Gulma.... Tak Selamanya Merugikan Oleh : Ardiyanti Purwaningsih,SP.
PENDAHULUAN Gulma biasanya diidetifikasikan sebagai tumbuhan yang tidak dikehendaki. Istilah gulma sering digunakan bila ada satu atau lebih tumbuhan yang berada di lingkungan tanaman produksi, menyebabkan menurunnya hasil apabila tidak dilakukan tindakan pengendalian (Norris, 2005). Gulma dianggap oleh petani merugikan sehingga keberadaannya harus dikendalikan atau dibuang dari tanaman budidaya utamanya. Beberapa tumbuhan liar juga dapat memberi manfaat sebagai sumber makanan tambahan dan bahan obat tradisional, namun karena tumbuhan liar kurang mempunyai nilai ekonomis maka sering kali tumbuhan tersebut diabaikan. Pada suatu agroekosistem, tumbuhan liar tidak dapat dipisahkan perannya. Bunga dari tumbuhan liar dapat dimanfaatkan sebagai penyedia pakan alternatif dan sebagai tempat berlindung bagi serangga. Serangga predator dan parasitoid banyak memanfaatkan keberadaan tumbuhan liar apabila pakan utamanya tidak tersedia. Kebiasaan petani untuk menghilangkan semua tumbuhan liar yang ada di lingkungan pertanaman dapat menyebabkan terganggunya keberadaan musuh alami. Parasitoid dan predator yang dilepas dalam pengendalian hayati setelah menurunkan populasi hama tanaman harus tetap dijaga kelestariannya dengan merumahkan musuh alami tersebut setelah panen selesai. Jalan merumahkan musuh alami ialah harus ada vegetasi rumput-rumputan sebagai habitat alternatif sehingga musuh alami akan tetap berkembangbiak karena inang alternatifnya masih ada. Pelestarian Agens Hayati Atau Konservasi Musuh Alami Pelestarian
atau
konservasi parasitoid
dan
predator
adalah
tindakan
memodifikasi lingkungan untuk mencegah berkurangnya populasi dan potensi parasitoid/ predator yang telah ada sehingga pengelolaan hama dapat diperbaiki. Hal ini dilakukan dengan cara mengembangbiakkan parasitoid dan predator secara alami dan meningkatkan peranannya dalam mengendalikan hama. Usaha tersebut dilakukan pada areal pertanaman dengan memanfaatkan faktor biotis dan abiotis di sekitar tanaman. Tindakan-tindakan konservasi yang dapat dilakukan adalah menyediakan tempat perlindungan (refuges) di sekitar pertanaman (inang alternatif, tumbuhan
produsen nektar dan tumpang sari), penggunaan pestisida secara terbatas dan selektif, memodifikasi sistem budidaya (menanam tanaman penutup tanah, pola tumpangsari), memfasilitasi perpindahan musuh alami dengan pengelolaan bekas tanaman; strip harvesting, pemangkasan bergilir antar baris tanaman, mengatur pola lanskap pertanaman (Agus, 2009) Adanya hubungan yang erat antara tumbuhan liar dan serangga merupakan dasar pemanfaatan dan konservasi sumber daya alam. Tumbuhan liar seringkali mempunyai bunga bunga (nectar dan serbuksari) yang digunakan oleh serangga sebagai bahan pakan, sedangkan bunga memerlukan serangga sebagai salah satu keberhasilan penyerbukan bunga. Gulma biasanya digunakan oleh serangga herbivora sebagai penyedia pakan alternative sebelum hadirnya pakanan utaman. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh serangga predator dan parasitoid untuk mencari pakan berupa serangga herbivor di sekitar tumbuhan liar dengan mudah (Norris, 2005). Selain itu gulma dan tumbuhan liar mengandung polen dapat dimanfaatkan untuk pelestarian predator dan parasitoid sebagai sumber makanan, tempat berlindung dan berkembang biak sebelum inang utama hadir di pertanaman (Anonimous, 2001). Beberapa jenis makanan tambahan tersebut digunakan untuk meningkatkan umur serangga dewasa, sehingga populasi parasitoid dan predator dapat ditingkatkan. Menurut Laba (2001), predator atau parasitoid yang mempunyai sifat polifag atau oligofag dapat menggunakan serangga inang alternative jika serangga inang utama tidak ada. Meskipun efektivitas parasitoid dan predator polifag tidak seefisien dan seefektif serangga monofag, tetapi populasi parasitoid tidak cepat menurun, sehingga peranan parasitoid atau predator dapat berjalan secara berkelanjutan dan lebih bermanfaat. Interaksi Spesifik antara Tumbuhan liar dan Serangga Predator 1. Penyedia pakan alternatif Berbagai macam gulma dapat menjadi sumber pakan bagi serangga berguna, karena digunakan sebagai pakan dari mangsanya. Beberapa contoh gulma sebagai penyedia pakan adalah parasitoid Spodoptera spp. biasanya berkembang pada larva yang hidup di Amaranthus hybridus. Parasitoid Mimaridae Anagrus epos dapat memangsa Dikrella california apabila inang utamaanya Erythoneura elegantula tidak ada disekitarnya (Norris, 2005). Parasitoid Anagrus sp., gulma yang menjadi
habitatnya adalah Panicum repens, Paspalum paspoledes, Leersia hexandra, Digitaria sp., dan Drymoria villosa (Kartohardjono,2011). Beberapa jenis rumput-rumputan antara lain Enchinochloa crusgalli, Cyperus diffuses dan Brachiaria mutica merupakan inang alternatif dari wereng, sehingga predator Cyrtorhinus lividipennis dapat berkembang biak pada rumput rumputan tersebut (Laba, 2001). Hal serupa dikemukakan oleh Arifin, 2011 yang mengatakan bahwa predator Cyrtorhinus akan memangsa inang yang berada pada gulma Cynodon dactylon,Leersia hexandra, Paspalum vaginalis,Digitaria sp., dan Echinocloa gruscalli jika wereng batang coklat tidak ada di pertanaman padi. Gulma-gulma tersebut juga menjadi tempat berkembang biak Cyrtorhinus (Kartohardjono,2011) Tumpukan jerami di sawah dapat berfungsi sebagai media konservasi musuh alami, tempat berlindung dan berkembang biak musuh alami, karena di sana masih terdapat hama sebagai inang musuh alami. Pada tumpukan jerami dapat ditemukan berbagai jenis musuh alami hama padi, antara lain Microspis sp., Ophionea sp., Telenomus sp., Anagrus sp., Oligosita sp., Mimarid, Bracon, Elasmus, semut dan Lycosa sp. (Shepard et al. 1989). Di lahan pasang surut, gulma purun tikus (Eleocharis dulcis) dapat dimanfaatkan sebagai tanaman perangkap bagi penggerek batang padi putih untuk meletakkan telurnya. Kelompok-kelompok telur tersebut terparasit oleh parasitoid Telenomus, Trichogramma, dan Tetrastichus antara 7,5-38%. Lahan pinggiran ekosistem persawahan seperti pematang sawah, tepian saluran irigasi,semak, dan tunggul dihuni oleh komunitas musuh alami (predator dan parasitoid) dan serangga pengurai yang kompleks (Kartohardjono, 2011) Selain itu serangga berguna dapat memanfaatkan tumbuhan liar sebagai penyedia nectar dan polen sebagai sumber pakannya. Hal ini dikemukakan oleh Erniwati (2009) bahwa Hasil pengamatan menunjukkan bahwa 10 dari 15 jenis lebah yang ditemukan lebih banyak menyerbuki tumbuhan liar, hanya 3 jenis lebih banyak menyerbuki tanaman buah, dan 2 jenis sama-sama memilih keduanya. Tumbuhan liar digunakan sebagai pakan tambahan untuk parasitoid hama Plutella xylostella Diadegma insulare (Norris, 2005). 2. Penyedia tempat bertelur / oviposisi Leersia sp. adalah inang alternatif wereng, Anagrus sp. dan Gonotocerus sp. kedua parasitoid WBC, dapat berkembang biak pada rumput tersebut dan mampu menurunkan populasi telur wereng sampai 50%. Selain itu, parasitoid tersebut juga
dapat berkembang biak pada Paspalum vaginatum dan Digitoria sp seperti tersaji pada tabel dibawah ini.
Coleomegilla maculata lebih memilih meletakkan telur pada gulma Aalypha ostriafolia dan Abutilon theophrasti dibandingkan dengan meletakkan telur di jagung manis karena telur tersebut terlindungi dari predator (Norris, 2005). 3. Tempat singgah dan berlindung Diversifikasi habitat dengan tata tanam tumpangsari dapat menyediakan nektar dan polen bagi parasitoid dan predator serta dapat berfungsi sebagai tempat berlindung sementara (shelter), sehingga mengundang serangga serangga, yang pada umumnya musuh alami, untuk datang ke habitat tersebut. Pertanaman padi sawah yang ada azolla merupakan habitat yang disenangi oleh predator wereng, yaitu Microvelia douglasi (Veliidae), Paraplea sobrina Stal. (Pleidae), dan Lycosa pseudoannulata Boes et Str. (Lycosidae) karena azolla menjadi tempat berlindungnya predator tersebut. Konservasi Musuh alami lainnya Selain dengan penyediaan refugia disekitar pertanaman, tindakan konservasi juga dapat dilakukan dengan penggunaan pestisida secara terbatas dan selektif, memodifikasi sistem budidaya (menanam tanaman penutup tanah, pola tumpangsari), memfasilitasi perpindahan musuh alami dengan pengelolaan bekas tanaman; pemangkasan bergilir antar baris tanaman, mengatur pola lanskap pertanaman Penggunaan insektisida untuk pengendalian hama tanaman mestinya dilakukan sesuai rekomendasi. Insektisida dapat digunakan jika komponen PHT lainnya belum tersedia atau tidak mampu memulihkan populasi hama. Salah satu kriterianya adalah insektisida tersebut tidak merugikan parasitoid, predator, dan serangga penyerbuk. Pengaruh negatif insektisida, khususnya dari golongan organofosfat dan karbamat terhadap musuh alami wereng dan penggerek batang telah umum diketahui. Musuh alami hama padi yang dimaksud adalah Lycosa sp., Cyrtorhinus sp., Coccinella sp., Paederus sp., Ophionea sp., Anagrus sp. dan parasitoid penggerek batang padi yang juga akan mati akibat penggunaan pestisida yang tidak bijaksana.
Pada pertanian yang tidak menggunakan pestisida, jenis dan populasi artropodanya lebih banyak daripada aplikasi pestisida. Kasus tersebut berlaku baik areal pada tanam serempak maupun tanam tidak serempak. Penurunan penggunaan insektisida diduga kuat meningkatkan keanekaragaman hayati atropoda pada padi sawah yang pada gilirannya menyebabkan penurunan hama wereng dan penggereng batang padi seperti pada table dibawah ini. (Laba, 2001).
Penanaman secara tumpang sari juga dapat digunakan sebagai tindakan konservasi, hal ini karena adanya tanaman lain yang menghasilkan polen dan nectar akan menarik kehadiran serangga lain. Peningkatan populasi musuh alami dengan sendirinya juga meningkatkan efektivitasnya dalam mengendalikan serangga hama. Sistem tanam tumpangsari kapas dengan palawija (kedelai, kacang hijau atau jagung) yang banyak diterapkan oleh petani, dilaporkan mendukung berkembangnya populasi musuh alami Helicoverpa armigera (Nurindah, 2008). Menurut Yaherwandi (2009). Habitat polikultur dalam pertanaman padi dan sayuran dapat menyediakan berbagai sumberdaya seperti inang alternatif, makanan serangga dewasa seperti serbuk sari dan nektar, habitat tanaman lain sebagai tempat berlindung, kontinuitas ketersediaan makanan dan iklim mikro yang sesuai bagi kelangsungan hidup dan keanekaragaman parasitoid. Semua sumberdaya tersebut hanya diperoleh pada sistem pertanian yang polikultur Penutup Tindakan konservasi musuh alami dapat dilakukan dengan memanfaatkan tumbuhan liar sebagai penyedia pakan alternative, tempat perlindungan (refuges) di sekitar pertanaman dan sebagai tempat bertelur. Penggunaan pestisida secara terbatas dan selektif, memodifikasi sistem budidaya (menanam tanaman penutup tanah, pola tumpangsari) akan mempengaruhi keberadaan dan keragaman predator dan parasitoid di areal pertanaman.
Daftar Pustaka Anonimous, 2001. Konservasi Agens Hayati Organisme Pengganggu Tanaman. IPB. Bogor. Arifin
Kartohardjono, 2011. Penggunaan Musuh Alami Sebagai Komponen Pengendalian Hama Padi Berbasis Ekologi. Pengembangan inovasi Pertanian 4(1):29-46
Erniwati. 2009. Peranan Tumbuhan Liar Dalam Konservasi Serangga Penyerbuk Ordo Hymenoptera http://ejurnal.bppt.go.id/ejurnal/index.php/JTL/article/view/609.2009 Laba, I W., Djatnika K., dan M. Arifin. 2001. Analisis Keanekaragaman Hayati Musuh Alami pada Ekosistem Padi Sawah. Prosiding Simposium Keanekaragaman Hayati Arthropoda pada Sistem Produksi Pertanian.Cipayung. Lewis,W.J. et al. 1997.Understanding How Parasitoids Balance Food and Host Needs:Importance to Biological Control. http://www.parasitoides.univrennes1.fr/pdf/P98004.pdf. Norris.R.F, M. Kogan. 2005. Ecology of Interaction Between Weeds and Arthropods. Annu.Rev.Entomol. 50:479-503. Nurindah & D.A. Sunarto. 2008. Konservasi Musuh Alami Serangga Hama sebagai Kunci Keberhasilan PHT Kapas. Perspektif 7(1): p 01 - 11 Shepard, B.M., H.R. Rapusas & D.B. Estano. 1989. Using rice straw bundles to conserve beneficial arthropod communities in rice fields. Int. Rice. Res. Newwl. 14(5): 30-31. Yaherwandi.2009. Struktur Komunitas Hymenoptera Parasitoid Pada Berbagai Lanskap Pertanian Di Sumatra Barat. J. Entomol. Indon. 6(1), 1-14