GREATEST RAIDS Kisah-Kisah Operasi Pembebasan Sandera
Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta 1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.1.000.000 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.5.000.000.000 (lima milyar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
GREATEST RAIDS
001/1/13
Kisah-Kisah Operasi Pembebasan Sandera
Konflik Bersejarah – Greatest Raids Oleh: Nino Oktorino
©2013 Penerbit PT Elex Media Komputindo Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang Diterbitkan pertama kali oleh: Penerbit PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Anggota IKAPI, Jakarta
777131155 ISBN: 978-602-02-1449-8
Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.
001/1/13
Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta Isi di luar tanggung jawab percetakan.
d a f t a r
isi
Pendahuluan............................................................. vii 1. 90 Menit di Entebbe.............................................. 1 2. Serbuan ke Mogadishu.......................................... 49 3. Mematahkan Teror RMS........................................ 89 4. Operasi Woyla........................................................ 115 5. Gagalnya Kamikaze Arab....................................... 153 Daftar Pustaka.......................................................... 153
001/1/13
001/1/13
p e n d a h u l uan
D
unia kini terus dihantui teror. Pemboman dan pem bunuhan yang masih terjadi di beberapa bagian negara di dunia, termasuk Indonesia, kembali mengingatkan bah wa terorisme memang belum terkalahkan sekalipun terus diperangi. Terorisme sendiri secara kasar merupakan suatu is tilah yang digunakan untuk penggunaan kekerasan ter hadap penduduk sipil/non-kombatan untuk mencapai tujuan politik dalam skala lebih kecil daripada perang. Dari segi bahasa, istilah terorisme berasal dari bahasa Prancis pada abad ke-18. Kata terorisme yang berarti dalam keadaan teror (under the terror) berasal dari bahasa
001/1/13
vii
viii
R AI D S
001/1/13
G R E AT E S T
Terrere (gemetaran) dan deterrere (takut). Dalam sejarah umat manusia, teror merupakan fenomena klasik, di ma na menakut-nakuti, mengancam, memberi kejutan keke rasan atau membunuh dengan maksud menyebarkan rasa takut adalah taktik yang melekat demi merebut ke kuasaan, jauh sebelum hal itu disebut dengan terror atau terorisme. Di zaman modern, terorisme sendiri merupakan fe nomena yang lazim dalam masyarakat demokratis, li beral, dan sebuah pemerintahan yang mengalami tran sisi, di mana para teroris memanfaatkan kebebasan di masyarakat, Di antara bentuk-bentuk terorisme, pem bajakan dan penyanderaan memiliki nilai ”jual” dan sen sasi yang tinggi secara sosial politis berkat kemajuan dunia informasi. Sebagai contoh, aksi penyanderaan dan pembajakan modern yang dipelopori oleh kelompok-ke lompok radikal Palestina pada akhir dasawarsa 1960an hingga pertengahan dasawarsa 1980-an itu berhasil mengangkat isu bangsa Palestina yang sebelumnya tidak diindahkan dan hanya menjadi alat politik bagi negaranegara Arab lainnya. Aksi terorisme seperti ini kemudian menjadi inspirasi yang diikuti oleh sejumlah kelompok bersenjata lainnya yang menginginkan publisitas bagi perjuangan mereka, sebagaimana terlihat dalam kasuskasus pembajakan dan penyanderaan yang dilakukan oleh kelompok separatis Republik Maluku Selatan, RMS, di Negeri Belanda, pada dasawarsa 1970-an. Sementara kelompok-kelompok gerilyawan pada dasa warsa 1960-an hingga 1980-an menggunakan aksi pem bajakan pesawat terbang sebagai suatu alat bargaining politic yang didasari oleh tujuan-tujuan yang bersifat nasionalisme atau kebangsaan, bentuk terorisme ini men capai bentuknya yang paling radikal pada awal Abad ke-21 ketika kelompok-kelompok militan keagamaan