GERAKAN DAKWAH ISLAM; ANALISIS KEPEMIMPINAN DAKWAH ABU A’LA AL-MAUDUDI
Fatimah*
Abstract: Abul A’la al-Maududi is Moslem who has propagation movement through Jama’at al-Islami propagation. The object of his propagation are India and pakistan People. Later, He had used two leadership models of propagation or missionaries which known syahadah. Syahadah are qauliyyah and syahadah amaliyyah. Syahadah qauliyyah is propagation by speach method, while amaliyyah propagation are through behaviour, rules action of religion. Abul A’la Al-Maududi’s metrhods are based on the in the era kontemporer which is spreaded of speaking, discution, question and answer, writing books, institution society impowerment and hijrah methods. This Abul A’la Al-Maududi’s Charismatis leadership medols inspirates to be formed Islam State, like, which was ever achieved for the Rasulullah’s goverment. Keywords: Leadership, Moving Islamic Communication, Islam, Abul A’la al-Maududi.
Pendahuluan Kepemimpinan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menggerakkan orang lain dengan kemampuan dan keahliannya masing-masing untuk mencapai tujuan dan cita-cita bersama. Pimpinan adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan berjalan dengan baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual. Oleh karena itu, Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out). Artinya berhasil tidaknya seorang pemimpin tidak terlepas dari kepribadian maupun ilmu pengetahuan yang dimiliki seseorang dan didorong oleh keinginan untuk melakukan suatu perubahan dan perbaikan dalam masyarakatnya.1 Dakwah merupakan aktifitas untuk mengajak manusia agar berbuat kebaikan dan melarang mereka berbuat kemungkaran untuk mendapatkan kebahagian di dunia maupun di akhirat. Dakwah juga merupakan usaha atau aktifitas orang beriman dalam mewujudkan ajaran Islam dengan menggunakan sistem dan cara perorangan (fardiyah), keluarga (usrah), kelompok (thaifah), masyarakat (mujtama’), dan negara (baldatun) untuk membentuk komunitas masyarakat muslim yang berperadaban. Oleh karena itu, dakwah merupakan aktifitas yang berfungsi mentransformasikan nilai-nilai Islam sebagai ajaran menjadi kenyataan pada tata masyarakat dan peradabannya yang mendasarkan pada pandangan dunia Islam yang bersumber pada al-Qur’an dan As-Sunnah. Dengan demikian dakwah merupakan faktor dinamik dalam membentuk terwujudnya masyarakat yang berkwalitas khairah ummah dan baldatun thayyibah wa rabbun ghafur. Untuk mencapai sasaran dan tujuan dakwah, diperlukan suatu perangkat yang mampu memenej gerakan dakwah. Dalam hal ini, diperlukan suatu organisasi dakwah yang kuat dan mapan sehingga gerakan dakwah dapat berhasil memenuhi sasaran dan tujuan yang hendak dicapai. Oleh karena itu diperlukan efektifitas dan efesiensi dalam penyelenggaraan dakwah. Untuk mencapai tujuan *
Sorong, Papua Barat. E-mail:
[email protected]. Lahir di Kajuara, Bone, Sulawesi Selatan, Tahun 1973. Dosen Jurusan Dakwah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) 1Lihat, Siagian, Dasar-Dasar dan Tipologi Kepemimpinan, (Solo; Trigana, 1997), h. 13.
56
Tasamuh, Volume 4 Nomor 1, Juni 2012 : 55-63
dakwah diperlukan pemimpin Islam yang akan menjadi keteladanan dalam segala hal. Pemimpin harus memiliki daya penalaran yang kuat, pengetahuan yang luas dan berani. Salah satu contoh Rasulullah Saw adalah seorang pemberani dan paling kuat mentalnya. Pemimpin juga harus bertutur kata yang baik dan berbudi pekerti luhur. Kerusakan yang sering dialami oleh berbagai jamaah adalah karena adanya seorang pemimpin yang tidak bisa dijadikan sebagi uswatun hasanah. Selain itu, seorang pemimpin harus menguasai nilai-nilai kepemimpinan dan pengetahuan tentang manajemen. Sebab hal tersebut merupakan syarat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Diantara tuntutan manajemen yang sukses adalah menempatkan orang yang sesuai dengan kapasitasnya (right man on the right place). Manajemen yang sukses ialah melakukan kontrol (mutaba’ah) dan pemanfaatan (istifadah). Pimpinan tidak boleh membentuk suatu organisasi berdasarkan pada kwantitas jamaah, melainkan harus berdasarkan pada kwalitas sehingga program organisasi dakwah tersebut dapat menjawab kebutuhan para anggota dan masyarakat luas pada saat bergabung dalam ikatan jamaah. Organisasi harus meletakkan tujuan dan merumuskan program-program umum dan khusus, selanjutnya menentukan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Salah satu diantara organisasi dakwah jama’at al-Islami sebagai lembaga dakwah yang dipimpin oleh Abul A’la al-Maududi. Tulisan ini akan membahas tentang pola kepemimpinan dakwah Abul A’La Al-Maududi sebagai salah seorang tokoh pergerakan Islam kontemporer di Pakistan. Dimana dalam kepemimpinan ummatnya dijuluki sebagai manusia bermulti bakat yang dapat memahami realitas hidup dalam berbagai aspeknya. Olehnya itu dalam pembahasan ini, penulis hanya mengambil aspek kepemimipinan dakwah Al-Maududi dengan penekanan pada profil kepemimpinan Abul A’la Al-Maududi, Kiprah lembaga dakwah jama’ati Islami dalam pelusuran aqidah dan metode dakwah Abul a’la Al-maududi. Profil Kepemimpinan Abul A’la Al-Maududi Al-Maududi salah seorang tokoh pergerakan Islam kontemporer di Pakistan lahir pada tanggal 25 september 1903 di India. Pendidikan awal Al-Maududi diperoleh dari ayahnya, kemudian dilanjutkan ke Madrasah Fauqaniyah, yakni suatu sekolah yang menggabungkan pendidikan modern Barat dengan pendidikan Islam tradisional. Ketika al-Maududi belajar diperguruan tinggi Darul ‘ulum Hydrabat, ayahnya meninggal yang menyebabkan pendidikan al-Maududi berhenti secara formal. Akan tetapi dengan metode otodidak ia tetap menekuni pelajarannya pada lembaga non formal, sehingga pada umur 17 tahun al-Maududi telah menguasai bahasa Arab, persia dan Inggris disamping bahasa Urdu sebagai bahasa ibunya.2 Al-Maududi, Di samping memiliki keuletan dalam menuntut Ilmu, juga memiliki keistimewaan seperti jenius sejak dini, kepribadian dengan multi bakat, kedalaman pemahamanya tentang Islam dan mempunyai interaksi dengan pergerakan secara sempurna, berani dan tegar menghadapi kesulitan, serta teliti dalam memberi batasan pada hal-hal subtansial dan perspektif konsep Islam yang shahih3, serta didukung oleh bimbingan para sarjana yang tangguh pada waktu itu dalam lingkungannya. Al-Maududi berbakat dalam dunia Jurnalistik, maka pada usia 20 tahun mereka menjabat sebagai editor pada beberapa media. Begitu pula dalam dunia politik pada umur yang sama, al-Maududi menerbitkan buku yang berjudul al-jihad fil Islam, sehingga pada tahun 1933 al-Maududi lebih intensif mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk riset dan idenya disalurkan lewat majalah bulanan tarjumul al-qur’an. Al-Maududi bukan seorang spesialis pada satu disiplin ilmu saja, akan tetapi ia seorang generalis yang mempuyai kekuatan dibidang tafsir, hadis, hukum, filsafat dan sejarah yang tidak mengurangi produktifitas karyanya dibidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sosiologi dan karya terbesarnya adalah tafkhim al-qur’an. Muhammad al-Baqir, Khilafah dan kerajaan, (Bandung: Mizan, 1996), h.7. Musthafa Muhammad Thahhah, Model kepemimpinan Dalam Amal Islami, (Jakarta: Rabbani Press, 1997), h.170.
2 3
Fatimah, Gerakan Dakwah Islam;
57
Setiap sikap yang ditunjukkan al-Maududi baik dalam kegiatan praktis maupun pemikirannya merupakanteladan kepemimpinan. Dia memandang bahwa pemimpin mempunyai urgensi dalam kemajuan dakwah dan kejayaannnya. Pemimpin ummat ibarat masinis kereta api atau pengemudi mesin penggeraknya, serta memelihara kondisi dan peralatannya agar sampai ketempat tujuan. 4 Al-Maududi tidak berambisi terhadap posisi kepemimpinan. Mereka sudah puas dengan predikat seorang da’i dan tidak berminat untuk menjadi pemimpin. Apakah sikap al-Maududi dapat dibandingkan dengan sikap para pemimpin lainnya, yang tetap ingin menjadi pimpinan meskipun keberadaannhya menimbulkan perpecahan dalam tubuh jama’ati Islami pada awal november 1972. al-Maududi mengajukan permohonan untuk mengundurkan diri dari jama’ati Islami. Tanggal 22 september 1979 pada umur 76 tahun al-Maududi meninggal dunia setelah meninggalkan jasa yang begitu monumental dalam lembaran pergerakan Islam di seluruh Dunia. Kiprah Lembaga Dakwah Jama’ati Islami dalam Pelurusan Aqidah Dalam menghadapi problematika ummat yang sangat kompleks, al-Maududi mendirikan badan dakwah jama’ati Islami pada tanggal 26 agustus 1941. Sekalipun pada hakikatnya, hanya merupakan gerakan kader Islam dan tidak pernah menjadi gerakan massa, tetapi eksistensi lembaga ini cukup disegani. Hal ini disebabkan karena para pimpinan dan anggotanya penuh integritas dan dedikasi terhadap Islam, serta dalam kenyataannya sebagian besar mereka mencapai predikat muhsin dalam menjalankan ajaran Islam. Selain itu, lingkungan, kondisi sosial politik, dan latar belakang budaya yang ada memberi pengaruh langsung terhadap metode dakwah serta strateginya. Cara berdakwah Rasulullah di Mekkah berbeda dengan cara yang ditempuh di Madinah. Sepak terjang para da’i disatu tempat berbedaditempat lain. Begitu pula masalah dakwah menuntut adanya strategi sesuai dengan petunjuk Nabi. Dakwah lewat gerakan jama’ati Islami terkait dengan dua kondisi masyarakat yang berbeda sebagai sasaran dakwah yakni India dan Pakistan. Al-Maududi memperhatikan kondisi mad’u yang akan dijadikan sebagai obyek dakwah. Lingkungan serta jumlah kaum muslimin di Negeri yang ia jadikan tempat untuk menerapkan strateginya. Oleh karena itu, pada saat Al-Maududi menuntut penerapan syari’at Islam di pakistan dan mengubahnya menjadi sebuah negara Islam.5 Ia melihat kondisi yang berbeda dengan di India. Sehingga langkah Jama’ati Islami di India dan Pakistan berbeda sesuai dengan pertimbangan kondisi. Maka Al-Maududi mengambil langkah diantaranya:6 1. Memikirkan pertikaian kelas yang bermuara dari kebhinekaan perbedaan yang ada. 2. Memperbaiki masyarakat Islam sesuai dengan dasar Islam dan menyiarkan ilmu agama dikalangan masyarakat. 3. Melakukan seleksi kaum terpelajar dalam rangka meningkatkan SDM terutama yang berbakat pada bidang dakwah, untuk melakukan kegiatan pembaharuan dan mengahadapi paham sekularisme, komunisme dan paham lainnya. 4. Upaya meningkatkan keahlian individu dalam bidang tulis menulis, berpidato dengan menggunakan bahasa India dan bahasa dialeg lainnya, agar lebih mudah menyampaikan dakwah Islam dengan bahasa yang berbeda-beda. Jama’ati Islami gerakannya bersifat fundamentalis dengan tujuan untuk membangkitkan kembali cara hidup yang Islami. Inti penekanannya pada adanya persamaan disiplin diri, tanggung jawab perseorangan, pendidikan dan perubahan. Orientasi idiologinya secara paradoksal melahirIbid, h.221 Bahadur Kalim, The Jama’ati Islami Of Pakistan, (Lahore: Progressive Books, 1978), h.59. 6 Musthafa Muhammad Thahhah, Model Kepemimpinan....., Op.Cit.,h.72-73. 4 5
58
Tasamuh, Volume 4 Nomor 1, Juni 2012 : 55-63
kan tiga kubu dalam satu negara. yakni kelompok Jama’ati Islami yang dipimpin oleh ulama, kelompok penguasaan serta kelompok kyai tradisional. Kaum ulama yang mewakili tradisi Islam secara murni menyimpulkan bahwa Islam populer yang dipimpin oleh kyai tradisional dianggap menyesatkan karena pengalaman keagamaannya penuh dengan penyakit TBC (takhul, bid’ah dan khurafat) yang harus digantikan oleh Islam kaffah sebagai gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh Jama’ati Islami. Sayangnya keinginan jama’ati ini hanya bersifat teori saja, hal ini disebabkan karena Islam populerlah yang dominan pada kehidupan masyarakat. Evolusi negara Islam di Pakistan telah dipengaruhi secara mendalam oleh kedudukan Islam populer.7 Selain itu mereka tidak tahu bagaimana caranya mendirikan kembali masyarakat Islam, serta tidak mengetahui apa yang harus mereka kerjakan untuk mendirikan negara impian itu, dan ini merupakan salah satu kelemahan jama’ati Islami. Melihat peluang bagi kaum jama’ati islami yang menganggap bahwa mereka mempunyai fungsi yang tepat untuk membangkitkan kesadaran massa supaya mereka bisa membangun negara impian. Lebih dari 30 tahun Jama’ati Islami telah memasuki hampir semua bidang sosial kehidupan masyarakat, terhadap birokrasi negara, polisi, organisasi pelajar, serikat buruh dan pers. Ini berarti bahwa peluang bagi mereka ada sekalipun kecil dan sangat berpengaruh melalui simpatisan mereka, hampir berhasil mengambil alih departemen kunci.8 Keberhasilan yang hampir ditembus dalam segala bidang sosial kehidupan masyarakat yang sangat sulit, disebabkan karena al-Maududi menghadapi tantangan bukan hanya dari kalangan keluarganya akan tetapi juga tantangan dari segi kondisi materi untuk melanjutkan perjuangannya. Apalagi Al-Maududi menyadari kelemahan anggotanya dari segi SDM yang tidak siap menghadapi kesulitan dalam berbagai dimensi kehidupan. Akan tetapi dengan ketabahan dan komitmen bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan perjuangan hamba-Nya, hal inilah merupakan kekuatan moral untuk melanjutkan perjuangannya. Disamping itu, al-Maududi juga menghadapi tantangan dari teman seperjuangannya, bahkan banyak yang keluar dari barisan Jama’ati Islami karena tidak tahan lagi menghadapi cobaan secara terus-menerus, dan pada tahun 1957 terjadi pergolakan dalam barisan Jama’ati Islami disebabkan kerena tidak adanya kesatuan visi dalam memandang dakwah dan politik. Sementara menurut AlMaududi sebagaimana yang diungkapkan oleh Amin Rais yang sangat menyayangkan orang yang mendikotomikan antara dakwah dan politik. Justru menurutnya antara dakwah dan politik tidak hanya memiliki hubungan fungsional, tetapi juga memiliki hub ungan organik, dan semestinya politik dijadikan sebagai alat dakwah.9 Dari beberapa kelebihan yang dimiliki al-Maududi terhadap pola kepemimpinan dakwahnya, baik secar individual maupun kolektif, yang dapat memberikan konstribusi terhadap para da’i dalam era kekinian. Disamping itu menurut penulis kelemahan al-Maududi dalam metode dakwahnya bersifat ekstrim sehingga sulit untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan pemerintah. Padahal untuk mencapai keinginannya yakni membentuk negara Islam yang ideal secara revolusi tentunya harus ada dukungan dari pemerintah. Pemerintah tidak semestinya dijadikan sebagai musuh akan tetapi seharusnya menciptakan strategi untuk merangkul pemerintah sebagai mitra dalam mencapai keinginannya itu. Selain itu al-Maududi juga menggunakan pendekatan yang bercorak idealisme bukan realitas, sementara tidak mempunyai strategi untuk tataran pemerintahan. Hal ini menurut Muhammad Natsir bahwa Jama’ati Islami tidak mempunyai wakil dalam majelis konstitusi Pakistan untuk memperjuangkan idenya.10 Kemudian dalam tubuh Jama’ati Islami terdapat ketidaksamaan visi terhadap para anggotanya, yang tidak dapat ditolerir menyebabRiaz Hassan, Islam dan Konservatisme sampai Fundamentalisme, (Jakarta: Rajawali, 1985), h.71.
7
Ibid, h.28. Afrian Husaini, Soeharto, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), h.23.
8 9
1 0
Anwar Haryono, pemikiran Dan Perjuangan Muhammad Natsir, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996), h.73.
Fatimah, Gerakan Dakwah Islam;
59
kan banyaknya anggota memisahkan diri. Keretakan ini terjadi juga disebakan karena kelemahan menghadapi tantangan untuk mempertahankan eksistensinya. Penulis juga tidak sependapat dengan dakwah yang dilakukan oleh al-Maududi sebagai suatu revolusi, karena antara dakwah dan revolusi tidak bisa disamakan. Revolusi mempunyai ciri-ciri yaitu suatu proses perubahan secara drastis dengan cara kekuatan untuk diterapkannya sistem baru yang mengandung unsur kekuatan yang sifatnya memaksa. Lain halnya dengan evolusi adalah suatu proses perubahan secara bertahap, seperti prosesnya dakwah Islamiyah yaitu suatu proses yang menuju kearah kemanusiaan dan pandangan hidup yang Islami, serta sesuai dengan fitrah manusia itu sendiri, jauh dari unsur pemaksaan akan tetapi berjalan secara alamiah. Metode Dakwah Abul A’la al-Maududi Al-Maududi dalam biografinya hampir sama dengan perjalanan hidup para tokoh pergerakan Islam yang lain. Dalam berdakwah mereka menghadapi pahit getirnya perjuangan. Gerakan dakwah al-Maududi merupakan gerakan revolusi terhadap adanya kemujudan dan keterbelakangan yang menyebabkan al-Maududi merasa terpanggil oleh kondisi kaum muslimin yang hanya memahami Islam sebagai warisan dari nenek moyangnya yang hanya sekedar mampu melaksanakan upacara ritual belaka sebagai bagian dari agama. Mereka sangat jauh dari pemahaman Islam yang kaffah sebagai sistem yang mencakup segala aspek kehidupan, baik secara pribadi maupun kehidupan masyarakat. Tanggung jawab untuk menyampaikan kebenaran kepada ummat manusia menurut al-Maududi disebut dengan syahadah. Dimana metode syahadah terbagi dua,11 yaitu: Pertama, Syahadah Qauliyah atau kesaksian dengan perkataan. Kedua, Syahadah Amaliyyah atau kesaksian dengan amal perbuatan. Istilah syahadah menurut al-Maududi tersebut identik dengan dakwah yang dilakukan untuk menyampaikan kebenaran atau pesan agama kepada masyarakat, dengan menggunakan metode syahadah qauliyah yang terekspresikan dalam karya al-Maududi untuk menanamkan kebenaran dalam hati masyarakat. Dengan meliputi saranan tabligh dan dakwah, media cetak dan penerbitan serta peralatan ilmu dan teknologi. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya buku, majalah dan buletin yang dipublikasikan. Dimana pembahasannya mencakup segala apek kehidupan manusia. Bahkan al-Maududi lebih jauh lagi telah membuat peta lengkap dan jelas mengenani rambu-rambu penerapan sistem Islam.12 Metode syahadah qauliyah yang diterapkan al-Maududi menurut penulis sejalan dengan metode dakwah dalam konteks kekinian diantaranya: a. Metode Ceramah Metode ceramah adalah metode yang dilakukan dengan maksud untuk menyampaikan keterangan, petunjuk, pengertian, dan penjelasan tentang sesuatukepada pendengar dengan menggunakan lisan.13 Metode ceramah merupakan suatu teknik dakwah yang banyak diwarnai oleh ciri-ciri karakteristik bicara oleh seseorang da’i pada suatu aktivitas dakwah. Metode ini harus diimbangi dengan kepandaian khusus tentang retorika, diskusi dan faktorfaktor lain yang membuat pendengar merasa simpatik dengan ceramahnya. Metode ceramah ini, sebagai metode dakwah bil al-lisan, dapat berkembang menjadi metode-metode yang lain seperti metode diskusi dan tanya jawab. b. Metode Tanya Jawab Metode tanya jawab adalah metode yang dilakukan dengan menggunakan tanya jawab untuk mengetahui sampai sejauh mana ingatan atau pikiran sesorang dalam memahami Musthafa Muhammad Thahhah, Op.Cit, h.202. 1 Ibid, h.203. 2 1988), h.45. 1 1
1 3
60
Tasamuh, Volume 4 Nomor 1, Juni 2012 : 55-63
atau menguasai materi dakwah. Disamping itu, juga untuk merangsang perhatian penerima dakwah.14 Metode tanya jawab sebagai suatu cara menyajikan dakwah harus digunakan bersama-sama dengan metode lainnya, seperto metode cermah. Metode tanya jawab ini sifatnya membantu kekurangan-kekurangan yang terdapat pada metode ceramah. Tanya jawab sebagai salah satu metode cukup dipandang efektif apabila ditempatkan pada usaha dakwah, karena obyek dakwah dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang belum dikuasi oleh mad’u sehingga akan terjadi hubungan timbal balik antara subyek dakwah dengan obyek dakwah. c. Metode diskusi Diskusi sering dimaksudkan sebagai pertukaran pikiran (gagasan, pendapat, dan sebagainya) antara sejumlah orang secara lisan membahas suatu masalah tertentu yang dilaksanakan dengan teratur dan bertujuan untuk memperoleh kebenaran. Dakwah dengan menggunakan metode diskusi dapat memberikan peluang peserta diskusi untuk ikut memberi sumbangan pemikiran terhadap suatu masalah dalam materi dakwah. Melalui metode diskusi da’i dapat mengembangkan kualitas mental dan pengetahuan agama para peserta dan dapat memperluas wawasan dan pengetahuan agama para peserta termasuk memahami materi dakwah yang didiskusikan. Dakwah dengan menggunakan metode diskusi ini dapat menjadikan peserta terlatih menggnakan pendapat secara tepat dan benar tentang materi dakwah yang didiskusikan, dan mad’u akan terlatih berfikir secar kreatif dan logis (analisis) dan obyektif. d. Metode konseling Konseling adalah pertalian timbal balik diantara dua orang individu dimana seorang konselor berusaha membantu yang lain (klien) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam bhubungannya dengan masalah-masalah yang dihadapi pada saat ini dan pada waktu yang akan datang.15 Metode konseling merupakan wawancara secara individual dan tatap muka antara konselor sebagai pendakwah dan klien sebagi mitra dakwah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Misalnya, seseorang yang merasa kurang percaya diri, merasa kurang puas, kurang bermakna, merasa dikucilkan lingkungan bisa ditangani secara langsung oleh konselor sebagai pendakwah. Ada tiga teknik konseling dalam dakwah yaitu: Teknik non-derektif, Teknik direktif dan teknik eklektik. Metode konseling dalam dakwah diperlukan karena begitu kompleksnya masalah yang dihadapi oleh mad’u yang tidak bisa diselesaikan hanya melalui metode ceramah atau diskusi. Ada sejumlah masalah yang harus diselesaikan secara khusus, secara individual dan dengan tatap muka antara pendakwah dan mitra dakwah. e. Metode Karya Tulis Metode ini termasuk dalam kategori dakwah bi al-qalam (dakwah dengan karya tulis). Berdakwah merupakan kewajiban bagi semua ummat Islam untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Oleh karena itu bagi ummat Islam yang kurang memiliki kompetensi dari segi dakwah lisan, maka dakwah melalui karya tulis merupakan tempat salah satunya untuk berdakwah. Hal ini dapat melahirkan hasil dakwah bi al-qalam dalam bentuk buku, surat kabar, buletin, majalah dan sebagainya. Al-Maududi juga menggunakan metode syahadah amaliyyah. Metode ini merupakan kesaksian dalam bentuk perbuatan sebagai uswatun hasanah. Manusia dalam menerima agama sebagai way of life bukan hanya menerima kebenaran agama melalui mata dan telinga saja, akan tetapi A.Kadir Munsyi, Metode Diskusi Dalam Dakwah, (Surabaya: Al-ikhlas, 1978), h.31-32. 1 Moh.Ali Azis, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana,2009), h.372. 1 4
5
Fatimah, Gerakan Dakwah Islam;
61
kebenaran bisa diterima melalui akhlak dan perbuatan pendakwah. Al-Maududi ingin melihat masyarakat menjalankan ajaran Islam dengan baik melalui uswatun hasanah yang diberikan da’i kepada masyarakat agar dapat membentuk manusia yang baik dan menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Al-Maududi ingin melihat bagaimana agama dapat menciptakan peradaban dan kebudayaan yang suci dan terhormat. Secara realitasnya kebenaran ini dituntut lewat metode syahadah amaliah. Dimana kesempurnaan syahadah amaliyyah dapat mencapai titik maksimal jika kebenaran itu dilaksanakan oleh masyarakat dan diakui dalam suatu negara serta diaplikasikan dalam amal perbuatan. Jatuhnya suatu masyarakat kelembah kejahiliyahan tidak lain karena ulah para pemimpin yang tidak berdasarkan petunjuk Allah dan mempraktekkan sunnah Rasul.16 Metode syahadah amaliyyah al-Maududi sejalan dengan dakwah bil hal. Dakwah bil hal merupakan aktifitas dakwah yang dilakukan dengan tindakan nyata atau amal nyata (metode keteladanan) terhadap kebutuhan penerima dakwah. Sehingga tindakan nyata tersebut sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh penerima dakwah. Misalnya al Maududi mendirikan organisasi dakwah jamaat al islami sebagai lembaga dakwah, mendirikanlembaga pendidikan, pembangunan mesjid, pembangunan rumah sakit, mendirikan bank syariah yang kesemuanya ini terangkum dalam metode kelembagaan. Selain itu penyantunan masyarakat secara ekonomis bisa juga dilakukan sebagai metode pemberdayaan masyarakat. Dakwah bil hal ditujukan bagi sasaran dakwah sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga aktifitas dakwah dapat diterima oleh masyarakat. Dakwah dengan pendekatan amal nyata merupakan aktifitas dakwah yang harus dilakukan bagi aktifitas dakwah, sehingga dakwah tidak hanya dipahami sebagai ceramah atau dakwah bil lisan saja akan tetapi dakwah dapat dilakukan dengan tindakan nyata sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Selain metode dakwah al maududi yang tercermin dalam syahadah qauliyyah dan syahadah qauniyyah, maka al-Maududi juga memberikan penekanan kepada para anggota jama’ah dalam mengemban amanah perlu memiliki:17 1. Komitmen Pada Akhlak Islami Masalah ini sering muncul dipermukaan dalam sebuah gerakan Islam, dimana para pengikutnya tidak mempunyai perilaku rabbani. Oleh sebab itu al-Maududi menekankan agar yang masuk anggota Jama’ati Islami hanya orang yang mempunyai komitmen pada akhlak islami. Al-Maududi menghimbau kepada para anggota jamaah untuk mengikatkan diri pada sang penciptanya dengan ikatan perilaku qur’ani sebagai kerinduan hati seorang hamba terhadap amal perbuatan yang diperintahkan oleh Allah dan mengikuti sunnah rasul. 2. Lurus Dalam pemahaman Kelurusan konsep dalam hati seorang da’i dan perilakunya merupakan hal yang penting. Olehnya itu al-Maududi menentang faham nasionalisme Eropah dan nasionalisme India. Menurutnya, faham tersebut akan merusak mental kaum muslimin dan menganjurkan untuk kembali kepada nasionalisme yang dibentuk oleh Islam pada wilayah mental. Dalam artian bahwa boleh saja orang dipisahkan secara fisik, akan tetap diikat oleh wilayah La ilaha illallahmuhammad Rasulullah, maka asas kalimat suci inilah yang akan melahirkan persahabatan bukan permusuhan. Begitu pula sebaliknya, barang suiapa yang dipisahkan oleh kalimat suci maka tidak akan mungkin disatukan dengan ikatan darah, negeri dan bahasa. Dalam ajaran Islam tidak ditemukan satu aturan pun yang membedakan antara seorang muslim dengan muslim lainnya. Hal ini disebabkan Karena membedakan manusia disisi Allah adalah adalah tingkat ketaqwaan seseorang. 3. Islam sebuah gerakan pemikiran Dan pembinaan Pada dasarnya gerakan Islam lewat pemikiran melahirkan dua versi. Versi yang pertama menilai bahwa reformasi dengan tujuan untuk mendirikan negara Islam maka harus dilakukan 1 6 1 7
Muhammad Al-Bahy, Islam Agama Dakwah Bukan Revolusi, (Jakarta: kalam Mulia, 1997), h.30. Musthafa Muhammad Thahhah, Op.cit, h.207.
62
Tasamuh, Volume 4 Nomor 1, Juni 2012 : 55-63
melalui pendidikan individu kemudian memperbaiki masyarakat. Sementara versi yang kedua memandang bahwa masalah ini pada dasarnya merupakan masalah pemikiran yang akan melahirkan revolusi pemikiran Islam. Para penganut paham ini menafikan masalah pembinaan dan aspek akhlak Rabbani dalam kehidupan da’i. Al-Maududi memadukan kedua versi ini, karena menurutnya pendidikan dan pemikiran tidak dapat dipisahkan dalam pembentukan individu untuk menjadi seorang da’i. Ide tentang perbaikan pemikiran yang dianggap sebagai landasan langkah pembaharuan dakwah yang lain, dimana sirah Nabi sebagai acuan tentang realitas hidupnya dan aturan organisasi Rasulullah SAW ketika mengawali dakwah secara rahasia di Mekkah. Beliau mulai mengajak orang yang mempunyai wawasan pemikiran yang matang dan mendoakan seorang laki-laki seperti Umar Bin Khattab atau Amr Bin Hisyam untuk menolong Islam. Nabi tidak berdoa bahwa Islam akan berjaya ketika anggota jamaahnya telah mencapai 5000 orang umpamanya. Gerakan Islam Al-Maududi berkiblat dari sirah nabi yang tidak memberikan perhatian pada kuantitas dan tumpukan personil seperti yang dilakukan oleh tokoh lain. Bahkan tidak peduli mendirikan jama’ati Islami dengan anggota hanya berjumlah 625 orang setelah 6 tahun melakukan aktifitas dakwahnya. Yang penting bagi al-Maududi adalah keunggulan pemikiran sangat urgen dalam gerakan Islam. Hal ini sejalan dengan pemikiran Hamzah yakub bahwa dalam melaksanakan tugas kepemimipinan diperlukan pemikiran dan kreativitas. Dalam menghadapi persoalan organisasi diperlukan keterampilan untuk memecahkan masalah.18 Metode dakwah yang dilakukan oleh Al-Maududi merupakan kontribusi bagi pengembangan dakwah untuk era kontemporer. Selain itu dapat memberikan referensi yang sangat berharga dalam menformat sebuah pola kepemimpinan dakwah yang dapat merangkum seluruh unsurunsur dakwah agar dapat menjawab kebutuhan dan harapan masyarakat sebagai mad’u. Dengan keteguhan dan keuletan serta kreatifitas dan dibingkai dengan kharismatik yang dimiliki oleh al Maududi kiprah dakwah jama’ati Islami dapat eksis di India dan pakistan. Kesimpulan Abul A’la al-Maududi merupakan salah seorang tokoh pergerakan Islam Kontemporer, yang memulai kariernya di India kemudian pindah ke Pakistan. Dalam kepemiminpinannya dikenal sebagai manusia bermulti bakat. Keberhasilan al-Maududi disamping keistimewaan yang dimiliki, juga metode otodidak menyebabkan ia seorang pemimpin dimana pengaruhnya bukan hanya pada lingkungan jama’ati Islami, melainkan mencakup pergerakan Islam moderen diseluruh dunia. Abul A’la al-Maududi dalam dakwahnya menggunakan metode dakwah dengan menggunakan istilah syahadah qauliyyah dan syahadah amaliyyah. Kedua metode ini sejalan dengan metode dakwah untuk zaman sekarang terformat dalam bentuk dakwah bil hal, dawah bil lisan dan dakwah bil qalam. Selain itu al Maududi juga menggunakan metode hijrah sebagaimana matode dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah. Gerakan dakwah al-Maududi lewat organisasi dakwah Jama’ati Islami dapat menyalurkan idenya untuk membentuk negara Islam ideal dalam era kontemporer, sebagaimana bentuk negara yang ada pada masa Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin. Implikasinya secara external adalah tidak terjalinnya Keharomonisan dengan pemerintah disebabkan karena gerakan ini dianggap terlalu extrim. Selain itu secara internal dalam barisan jama’ati Islami sendiri terjadi pergolakan disebabkan tidak adanya kesatuan visi antara anggota. Demikian pula dalam hal meluruskan aqidah terhadap masyarakat Islam populer, yang kerap diwarnai dengan penyakit TBC dalam pengalaman keagamaannya sangat sulit. Karena Islam inilah yang melembaga dalam kebudayaan masyarakat yang tentunya harus ada kerjasama dengan pemerintah. Di samping itu kelemahan yang dimiliki oleh Abul a’la al-Maududi melalui gerakan dakwahnya juga banyak kelebihannya yang bisa kita jadikan konstribusi dalam pengembangan dakwah. 1 8
Hamzah yakub, Menuju Keberhasilan Manajemen kepemimpinan, (Bandung: Diponegoro, 1982), h.132.
63
Fatimah, Gerakan Dakwah Islam;
DAFTAR PUSTAKA
A.Kadir Munsyi, Metode Diskusi Dalam Dakwah, Surabaya: al-ikhlas,1978. Adrian Husaini, Soeharto, Jakarta: Gema Insani Press, 1996. Anwar Haryono, Pemikiran dan perjuangan Muhammad Natsir, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996. Bahadur Kalim, The jama’ati Islam Of pakistan, Lahore: Progressive Books, 1978. Hamzah ya’qub, Menuju Keberhasilan Manajemen Kepemimpinan, Bandung: Diponegoro, 1982. Moh.Ali Azis, Ilmu Dakwah, Jakarta: Kencana, 2009. Muhammad Al-Bahy, Islam Agama Dakwah Bukan Revolusi, Jakarta: kalam Mulia, 1997. Muhammad al-baqir, Khilafah dan Kerajaan, Bandung: Mizan, 1996. Musthafa Muhammad Thahhah, Model kepemimpinan Dalam Amal Islami, Jakarta: Rabbani Press, 1997. Rafiuddin, Prinsip dan Strategi Dakwah, Jakarta: Pustaka Setia, 1997. Riaz Hassan, Islam Dari konservatisme sampai Fundamentalisme, Jakarta: Rajawali, 1985. Siagian, Dasar-Dasar dan Tipologi Kepemimpinan, Solo; Trigana, 1997.