmu Politik Sampai Sistem Pemerintahan, Alfabeta, Bandung, 2008. Elips, Kamus Hukum Ekonomi Elips, Elips, Jakarta, 1997.
Cornish, W.R, Intellectual Property, London Sweet and Maxwell, 1989.
Eleftheriadis, Pavlas “The Analysis of Property Rights”, C}xford Journal of Legal Studies. Vol. 16, Spring 1996.
Cornea, Carlos M. Intellectual Property Rights, the T'I'CO and Developing Countries: The TRIPS Agreement and Policy Options, Penang. Third World Network, 2000.
Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis. Jakarta: Mitra Wacana Media. 2012
Curzon, L.B. Jurisprudence. London. Cavendish Publishing Limited, 1993.
Freeman, M.D.A. Lioyd's Introduction to Jurisprudence, 6th ed. London: Sweet & Maxwell Ltd., 1994.
Daliyo, J.B. dan Tim, Pengantar Hukum Indonesia, PT Prenhalindo, Jakarta, 2001.
Friedman, Lawrence M. American Law, W.W. Norton & Company, 1984. Green Mind Community, Teori dan Po/itik Hukum Tata Negara, Total Media, Yogyakarta, 2008.
David, Rene & John E.C. Brierley, Major Legal Systems in the World Today, 3rd ed. London: Stevens & Sons, 1985.
Hira Jhamtani, WTO dan Penjajahan Kembali Dunia Ke Tiga, Insist Press, Yogyakarta, 2005.
Debeljak, Julie. “Barriers to the Recognition of Indigenous Peoples' Human Rights at the United Nations”, Monash University Law Review. Vol. 2.6 No. 1, 2000.
Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar-Dasar Politik Hukum, Rajawali Press, Jakarta, 2008.
Denim, Norman K. &'Y onna S. Lincoln.
*)H. Suparno. Dosen Fakultas Hukum Universitas Borobudur Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur
53
Jurnal Hukum ‘Inkracht’, Volume I, Nomor 1, Nopember 2014 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BOROBUDUR
Inu Kencana Syafiie, Ilmu Politik, Rineka Cipta, Jakarta, 1997.
M. Jamiluddin Ritonga, Riset Kehumasan, PT. Grasindo Anggota Ikapi, 2004.
Jawahir Thontowi dan Praoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, PT Refika Aditama, Bandung, 2006.
McManis, Charles R, Intellectual Property and Unfair Competition, Thomson West Group, St. Paul, MN.
Jimly Asshiddiqie, Agenda Pembangunan Hukum Nasional di Abad Globalisasi, Balai Pustaka, Jakarta, 1998.
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan (Kumpulan Karya Tulis), Alumni, Bandung, 2006.
______, Ideologi, Pancasila dan Konstitusi, Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2004.
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum Di Indonesia, Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta, 1998.
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, 2006.
Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori dan Prakteknya Di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997.
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Sinar Harapan, Jakarta, 1990.
Muhammad Djumhana, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006.
Kartadjoemena, GATT, WTO dan Hasil Uruguay Round, UI Pers, Jakarta, 1997. Kholid O. Santosa, Paradigma Baru Memahami Pancasila dan UUD 1945, Sega Arsy, Bandung, 2007.
Mukthie Fadjar, Tipe Negara Hukum, Bayu Media, Malang, 2005. Notonagoro, Pancasila Secara Ilmiah Populer, CV Pancuran Tujuh, Jakarta, 1975.
Kusnu Goesniadhie, Harmonisasi Hukum Dalam Perspektif Perundang-undangan (LexSpesialisSuatu Masalah, JP Books, Surabaya, 2006.
Oentoeng Soerapati, Hukum Hak Kekayaan Intelektual dan Alih Teknologi, Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, 1999.
Mahadi, Hak Milik Imateril, BPHN, Bina Cipta, Jakarta, 1985 Washington DC, 1993.
Otto Hasibuan, Hak Cipta Di Indonesia Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights dan Collecting Society, Alumni, Bandung, 2008.
Marni Emmy Mustafa, Prinsip-Prinsip Beracara Dalam Penegakan Hukum Paten dl Indonesia Dikaitkan Dengan TRIPS-WTO, Alumni, Bandung, 2007.
Padmo Wahjono, Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983.
Matthews, Duncam, Globalisinq Intellectual Property Rights: The TRIPS Agreement, Routledge, London, 2002.
______, Pembangunan Hukum Di Indonesia, Ind-Hill Co, Jakarta, 1989.
May T, Rudy, Pengantar I/mu Politik, Wawasan Pemikiran dan Kegunaannya, Refika Aditama, Bandung, 2003.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cetakan ke-7, Percetakan Fajar Interpratama Offset, 2005.
______,Hukum Internasional 1, Refika Aditama, Bandung, 2006.
*)H. Suparno. Dosen Fakultas Hukum Universitas Borobudur Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur
54
Jurnal Hukum ‘Inkracht’, Volume I, Nomor 1, Nopember 2014 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BOROBUDUR
Perwakilan Tetap Republik Indonesia (PTRI), Laporan Sidang Reguler TRIPS Council Tanggal B- 9 Maret 2004, Jenewa, 11 Maret 2004.
Jakarta, 1975. Stiglitz, Joseph E, Making Globalization Work, W. W. Norton & Company, Inc., 500 Fifth Avenue, New York, 2006.
Reynolds, Rocque dan Natalie Stoianoff, Intellectual Property, Text and Essential Cases, Second Edition, The Federation Press, 2005, Sidney.
______, Terjemahan Bahasa Indonesia oleh Edrijani Azwaldi, Making Globalization Work: Mensiasati Globalisasi Menuju Dunia yang Lebih Adil PT Mizan Pustaka, Bandung, 2006.
Richetson, Staniforth, The Law of Intellectual Property, The Book Company Limited, Sidney, 1984.
Sudargo Gautama, Segi-Segi Hukum Hak Milik Intelektual, PT. Eresco, Bandung,1995.
Rizal Muntasyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001.
Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, BabBab Tentang Penemuan Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993.
Roland Robertson, Globalization: Social Theory and Global Culture, Sage, London, 1992.
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberti, Yogyakarta, 2007.
Ronny Hanitijo Soemitro, Perspektif Social Dalam Pemahaman Masalah Masalah Hukum, CV Agung, Semarang, Tanpa Tahun.
Sumantoro, Masalah Pengaturan Alih Teknologi, Alumni, Bandung, 1993. Sunaryati Hartono, Po/itik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1991.
Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right), Rajawali Pers, Jakarta, 1997.
Tim Penyusun Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, Edisi 3, Balai Pustaka, 2007, Jakarta.
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung,1979.
Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual Di Era Global., Sebuah Kajian Kontemporer, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010.
Shengkar, Oded, Terjemahan Bahasa Indonesia oleh Rita Setyowati, The Chinesse Century, Bangkitnya Raksasa Cina dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Global, BIP, Jakarta, 2007.
UNCTAD-ICTSD, Resource Book on TRIPS and Development, UNCTAD-ICTSD Project on IPR_ and Sustainable Development, Cambridge University Press, New York, 2005.
Shidarta, Karakteristik Penalaran Hukum Da/am Konteks Keindonesiaan, CV Utomo, Bandung, 2009.
Utrecht, E, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Balai Buku Ichtiar, Jakarta, 1962.
Soediman Kartohadiprodjo, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Bina Cipta, Bandung, 1968.
William, H. and John E. ‘ Lopatka, The Microsoft Case: Antitrust, High Technology, and Consumer Welfare University of Chicago Press. 2009.
Soerjono Soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum Dalam Kerangka Pembangunan Di Indonesia, Yayasan Penerbit UI,
*)H. Suparno. Dosen Fakultas Hukum Universitas Borobudur Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur
55
Jurnal Hukum ‘Inkracht’, Volume I, Nomor 1, Nopember 2014 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BOROBUDUR
WIPO, Intellectual Property and Traditional Knowledge, WIPO Publication No. 920 (E), Geneva, 2001.
*)H. Suparno. Dosen Fakultas Hukum Universitas Borobudur Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur
56
Jurnal Hukum ‘Inkracht’, Volume I, Nomor 1, Nopember 2014 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BOROBUDUR
LAMPIRAN Tabel 1: Perbedaan Filosofi TRIPS Agreement dan Pancasila No. Filosofi TRIPs Agreement Filosofi Pancasila 1. Individualisme Ketuhanan (agama dan moralitas) 2. Efektivitas perlindungan HKI secara Kemanusiaan Internasional (Unifikasi hukum HKI) (humanisme) 3. Komersialisasi HKI (perluasan pasar Nasionalisme produk HKI dan maksimalisasi keuntungan) 4. Penguasaan IPTEK dan memelihara Kolektivisme, Keadilan dominasi teknologi dari negara maju sosial kepada negara berkembang atau tertinggal Sumber : Candra Irawan, 2011 (Dalam Mengkritis WTO TRIPs Agreement) Tabel 2: Perbedaan Prinsip-Prinsip Hukum TRIPsAgreement dan UUD 1945 Prinsip-prinsip Hukum Prinsip-prinsip Hukum No. TRIPs Agreement UUD 1945 1. Prinsip full compliance Prinsip kewenangan negara melaksanakan HKI demi kepentingan nasional 2. Prinsip standar Prinsip keadilan minimum 3. Prinsip no reservation Prinsip perlindungan kebudayaan nasional 4. Prinsip cross retallation Prinsip HKI untuk kesejahteraan manusia Sumber : Candra Irawan, 2011 (Dalam Mengkritis WTO TRIPs Agreement)
*)H. Suparno. Dosen Fakultas Hukum Universitas Borobudur Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur
1
Jurnal Hukum ‘Inkracht’, Volume I, Nomor 1, Nopember 2014 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BOROBUDUR
Tabel 3: Perbedaan Realitas Sosiologis TRIPs Agreement dan Realitas Sosial Bangsa Indonesia Realitas Sosioligis Realitas Sosial No. TRIPs Agreement Bangsa Indonesia 1. Merefleksikan kepentingan Pengaturan HKI disesuaikan negara maju karena dengan kepentingan nasional dan menginginkan full keadilan compliance, standarisasi dan no reservation untuk melindungi kepentingan HKInya dan maksimalisasi keuntungan serta memelihara dominasi IPTEK di dunia. 2. Masuknya HKI dalam Sangat membutuhkan penguasaan GATT/WTO Tahun 1994 IPTEK dalam mendukung ditentang oleh negara pembangunan nasional dan berkembang/terbelakang kesejahteraan rakyat (kemudahan (disuarakan oleh India, alih teknologi, penerjemahan Brasil), dan akhirnya karya-karya ilmiah asing ke dalam disepakati secara terpaksa bahasa Indonesia). karena ketidakberdayaan negara berkembang/terbelakang. 3. Sejauh ini sejak diberlakukan Potensi HKI Indonesia belum TRIPs Agreement hanya Cina, terdokumentasi dengan baik dan Korea Selatan dan India yang lengkap. relative berhasil meningkatkan Belum ada undang-undang khusus penguasaan HKI, sementara yang mengatur dan memberi nera-negara lainnya masih perlindungan hukum terhadap sebagai konsumen HKI dari Pengetahuan Tradisional, SDG negara-negara maju. dan Ekspresi Budaya Indonesia, sehingga rentan terhadap tindakan pencurian (bio piracy) dari pihakpihak lain. Sumber : Candra Irawan, 2011 (Dalam Mengkritis WTO TRIPs Agreement)
*)H. Suparno. Dosen Fakultas Hukum Universitas Borobudur Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur
2
Jurnal Hukum ‘Inkracht’, Volume I, Nomor 1, Nopember 2014 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BOROBUDUR
Tabel 4: Persamaan Prinsip Hukum TRIPsAgreement dan Prinsip Hukum HKI Indonesia No. Aspek-aspek Titik Persamaan Prinsip Hukum 1. Filosofis 1. Prinsip HKI sebagai karya intelektual yang harus dilindungi 2. Prinsip HKI sebagai bagian dari HAM 2. Yuridis 1. Prinsip perlindungan HKI 2. Prinsip manfaat 3. Prinsip kepentingan umum 4. Prinsipnon diskriminasi 5. Prinsip persamaan hak 6. Prinsip kerjasama internasional 7. Prinsip alih teknologi 8. Prinsip perlakuan khusus pada negara berkembang dan negara tertinggal. 3. Sosiologis 1. Kebutuhan setiap negara kepada IPTEK untuk kesejahteraan rakyat 2. Masing-masing negara menginginkan HKI warga negaranya terlindungi dengan adil 3. Keinginan setiap negara, pengaturan HKI secara internasional berdasarkan prinsip keadilan, kemanusiaan dan kemaslahatan umat manusia Sumber : Candra Irawan, 2011 (Dalam Mengkritis WTO TRIPs Agreement)
*)H. Suparno. Dosen Fakultas Hukum Universitas Borobudur Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur
3
Jurnal Hukum ‘Inkracht’, Volume I, Nomor 1, Nopember 2014 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BOROBUDUR
Tabel 5: Perbandingan Ketentuan Undang-Undang HKI Dalam Melindungi Kepentingan Nasional di Cina, Malaysia dan Indonesia Negara Aspek yang No. Dibandingkan Cina Malaysia Indonesia 1. Perlindungan Secara tegas mengatur Secara tegas Secara tegas kepada perlindungan mengatur diatur, tetapi kepentingan kepentingan nasional perlindungan hanya berkaitan nasional dalam arti luas kepentingan dengan alasan (hankam, ekonomi, nasional dalam pertahanan dan teknologi, kesehatan, arti luas (hankam, keamanan dan kesejahteraan ekonomi, kesehatan masyarakat) teknologi, masyarakat (UU kesehatan, HC, UU Paten) kesejahteraan masyarakat) 2.
Pengaturan pelaksanaan HKI oleh pemerintah dan kepentingan umum
Diatur dengan tegas dalam UU Paten, UU HC, UU DTLST dan UU PVT
Diatur dengan tegas dalam UU paten, UU HC dan UU DTLST
3.
Metode harmonisasi TRIPs Agreement ke Dalam UndangUndang HKI nasional
Modifikasi harmonisasi total
Modifikasi harmonisasi total
Diatur dengan tegas terbatas pada kepentingan pertahanan dan keamanan, pertanian dan kesehatan masyarakat (UU HC, UU Paten). Harmonisasi total
4.
Strategi penguasaan dan pengembangan IPTEK nasional melalui instrumen hukum
Meratifikasi WTO/TRIPs dan menyesuaikan UU HKI dengan TRIIPs Agreement setelah siap bersaing.
Melalui lisensi wajib.
Melalui lisensi wajib.
Insentif kepada peneliti dengan pembagian
Melindungi HKI untuk menarik investasi asing
*)H. Suparno. Dosen Fakultas Hukum Universitas Borobudur Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur
4
Jurnal Hukum ‘Inkracht’, Volume I, Nomor 1, Nopember 2014 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BOROBUDUR
No.
Aspek yang Dibandingkan HKI
Cina Mewajibkan perusahaan asing membuka seluruh teknologinya dan alih teknologi kepada perusahaan lokal. Melalui lisensi wajib. Memainkan politik HKI dua muka, melindungi HKI tetapi juga mentolerir pelanggaran HKI sepanjang dianggap bermfaat bagi kepentingan nasional. Melalui lisensi wajib.
Negara Malaysia keuntungan yang adil. Keterbukaan investasi asing untuk mendorong alih teknologi asing kepada perusahan lokal. Membangun infrastruktur IPTEK (KHTP, TPM, MSC)
Indonesia dengan harapan investor asing mengalihkan teknologinya kepada tenaga kerja lokal. Pengaturan alih teknologi dalam negeri dari hasil riset Perguruan Tinggi dan Lembaga LITBANG. Membangun infrastruktur IPTEK (BPPT, BATAN).
Tidak takut dengan tekanan asing (USA, Uni Eropa) Sumber : Candra Irawan, 2011 (Dalam Mengkritis WTO TRIPs Agreement)
*)H. Suparno. Dosen Fakultas Hukum Universitas Borobudur Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur
5