Jurnal Fokus Konseling Volume 1 No. 1, Januari 2015 Hlm. 70-81
GUIDED IMAGERY: KONSEP KONSELING KREATIF UNTUK PENANGGANAN POST TRAUMATIC STRESS DISORDER (PTSD) Yulianto Bimbingan dan Konseling, STKIP Muhammadiyah Pringsewu email:
[email protected] Abstract Everyone has a different reaction in facing the extraordinary events that are triggered by the teribble events. They clash psychic cause post traumatic stress disorder or in Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). To solve it can be done through treatment with pharmacotherapy and psychotherapy. In psychotherapy handling, one of the techniques that can be used is the technique of guided imagery as one of the PTSD treatment efforts. This technique is an effort that can be used to deal with a difficult client to communicate verbally. Communication is the basis of the counseling relationship. Implementation of counseling through guided imagery techniques are considered able to help clients resolve client’s problems. In this technique, clients are guided to be able to focus on positive thoughts and imaginations that lead to negative events experienced to be able to create a positive picture of the imagination. Keywords: Guided imagery, post traumatic stress disorder (PTSD), Creative counseling
fire dan berbagai pertemuan lempengan
1. PENDAHULUAN Berbagai peristiwa alam yang terjadi
bumi yang sangat rawan mengalami
di sepanjang wilayah Indonesia telah
patahan. Cuaca yang ekstrem dan tidak
menimbulkan
pengalaman
menentu juga sering terjadi saat ini yang
traumatik bagi ribuan warga, baik itu
kerap menimbulkan berbagai kecelakaan
berupa gempa, tsunami, gunung meletus,
maut yang menyisakan trauma.
banjir,
berbagai
kecelakaan
pesawat
terbang,
Ribuan
warga
Indonesia
yang
bahkan sampai pada aksi kekerasan dan
mengalami dan selamat dari berbagai
terorisme.
bencana
Sejatinya, hal ini tidak bisa disesali
ketakutan
tersebut yang
kini
hidup
irasional
dalam
sehingga
serta tidak bisa dihindari, karena bila
mengganggu keefektifan hidup dalam
dilihat dari segi letak geografis, Indonesia
kesehariannya. Secara kasat mata mereka
terletak pada jalur yang disebut ring of
telah sembuh dari berbagai luka fisik
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
70
Jurnal Fokus Konseling Volume 1 No. 1, Januari 2015 Hlm. 70-81
akibat bencana tersebut, namun secara
teknik guided imagery sebagai salah satu
psikis mereka masih membawa luka yang
upaya penanganan PTSD. Teknik ini
tidak tahu kapan sembuhnya. Kehidupan
merupakan upaya yang bisa digunakan
keluarganya
untuk
menjadi
terganggu,
menangani
klien
yang
pendidikannya terganggu, serta karirnya
berkomunikasi
juga terganggu.
Komunikasi merupakan dasar dalam
Setiap orang memiliki reaksi yang
secara
sulit
hubungan
verbal.
konseling.
Penciptaan
berbeda dalam menghadapi peristiwa luar
suasana
biasa ini, ada yang cukup mampu untuk
ditentukan oleh komunikasi yang terjadi
menghadapinya, namun ada juga yang
antara konselor dengan klien. Cara yang
sulit
paling baik untuk membantu orang lain
untuk
mengalami
menghadapinya. benturan
Mereka
psikis
yang
adalah
hubungan konseling
dengan
sangat
mendengarkan
dan
berakibat pada luka psikis yang berefek
berkomunikasi dengan mereka secara
jangka panjang karena ketidakmampuan
efektif. (Geldard dan Gildard : 2008).
dirinya
melakukan
defence
terhadap
tekanan emosional yang terjadi. Kondisi inilah
yang
kemudian
menimbulkan
gangguan stress pasca trauma atau post
merupakan
sindrom
kecemasan, labilitas autonomic, ketidak rentanan emosional, dan kilas balik dari pengalaman yang amat pedih itu setelah stress
fisik
maupun
emosi
yang
melampaui batas ketahanan orang biasa. Untuk penanganannya dapat dilakukan melalui menggunakan
pengobatan farmakoterapi
KREATIF KONSELING Konseling merupakan suatu proses
traumatic stress disorder (PTSD). PTSD
2. PEMBAHASAN
dengan dan
psikoterapi (Kaplan, 1997). Dalam penanganan psikoterapi salah satu teknik yang bisa digunakan adalah
pemberian konselor
bantuan kepada
yang
klien
dilakukan
untuk
dapat
mengatasi permasalahan yang ada pada diri klien. Robert L. Gibson (2011) mendefinisikan
konseling
sebagai
hubungan yang berupa bantuan satu-satu yang berfokus kepada pertumbuhan dan penyesuaian
pribadi
dan
memenuhi
kebutuhan akan penyelesaian problem dan kebutuhan pengambilan keputusan. Bantuan
ini
bersifat
terpusat
dan
dibutuhkan kepercayaan klien kepada
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
71
Jurnal Fokus Konseling Volume 1 No. 1, Januari 2015 Hlm. 70-81
konselor
tentang
apa
yang
disampaikannya. Bantuan ini ditandai
menumbuhkan kekuatan mereka dalam menyikapi hidup.
dengan adanya kontak psikologis yang terjadi antara klien dan konselor.
Prayitno (2004) menjelaskan tahapan pelaksanaan konseling terentang dari
Menurut Mcleod (2010) konseling
kegiatan paling awal sampai kegiatan
bukan hanya sebuah peristiwa yang
akhir, dapat dipilah dalam lima tahap,
terjadi diantara dua individu. Konseling
yaitu:
juga merupakan intitusi sosial yang
(introduction);
(2)
tahap
penjajakan
tertanam
(investigation);
(3)
tahap
penafsiran
dalam
kultur
masyarakat
(1)
tahap
pengantaran
modern. Konseling merupakan sebuah
(interpretation); (4) tahap pembinaan
pekerjaan, disiplin keilmuan dan profesi
(intervention); dan (5) tahap penilaian
baru. Mcleod mencoba mendefinisikan
(inspection). Di antara kelima tahap itu
konseling
tidak ada batas yang jelas, bahkan
dengan
beberapa
mengabungkan
pendapat
(Burks,
Stefflre,
kelimanya cenderung sangat bertumpang
Feltham, Dryden dan British Association
tindih.
of Counseling) yang menekankan bahwa
konseling, Konselor harus setiap kali
konseling
menyadari posisi dan peran yang sedang
adalah
suatu
hubungan
professional dalam bentuk pertolongan dengan
menekankan
ekplorasi
Geldard
dan
proses
Lebih jauh Carkhuff menjelaskan ada dua fase pemberian bantuan yaitu
(2008)
fase pra bantuan, dan fase pemberian
menjelaskan bahwa konseling biasanya
bantuan. Menurut Carkhuff (2008) yang
ditujukan
klien
dimaksud dengan fase pra bantuan adalah
menyelesaikan problem yang mengangu
pelibatan diri klien terhadap proses
mereka. Konseling juga dimaksudkan
konseling.
untuk membantu klien mengembangkan
dilakukan baik secara fisik, emosional
beragam cara yang lebih positif untuk
maupun intelektual. Sedangkan proses
menyikapi
hidup.
pemberian bantuan dilakukan melalui
umumnya
bertujuan
untuk
masalah-masalah
Gildard
keseluruhan
dilakukannya.
dan
pemahaman serta proses penentuan diri.
Dalam
membantu
Konseling
pada
memecahkan klien
atau
tiga
Pelibatan
tahapan,
yaitu:
diri
(1)
klien
ini
tahapan
eksploring; (2) understanding; dan (3) action.
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
72
Jurnal Fokus Konseling Volume 1 No. 1, Januari 2015 Hlm. 70-81
Eksploring adalah tahapan awal dari
pelaksanaan konseling, karena konseling
proses bemberian bantuan. Eksploring
kreatif dapat meningkatkan efektivitas
mencakup dua hal yakni, menganalisis
konseling (Glading, 2008). Konseling
pengalaman dan mendiagnosis diri kita
kreatif
dalam hubungannya dengan pengalaman.
konseling yang unik (Conte, 2009). Serta
Menganalisis
pendekatan
merupakan
upaya
merupakan
suatu
kreatif
dalam
pendekatan
konseling
mentelaah keadaan yang ada dalam diri,
menawarkan sebuah energi baru pada
sedangkan
klien
mendiagnosis
merupakan
usaha untuk dapat menganalisa keadaan diri sendiri.
untuk
dapat
meningkatkan
sensitivitas pada dirinya dan orang lain. Proses hubungan antara klien dan
Understanding juga meliputi dua
konselor
sangat
penting
terhadap
tahap yaitu pengembangan tujuan dan
keberhasilan konseling (Hansen, 1977).
personalisasi
Pengembangan
Harus di perhatikan bahwa jika kita tidak
tujuan ini dapat terjadi ketika kita sudah
mampu membuat hubungan yang baik
mampu
tentang
maka akan menimbulkan respon-respon
permasalahan yang ada didalam diri.
emosional terhadap klien karena yang
Sedangkan
mereka menceritakan kepedihan dan
tujuan.
mendiagnosis
merupakan
personalisasi suatu
tujuan
penegasan
tentang
usaha untk menginternalisasi dari tujuan yang sudah disepakati.
masalah
yang
rumit
(Geldard
dan
Gildard, 2008). Menurut Jacobs (dalam Ahmad Ali
Acting merupakan tahapan ketiga
Rahmadian, 2011) terdapat 7 kesalahan
yang meliputi suatu penetapan tujuan dan
yang umum dilakukan konselor yang
pengembangan
Penetapan
menyebabkan sesi konseling menjadi
perilaku
membosankan dan tidak efektif, yaitu: (1)
dikerjakan.
Melakukan terlalu banyak refleksi; (2)
tujuan
program.
menjelaskan
tentang
operasional
yang
harus
Sedangkan
pengembangan
program
Mendengarkan
terlalu
menjelaskan langkah-langkah apa yang
konseli;
Jarang
harus dilakukan.
konseli; (4) Tidak fokus dalam sesi
Dalam proses konseling diperlukan
(3)
konseling; (5)
sebuah kreativitas yang mampu membuat
untuk
klien merasa nyaman dengan tahapan
menggunakan
banyak
cerita
menginterupsi
Menunggu terlalu lama
melakukan
fokus; teori
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
(6)
Tidak
konseling,
73
Jurnal Fokus Konseling Volume 1 No. 1, Januari 2015 Hlm. 70-81
menggunakan “hope method” dalam
keberanian konselor mengambil resiko
konseling; (7)
menggunakan
yang terukur.
dan tidak
Menurut
Jarang
alat bantu yang kreatif bersifat multisensori. Kreativitas
latipun
(2010),
aspek
keahlian (expertice) dan keterampilan
merupakan
hal
yang
(skill) yang dimiliki konselor merupakan
esensial dalam proses konseling, namun
salah
proses
secara
mendatanginya. Klien datang kepada
otomatis, konselor perlu memfasilitasi
konselor karena klien mengakui bahwa
terciptanya suasana yang aman dan
konselor
mendukung sehingga klien mampu secara
keterampilan khusus. Pandangan klien
kreatif mengkaji maslah , membangun
bahwa konselor adalah pihak yang ahli
perspektif alternatif terhadap masalah,
adalah wajar, karena konselor telah
serta menghasilkan dan mengevaluasi
secara khusus mempelajari dasar-dasar
beragam pilihan solusi masalah (Ahmad
pengetahuan dalam membantu klien.
kreatif
tidak
terjadi
satu
alasan
mengapa
memiliki
klien
keahlian
dan
Ali Rahmadian, 2011). Pada akhirnya konseling kreatif memberikan peluang kepada klien untuk membawa pemikiran
POST TRAUMATIC DISORDER (PTSD)
STRESS
dan perasaan kepada kesadaran melalui
Sebuah trauma psikis merupakan
pengekspresian diri di berbagai jalan
kejutan emosional yang memiliki efek
(Saputra, 2013).
jangka
panjang.
Ini
terjadi
ketika
Menurut Glading (dalam Ahmad Ali
seseorang terkena suatu peristiwa luar
Rahmadian, 2011) terdapat tiga faktor
biasa sementara tak berdaya dan tidak
yang
mampu
mendorong
berkembanganya
menggunakan
mekanisme
kreativitas dalam konseling, yaitu: faktor
pertahanan yang ada pada diri dalam
kepribadian konselor dan klien, faktor
menghadapi bahaya yang mengancamnya
proses
(Eth & Pynoos dalam Kadison; 2006)
konseling,
dan
faktor
hasil
konseling. Faktor kepribadian merujuk
Suatu peristiwa yang dialami atau
pada kapasitas konselor untuk bersikap
disaksikan dan mengancam jiwa, cedera
terbuka dan kesediaan bermain dengan
serius, dan ancaman integritas fisik diri
ide dan pendekatan baru, kerja keras, dan
sendiri
atau
orang
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
lain
yang
74
Jurnal Fokus Konseling Volume 1 No. 1, Januari 2015 Hlm. 70-81
menyebabkan rasa takut, tidak berdaya, atau mencekam (Carlos Blanco, 2011). Orang dewasa yang menderita PTSD sering
menghidupkan
kembali
3) Pikiran-pikiran mengenai peristiwa traumatik selalu muncul, termasuk perasaan
hidup
kembali
pengalaman
traumatik,
pengalaman melalui mimpi buruk dan
halusinasi,
dan
kilas balik, sulit tidur, dan merasa
flashback mengenai peristiwa;
terlepas atau terasing, dan gejala ini dapat
4) Ganguan psikologis yang sangat
cukup parah dan bertahan cukup lama
kuat ketika menyaksikan sesuatu
untuk secara signifikan mengganggu
yang
kehidupan
peristiwa
sehari-hari
(Kadison,
2006).
seseorang
mengalami
mengingatkan
tentang
traumatik;
Terjadi
merupakan
reaktivitas fisik, seperti mengigil,
kondisi trauma yang memiliki efek
jantung berdebar keras atau panic
jangka
ketika bertemu dengan sesuatu
panjang
PTSD
ilusi,
serta
menyebabkan
terganggunya kehidupan efektif seharihari.
yang mengingatkan peristiwa. b. Avoidence yaitu selalu menghindari sesuatu yang berhubungan dengan
KELOMPOK POST TRAUMATIC STRESS DISORDER (PTSD) Menurut Diagnostik and Statistic
trauma dan perasaan terpecah. Gejalagejala yaitu: 1) Berusaha
menghindar
situasi,
Manual Disorder (DSM-IV-1994) (Hetti
pikiran-pikiran atau aktivitas yang
Zuliani,
berhubungan
2011)
terdapat
3
bentuk
Posttraumatik stress disorder yaitu:
dengan
traumatik;
a. Intrusive-Re-Experiencing yaitu selalu
2) Kurangnya
perhatian
kembalinya peristiwa traumatik dalam
partisipasi
ingatan.
kegiatan sehari-hari;
Gejala-gejalanya
adalah
sebagai berikut :
dalam
atua berbagai
3) Merasa terpisah atau perasaan
1) Berulang-ulang mengangu
peristiwa
muncul
perasaan
dan
mengenai
peristiwa yang pernah terjadi; 2) Muncul kembali dalam mimpi
terasing dari orang lain; 4) Membatasi
perasaan-perasaan,
termasuk untuk memiliki rasa kasih sayang;
mengenai peristiwa;
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
75
Jurnal Fokus Konseling Volume 1 No. 1, Januari 2015 Hlm. 70-81
5) Perasaan menyerah dan takut pada masa
depan,
mempunyai
tidak
susah berkonsentrasi, sulit membuat
terhadap
keputusan, mudah lupa, melamun
termasuk harapan
karir, pernikahan, anak-naka atau
yaitu
secara berlebihan, dan pikiran kacau. d. Gejala interpersonal, berupa sikap
hidup normal. c. Arousal,
c. Gejala kognitif berupa keluhan seperti
kesadaran
secara
berlebihan. Gejala lainya antara lain: 1) Mengalami ganguan tidur atau bertahan untuk selalu tidur
acuh tak acuh terhadap lingkungan, apatis, agresif, minder, kehilangan kepercayaan terhadap orang lain, dan mudah menyalahkan orang lain. e. Gejala
2) Mudah marah dan meledak-ledak
organisasional,
meningkatnya
keabsenan
berupa dalan
3) Kesulitan memusatkan kosentrasi
bekerja/
4) Kesadaran berlebihan
produktifitas,
5) Gugup dan mudah terkejut
rekan kerja, ketidakpuasan kerja, dan
kuliah,
ketegangan
menurunnya CIRI-CIRI TRAUMATIC (PTSD)
UTAMA POST STRESS DISORDER
menurunnya dengan
dorongan
untuk
traumatik
yang
berpresasi. PENYEBAB PTSD
Menurut Rice (Hetti Zuliani, 2011) reaksi
stress
digolongkan
bagi pada
individu menjadi
dapat
beberapa
Peristiwa
menyebabkan terjadinya PTSD (Carlos Blanco, 2011) yaitu:
gejala yaitu sebagai berikut:
a) Peristiwa perang;
a. Gejala fisiologis, berupa keluhan sakit
b) Bencana alam;
kepala, sembelit, diare, sakit pinggang,
c) Serangan fisik;
urat tegang pada tengkuk, tekanan
d) Pelecehan seksual atau kekerasan;
darah tinggi, kelelahan, sakit perut,
e) Ancaman dengan senjata;
maag, berubah selera makan, susah
f) Kecelakaan yang serius;
tidur, dan kehilangan semangat.
g) Penyakit;
b. Gejala
emosional
berupa
keluhan
seperti gelisah, cemas, mudah marah,
h) Kematian tak terduga orang yang dicintai.
gugup, takut, mudah tersinggung, sedih dan depresi.
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
76
Jurnal Fokus Konseling Volume 1 No. 1, Januari 2015 Hlm. 70-81
adalah adanya pengalaman internal dan
GUIDED IMAGERY Istilah guided imagery berkembang seiring dengan perkembangan teori dan praktek konseling yang menempatkan klien pada pusat proses terapi (Hall, 2006) perkembangan ini berjalan seiring dengan adanya perkembangan tekhnologi psikologi
dengan
terobosan
baru.
Furgeson (dalam Hall, 2006) tekhnik imegery diadopsi secara luas dengan perkembangan
terapi
baru
yang
mengangap proses berbicara tidak cukup dalam
merangsang
klien
melakukan
imagery
adalah
strategi
konsentrasi terfokus di mana gambar visual pemandangan, suara, musik, dan kata-kata yang digunakan untuk membuat penguatan
perasaan
dan
relaksasi
Dalam perkembangannya imajinasi seringkali di artikan sama dengan fantasi, padahal itu merupakan hal yang berbeda karena
semua
imajinasi
fantasi
namun
tidak
merupakan
semua
fantasi
prilaku non-verbal pada otak manusia (Hall, 2006) dan klien dipandu untuk dapat fokus pada fikiran positif dan mengarahkan pada imajinasi-imajinasi kejadian negatif yang dialami. Menurut (Cormier, 2009) dalam penggunaan prosedur guided imagery klien dipandu untuk fokus pada fikiran positif atau gambar yang menyenangkan
tidak
nyaman
atau
menimbulkan
kecemasan-kecemasan. Klien diarahkan untuk dapat memblokir hal-hal negatif dengan memanfaatkan ketidak fokusan emosi antara perasaan senang dengan
fantasi
tidak
menjadikan
perilaku realistis dan rasional dalam gambaran.
Pada pelaksanaan guided imagery konselor diarahkan untuk dapat bertindak sebagai fasilitator atau pemandu yang menyediakan klien gambaran imajinasi positif yang akan diciptakan (Hall,2006). Proses ini dirasakan bisa dilaksanakan
imajinasi (Hall, 2006).
memberi
imajinasi simbolis yang menggunakan
kejadian yang tidak menyenangkan.
(Thomas, 2010).
Pada
untuk mencari makna memunculkan
sambil membanyangkan situasi yang
perubahan perilaku. Guided
eksternal yang dipahami. Kebutuhan
Menurut
Segal
(dalam Hall, 2006) yang menjadikan imajinasi itu berbeda dengan fantasi
dengan maksimal mengingat fakta bahwa hampir semua manusia normal mampu mengembangkan visualisasi yang ada dalam diri yang melibatkan seluruh tubuh, emosi dan panca indra (Elizabeth,
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
77
Jurnal Fokus Konseling Volume 1 No. 1, Januari 2015 Hlm. 70-81
2000).
Menurut
(dalam
memiliki emosi cemas dan rileks pada
Cormier, 2009) penggunaan visualisaisi
saat yang bersamaan karena kedua emosi
dalam
itu berbeda dan tidak dapat menyatu
meciptaan
Overholser
pelatihan
releksasi
dapat
respon
fisiologis
sebagai
dalam situasi yang bersamaan.
pengalaman aktual yang mengencangkan
(2)
atau mengendurkan otot. Proses ini akan
menggunakan imajinasi
banyak melibatkan panca indera dalam memvisualisasikan
gambaran
Penilaian
potensi
klien
untuk
Dalam guided imagery Keberhasilan guided
imagery
tergantung
jumlah
imajinasinya baik hanya satu panca
perasaan positif dan ketenangan yang
indera atau keseluruhan panca indera
ditimbulkan melalui
seperti, pendengaran, rasa, bau, sentuhan,
Konselor
keseimbangan panas, dingin dan nyeri,
visualisasi klien melalui laporan quisener
serta penglihatan (Hall, 2006)
diri, dan hasil latihan narasi yang
Menurut (Cormier, 2009) proses guided imagery mencakup lima langkah, yaitu:
dapat
visualisasi klien. mengukur
tingat
dilakukan klien. (3). pengembangan imajinasi Jika dirasa klien mampu untuk
(1). Dasar pelaksanaan intervensi Seseorang banyak
sering
kecemasan
kali
memiliki
intervensi
selanjutnya
konselor
ini,
maka
mempersiapkan
mereka
setidaknya dua skenario yang dapat
melakukan sesuatu. Hal ini diangap
menimbulkan perasaan tenang pada diri
normal dan alami, mengingat keyakinan
klien. Skenario dibuat harus sesuai nilai
mengintensifkan kecemasan ketika akan
budaya yang relevan pada diri klien
mengalami sesuatu prilaku yang tidak
dengan
biasa. Ketika ketidak nyamanan terjadi
klien. Misalnya: apakah klien akan
maka
semakin
merasa nyaman jika skenario yang buat
meningkat. Maka guided imagery bisa
mengarahkan klien berimajinasi berada di
dilakukan
dengan
mengvisualisasikan
daerah pegungungan atau malah akan
adegan
atau
kegiatan
menakutkan klien karena klien takut
sikap
sebelum
melakukan
cemas
akan
yang
memperhatikan
menyenangkan sehingga klien merasa
ketinggian misalnya.
santai
(4). latihan imajinasi
dengan
kegiatan
yang
akan
kenyamanan
dijalankannya. Klien tidak akan mampu
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
78
Jurnal Fokus Konseling Volume 1 No. 1, Januari 2015 Hlm. 70-81
Setelah imajinasi dikembangkan klien
verbal dalam guided imagery ini antara
diarahkan
lain:
untuk
berlatih
(1)
Pada
awal
menggunakannya. Ada dua jenis praktek
bimbingan
yang bisa dilakukan. pertama, klien
banyak intervensi karena dengan terlalu
diintruksikan untuk fokus pada imajinasi
banyaknya pertanyaan dan saran akan
selama 30 detik, membayangka semua
memberikan kesan bahwa konselor ingin
detil skenario yang digambarkan dengan
mengontrol proses konseling; (2) Hindari
mencoba merasakan semua sensasi yang
pertanyaan
ada. Setelah waktu habis klien diarahkan
mengapa terkesan seperti menginterogasi
untuk membayangkan kejadian yang
dan akan membuat klien sulit untuk
yang menimbulkan rasa cemas. Kedua,
memaparkan keadaan dirinya; (3) Ajukan
konselor menjelaskan sebuah skenario
pertanyaan “apa yang baik” dan “apa
menyenangkan
penjelasan
yang buruk” menurut pendapat klien. Hal
deskripsi yang mencemaskan, sehingga
ini dapat membuat proses intervensi
perilaku
mengarah kepada kebutuhan klien; (4)
dengan
yang
awalnya
membuat
kecemasan dapat dihilangkan.
“Aku”. klien
dirumah. Klien dapat mencatat reaksi sebelum dan sesudah penggunaan guided imagery dengan menggunakan Skala 5. 1
minimum
untuk dan
ketidaknyamanan diberitahukan
ketidaknyamanan angka
5
untuk
maksimum.
Klien
untuk
membawa
hasil
catatan pada sesi konseling berikutnya. Menurut beberapa
Hall pedoman
!”
terlalu
Pertanyaan
Harapannya
klien
mampu
menimbulkan perilaku asertif pada diri.
menginstruksikan
untuk menerapkan skenario imajinasi
Angka
“mengapa
hindari
Klien diarahkan untuk menggunakan kata
(5). pekerjaan rumah. Konselor
imajinasi
pelaksanaan
(2006) dasar
Perilaku yang dilakukan dan dikatakan adalah tanggung jawab pribadi; (5) “Bagaimana
perasaan
ada?”.
memiliki
kecenderungan
Klien untuk
menghindari berbicara secara langsung tentang perasaan; (6) Gunakan kata-kata yang tepat dalam melakukan refleksi. Hindari menggunakan kaliamat analogi yang mampu membuat persepsi ganda pada diri dlien.
terdapat dalam
membantu mengintervensi klien secara
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
79
Jurnal Fokus Konseling Volume 1 No. 1, Januari 2015 Hlm. 70-81
PENGGUNAAN GUIDED IMEGERY
penelitian itu juga menjelaskan bahwa
UNTUK PENANGANAN PTSD
Guided imagery juga dapat digunakan untuk menangani klien yang memiliki
Salah satu hal yang paling menarik dari guided imagery bahwa hampir semua orang
bisa
Intervensi
menggunakan ini
keberhasilan
alergi.
imajinasi.
memiliki yang
keluhan fisik seperti sakit kepala dan
peluang
sama
tanpa
PENUTUP Post-Traumatic
Stress
Disorder
memperhatikan tingkat pendidikan, ras,
(PTSD) adalah suatu kondisi kesehatan
kelas, jenis kelamin, dan usia (Elizabet,
mental
2000). Walaupun pada kenyataannya
mengerikan.
wanita dan anak-anak memiliki imajinasi
melalui teknik imagery guided dianggap
yang lebih baik dibandingkan dengan
mampu
lainnya.
menyelesaikan permasalahan klien. Pada
Guided imagery merupakan salah
yang
dipicu
oleh
Pelaksanaan
untuk
peristiwa konseling
membantu
klien
teknik ini klien dipandu untuk dapat
satu teknik cognitive behavioral yang
fokus
bisa
mengarahkan pada imajinasi-imajinasi
di
gunakan
mengurangi
untuk
kecemasan
membantu pada
kasus
PTSD. Pada Guided imagery teknik yang
pada
fikiran
positif
dan
kejadian negatif yang dialami untuk dapat meciptakan gambaran imajinasi positif.
digunakan diarahkan untuk mengubah pikiran negatif dengan menggunakan
DAFTAR PUSTAKA
imajinasi dalam pemahaman diri dan penyaluran
emosi
(Elizabet,
2000).
Dalam pelaksanaan konseling diberikan sejumlah latihan rileksasi dan teknik visualisasi untuk mengurangi stress (Hall, 2006). Naparstek menjelaskan
(dalam hasil
Hall,
penelitian
2006) yang
dilakukan menyatakan bahwa teknik Guided imagery menghilangkan depresi, mengungkapkan kesedihan, dan masalahmasalah
psikologis
lainnya.
Hasil
Ahmad Ali Rahmadian. (2011) Kreativitas dalam Konseling. Proseding Workshop Contemporary and Creative Caunseling. Bandung, 2011. Blanco, Corlos. 2011. Post-Traumatic Stress Disorder (Epidemiology of PTSD). New York: Departement of Psychitry Colombia University. Hal. 49-78. Carkhuff, Robert R. (2008). The Art of Helping. Ninth Edition. U.S.: Possibilities Publishing,Inc.
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
80
Jurnal Fokus Konseling Volume 1 No. 1, Januari 2015 Hlm. 70-81
Cormer, Sherry., Nurius, Paula S., Osborn, Osbon J, Chinthia. (2009). Interviewing and Change Strategies for Helpers: Fundamental Skills and Cognitive Behavioral Interventions, Sixth Edition. Belmont : Brooks/Cole cangage learning. Cristian, Conte. (2009). Advanced Techniques for Counseling and Psychotherapy. New York : Springer Publishing Company. Elizabeth. (2000). Why is Guided Imagery? Diakses tanggal 10 Oktober 2013. Dari http://www.healthjourneys.com/what _is_guided_imagery.asp. Geldard, Kathryn., Geldard, David. (2008). Membantu memecahkan masalah orang lain dengan teknik konseling. Alih bahasa : Agung Prihantoro. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Gladding, Samuel T. (2008). “The Impact of Creativity in Counseling”. Journal of Creativity in Mental Health. 3, (2). Hall, Eric., Hall, Caroll. (2006). guided imagery : Creative Interventions in Counselling & Psychotherapy. London: SAGE Publications. Hansen, James C., Stevic, Richard R., Warner, Richard W. (1977). Counseling: Theory and Process. Boston: Allyn and Bacon. Kadison, Heidi. (2006). Short-term play therapy for children (release play therapy children with posttraumatic stress disorder). London: Press New York. Hal 3-21.
Kaplan,H.I., B. J. Sadock, J.A. (1997) Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, 2. Jakarta: Binarupa Aksara. Latipun (2010). Psikologi Konseling. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press. McLeod, John. (2010). Pengantar Konseling, Teori dan Studi Kasus. Alih Bahasa: A.K Anwar. Jakarta: Prenada Media Group. Prayitno dan Erman Amti. 2004. DasarDasar Bimbingan Konseling. Cetakan Kedua. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Robert L. Gibson (2011). Bimbingan dan Konseling. Alih Bahasa: Yudi Santoso. Yogyakarta: Pustka Pelajar. Thomas, Sethares, Kristen A. (2010). Is Guided Imagery Effective in Reducing Pain and Anxiety in the Postoperative. ProQuest Nursing & Allied Health Vol 29. Hlm. 393-399. Wahyu Nanda Eka Saputra. (2013) Craetive Counseling: Counseling With Impact, Puppet Word, and Live Video Game. Proseding International Malindo-3. Magelang, 29-31 Mei 2013. Hetti Zulaini. (2010). Efektivitas Play Therapy bagi siswa yang mengalami PTSD (Posttraumak Stress Disorder) akibat konflik di SMP Babusalam Aceh Utara. Tesis. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
81