H A B I TA L K ! J U N E 2 0 1 6
Dari Redaksi
HARI
H A B I TA L K ! J U N E 2 0 1 6
LINGKUNGAN HIDUP
“K
risis lingkungan yang kini mencengkeram bumi adalah akibat konsumsi berlebihan manusia atas sumber daya alam.” Kalimat ini diucapkan oleh Corey Bradshaw, ketua tim peneliti lingkungan hidup Universitas Adelaide Australia. Menurutnya lagi, Indonesia menempati urutan keempat sebagai negara penyumbang kerusakan alam terbesar bumi ini. Urutan pertama adalah Brazil, kedua Amerika Serikat, ketiga China, baru Indonesia. Salah satu contoh dari kerusakan alam akibat ulah manusia adalah tingginya pencemaran udara, p e n c e m a r a n a i r, p e n c e m a r a n t a n a h , d a n pencemaran laut. Bahkan pada 2010, Sungai Citarum pernah dinobatkan sebagai sungai paling tercemar di dunia oleh situs huffingtonpost.com. Karena perilaku masyarakat yang membuang sampah ke sungai. World Bank juga menempatkan Jakarta sebagai kota dengan polutan tertinggi ketiga setelah Beijing, New Delhi dan Mexico City. (https://alamendah.org/2014/08/01/kerusakan lingkungan). Semua orang mengalami dampak kerusakan lingkungan ini. Namun yang paling menderita adalah mereka yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Apalagi mereka yang masih tinggal di rumah tidak layak huni, daerah kumuh dan tidak memiliki akses air bersih. Lingkungan yang rusak dan tingkat pencemaran yang tinggi, membuat mereka yang masih tinggal di rumah tidak layak huni semakin menderita. Udara di luar rumah sudah tercemar dan ketika mereka masuk ke dalam rumah juga menghirup udara yang lembab dan pengap. Belum lagi air yang mereka konsumsi sudah tercemar. Bagi mereka
yang tidak memiliki toilet, sawah dan sungai adalah solusi terbaik mereka. Dalam rangka peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia (5 Juni), yang ditetapkan oleh United Nations Environment Programme (UNEP) sejak tahun 1972, kita diajak meningkatkan kepedulian masyarakat global akan lingkungan sekitarnya. Nah, lingkungan sekitar itu siapa? Bagi HFH Indonesia lingkungan sekitar adalah mereka yang masih tinggal di rumah tidak layak huni, tidak punya akses air bersih dan lingkungan yang kotor serta tidak sehat. HFH Indonesia tidak hanya fokus pada pembangunan rumah layak huni, tetapi juga membangun berbagai sarana yang menunjang perbaikan lingkungan hidup. Pun pula, membangun kepedulian masyarakat untuk peduli pada lingkungan hidup. Hal ini semua menjadi kontribusi HFH Indonesia turut menyukseskan program pemerintah 100-0-100 (100% air bersih-0% kumuh-100% sanitasi). Habitalk! bulan ini mengusung tema hari Lingkungan Hidup Sedunia. Melalui Peringatan ini, para pembaca diajak untuk semakin sadar akan kelangsungan alam kita. Turut menjaganya dengan tidak berperilaku konsumtif serta bijak dalam menggunakan sumber daya alam. Kita yakin bahwa apa yang dilakukan oleh HFH Indonesia memiliki peran untuk perbaikan lingkungan hidup. Melalui pembangunan rumah layak huni dan fasilitas umum yang bersih dan sehat akan membawa dampak pada kelangsungan hidup yang lebih baik. (PJ)
H A B I TA L K ! J U N E 2 0 1 6
Berbagi Kebahagiaan itu Gak Ribet
B
Sumber Foto : Amos
E V E N T
ahagia itu akan lebih bermakna bila dibagikan kepada sesama, terlebih untuk mereka yang sangat membutuhkan. Inilah yang dilakukan oleh Lazada. “Sebagai ungkapan syukur atas apa yang diperoleh Lazada selama ini. Kami berupaya untuk membagikan rasa syukur ini untuk sesama. Oleh karena itu adalah tepat bila Lazada memilih HFH Indonesia, yang telah menginspirasi banyak orang melalui pelayanan kepada keluarga yang masih tinggal di rumah tidak layak huni,” ujar Jenie Simon selaku SVP HR & Admin Lazada. Kepedulian Lazada kepada masyarakat diwujudkan dengan kerjasama dengan HFH Indonesia, dengan membangun 12 rumah layak huni bagi warga Kampung Cibingbin, Desa Bojong Koneng, Babakan Madang, Bogor. Lazada tidak sekedar memberi bantuan, tapi terlibat lebih dalam dengan mengirimkan karyawan untuk menjadi relawan yang dimulai Sabtu (4/6/16). Rencananya, setiap bulan Lazada akan mengirimkan relawan yang akan membangun rumah.
Menjadi seorang relawan bukan pilihan mudah, apalagi menjadi tukang bangunan. Selain berat dan membutuhkan ketekunan, kegiatan ini dilakukan hari Sabtu, yang bagi kebanyakan orang digunakan sebagai waktu istirahat. “Sekarang saya tidak lagi meremehkan para tukang dan kuli bangunan. Perjuangan mereka luar biasa dalam membangun rumah yang nyaman untuk keluarga. Secara pribadi saya bangga atas kegiatan ini, waktu dan tenaga yang saya berikan tidaklah sia-sia, karena pasti berguna bagi keluarga yang saya bantu,” papar Jenie Simon. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Putri, “Ternyata tidak jauh dari kehidupan saya, masih banyak keluarga yang belum tinggal di rumah layak. Saya bersyukur menjadi relawan bersama Habitat. Saya tidak menyesal tapi bangga bisa menjadi bagian kegiatan ini.” Segala peluh dan tetesan keringat para relawan tidaklah sia-sia. Mungkin ini menjadi bagian dari kebahagiaan itu sendiri. Seturut dengan jargon Lazada “Belanja Itu Gak Ribet” satu hal yang diharapkan adalah berbagi kebahagiaan bersama HFH Indonesia dengan membangun kehidupan bagi keluarga yang membutuhkan, bukan suatu yang sulit untuk diwujudkan. (PJ)
H A B I TA L K ! J U N E 2 0 1 6
H A B I TA L K ! J U N E 2 0 1 6
Mengobrak-abrik Antroposentrisme Demi Kelestarian Alam Kepedulian Lazada kepada masyarakat diwujudkan melalui kerjasama dengan HFH Indonesia, dengan membangun 12 rumah layak huni bagi warga Kampung Cibingbin, Desa Bojong Koneng, Babakan Madang, Bogor.
Sumber Foto : Punjung, Amos
H A B I N I O N
A
ldo Leopold (1887-1948) seorang profesor kehutanan dan pengelolaan lahan memberikan pertanyaan bagi kita semua. “Apakah alam harus dipertahankan hanya karena manfaat ekonomi dan praktis untuk manusia, atau karena memberikan nilai lebih dari sekedar menyediakan sumber daya alam?” Pertanyaan ini ternyata masih relevan untuk kita, dimana manusia sedang berlombalomba mengeksploitasi alam guna kemajuan ekonomi dan kesejahteraan hidupnya. Lantas siapakah yang paling berkuasa atas alam ini? Paham antroposentrisme berpendapat bahwa hanya manusia yang memiliki nilai intrinsic, sedangkan komponen-komponen lainnya baik yang hidup dan tak hidup atau ekosistem hanya memiliki nilai instrumental (Froderman,2009). Manusia sebagai sentral segala sesuatu, “Maitres et posseseurs de la nature” (Kita sekalian adalah tuan dan pemilik alam semesta), oleh karena itu manusia memiliki kewenangan yang tiada batas untuk menggunakan apa yang ada di sekitarnya demi pemenuhan kebutuhannya. Akibatnya, alam menjadi semakin rusak. Sebab manusia hanya memikirkan dirinya sendiri. Antroposentrisme melahirkan kekecewaan terhadap perilaku manusia yang membabi buta akan lingkungan hidupnya. Sikap kecewa inilah yang akhirnya memunculkan paham biosentrisme dan ekosentrisme. Paham biosentrisme memfokuskan kehidupan sebagai satu kesatuan dan menolak pandangan bahwa hanya manusia yang penting dalam kehidupan ini, sedangkan makhluk hidup yang lain tidak (Froderman, 2009). Sedangkan ekosentrisme menekankan keterkaitan antara seluruh kom-
ponen biotik dan biotik dalam ekosistem. Setiap individu dalam ekosistem diyakini terkait satu dengan yang lain secara mutual (Rahim, 2008). Lahirnya pandangan biosesntrime dan ekosentrime ini memberikan jawaban dari apa yang ditanyakan oleh Aldo Leopold. Alam dipertahankan bukan sematamata untuk kepentingan ekonomi, namun memberikan nilai lebih dari sekedar sumber daya alam. Selain itu, mendorong manusia sebagai pemegang utama dalam pengelolaan lingkungan, untuk meninggalkan konsep antroposentrisme yang hanya menilai lingkungan secara parsial sebagai pemenuh kebutuhan manusia. Dari sini perlu dikembangkan kesadaran bahwa manusia adalah bagian dari alam yang juga memerhatikan hak hidup mahluk lain. Manusia harus berani menekan egonya dengan membuat kebijakan manajemen lingkungan bagi semua mahluk hidup. Memiliki niat untuk melestarikan alam serta menghargai dan memelihara tata alam. Dan mengutamakan tujuan jangka panjang demi kehidupan di masa akan datang. (PJ) Sumber Foto : Internet
H A B I TA L K ! J U N E 2 0 1 6
Anakku Juara Kelas
H A B I P A R T N E R
B
eberapa tahun lalu, Riris (9) sebelum senja datang belum mau pulang ke rumah. Sepulang sekolah dia selalu bermain ke rumah temannya. Berkali-kali bapaknya, Barono (38) dan ibunya Muryanti (32) mencari dan mengajaknya pulang, tapi Riris tidak mau. “Anak saya menolak dan nangis bila diajak pulang. Dia senang bermain di rumah temannya,” terang Muryanti. Kepergian Riris bukan tanpa alasan. Dia merasa malu dan minder tinggal di rumah yang layak disebut gubuk. “Rumah kami berndiding gedhek yang sudah dimakan rayap. Bila malam sangat dingin, belom lagi banyak barang bekas yang menumpuk di rumah yang membuat bau tidak sedap,” kata Muryanti. Hal ini membuat Barono dan Muryanti yang tinggal di Srunggo 1, Desa Selopamioro, Imogiri, Bantul, Yoyakarta sedih. Kondisi ekonomi yang mereka alami tidak memungkinkan untuk membangun rumah. Barono hanya seorang pencari dan penjual barang bekas. “Suami aku tukang ‘rosok’ penghasilan pun tidak tentu, karena harga barang bekas naik-turun,” ujar Muryanti. Kerap Muryanti bertanya kepada Barono, kenapa hanya bekerja sebagai tukang rosok? Barono pun menjawab, “Bukan sekedar uang yang aku kejar, melainkan saya peduli akan lingkungan sekitar. Barang rongsokan ini bila hanya dibiarkan akan menjadi sampah yang merusak alam. Mendingan saya kumpulkan dan bisa didaur ulang,” papar Barono. Berkat kesabaran dan doa keluarga Barono terpilih sebagai keluarga mitra HFH Indonesia. Rumah mereka kini sudah bagus, kuat, bersih, dan nyaman. Banyak perubahan yang terjadi dalam keluarga Barono. Riris yang dulunya minder dan selalu pergi, kini betah di rumah. Selain itu, barang bekas juga tidak lagi menumpuk di dalam rumah, tetapi sudah ditata rapi di luar rumah. “Sepulang sekolah, Riris tidak lagi keluyuran seperti dulu, dia betah bermain dan belajar di rumah. Dia tak lagi minder untuk mengajak temannya ke rumah,” kata Muryanti. Kenyamanan belajar yang dialami oleh Riris pun berbuah manis. Riris meraih peringkat 3 di kelasnya. (PJ)
“ Sepulang sekolah, Riris tidak lagi keluyuran seperti dulu, dia betah bermain dan belajar di rumah. Dia tak lagi minder untuk mengajak temannya ke Rumah.” Sumber Foto : Punjung
H A B I TA L K ! J U N E 2 0 1 6
H A B I H O M E
Arsitektur Tradisional Betawi
A
rsitektur tradisional rumah Betawi merupakan pencampuran pengaruh berbagai kebudayaan. Pencampuran ini melahirkan arsitektur yang beragam, baik dilihat dari jenis rumah, tata ruang, ragam hias, dan detailnya. Masyarakat Betawi umumnya mengenal 4 ragam bentuk arsitektur tradisional, yaitu: 1. Rumah tipe gudang 2. Rumah tipe bapang/tipe kebaya 3. Rumah tipe joglo, dan 4. Rumah tipe panggung 1. Rumah Tipe Gudang Rumah Gudang adalah rumah adat Betawi asli yang belum pernah terpengaruh oleh budaya lain. Rumah Gudang sudah ada dari awal masuknya etnis budaya Betawi. Rumah ini memiliki denah berbentuk segi empat, memanjang kebelakang. Atapnya berbentuk pelana, dan struktur atap
Sumber : Internet
Sumber : Internet rumah tipe gudang tersebut tersusun dari kerangka kuda-kuda. Dan memiliki perisai yang ditambahkan oleh satu elemen struktur atap, yaitu jure. Selain itu pula, atap rumah Gudang ini mempunyai sepenggal atap miring yang biasa disebut topi atau dak ataupun juga markis yang berfungsi sebagai penahan dari cahaya matahari dan tampias hujan pada ruangan depan rumah yang selalu terbuka. Dak ini ditahan oleh yang dinamakan sekor. Denah pada rumah gudang berkesan terbagi kedazlam dua kelompok ruang, yaitu ruang depan, ruang tengah. Namun, ruang belakang dari rumah Gudang nampak secara abstrak berbaur dengan ruang tengah dari rumah tersebut, dikarenakan terbatasnya lahan pada rumah tersebut. Ruang depan berfungsi sebagai teras untuk para tamu, ruang tengah (ruang dalam) berfungsi sebagai ruang untuk keluarga/ruang untuk makan serta bersebelahan langsung dengan ruang tidur. (PJ) Bersambung…
H A B I TA L K ! J U N E 2 0 1 6
Yayah Tak Lagi Gelisah H A B I F I G U R E
P
eran perempuan dalam pembangunan bangsa tidak lagi bisa dipandang sebelah mata. Makin banyak muncul Kartini-kartini baru di Republik ini. Pandangan perempuan sebagai konco wingking sudah tidak laku lagi dalam masyarakat. Salah satu Kartini masa kini adalah Yayah Alawiyah (28), warga RT/RW. 10/02, Kampung Kisati, Desa Sasak, Mauk, Tangerang, Banten. Perempuan yang akrab dipanggil Yayah ini mengaku selalu gundah bila melihat masih banyak kemiskinan, kebodohan, serta banyaknya masyarakat yang masih hidup tidak sehat. “Hati saya selalu gelisah, saat melihat tetangga saya tinggal di rumah yang sempit, lembab, dan tidak sehat. Namun saya tidak tahu harus melakukan apa. Hendak membantu dalam bentuk apa juga bingung,” ujarnya. Awal tahun 2016, HFH Indonesia mulai masuk ke Desa Sasak. Yayah pun memberanikan diri untuk berkenalan dengan Manek Ndoloe selaku staf Habitat. Gayung pun bersambut, Yayah diterima sebagai Komite Desa. “Hati saya sangat senang, ketika Pak Manek menerima saya sebagai Komite Desa. Kini saya bisa terilbat dalam membangun kampung saya,” kata Yayah. Yayah tidak kenal lelah dalam membantu HFH Indonesia. Bahkan dia tidak kenal waktu ketika sewaktu-waktu tenaga dan pikirannya dibutuhkan. Keterlibatan Yayah bukan saja ketika survei calon keluarga mitra, melainkan juga ketika ada kegiatan HFH Indonesia terlebih saat ada relawan yang membangun rumah. Selain itu, ketika material datang Yayah pun membantu staf Habitat. Yayah tidak berhenti sampai di situ saja. Dia juga menggerakkan warga untuk sadar akan kebersihan lingkungan. Apa yang sudah disosialisasikan oleh staf Habitat mengenai rumah dan lingkungan dia tindak lanjuti dengan menggerakkan warga untuk gotong royong. Keterlibatan Yayah bersama HFH Indonesia memberi makna dalam hidupnya. “Syukur Alhamdullilah ada Habitat. Selain banyak warga masyarakat yang terbantu, secara pribadi saya pun merasa bangga. Saya bisa menjadi bagian akan pembangunan warga, saya tidak lagi gelisah bila melihat warga yang masih hidup kesulitan,” paparnya. (PJ) Sumber Foto : Punjung
H A B I TA L K ! J U N E 2 0 1 6
Robert Blake: Sang Dubes yang Rela Menggali Septic-tank
“W
ell, well. Saya nyaris tidak mengenal Anda semua. Berpakaian rapi. Jauh beda dengan kostum tukang bangunan di lapangan,” ucap ramah pria jangkung dengan rambut separuh memutih. Dia Robert Blake, Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia. Dengan gembira Blake menyambut Tim Habitat for Humanity Indonesia yang bertandang ke kantornya di Medan Merdeka Selatan, Senin (20/6) silam. Tim Habitat datang untuk untuk mengucapkan terima kasih atas dukungan Blake selama ini, dalam program pembangunan rumah layak huni bagi keluarga berpenghasilan rendah di tanah air tercinta. Sekaligus mengucapkan selamat jalan, karena Blake akan kembali ke AS, setelah menyelesaikan masa baktinya sebagai dubes pada awal Juli nanti. “Bukan di sini. Ayo ke ruang kerja saya saja,” ajaknya. Tangannya menunjuk satu ruangan berpintu tebal warna cokelat. Konon, tidak sembarang tamu diterima di ruang kerjanya itu. Setelah duduk, perbincangan pun mengalir. Blake sudah empat kali terjun langsung, menjadi relawan membangun rumah, ke desa di Sentul, Babakan Madang, Kabupaten Bogor serta Mauk, Kabupaten Tangerang, dua area program kerja HFH Indonesia terdekat dari Jakarta. Bukan sendirian, puluhan kolega sesama duta besar pun digerakkan untuk menjadi relawan. Di setiap kesempatan relawan itu, Blake selalu me-
Sumber Foto : US EMBASSY
nuntaskan porsi tugasnya, dan pulang dengan kaos yang basah karena keringat mengucur deras. “Saya datang untuk bekerja. Saya siap,” katanya. Fisik dan stamina yang ditempa olah raga lari menunjukkan pembuktian ucapannya. Tidak hanya menggali fondasi sedalam 30 cm yang ia selesaikan, pekerjaan menggali septic-tank pun—yang banyak dihindari karena harus menggali sedalam 70 cm dan sungguh melelahkan—diselesaikan dengan baik. Mengapa ia mau melakukannya? Bagi Blake, rumah yang layak sangat penting bagi kehidupan keluarga. “Sulit membayangkan, ada keluarga yang harus tinggal di rumah nyaris rubuh, lantai tanah, pengap, tidak memiliki kamar mandi. Namun begitu rumah sudah layak, sehat, ada listrik, keluarga bisa bertumbuh dan maju,” katanya. “Ini kenang-kenangan yang luar biasa berkesan. Terima kasih,” kata Blake saat menyaksikan kumpulan foto aktivitasnya bersama HFH Indonesia. Foto-foto dirinya mengecat dinding, hingga menggali septictank dimuat dalam satu pigura. Ia pun siap dihubungi agar tetap bisa membantu perkembangan Habitat for Humanity di Indonesia. Sampai jumpa lagi, Excellency Blake. (BG)
H A B I TA L K ! J U N E 2 0 1 6
Welcome to Our Builders on Board of Trustees and Board of Supervisors
H A B I TA L K ! J U N E 2 0 1 6
JEN DELA TANG G AP BENCANA
Oleh: Johanes Juliasman (Disaster Risk Reduction and Response Manager HFH Indonesia)
Puting Beliung : Pengertian, Karakteristik, Penyebab Terjadinya, dan Proses Terjadinya, 1. Pengertian Puting Beliung Orang awam menyebut angin puting beliung angin Leysus, di daerah Sumatera disebut Angin Bohorok dan masih ada sebutan lainnya. Angin jenis ini yang ada di Amerika yaitu Tornado mempunyai kecepatan sampai 320 km/jam dan berdiameter 500 meter. Puting beliung adalah angin yang berputar dengan kecepatan lebih dari 63 km/jam yang bergerak secara garis lurus dengan lama kejadian maksimum 5 menit. Ada beberapa sebutan untuk puting beliung. Angin puting beliung sering terjadi pada siang hari atau sore hari pada musim pacaroba. Angin ini dapat menghancurkan apa saja yang diterjangnya, karena dengan pusarannya benda yang terlewati terangkat dan terlempar.
2. Karakteristik Angin Beliung • Puting beliung merupakan dampak ikutan awan Cumulonimbus (Cb) yang biasa tumbuh selama • Periode musim hujan, tetapi tidak semua pertumbuhan awan CB akan menimbulkan angin puting beliung. • Kehadirannya belum dapat diprediksi. • Terjadi secara tiba-tiba (5-10 menit) pada area skala sangat lokal. • Pusaran puting beliung mirip belalai gajah/selang vacuum cleaner. • Jika kejadiannya berlangsung lama, lintasannya membentuk jalur kerusakan. • Lebih sering terjadi pada siang hari dan lebih banyak di daerah dataran rendah.
3. Penyebab
Penyebab Terjadinya Angin Puting Beliung disebabkan karena Udara panas dan dingin bertemu, sehingga saling bentrok dan terbentuklah puting beliung. Selain itu juga karen Dalam awan terjadi arus udara naik ke atas yang kuat. Hujan belum turun, titik-titik air maupun Kristal es masih tertahan oleh arus udara yang naik ke atas puncak awan.
4. Proses terjadinya puting beliung
Proses terjadinya angin puting beliung, biasanya terjadi pada musim pancaroba pada siang hari suhu udara panas, pengap, dan awan hitam mengumpul, akibat radiasi matahari di siang hari tumbuh awan secara vertikal, selanjutnya di dalam awan tersebut terjadi pergolakan arus udara naik dan turun dengan kecepatan yang cukup tinggi. Arus udara yang turun dengan kecepatan yang tinggi menghembus ke permukaan bumi secara tiba-tiba dan berjalan secara acak. BERSAMBUNG…
H A B I TA L K ! J U N E 2 0 1 6
Terima Kasih kepada para Mitra
Ocehan si
H A B I TA L K ! J U N E 2 0 1 6
Ijo
yang telah Mendukung Program dan Kegiatan
Pekerja Panggung dan Koor
Sebuah kelompok koor sedang melakukan latihan terakhir di tengah-tengah hiruk-pikuk pengerjaan panggung. Suasana sangat bersik karena para pekerja panggung sedang terburu-buru menyelesaikan panggung. Ketika seorang pekerja sedang memukul-mukul paku dengan keras, hingga kegaduhan tak tertahankan lagi, sang dirigen menghentikan nyanyiannya dan memandang si pekerja dengan muka terperangah penuh permintaan. Si pekerja berbalik dan menatap sang dirigen sambil berkata “Teruskan saja bernyanyi tuan dirigen, aku tidak terganggu kok.”
CEO Breakfast diselenggarakan oleh Castle Asia pada hari Selasa (21/6) di Jakarta dengan mempertemukan sejumlah eksekutif puncak/pengambil keputusan perusahaan dan manajemen Habitat for Humanity Indonesia, guna membahas perkembangan terakhir dalam impak program perumahan layak huni bagi keluarga berpenghasilan rendah. Pertemuan menghasilkan sejumlah rekomendasi program kemitraan yang berguna membantu banyak keluarga untuk lepas dari jerat kemiskinan.
Pembersih Kaca Jendela
Ada seorang wanita yang baru selesai mandi dan hendak mengambil handuknya. Namun dia sangat terkejut ketika melihat ada seorang pemuda di atas perancah sedang membersihkan jendela dan memandanginya penuh minat. Saking terkejutnya, melihat orang yang tidak ia duga-duga, wanita itu berdiri tertegun tak bergerak, melongoh memandangi pemuda itu. “Ada apa, Bu? Tanya pemuda itu keheranan, “Mengapa diam saja memandangi saya? Apa ibu belum pernah melihat orang membersihkan kaca?”
Seberapa sering kita menguji sudut pandang kita???
Foto : Internet
Kelompok Paduan Suara UPH mempersembahkan “He Gave Us Stories” dalam rangka konser amal tahunan memperingati 11 tahun paduan suara UPH, pada hari Rabu, 22 Juni 2016. Kegiatan ini juga dijadikan sebagai sarana mendukung pembangunan rumah layak huni melalui HFH Indonesia.