GREAT DIALOGUES OF PLATO Plato's Republic: Book V All Goods Held in Common Among Friends and Philosophers as the Rulers of the State NAMA KARYASISWA I Gusti Bagus Rai Utama NIM. 1090771010 Sidhi Bayu Turker NIM. 1090771009 PROGRAM: PPS S3 PARIWISATA UNIVERSITAS UDAYANA BALI
Persamaan Gender dan Perbudakan Pada buku V dari Plato, Isu persamaan gender
dimulai
dari
sebuah
dialog
antara
Polemarchos dan Adimantus yang mengangkat sebuah
isu
diantara
mereka.
Adeimantos
membawa isu ini pada prinsif dasar yang diajarkan oleh Socrates dan pada prinsif lainnya yang memiliki kemiripan isu. Pada dasarnya mereka
menginginkan
agar
Socrates
“Isu persamaan gender adalah isu yang berbahaya, isu tentang sebuah perbudakan, dan isu-isu sejenisnya itu sangat sulit untuk didiskusikan”
mendiskusikan tentang bagaimana seharusnya seorang perempuan dan bagaimana seorang perempuan memelihara anak-anaknya dihadapan teman-teman mereka, dan begitu juga tentang adanya perlawanan hati nurani tentang prinsif tradisional pada masa itu.
1
Socrates memulai dengan mengatakan bahwa dia tidak yakin apa yang akan dikatakannya menjadi sebuah kebenaran atau apa yang sebenarnya akan terjadi. Dia menganggap bahwa isu persamaan gender adalah isu yang berbahaya, isu tentang sebuah perbudakan, dan isu-isu sejenisnya itu sangat sulit untuk didiskusikan. Dia tidak ingin membuat sebuah kesalahpahaman diantara mereka, sehingga dia tidak yakin masalah ini bisa diselesaikan.
Namun seberapapun
sulitnya masalah ini, tetap harus dapat ditemukan sebuah jawaban agar tidak terjadi pertentangan diantara mereka dan untuk itulah diskusi akhirnya dilanjutkan.
Keadilan Pendidikan Sejak dulu Seorang lakik-laki memproteksi seorang perempuan bagaikan mengikat sekelompok anjing peliharaan. Sudah menjadi hukum alam bahwa seorang perempuan harus tinggal di rumah untuk mengurus anak-anak mereka. Hal ini membuat perempuan seolah lebih lemah dari laki-laki pada semua hal.
Pada buku The
Republic, diungkapkan bahwa Plato atau Socrates menganggap seorang perempuan hanya berbeda dengan laki-laki secara pisik saja dan anggapan ini menjadi awal pandangan modern tentang konsep emansipasi perempuan. Perempuan dan laki-laki itu sama kedudukannya pada semua bidang, baik
2
“Laki-laki dan perempuan harusnya mendapatkan kesempatan yang sama dibidang pendidikan”
itu bidang seni, kerajinan atau bidang lainnya.
Oleh sebab itulah, laki-laki dan perempuan harusnya mendapatkan kesempatan yang sama dibidang pendidikan. Walaupun pada saat ini, banyak budaya atau tradisi belum dapat menerima sepenuhnya tetapi prinsip persamaan gender ini adalah sebuah kebenaran yang perlu diperjuangkan terus menerus.
Kesamaan Hasrat dan Keinginnan Pada kejadian ini, pertanyaan yang harus dijawab oleh Socrates adalah: Apakah kaum perempuan secara alami memiliki kemampuan atau kontribusi yang sama dengan kaum laki-laki? Jika ya, dimanakah perempuan itu akan mengungguli kaum laki-laki?
Pada awalnya Socrates menggunakan definisi tentang perlawanan terhadap kaum laki-laki,
sejak
itulah
pemisahan-pemisahan
banyak
terjadi,
sekali misalnya
tentang: apa saja tugas kaum laki-laki secara alamiah yang dapat dibedakan, kapan seorang perempuan tidak harus merebut persamaan terhadap kaum laki-laki.
3
“Laki-laki dan perempuan memiliki hasrat dan keinginan yang sama dalam segala hal”
Socrates memberikan sebuah gambaran tentang terjadinya kebingunan di masyarakat tentang istilah alamiah, apakah jika ada laki-laki berambut panjang atau perempuan berambut pendek itu melawan hukum alam? Di sini Socrates menjawab, yang dimaksud alamiah adalah sesuatu yang berhubungan dengan hasrat atau sebuah kesenangan, atau bakat, misalnya: perempuan atau laki-laki yang memiliki bakat menjadi ilmuwan harusnya mereka menjadi ilmuwan.
Dia menolak bahwa perempuan dan laki-laki keinginannya harus dibedakan, sehingga Dia “Socrates” menjawab bahwa antara laki-laki dan perempuan memiliki hasrat dan keinginan yang sama dalam segala hal, tetapi dalam segala hal mungkin kaum perempuan lebih lemah.
Rahasia Sebuah Perkawinan Dalam sebuah masyarakat, Socrates menemukan istilah kelompok elit yakni kelompok yang mendapatkan pendidikan yang lebih layak dari kelompok lainnya. Ada Kelas-kelas dalam sebuah masyarakat misalnya adanya kelompok pengatur, prajurit, pengerajin. Pengatur dan prajurit mendapatkan pendidikan yang terbaik karena diharapkan mereka akan memiliki
keturunan
yang
lebih
baik
pula.
Selanjutnya mereka akan memiliki anak laki-laki yang terbaik juga. Namun jika kaum perempuan berada pada kelompok elit tersebut, maka sangat dimungkinkan juga akan menghasilkan kelompok
4
“Masalah perkawinan adalah sebuah rahasia bagaikan menarik sebuah loteri”
perempuan yang terbaik juga. Jadi tidak dapat disimpulkan bahwa
generasi
siapakah yang akan “laki-laki atau perempuankah yang menjadi terbaik”. Sehingga dalam kenyataan ini, yang menjadi terbaik adalah yang lebih berhubungan dengan kesempatan dalam sebuah pernikahan dan masalah ketersediaan makanan atau perbaikan gizi. Kenyataan di atas menghasilkan sebuah hukum bahwa perempuan adalah sama dengan laki-laki, dan selanjutnya tentang anak-anak mereka sebagai orangtua, anak-anak bukanlah milik dari orangtua mereka.
Socrates melanjutkan diskusinya dengan mengatakan bahwa hukum tersebut bukanlah hukum yang terbaik. Dia memulai dengan sebuah contoh perkawinan misalnya, pasangan untuk anak-anak mereka memang harus dipilih namun bukan orangtua mereka yang memilih. Dia menolak bahwa manusia akan diberlakukan sama dengan mengawinkan binatang yang bisa dipilih mana betinanya dan mana pejantannya?. Masalah perkawinan adalah sebuah rahasia bagaikan menarik sebuah loteri. Seperti seorang laki-laki yang sedang berperang pasti mengharapkan sebuah kemenangan dan pujian atau penghargaan dan cinta. Ada persoalan mendasar pada sebuah perkawinan, siapa yang mengikuti siapa dan kapan; misalnya laki-laki harusnya telah berumur antara 30-45 tahun, dan perempuan harusnya berumur 20-40 tahun.
5
Hak Kepemilikan dalam Masyarakat Kebiasaan dalam masyarakat,
pada
sebuah
perkawinan
anak-anak harus dilatih
untuk hidup tanpa orangtua atau dipisahkan dari orangtua mereka sesegera mungkin. Kebiasaan ini menjadi sebuah kebiasaan dalam masyarakat untuk memisahkan anak-anak mereka yang berumur antara 7-10 bulan untuk dapat berpisah dari orangtua mereka, sehingga seolah-olah banyak anak laki-laki dan perempuan memiliki
“Seorang istri dan anak-anaknya bukanlah milik suaminya tetapi mereka adalah sebuah sekutu atau anggota masyarakat yang sama-sama diberkati dalam sebuah masyarakat”
banyak orangtua dalam sebuah masyarakat, dalam konteks kekinian bahwa anak-anak adalah milik Negara bukan orangtua mereka. Socrates beranggapan bahwa kejahatan dan krimininalitas akan rendah jika dalam sebuah masyarakat terdiri dari warga yang paham tentang mana miliknya “mine” dan mana yang bukan miliknya “not mine”. Hal ini juga dapat mengacu tentang anak-anak dan orangtua mereka. Seorang istri dan anak-anak bukanlah milik suaminya tetapi mereka adalah sebuah sekutu atau anggota masyarakat yang sama-sama diberkati dalam sebuah masyarakat.
Dalam
masyarakat,
Scorates
menerangkan
bahwa
tidak
ada
mengelompokan atau pembedaan sehingga keharmonisan dan kedamaian akan
6
terwujud pada sebuah masyarakat dan akhirnya tercipta suasana yang lebih menyenangkan secara keseluruhan maupun secara individu. Ini sama artinya dengan; ada kelompok yang tidak bahagia karena mereka dapat memiliki apasaja pada sebuah kota atau masyarakat, tetapi mereka tidak merasakan apa-apa pada akhirnya.
Pemimpin Bijaksana Pada akhir diskusi, Socrates memulai diskusi tentang perang, menurutnya, anak-anak akan menjadi korban yang pertama yang akan menanggung
akibat darinya. Mereka
bagai
akan mengendara kuda dengan cepat dan digiring masuk jurang, dan akhir dari perang
“Seorang pilosoper adalah seseorang yang memiliki kasih atau cinta akan kebijaksanaan, dan kebenaran.”
hanyalah sebuah kesulitan bagi masyarakat. Tentang
masalah
perlindungan
diri
sebuah
kelompok,
Socrates
menawarkan beberapa hal yang bisa di diskusikan. Perlindungan yang tidak menggunakan alat pelindung diri berupa alat-alat perang. Kesemuanya diwujudkan dalam sebuah semangat tentang siapa yang akan mendapatkan penghargaan, pujian, dan cinta. Dengan menghormati lawan-lawannya, artinya, mereka akan aman pada sebuah benteng. Dan jika mereka melawan maka artinya mereka juga menjadi bangsa barbar yang justru akan menambah permasalahan lebih besar lagi.
7
Socrates juga menolak bahwa hanya laki-laki yang mampu melakukan sesuatu yang terbaik, laki-laki tidak harus sempurna. Kesimpulan dari semua diskusi ini adalah sebuah pencarian bentuk menuju sebuah bentuk masyarakat yang ideal.
Seperti apakah seharusnya sebuah masyarakat yang baik itu
seharusnya dibangun.
Menurut Socrates, berdasarkan dari teori bentuk “theory of forms” langkah yang tepat dan akurat jauh lebih baik daripada kecepatan tindakan untuk mewujudkan masyarakat yang sebenarnya. Sehingga yang paling ideal untuk dijadikan pemimpin adalah seorang Pilosoper. Kemudian Socrates mendifinisikan seperti siapakah seorang pilosoper tersebut; seorang pilosoper adalah seseorang yang memiliki kasih atau cinta akan kebijaksanaan, dan kebenaran.
Pada pencerahan ini, Socrates memberikan
landasan skala ilmu pengetahuan. Yang berada pada puncak kebenaran sebuah ilmu atau pilosofis pengetahuan yang sempurna.
Kesimpulan Tuntutan persamaan gender ternyata telah menjadi isu sentral sejak jamannya Plato, isu ini juga telah menjadi isu dunia, yang ternyata telah menjadi isu di Indonesia sejak jaman Ibu kita Kartini yang telah mempelopori keluarnya kaum perempuan dari himpitan tekanan budaya yang mengekang kaum
8
perempuan untuk menuntut persamaan hak yang setara dengan kaum laki-laki khususnya persamaan hak untuk mendapat pendidikan. Pada jaman Plato, isu persamaan gender dan perbudakan adalah isu yang sensitif atau berbahaya untuk didiskusikan, hal ini akan memicu pergolakan social disebuah masyarakat. Begitu juga halnya dengan masalah perkawinan, orangtua atau ayah dan ibu mereka tidak berhak menentukan calon pasangan dari anak-anak mereka, perkawinan adalah sebuah rahasia, pasangan hidup dari seseorang hanya dapat dipertemukan oleh sebuah kata cinta. Di Indonesia kisah ini lebih dikenal dengan kisah “Siti Nurbaya” yang mengisahkan adanya pemaksaan kehendak oleh orangtua kepada anak-anaknya dalam menentukan pasangan hidupnya. Pada kontek yang lain, istri dan anak-anak bukanlah milik dari seorang suami namun mereka adalah milik masyarakat yang memiliki hak yang sama dalam masyarakat dalam segala hal. Socrates
juga
menyinggung
masalah
perlindungan
diri,
dimana
perlindungan diri yang sebenarnya ada pada diri masing-masing berdasarkan rasa cintakasih, hormat menghormati, dan penghargaan akan kebenaran, artinya jika kita berada pada sebuah kebenaran, kebenaran tersebutlah yang menjadi banteng yang paling teguh. Selanjutnya, dengan usaha menciptakan masyarakat yang damai, diperlukan pemimpin yang memiliki karakteristik dengan jiwa yang mencintai kebenaran, bijaksana, dan memiliki cintakasih terhadap sesama, serta mencintai perdamaian.
9
Jika dihubungkan dengan dunia pariwisata saat ini, pariwisata adalah hal yang bersangkutpaut dengan perjalanan dan perkunjungan, jika sebuah destinasi tidak aman atau tidak ada kedamaian bukanlah menjadi destinasi yang baik dan layak untuk dikunjungi, jadi jika perdamaian itu tidak tercipta pada sebuah masyarakat yang menjadi host atau tuan rumah sebuah destinasi, maka dapat dipastikan wisatawan tidak akan berkunjung ke tempat tersebut. Pariwisata juga menjadi hak kaum miskin atau model pariwisata yang seperti ini, lebih dikenal dengan “pro poor tourim, pariwisata juga harusnya memberdayakan kaum perempuan atau “Tourism pro gender”, sehingga apa yang telah diajarkan oleh Socrates bukanlah hal yang muluk-muluk, tapi dapat diwujudkan jika ada kemauan untuk melakukannya.
10
DAFTAR PUSTAKA
Aristotle: Politics. Book V, 12, 8; "He only says that nothing is abiding, but that all things change in a certain cycle: and that the origin of the change is a base of numbers which are in the ratio of 4:3 and this when combined with a figure of five gives two harmonies: he means when the number of this figure becomes solid."
PLATO: The Collected Dialogues, Eds. Edith Hamilton & Huntington Cairns, Princeton University Press, Princeton, N. J., 1961. Various Translators; includes the Epinomis & Letters. Plato’s Republic. 2004. Retrive from http://www.friesian.com/plato.htm on 1st Jan 2011.
Rouse W.H.D. 1984. Great Dialogues of Plato: Translation, edited by Eric H. Warmington and Philip G. Rouse. A signet Clasic.
Ryan, Matthew D. 2010. Plato's Republic: Book V: All Goods Held in Common Among Friends and Philosophers as the Rulers of the State. Retrieve from http://www.associatedcontent.com/article/2503663/platos_republic_book_v.h tml on 1st Jan 2011.
THE DIALOGUES OF PLATO. Vol II, Trans. B. Jowett, Clarendon Press, Oxford, 1871, 1953. The Republic. Geometrical/Nuptial Number & The Number of the Tyrant/State with the following reference to Aristotle's remark on this question
11