Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2015
ISSN : 2302-3805
STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015
GOVERNMENT CHIEF INFORMATION OFFICER: ANALISIS PERAN DI PEMERINTAHAN INDONESIA Arfiandi Putranto1), Lukito Edi Nugroho 2), Wing Wahyu Winarno3) 1), 2)
Teknik Elektro dan Teknik Informatika UGM Yogyakarta 3) Akuntansi STIE YKPN Yogyakarta 1), 2) Jl Grafika No 2, Mlati, Sleman, Yogyakarta 55281 3) Jl. Seturan Raya, Sleman, Yogyakarta 55281 Email :
[email protected]),
[email protected]),
[email protected]) tertinggi dengan tanggung jawab utama untuk manajemen informasi. CIO bertanggung jawab untuk perencanaan dan arsitektur sumber daya informasi perusahaan, untuk mempromosikan teknologi informasi di seluruh perusahaan, dan untuk menjaga investasi perusahaan dalam teknologi". Pada Pemerintahan Indonesia, posisi manajemen informasi tertinggi berdasarkan peraturan perundangundangan yang disusun secara hierarki membentuk Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) dengan tugas dan fungsinya yang mengelola urusan informasi, sehingga menjadikan Kemkominfo sebagai GCIOnya Pemerintahan Indonesia. Siapa yang menempati posisi sebagai menteri sepenuhnya menjadi hak prerogatif presiden, termasuk tugas dan fungsinya dengan mempertimbangkan mandat dari UU No 39 Tahun 2008. Peran CIO pada sektor privat tentu tidak bisa disamakan dengan sektor publik, karena CIO pada sektor privat bekerja untuk memaksimalkan kontribusi TIK kepada pemegang saham yang diukur dengan ukuran finansial atau moneter. Sedangkan GCIO, harus menciptakan nilai publik, seperti: keamanan, transparansi, pendidikan, dan lain-lainnya. GCIO juga merespon stakeholder yang luas temasuk pimpinan politik dan pemerintahan, yudikatif dan pastinya masyarakat secara luas, dimana semua mempunyai kepentingan yang berbeda beda dan sering kali bertentangan [3]. Guna menjawab gap ini, maka diperlukan penelitian kualitatif eksploratif mengenai peran GCIO pada sektor publik dalam memenuhi berbagai kebutuhan kepentingan tersebut. Saat ini belum banyak yang mengkaji seperti apa peran CIO khususnya di sektor publik. Beberapa negara seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Singapura memberikan prioritas peran GCIO pada pengembangan e-government [4]–[6]. Menurut Bank Dunia [7] “E-Government refers to the use by government agencies of information technologies that have the ability to transform relations with citizens, businesses, and other arms of government. These technologies can serve a variety of different ends: better delivery of government services to citizens, improved interactions with business and industry, citizen empowerment through access to information, or more efficient government management.” Dapat ditarik kesimpulan bahwa GCIO memiliki prioritas tanggung
Abstrak Hasil survey peringkat pengembangan e-government oleh PBB pada Pemerintah Indonesia dalam kurun beberapa periode tidak terlihat ada perubahan yang signifikan, fakta ini menunjukan Indonesia perlu membenahi peran Chief Information Officer (CIO)nya, sehingga peran CIO benar-benar mendukung egovernment. Peran CIO pada sektor privat tentu tidak bisa disamakan dengan sektor publik, karena CIO pada sektor privat bekerja untuk memaksimalkan kontribusi TIK kepada pemegang saham yang diukur dengan ukuran finansial atau moneter. Sedangkan Government CIO (GCIO) harus menciptakan nilai publik, seperti: keamanan, transparansi, pendidikan, dan lain-lainnya. Guna menjawab gap ini, maka diperlukan penelitian seperti apa peran GCIO pada sektor publik dalam memenuhi berbagai kebutuhan tersebut. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan menggunakan kajian literatur, best practices dan mempertimbangkan regulasi di lingkungan Pemerintah Indonesia. Penelitian ini juga bertujuan untuk menjadikan topik ini lebih dikenal oleh masyarakat luas, memberikan gambaran dasar mengenai topik bahasan, mengembangkan teori yang bersifat tentatif, dan membuka kemungkinan akan diadakannya penelitian lanjutan terhadap topik yang dibahas. Hasilnya diketahui tujuh peran yang harus dimiliki GCIO Indonesia. Peran untuk menyusun dan membuat kebijakan, standar dan regulasi TI, peran mengkoordinir perencanaan dan implementasi TI, peran sebagai promoting e-government, peran sebagai Advisor dan asistensi pengembangan TIK, peran sebagai pemantau implementasi dan evaluasi pengembangan TI, dan pengembangan profesional serta pengelolaan SDM TI. Kata kunci: Peran GCIO, e-Government, GCIO Indonesia. 1. Pendahuluan Istilah CIO sudah muncul lama sekali sebelum era 1980an dimana peran dan tanggung jawab CIO untuk organisasi selalu mengalami evolusi sesuai dengan kebutuhan organisasi dan tantangan lingkungannya [1]. Menurut W. R. Synnott dalam makalah Proske dkk (2012) [2] mengatakan CIO adalah "eksekutif pada level
3.4-7
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2015
ISSN : 2302-3805
STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015
jawab memberikan dukungan TI pada proses bisnis pemerintahan, sehingga diharapkan tercapailah layanan terbaik pemerintah, perbaikan interaksi dengan bisnis dan industri, pemberdayaan masyarakat, dan juga efisiensi manajemen. Berdasarkan hasil survei peringkat pengembangan egovernment tahun 2014 oleh United Nations/PBB, posisi Indonesia tidak terlalu mengesankan, karena sejak beberapa kali survei, posisi Indonesia tidak memperoleh peningkatan yang signifikan [8], seperti ditunjukkan pada Tabel 1.
ada Hooper dan Bunker (2013) [9] yang melakukan interview sesuai perspektif dari CIO dan manajemen, menemukan bahwa CIO berperan dalam dua hal, pertama, memberikan nilai tambah (value added) secara strategis, dan kedua, layanan dan manajemen TI (IT management and delivery). Nilai tambah secara strategis diantaranya: (1) mengkomunikasikan penggunaan teknologi inovatif, (2) mengkomunikasikan standar dan regulasi TI, dan, (3) memberikan masukan dan pandangan masa depan TI. Sedangkan peran layanan dan manajemen TI, dijelaskan terkait empat aspek, (1) prioritas proyek dan pembiayaan TI, (2) pengelolaan dan pelaporan proyek TI, (3) komunikasi dengan stakeholder, dan, (4) komunikasi dan pengelolaan vendor. Kemudian Almazan dan Garcia (2011) [10] melakukan review dari dokumen legal dan wawancara dengan CIO dan staf TI atas keberhasilan Pemerintah Daerah Merida, Meksiko, menyimpulkan delapan peran CIO pada Pemerintah Daerah Merida Mexico, antara lain: a. Menyusun strategi TI jangka panjang; b. Menyediakan dukungan TI pada Kantor Pemilihan Umum; c. Mengelola sumber daya finansial; d. Mengembangkan potensi TI secara swadaya; e. Mendukung penyusunan kerangka legal TI; f. Mengelola penolakan SDM akan perubahan; g. Merekrut, melatih, dan mempertahankan staf ahli TI; h. Mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan digital divide. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, peneliti akan melakukan identifikasi peran GCIO sesuai dengan kajian literatur, best practice dan menentukan peran sesuai kondisi yang dihadapi di Pemerintahan Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif melalui kajian literatur, best practices (Clinger Cohen Act, dan IDA Act) dan mempertimbangkan regulasi di lingkungan Pemerintah Indonesia, serta penelitian kualitatif tidak menggunakan pengujian hipotesis seperti halnya yang dilakukan pada penelitian eksperimen/kuantitatif. Penelitian ini juga bertujuan untuk menjadikan topik ini lebih dikenal oleh masyarakat luas, memberikan gambaran dasar mengenai topik bahasan, dan mengembangkan teori yang bersifat tentatif, membuka kemungkinan akan diadakannya penelitian lanjutan terhadap topik yang dibahas, serta menentukan teknik dan arah yang akan digunakan dalam penelitian berikutnya. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.
Tabel 1. Tabel E-Government Development Ranking (United Nations, 2014) Negara
2014
2012
2010
2008
Singapore
3
10
11
23
Malaysia
52
40
32
34
Brunei Darussalam
86
54
68
87
Viet Nam
99
83
90
91
Philippines
95
88
78
66
Thailand
102
92
76
64
Indonesia
106
97
109
106
Laos
152
153
151
156
Cambodia
139
155
140
139
Myanmar
175
160
141
144
Timor-Leste
161
170
162
155
Malaysia
52
40
32
34
Brunei Darussalam
86
54
68
87
Kondisi ini jika dikaitkan dengan definisi dari Bank Dunia menunjukkan bahwa transformasi TIK yang dilakukan pemerintah Indonesia dengan tujuan pemberdayaan masyarakat, pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas, dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan pada Pemerintah Indonesia dalam kurun beberapa periode tidak terlihat ada perubahan yang signifikan, masih berada pada wilayah peringkat 97-109 dari 193 negara selama periode tahun 2008-2014. Dari uraian latar belakang masalah di atas dapat ditarik sebuah rumusan masalah yaitu belum adanya peran GCIO yang mendorong pemanfaatan dukungan TIK sesuai dengan kondisi yang dihadapi Pemerintahan Indonesia. Guna mendukung implementasi TI pada pemerintahan, idealnya suatu organisasi sudah melaksanakan kajian secara ilmiah. Hal ini dibutuhkan baik untuk memberikan masukan maupun untuk menetapkan langkah-langkah lanjutan untuk peningkatan/pengembangan organisasi. Beberapa penelitian sebelumnya yang menjelaskan peran GCIO diantaranya ada Obi dan Iwasaki (2010), Hooper dan Bunker (2013), dan Almazan & Garcia (2011). Obi dan Iwasaki (2010) [5] yang mengkaji peran GCIO berdasarkan kebutuhan e-governance, mengatakan CIO berperan dan bertanggung jawab untuk mendukung pengembangan dan implementasi e-government sekaligus memperbaiki proses bisnis pemerintahan. Lalu 3.4-8
ISSN : 2302-3805
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2015 STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015 Aktivitas
Kajian Perundang-undangan Salah satu karakteristik birokrasi adalah adanya prinsip area yurisdiksi tetap dan resmi yang umumnya ditetapkan dalam aturan, yaitu, berdasarkan undangundang atau peraturan administrasi, serta kedudukannya dalam bentuk hierarkis [11]. Begitu pula di Pemerintahan Indonesia, fungsi Kemkominfo ditetapkan melalui Peraturan Presiden No 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara beserta tugas dan fungsinya [12] dan Perpres No 24 Tahun 2010 [13] berdasarkan mandat UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara kepada pemerintah untuk membentuk kementerian dengan urusan informasi dan komunikasi [14]. Hasil kajian peran Kemkominfo bisa dilihat pada Tabel 2.2.
Uraian Mengkaji literatur Mengkaji best practice (Clinger Cohen Act, dan IDA Act) Mengkaji peraturan perundang-undangan
Kajian Ilmiah
Mengidentifikasi kondisi dan peran GCIO di Indonesia (Peran/Fungsi Kemkominfo)
Analisis Lingkungan Organisasi TI
Penyusunan Peran GCIO
Identifikasi dan menentukan Peran GCIO Indonesia sesuai hasil kajian literatur,kondisi, masalah dan tantangan
Perbedaan dengan CIO Indonesia
Membandingkan dengan peran yang telah dimiliki oleh CIO Pemerintah Indonesia (Kemkominfo)
Tabel 2.2 Hasil Kajian Peran Kemkominfo Uraian Setiap Menteri membidangi tertentu dalam pemerintahan
Gambar 1. Jalan Penelitian
2. Pembahasan
Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b meliputi urusan informasi dan komunikasi. Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian yang melaksanakan urusan informasi dan komunikasi menyelenggarakan fungsi: a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya; b. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya; c. pengawasan atas pelaksanaan tugas dibidangnya; d. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian di daerah; dan e. pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional. Untuk kepentingan sinkronisasi dan koordinasi urusan Kementerian, Presiden dapat membentuk Kementerian koordinasi. Kementerian koordinator melakukan kepentingan sinkronisasi dan koordinasi urusan Kementerian. Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan mengkoordinasikan Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Kajian Literatur dan Best Practice Peran CIO telah dieksplorasi, terutama yang berkaitan dengan kegiatan dimana CIO dapat memberikan kontribusi yang paling signifikan bagi organisasi. Pada Tabel 2.1 merupakan ringkasan dari kajian literatur dan best practices yang telah dikaji. Tabel 2.1 Hasil Kajian Literatur dan Best Practices Peran GCIO Membuat dan menyusun kebijakan, Standar dan Regulasi TIK Promoting e-Government Melakukan komunikasi koordinasi TIK
dan
Perancangan Anggaran TIK dan manajemen proyek TI
Manajemen Manusia TIK
Sumber
Advisor dan Pengembangan TIK
Daya
Asistensi
Memonitor dan Evaluasi Kinerja Implementasi TIK
urusan
Sumber Hooper dan Bunker (2013), Almazan & Garcia (2011), Clinger Cohen Act, IDA Act. Obi dan Iwasaki (2010), Clinger Cohen Act, IDA Act. Hooper dan Bunker (2013), Grover et al (1993). Hooper & Bunker (2013), Almazan & Garcia (2011), Grover et al (1993), James Kang, Clinger Cohen Act Almazan & Garcia (2011), Grover et al (1993), Clinger Cohen Act, IDA Act. Hooper dan Bunker (2013), Almazan & Garcia (2011), Clinger Cohen Act, IDA Act. Grover et al (1993), Clinger Cohen Act.
Legalitas UU No 39 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (1) UU No 39 Tahun 2008 Pasal 5 ayat (2) UU No 39 Tahun 2008 Pasal 8 ayat (2) dan Perpres No 47 Tahun 2009 Pasal 26 ayat (2)
UU No 39 Tahun 2008 Pasal 14 Perpres No 47 Tahun 2009 Pasal 2 Perpres No 24 Tahun 2010 Pasal 4
Peran GCIO Indonesia Berdasarkan hasil kajian literatur, best practices, dan analisis kondisi, terdapat tujuh peran yang memang harus dimiliki GCIO Indonesia yang dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Peran GCIO Indonesia Kondisi dan Tantangan Besar dan kompleksitas organisasi pemerintahan yang 3.4-9
Peran Menyusun membuat
dan kebijakan,
ISSN : 2302-3805
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2015 STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015
Kondisi dan Tantangan memiliki otoritas masingmasing. Kebijakan TIK yang tidak konsisten.
Peran standar dan TI
regulasi
Promoting government
e-
Koordinator Proses dan mekanisme pengadaan TIK yang tidak efektif, tidak terkendali, berisiko tinggi, dan memboroskan anggaran.
Terjadinya redundansi inisiatif TI, terjadi duplikasi, sistem terisolasi, sistem TIK yang tidak kompatibel Jumlah staf TI yang besar dan kondisi geografis wilayah yang luas serta kompetensi staf TI yang tidak merata.
Perancangan anggaran dan manajemen proyek TIK Advisor dan Asistensi Pengembangan TIK Memonitor implementasi pada lembaga evaluasi kinerja
TIK dan
Manajemen SDM TI.
a.
Kebijakan dan koordinasi TI dalam rangka mendukung e-government Pasal 18 Ayat (5) UUD 1945 terkait dengan otonomi daerah memberikan kebebasan pemerintah daerah dalam hal kewenangan pengelolaan sumber daya, keuangan, pelayanan umum, dan sumber daya lainnya termasuk pengembangan TI tanpa perlu pertimbangan Pemerintah Pusat [15]. Hal ini mengakibatkan implementasi dan pengembangan e-government di daerah sangat beragam. Ada yang telah berjalan dengan baik, dan ada yang tidak berjalan sama sekali. Selain itu, amandemen UUD 1945 mengubah struktur lembaga tinggi negara menjadi tujuh lembaga negara, dan otonomi pemerintahan daerah yang saat ini berjumlah hingga 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota. Pemerintah sendiri dapat membentuk sampai dengan 34 kementerian. Keseluruhan organisasi ini memiliki otoritas dan kewenangannya masing-masing yang menjadikan organisasi Pemerintah Indonesia besar dan kompleks. Karena keberagaman pengembangan TIK dan kompleksitas organisasi, GCIO harus memiliki peran untuk mengusulkan kerangka legal, membuat kebijakan, standar atau bahkan prosedur TIK lintas sektor yang secara konstitusi dapat diacu dan dilaksanakan oleh seluruh entitas agar tercipta perencanaan dan pelaksanaan TI yang harmonis. Adanya keberagaman pengembangan TIK dan kompleksitas organisasi tersebut, diperlukan pula peran koordinasi agar pelaksanaan pengembangan terpadu dan terarah. b.
Manajemen Proyek, Advisor, Asistensi, dan Monitoring TI Penerapan teknologi tertentu pada implementasi egovernment akan berdampak pada investasi TI yang telah dibelanjakan oleh masing-masing instansi. Pada tahun 2014, pemerintah pusat telah menggelontorkan kurang lebih sebesar Rp14 trilliun untuk belanja infrastruktur perangkat keras dan perangkat lunak [16]. Pembelanjaan ini dapat mengakibatkan kemubaziran dan
memboroskan keuangan negara, sedangkan pemanfaatan TIK yang tidak efektif, tidak terkendali, dan memboroskan anggaran di Indonesia belum tentu dianggap sebagai kerugian negara. Karena konteks kerugian negara dalam UU harus melihat apakah ada kekurangan uang atau barang yang dapat dinilai secara nyata dan pasti jumlahnya. Posisi GCIO yang mempunyai posisi strategis harus memiliki peran untuk mengidentifikasi kebutuhan investasi TI, merencanakan atau mengkoordinasikan pembelanjaan sesuai dengan portofolio TI, kemudian memantau pengembangan TI tersebut. Lebih baik lagi jika GCIO dapat melakukan pendampingan dengan menjadi advisor atau bahkan asistensi pengembangan TI. GCIO juga harus berperan mengevaluasi atas pengembangan TI ini, baik menggunakan sistem pengukuran kualitatif maupun kuantitatif yang disesuaikan dengan tujuan pengembangan TI. Hal ini untuk menghindari kemungkinan terjadinya redundansi inisiatif TI, terjadi duplikasi, sistem terisolasi, sistem TIK yang tidak kompatibel dan investasi TI yang sia-sia, sehingga meningkatkan efisiensi dan efektivitas belanja/investasi TIK nasional. c. Manajemen SDM TI Tidak ada jaminan bahwa adanya teknologi dapat memastikan perbaikan atau perubahan pada layanan pemerintah atau proses bisnis organisasi manapun, karena kenyataannya teknologi dan informasi hanyalah sebuah alat atau sarana. Sumber daya manusialah yang menentukan keberhasilan dan kesuksesan program TI, namun kondisi jumlah staf TI Pemerintah Indonesia cukup besar dan tantangannya adalah geografis wilayah yang cukup luas. Banyaknya jumlah staf TI dan kondisi jangkauan geografis wilayah yang luas merupakan kesulitan tersendiri dalam melakukan manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) yang mengharuskan GCIO harus turut untuk berperan dalam pengelolaan SDM TI [17]. Manajemen SDM [18] didefinisikan sebagai "bidang manajemen yang berkaitan dengan perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan mengendalikan fungsi rekrutmen, pengembangan, pemberdayaan dan pemanfaatan tenaga kerja, sehingga tujuan organisasi tercapai secara ekonomis dan efektif." GCIO perlu peran ini agar SDM TI di seluruh organisasi memiliki kemampuan dan ketrampilan yang sesuai dengan upaya pengembangan TI dan upaya untuk mempertahankan keberhasilan pengembangan TI. Perbandingan dengan Peran Kemkominfo Aturan pelaksanaan atas peran atau fungsi Kemkominfo telah ditetapkan dalam aturan yang lebih rendah, namun aturan tersebut tetap mengacu pada Peraturan Presiden No 47 Tahun 2009. Perbandingan atas peran GCIO dengan peran Kemkominfo terlihat perbedaannya seperti ditunjukkan pada Tabel 2.4. Tabel 2.4 Perbandingan Peran GCIO
3.4-10
Peran GCIO
Kebijakan, Standar
dan
Peran Kemkominfo Perumusan, penetapan, dan
Perbedaan Sesuai
ISSN : 2302-3805
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2015 STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015
Peran GCIO Regulasi TIK Promoting Government
e-
Koordinator TIK Perancangan Anggaran TIK dan manajemen proyek TI Manajemen Sumber Daya Manusia TIK Advisor dan Asistensi Pengembangan TIK Memonitor dan Evaluasi Kinerja Implementasi TIK
Peran Kemkominfo pelaksanaan kebijakan di bidangnya Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya. Pelaksanaan bimbingan teknis atas pelaksanaan urusan Kementerian di daerah. -
kepentingan, kondisi ini dilihat dari besar dan kompleksnya organisasi Pemerintahan Indonesia yang memiliki otoritas dan kewenangan masing-masing. Koordinasi antar organisasi dapat menjembatani persoalan-persoalan yang muncul saat pengembangan TI antar institusi. Seperti persoalan dengan pembiayaan proyek TI antar instansi atau saat adanya kebutuhan data atau informasi yang bersifat lintas sektor, maka koordinasi akan mengendalikan konflik kepentingan masing-masing institusi. Kegiatan koordinasi tersebut mencakup kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengatur dalam mencapai suatu tujuan organisasi.
Perbedaan
Konteks pengembangan TI masih umum Belum sesuai Masih dibatasi dilingkup Kemkominfo Belum mencakup kebijakan pengembangan SDM TI Belum sesuai
Daftar Pustaka [1] [2] [3]
Supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian di daerah dan Pengawasan tugas dibidangnya
Belum mencakup evaluasi instansi lain
[4] [5] [6] [7]
Fungsi koordinasi dilakukan oleh Kemkopolhukam yang mengkoordinir 11 instansi, salah satunya Kemkominfo. Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyinkronkan dan mengkoordinasikan perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang politik, hukum, dan keamanan. Meskipun bidang politik hukum dan keamanan terlihat tidak sesuai dengan Kemkominfo, namun birokrasi memang demikian yang harus dilakukan secara berjenjang. Berbeda dengan bentuk organisasi GCIO di Amerika Serikat, reformasi manajemen TI menuntut masingmasing agensi membuat CIO, dan di buat forum berdasarkan mandat e-government Act yang diketuai langsung salah satu dari CIO, sehingga fungsi koordinasi tidak diperlukan lagi. Di Indonesia lebih baik menggunakan struktur organisasi yang sudah ada, namun ditambahi peran Kemkominfo dalam pasal peraturan presiden yang lebih mudah di implementasikan, namun tidak mengurangi efektivitas dari tujuan. 3. Kesimpulan
[8] [9] [10]
[11] [12] [13]
[14] [15] [16] [17]
Hasil dari keseluruhan peran yang ditampilkan dalam penelitian ini digunakan untuk memperkuat posisi TIK dalam mempengaruhi kinerja organisasi. Harapan keberhasilan dari keberadaan TI semakin besar dan bukan hanya dalam jangka pendek, namun juga dalam jangka panjang. Beberapa peran telah dimiliki Kemkominfo, kecuali peran koordinasi bidang TI. Pengembangan, dan pendayagunaan teknologi, informasi dan komunikasi diperlukan fungsi koordinasi dan sinergi yang terpadu dan terarah dari segenap pemangku
[18]
John F. Rockar, Leslie Ball, and Christine V. Bullen, “Future Role of the Information Systems Executive,” MIS Q., vol. 6, pp. 1–14, Dec. 1982. Niels Proske, Moreen Heine, and Norbert Gronau, “Public CIO, Figurehead or Decision-Maker? The Case of Germany,” ACM, pp. 346–349, 2012. E. Estevez and T. Janowski, “Landscaping Government Chief Information Officer Education,” 2013 46th Hawaii Int. Conf. Syst. Sci., pp. 1684–1693, Jan. 2013. “Information Technology Management Reform Act (Clinger Cohen Act),” pp. 495–519, 1996. Toshio Obi and Naoko Iwasaki, The Innovative CIO for eGovernance. Amsterdam: IOS Press, 2010. Info-communications Development Authority of Singapore Act. Shailendra C. Jain Palvia and Sushil S. Sharma, “EGovernment and E-Governance: Definitions/Domain Framework and Status around the World,” Int. Conf. E-Gov., 2007. United Nations, E-Government For The Future We Want, 2014th ed. New York: United Nations E-Government Survey 2014, 2014. V. Hooper and B. Bunker, “The Role and Requisite Competencies of the Public Sector CIO : a Two -sided Perspective,” vol. 16, no. 3, pp. 188–200, 2013. Rodrigo Sandoval Almazan and J. Ramon Gil-Garcia, “The Role of the CIO in a Local Government IT Strategy: The Case of Merida, Yucatán, Mexico,” Acad. Publ. Int., vol. 9, no. 1, 2011. Max Webber, Essays in Sociology. New York: Oxford University Press, 1946. Presiden Republik Indonesia, “Peraturan Presiden No 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara.” Presiden Republik Indonesia, “Peraturan Presiden No 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara.” Undang-Undang Republik Indonesia, Kementerian Negara. 2008. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. 1945. Azwar Abubakar, “Reformasi Birokrasi untuk Meningkatkan Daya Saing Bangsa,” presented at the Orasi Ilmiah, Institute Teknologi Bandung, 04-Jul-2014. Edward E. Lawler III and John W. Boudreau, Effective Human Resource Management: Global Analysis. California: Stanford University Press, 2012. P. Subba Rao, “Human Resource Management : Text and Cases,” Himalaya Publ. House, 2013.
Biodata Penulis Arfiandi Putranto, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E), Jurusan Akuntansi STIE YKPN Yogyakarta, lulus tahun 2007. Saat ini sedang menempuh pendidikan S2
3.4-11
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2015 STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015
untuk memperoleh gelar Master of Engineering (M.Eng), Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Lukito Edi Nugroho, memperoleh gelar Insinyur (Ir), Jurusan Teknik Elektro Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, lulus tahun 1989. Memperoleh gelar Master of Science (M.Sc) James Cook University, North Queensland, Australia, lulus tahun 1994. Memperoleh gelar Doctor of Philosophy (Ph.D.), School of Computer Science and Software Engineering Monash University Austria, lulus tahun 2002. Saat ini menjabat sebagai Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat dan Kerjasama Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada dan Dosen di Universitas Gadjah Mada. Wing Wahyu Winarno, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E), Jurusan Akuntansi UGM Yogyakarta, lulus tahun 1987. Memperoleh gelar Master of Accountancy and Financial Information Systems (MAFIS) di Cleveland State University, Cleveland, Ohio, lulus tahun 1994. Memperoleh gelar Doktor (Dr) Program Pascasarjana Ilmu Akuntansi Universitas Indonesia Jakarta, lulus tahun 2011. Saat ini menjadi Dosen di STIE YKPN Yogyakarta dan Universitas Gadjah Mada.
3.4-12
ISSN : 2302-3805