GERAKAN DAKWAH ABU A’ALA AL-MAUDUDI Oleh Fariza Makmun Fakultas Dakwah IAIN Raden Intan Lampung e-mail:
[email protected]
Abstract Maulana Sayid Abul A’la Al-Maududi adalah seorang tokoh pembaharuan Islam di Fakistan. Beliau memahami Islam sebagai suatu system yang komprehensif, sehingga menurut beliau, negara Islam tidak terbatas pada suatu wilayah atau kepemimpinan, tetap negara dan kepemimpinan yang satu. Dalam semua bidang kehidupan harus didasari oleh ajaran Islam, baik dalam system ekonomi, politik, dan system sosial. Setiap usaha mengharuskan adanya ijtihad fi al-din. Ini berarti cita, nilai dan prinsip Islam harus dilaksanakan kembali dalam konteks perubahan.Untuk mewujudkan tujuan dan prinsip Islam tersebut kepada masyarakat dapat dilaksanakan dengan gerakan dakwah Islamiyah. Menurut al-Maududi gerakan dakwah perbaikan harus terdiri dari empat point yaitu : pembersihan dan penyucian pemikiran, perbaikan pribadi, perbaikan masyarakat, dan perbaikan sitem pemerintahan. Oleh karena itu, gerakan dakwah Al-Maududi diwujudkan dalam sebuah gerakan yang terorganisis melalui oraganisiasi Jama’at Islam yang beliau dirikan. Jama’at Islam, bergerak melalui jalur politik pemerintahan yang agamis dan gerakan dakwah murni, melalui pendidikan, dan media cetak (jurnalistik). Sehingga, gerakan-gerakan Jama’at Islam menarik perhatian rakyat dari segala lapisan, terutama berpengaruh kuat pada golongan intelegensia dan pemuda anak benua India. Kata Kunci: Abu A’la Al-Maududi, Gerakan Dakwah
A. Pendahuluan Pada
hakekatnya,
dimanifestasikan
dalam
dakwah suatu
Islam
system
adalah kegiatan
aktualisasi manusia
imani
dalam
yang bidang
kemasyarakatan, dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berfikir, dan bertindak manusia pada datarankenyataan individu serta social kultural, dalam rangka terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan manusia, denagn menggunakan cara tertentu.1 Hakekat
dakwah
tersebut
di atas adalah
upaya
manusia yang
dilaksanakan secara teratur sebagai upaya merubah masyarakat dari system 1
Amrullah Ahmad, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta, Prima Duta, 1993), hal.
hidup yang tidak islami, meletakkan dasar eksistensi masyarakat Islam, menanamkan nilai-nilai keadilan, persamaan,persatuan, perdamaian, kebaikan, dan keindahan sebagai inti pergerakan masyarakat menjadi individu, keluarga, dan masyarakat yang mengamalkan ajaran Islam dan semua bidang kehidupan. Untuk mewujudkan tujuan dakwah yang sangat besar tersebut, maka aktivitas dakwah memerlukan organisasi dakwah sebagai bangunan atau pola hubungan manusia untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan bersama. Juga, membutuhkan seorang figur sebagai pemimpin organisasi dakwah yang memiliki kemampuan berfikir tidak
hanya dilakukan dengan dakwah fardhi
(individu), tetapi membutuhkan kerjasama, perencanaan dan startegi khusus dalam sebuah amal jam’I (kelompok). Kedua pendekatan tersebut telah dicontohkan oleh Nabi SAW dan para sahabat Nya di Makkah dan Madinah sehingga terbentuk masyarakat Islam Madinah sebagai cerminan masyarakat Islam yang utuh pada zamannya. Pada era sekarang ini, tidak banyak negara Islam yang dapat dijadikan cermin “masyarakat Islam”. Diantaranya, Negara Repubik Pakistan, yang sejak berdirinya
sebagai
Negara
Islam,
semangat
mempertahankan
dan
memperjuangkan agama Islam yang utuh menjadi perhatian dunia, baik oleh negara-negara islam (mayoritas beragama Islam) maupun negara-negara non Islam. Berdiriya negara Revublik Islam Pakistan, sebagai lembaga
dakwah
melalui politik adalah wujud dari semangat perjuangan pantang menyerah dari tokoh-tokoh Islam India Pakistan dalam mendakwahkan nilai-nilai ajaran Islam baik melalui lembaga politik, organisasi kemasyarakatan, maupun lembaga ilmiyah, seperti pendidikan, jurnalistik dan kegiatan sosial lainnya. Salah
satu
tokoh
Islam
yang
yang
sangat
berpengaruh
dalam
terbentuknya negara Pakistan adalah Abu A’la Al-Muadudi melalui organisasi Jama’at Islam. Oleh karena itu, sangat penting di bahas tentang profil AlMaududi, organisasi dan idiologinya, aktivitas-aktivitas dan keberhasilannya dalam dakwah Islam.
B. Sejarah Berdirinya Negara Islam Pakistan Sejarah beridirnya negara Pakistan tidak terlepas dari keberadaan Islam di benua Indo-Pakistan pada abad ke 8 M, atas ekspansi Muhammad Ibnu Qosim ke Sind Pada tahun (714 M).2 Pada masa kekuasaan Muhammad Ibnu Qosim, Islam maju dengan pesat banyak penduduk masuk Islam dengan Kesadaran. Tetapi, secara resmi kekuasaan Islam di India terjadi pada masa Khalifah al-Walid
dari Dinasti Bani Umayah. Pada masa disintegrasi, dinasti
Ghaznawi mengembangkan kekuasaannya di India dibawah pimpinan Sultan Mahmud pada tahun 1020 dengan pusat pemeritahan di Lahore. Setelah kerajaan Ghaznawi hancur karena timbulnya kerajaan-kerajaan kecil, seperti kerajaan Mamluk (1206-1290 M), Khalji (1296-1316 M), Tglug (1320-1412 M) dan dinasti-dinasti lainnya. Dengan jatuhnya dinasti Ghaznawi maka berdirilah kerajaan/kesultanan yang berpusat di Delhi, yaitu kerajaan Mughal oleh Zahiruddin Babur (1482-1530M). Raja terakhir yang berkuasa di India adalah Bandahur Syah (1837-1858 M). Sejak jatuhnya Dinasti Mughal pada tahun 18573 dan pada tahun 1858, Bahadur Syah, raja terakhir dinasti Mughal di India diusir dari Istana. Berakhirnya kerajaan Mughal tersebut berarti Inggris yang menguasai perdagangan India mulai berkuasa. Umat Islam yang minoritas tertindas dan berjuang mengembalikan kejayaan Islam yang telah hilang, namun kekuatan
yang ada saling berebut pengaruh terhadap pemerintah kolonialis
yang dikuasai oleh Prancis, Inggris, Portugis, dan Belanda. Dan yang paling berpengaruh di India adalah Inggris. Umat Islam dengan “Liga Muslimin” dan Masyarakat mayoritas (Hindu) dengan Partai Kongres Nasional India. Wal hasil kaum muslimin dengan Liga Muslimin selalu tersudutkan oleh Partai Kongres. Dengan keadaan Umat Islam yang demikian, maka timbul keinginan untuk mendirikan negara Islam terpisah dengan nama Pakistan. Menurut suatu sumber, nama “Pakistan” berasal dari pemikiran seorang mahsiswa Islam India bernama khaudri Rahmat Ali di Londen. Pakistan merupakan singkatan dari kata
2
Thomas W. Arnolt, Sejarah Dakwah Islam, Terj. Oleh Nawawi Rambe, (Jakarta: Wijaya), 1979,
3
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja grafindo Persada), 1995, hal. 162
hal 236.
P (Punjab), A (Afgan), K ( Kashmir ), S (Sindi), TAN (Balukhistan). Menurut sumber lain, “ Pakistan” berasal dari bahasa Persia. “PAK“ berarti suci, dan “STAN” berarti negara.4
Tetapi dari kedua sumber tersebut yang mendekati
kebenaran adalah sumber yang kedua. Sebelum negara Pakistan terbentuk, wilayah-wilayah yang menjadi bagian dari Pakistan adalah wilayah bagian India. Wilayah-wilayah tersebut berupaya melepaskan diri dari India karena umat Islam yang minoritas tidak diberikan kebebasan hak politik untuk mengembangkan ajaran Islam. Mereka menganggap hanya dengan memisahkan diri dari kekuasaan Hindu India, Umat Islam akan mendapatkan kedaulatannya untuk menciptakan masyarakat Islam yang utuh sesuai dengan syari’at agama. Oleh karena itu tokoh-tokoh Islam India seperti Syah Waliyullah, Sayyid Ahmad Sayyid, Sayyid Ahmad Khan, Muhammad Iqbal dan Muhammad Ali Jinnah merasa, setelah jatuhnya dinasti Mughal di India, Umat Islam yang sejak semula minoritas sadar bahwa kedudukan dan wujud mereka senantiasa terancam, sehingga mereka berupaya mendirikan pemerintah Islam secara terpisah. Ide pembentukan negara Pakistan di India dijelaskan oleh Muhammad Iqbal (lahir di Sialkot, 1876) sebagai presiden Liga Muslimin pada rapat tahunan pada tahun 1930. Rencana pembentukan negara terpisah tersebut menurut Iqbal terdiri dari wilayah Pujab, daerah utara Sindi dan Bulikhistan.5 Namun sebelum cita-citanya terwujud Iqbal meninggal dunia pada tahun 1938. Sepeninggal Iqbal perjuangan umat Islam dilanjutkan oleh Muhammad Ali Jinnah (lahir, 25 Desember 1976 di Karachi). Sebenranya beliau pernah mewakili umat Islam India di partai Kongres sekaligus sebagai presiden Liga Muslimin pada tahun 1896 hingga tahun 1913. Tetapi politik patuh dan tunduk kepada Inggris, maka beliau meninggalkan kedua partai politik tersebut. Dan pada tahun 1934, Jinnah dipanggil Liga Muslimin untuk menjadi presiden Liga yang kedua kalinya. Suasana politik India yang selalu memandang rendah umat islam. Pandit Nehru, presidenpartai kongres berkata, tidak ada kekuatan di India kecuali partai 4
Dewan Redaksi Ensiklopendi Islam, Ensiklopendi islam, (Jakarta: PT. Ictiaar Baru Van Houve),
5
Badri Yatim, Op. Cit. 162
hal. 70
Kongres nasional India dan pemerintahan Inggris. 6 Kenyataan ini menyadarkan umat Islam, bahwa kekuatan Hindu semakin kuat dan islam perlu memperkuat barisan dengan menyokong Liga Muslimin sebagai satu-satunya organisasi umat Islam di seluruh India. Perdana menteri Punjab, bengal, dan sindi mulai menjalin kerjasama dengan Jinnah. Dengan kekuatan yang semakin besar, Jinnah merubah haluan politiknya, tidak lagi dengan perundingan-perundingan. Kepentingan umat Islam bisa dijamin hanya dengan pembentukan negara sendiri dan terpisah dari negara India. Masalah tersebut dibahas secara rinci pada rapat tahunan Liga Muslimin pada tahun 1940, atas rekomendasi panitia khusus, bahwa berdirinya negara Pakistan sebagai tujuan perjuangan Liga Muslimin selanjutnya.7 Dan pada tahun 1942, ketika Inggris berjanji akam memberikan kemerdekaan kepada India, maka Partai Kongres membentuk pemerintahan sementara. Jinnah dan lima orang Liga Muslimin turut serta dalam pemerintahan tersebut, tetapi huru hara tidak dapat diatasi. Dan pada tanggal 14 Agustus 19478, pemerintah inggris menyerahkan kedaulatah kepada dua konstitusi yaitu India dan Pakistan. Berdasarkan kemerdekaan yang diberikan pemerintahan Inggris tersebut, konstitusi Pakistan dibuka dengan resmidan tanggal 15 Agustus 1947, pakistan resmi lahir sebagai negara Islam India dan Muhammad Ali Jinnah diangkat sebgai Gubernur dengan gelar Qadhi Azam ( Pemimpin Besar ). Namun sayang, beliau belum sempat menikmati kemerdekaan secara penuh, beliau wafat di karachi pada tahun 1948. Demikianlah sekilas tentang perjuangan pemimpin-pemimpin sekaligus pemikir-pemikir Islam di India untuk membentuk suatu masyarakat Islam yang berdaulat, sehingga berdiri satu negara yaitu “Negara Pakistan”.
C. Profil Abu A’la Al-Maududi Nama lengkapnya adalah Maulana Sayid Abul A’la Al-Maududi, dilahirkan pada tanggal 3 Rajab 1321 H/25 September 1903 M di Aurangubad, suatu kota terkenal di Kesultanan Hyderabad (deccan), sekarang ini Andhra Prades di India. 6
I bI d., hal. 19 Ib I d., hal 197 8 Ensiklopendi Islam, Op. Cit, hal 72. 7
Ia di lahirkan dari keluarga terhormat, dan nenek moyangnya dari pihak ayah, keturunan Nabi Muhammad SAW. Inilah sebabnya ia memakai nama “Sayyid”. 9 Abu A’la adalah anak yang paling kecil dari tiga bersaudara. Setelah memperoleh pendidikan di rumahnya, ia masuk sekolah menengah Madrasah Fawqaniyah, suatu madrasah yang menggabungkan pendidikan Barat modern dengan pendidikan islam tradisional. Al-Maududi menyelesaikan pendidikan menengah dengan sukses, lalu masuk perguruan tinggi Darul Ulum di Hyderabad. Tetapi, pada waktu itu pendidikan formalnya terganggu karena bapaknya sakit kemudian meninggal dunia. Namun demikian, keadaan tersebut tidak mengganggu Maududi untuk meneruskan pendidikannya, sekalipun dilakukannya di luar lembaga-lembaga pendidikan reguler. Pada permulaan tahun 1920-an Al-Maududi telah menguasai bahasa Arab, Parsi, dan Inggris. Disamping bahasa ibunya, Urdu, untuk mempelajari masalah-masalah yang menjadi perhatiannya secara bebas.10 Jadi, dari sebagian besar ilmu pengetahuannya, ia peroleh dengan belajar sendiri, sekalipun dalam waktu yang singkat, ia dapat memperoleh petunjuk dan pendidikan yang sistematis dari guru-gurunya yang cakap. Selain usaha sendiri, Maududi juga mendapat dorongan yang ia terima dari guru-gurunya. Moralnya yang kuat, penghargaannya kepatan ketetapan, kesalihan, dan kebenaran memantul dari orang tuanya yang mempunyai perhatian yang sangat tinggi terhadap pendidikan moral. Al-Maududi meninggal dunia pada tahun 1983.
D. Ideologi Al-Maududi Pokok-pokok pemikiran Al-Maududi adalah sebagai berikut : 1.
Konsep Kehidupan Islami Menurut Maududi, ciri utama dalam ideologi islam adalah tidak
menimbulkan konflik dan tidak memisahkan antara kehidupan spiritual dan keduniaan. Ia mencakup seluruh unsur kehidupan, karakter ini akan membentuk kehidupan individu dan aturan sosial pada pola-pola yang benar sehingga
9
Mukti Ali,Alam Pemikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Yogyakarta : Mizan, 1992 ), hal.
238 10
Dewan Redaksi Ensiklopendi Islam, ensiklopendi Islam, ( Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeven, 2002), cet. Ke-4, Jilid 3, hal 207-208.
kerajaan atau mulkiyah Allah dapat didirikan di bumi dan agar hidup menjadi tentram, damai dan sejahtera yang disebut dengan kehidupan islam (Islamic Way Of Life).11 2.
Unsur-unsur Politik Islam Menurut al-Maududi, sistem politik Islam didasarkan pada tiga prinsif,
diantaranya : a. Tauhid ( keyakinan akan Allah ), yaitu Allah Esa sebagai pencipta, penolong, dan penguasa jagad raya dari semua yang ada di dalamnya, baik organik maupun non organic. Prinsip tauhid ini meniadakan konsep kekuasaan legal dan politik manusia secara individu secara kelompok. b. Risalat ( kenabian ), yaitu interprestasi wewenang dari suri tauladan dari kitab Allah melalui Nabi-Nya, dimana Nabi Allah telah membina kita dalam menjalankan roda kehidupan dalam system Islam. Kombinasi dari dua unsur ini, menurut termology Islam di sebut Syari’ah. c. Khalifah, secara harfiah berarti penggantian atau perwakilan. Menurut Islam, kedudukan dan tempat manusia yang benar adalah menjadi khlifah di muka bumi. Khalifah yaitu di dasarkan kepada manusia, dia wajib melaksanakan wewenang tersebut di muka bumi dalam batas-batas yang Allah tentukan.12
3. Teo Demokrasi Istilah ini merupakan sebutan untuk membedakan system pemerintahan Islam dengan system teokrasi Barat. Maududi menyatakan, teo demokrasi di artikan sebagai suatu system pemerintahan demokrasi ilahi, karena di bawah naungannya kaum muslim telah di beri kedaulatan rakyat yang terbatas dibawah kekuasaan
Allah
SWT.
Dalam
system
ini,
seluruh
penduduk
muslim
menyelenggarakan pemerintahan sejalan dengan kitabullah dan praktek Rasul, kekuasaan itu hanya milik Allah zat yang maha tunggal. 13 Sebagai contoh : eksekutif yang terbentuk berdasarkan system pemerintahan ini, dibentuk berdasarkan
11
kehendak umum,
kaum muslim
yang juga
berhak untuk
Abu A’la Al-Maududi, Jalan Hidup Islam, terj. (jakarta : Darul Falah, 2000), hal. 11 Ibid,. Hal. 62 13 Abu A’la Al-Maududi, Manhaajul Inkilabil Islam, terj. Petunjuk Perjuangan Islam, (Jakarta : Pustaka ar-Rijal 1992), hal. 27 12
menumbangkannya. Semua masalah pemerintahan dan masalah lain yang tidak di atur secara jelas dalam syari’at diselesaikan berdasarkan mufakat bulat dan consensus di kalangan kaum muslim, setiap yang mampu dan memenuhi syarat di berikan hak untuk menafsirkan hukum Tuhan, jika penafsiran itu di perlukan. Pengertian ini, dalam politik Isam disebut demokrasi. Akan tetapi, dalam system teokrasi, apabila terdapat pemerintah-pemerintah dan hukum-hukum yang telah jelas dan terang-terangan dariTuhan dan Rasul-Nya, maka tak seorangpunatau lembaga legeslatif bahkan seluruh kaum muslim seluruh dunia mencapai sepakat sekalipun, tidak berhak melaksanakan pertimbangan.14
4.
Teori Kekhalifahan Al-Maududi mendefinisikan teori kekhalifahan dalam dua hal mendasar,
yaitu : a.
Islam menggunakan istilah kekhalifahan bukannya kedaulatan, karena menurut Islam, kedaulatan hanya milik Allah, siapapun yang memegang tampuk kekuasaan dan memerintah sesuai dengan hukum tuhan pastilah merupakan khalifah dari penguasa tertinggi dan tidak akan sewenangwenang menyerahkan kekuasaan apapun kecuali kekuasaan yang telah didelegasikan kepadanya.
b.
Kekuasaan untuk memerintah bumi telah dijanjikan kepada seluruh kaum mukminin, sehingga semua kaum beriman merupakan penjelmaan dari kekhalifahan. Kekhalifahan yang dianugrahkan Allah adalah kekhalifahan umum bukan kekhalifahan terbatas, tidak ada pengistimewaan untuk keluarga, kelompok, atau ras tertentu. Setiap muslim adalah khalifah Tuhan sesuai dengan kemampuan inividunya, dia secara individu bertanggung jawab kepada Tuhan.15
5. Syarat-syarta Kepala Negara Kepala negara dalam terminologi Islam, disebut sebagai imam atau amir atau khalifah. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah harus beragama Islam; harus laki-laki; harus dalam keadaan waras dan dewasa; harus
14 15
Ibid., hal. 267 Abu A’la Al-Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, ( Bandung : Mizan, 1993 ), h. 169
merupakan warga negara dari negara Islam. Syarat-syarat lain yang lebih umum adalah : Amanah; Bertakwa; berpengalaman luas; memiliki keberanian.16 Sedangkan ideology atau pendapat yang lain dapat di jelaskan dalam pembahasan berikut.
E. Organisasi Pada tahun 1941, Maududi mendirikan organisasi Jama’at Islam ( persatuan Islam )17 di Lahore dalam sebuah komprensi ulama, yang dihadiri oleh 75 tokoh Islam negara bagian India. Al-Maududi mengundang mereka melalui majalah terkenalnya “Turjuman al-Qur’an”.18 Jama”at Islam asalah sebuah Jamaa’at Islam modern yang mengfokuskan aktifitasnya untuk menegakkan syare’at Islam dan menerapkannya dalam kehidupan. Golongan ini termasuk gigih membendung berbagai bentuk aliran sekularisme yang berusaha mendominasi seluruh negeri. Jama’at Islam bermazhab ahlu al-Sunnah wa aljama’ah.19 Sebagai aliran ahlu al-Sunnah wa al-jama’ah, jama’at Islam selalu menyerukan kepada tauhid, berpegang teguh pada al-Qur’an dan sunnah dalam menegakkan syare’at Islam pada realitas kehidupan, mereka berusaha keras tidak keluar dari aqidah tersebut. Jama’at Islam adalah suatu perkumpulan yang terorganisir dengan sangat baik dan bertujuan untuk membentuk kembali masyarakat dan tertib Islam sedunia, baik dalam arti politik, hukum, maupun sosial.20 Sebagai seorang tokoh pembaharuan Islam, al-Maududi berpendapat bahwa “Islam bukan system filsafat kehidupan semata, Islam adalah system hidup universal dan total. Selama Islam belum diwujudkan secara nyata, maka umat Islam tidak akan mampu memberikan pengabdian kepada Islam melalui kata-kata dan pembicaraan. Oleh karena itu untuk mewujudkanIslam secara total kepada masyarakat, menurut Maududi harus menepuh langkah-langkah sebagai berikut : Pertama, 16
Ibid., h. 267 17 John J. Donohue dan John L. Esposito, Islam dan Pembaharuan ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995), h. 158 18 Lembaga Pengkajian dan Penelitian (WAMI), Gerakan Keagamaan dan Pemikiran, terj. ( Jakarta : Al-Islahiy, 1995), h. 121 19 Ibid ., h. 124 20 John J. Donohue dan John L. Esposito ,. Op. Cit ., h. 158
Tujuan dan prinsip-prinsip Islam harus di jabarkan kembali dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh rakyat. Prinsip-prinsip Islam harus disampaikan sedemikian rupa sehingga relevansinya dan superioritasnya berada di atas prinsip-prinsip yang lain. Dan pada waktu akhirnya masyarakat akan tau dan mengerti dengan jelas jalan hidup Islam dan bukan Islam. Kedua, rangkai moral dari kehidupan rakyat harus dibina kembali dalam rangka mengembangkan ciri Islam yang sebenarnya. Dan melibatkannya dalam usaha reformasi
dam
pembinaan kembali. Kehidupan social harus dibebaskan dari bid’ah yang bertentangan dengan jiwa Islam dan harus dibina kembali sesuai dengan sunnah. Ketiga, seluruh usaha mengharuskan adanya ijtihad fi al-din. Ini berarti cita, nilai dan prinsip Islam harus dilaksanakan kembali dalam konteks perubahan.21 Untuk mewujudkan tujuan dan prinsip Islam tersebut diatas kepada masyarakat dapat dilaksanakan dengan program dakwah Islamiyah. Menurut alMaududi program dakwah perbaikan harus terdiri dari empat point yaitu : pembersihan dan penyucian pemikiran, perbaikan pribadi, perbaikan masyarakat, dan perbaikan sitem pemerintahan.22 Tentaang empat program dakwah yang diajukan oleh al-Maududi tersebut dijelaskan oleh Mukti Ali,23 program yang pertama sifatnya intelektual, penyampaian ajaran-ajaran Islam yang bersih dari ide-ide palsu. Penyampaian ini juga harus diarahkan bahwa Islam itu sesuai dengan dan dapat diterapkan dizaman sekarang. Untuk mengembangkan tata kehidupan yang baik dan sehat harus diperhitungkan warisan Islam masa lalu dan budaya moderen. Al-Quran dan Sunnah mengikat secara abdi, dan itu harus diikuti oleh umat muslim dam semua periode. Untuk menjernihkan pemikiran umat,kita harus kembalikepada kedua sumber tersebut, kemudian melihat pendapat-pendapat para ulama terdahulu, jangan sebaliknya kita melihat pendapat para ulama terdahulu yang belum tentu benar baru kembali kepada al-Quran dan Sunnah. Program yang kedua adalah mencari orang-orang yang suka kebenaran dan bersedia untuk kerja menegakan kebenaran itu pada kehidupan manusia. 21
Mukti Ali,. Op. Cit., h. 256 WAMI., op. Cit., h. 124 23 Mukti Ali, Op. Cit., h. 260-262 22
Orang seperti itu harus dicari, harus dibina dan diikat dalam badan yang di organisasikan. Untuk membina orang-orang terpilih tersebut harus didudukan dibelakang orang yang benar, kemudian dibentuk kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari orang yang ikhlas dan jujur sebagai dasar kebangkitan Islam. Dengan meminjam pendapat Charles J. Adams bahwa : “cara yang paling baik untuk merubah suatu masyarakat adalah dengan menciptakan kelompok-kelompok kecil yang pandai, ikhlas dan jujur”. Program yang ketiga adalah upaya untuk membawa perubahan social yang sesuai dengan ajara Islam. Ideanya, orang yang sudah berusaha untuk Islam harus mengambil inisiatif dan menggunakan waktunya, usaha dan sumbersumber kekuatannya untuk membawa perubahan yang sehat secara maksimal. Program reformasi social ini sangat komprehensip, ia harus menciptakan wadah pembinaan seperti Masjid, lembaga pendidikan. Dalam bidang social, mencegah rakyat menjadi sasaran ketidak adilan, menciptakan kesadarn kesehatan dan kebersihan dan memperkukuh kerjasama dikalangan rakyat untuk menjamin kehidupan yang sehat. Memperhatikan anak yatim piatu, para janda dan anakanak cacat. Jelasnya, dengan memperoleh inspirasi dan cita islam, tujuannya adalah memperoleh kesejahteraan rakyat dalam kehidupan agama, social, moral, dan material dan menciptakan kondisi-kondisi social yang cocok bagi transformasi secara total bagi kehidupan manusia. Program yang terakhir adalah perbaikan sitem pemerintahan. Masalah terakhir ini menekankan perubahan pimpinan dalam arti yang luas. Itu, memasukan pimpinan intelektual, social, cultural, dan politik. Pemilihan pimpinan dapat dilakukan dengan mengembangkan sifat-sifat pemimpin pada rakyat yang mempunyai orientasi yang benar. Adapun program pemimpin politik dapat dilaksanakan melalui pemilihan umum. Negara Islam dapat dipimpin oleh, orangorang yang punya visi Islam yang jelas dan merasa terikat kepadanya, jujur dan konpeten. Al-Maududi menyampaikan beberapa pokok tuntunannya yang menjadi tujuan berdirinya negara Pakistan, yaitu : pertama , kedaulatan negara hanya bagi Allah. Pemerintaha Pakistan hanya sebagai pelaksana kedaulatan tersebut. Kedua, syare’at Islam adalah konstitutisi negara Pakistan. Ketiga, menghapus semua bentuk perundang-undangan yang bertentangan dengan Islam. Keempat,
pemerintah pakistan, dalam menjalankan roda pemerintahannya, berada dalam ruang lingkup ketentuan yang telah ditentuan oleh syare’at.24 Jama’at Islam, tegas al-Maududi dalam WAMI,25 sebagai organisasi lembaga Dakwah dalam mencapai program dakwahnya menetapkan beberapa uslub dakwah sebagai berikut : pertama, uslub untuk para petani. Kedua, uslub untuk para dokter. Ketiga, uslub untuk umum. Keempat, uslub berdasarkan prinsip skala perioritas. Dan kelima uslub qudwah(keteladanan) sebelum ucapan. Jama’at
Islam
dalam
menerapkan
uslub
dakwah
tersebut
melaksanakannya pada beberapa sasaran, seperti melalui organisasi gerakan mahasiswa muslim yang terkenal dengan nama “Islam Jami’iyah Thalabah” sebuah
organisasi
independen,
baik
aktifitas
maupun
administrasinya.
Organisasi ini berhasil menggusur mahsiswa sosialis, komunis, dan sekularis dalam kepemimpinan mahasiswa di Pakistan. Jama’at Islam selain dengan katakata nasehat, mereka berdakwah dengan bil-hal, yaitu mendirikan kamp-kamp pengungsi, rumah sakit lengkap dengan pasilitasnya. Aktifitas ini sampai sekarang masih menyibukan mereka. Untuk menghadapi permasalahan dakwah yang demikian komplek dan penuh tantangan, menurut Maududi, para pendukung dakwah harus memiliki beberapa hal : pertama, para pendukung perjuangan tidak cukup kuat iman, tetapi harus memiliki kredibilitas dalm prilaku individualnya. Kedua, system dakwah harus ketat, tidak boleh ada peluang untuk meremehkan dan disepelekan. Ketiga dalam dunia dakwah harus ada dua unsur prektis dakwah, yaitu : a) Praktis dakwah yang memiliki tsaqafah Islamiyah lama. b) praktis dakwah yang memiliki tsaqafah islamiyah baru.26
F. Aktivitas Al-Maududi Setelah berhenti daripendidikan formal, Maududi menekuni bidang jurnalistik untuk mencari nafkah. Pada tahun 1918, ia telah menulis artikel-artikel untuk surat kabar Urdu yang terkemuka.27 Karirnya dimulai sebagai seorang
24
WAMI, Op. Cit ., h. 125 Ibid., h.126 26 Ibid., h.125 27 Mukti Ali, Op. Cit., h. 239 25
wartawan. Ketika ia berusia 17 tahun, Al-Maududi telah menjadi pimpinan harian “Taj” berbahasa Urdu, yang terbit di Jabalpore. Karena prestasinya, ia diangkat menjadi pimpinan editor di dua surat kabar, yaitu muslim (1921-1926) dan al Jami’iyyat-I Ulama-I Hind (1921-1928). Ia berhasil membawa al-Jami’iy sebagai surat kabar yang berpengaruh di India dan pada Tahun 1920-an. Pada tahun 1932, ia memimpin penerbitan majalah yang beroientasi pada kebangkitan Islam, yaitu turjuman al-Qur’an di Hyderabad.28 Sekitar tahun 1920-an, Maududi juga mulai mengambil perhatian dibidang politik. Ia mengambil bagian dalam bidang khilafat dan terlibat dalam suatu gerakan rahasia, tetapi segera ia meninggalkan organisasi tersebut, karena tidak setuju dengan idenya. Maududi juga tergabung dalam gerakan tahrikh-I Hijrat, suatu organisasi oposisi terhadap pemerintahan Inggris atas India, dan menganjurkan kepada umat islam India untuk hijrah secara masal ke Afganistan. Pada tahun 1920-1928, Maududi menterjemahkan empat buku, satu dari bahasa Arab dan tiga lainnya dari bahasa Inggris. Ia menulis bukunya dengan penting, yaitu al-jihad fil Islam, yang berisikan tentang hukum islam, perang, dan damai. Sekitar
tahun
1941,
Maududi
mengembangkan
pemikiran
untuk
melakukan gerakan yang lebih konprehensip, dan itulah yang menyebabkan Maududi mendirikan organisasi Jama’at Islam, dan beliau dipilih menjadi ketuanya hingga tahun 1972. Pada tahun waktu itu, Maududi meletakkan jabatannya karena alasan kesehatan. Al-Maududi sering keluar negeri untuk memberikan kuliah diberbagai negara Timur Tengah, Londen, New York, Toronto dan sejumlah pusat studi di kota-kota besar dunia. Pernah melakukan studi tour ke Yordania, Yerusalem Suriah, Mesir dan Arab Saudi, untuk mempelajari aspek-aspek geografis dan histories beberapa tempat yang disebutkan dalam al-Qur’an.29 Al-Maududi juga diminta menjadi komite penasehat yang menyiapkan berdirinya Universitas Islam Madinah dan menjadi anggota Dewan Akademis sejak berdirinya Universitas itu pada tahun 1962. Maududi juga menjadi anggota
28 29
Harun Asution dkk, Ensiklopendi Islam Indonesia, (Jakarta : jambatan, 1992), h. 632 Dewan Redaksi Ensiklopendi Islam, Op. Cit ., h. 208
komite pendiri Robitah al-Alam al-Islami, Mekah dan anggota akademi riset tentang hukum Islam di madinah.30
G. Hasil dan Pengaruh Al-Maududi Organisasi
Jama’at
Islamiyah
titik
berat
perjuangannya
adalah
pembentukan pribadi dan indoktrinasi para anggota, agar nanti siap memimpin negara Islam yang diharapkan akan lahir setelah India bebas dari penjajahan Inggris. Pada bulan Maret 1948, Maududi dan Jama’atnya, menyelenggarakan pertemuan akbar di Karachi untuk merumuskan atau mengesahkan rumusan konsepsi kenegaraan untuk diperjuangkan pada majlis konstituante Pakistan yang kemudian terkenal dengan tuntutan empat butir.31 Jama’at Islam adalah gerakan Islam yang didirikan oleh Maududi makin menjadi kuat dan teratur sebagai organisasi dakwah, baik melalui politik agamis, maupun sebagai gerakan dakwah murni, melalui pendidikan, dan media cetak (jurnalistik). Gerakan-gerakan Jama’at Islam maupun menarik perhatian rakyat dari segala lapisan, terutama berpengaruh kuat pada golongan intelegensia dan pemuda anak benua India.32 Pengaruh Maududi tidak terbatas pada anggota Jama’at Islam saja, tetapi juga berpengaruh pada masyarakat diluar organisasi. Sebagai seorang yang mempunyai dasar pemikiran ilmiyah, tulisan beliau banyak dibaca orang, bahkan banyak buku-bukunya diterjemahkan dalam berbagai bahasa dunia , seperti ; bahasa Inggris, Turki, Hindi, Perancis, Jerman, Banggali, dan sebagainya. Karyakarya Maududi, diantara lain, al-Khalifah wa al-Mulk, Islamic law and Constitution, dan Tafhim al-Qur’an yang merupakan karya terbesarnya dan penyelesaiannya memerlukan waktu 30 tahun. Sementara karya monumental
30
Mukti Ali, Op. Cit., h. 243 Tuntutan empat butir yang dimaksud, diantaranya : “(1) Sesungguhnya kedaulatan di Pakistan adalah di tangan Allah , oleh karenanya pemerintahan Pakistan sebagai kedaulatan itu tidak boleh melampaui batas yang ditentukan oleh Allah; (2) syare’at Islam merupakan hukum dasar bagi Pakistan; (3) pembatalan semua undang-undangyang ada dan bertentangan dengan syari’at Islam, dan kemudian menangguhkan semua undang-undang yang tidak sesuai dengan syari’at Islam; (4) pemerintah Pakistan harus mempergunakan kekuasaanya sesuai dengan batas-batas yang telah ditetapkan oleh syari’at Islam” : dapat dilihat dalam Munawir Sjzali, Islam dan Tata Negara, (Jakarta : UI, 1991), h. 163-164 32 Mukti Ali, Op. Cit. , h.242 31
klasik yang menjadi sumber referensi kaum muslimin dunia ratusan tahun mendatang antara lain, al-Jihad fi al-Islam, Towords Understanding Islam (menuju kepada pemahaman Islam), dan Way Of Life (Islam Jalan Hidup). Dalam bidang politik, sebelum Maududi mendirikan Jama’at Islam, sekitar tahun 1930-an, beliau telah menentang upaya Inggris dan tokoh-tokoh Islam Pakistan yang tergabung dalam partai nasional Liga Muslimin. Karena, Liga Muslimin banyak didominasi oleh tokoh-tokoh berpendidikan Barat yang sekuler dan menganak tiriksn kaum muslimin. Al-Maududi tentang kenegaraan, khususnya setelah beliau mendirikan Jama’at Islam dapat dilihat dari empat butir tuntutan sebagaimana dijelaskan di atas. Upaya tersebut berhasil, namun tuntutan empat butir yang beliau ajukan sebagai dasar pemerintahan Pakistan banyak tidak terealisir. Pengaruh dari konsep-konsep Al-Maududi diangkat kembali pada masa pemerintahan Zulfikar Ali Bruto (1977), mewajibkan al-Qur’an ada pada setiap kamar hotel di Pakistan, klub malam, perjudian, dan minuman keras harus di tutup. Kemudian, pada masa pemerintahan Muh. Zial Haq (1979), beliau mengumumkan berlakunya hukum Islam di Pakistan.33
Pengaruh
Maududi tidak hanya terbatas di nebara Pakistan, bahkan masyarakat duniapun, seperti negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, hingga sekarang menuduh Jama’at islam yang memiliki gerakan bawah tanah, hampir diseluruh negara yang masyarakatnya mayoritas beragama islam sebagai gerakan terorisme.34 Dalam bidang pendidikan, Al-Maududi, selain berhasil dalam bidang kajian olmiyah, baik melalui jurnalistik maupun penulisan buku, beliau juga berhasil mendirikan organisasi pergerakan mahasiswa muslim. Organisasi ini terkenal dengan nama Jam’iyat Thalabah. Organisasi ini telah berhasil menggusur mahasiswa-mahasiswa
sosialis-Komunis
dan
sekularis
kepemimpinan
mahasiswa di Pakistan.35
33
Ibid., h Majalah Sabili, Mereka Menebar Benih Negara Islam, Edidi Maret 2000, h.25-26 35 Ibid ., 34
H. Kesimpulan Dari uraian di atas dapat di simpulkan sebagai berikut ; 1. Al-Maududi terkenal dengan nama dan konsistensi pemikirannya, yang melihat Islam sebagai suatu system yang komprehensif, sehingga menurut beliau, negara Islam tidak terbatas pada suatu wilayah atau kepemimpinan, tetap negara dan kepemimpinan yang satu. Dalam semua bidang kehidupan harus didasari oleh ajaran Islam, baik dalam system ekonomi, politik, dan system sosial. 2. Al-Maududi sanggup mencarikan dasar-dasar dalam ajaran Islam secara tertulis tentang segala tingkah laku umat. Hal ini dapat dilihat dari karyakaryanya. 3. Menurut al-Maududi, perbaikan program dakwah harus terdiri dari empat point, yaitu : pembersihan dan pensucian pemikiran, perbaikan pribadi, perbaikan masyarakat, dan perbaikan system pemerintahan.
DAFTAR PUSTAKA Abu A’la Al-Maududi, Jalan Hidup Islam, terj. Jakarta : Darul Falah, 2000 Abu A’la Al-Maududi, Manhaajul Inkilabil Isalm, terj. Petunjuk Perjuangan Islam, Jakarta : Pustaka ar-Rijal 1992 Abu A’la Al-Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Bandung : Mizan, 1993 Amrullah Ahmad, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, Yogyakarta, Prima Data, 1993 Badri Yatim, Sejarah PeradabanIslam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995 Dewan Redaksi Ensiklopendi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeven, 2002, cet.ke-4, jilid 3 Harun Nasution dkk, , Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta : Jambatan, 1992 John J. Donohue dan John L. Esposito, Islam dan Pembaharuan, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995 Lembaga Pengkajian dan Penelitian (WAMI), Gerakan Keagamaan dan Pemikiran, Terj. Jakarta : Al-Islahiy, 1995 Munawir Sjzali, Islam dan Tata Negara, Jakarta : UI, 1991 Mukti Ali, Alam Pemikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Yogyakarta : Mizan, 1992 Majalah Sabili, Mereka Menebar Benih Negara Islam, Edidi Maret 2000