RAPAT KERJA KOMISI XI DPR RI DENGAN BANK INDONESIA TANGGAL 14 MARET 2006
PENJELASAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI XI DPR RI 2006 6 TANGGAL 14 MARET 200
1. Pendahuluan Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah kami menyampaikan terima kasih kepada Pimpinan dan Anggota Komisi XI DPR yang telah mengundang kami dalam Rapat Kerja pada hari ini. Bagi kami, pertemuan ini memiliki arti yang sangat penting terutama dalam rangka menyampaikan berbagai informasi dan penjelasan mengenai pelaksanaan tugas Bank Indonesia yang diamanatkan oleh Undang-undang sekaligus untuk mendapatkan berbagai masukan dari Anggota Dewan yang berguna bagi upaya perbaikan dalam pelaksanaan tugas kami di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran ke depan. Lebih dari itu, pertemuan semacam ini pada hakikatnya kami pandang sebagai salah satu bentuk perwujudan dari akuntabilitas Bank Indonesia kepada DPR-RI. 2. Sesuai dengan agenda yang kami peroleh, dalam Rapat Kerja kali akan dibahas mengenai Laporan kinerja dan pelaksanaan tugas BI tahun 2005, Rencana tindak lanjut API serta Perkembangan intermediasi perbankan melalui UMKM. Dapat kami sampaikan bahwa topik pertama telah kami utarakan pada kesempatan Raker tanggal 20 Februari 2006 yang lalu. Demikian pula pada akhir Januari 2006 kami telah meyampaikan Laporan Triwulan IV-2005 yang merupakan laporan perkembangan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran untuk periode triwulan IV-2005 (oktober – desember 2005). Laporan tersebut pada dasarnya untuk memenuhi kewajiban BI sebagaimana pasal 58 ayat (1) dan (2) UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 tahun 2004. 3. Oleh karenanya, pada kesempatan Raker hari ini, sebelum kami mendengarkan masukan, pertanyaan, dan pandangan dari Anggota Dewan, ijinkan kami untuk memaparkan secara singkat pokok-pokok penting dari evaluasi atas kinerja dan pelaksanaan tugas BI tahun 2005, dilanjutkan pemaparan mengenai rencana tindak lanjut API serta perkembangan intermediasi perbankan melalui pengembangan UMKM.
2. Kinerja dan Pelaksanaan Tugas BI Tahun 2005 Anggota Dewan yang terhormat, 4. Pada awal tahun 2005, Bank Indonesia memperkirakan bahwa dalam tahun 2005 momentum pemulihan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2004 akan terus
1
RAPAT KERJA KOMISI XI DPR RI DENGAN BANK INDONESIA TANGGAL 14 MARET 2006
berlanjut dan menjadi pijakan yang kuat bagi pertumbuhan ekonomi pada periode selanjutnya. Optimisme ini dilandasi oleh berbagai upaya perbaikan iklim investasi dan percepatan pembangunan infrastruktur oleh Pemerintah serta dukungan positif pelaku ekonomi terhadap Pemerintah baru. Berdasarkan asumsi tersebut, pada waktu itu Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan PDB tahun 2005 akan dapat mencapai 5% 6%, dengan laju inflasi IHK diperkirakan sebesar 6% + 1%. 5. Pada kenyataannya, upaya memperkuat momentum pemulihan ekonomi mengalami hambatan yang cukup signifikan, baik dari eksternal maupun internal. Dari sisi eksternal, kenaikan harga minyak, melambatnya pertumbuhan ekonomi dan volume perdagangan dunia, serta meningkatnya suku bunga global telah memberikan dampak negatif terhadap perkembangan stabilitas ekonomi moneter. Dari sisi internal, penanganan berbagai masalah struktural seperti program percepatan pembangunan infrastruktur yang masih belum optimal, turut memberikan hambatan bagi perekonomian domestik. 6. Dampak negatif gejolak eksternal terhadap stabilitas perekonomian tahun 2005 tercermin pada perkembangan neraca pembayaran yang memburuk, nilai tukar yang melemah dan inflasi yang meningkat tajam. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mencatat defisit sebesar USD533 juta, nilai tukar rupiah terdepresiasi 8,6% dan secara rata-rata nilai mencapai Rp9.713 per USD, sementara inflasi IHK meningkat mencapai 17,11% (yoy). Meskipun demikian, pertumbuhan ekonomi tahun 2005 secara keseluruhan sebesar 5,6% tetap menunjukkan peningkatan dibanding tahun sebelumnya sebesar 5,1%, yang terutama didukung oleh kinerja perekonomian yang cukup baik pada triwulan I-2005 sebesar 6,12%. Hal ini juga disebabkan karena dampak negatif kenaikan harga minyak dunia baru ditransmisikan secara signifikan ke sektor riil melalui kenaikan harga BBM domestik pada triwulan IV-2005. Anggota Dewan yang terhormat, 7. Mencermati adanya tekanan kestabilan makroekonomi, kami memandang bahwa kebijakan moneter yang cenderung ketat selama tahun 2005 dengan mengupayakan dampak yang minimal terhadap kesinambungan pertumbuhan, tetap diperlukan. Kebijakan tersebut juga dimaksudkan sebagai langkah antisipatif untuk mencegah peningkatan inflasi yang persisten ke depan. 8. Pada triwulan I-2005, kebijakan moneter yang cenderung ketat ditempuh dalam bentuk penetapan indikatif pertumbuhan base money untuk keseluruhan tahun sekitar 11,512,5%, lebih rendah dari realisasi pertumbuhan test date base money pada tahun sebelumnya, sebesar 15,1%. Pada triwulan I-2005, level base money terjaga pada kisaran perkiraan indikatif dan diikuti oleh pergerakan rata-rata tertimbang SBI 1 bulan yang relatif tidak mengalami perubahan seiring dengan masih cukup tingginya ekses likuiditas perbankan. 9. Pada triwulan II-2005, untuk mengatasi kondisi NPI yang semakin memburuk yang menyebabkan pelemahan nilai tukar lebih lanjut, kebijakan moneter yang lebih ketat ditempuh dengan penyerapan likuditas secara lebih optimal, yaitu dengan menjaga base money agar dapat tumbuh selaras dengan proyeksi besaran makroekonomi dan target inflasi yang ditetapkan Pemerintah. Disamping itu, untuk mengurangi tekanan terhadap rupiah, upaya penyerapan ekses likuiditas diikuti oleh kenaikan suku bunga SBI 1 bulan yang cukup tinggi, yaitu sekitar 82bps dibandingkan triwulan-triwulan
2
RAPAT KERJA KOMISI XI DPR RI DENGAN BANK INDONESIA TANGGAL 14 MARET 2006
sebelumnya. Selanjutnya, dalam upaya mengurangi ekses likuiditas perbankan dan meredam pelemahan kurs rupiah, Bank Indonesia juga mengeluarkan paket stabilisasi nilai tukar rupiah melalui PBI No.7/14/2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank yang dapat mengurangi tekanan pelemahan rupiah dari arus modal asing jangka pendek (khususnya dalam bentuk swap beli) karena transaksi valas dengan pihak asing yang tidak mempunyai dasar transaksi ekonomi berkurang. Pada saat bersamaan, Bank Indonesia juga tetap menempuh sterilisasi valas secara terukur untuk mengurangi volatilitas kurs rupiah di pasar. Dengan kebijakan moneter yang telah ditempuh tersebut, tekanan inflasi yang berasal dari ekspektasi inflasi relatif dapat ditahan seiring dengan meningkatnya suku bunga SBI. Namun demikian, paket stabilisasi rupiah belum sepenuhnya mampu menahan pelemahan kurs rupiah lebih lanjut, karena faktor fundamental ekonomi yang lemah dan dollar AS yang menguat terhadap hampir seluruh mata uang kuat dunia. 10. Selanjutnya, guna meningkatkan efektivitas kebijakan moneter, pada awal Juli 2005 Bank Indonesia mengimplementasikan langkah-langkah penguatan kerangka kerja kebijakan moneter yang konsisten dengan Inflation Targeting Framework (ITF). Kerangka kerja ini ditandai dengan penggunaan BI Rate sebagai sinyal kebijakan moneter untuk menggantikan penggunaan base money agar sinyal kebijakan moneter menjadi lebih transparan. Penerapan kerangka kerja ini diyakini dapat meningkatkan efektivitas dan tata kelola kebijakan moneter dalam mencapai sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. 11. Pada periode Juli-Desember 2005, Bank Indonesia masih memandang perlu untuk melanjutkan kebijakan moneter ketat untuk menjaga agar akselerasi peningkatan ekspektasi inflasi tidak berlebihan dan dapat mengarah ke sasaran inflasi jangka menengahnya. Hal ini disebabkan karena rencana kenaikan harga BBM telah memicu peningkatan ekspektasi inflasi yang cukup tajam. Kebijakan tersebut ditempuh dengan menaikkan suku bunga BI Rate secara bertahap dan terukur, sebanyak 3 kali selama triwulan IV-2005 sehingga mencapai 12,75% pada awal Desember 2005. Kebijakan ini diperkuat dengan peningkatan efektivitas pengelolaan likuiditas di pasar uang –antara lain dengan kembali mengaktifkan instrumen Fine Tune Kontraksi (FTK) overnight (O/N), menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM), menaikkan suku bunga FASBI 7 hari dan maksimum suku bunga penjaminan simpanan—, upaya stabilisasi di pasar uang antar bank O/N dan perbaikan struktur suku bunga. Sementara itu, dalam upaya meredam tekanan depresiasi rupiah beberapa kebijakan yang telah ditempuh pada periode sebelumnya diperkuat pula dengan pelarangan ‘margin trading’ terhadap semua valas, penyediaan fasilitas swap investasi, pemberlakuan intervensi swap valas, dan penyempurnaan ketentuan PDN. 12. Selain dari sisi moneter, upaya pengendalian inflasi sepanjang tahun 2005 juga dibarengi dengan penguatan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah melalui Tim Penetapan Sasaran, Pemantauan, dan Pengendalian Inflasi, khususnya dalam meminimalkan dampak kenaikan inflasi dari sisi administered prices dan volatile food. Anggota Dewan yang terhormat, 13. Di bidang perbankan, kinerja perbankan sampai dengan akhir tahun 2005 masih cukup baik meskipun terdapat tekanan pada keseimbangan makroekonomi. Fungsi
3
RAPAT KERJA KOMISI XI DPR RI DENGAN BANK INDONESIA TANGGAL 14 MARET 2006
intermediasi perbankan selama tahun 2005 dapat berjalan sebagaimana yang direncanakan. Kredit (termasuk channeling) tumbuh sesuai target yaitu mencapai kisaran 22,7%. Di sisi lain, kemampuan perbankan untuk melakukan penghimpunan Dana Pihak Ketiga juga terus mengalami pertumbuhan secara moderat yang berada pada kisaran 15%. Dengan angka percepatan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) tersebut, maka LDR perbankanpun sampai dengan akhir tahun 2005 naik cukup signifikan mencapai sekitar 65%. Total aset industri perbankan-pun mengalami pertumbuhan yang hampir sama besarnya dengan pertumbuhan DPK yaitu sekitar 12%. Profitabilitas perbankan sedikit mengalami peningkatan sebagaimana tercermin pada rasio Return on Asset (ROA) meningkat dari 2,6% menjadi 2,8%, sementara net interest income (NII) naik dari Rp5,9 triliun menjadi Rp6,2 triliun. Dengan membaiknya profitabilitas dan tidak terlalu besarnya peningkatan kredit, rasio kecukupan modal (CAR) juga mengalami peningkatan dari 19,4% menjadi 19,6%. Angka tersebut merupakan CAR tertinggi dibandingkan CAR perbankan di negara-negara Asia lainnya. 14. Kinerja perbankan dimaksud tidak lepas dari kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia di bidang perbankan selama tahun 2005 yang tetap difokuskan untuk memperkuat stabilitas sistem perbankan guna menciptakan stabilitas sistem keuangan dan mendorong fungsi intermediasi perbankan. Kebijakan tersebut ditempuh melalui beberapa langkah antara lain melalui implementasi program-program yang telah dicanangkan dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dalam meningkatkan efektivitas pengawasan bank dan ketahanan sistem perbankan, penyempurnaan regulasi dan sistem pengawasan perbankan yang diselaraskan dengan prinsip-prinsip pokok basel serta penerapan tata kelola yang baik, manajemen risiko dan pengendalian internal yang efektif dan efisien, serta pengembangan SDM perbankan melalui sertifikasi manajemen risiko. 15. Untuk mendukung efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter dan upaya penciptaan sistem perbankan yang sehat, di bidang sistem pembayaran, dalam tahun 2005 Bank Indonesia masih terus melakukan berbagai upaya penyempurnaan untuk menciptakan sistem pembayaran nasional yang efisien, cepat, aman, dan handal. Di bidang sistem pembayaran tunai, kebijakan diarahkan pada upaya untuk memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi yang layak edar. Sementara di bidang sistem pembayaran non tunai, langkah kebijakan diarahkan pada upaya pengurangan risiko, peningkatkan efisiensi sistem pembayaran serta perlindungan konsumen terhadap pengguna sistem pembayaran melalui perluasan implementasi Sistem Kliring Nasional (SKN).
2. Rencana Tindak Lanjut Arsitektur Perbankan Indonesia Anggota Dewan yang terhormat, 16. Sebagaimana telah dimaklumi, Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang diluncurkan sejak awal tahun 2004 ditujukan untuk mewujudkan sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Dapat kami sampaikan kembali bahwa API terdiri dari 6 pilar yaitu:
4
RAPAT KERJA KOMISI XI DPR RI DENGAN BANK INDONESIA TANGGAL 14 MARET 2006
− − − − − −
pilar I – Penguatan Struktur Perbankan Nasional pilar 2 – Program Peningkatan Kualitas Pengaturan Perbankan pilar 3 – Program Peningkatan Fungsi Pengawasan pilar 4 – Program Peningkatan Kualitas Manajemen dan Operasional Perbankan pilar 5 – Program Pengembangan Infrastruktur Perbankan pilar 6 – Program Peningkatan Perlindungan Nasabah
17. Sampai dengan akhir 2005, API telah mulai memberikan warna lain pada sistem perbankan nasional, baik dari sisi konsolidasi perbankan, keberpihakan pada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), peningkatan kemampuan sumber daya manusia perbankan, infrastruktur maupun perlindungan nasabah. 18. Dari sisi konsolidasi perbankan yang merupakan program Pilar 1 API, Bank Indonesia telah menetapkan arah kebijakan konsolidasi perbankan melalui penerbitan Peraturan Bank Indonesia tentang Jumlah Modal Inti Minimum yang berlaku sejak 1 Juli 2005 dan pengumuman kriteria bank kinerja baik (BKB) dan kriteria bank jangkar (anchor bank). Selain itu, dilakukan pula pengguatan sendi-sendi kelembagaan, financial dan operasional perbankan dengan memperbaiki kondisi permodalan perbankan nasional, penerapan risk management, dan Governance. 19. Lebih lanjut kami menyadari bahwa untuk menciptakan industri perbankan yang sehat, kuat dan efisien dalam rangka stabilitas sistim keuangan yang berguna bagi pertumbuhan ekonomi nasional, diperlukan koordinasi yang erat dengan Pemerintah khususnya departemen keuangan. Dalam kesempatan ini, kami informasikan bahwa saat ini BI sedang melakukan identifikasi dan diagnosis terhadap insentif perpajakan maupun insentif peraturan perbankan tanpa menghilangkan prinsip kehati-hatian. Insentif ini diharapkan berguna sebagai sweetener dalam kerangka percepatan konsolidasi perbankan. Selanjutnya, pemberlakuan pajak secara khusus terhadap industri perbankan dalam rangka merger dan konsolidasi tersebut diharapkan dapat memberikan nilai tambah pada masa mendatang ketika bank-bank hasil merger mampu meningkatkan skala ekonomi serta mendorong perbankan agar lebih mampu bersaing dalam era globalisasi. 20. Sementara itu, keberpihakan pada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) diwujudkan dalam bentuk program pembiayaan kepada UMKM melalui program linkage antara bank umum dengan BPR. Program pembiayaan tersebut diwujudkan dalam bentuk pengumuman arah kebijakan dan penandatanganan program linkage antara beberapa bank umum dengan sejumlah BPR. Arah kebijakan program ini dinyatakan dalam bentuk penetapan model generik program linkage yang berupa model penyediaan modal kerja (executing) dan penerusan kredit (chanelling) dari bank umum kepada BPR serta model pembiayaan bersama (joint financing) antara bank umum dan BPR. Keberhasilan program linkage antara lain ditandai dengan dilakukannya penandatanganan kerjasama pembiayaan antara 10 bank umum dan 38 BPR senilai Rp103 miliar yang sebagian besar diantaranya merupakan penyediaan modal kerja bagi BPR. 21. Bentuk lain peningkatan pembiayaan kepada UMKM juga diwujudkan dengan peningkatan akses kredit perbankan melalui pembentukan skim penjaminan kredit daerah. Skim penjaminan kredit ini melibatkan Bank Indonesia sebagai fasilitator, PT Askrindo, Pemerintah Daerah, dan Bank Pembangunan Daerah serta ditujukan untuk membantu UMKM di daerah mendapatkan kemudahan dalam memperoleh kredit dari perbankan.
5
RAPAT KERJA KOMISI XI DPR RI DENGAN BANK INDONESIA TANGGAL 14 MARET 2006
Anggota Dewan Yang Terhormat, 22. Dalam kerangka penyempurnaan proses penyusunan arah kebijakan dan pengaturan perbankan, melalui program yang terdapat pada Pilar 2 API, kami telah berinisiatif untuk mengadakan pertemuan rutin dengan panel ahli perbankan (expert panel). Pertemuan panel ahli perbankan ini bertujuan untuk menyelaraskan arah kebijakan perbankan yang dilakukan Bank Indonesia dengan perkembangan ekonomi dan keuangan secara nasional maupun global. Untuk itu, komposisi panel ahli perbankan disusun sedemikian rupa sehingga baik ahli perbankan dalam negeri maupun ahli perbankan luar negeri terwakili didalamnya. Selama tahun 2005 telah dilaksanakan dua kali pertemuan panel ahli perbankan yaitu pada bulan Januari dan Desember 2005. 23. Kami sampaikan pula bahwa pada tanggal 30 Desember 2005 telah ditandatangani Surat keputusan Bersama (SKB) tentang Pembentukan Forum Stabilitas Sistem Keuangan (FSSK). Pembentukan FSSK tersebut merupakan sarana kerjasama, koordinasi dan pertukaran informasi dalam rangka penciptaan dan pemeliharaan stabilitas sistem keuangan, serta merupakan bagian dari program peningkatan koordinasi dengan lembaga pengawas lain yang merupakan program dari pilar 3 API. 24. Sejalan dengan pelaksanaan koordinasi dengan lembaga pengawas lain, BI telah pula melakukan konsolidasi internal dalam bentuk reorganisasi sektor perbankan di Bank Indonesia, khususnya konsolidasi satuan kerja pengawasan dan pemeriksaan. Dengan konsolidasi ini akan tercipta organisasi yang bersifat dedicated pada level tim (dedicated team) dimana fungsi pengawasan dan pemeriksaan yang saat ini dilakukan oleh Satker yang berbeda akan disatukan sehingga diharapkan koordinasi akan meningkat dan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan perbankan dapat diidentifikasikan dan diselesaikan dengan lebih cepat. Sementara itu, langkah-langkah penyempurnaan infrastruktur pendukung pengawasan bank terus dilakukan melalui penngkatan kompetensi SDM Pengawasan Bank, pembentukan Pengawas Spesialis, penyempurnaan teknologi informasi pengawasan bank serta penyempurnaan manajemen dokumen pengawasan di BI. 25. Terkait dengan program pada Pilar 4 API untuk meningkatkan kualitas manajemen dan operasional perbankan, pada tanggal 3 Agustus 2005 telah diterbitkan ketentuan tentang Sertifikasi Manajemen Risiko bagi pengurus dan pejabat bank umum. Pada intinya, peraturan ini bertujuan untuk memberikan standar kompetensi bagi pengurus dan pejabat bank umum dalam mengelola risiko yang dihadapi pada kegiatan operasional sehari-hari. Standar kompetensi ini menjadi penting mengingat fungsi intermediasi yang dilakukan bank memerlukan adanya keterampilan dan keahlian yang memadai dalam pengelolaan penghimpunan maupun penyaluran dana sehingga risiko-risiko yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan usaha bank dapat diantisipasi dan dikelola dengan baik. 26. Sebagai implementasi dari program sertifikasi manajemen risiko, pada tanggal 5 Desember 2005 untuk pertama kalinya telah diselenggarakan ujian sertifikasi manajemen risiko level 1 diikuti oleh 1.635 peserta yang berasal dari pengurus bank. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.193 peserta atau 73% dinyatakan lulus ujian sertifikasi manajemen risiko. Kewajiban untuk memiliki sertifikat manajemen risiko bagi pengurus dan pejabat bank akan berlaku efektif pada tanggal 3 Agustus 2010 dan hal tersebut akan menjadi salah satu persyaratan administratif dalam uji kepatutan dan kelayakan (fit & proper test) bagi pengurus dan pejabat eksekutif bank umum. 27. Untuk menunjang pengembangan industri perbankan yang sehat, Bank Indonesia melalui Pilar 5 API berupaya melengkapi infrastruktur pendukung yang antara lain diwujudkan
6
RAPAT KERJA KOMISI XI DPR RI DENGAN BANK INDONESIA TANGGAL 14 MARET 2006
dengan menyempurnakan sistem dan database mengenai informasi kinerja debitur untuk meningkatkan kualitas keputusan pemberian kredit yang dilakukan oleh bank. 28. Penyempurnaan sistem ini dilakukan dengan berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/8/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Sistem Informasi Debitur. Pada dasarnya, penyempurnaan dilakukan dengan memperluas cakupan data kredit yang diberikan kepada debitur yang semula hanya untuk kredit dengan nilai nominal Rp50 juta ke atas menjadi seluruh kredit yang diberikan bank tanpa memandang nilai nominal. Selain itu, bank-bank yang diwajibkan untuk memberikan data kepada Sistem Informasi Debitur juga diperluas sehingga mencakup BPR yang memiliki total asset di atas Rp10 Miliar. Hal penting lainnya dalam Sistem Informasi Debitur ini adalah bahwa setiap nasabah debitur akan memiliki nomor pengenal khusus (debtor identification number) sehingga akan memudahkan analisa kredit yang dilakukan oleh suatu bank. Anggota Dewan yang Terhormat, 29. Dari sisi hubungan antara bank dengan nasabahnya, pengaturan perbankan di Indonesia mulai tahun 2005 mengalami perkembangan baru dengan mulai dicakupnya aspek perlindungan dan pemberdayaan nasabah dalam Peraturan Bank Indonesia. Dalam paket kebijakan Januari tahun 2005, telah diterbitkan 2 ketentuan yang terkait. Ketentuan pertama mengenai Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. Ketentuan ini mulai berlaku efektif pada tanggal 20 Juli 2005 yang pada prinsipnya mengatur:
−
kewajiban bank untuk memberikan informasi yang lengkap, akurat, terkini dan utuh mengenai karakteristik produk yang ditawarkannya
−
Penggunaan data pribadi nasabah untuk kepentingan komersial pihak lain di luar badan hukum bank harus didukung dengan persetujuan tertulis dari nasabah yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi hak-hak pribadi nasabah selain juga untuk mengurangi dampak negatif dari penyebarluasan data pribadi nasabah.
30. Ketentuan kedua mengenai Penyelesaian Pengaduan Nasabah, dimana bank diwajibkan untuk menyelesaikan setiap pengaduan yang terkait dengan dengan potensi kerugian finansial nasabah dalam jangka waktu tertentu. Untuk mendukung upaya penyelesaian pengaduan ini, bank dipersyaratkan membentuk unit dan atau fungsi khusus penanganan pengaduan nasabah di setiap kantor bank dan menyampaikan laporan triwulanan penyelesaian pengaduan nasabah kepada Bank Indonesia. 31. Selanjutnya Bank Indonesia menyadari bahwa upaya penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank tidak selalu akan dapat memuaskan nasabah. Setelah bank diwajibkan mendirikan unit untuk menangani masalah pengaduan nasabah, Bank Indonesia saat ini juga tengah mengupayakan pendirian Lembaga Mediasi Perbankan sebagai institusi yang diharapkan dapat memfasilitasi penyelesaian sengketa antara nasabah dengan bank secara sederhana, murah, dan cepat.
3. Perkembangan intermediasi perbankan melalui pengembangan UMKM Anggota Dewan Yang Terhormat, 32. Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Disamping jumlah industrinya yang besar dan
7
RAPAT KERJA KOMISI XI DPR RI DENGAN BANK INDONESIA TANGGAL 14 MARET 2006
terdapat dalam setiap sektor ekonomi, UMKM juga memiliki potensi yang besar dalam penyerapan tenaga kerja. Setiap unit investasi pada sektor UMKM dapat menciptakan lebih banyak kesempatan kerja bila dibandingkan dengan investasi yang sama pada usaha besar. Selanjutnya, sejalan dengan kondusifnya makro ekonomi dan perubahan paradigma perbankan dalam memandang UMKM, dalam beberapa tahun belakangan tampak adanya perubahan perilaku bisnis perbankan yang lebih mengarah pada segmen UMKM. Kondisi ini sangat berbeda dengan era masa lalu dimana orientasi penyaluran kredit perbankan terlalu memusatkan pada korporasi yang dianggap memberi keuntungan besar secara ekonomis. Sedangkan sektor UMKM kerap kali mengalami hambatan dalam memperoleh akses dana dan sering dibiayai melalui program pemerintah yang cenderung bersifat subsidi atau sumber dana relatif murah dari para donor. 33. Sejalan dengan perubahan perilaku bisnis perbankan tersebut, perkembangan kredit UMKM selama tahun 2005 menunjukkan bahwa net ekspansi kredit UMKM telah mencapai Rp86,3 triliun atau 142,7% dari total business plan perbankan untuk kredit UMKM 2005 sebesar Rp60,4 triliun. Sementara itu, pangsa kredit UMKM terhadap kredit perbankan tahun 2005 mencapai 51,0%, lebih tinggi dibandingkan pangsa tahun sebelumnya sebesar 48,5%. Peningkatan tersebut terkait dengan dukungan pemerintah terhadap penyaluran kredit UMKM seiring dengan dicanangkannya tahun 2005 sebagai Tahun Keuangan Mikro Indonesia. Disamping itu, peningkatan penyaluran kredit UMKM tidak lepas dari peranan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) sebagai penghubung antara UMKM dan pihak perbankan yang dalam beberapa tahun terakhir giat dikembangkan oleh pemerintah. Anggota Dewan yang Terhormat, 34. Dengan diberlakukannya UU No.23/1999 tentang Bank Indonesia, maka kebijakan Bank Indonesia dalam membantu pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) mengalami perubahan paradigma yang cukup mendasar. Bank Indonesia tidak dapat lagi memberikan bantuan keuangan atau Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI), sehingga peranan Bank Indonesia dalam pengembangan UMKM menjadi bersifat tidak langsung. Pendekatan kepada UMKM khususnya peranan bank sentral telah bergeser dari developmental role kepada promotional role. Pendekatan yang memberikan subsidi kredit dan bunga murah sudah bergeser kepada pendekatan yang lebih bersifat fasilitasi, promosi, pengembangan riset, survei dan inovasi. 35. Dengan kondisi tersebut, Bank Indonesia masih tetap memberikan dukungan, namun kebijakan Bank Indonesia lebih difokuskan dalam rangka mendorong peningkatan fungsi intermediasi perbankan serta untuk mendukung sistem perbankan yang sehat. Beberapa kebijakan Bank Indonesia secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua yaitu dari sisi supply side, yakni kebijakan yang lebih terkait kepada sektor perbankan dan dari sisi demand side yang lebih terkait dengan pengembangan UMKM. 36. Dari sisi supply side, BI telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang mendorong pengembangan UMKM, antara lain ketentuan mengenai Kredit Usaha Kecil yang pada prinsipnya adalah menganjurkan dan mendorong bank untuk menyalurkan kredit UMKM; ketentuan mengenai Pemberian Bantuan Teknis dalam pengembangan UMKM, yakni pelatihan-pelatihan untuk perbankan dan lembaga pendamping, serta penyediaan informasi yang mendukung pengembangan UMKM; serta ketentuan mengenai rencana bisnis bank umum dalam penyaluran kredit UMKM. Disamping itu, diterbitkan pula pengaturan mengenai kualitas aktiva produktif, dimana untuk kualitas
8
RAPAT KERJA KOMISI XI DPR RI DENGAN BANK INDONESIA TANGGAL 14 MARET 2006
kredit s.d Rp.500 juta (UMKM) hanya dinilai dari ketepatan pembayaran pokok dan bunga, dan penilaian agunan kredit sampai dengan Rp. 5 miliar cukup dilakukan penilai internal bank. Demikian pula BI memberikan perlakuan khusus terhadap Kredit Bank Umum Pasca Bencana Nasional di Aceh dan Sumut, yakni penetapan kualitas kredit dan penyediaan dana lainnya sd. Rp. 5 miliar (UMKM) hanya didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan bunga. 37. Selain ketentuan-ketentuan tersebut, BI juga telah menyusun strategi pengembangan BPR untuk mendukung tumbuhnya industri BPR secara berkelanjutan agar mampu memenuhi fungsinya sebagai pemberi jasa pelayanan keuangan terutama kepada usaha mikro dan kecil (UMK). Penyusunan strategi tersebut tidak lepas dari fakta bahwa perkembangan kegiatan UMKM tidak dapat dilepaskan dari perkembangan keuangan mikro itu sendiri, terutama BPR mengingat segmen pasar utama dari BPR adalah usaha mikro dan usaha kecil. 38. Dari sisi demand side, kebijakan Bank Indonesia lebih difokuskan pada penguatan lembaga pendamping UMKM melalui peningkatan capacity building dalam bentuk pelatihan dan kegiatan penelitian yang menunjang pemberian kredit kepada UMKM. Beberapa upaya yang dilakukan a.l melalui pelatihan-pelatihan kepada lembaga pendamping UMKM, kegiatan bazar intermediasi dengan tujuan untuk saling mendekatkan dan meningkatkan komunikasi antara perbankan dan UMKM, pengembangan Sistem Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil (SIPUK) serta pendirian Pusat Pengembangan Pendamping UKM (P3UKM) sebagai pilot project di Bandung. 39. Selanjutnya dalam rangka mempercepat realisasi kredit perbankan ke UMKM, dalam dua tahun terakhir ini dan juga merupakan strategi ke depan, Bank Indonesia melalui kerjasama dengan berbagai pihak berupaya melakukan terobosan dengan melakukan kerjasama dengan Swisscontact dan IFC (International Finance Corporation) dalam pendirian PEAC (Promoting Enterprise Access to Credit). PEAC ini didirikan untuk meningkatkan aliran kredit dari lembaga keuangan kepada UMKM dengan memperkuat Business Development Services Provider (BDSP). Saat ini telah didirikan PEAC Bromo di Surabaya dan PEAC Monas di Jakarta. Disamping itu, dilakukan pula kerjasama dengan Swisscontact melaksanakan program KasKu (Kupon Akses Keuangan). 40. Salah satu kendala yang dihadapi perbankan dalam pembiayaan UMKM adalah perbankan tidak mempunyai informasi yang cukup mengenai UMKM yang potensial dibiayai, sedangkan di sisi lain UMKM sulit mendapatkan informasi mengenai produk perbankan khususnya yang terkait dengan pembiayaan. Melalui program KasKu ini, yang pada tahap awal baru dilaksanakan di Jawa Barat, bank peserta program KasKu dapat mengakses melalui internet UMKM yang potensial dibiayai. Untuk ini bank dan juga UMKM yang merupakan calon debitur bank membayar sejumlah biaya tertentu. Pelaksanaan asesmen terhadap UMKM dilakukan oleh BDSP yang telah diakreditasi oleh P3UKM.
9
RAPAT KERJA KOMISI XI DPR RI DENGAN BANK INDONESIA TANGGAL 14 MARET 2006
9. Penutup Anggota Dewan yang terhormat, 41. Demikianlah Bapak dan Ibu Anggota Dewan yang terhormat, paparan singkat kami mengenai evaluasi kinerja dan pelaksanaan tugas BI tahun 2005, rencana tindak lanjut API serta perkembangan intermediasi perbankan melalui pengembangan UMKM.
Jakarta, 14 Maret 2005
10