GELOMBANG SOLITER INTERNAL PADA LAUT DALAM UNTUK ALIRAN YANG TUNAK
INTAN RATNA NURJANAH
DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
GELOMBANG SOLITER INTERNAL PADA LAUT DALAM UNTUK ALIRAN YANG TUNAK
INTAN RATNA NURJANAH G54104009
DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
ABSTRACT INTAN RATNA NURJANAH. Internal Solitary waves at Deep sea for the Steady-State. Under supervision by JAHARUDDIN and ALI KUSNANTO Internal waves are waves that happened under sea surface. This wave emerges because of the mass density difference at each sea layer. One of internal wave which has characteristic of maintaining its form and speed is internal soliter wave. This research studied the motion of internal soliter wave at deep sea. The equation derivation of internal wave motion at deep sea used assumption that fluid flow is in Steady-State. In this case, the fluid gouverning equation is expressed in Lagrange formulation with fluid height from its balance position that its Lagrange variable. Method which is used to derivate an equation of internal wave motion is an asymthotic method. In this method, internal wave deviation is expressed in asymthotic description. Then by balancing non-Linear and dispersion factor, it can be obtained a derivation of wave motion Benjamin-Ono (BO) equation form. The internal soliter wave formula of BO equation is used to study solitary wave motion at two-layered fluid for deep sea. The result are soliter wave profile at each depth. An internal soliter wave has biggest amplitude at its bound between both of fluid layer, while on the surface it is relatively small.
ABSTRAK INTAN RATNA NURJANAH. Gelombang Soliter Internal pada Laut Dalam untuk Aliran yang Tunak. Dibimbing oleh JAHARUDDIN dan ALI KUSNANTO. Gelombang internal adalah suatu gelombang yang terjadi di bawah permukaan air laut. Gelombang ini muncul karena adanya perbedaan rapat massa di setiap lapisan air laut. Salah satu gelombang internal yang memiliki sifat mempertahankan bentuk dan kecepatannya adalah gelombang soliter internal. Penelitian ini mengkaji gerak gelombang soliter internal pada laut dalam. Penurunan persamaan gerak gelombang internal pada laut dalam menggunakan asumsi bahwa aliran fluida berbentuk tunak. Dalam hal ini persamaan dasar fluida dinyatakan dalam formulasi Lagrange dengan ketinggian fluida dari posisi kesetimbangannya yang merupakan peubah Lagrangenya. Metode yang digunakan untuk menurunkan persamaan gerak gelombang internal adalah metode asimtotik. Dalam metode ini, simpangan gelombang internal dinyatakan dalam uraian asimtotik. Selanjutnya dengan menyeimbangkan faktor taklinear dan dispersi, maka diperoleh persamaan gerak gelombang berupa persamaan Benjamin-Ono (BO). Rumusan gelombang soliter internal dari persamaan BO digunakan untuk mengkaji gerak gelombang soliter pada fluida dua lapisan untuk laut dalam. Hasil yang diperoleh adalah profil gelombang soliter pada setiap kedalaman. Gelombang soliter internal yang memiliki amplitudo terbesar dicapai pada batas antara kedua lapisan fluida, sedangkan di permukaan gelombang relatif kecil.
GELOMBANG SOLITER INTERNAL PADA LAUT DALAM UNTUK ALIRAN YANG TUNAK
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
INTAN RATNA NURJANAH G54104009
DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Nama NIM
: Gelombang Soliter Internal pada Laut Dalam untuk Aliran yang Tunak : Intan Ratna Nurjanah : G54104009
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Jaharuddin, M. Si. NIP. 132 045 530
Drs. Ali Kusnanto, M. Si. NIP. 131 913 135
Mengetahui, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Dr. Drh. Hasim, DEA. NIP. 131 578 806
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul, Gelombang Soliter Internal Pada Laut Dalam Untuk Aliran yang Tunak. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman. Karya ilmiah ini saya persembahkan untuk keluarga tercinta : Apa, ibu, Teh Ageung, A Agung, Aden, Ua Bandung, Ua Jemah, D Sifa, Ibi Cikampek dll yang telah banyak memberikan motivasi, inspirasi dan doa, sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Keterbatasan dan ketidaksempurnaan membuat penulis membutuhkan bantuan, dukungan dan semangat dari orang-orang secara langsung ataupun tidak langsung berkontribusi besar dalam pembuatan karya ilmiah ini. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Jaharuddin, M. Si dan Drs. Ali Kusnanto, M. Si masing-masing sebagai pembimbing pertama dan kedua yang dengan sabar telah membimbing dan mengarahkan selama penulisan karya ilmiah ini. Demikian juga kepada Drs. Siswandi, M. Si atas kesediaannya menjadi penguji dalam karya ilmiah ini, dan Yudi Surya Lesmana (Aa tersayang) atas bantuan, motivasi, saran, do’a dan kasih sayangnya. Taklupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Rina dan Roma, sahabat sekaligus teman seperjuangan. Endit, Mba Situl, dan Tia atas kesediaannya menjadi pembahas dalam seminar karya ilmiah ini, dan mahasiswa matematika angkatan 41 atas dukungan dan doanya. Seluruh dosen Departemen Matematika atas segala ilmu yang telah diberikan. Staf dan karyawan TU Matematika IPB, serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat dibutuhkan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi khususnya penulis dan bagi pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Januari 2008
Intan Ratna Nurjanah
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 12 Nopember 1986 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara. Anak dari Bapak Saepujar Hidayat dan Ibu Enok Warilah. Pada tahun 1992 penulis menyelesaikan pendidikan di TK Assalam. Kemudian pada tahun 1998, penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri Cibungbulang II. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Cibungbulang pada tahun yang sama. Pada tahun 2000 penulis pindah sekolah ke SLTP Negeri 1 Wado sumedang utara, karena penulis mengikuti Orang Tua yang bekerja di Sumedang. Pada Tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 1 Sumedang. Pada tahun 2004, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis aktif di berbagai kegiatan mahasiswa, seperti sebagai ketua biro kewirausahaan Gugus Mahasiswa Matematika (Gumatika) IPB periode 2005/2006. Penulis juga aktif sebagai panitia pada beberapa acara antara lain Masa Perkenalan Departemen tahun 2005, Pesta Sains tahun 2005, Ramah-tamah Civitas Matematika (RATACI). Selain itu, penulis juga aktif menjadi asisten dosen mata kuliah “Kalkulus III” pada tahun ajaran 2006/2007 dan asisten dosen mata kuliah “Pemrograman Taklinear” pada tahun ajaran 2007/2008.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. viii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................... viii PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................................................ 1 Tujuan ............................................................................................................................. 1 Sistematika Penulisan .................................................................................................... 1 LANDASAN TEORI Persamaan Dasar Fluida .................................................................................................. Syarat Batas .................................................................................................................... Aliran Fluida Tunak ........................................................................................................ Metode Asimtotik ............................................................................................................
2 2 3 4
PEMBAHASAN Formulasi Lagrange ........................................................................................................ Persamaan BO Tunak ...................................................................................................... Fluida Lapisan Atas .................................................................................................... Fluida Lapisan Bawah ................................................................................................. Solusi Persamaan BO ....................................................................................................... Contoh Kasus Fluida Dua Lapisan ..................................................................................
5 6 6 6 7 8
SIMPULAN ............................................................................................................................ 10 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 10 LAMPIRAN ............................................................................................................................ 11
vii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Domain Fluida dengan Kedalaman yang Besar ................................................................... 2 2. Perbandingan Solusi eksak MNA dengan Solusi MNA Metode Asimtotik ........................ 5 3. Simpangan Gelombang pada Fluida Dua Lapisan Untuk Orde Rendah .............................. 9
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. 2. 3. 4. 5.
LAMPIRAN A .................................................................................................................. LAMPIRAN B ................................................................................................................... LAMPIRAN C ................................................................................................................... LAMPIRAN D .................................................................................................................. LAMPIRAN E ...................................................................................................................
viii
12 17 21 24 30
PENDAHULUAN Latar Belakang Laut dapat dianggap sebagai fluida ideal yang bersifat takmampat dan takkental serta terdiri atas beberapa lapisan air. Munculnya lapisan ini disebabkan perbedaan rapat massa. Perbedaan rapat massa di setiap lapisan disebabkan adanya kadar garam (salinitas) dan suhu. Kadar garam di lapisan bawah lebih besar dibandingkan di atasnya, dan suhu di lapisan atas lebih panas dibandingkan di bawahnya karena dipengaruhi oleh sinar matahari. Berdasarkan perbedaan tersebut, terjadi aliran partikel di bawah permukaan laut sehingga terjadi suatu gelombang yang disebut dengan gelombang internal. Gelombang internal ini tidak terlihat secara kasat mata tetapi dapat terdeteksi di permukaan laut dengan menggunakan foto satelit. Gelombang internal yang banyak dipelajari adalah gelombang soliter internal. Pengetahuan mengenai gelombang soliter berasal dari hasil pengamatan gelombang di laut dangkal, teluk yang curam, danau, dan lapisan atmosfer. Gelombang soliter adalah gelombang internal yang mempertahankan bentuk dan kecepatannya. Pada karya ilmiah ini hanya mengkaji gelombang soliter internal pada laut dalam. Laut dalam menggunakan asumsi bahwa kedalaman laut lebih besar dibandingkan dengan panjang gelombang yang ditinjau. Gelombang soliter internal dapat terdeteksi melalui Synthetic Aperture Radar (SAR) sebagai pola gelap terang (riak gelombang) yang tampak teratur di permukaan laut dan hanya terjadi pada daerah perairan tertentu. Misalnya di Laut Andaman (Thailand), dan Laut Sulu (Philipina). Gelombang soliter yang terjadi di Laut Andaman menyebar luas beberapa mil dengan gerakan yang sangat lambat kurang lebih 10 km per jam [Herman, 1992]. Beberapa peneliti meneliti berbagai dampak yang ditimbulkan oleh gelombang soliter internal, seperti naiknya polutan dari dasar laut ke permukaan laut dan robohnya tiang penyangga anjungan minyak yang dibangun di laut. Hal ini perlu memperhatikan besarnya kekuatan gelombang soliter ini. Selain itu, gelombang ini juga dapat mempengaruhi kehidupan habitat laut [Garkema, 1994]. Dampak yang ditimbulkan oleh gelombang ini memotivasi penulis untuk lebih mengenali karakteristik dan besarnya kekuatan gelombang soliter internal.
Karya ilmiah ini dimulai dengan menurunkan suatu persamaan dasar fluida ideal (takmampat dan takkental) yang irrotasional dari hukum kekekalan massa dan kekekalan momentum. Kemudian dengan asumsi aliran tunak diperoleh suatu persamaan yang dinyatakan dalam fungsi arus. Persamaan ini disebut persamaan Long. Selanjutnya, persamaan Long yang diperoleh disederhanakan dengan menggunakan peubah Lagrange sehingga diperoleh persamaan dasar dalam formulasi Lagrange. Berdasarkan persamaan dasar ini, diturunkan persamaan gerak gelombang internal dengan menggunakan metode asimtotik. Asumsi yang digunakan dalam penurunan ini adalah asumsi fluida dalam. Persamaan gerak gelombang internal yang diperoleh merupakan suatu persamaan Benjamin-Ono (BO). Persamaan BO selanjutnya diselesaikan dengan memisalkan penyelesaiannya dalam bentuk gelombang soliter, yaitu suatu gelombang berjalan yang memiliki ciri khusus. Berdasarkan formulasi gelombang soliter persamaan BO, maka dikaji suatu contoh kasus. Contoh kasus yang dibahas dalam karya ilmiah ini adalah kasus fluida dua lapisan. Fluida dua lapisan adalah fluida yang terdiri atas dua lapisan yang masing-masing memiliki rapat massa konstan. Tujuan Berdasarkan latar belakang di atas, karya ilmiah ini adalah menurunkan persamaan gerak gelombang internal dengan menggunakan metode asimtotik, dan menentukan penyelesaiannya dalam bentuk gelombang soliter. Selain itu, menggunakan formulasi gelombang soliter internal pada fluida dalam untuk mengkaji kasus fluida dua lapisan. Sistematika Penulisan Secara umum karya ilmiah ini meliputi empat bab, yaitu bab pendahuluan yang memaparkan latar belakang permasalahan dan tujuan penulisan, bab landasan teori menjelaskan teori-teori yang menunjang pembahasan. Kemudian bab pembahasan menjelaskan penurunan persamaan gerak gelombang internal dengan formulasi Lagrange dan penyelesaiannya dalam bentuk gelombang soliter. Selain itu pada bab ini dibahas pula studi kasus pada fluida dua lapisan, dan terakhir adalah simpulan.
LANDASAN TEORI Teori-teori yang digunakan pada bab ini disarikan dari pustaka [David dkk, 1994], [Grimshaw, 1997], [Long, 1953], [Jaharuddin, 2004], dan [Hinch, 1992]. Bagian pertama membahas penurunan persamaan dasar fluida ideal yang takberotasi pada fluida dalam dengan aliran tunak dan bagian kedua dibahas konsep dasar metode asimtotik. Persamaan Dasar Fluida Penurunan persamaan dasar fluida menggunakan hukum kekekalan massa dan kekekalan momentum. Hukum kekekalan massa pada suatu sistem adalah laju perubahan massa suatu sistem dalam elemen luas sama dengan selisih antara massa yang masuk ke dalam sistem dengan massa yang meninggalkan sistem pada elemen luas tersebut. Misalkan ρ adalah rapat massa, u adalah kecepatan partikel dalam arah horizontal dan w adalah kecepatan partikel dalam arah vertikal. Karena diasumsikan aliran partikel fluida dalam dua dimensi, maka ρ , u, dan w bergantung pada koordinat horizontal x dan koordinat vertikal z yang merupakan fungsi dari waktu t . Berdasarkan hukum kekekalan massa, persamaan kontinuitas fluida yang takmampat adalah: ρ t + u ρ x + wρ z = 0 ⎫ (1) ⎬ u x + wz = 0.⎭ Hukum kekekalan momentum pada suatu sistem adalah laju perubahan momentum sama dengan selisih dari momentum yang masuk pada sistem dengan momentum yang meninggalkan sistem ditambah gaya-gaya yang bekerja pada elemen luas. Sehingga, diperoleh persamaan momentum berikut: ρ ( ut + uu x + wu z ) + Px = 0 ⎫⎪ (2) ⎬ ρ ( wt + uwx + wwz ) + Pz + ρ g = 0, ⎪⎭ dengan P adalah tekanan dan g adalah gaya gravitasi. Dengan demikian persamaan fluida ideal diberikan sebagai berikut: ρ t + u ρ x + wρ z = 0 ⎫ u x + wz = 0 ⎪⎪ (3) ⎬ ρ ( ut + uu x + wu z ) + Px = 0 ⎪ ρ ( wt + uwx + wwz ) + Pz + ρ g = 0 ⎭⎪ Syarat Batas Syarat batas pada gerak partikel fluida terdiri atas dua jenis, yaitu syarat batas dinamik dan
kinematik. Syarat batas dinamik terjadi karena adanya gaya-gaya yang bekerja pada fluida. Sedangkan syarat batas kinematik terjadi karena gerak partikel.
z = η0
z =0
ρ0 ( z)
z = −h
Gambar 1. Domain fluida dengan kedalaman yang besar Asumsi syarat batas dinamik adalah tekanan di udara sama dengan nol. Jika tekanan di permukaan sama dengan tekanan udara, maka tekanan di permukaan sama dengan nol ( P = 0 ) . Sedangkan syarat batas kinematik yaitu di z = η0 ( x, t ) , kurva yang membatasi antara udara dan permukaan yang diilustrasikan pada Gambar 1. Misalkan z = η0 merupakan persamaan permukaan. Jika S = z − η0 = 0, maka S = z − η0 dengan asumsi tidak ada satupun partikel fluida yang menembus permukaan, diperoleh DS = 0 di z = η0 ( x, t ) , (4) Dt dengan ∂ ∂ ∂ D = +u + w , Dt ∂t ∂x ∂z yaitu turunan total terhadap waktu. Persamaan (4) menjadi w = η0t + uη0 x di z = η0 . (5) Selanjutnya, jika diasumsikan fluida memiliki kedalaman yang besar, maka diperoleh w = 0 di z → −∞ . (6) Jadi, pada kedalaman yang besar kecepatan partikel fluida dalam arah vertikal adalah nol. Sehingga syarat batas fluida diperoleh sebagai berikut: w=0 di z → −∞ w = η0t + uη0 x di z = η0 P=0 di z = η0 .
3
Berikut ini akan diturunkan syarat batas dinamik. Dalam notasi vektor, persamaan (2) dapat ditulis Dq ρ = −∇P + ρ g, (7) Dt dengan g = ( 0, − g ) , dan q = ( u , w ) .
U ρ X + wρ z = 0. Persamaan (3b) menjadi U X + wz = 0. Kemudian persamaan (3c) dan (3d) dapat ditulis menjadi ρ (Uu X + wu z ) + Px = 0
Jika menggunakan notasi turunan total, diperoleh Dq (8) = ∂ t q + (q.∇)q. Dt Persamaan (8) dapat ditulis Dq ⎛1 2⎞ (9) = ∂ t q + ((∇ × q) × q) + ∇ ⎜ q ⎟ Dt ⎝2 ⎠ Berdasarkan asumsi partikel fluida takberotasi (∇ × q) = 0 , maka terdapat suatu fungsi skalar
ρ (UwX + wwz ) + Pz + ρ g = 0.
φ ( x, z , t ) yang disebut kecepatan potensial dan memenuhi ∇φ = q, ( u = φx dan w = φz ). Persamaan (9) menjadi Dq ⎛1 ⎞ (10) = ∂ t ( ∇φ ) + ∇ ⎜ (φx2 + φz2 ) ⎟ . Dt 2 ⎝ ⎠ Selanjutnya, persamaan (10) disubstitusikan ke persamaan (7), setelah itu diintegralkan terhadap koordinat ruang, maka diperoleh 1 P φt + (φx2 + φz2 ) + + gz = C (t ) , (11) 2 ρ dengan C (t ) fungsi sembarang dari t , peubah z merupakan ketinggian partikel yang diamati dari dasar. Karena P = 0 di z = η0 dan misalkan C (t ) = 0 , maka persamaan (11) memberikan: 1 φt + (φx2 + φz2 ) + gη0 = 0 di z = η0 ( x, t ) . (12) 2 Persamaan (12) disebut syarat batas dinamik pada permukaan fluida. Aliran Fluida Tunak Berikut ini akan dibahas persamaan dasar untuk aliran yang tunak. Ilustrasi aliran tunak adalah sebagai berikut. Misalkan suatu gelombang difoto dan gelombang tersebut bergerak seperti bingkai foto yang bergerak. Sehingga kecepatan gelombang sama dengan kecepatan bingkai. Misalkan gelombang tersebut hanya bergerak ke arah kanan dengan kecepatan c > 0, maka koordinat foto X dapat ditulis X = x − ct sehingga ∂x = ∂X , ∂ t = −c∂ X . Selanjutnya, bentuk tunak dari persamaan (3a) dapat ditulis −c ρ X + u ρ X + wρ z = 0. (13) Misalkan U = u − c, maka persamaan (13) menjadi
Untuk memudahkan penulisan, notasi X dan U pada setiap persamaan ditulis dalam notasi x dan u . Sehingga persamaan dasar fluida ideal untuk aliran tunak adalah: u ρ x + wρ z = 0 ⎫ u x + wz = 0 ⎪⎪ (14) ⎬ ρ ( uu x + wu z ) + Px = 0 ⎪ ρ ( uwx + wwz ) + Pz + ρ g = 0.⎪⎭ Misalkan q 2 = u 2 + w2 dan ξ = wx − u z . Persamaan (14c) dan (14d) dapat ditulis menjadi ∂ ⎛1 2⎞ ρ ⎜ q ⎟ − ρξ w + Px = 0 (a) ∂x ⎝ 2 ⎠ ∂ ⎛1 2⎞ ρ ⎜ q ⎟ + ρξ u + Pz + ρ g = 0. (b) ∂z ⎝ 2 ⎠ Eliminasi P pada persamaan (a) dan (b) dengan terlebih dahulu persamaan (b) diturunkan terhadap x dan persamaan (a) diturunkan terhadap z . Kemudian, persamaan (b) yang baru dikurangi oleh persamaan (a) yang baru. Sehingga diperoleh ∂ ⎛ ∂ ⎛ 1 2 ⎞⎞ ∂ ⎛ ∂ ⎛ 1 2 ⎞⎞ ⎜ ρ ⎜ q ⎟⎟ − ⎜ ρ ⎜ q ⎟⎟ + ∂x ⎝ ∂z ⎝ 2 ⎠ ⎠ ∂z ⎝ ∂x ⎝ 2 ⎠⎠ ∂ ∂ (15) ( ρξ u ) + ( ρξ w ) + ρ x g = 0, ∂x ∂z dengan D ∂ ∂ =u +w . Dt ∂x ∂z Persamaan (15) dapat ditulis sebagai berikut Dξ 1 ∂ρ ∂ ⎛ 1 2 2 ⎞ + ⎜ (u + w ) ⎟ − Dt ρ ∂x ∂z ⎝ 2 ⎠ 1 ∂ρ ∂ ⎛ 1 2 g ∂ ρ ⎞ 2 = 0. (16) ⎜ (u + w ) ⎟ + ρ ∂z ∂x ⎝ 2 ⎠ ρ ∂x Selanjutnya, misalkan ψ merupakan fungsi arus (stream function) yang memenuhi u = −ψ z dan w = ψ x . (17) Berdasarkan persamaan (14a), diperoleh Dρ = 0, Dt sehingga ρ merupakan fungsi dari ψ , yang
dapat dinotasikan ρ = ρ (ψ ) .
4
Jika persamaan (17) disubstitusikan ke persamaan (16) kemudian diintegralkan terhadap koordinat ruang, maka diperoleh 1 dρ ⎛ 1 ⎞ ψ zz + ψ xx + σ (ψ z2 + ψ x2 ) + z ⎟ = H (ψ ), σρ dψ ⎜⎝ 2 ⎠ (18) dengan H (ψ ) adalah konstanta yang diperoleh berdasarkan kondisi upstream ( x → ±∞ ) , dan σ suatu parameter. Kondisi upstream adalah kondisi dimana garis arus hampir berupa garis lurus jauh di kanan dan di kiri. Misalkan rapat massa fluida dalam keadaan setimbang dinyatakan ρ 0 ( z ) , sehingga dalam kondisi upstream ρ → ρ 0 ( z ) . Diasumsikan pada kondisi upstream kecepatan partikel fluida pada arah horizontal u sama dengan c , dan kecepatan partikel fluida pada arah vertikal w sama dengan 0, maka ψ → cz sehingga persamaan (18) memberikan 1 d ρ0 ⎛ σ 2 ψ ⎞ H (ψ ) = c + ⎟. (19) c⎠ ρ 0σ dψ ⎜⎝ 2 Dengan demikian persamaan (18) menjadi 1 d ρ0 ⎛ 1 ⎞ ψ zz + ψ xx + σ (ψ z2 + ψ x2 ) + z ⎟ = σρ 0 dψ ⎜⎝ 2 ⎠ 1 d ρ0 ⎛ σ 2 ψ ⎞ c + ⎟, (20) c⎠ ρ0σ dψ ⎜⎝ 2 atau 1 d ρ0 ψ zz + ψ xx + σρ 0 dψ ⎛1 ⎛ ψ ⎞⎞ 2 2 2 ⎜ σ (ψ z + ψ x − c ) + ⎜ z − ⎟ ⎟ = 0. (21) c ⎠⎠ ⎝ ⎝2 Persamaan (21) disebut persamaan Long. Selanjutnya diperkenalkan variabel takberdimensi berikut: ψ⎫ ψ' = ⎪ ch ⎪ x ⎪ ' x = ⎬ (22) h ⎪ z ⎪ z' = . ⎪ h ⎭ Berdasarkan peubah baru tersebut, persamaan (21) menjadi 1 d ρ0 ⎛ 1 ⎞ ψ zz + ψ xx + ψ 2 +ψ z 2 − 1 ⎟ ρ0 dψ ⎜⎝ 2 x ⎠ 1 d ρ0 + (23) ( z −ψ ) = 0, σρ0 c 2 dψ
(
)
setelah tanda aksen dihilangkan. (Penurunan persamaan (5), (6), (7), (8), (9), (11), (16), (18), dan (23) dapat dilihat pada Lampiran A).
Metode Asimtotik Metode asimtotik merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan masalah nilai batas atau masalah nilai awal. Penyelesaian dengan metode ini dinyatakan dalam bentuk uraian asimtotik. Misalkan f ( t , x, σ ) kontinu pada t ∈ \ dan x ∈ \ n , σ > 0 merupakan parameter kecil. Fungsi f mempunyai uraian terhadap parameter kecil σ . Untuk kasus khusus f mempunyai uraian Taylor terhadap σ , yaitu f ( t , x; σ ) = f ( t , x; 0 ) + f1 ( t , x ) σ + f 2 ( t , x ) σ 2
+... + f n ( t , x ) σ n
dengan koefisien f1 , f 2 ,..., f n bergantung pada t dan x . Misalkan masalah nilai awal diberikan x − 2σ x + x = 0 (24) dengan syarat awal x ( 0 ) = 1, x ( 0 ) = 0. Solusi eksak yang diperoleh adalah x ( t ) = eσ t cos
(
)
1−σ 2 t −σ
1 eσ t 1−σ 2
sin
(
)
1−σ 2 t .
Selanjutnya, persamaan (24) akan ditentukan solusinya dengan metode asimtotik. Misalkan solusi persamaan (24) dinyatakan dalam bentuk uraian asimtotik berikut x(t ) = x0 (t ) + σ x1 (t ) + σ 2 x2 (t ) + ... (25) Jika persamaan (25) disubstitusikan ke persamaan (24), maka koefisien untuk σ 0 memberikan persamaan x0 + x0 = 0 Sedangkan persamaan
koefisien
σ1
memberikan
x1 + x1 − 2 x0 = 0.
Sedangkan koefisien σ n adalah xn + x1 − 2 xn −1 = 0, n = 1, 2,... dan kondisi awal berikut x0 ( 0 ) = 1, x0 ( 0 ) = 0 xn ( 0 ) = 0,
xn ( 0 ) = 0,
(26)
n = 1, 2,...
Solusi persamaan diferensial untuk x0 dan x1 adalah x0 ( t ) = cos t x1 ( t ) = cos t − sin t + t cos t.
Jadi solusi masalah nilai awal (24) dengan menggunakan metode asimtotik adalah x ( t ) = cos t + σ ( cos t − sin t + t cos t + ...) .
5
Solusi eksak dan solusi dengan metode asimtotik diilustrasikan pada Gambar 2, dengan menggunakan σ = 0.02. Pada Gambar 2, terlihat bahwa solusi eksak dan solusi dengan metode asimtotik tidak jauh berbeda. Sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah nilai awal.
1.5 1 0.5 0 -0.5
− solusi eksak − solusi asimtotik
-1
-20
-10
0
10
20
Gambar 2. Perbandingan solusi eksak MNA dengan solusi MNA dengan metode asimtotik.
PEMBAHASAN Bagian ini akan membahas penurunan persamaan gerak gelombang internal dengan menggunakan metode asimtotik. Sebelumnya persamaan dasar fluida diformulasikan dalam formulasi Lagrange.
Formulasi Lagrange Misalkan z = f ( x,ψ )
dengan
menggunakan prinsip aturan rantai diperoleh 1 ⎫ ψz = ⎪ fψ ⎪ ⎪ fx ψx = − ⎪ fψ ⎪⎪ (27) ⎬ 1 ∂ ⎛ 1 ⎞ ⎪ ψ zz = ⎜ ⎟ ⎪ fψ ∂ψ ⎝⎜ fψ ⎠⎟ ⎪ ∂ ⎛ f x ⎞ f x ∂ ⎛ f x ⎞⎪ ψ xx = − ⎜ ⎟ + ⎜ ⎟⎪ ∂x ⎜⎝ fψ ⎟⎠ fψ ∂ψ ⎜⎝ fψ ⎟⎠ ⎪⎭ Jika persamaan (27) disubstitusikan ke persamaan (23), maka diperoleh ⎛ ⎛ ⎛ ⎛ ⎞2 ⎛ ⎞2 ⎞ ⎞ ⎞ ⎛ fx ⎞ f 1 1 2 2⎜ − ρ 0 c ⎜ ⎟ + c ρ 0 ⎜ ⎜ ⎜ ⎟ + ⎜ x ⎟ − 1⎟ ⎟ ⎟ ⎜ f ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎜ ⎜ ⎟ ⎟ ⎟⎟ fψ ⎟ 2 ⎜ fψ ⎜ ⎝ ψ ⎠x ⎠ ⎠ ⎠ψ ⎝ ⎝ ⎝⎝ ⎠ ⎝ ⎠ + ρ0ψ
1
σ
( z −ψ ) = 0.
Khususnya z = f ( x, Z ) = Z + η ( x, Z )
⎛ ⎛ 1 2 2 ⎞⎞ ⎜ ⎜ η Z + 2 (η Z − η x ) ⎟ ⎟ ⎛ ηx ⎞ 2 ρ0 c ⎜ ⎟⎟ ⎟ + c ⎜ ρ0 ⎜ 2 (1 + η Z ) ⎜⎜ ⎜⎜ ⎝ 1 + ηZ ⎠ x ⎟⎟ ⎟⎟ ⎠ ⎠Z ⎝ ⎝ 2
+ ρ 0 N 2η = 0 (28) (29)
dengan Z = ψ , persamaan (23) menjadi ⎛ ⎛ 1 2 2 ⎞⎞ ⎜ ⎜ η Z + 2 (η Z − η x ) ⎟ ⎟ ⎛ ηx ⎞ 2 ρ0 c ⎜ ⎟⎟ ⎟ + c ⎜ ρ0 ⎜ 2 (1 + ηZ ) ⎜⎜ ⎜⎜ ⎝ 1 + ηZ ⎠ x ⎟⎟ ⎟⎟ ⎠ ⎠Z ⎝ ⎝ 2
+ ρ0 N 2η = 0.
Persamaan (30) berlaku pada daerah −∞ < Z < 0. Pada kedalaman yang semakin besar ( Z → −∞), maka gelombang yang terjadi cukup kecil sehingga w = 0. Jadi untuk Z → −∞ nilai η = 0. Sedangkan untuk yaitu di permukaan fluida, Z = 0, diasumsikan tekanan permukaan sama dengan tekanan atmosfer (yaitu sama dengan nol), sehingga 1 2 (31) (ψ x +ψ z2 − c 2 ) + gz = 0 di Z = η. 2 Selanjutnya persamaan (27) dan (29) disubstitusikan ke persamaan (31), maka diperoleh 1 ⎛ 2 2 ⎞ ⎜η Z + (η Z − η x ) ⎟ 2 ⎠. η = σ c2 ⎝ (32) 2 (1 + ηZ ) Sehingga persamaan dasar fluida ideal untuk aliran tunak dalam formulasi Lagrange adalah
(30)
(33)
dengan syarat batas 1 ⎛ 2 2 ⎞ ⎜η Z + (η Z − η x ) ⎟ 2 ⎠ di Z = 0. (34) η = σ c2 ⎝ 2 (1 + ηZ ) Persamaan (33) akan ditentukan solusinya dengan metode asimtotik berdasarkan syarat batas pada persamaan (34), (penurunan persamaan (27), (28), (30), (31) dan (32) dapat dilihat pada Lampiran B).
6
Persamaan BO Tunak Fluida Lapisan Atas Misalkan lapisan atas didefinisikan pada −h < Z ≤ 0. Jika persamaan (33) diuraikan, maka diperoleh ⎛ η (1 + η Z ) − η xη xZ ⎞ c 2 ρ0 ⎜ xx ⎟⎟ ⎜ (1 + η Z ) 2 ⎝ ⎠ +
c2
(1 + η Z )
2
−c ρ 0 2
( ρ (η 0
Z
(
+ 12 η Z 2 − η x 2
(
)))
Z
)
η Z + 12 η Z 2 − η x 2 2η ZZ
(1 + ηZ )
dengan F = η1Z ( c02 ρ0η1Z ) − 2c02 ρ 0η1ZZη1Z + 3ρ 0 N 2η1η1Z Z
1 ⎛ ⎞ + ⎜ 2c0 c1 ρ0η1Z + c02 ρ 0η12Z ⎟ . 2 ⎝ ⎠Z
dan 1 G = 2η1Zη1 − 2σ c0 c1η1Z − σ c02η12Z . (44) 2 η1 pada persamaan (40) Jika disubstitusikan ke persamaan (43) dan (44), maka diperoleh F = A2φZ ( c02 ρ 0φZ ) + ρ 0 A2φZ ( −2c02φZZ + 3 N 2φ ) Z
⎡ 1 ⎛ ⎞⎤ + ⎢c0 ρ 0 AφZ ⎜ 2c1 + c0 AφZ ⎟ ⎥ 2 ⎝ ⎠⎦ Z ⎣
3
+ ρ N η = 0. (35) Kemudian kedua ruas pada persamaan (35) 2
(1 + ηZ ) , 2 c ρ0 (1 + η Z ) (η xx (1 + η Z ) − η xη xZ )
dikalikan
3
dengan
diperoleh
( (
)) ))
+c 2 (1 + η Z ) ρ 0 η Z + 12 (η Z 2 − η x 2 )
(
−2c ρ0η ZZ η Z + 2
1 2
(η
2 Z
−ηx
2
(43)
+ ρ0 N 2η (1 + η Z ) = 0. 3
Z
(36)
Misalkan η dan c menyatakan dalam bentuk uraian asimtotik sebagai berikut: (37) η ( X , Z ) = αη1 + α 2η 2 + α 3η3 + ... c = c0 + α c1 + α c2 + ..., (38) dengan α adalah suatu parameter kecil yang mengukur amplitudo gelombang dan X = α x menyatakan koordinat horizontal yang ditinjau cukup panjang. Jika persamaan (37) dan (38) disubstitusikan ke persamaan (36), maka koefisien α memberikan masalah nilai batas berikut (c0 2 ρ0η1Z ) Z + ρ0 N 2η1 = 0 , − h < Z < 0 ⎫⎪ ⎬ (39) η1 − σ c0 2η1Z = 0 , Z = 0. ⎪⎭ Dengan metode pemisahan peubah , misalkan η1 = A ( X ) φ ( Z ) (40) 2
dengan A adalah fungsi sembarang dan φ ( Z ) memenuhi masalah nilai eigen berikut: (c0 2 ρ0φZ ) Z + ρ 0 N 2φ = 0 , − h < Z < 0 ⎫⎪ ⎬ φ − σ c0 2φZ = 0 , Z = 0. ⎪⎭ Selanjutnya koefisien α 2 memberikan
(41)
(c0 2 ρ0η 2 Z ) Z + ρ0 N 2η 2 + F = 0 , − h < Z < 0 ⎪⎫ ⎬ η2 − σ c0 2η 2 Z + G = 0 , Z = 0. ⎪⎭ (42)
(45)
dan 1 ⎛ ⎞ G = AφZ ⎜ 2 Aφ − 2σ c0 c1 − σ c02 AφZ ⎟ . (46) 2 ⎝ ⎠ Sehingga diperoleh dua masalah nilai eigen yaitu untuk φ pada persamaan (41) dan untuk
η 2 pada persamaan (42) (penurunan persamaan (35), (36), (39), (42), (43) dan (44) dapat dilihat pada Lampiran C). Masalah nilai batas pada persamaan (42) akan mempunyai penyelesaian jika memenuhi kondisi terselesaikan (Solvability condition) [Stokgold, hal 198], berikut 0
∫ Fφ dZ = c ρ (η φ 2 0
−h
0
2 Z
− η 2 Z φ ) ⎤⎦
Z =0 Z =− h
.
(47)
Nilai φ dan η 2 serta turunannya di Z = 0 telah diperoleh pada lapisan atas. Sedangkan nilai φ dan η 2 serta turunannya di Z = −h perlu memperhatikan lapisan bawah. Fluida Lapisan Bawah Misalkan lapisan bawah didefinisikan pada Misalkan η = αη (θ , Z ) − H ≤ Z ≤ −h.
dengan Z = α Z , rapat massa ρ0 ( z ) = ρ ∞ diasumsikan konstan, dan θ = x. Jika pemisalan tersebut disubstitusikan ke persamaan (36), maka koefisien α menghasilkan persamaan berikut: ηθθ + η ZZ = 0. (48) Jika dimisalkan X = αθ , maka diperoleh MNB berikut: α 2η XX + η ZZ = 0 (49) dengan kondisi batas η = 0 di Z = − H ⎫ (50) ⎬ η = η0 di Z = −h. ⎭
7
Dengan menggunakan integral Fourier, solusi masalah nilai batas pada persamaan (49) dan (50) adalah ∞ sinh (α k ( H + Z ) ) ikX 1 η (X,Z) = ηˆ0 e dk ∫ 2π −∞ sinh (α k ( H − h ) )
dengan L ( A) =
∞
∫ η ( X )e
2π −∞ Turunan pertama
− ikX
0
Z = −h adalah α ηZ ( X , −h ) = 2π
(52)
dX .
η
terhadap
Z di
∞
∫ k coth (α k ( H − h ) )e
ikX
ηˆ0 dk .
−∞
(53) Untuk memperoleh nilai φ dan η 2 serta turunannya terhadap Z di Z = − h, maka penyelesaian η dan turunannya terhadap Z di lapisan atas dan di lapisan bawah sama sampai O (α 2 ) , yaitu
αη ( X , −h ) = αη1 ( X , − h ) + α 2η 2 ( X , − h ) ⎫⎪ ⎬ αη Z ( X , −h ) = αη1Z ( X , −h ) + α 2η 2 Z ( X , −h ) ⎪⎭ Berdasarkan koefisien α persamaan (54a) η0 = A ( X ) φ ( − h ) dan
(54) dan α pada memberikan η 2 ( X , −h ) = 0. 2
untuk Sedangkan koefisien α dan α persamaan (54b) memberikan η1Z = 0 dan persamaan (53), diperoleh φZ ( − h ) = 0 dan
η2 Z =
1 2π
∞
∫ k coth (α k ( H − h ) )e
ikX
ηˆ0 dk .
−∞
(55) Jika dinormalkan φ ( −h ) = 1, maka diperoleh
η0 = A ( X ) , sehingga
(56) ∞
1
η2 Z ( X , −h ) =
2π
∫ k coth (α k ( H − h ) )e
−∞
F ( A ) dk ,
ikX
(57)
dengan F ( A) =
1
∞
− ikX (58) ∫ A ( X )e dX . 2π −∞ Jika nilai φ dan η 2 serta turunannya terhadap Z di Z = − h disubstitusikan ke persamaan (47), maka diperoleh 1 −c1 A + μ A2 − δ L ( A ) = 0 (59) 2
−∞
ikX
F ( A ) dk
(60)
(61)
Misalkan T = α ( H − h), jika T → ∞ maka persamaan (60) menjadi ∞ 1 ikX L ( A) = (62) ∫ k e F ( A) dk. 2π −∞ dengan menggunakan integral kompleks diperoleh ∞ eikX − ikX ∫−∞ X − X dX = iπ ⎡⎣sgn ( k )⎤⎦ e . Jadi k F ( A ) =
∞
∫
[
( A) e−ikX dX
−∞
dengan [ ( A) =
2
αη 2 Z = η Z . Karena η Z = O (α ) , maka dari
∫ k coth (α k ( H − h ) )e
0 ⎫ 3 ∫ ( c02 ρ0φZ3 ) dZ ⎪ ⎪ μ = −0h ⎪ 2 2 ∫ ( c0 ρ0φZ ) dZ ⎪ ⎬ −h ⎪ 2 ρ∞ c0 δ= 0 .⎪ ⎪ 2 ∫ ( c0 ρ0φZ2 ) dZ ⎪ −h ⎭
dengan 1
2π
∞
dan koefisien μ dan δ adalah
(51)
ηˆ0 =
1
[
( A)
1
π
∞
∫
−∞
A( X ) dX . X−X
(63)
merupakan transformasi Hilbert dari
A. Sehingga persamaan (62) dapat ditulis menjadi L ( A) = [ ( A) (64)
dan persamaan (59) menjadi 1 −c1 A + μ A2 − δ [ ( A ) = 0, (65) 2 dengan koefisien μ dan δ telah diberikan pada persamaan (61). Persamaan (59) dan (65) berturut-turut disebut persamaan ILW (Intermediate Long Waves) dan persamaan BO (Benjamin-Ono). Solusi Persamaan BO Jika persamaan (65) dilakukan transformasi Fourier dan menggunakan teorema konvolusi dan transformasi Fourier dari A, maka diperoleh ∞
( c + δ k ) A = μ2 ∫ A ( k )A ( k − k ) dk '
1
'
'
(66)
−∞
Misalkan solusi persamaan integral (66) berbentuk
8
1 A ( k ) = abeb k . (67) 2 Jika persamaan (67) disubstitusikan ke persamaan (66), diperoleh ab μ 1 ( c1 + δ k ) e(b k ) = 8 a 2b2 ⎛⎜ b + k ⎞⎟ e(b k ) , 2 ⎝ ⎠
atau ab ⎤ ( b k ) ⎡ μ 2 2 1 μ 2 2 ⎤ ( b k ) ⎡ ab = ⎢ a b + a b k ⎥e . ⎢ 2 c1 + δ k 2 ⎥ e b 8 ⎣ ⎦ ⎣8 ⎦
Persamaan di atas terpenuhi jika dan hanya jika 4c1 ⎫ μ ⎪⎪ (68) ⎬ 4δ ⎪ . b= a μ ⎪⎭ Selanjutnya balikan transformasi Fourier dari persamaan (67) adalah ∞ 1 ikX A= (69) ∫ A ( k )e dk , 2π −∞ yang merupakan solusi dari persamaan (65). Jika persamaan (67) disubstitusikan ke persamaan (69) dan menggunakan rumus integral kompleks berikut a=
1 2π
∞
∫e
−∞
( b k + ikX )
dk =
2b X + b2 2
,
(70)
maka diperoleh ab 2 A( X ) = . (71) 2 X + b2 Jadi persamaan (71) merupakan solusi dari persamaan (65) dengan 4c 4δ a = 1 dan b = . aμ μ Persamaan (71) merupakan solusi persamaan gerak gelombang internal (penurunan persamaan (48), (51), (53), (59), (60), (61), (62), (63), (64), dan (66) dapat dilihat pada Lampiran D). Parameter c1 menyatakan kecepatan phase gelombang. Sedangkan parameter a dan b berturut-turut merupakan amplitudo dan panjang gelombang internal. Sedangkan μ dan δ adalah koefisien persamaan BO. Untuk mengetahui simpangan, panjang gelombang, dan kecepatan phase gelombang internal, harus diketahui data fisis, seperti rapat massa dan kedalaman fluida. Adapun langkahnya sebagai berikut. Langkah pertama menentukan fungsi eigen φ dan nilai eigen c0 berdasarkan persamaan (41), langkah kedua menghitung koefisien persamaan BO yaitu μ dan δ berdasarkan persamaan (61). Kemudian
langkah ketiga menentukan bentuk A ( X ) dengan a dan b dari persamaan (68). Untuk lebih jelasnya diberikan contoh kasus berikut ini.
Contoh Kasus Fluida Dua Lapisan Contoh kasus yang dibahas dalam karya ilmiah ini adalah masalah fluida dua lapisan. Fluida dua lapisan ialah fluida yang terdiri atas dua lapisan yang masing-masing memiliki rapat massa konstan. Gelombang internal yang muncul dikatakan sebagai gelombang interfacial. Salah satu contoh gelombang interfacial adalah aliran air dan minyak dalam pipa, serta aliran lumpur di suatu perairan. Misalkan rapat massa dua lapisan yang akan dibahas diberikan sebagai berikut : ⎧ ρ , −h ≤ Z ≤ 0 (72) ρ0 ( Z ) = ⎨ 1 ⎩ ρ 2 , −∞ < Z < − h dan 2 ( ρ 2 − ρ1 ) . σ= (73) ρ 2 + ρ1 Jadi penyelesaian masalah nilai eigen pada persamaan (41), yaitu fungsi eigen φ ( Z ) berbentuk: ⎧ Z σ c2 + 20 −h ≤ Z ≤ 0 ⎪ 2 φ ( Z ) = ⎨σ c0 − h σ c0 − h ⎪ 1 −∞ < Z < − h, ⎩ atau ⎧ Z σ c02 ⎪ + h ⎪⎪ h , −h ≤ Z ≤ 0 φ ( Z ) = ⎨ σ c02 (74) ⎪ h −1 ⎪ 1 , −∞ < Z < − h, ⎪⎩ Sedangkan nilai eigen c0 diperoleh dengan mengintegralkan persamaan (41a) dari −h − λ ke −h + λ , kemudian dibuat λ → 0. Sehingga diperoleh persamaan untuk c0 2 berikut : σ c02 ( 2 + σ ) − 2σ h = 0. (75) Untuk menginterpretasikan parameterparameter tersebut, maka diberikan suatu contoh data sebagai berikut. Misalkan σ = 0.1, dan a = −0.1. Berdasarkan dari persamaan (75), diperoleh c0 = 0.976 h .
9
Z , dan h = 1, maka h nilai eigen φ berbentuk Jika dimisalkan Z ' =
⎧−0.905( Z '+ 0.095) , − 1 ≤ Z ' ≤ 0 φ ( Z ') = ⎨ 1 , − ∞ < Z ' < −1. ⎩ (76) Sedangkan koefisien persamaan BO, yaitu μ dan δ , diperoleh dari persamaan (61) yaitu: 3 1.618 dan δ = 0.442h 2 (77) μ=− h Untuk a = −0.1, maka dari persamaan (68) diperoleh 0.040 c1 = dan b = 10.927 h. (78) h
Oleh karena itu bentuk A ( X ) pada mode internal adalah A( X ) = −
11.940h 2 119.401h 2 + X
2
(79)
.
Jika X = θ h , maka 11.940 (80) A (θ ) = − . 2 119.401 + θ yang grafiknya ditampilkan dalam Gambar 3. (Penurunan persamaan (74) dan (75) dapat dilihat pada Lampiran E).
Z'
θ
Gambar 3. Simpangan gelombang pada fluida dua lapisan untuk orde rendah.
10
Berdasarkan Gambar 3, kecepatan phase gelombang adalah 1.016, panjang gelombang 0.1 . internal 10.927, dan amplitudo
Amplitudo terbesar berada antara dua lapisan, Z ' = −1.
SIMPULAN Persamaan gerak gelombang internal pada fluida dengan kedalaman yang cukup besar dengan aliran tunak berbentuk persamaan Benjamin-Ono (BO) yang berbentuk tunak. Persamaan BO ini diturunkan dari persamaan dasar dalam bentuk tunak (berupa persamaan Long). Persamaan Long diturunkan berdasarkan hukum kekekalan massa dan kekekalan momentum dengan menambahkan asumsi irrotasional. Dengan metode asimtotik diperoleh persamaan BO dari persamaan Long. Persamaan BO tersebut menghasilkan penyelesaian persamaan dalam bentuk gelombang soliter. Formulasi gelombang soliter digunakan untuk menjelaskan gerak gelombang soliter internal pada kasus fluida dua lapisan untuk fluida dalam. Dalam formulasi ini, diperoleh
tiga parameter yaitu kecepatan phase gelombang, amplitudo, dan panjang gelombang internal. Jika salah satu parameter tersebut diketahui, maka dua parameter lainnya dapat ditentukan. Dalam contoh kasus ini, untuk batas kedua lapisan pada kedalaman satu satuan panjang dengan amplitudo 0.1 memberikan kecepatan phase gelombang sebesar 1.016 dan panjang gelombang 10.927 satuan panjang. Simpangan gelombang soliter internal yang memiliki amplitudo terbesar dicapai di batas antar dua fluida (pada kedalaman satu satuan panjang). Sedangkan di permukaan, amplitudo gelombang relatif kecil.
DAFTAR PUSTAKA David, H. dan Robert R. 1994. Fisika. Erlangga. Duff. GFC. 1966. Differential Equation Of Applied Mathematics. A Willey International Edition. Canada. Gerkema, T. 1994. Nonlinear Dispersive Internal Tide : Generations Models For A Rotating Ocean. Phd-Thesis. Univ. of Utrecht, Netherlands. Grimshaw, R. 1980. A Second-Order Theary For Solitary Waves In Deep Fluids. University of Mebourne, Parkuille, Victoria 3052, Australia. Grimshaw, R. 1997. Internal Solitary Waves “Advances in Coastal and Ocean Engineering”, Ed. P. L. F Liu World Scientific Pub. Company, 3, 1-30. Herman, Russell. 1992. Solitary waves. American Scientist, 80-350. Hinch, E. J. 1992. Perturbation Methods. Cambridge Univ. Press, Cambridge.
Jaharuddin, Pudjaprasetya, S. R. 2001. Gelombang Soliter Interfacial Pada Aliran Tunak. MIHMI, Vol 7, No.1, 31-38. Jaharuddin. 2004. Gelombang Soliter di Selat Lombok dan Simulasi Numeric Fenomena Morning Glory. PhD-Thesis. ITB, Bandung. Long, R.R. 1953. Some Aspecta of The Flow of Stratified Fluids, Tellus, 5, 42-58. Saidah. 2007. Gelombang Soliter Internal Pada Aliran Tunak [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Spiegel, M. R. 1981. Advanced Calculus. McGraw-Hill International Book Company, Singapore. Stokgold, I. 1967. Boundary Value Problem Of Mathematical Physics, Vol. 1. Mc. Millan, Newyork.
LAMPIRAN
12
LAMPIRAN A Penurunan persamaan (5) Dengan menggunakan persamaan
D ∂ ∂ ∂ = + u + w , persamaan (4) menjadi ∂x ∂z Dt ∂t
DS = 0 di z = η0 ( x, t ) Dt D ( z − η0 ) =0 Dt ∂ ∂ ⎞ ⎛∂ ⎜ + u + w ⎟ ( z − η0 ) = 0 ∂ ∂ ∂ t x z⎠ ⎝ ∂η ∂η ∂z ∂z ∂z ∂η +u + w − 0 −u 0 −w 0 = 0 ∂t ∂x ∂z ∂t ∂x ∂z w − η0t − uη0 x = 0 w = η0t + uη0 x di z = η0 .
Penurunan persamaan (6) D ∂ ∂ ∂ = + u + w , dan persamaan (4) serta diasumsikan ∂x ∂z Dt ∂t bahwa fluida memiliki kedalaman yang besar, maka diperoleh DS • = 0, jika z = − h ( x ) . Sehingga Dt D ( z + h ( x )) =0 Dt ∂ ∂ ⎞ ⎛∂ ⎜ + u + w ⎟ ( z + h ( x )) = 0 ∂x ∂z ⎠ ⎝ ∂t ∂h ( x ) ∂h ( x ) ∂z ∂z ∂z ∂h ( x ) +u + w − −u −w =0 ∂t ∂x ∂z ∂t ∂x ∂z w − uhx = 0,
Dengan menggunakan persamaan
•
DS = 0, jika z = −h. Sehingga Dt
D ( z + h) =0 Dt ∂ ∂ ⎞ ⎛∂ ⎜ + u + w ⎟ ( z + h) = 0 ∂x ∂z ⎠ ⎝ ∂t ∂z ∂z ∂z ∂h ∂h ∂h +u + w − −u −w = 0 ∂t ∂x ∂z ∂t ∂x ∂z w = 0, DS • = 0, jika z = −∞. Sehingga Dt D( z ) =0 Dt ∂ ∂ ⎞ ⎛∂ ⎜ + u + w ⎟(z) = 0 ∂ t ∂ x ∂ z⎠ ⎝ ∂z ∂z ∂z +u + w = 0 ∂t ∂x ∂z w = 0.
13
Jadi pada fluida dengan kedalaman yang besar kecepatan partikel dalam arah vertikal adalah nol.
Penurunan persamaan (7) Dari persamaan (2), diperoleh ρ ( ut + uu x + wu z ) + Px = 0 ρ ( wt + uwx + wwz ) + Pz + ρ g = 0
ρ ( ut + uu x + wu z + wt + uwx + wwz ) + Px + Pz + ρ g = 0
+
∂ ∂ ∂ ∂ ⎛∂ ( u, w ) + u ( u, w ) + w ( u, w ) ⎞⎟ + ⎛⎜ , ⎞⎟ P + ρ g = 0 ∂x ∂z ⎝ ∂t ⎠ ⎝ ∂x ∂z ⎠ ∂q ∂q ⎞ ⎛ ∂q ρ ⎜ + u + w ⎟ + ∇P + ρ g = 0 ∂x ∂z ⎠ ⎝ ∂t Dq = −∇P + ρ g ρ Dt dengan g = ( 0, − g ) .
ρ⎜
Penurunan persamaan (8) Dengan menggunakan notasi turunan total, diperoleh Dq ∂q ∂q ∂q = +u +w = qt + uq x + wq z Dt ∂t ∂x ∂z ∂q ∂q = ∂ t q + uq x + wq z = ∂ t q + u +w ∂x ∂z ⎛u ⎞ ⎛u ⎞ ∂ ⎛u⎞ ∂ ⎛u⎞ = ∂t q + u ⎜ ⎟ + w ⎜ ⎟ = ∂t q + u ⎜ x ⎟ + w ⎜ z ⎟ ∂x ⎝ w ⎠ ∂z ⎝ w ⎠ ⎝ wz ⎠ ⎝ wx ⎠ ⎛ uu ⎞ ⎛ wu ⎞ ⎛ uu + wu z ⎞ = ∂t q + ⎜ x ⎟ + ⎜ z ⎟ = ∂t q + ⎜ x ⎟ uw ww ⎝ x⎠ ⎝ z⎠ ⎝ uwx + wwz ⎠ ∂ ⎞⎛ u ⎞ ⎛ ∂ = ∂ t q + ⎜ u + w ⎟ ⎜ ⎟ = ∂ t q + ( q.∇ ) q. ∂z ⎠ ⎝ w ⎠ ⎝ ∂x
Jadi persamaan (8) ditulis
Dq = ∂ t q + (q.∇)q . Dt
Penurunan persamaan (9) Dari persamaan (8), diperoleh ⎛ uu + wu z ⎞ ⎛ wu z − wwx ⎞ ⎛ uu x + wwx ⎞ Dq = ∂ t q + (q.∇)q = ∂ t q + uq x + wq z = ∂ t q + ⎜ x ⎟ = ∂t q + ⎜ ⎟+⎜ ⎟ uw + ww Dt z ⎠ ⎝ x ⎝ −uu z + uwx ⎠ ⎝ uu z + wwz ⎠ ⎛ uu + wwx ⎞ = ∂ t q + ( ( wu z − wwx ) i + 0 j + ( −uu z + uwx ) k ) + ⎜ x ⎟ ⎝ uu z + wwz ⎠ ⎛ uu + wwx ⎞ = ∂ t q + w ( u z − wx ) i + 0 j − ( u ( u z − wx ) k ) + ⎜ x ⎟ ⎝ uu z + wwz ⎠ i j k ⎛ uu + wwx ⎞ = ∂ t q + 0 ( u z − wx ) 0 + ⎜ x ⎟ uu + wwz ⎠ u w ⎝ z 0
(
(
= ∂ t q + ( 0i
)
( uz − wx ) j
1 ⎞⎞ ⎛ ⎛1 0 k ) × q + ⎜ ( ∂ x , ∂ z ) ⎜ u 2 + w2 ⎟ ⎟ 2 2 ⎠⎠ ⎝ ⎝
)
14
⎛ ⎜ = ∂t q + ⎜ ⎜ ⎜ ⎝
k ⎞ ⎟ ∂ ⎛⎛ ∂ ∂ ⎞⎛ 1 2 ⎞⎞ 0 × q ⎟ + ⎜ ⎜ , ⎟ ⎜ u, w ⎟ ⎟ ⎟ ⎝ ⎝ ∂x ∂z ⎠ ⎝ 2 ∂z ⎠⎠ ⎟ 0 w ⎠ ⎛1 2⎞ = ∂ t q + ((∇ × q) × q) + ∇ ⎜ q ⎟ . ⎝2 ⎠ i ∂ ∂x u
j
Penurunan persamaan (11) Jika persamaan (10) disubstitusikan ke persamaan (7), maka ⎛ ⎛1 ⎞⎞ ρ ⎜ ∂ t ( ∇φ ) + ∇ ⎜ (φx2 + φz2 ) ⎟ ⎟ = −∇P + ρ g 2 ⎝ ⎠⎠ ⎝ ⎛ ⎛1 ⎞⎞ ∇ρ ⎜ ∂ t (φ ) + ⎜ (φx2 + φz2 ) ⎟ ⎟ + ∇P − ρ g = 0. ⎝2 ⎠⎠ ⎝ Jika kedua ruas dibagi ρ , maka ⎛ ⎛1 ⎞ P⎞ ∇ ⎜ ∂ t (φ ) + ⎜ (φx2 + φz2 ) ⎟ + ⎟ − g = 0, 2 ⎝ ⎠ ρ⎠ ⎝ Kemudian kedua ruas diintegralkan terhadap koordinat ruang, diperoleh ⎛ P⎞ ⎛1 2 2 ⎞ ⎜ ∂ t (φ ) + ⎜ (φx + φz ) ⎟ + ⎟ + gz = C (t ) . ⎝2 ⎠ ρ⎠ ⎝ Dengan C (t ) adalah konstanta integral.
Penurunan persamaan (16) Dari persamaan (14c) dan (14d) dan
D ∂ ∂ = u + w , q 2 = u 2 + w2 , serta ξ = wx − u z , ∂x ∂z Dt
diperoleh: • ρ ( uu x + wu z ) + Px = 0 ∂ ⎛1 2 1 2⎞ ⎜ u + w ⎟ + ρ wu z − ρ wwx + Px = 0 ∂x ⎝ 2 2 ⎠ ∂ ⎛1 2⎞ ρ ⎜ q ⎟ − ρξ w + Px = 0 ∂x ⎝ 2 ⎠
ρ
(i)
• ρ ( uwx + wwz ) + Pz + ρ g = 0
∂ ⎛1 2 1 2⎞ ⎜ u + w ⎟ − ρ uu x + ρ uwx + Pz + ρ g = 0 ∂z ⎝ 2 2 ⎠ ∂ ⎛1 2⎞ ρ ⎜ q ⎟ + ρξ u + Pz + ρ g = 0. ∂z ⎝ 2 ⎠ Jika pada persamaan (i) dan (ii) P dieliminasi, maka ∂ ⎛ ∂ ⎛ 1 2 ⎞⎞ ∂ ⎜ ρ ⎜ q ⎟ ⎟ + ( ρξ u ) + Pxz + ρ x g = 0 ∂x ⎝ ∂z ⎝ 2 ⎠ ⎠ ∂x
ρ
∂ ⎛ ∂ ⎛ 1 2 ⎞⎞ ∂ ⎜ ρ ⎜ q ⎟ ⎟ − ( ρξ w ) + Pxz = 0 ∂z ⎝ ∂x ⎝ 2 ⎠ ⎠ ∂z
(ii)
−
∂ ∂ ⎛ ∂ ⎛ 1 2 ⎞⎞ ∂ ⎛ ∂ ⎛ 1 2 ⎞⎞ ∂ ⎜ ρ ⎜ q ⎟ ⎟ − ⎜ ρ ⎜ q ⎟ ⎟ + ( ρξ u ) + ( ρξ w ) + ρ x g = 0 ∂z ∂x ⎝ ∂z ⎝ 2 ⎠ ⎠ ∂x ⎠ ⎠ ∂z ⎝ ∂x ⎝ 2 ∂ξ ⎞ ∂ρ ∂ ⎛ 1 2 ∂ρ ∂ ⎛ 1 2 ∂ρ ⎛ ∂ξ 2 ⎞ 2 ⎞ ρ ⎜u + w ⎟ + g = 0. ⎜ (u + w ) ⎟ − ⎜ (u + w ) ⎟ + x z x z 2 z x 2 ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ∂x Jika kedua ruas dibagi ρ , maka
15
Dξ 1 ∂ρ ∂ ⎛ 1 2 1 ∂ρ ∂ ⎛ 1 2 g ∂ρ 2 ⎞ 2 ⎞ + = 0. ⎜ (u + w ) ⎟ − ⎜ (u + w ) ⎟ + Dt ρ ∂x ∂z ⎝ 2 ⎠ ρ ∂z ∂x ⎝ 2 ⎠ ρ ∂x
Penurunan persamaan (18) Persamaan (17) disubstitusikan ke persamaan (16), dan u = −ψ z dan w = ψ x , diperoleh Dξ 1 + Dt ρ menjadi Dξ 1 + Dt ρ Dξ 1 + Dt ρ
∂ρ ∂ ⎛ 1 2 1 ∂ρ ∂ ⎛ 1 2 g ∂ρ 2 ⎞ 2 ⎞ = 0, ⎜ (u + w ) ⎟ − ⎜ (u + w ) ⎟ + ∂x ∂z ⎝ 2 ⎠ ρ ∂z ∂x ⎝ 2 ⎠ ρ ∂x ∂ρ ∂ ⎛ 1 2 1 ∂ρ ∂ ⎛ 1 2 g ∂ρ ∂ψ 2 ⎞ 2 ⎞ =0 ⎜ (ψ z + ψ x ) ⎟ − ⎜ (ψ z + ψ x ) ⎟ + ∂x ∂z ⎝ 2 ⎠ ρ ∂z ∂x ⎝ 2 ⎠ ρ ∂ψ ∂x ∂ρ ∂ψ ∂ ⎛ 1 2 1 2 ⎞ 1 ∂ρ ∂ψ ∂ ⎛ 1 2 1 2 ⎞ g ∂ρ ∂ψ =0 ⎜ ψz + ψx ⎟− ⎜ ψz + ψx ⎟+ ∂ψ ∂x ∂z ⎝ 2 2 ⎠ ρ ∂ψ ∂z ∂x ⎝ 2 2 ⎠ ρ ∂ψ ∂x
Dξ ⎛ 1 +⎜ Dt ⎝ ρ Dξ ⎛ 1 +⎜ Dt ⎝ ρ
∂ρ ⎛ ∂ψ ∂ ⎛ 1 2 1 2 ⎞ ∂ψ ∂ ⎛ 1 2 1 2 ⎞ ⎞ ⎞ g ∂ρ ∂ψ =0 ⎜ ⎜ ψz + ψx ⎟− ⎜ ψ z + ψ x ⎟⎟⎟ + 2 ⎠ ∂z ∂x ⎝ 2 2 ⎠ ⎠ ⎠ ρ ∂ψ ∂x ∂ψ ⎝ ∂x ∂z ⎝ 2 ∂ρ ⎛ 1 2 1 2 ⎞ ⎞ ⎛ ∂ψ ∂ ∂ψ ∂ ⎞ g ∂ρ ∂ψ − =0 ⎜ ψ z + ψ x ⎟⎟⎜ ⎟+ 2 ⎠ ⎠ ⎝ ∂x ∂z ∂z ∂x ⎠ ρ ∂ψ ∂x ∂ψ ⎝ 2
Dξ ⎛ 1 ∂ρ ⎛ 1 2 1 2 ⎞ ⎞ ⎛ ∂ψ ∂ ∂ψ ∂ ⎞ 1 ∂ρ ∂ψ ∂ 1 ∂ρ ∂ψ ∂ +⎜ − ( gz ) − ( gz ) = 0. ⎜ ψ z + ψ x ⎟⎟⎜ ⎟+ ρ ∂ψ ∂z ∂x Dt ⎝ ρ ∂ψ ⎝ 2 2 ⎠ ⎠ ⎝ ∂x ∂z ∂z ∂x ⎠ ρ ∂ψ ∂x ∂z 1 ∂ρ ∂ψ ∂ Misalkan ( gz ) = 0, maka ρ ∂ψ ∂z ∂x ⎞ ∂ψ ∂ ∂ψ ∂ ⎞ Dξ ⎛ 1 ∂ρ ⎛ 1 2 1 2 ⎞ ⎞ ⎛ ∂ψ ∂ ∂ψ ∂ ⎞ ⎛ 1 ∂ρ +⎜ − − ( gz ) ⎟ ⎛⎜ ⎜ ψ z + ψ x ⎟⎟⎜ ⎟+⎜ ⎟=0 Dt ⎝ ρ ∂ψ ⎝ 2 2 ⎠ ⎠ ⎝ ∂x ∂z ∂z ∂x ⎠ ⎝ ρ ∂ψ ⎠ ⎝ ∂x ∂z ∂z ∂x ⎠ Dξ D ⎛ 1 ∂ρ ⎛ ⎛ 1 2 1 2 ⎞ ⎞⎞ + ⎜ ⎜ ⎜ ψ z + ψ x ⎟ + gz ⎟ ⎟ = 0 Dt Dt ⎝ ρ ∂ψ ⎝ ⎝ 2 2 ⎠ ⎠⎠ ⎛ 1 ∂ρ ⎛ ⎛ 1 2 1 2 ⎞ D⎛ ⎞⎞⎞ ⎜⎜ ξ + ⎜ ⎜ ⎜ ψ z + ψ x ⎟ + gz ⎟ ⎟ ⎟⎟ = 0. Dt ⎝ 2 ⎠ ⎠⎠⎠ ⎝ ρ ∂ψ ⎝ ⎝ 2 jika integralkan terhadap koordinat ruang, maka ⎛ 1 ∂ρ ⎛ ⎛ 1 2 1 2 ⎞ 1 dρ ⎛ 1 2 ⎞⎞ ⎞ 2 ξ +⎜ ⎜ ⎜ ψ z + ψ x ⎟ + gz ⎟ ⎟ = ψ zz + ψ xx + ⎜ (ψ z + ψ x ) + gz ⎟ = H (ψ ), ρ ψ ρ ψ 2 2 d 2 ∂ ⎠ ⎝ ⎠ ⎝⎝ ⎠⎠ ⎝ 1 jika σ = . Sehingga persamaan terakhir menjadi gh
ψ zz + ψ xx +
1 dρ ⎛ 1 ⎞ σ (ψ z2 + ψ x2 ) + z ⎟ = H (ψ ). σρ dψ ⎜⎝ 2 ⎠
Penurunan persamaan (23) Dari persamaan (21) diperoleh 1 d ρ0 ⎛ 1 ⎛ ψ ⎞⎞ ψ zz + ψ xx + σ (ψ z2 + ψ x2 − c 2 ) + ⎜ z − ⎟ ⎟ = 0, σρ 0 dψ ⎜⎝ 2 c ⎠⎠ ⎝ dengan mensubstitusikan persamaan (22) ke persamaan (21), maka persamaan (21) menjadi
16
2 2 ⎛ ⎛ ⎞⎞ d ρ0 ⎜ 1 ⎜ ⎛ ∂ (ψ ' ch ) ⎞ ⎛ ∂ (ψ ' ch ) ⎞ ∂ ∂ (ψ ' ch ) ∂ ∂ (ψ ' ch ) 1 + + +⎜ − c2 ⎟ ⎟ ⎜ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟⎟ ∂ ( z ' h ) ∂ ( z ' h ) ∂ ( x ' h ) ∂ ( x ' h ) ρ0 d (ψ ' ch ) ⎜⎜ 2 ⎜ ⎜⎝ ∂ ( x ' h ) ⎟⎠ ⎜⎝ ∂ ( z ' h ) ⎟⎠ ⎠⎠ ⎝ ⎝ (ψ ' ch ) ⎞ d ρ0 ⎛ 1 + ⎜⎜ ( z ' h ) − ⎟=0 ρ0 d (ψ ' ch ) ⎝ c ⎟⎠ atau 1 d ρ0 ⎛ 1 1 d ρ0 ⎛ z ' ψ ' ⎞ ⎞ ch ⎛ ⎞ ψ 'z ' z ' +ψ 'x ' x ' + ψ ' x '2 + ψ ' z '2 − 1 ⎟ + ⎜ ⎜ − ⎟ ⎟ = 0, 2 ⎜ ρ0 dψ ' ⎝ 2 h ⎝ ⎠ σρ0 dψ ' ⎝ c 2 c 2 ⎠ ⎠
(
karena
ch h2
)
≠ 0 . Sehingga
ψ 'z ' z ' + ψ 'x ' x ' +
1 d ρ0 ⎛ 1 ψ ' x '2 + ψ ' z '2 − 1 ρ0 dψ ' ⎜⎝ 2
(
) ⎞⎟⎠ + σρ1c 0
2
d ρ0 ( z '−ψ ') = 0 dψ '
1 . dengan σ = gh Untuk memudahkan penulisan maka tanda aksen dihilangkan menjadi 1 d ρ0 ⎛ 1 1 d ρ0 ⎞ ψ zz + ψ xx + ψ 2 +ψ z 2 − 1 ⎟ + ( z −ψ ) = 0. ρ0 dψ ⎜⎝ 2 x ⎠ σρ0 c 2 dψ
(
)
17
LAMPIRAN B Penurunan persamaan (27) Misalkan z = f ( x,ψ ) , dengan menggunakan prinsip aturan rantai diperoleh • ψz =
1 , fψ
Persamaan ini diperoleh dari: dz ∂f ∂x ∂f ∂ψ = + dz ∂x dz ∂ψ dz 1 = 0 + fψψ z 1 . fψ
∴ψ z =
• ψx = −
fx , fψ
Persamaan ini diperoleh dari: dz ∂f ∂x ∂f ∂ψ = + dx ∂x dx ∂ψ dx 0 = f x + fψψ x ∴ψ x = −
fx . fψ
1 ∂ ⎛ 1 ⎞ ⎜ ⎟, fψ ∂ψ ⎜⎝ fψ ⎟⎠ Persamaan ini diperoleh dari: ∂ ⎛ 1 ⎞ ∂x ∂ ⎛ 1 ⎞ ∂ψ ψ zz = ⎜⎜ ⎟⎟ + ⎜ ⎟ ∂x ⎝ fψ ⎠ ∂z ∂ψ ⎜⎝ fψ ⎟⎠ ∂z
• ψ zz =
∂ ∂ψ
= 0+ =
∂ ∂ψ
∴ψ zz =
⎛ 1 ⎞ 1 ⎜⎜ ⎟⎟ψ z , dengan ψ z = fψ ⎝ fψ ⎠
⎛ 1 ⎞ 1 ⎜⎜ ⎟⎟ ⎝ fψ ⎠ fψ
1 ∂ ⎛ 1 ⎞ ⎜ ⎟. fψ ∂ψ ⎜⎝ fψ ⎟⎠
∂ ⎛ fx ⎞ fx ∂ ⎛ fx ⎜ ⎟+ ⎜ ∂x ⎜⎝ fψ ⎟⎠ fψ ∂ψ ⎜⎝ fψ Persamaan ini diperoleh dari: ∂ ⎛ f ⎞ ∂x ∂ ⎛ f x ⎞ ∂ψ ψ xx = ⎜ − x ⎟ + ⎜− ⎟ ∂x ⎜⎝ fψ ⎟⎠ ∂x ∂ψ ⎜⎝ fψ ⎟⎠ ∂x
• ψ xx = −
⎞ ⎟⎟ , ⎠
=−
f ∂ ⎛ fx ⎞ ∂ ⎛ fx ⎞ ⎜⎜ ⎟⎟ −ψ x ⎜ ⎟ , dengan ψ x = − x ∂x ⎝ fψ ⎠ ∂ψ ⎜⎝ fψ ⎟⎠ fψ
=−
∂ ⎛ fx ⎞ fx ∂ ⎜ ⎟+ ∂x ⎜⎝ fψ ⎟⎠ fψ ∂ψ
∴ψ xx = −
⎛ fx ⎞ ⎜⎜ ⎟⎟ ⎝ fψ ⎠
∂ ⎛ fx ⎞ fx ∂ ⎜ ⎟+ ∂x ⎜⎝ fψ ⎟⎠ fψ ∂ψ
⎛ fx ⎞ ⎜⎜ ⎟⎟ . ⎝ fψ ⎠
18
Penurunan persamaan (28) Jika persamaan (27) disubstitusikan ke persamaan (23), maka 2 ⎛ 1 ∂ ⎛ 1 ⎞ ⎞ ⎛ ∂ ⎛ f x ⎞ f x ∂ ⎛ f x ⎞ ⎞ 1 d ρ0 ⎛ 1 ⎛ ⎛ 1 ⎞ ⎛ f x ⎜ ⎜ + − + + ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ +⎜− ⎜ fψ ∂ψ ⎜ fψ ⎟ ⎟ ⎜ ∂x ⎜ fψ ⎟ fψ ∂ψ ⎜ fψ ⎟ ⎟ ρ0 dψ ⎜ 2 ⎜ ⎜ fψ ⎟ ⎜ fψ ⎝ ⎠⎠ ⎝ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠⎠ ⎝ ⎝ ⎝⎝ ⎠ ⎝ 1 d ρ0 + ( z −ψ ) = 0 σρ0 c 2 dψ
2 ⎞⎞ ⎞ ⎟ ⎟ − 1 ⎟⎟ ⎟⎟ ⎠ ⎠⎠
2 2 2 ⎛ ⎞⎞ ⎛ fx ⎞ 1 d ρ 0 ⎜ 1 ⎛⎜ ⎛ 1 ⎞ ⎛ f x ⎞ 1 d ρ0 ( z −ψ ) = 0 ⎜⎜ ⎟⎟ + ⎜⎜ ⎟⎟ + ⎜⎜ ⎟⎟ − 1⎟ ⎟ + ⎜ ⎟ ⎟ σρ 0 c 2 dψ ⎝ fψ ⎠ ρ 0 dψ ⎝ 2 ⎝⎜ ⎝ fψ ⎠ ⎝ fψ ⎠ ⎠⎠ 2 2 2 2 ⎛ ⎞⎞ ∂ ⎛ f x ⎞ 1 ∂ ⎛⎜ ⎛ 1 ⎞ ⎛ f x ⎞ ⎞⎟ 1 d ρ0 ⎜ 1 ⎛⎜ ⎛ 1 ⎞ ⎛ f x ⎞ 1 d ρ0 − ⎜ ⎟+ +⎜ ⎟ + + ⎜ ⎟ − 1⎟ ⎟ + ( z −ψ ) = 0. ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ρ0 dψ 2 ⎝ fψ ⎠ ⎝ fψ ⎠ ∂x ⎝ fψ ⎠ 2 ∂ψ ⎝ fψ ⎠ ⎝ fψ ⎠ σρ0 c 2 dψ ⎝ ⎠ ⎠⎠ ⎝ ⎝ Jika kedua ruas dikalikan ρ 0 , maka diperoleh 2
⎛ 1 ⎞ ∂ ⎛ f ⎞ 1 ∂ ⎜⎜ ⎟⎟ − ⎜⎜ x ⎟⎟ + ⎝ fψ ⎠ ∂x ⎝ fψ ⎠ 2 ∂ψ
1 ∂ 2 ∂ψ
2 2 2 2 ⎛ ⎞ ⎛ ⎞⎞ ∂ ⎛ fx ⎞ ∂ ⎜ 1 ⎜⎛ ⎛ 1 ⎞ ⎛ f x ⎞ ⎟⎞ ⎟ d ρ0 ⎜ 1 ⎜⎛ ⎛ 1 ⎞ ⎛ f x ⎞ 1 d ρ0 + ( z −ψ ) = 0. ⎜⎜ ⎟⎟ + ρ 0 ⎜⎜ ⎟⎟ + ⎜⎜ ⎟⎟ ⎜⎜ ⎟⎟ + ⎜⎜ ⎟⎟ − 1⎟ ⎟ + 2 ⎟ ⎟ σ c dψ ∂x ⎝ fψ ⎠ ∂ψ ⎜ 2 ⎜ ⎝ fψ ⎠ ⎝ fψ ⎠ ⎟ ⎟ dψ ⎜ 2 ⎜ ⎝ fψ ⎠ ⎝ fψ ⎠ ⎠⎠ ⎠⎠ ⎝ ⎝ ⎝ ⎝ ∂ ⎛1⎞ Jika kedua ruas dikurangi oleh ρ0 ⎜ ⎟ , maka ∂ψ ⎝ 2 ⎠
− ρ0
− ρ0
2 2 ⎛ ⎞ ⎞ d ρ ⎛ 1 ⎛ ⎛ 1 ⎞2 ⎛ f ⎞2 ⎞ ⎞ ∂ ⎛ fx ⎞ ∂ ⎜ 1 ⎜⎛ ⎛ 1 ⎞ ⎛ f x ⎞ ⎟ + 0 ⎜ ⎜ ⎜ ⎟ + ⎜ x ⎟ − 1⎟ ⎟ + 1 d ρ 0 ( z − ψ ) ⎟ + + − 1 ρ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ 0 ⎟ ⎟ dψ ⎜ 2 ⎜ ⎝⎜ fψ ⎠⎟ ⎝⎜ fψ ⎠⎟ ⎟ ⎟ σ c 2 dψ ∂x ⎝⎜ fψ ⎠⎟ ∂ψ ⎜ 2 ⎜ ⎝⎜ fψ ⎠⎟ ⎝⎜ fψ ⎠⎟ ⎠⎠ ⎠⎠ ⎝ ⎝ ⎝ ⎝
= − ρ0
∂ ⎛1⎞ ⎜ ⎟ = 0, maka ∂ψ ⎝ 2 ⎠ 2 ⎛ ∂ ⎛ fx ⎞ ∂ ⎜ 1 ⎜⎛ ⎛ 1 ⎞ ⎛ f x − ρ0 ⎜ ⎟ + ρ0 ⎜ ⎟ +⎜ ∂x ⎝⎜ fψ ⎠⎟ ∂ψ ⎜ 2 ⎜ ⎝⎜ fψ ⎠⎟ ⎝⎜ fψ ⎝ ⎝ Jika kedua ruas dikalikan c 2 , maka
∂ ∂ψ
⎛1⎞ ⎜ ⎟. ⎝2⎠
Karena ρ0
2 ⎞ ⎞ d ρ ⎛ 1 ⎛ ⎛ 1 ⎞2 ⎛ f ⎞2 ⎞ ⎞ ⎞ 1 d ρ0 ⎟ ( z −ψ ) = 0. ⎟⎟ − 1 ⎟ + 0 ⎜ ⎜ ⎜⎜ ⎟⎟ + ⎜⎜ x ⎟⎟ − 1⎟ ⎟ + 2 ⎟ ⎜ ⎟ ⎟ ⎜ ⎟ dψ 2 ⎝ fψ ⎠ ⎝ fψ ⎠ σ c dψ ⎠ ⎠⎠ ⎠⎠ ⎝ ⎝
⎛ ⎛ ⎛ ⎛ ⎞2 ⎛ ⎞2 ⎞ ⎞ ⎞ ⎛ f ⎞ f 1 1 1 − ρ 0 c 2 ⎜ x ⎟ + c 2 ⎜ ρ0 ⎜ ⎜ ⎜ ⎟ + ⎜ x ⎟ − 1⎟ ⎟ ⎟ + ρ 0ψ ( z −ψ ) = 0 ⎜ f ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ f f 2 σ ⎜ ψ ψ ⎝ ψ ⎠x ⎠ ⎠ ⎟⎠ ⎝ ⎝ ⎝⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ψ
dengan σ =
1 . gh
Penurunan persamaan (30) Dengan menggunakan persamaan (29) dengan persamaan (28) menjadi ⎛ ⎛ 1 ⎛ ⎛ 1 ⎞2 ⎛ η ⎞ 2 ⎛ ηx 2⎜ x − ρ0 c ⎜ ⎟ + c ρ0 ⎜ ⎜⎜ ⎜ ⎟ +⎜ ⎜ ⎜ 2 ⎝ 1 + ηZ ⎠ ⎝ 1 + ηZ ⎝ 1 + ηZ ⎠ x ⎝ ⎝ ⎝ ⎛ ⎛1 1 2 2 ⎜ ⎜ 2 (1 + η x ) − 2 (1 + η Z ) ⎛ ηx ⎞ 2 − ρ0 c ⎜ ⎟ + c ⎜ ρ0 ⎜ 2 (1 + η Z ) ⎜⎜ ⎜⎜ ⎝ 1 + ηZ ⎠ x ⎝ ⎝ 2
Z = ψ , dan f x = η x dan f Z = 1 + η Z , maka 2 ⎞⎞⎞ ⎞ 1 ⎟ − 1⎟⎟ ⎟ ⎟ + ρ0 Z ( z − Z ) = 0 ⎟ ⎟ σ ⎠ ⎠ ⎠ ⎠Z
⎞⎞ ⎟⎟ 1 ⎟ ⎟ + ρ0 Z ( Z + η − Z ) = 0 σ ⎟⎟ ⎟⎟ ⎠ ⎠Z
19
⎛ ⎛1 2 2 ⎜ ⎜ 2 (η x − η Z ) − η Z ⎛ ηx ⎞ 2 − ρ0 c ⎜ ⎟ + c ⎜ ρ0 ⎜ 2 (1 + ηZ ) ⎜⎜ ⎜⎜ ⎝ 1 + ηZ ⎠ x ⎝ ⎝ 2
dengan N 2 = −
⎞⎞ ⎟⎟ 1 ⎟ ⎟ + ρ0 Z η = 0 σ ⎟⎟ ⎟⎟ ⎠ ⎠Z
ρ0 Z . Jadi σρ0
⎛ ⎛ 1 ⎞⎞ η Z + (η Z2 − η x2 ) ⎟ ⎟ ⎜ ⎜ ⎛ ⎞ η 2 2 − ρ0 c 2 ⎜ x ⎟ − c 2 ⎜ ρ0 ⎜ ⎟ ⎟ − ρ0 N η = 0 2 (1 + ηZ ) ⎜⎜ ⎜⎜ ⎝ 1 + ηZ ⎠ x ⎟⎟ ⎟⎟ ⎠ ⎠Z ⎝ ⎝ atau ⎛ ⎛ 1 2 2 ⎞⎞ ⎜ ⎜ η Z + 2 (η Z − η x ) ⎟ ⎟ ⎞ 2 ⎛ ηx 2 2 ρ0 c ⎜ ⎟ ⎟ + ρ 0 N η = 0. ⎟ + c ⎜ ρ0 ⎜ 2 (1 + ηZ ) ⎜⎜ ⎜⎜ ⎝ 1 + ηZ ⎠ x ⎟⎟ ⎟⎟ ⎠ ⎠Z ⎝ ⎝
Penurunan persamaan (31) Dalam notasi vektor persamaan (14c) dan (14d), ditulis Dq ρ = −∇P + ρ g, (31a) Dt atau dalam notasi turunan total diperoleh Dq = (q.∇)q. (31b) Dt Persamaan (31b) dapat ditulis menjadi Dq ⎛1 2⎞ = ((∇ × q) × q) + ∇ ⎜ q ⎟ . (31c) Dt ⎝2 ⎠ Berdasarkan asumsi partikel fluida takberotasi (∇ × q) = 0 , yaitu terdapat suatu fungsi skalar
φ ( x, z, t ) yang disebut kecepatan potensial dan memenuhi ∇φ = q ( u = φx dan w = φz ). persamaan (31c) menjadi Dq ⎛1 ⎞ = ∇ ⎜ (φx2 + φz2 ) ⎟ . (31d) Dt 2 ⎝ ⎠ Selanjutnya persamaan (31d) disubstitusikan ke persamaan (31a), setelah itu diintegralkan terhadap koordinat ruang, diperoleh 1 2 (31e) (φx + φz2 ) + ρP + gz = C (t ). 2 Dari persamaan (17) dan P = 0 , persamaan (31e) menjadi 1 2 (31f) (ψ x +ψ z2 ) + gz = C (t ). 2 Karena kondisi upstream, yaitu ψ → cz , diperoleh 1 2 1 ψ x + ψ z2 ) + gz = c 2 ( 2 2 atau 1 2 di z = η (31) (ψ x +ψ z2 − c 2 ) + gz = 0 2 persamaan (31) disebut syarat batas dinamik pada permukaan fluida.
Penurunan persamaan (32) Jika persamaan (22) disubstitusikan ke persamaan (31), maka diperoleh
20
2 2 ⎞ 1 ⎛⎜ ⎛ ∂ (ψ ' ch ) ⎞ ⎛ ∂ (ψ ' ch ) ⎞ 2 + ⎜⎜ ⎟⎟ ⎜⎜ ⎟⎟ − c ⎟ + g ( z ' h ) = 0 ⎟ 2 ⎜ ⎝ ∂ ( x ' h) ⎠ ⎝ ∂ ( z ' h) ⎠ ⎝ ⎠ 2 2 ⎞ 1 2 ⎛⎜ ⎛ ∂ (ψ ' h ) ⎞ ⎛ ∂ (ψ ' h ) ⎞ c ⎜⎜ ⎟⎟ + ⎜⎜ ⎟⎟ − 1⎟ + z ' gh = 0, ⎟ 2 ⎜ ⎝ ∂ ( x ' h) ⎠ ⎝ ∂ ( z ' h) ⎠ ⎝ ⎠ 1 , dengan σ = gh
(
)
1 2 1 c ψ 'x '2 + ψ 'z '2 − 1 + z ' = 0. 2 σ Untuk memudahkan penulisan tanda aksen dihilangkan, sehingga diperoleh 1 2 1 c ψ x 2 + ψ z 2 − 1 + z = 0. 2 σ Dengan menggunakan persamaan (27) dan (29), diperoleh 1 2 1 c ψ x2 +ψ z 2 − 1 + (Z + η ) = 0 2 σ 1 1 2 (Z + η ) = − c ψ x 2 +ψ z 2 − 1 , 2 σ karena Z = 0. Jadi 1 η = −σ c 2 ψ x 2 + ψ z 2 − 1 2 2 2 ⎛⎛ ⎞ f ⎞ ⎛ 1 ⎞ 1 η = −σ c 2 ⎜ ⎜ − x ⎟ + ⎜ ⎟ − 1⎟ ⎟ 2 ⎜ ⎜⎝ fψ ⎟⎠ ⎜⎝ fψ ⎟⎠ ⎝ ⎠
(
)
(
)
(
)
(
)
2 2 ⎞ 1 2 ⎛⎜ ⎛ η x ⎞ ⎛ 1 ⎞ η = −σ c ⎜ − ⎟ +⎜ ⎟ − 1⎟ ⎟ 2 ⎜ ⎝ 1 + ηZ ⎠ ⎝ 1 + ηZ ⎠ ⎝ ⎠ ⎛1 2 ⎞ η − η Z2 − η Z ⎟ 1 2⎜ 2 x η = −σ c ⎜ ⎟ 2 ⎜ (1 + ηZ )2 ⎟⎟ ⎜ ⎝ ⎠ 1 ⎛ ⎞ η + η 2 − η x2 ⎟ 1 2⎜ Z 2 Z η =σ c ⎜ ⎟. 2 2 ⎜ 1 + η ⎟⎟ ( ) Z ⎜ ⎝ ⎠
(
)
(
)
21
LAMPIRAN C Penurunan persamaan (35) Misalakan persamaan (33) diuraikan seperti berikut: 2 2 1 ⎛ η x ⎞ ⎛⎜ 2 η Z + 2 η Z − η x ⎞⎟ 2 c ρ0 ⎜ + ρ0 N 2η = 0 ⎟ + c ρ0 ⎟ ⎝ 1 + η Z ⎠ x ⎝⎜ (1 + ηZ )2 ⎠Z (1) (2) (3)
(
)
⎛ η (1 + η Z ) − η xη xZ ⎛ η ⎞ (1). c 2 ρ0 ⎜ x ⎟ = c 2 ρ0 ⎜ xx ⎜ (1 + η Z ) 2 ⎝ 1 + ηZ ⎠ x ⎝
(
)
⎞ ⎟⎟ ⎠
(
)
⎛ η Z + 12 η Z 2 − η x 2 ⎞ η Z + 12 η Z 2 − η x 2 2 2 ⎜ ⎟ (2). c ρ0 = c ρ0 Z + 2 2 ⎜ ⎟ 1 + ηZ ) 1 + ηZ ) ( ( ⎝ ⎠Z ⎛ (η + η η − η η ) (1 + η )2 − 2 (1 + η )η η + 1 η 2 − η 2 ZZ Z ZZ x xZ Z Z ZZ Z Z x 2 2 c ρ0 ⎜⎜ 4 (1 + ηZ ) ⎜ ⎝
(
= c ρ0 Z 2
=
(
η Z + 12 η Z 2 − η x 2
(1 + ηZ )
c2
(1 + ηZ )
2
2
( ρ (η + (η 0
Z
1 2
) +c ρ
η ZZ + η Zη ZZ − η xη xZ
2
2 Z
−ηx
(1 + ηZ )
0
2
)))
− c ρ0 2
Z
2
)) ⎞⎟
(
− c ρ0 2
(
(
)
η Z + 12 η Z 2 − η x 2 2η ZZ
(1 + ηZ )
3
)
η Z + 12 η Z 2 − η x 2 2η ZZ
(1 + ηZ )
⎟ ⎟ ⎠
3
,
(3). ρ0 N 2η . Berdasarkan (1), (2) dan (3), diperoleh ⎛ η (1 + η Z ) − η xη xZ c 2 ρ0 ⎜ xx ⎜ (1 + η Z ) 2 ⎝
( (
⎞ c2 ρ0 η Z + 12 η Z 2 − η x 2 ⎟⎟ + 2 ⎠ (1 + η Z )
(
)))
z
− c 2 ρ0
(
(1 + ηZ )
3
ρ0 N 2η = 0.
Penurunan persamaan (36) Jika kedua ruas pada persamaan (35) dikalikan dengan (1 + η Z ) , maka diperoleh 3
)))
⎛ ⎛ η (1 + η Z ) − η xη xZ ⎞ c2 ρ0 η Z + 12 η Z 2 − η x 2 + ⎜ c 2 ρ0 ⎜⎜ xx ⎟ 2 2 ⎟ (1 η ) + ⎜ Z ⎝ ⎠ (1 + η Z ) ⎜ ⎜ η Z + 12 η Z 2 − η x 2 2ηZZ 2 ⎜ − c ρ0 + ρ0 N 2η 3 ⎜ + 1 η ( Z) ⎝
( (
(
(
)
( (
(
⎞ ⎟ z⎟ ⎟ (1 + η Z )3 = 0 ⎟ ⎟ ⎟ ⎠
c 2 ρ0 (1 + η Z ) (η xx (1 + η Z ) − η xη xZ ) + c 2 (1 + η Z ) ρ0 η Z + 12 η Z 2 − η x 2
(
(
2c 2 ρ0η ZZ η Z + 12 η Z 2 − η x 2
) ) + ρ N η (1 + η 2
0
Z
)
η Z + 12 η Z 2 − η x 2 2η ZZ
)))
− z
)3 = 0.
Penurunan persamaan (39), (42), (43), dan (44) Misalkan α suatu parameter kecil, yang mengukur amplitudo gelombang dan X = α x menyatakan koordinat horizontal yang ditinjau cukup panjang.
+
22
Jika persamaan (37) dan (38) disubstitusikan ke persamaan (36), maka diperoleh
) ( (
(
)) ( )(
)
2 2 ⎡ c 2 + 2α c c + α 2 c 2 + ... ρ 1 + αη + α 2η + ... ⎤ ⎡ αη 0 1 1 0 1Z 2Z 1 XX + α η 2 XX + ... α + (αη1 XX + ⎣⎢ 0 ⎦⎥ ⎣ α 2η2 XX + ... α 2 αη1Z + α 2η2 Z + ... − αη1 X + α 2η 2 X + ... αη1 XZ + α 2η 2 XZ + ... α 2 ⎤⎦ ⎡ c0 2 + ⎣ ⎡ 1 ⎧ 2α c0 c1 + α 2 c12 + ... 1 + αη1Z + α 2η2 Z + ... ⎤⎥ ⎢ ρ0 ⎨ αη1Z + α 2η 2 Z + ... + ⎛⎜ αη1Z + α 2η 2 Z + ... ⎦⎣ ⎩ 2⎝
) (
) (
)( (
((
))
) )
− αη1 X + α 2η 2 X + ... α
2
)
(
)
)
(
)
2
⎞ ⎫⎤ 2 2 2 2 ⎡ ⎤ ⎟ ⎬⎥ − ⎣ 2 c0 + 2α c0 c1 + α c1 + ... ρ0 αη1ZZ + α η 2 ZZ + ... ⎦ ⎠ ⎭⎦ Z
(
) (
)
) ((
) )
2 ⎡ 1⎛ 2 2 2 ⎢ αη1Z + α η 2 Z + ... + 2 ⎜ αη1Z + α η2 Z + ... − αη1 X + α η 2 X + ... α ⎝ ⎣
(
(
(
)( (
+α 3η3 + ... 1 + αη1Z + α 2η 2 Z + ...
))
3
2
⎞⎤ 2 2 ⎟ ⎥ + ρ0 N αη1 + α η 2 ⎠⎦
(
=0
atau 2 2 ⎡ ρ c 2 + α c 2η + 2c c + ... ⎤ ⎡α 2 αη 0 1Z 0 1 1 XX + α η 2 XX + ... + αη1 XX + α η 2 XX + ... (αη1Z + ⎣⎢ 0 0 ⎦⎥ ⎢⎣ α 2η 2 Z + ... − αη1 X + α 2η2 X + ... αη1 XZ + α 2η 2 XZ + ... ⎥⎤ + ⎡c0 2 + α c0 2η1Z + 2c0 c1 + ... ⎤ ⎦ ⎦ ⎣
{
)} {( )(
(
) (
) (
)
)}
(
)
( (
))
1 2 2 ⎡ ⎧ ⎫⎤ 2 2 3 ⎡ ⎢ ρ0 ⎨α (η1Z + αη2 Z + ...) + 2 α η1Z + 2αη1Zη 2 Z − α η1 X − 2α η1 X η 2 X + ... ⎬ ⎥ − 2 ρ0 ⎣α c0 η1ZZ ⎩ ⎭ ⎣ ⎦Z 1 ⎡ + α 2 2c0 c1η1ZZ + c0 2η2 ZZ + ... ⎤ ⎢α (η1Z + αη 2 Z + ...) + α 2 η12Z + 2αη1Zη 2 Z − α 2η1 X − ⎦⎣ 2
(
)
(
)
)
(
(
)
(
) (
)
2α 3η1 X η2 X + ... ⎤ + ρ0 N 2 αη1 + α 2η 2 + ... ⎡1 + 3 αη1Z + α 2η 2 Z + ... + 3 α 2η12Z + 2α 3η1Zη 2 Z + ... + ⎦ ⎣
(α η
3 3 1Z
)
+ 3α 5η1Zη 2 Z + .... ⎤ = 0 ⎦
atau 2 ⎡ ρ c 2 + α c 2η + 2c c + ... ⎤ α 2 ⎡α {η 0 1Z 0 1 1 XX + αη 2 XX + ...} + α {η1 XX η1Z − η1 X η1 XZ + α (η1 XX η 2 Z + ⎥⎦ ⎣ ⎣⎢ 0 0 ⎡ ⎧ 1 η2 XX η1Z − η1 X η2 XZ − η2 X η1 XZ )}⎤⎦ + ⎡c0 2 + α c0 2η1Z + 2c0 c1 + ... ⎤ ⎢ ρ0 ⎨α (η1Z + αη 2 Z + ...) + α 2 ⎣ ⎦⎣ ⎩ 2
{
)}
(
(
)
)}
(η
(
)
(
)
+ 2αη1Zη2 Z − α 2η1 X − 2α 3η1 X η 2 X + ... ⎤⎥ − 2 ρ0 ⎡α c02η1ZZ + α 2 2c0 c1η1ZZ + c0 2η2 ZZ + ... ⎤ ⎣ ⎦ ⎦Z 1 ⎤ ⎡⎣α (η1Z + αη 2 Z + ...) + α 2 η12Z + 2αη1Zη 2 Z − α 2η1 X − 2α 3η1X η 2 X + ... ⎥ + ρ0 N 2 αη1 + α 2η 2 + ... 2 ⎦ 2 1Z
(
(
)
) (
) (
⎡1 + 3 αη1Z + α 2η 2 Z + ... + 3 α 2η12Z + 2α 3η1Zη 2 Z + ... + α 3η13Z + 3α 5η1Zη 2 Z ⎣
( + ....) ⎤ = 0. ⎦
Jadi bentuk sederhananya adalah ⎡ α ⎢⎡ c02 ρ0η1Z + ρ0 N 2η1 ⎥⎤ + α 2 ⎢η1Z c02 ρ0η1Z + 2c0 c1 ( ρ0η1Z )Z + c02 ρ0η 2 Z Z Z ⎣ ⎦ ⎣ 2 2 2 3 2c0 ρ0η1Zη1ZZ + ρ0 N η2 + 3ρ0 N η1η1Z ⎤⎦ + α (...) = 0.
(
)
(
)
(
)
Z
+
(
1 2 c0 ρ0η12Z 2
)
)
Z
−
Koefisien α memenuhi persamaan (39) dan koefisien α 2 memenuhi persamaan (42), pada daerah −h < Z < 0. Jika η dan c disubstitusikan ke persamaan (34), maka diperoleh 1 ⎛ 2 2 ⎞ ⎜η Z + (η Z − η x ) ⎟ 2 ⎝ ⎠ , di Z = 0 η =σc 2 (1 + ηZ ) atau 2
23
1 2 (1 + η Z ) η = σ c 2 ⎛⎜η Z + (η Z 2 − η x 2 ) ⎞⎟ ⎝
sehingga
(1 + (αη
1Z
+ α 2η2 Z + ...)
⎠
2
) (αη + α η 2
2
1
2
+ ...)
{
}
2 2 1 2 ⎡ ⎤ = σ ( c0 + α c1 + ...) ⎢(αη1Z + α 2η 2 Z + ...) + (αη1Z + α 2η 2 Z + ...) − (αη1 X + α 2η 2 X + ...) α 2 ⎥ 2 ⎣ ⎦ atau (1 + 2αη1Z + α 2η22Z + 2α 2η2Z + ...)(αη1 + α 2η2 + ...)
{
1 ⎡ = σ ( c02 + 2α c0 c1 + α 2 c12 + ...) ⎢α (η1Z + αη 2 Z + ...) + (α 2η12Z + 2α 3η1Zη 2 Z + ...) − (α 2η12X + 2 ⎣ 3 2 2α η1 X η2 X + ...) α }⎤⎦ atau 1 ⎛ ⎞ α (η1 ) + α 2 ( 2η1Zη1 + η 2 + ...) = α (σ c02η1Z ) + α 2 ⎜ 2σ c0 c1η1Z + σ c02η12Z + σ c02η 2 Z ⎟ + ... 2 ⎝ ⎠ atau 1 ⎛ ⎞ α (η1 − σ c02η1Z ) + α 2 ⎜ 2η1Zη1 + η 2 − 2σ c0 c1η1Z − σ c02η12Z − σ c02η 2 Z ⎟ + ... = 0. 2 ⎝ ⎠ Jadi koefisien α yang memenuhi persamaan (39) pada daerah −h < Z < 0 adalah , −h < Z < 0 (c0 2 ρ0η1Z ) Z + ρ 0 N 2η1 = 0 2 Z = 0. , η1 − σ c0 η1Z = 0
Untuk koefisien α 2 yang memenuhi persamaan (42) pada daerah −h < Z < 0 adalah , −h < Z < 0 (c0 2 ρ0η 2 Z ) Z + ρ0 N 2η 2 + F = 0 2 Z = 0, , η 2 − σ c0 η2 Z + G = 0 dengan 1 ⎛ ⎞ F = η1Z ( c02 ρ0η1Z ) − 2c02 ρ0η1ZZη1Z + 3ρ 0 N 2ηη1Z + ⎜ 2c0 c1 ρ 0η1Z + c02 ρ 0η12Z ⎟ (43) Z 2 ⎝ ⎠Z dan 1 G = 2η1Zη1 − 2σ c0 c1η1Z − σ c02η12Z . (44) 2
24
LAMPIRAN D Penurunan persamaan (48) Misalkan η = αη (θ , Z ) dengan Z = α Z dan rapat massa ρ0 ( z ) = ρ ∞ diasumsikan konstan dan
θ = x. Jika pemisalan tersebut disubstitusikan ke persamaan (36), maka diperoleh
(c
2
0
)
(
) (
+ 2α c0 c1 + α 2 c12 + ... ρ∞ (1 + αη Z ) αηθθ (1 + αη Z ) − α 2ηθηθ Z + c0 2 + 2α c0 c1 + α 2 c12 + ...
⎡ 1 ⎤ (1 + αη Z ) ⎢ ρ∞ ⎧⎨αη Z + (α 2ηZ2 − α 2ηθ )⎫⎬⎥ ⎩
⎣
⎭⎦ Z
2
(
(
) (
− 2 c0 2 + 2α c0 c1 + α 2 c12 + ... ρ ∞ α 2η ZZ
)
)
)
1 2 2 3 ⎡ ⎤ 2 2 ⎢αη Z + 2 α η Z − α ηθ ⎥ + ρ∞ N αη (1 + αη Z ) = 0 ⎣ ⎦
(
)
(
) (
α c02 ρ∞ηθθ + α 2 2c02 ρ∞ηθθη Z − c0 ρ∞ηθηθ Z + 2c1 ρ ∞ηθθ + α c02 ρ ∞η Z
(
)
η Z c02 ρ∞η Z
{
(
1 2 c0 ρ∞ηθ 2
−
Z
(
α c02 ρ∞ηθθ + c02 ρ∞η Z
(
+η Z c02 ρ∞η Z
)
Z
−
)
Z
)
(
(
Z
(
⎡1 + α 2 ⎢ c02 ρ∞η Z2 ⎣2
} {( 2c ρ η
)
Z
2 0 ∞ θθ η Z
⎫ + 3ρ∞ N 2ηη Z ⎬ + α 3 (...) = 0, ⎭
Penurunan persamaan (51) Dengan menggunakan integral Fourier diperoleh
ηX = η XX =
1 2π 1 2π 1
ηZ =
2π
1
∞
2π
ikX
ηˆ ( k , Z ) dk
ikX
ηˆ ( k , Z ) dk
∫e
∫ ( ik ) e
−∞ ∞
∫ −k
e ηˆ ( k , Z ) dk
2 ikX
−∞ ∞
∫e
(I)
−∞
∞
ikX
(a)
ηˆZ ( k , Z ) dk
−∞ ∞
ηˆZZ ( k , Z ) dk . (b) 2π −∞ Kemudian persamaan (a) dan (b) disubstitusikan ke persamaan (49) diperoleh α 2η XX + η ZZ = 0 η ZZ =
1 2π 1 2π
∞
∫
ikX
∫e
ikX
∞
1
−α 2 k 2 eikX ηˆ ( k , Z ) dk +
−∞ ∞ −∞
∫e
2π
{− (α k ) ηˆ ( k , Z ) + ηˆ
+
2
ZZ
∫e
ikX
ηˆZZ ( k , Z ) dk = 0
−∞
( k , Z )} dk = 0
) 12 ( c ρ η )
− c0 ρ∞ηθηθ Z + 2c1 ρ∞ηθθ +
ρ ∞Z . σρ∞ Sehingga koefisien α memberikan ηθθ + η ZZ = 0
1
Z
)
dengan N 2 = −
η (X,Z) =
)
⎤ 2 2 2 3 3 ⎥ + ρ∞ N αη 1 + 3αη Z + 3α η Z + α η Z = 0 ⎦
Z
+ ρ∞ N 2η + α 2
1 2 c0 ρ∞ηθ 2
)
2 2 0 ∞ Z
Z
25
ηˆZZ ( k , Z ) − (α k ) ηˆ ( k , Z ) = 0. 2
Karena ηˆ = ηˆ ( k , Z ) ,
ηˆZZ − (α k ) ηˆ = 0. 2
(a)
Persamaan (a) adalah persamaan diferensial biasa yang akan dicari solusinya sebagai berikut. Misal ηˆ = emZ
ηˆZ = me mZ
ηˆZZ = m 2 emZ Sehingga m 2 emZ − (α k ) emZ = 0 2
mZ eN (m 2 − (α k ) ) = 0.
2
≠0
atau m2 = (α k ) m = ± αk
2
Jadi solusi dari persamaan diferensial biasa tersebut adalah ηˆ ( k , Z ) = A(k )eα kZ + B(k )e−α kZ . (b) Dari persamaan (50) diperoleh η ( X , − H ) = 0 menjadi ηˆ ( k , − H ) = 0
(i) dan
η ( X , −h ) = ηˆ0 menjadi ηˆ ( k , − h ) = ηˆ0
(ii)
selanjutnya persamaan jika persamaan (i) dan (ii) disubstitusikan ke persamaan (b) maka ηˆ ( k , − H ) = A(k )e−α kH + B(k )eα kH = 0 (1) dan
ηˆ ( k , − h ) = A(k )e−α kh + B(k )eα kh = ηˆ0 .
(2)
Jika persamaan (1) dan (2) dieliminasi, maka diperoleh A(k )e−α kH e−α kh + B (k )eα kH e −α kh = 0 A(k )e−α kh e −α kH + B (k )eα kh e−α kH = ηˆ0 e−α kH
−
B (k )eα kH e−α kh − B (k )eα kh e −α kH = −ηˆ0 e−α kH
(
)
α k H −h) α k h− H ) B(k ) e ( −e ( = −ηˆ0 e−α kH
B(k ) = −
ηˆ0 e−α kH
(e
α k ( H −h )
−e
−α k ( H − h )
)
=−
ηˆ0 e −α kH 2sinh (α k ( H − h ) )
dari persamaan (1) diperoleh ηˆ0 e−α kH A(k )e −α kH = eα kH α k ( H −h) −α k ( H − h ) −e e
(
A(k ) =
(e
)
ηˆ0 eα kH
α k ( H −h)
−e
−α k ( H − h )
)
=
ηˆ0 eα kH . 2sinh (α k ( H − h ) )
Hasil dari A(k ) dan B (k ) tersebut disubstitusikan ke persamaan (b), sehingga diperoleh
ηˆ ( k , Z ) = = =
ηˆ0 eα k ( H + Z ) ηˆ0 e−α k ( H + Z ) − 2sinh (α k ( H − h ) ) 2sinh (α k ( H − h ) ) ηˆ0
2sinh (α k ( H − h ) )
ηˆ0
2sinh (α k ( H − h ) )
(e
αk(H +Z )
−e
−α k ( H + Z )
2sinh (α k ( H + Z ) )
)
26
= ηˆ0
2sinh (α k ( H + Z ) ) 2sinh (α k ( H − h ) )
(II)
,
persamaan (II) disubstitusikan ke persamaan (I) menjadi ∞ 2sinh (α k ( H + Z ) ) ikX 1 η (X,Z) = ηˆ0 e dk . ∫ 2π −∞ 2sinh (α k ( H − h ) )
(51)
Persamaan (51) adalah solusi Masalah Nilai Batas (MNB) dengan menggunakan integral Fourier.
Penurunan persamaan (53) Dari persamaan (51), diperoleh ∞ 2sinh (α k ( H + Z ) ) ikX 1 η (X,Z) = ηˆ0 e dk , ∫ 2π −∞ 2sinh (α k ( H − h ) ) diturunkan terhadap Z di Z = − h, menjadi
η Z ( X , −h ) = =
α 2π
α 2π
∞
∫ kηˆ0
−∞
2 cosh (α k ( H + Z ) ) 2sinh (α k ( H − h ) )
∞
∫ k coth ( k ( H + Z ) ) e
ikX
eikX dk
ηˆ0 dk .
−∞
Penurunan persamaan (59), (60) dan (61) Sebelumya dari persamaan (43), F disederhanakan terlebih dahulu menjadi 1 ⎛ ⎞ F = η1Z ( c02 ρ0η1Z ) − 2c02 ρ 0η1ZZη1Z + 3ρ 0 N 2η1η1Z + ⎜ 2c0 c1 ρ 0η1Z + c02 ρ 0η12Z ⎟ Z 2 ⎝ ⎠Z 2 2 dengan mensubstitusikan ρ0 N η1 = −(c0 ρ0η1Z ) Z dari persamaan (39), diperoleh 1 ⎛ ⎞ F = η1Z ( c02 ρ0η1Z ) − 2c02 ρ 0η1ZZη1Z − 3η1Z ( c02 ρ0η1Z ) + ⎜ 2c0 c1 ρ 0η1Z + c02 ρ 0η12Z ⎟ Z Z 2 ⎝ ⎠Z 1 = −2η1Z ( c02 ρ 0η1Z ) − 2c02 ρ0η1ZZη1Z + 2 ( c0 c1 ρ0η1Z ) Z + ( c02 ρ0η12Z ) Z Z 2 1 = −2 ( c02 ρ 0η12Z ) + 2c02 ρ 0η1ZZη1Z − 2c02 ρ 0η1ZZη1Z + 2 ( c0 c1 ρ 0η1Z )Z + ( c02 ρ 0η12Z ) Z Z 2 3 = − ( c02 ρ0η12Z ) + 2 ( c0 c1 ρ0η1Z ) Z . (A) Z 2 Jika persamaan (40) disubstitusikan ke persamaan (A), maka 3 F = − ( c02 ρ 0 A2φZ2 ) + 2 ( c0 c1 ρ0 AφZ )Z , (B) dan Z 2 0 0 0 3 2 ⎛ 3 2 ⎞ 2 2 F φ dZ c ρ A φ c c ρ A φ φ dZ A = − + = − 2 ( ) ( ) ( c02 ρ0φZ2 )Z φ dZ + 0 1 0 Z Z ⎟ ∫− h ∫− h ⎜⎝ 2 0 0 Z Z 2 −∫h ⎠ 0
2 A ∫ ( c0 c1 ρ0φZ ) Z φ dZ −h
⎤ ⎡ ⎤ 0 3 2⎡ 2 0 A ⎢φ c0 ρ 0φZ2 ⎦⎤ − ∫ ( c02 ρ 0φZ3 ) dZ ⎥ + 2 A ⎢φ c0 c1 ρ 0φZ ]− h − ∫ ( c0 c1 ρ 0φZ2 ) dZ ⎥ −h 2 ⎣ −h −h ⎦ ⎣ ⎦ 0
=−
0
0 0 ⎤ ⎡ ⎤ 3 ⎡φ 2 φ = − A2 ⎢ ρ 0φZ − ∫ ( c02 ρ 0φZ3 ) dZ ⎥ + 2 A ⎢σ c02φZ c0 c1 ρ 0 2 − ∫ ( c0 c1 ρ 0φZ2 ) dZ ⎥ 2 ⎣σ σ c 0 −h −h ⎦ ⎣ ⎦ 0 0 2 ⎡ ⎤ ⎡ ⎤ 3 φ (C) = − A2 ⎢ ρ 0φZ − ∫ ( c02 ρ 0φZ3 ) dZ ⎥ + 2 A ⎢σ c03φZ2 c1 ρ 0 − ∫ ( c0 c1 ρ 0φZ2 ) dZ ⎥ . 2 ⎣σ −h −h ⎦ ⎣ ⎦
Kemudian dari persamaan (47), diperoleh
27
0
∫ Fφ dZ = c ρ (η φ 2 0
− η2 Z φ ) ⎦⎤
2 Z
0
−h
= ρ0 ( c02η 2φZ − c02η 2 Z φ ) ⎤⎦
Z =0 Z =− h
⎛ c2 ⎛ φ ⎞ = ρ 0 ⎜η 2 − c02η 2 Z φ ⎟ − ρ0 ⎜ 0 − 0 2π ⎝ σ ⎠ ⎝ ⎛ 1 ⎞ = ρ 0φ ⎜η 2 − c02η 2 Z ⎟ + ρ 0 c02 σ ⎝ ⎠ G = − ρ0φ + ρ0 c02 L ( A ) .
1 2π
Z =0 Z =− h
∞
∫ k coth (α k ( H − h ) )e
ikX
−∞
∞
∫ k coth (α k ( H − h ) )e
ikX
⎞ F ( A ) dk ⎟ ⎠
F ( A) dk
−∞
(D)
σ
Jika persamaan (C) disubstitusikan ke persamaan (D), maka diperoleh 0 0 3 φ2 3 G − A2 ρ 0φZ + A2 ∫ ( c02 ρ 0φZ3 ) dZ + 2 Aσ c03φZ2 c1 ρ 0 − 2 A ∫ ( c0 c1 ρ0φZ2 ) dZ = − ρ 0φ + ρ 0 c02 L ( A ) σ σ 2 2 −h −h 3 φ2 3 G − A2 ρ 0φZ + A2 ∫ ( c02 ρ 0φZ3 ) dZ + 2 Ac0φZ c1φρ 0 − 2 A ∫ ( c0 c1 ρ 0φZ2 ) dZ + ρ 0φ = ρ 0 c02 L ( A ) σ σ 2 2 −h −h 0
0
3 φ2 φ2 1 3 − A2 ρ 0φZ + 2 A2 ρ0 φZ + 2 Ac0φZ c1φρ 0 − 2 Ac0φZ c1φρ 0 − A2 c02φZ2 ρ 0φ + A2 ∫ ( c02 ρ 0φZ3 ) dZ 2 σ σ 2 2 −h 0
0
−2 A ∫ ( c0 c1 ρ 0φZ2 ) dZ =ρ0 c02 L ( A ) −h
1 2 φ2 1 φ2 3 A ρ 0φZ − A2 ρ0φZ + A2 ∫ ( c02 ρ 0φZ3 ) dZ − 2 A ∫ ( c0 c1 ρ 0φZ2 ) dZ =ρ 0 c02 L ( A ) . σ σ 2 2 2 −h −h 0
0
Karena diasumsikan ρ 0 ( z ) = ρ ∞ , sehingga 0
−2c1 A ∫ ( c0 ρ0φZ2 ) dZ + −h
0
3 2 A ( c02 ρ 0φZ3 ) dZ −ρ ∞ c02 L ( A ) = 0, 2 −∫h
maka menghasilkan persamaan 1 −c1 A + μ A2 − δ L ( A ) = 0 2
(59)
dengan ∞
ikX ∫ k coth (α k ( H − h ) )e F ( A) dk 2π −∞ kemudian koefisien μ dan δ yaitu
L ( A) =
1
(60)
0 ⎫ 3 ∫ ( c02 ρ 0φZ3 ) dZ ⎪ ⎪ μ = −0h ⎪ 2 ∫ ( c0 ρ0φZ2 ) dZ ⎪ ⎬ −h ⎪ 2 ρ∞ c0 δ= 0 .⎪ ⎪ 2 ∫ ( c0 ρ0φZ2 ) dZ ⎪ −h ⎭
(61)
Penurunan persamaan (62) Misalkan T = α ( H − h). Jika T → ∞, maka persamaan (60) menjadi
lim k T →∞
coth ( kT ) = k
⎡ cosh ( kT ) ⎤
lim coth ( kT ) = k lim ⎢⎢ sinh ( kT ) ⎥⎥ T →∞
T →∞
⎣
⎦
28
⎡ 1 kT − kT ⎤ ⎢ 2 (e + e ) ⎥ = k lim ⎢ ⎥=k kT − kT T →∞ ⎢ 1 ( e − e ) ⎥⎦ ⎣2
1 kT ⎡ ( e + e− kT ) ⎤⎥ ⎢ lim k , k ≥ 0⎫ T →∞ 2 ⎢ ⎥ , dengan ⎬ 1 kT −k , k < 0 ⎭ ⎢ e − e − kT ) ⎥ ( lim ⎢⎣ T →∞ 2 ⎥⎦
= k,
sehingga persamaan (60), diperoleh ∞ 1 ikX L ( A) = ∫ k e F ( A) dk. 2π −∞
Penurunan persamaan (63) Jika menggunakan integral kompleks yaitu ∞ eikX − ikX ∫−∞ X − X dX = iπ ⎡⎣sgn ( k )⎤⎦ e , maka ∞
k F ( A) = k
∫
∞
−∞
A ( X )e − ikX dX = i sgn ( k ) ∫ A ( X )e − ikX dX −∞
⎡ 1 ∞ e − ikX ⎤ dX ⎥dX = ∫ A( X ) ⎢ ∫ −∞ ⎣ π −∞ X − X ⎦ ∞ ⎡ ∞ ⎤ 1 A( X ) dX ⎥e− ikX dX = ∫⎢ ∫ X X − π ⎢ ⎥⎦ −∞ ⎣ −∞ ∞
∞
=
∫
[
( A) e−ikX dX
−∞
dengan [
( A) =
1
π
∞
∫
−∞
A( X ) X −X
dX .
Penurunan persamaan (64) Dari persamaan k F ( A ) =
1 2π
∞
∫
[
( A ) e−ikX dX ,
dengan menggunakan balikan transformasi
−∞
Fourier maka [ ( A) =
1
∞
∫
k F ( A )eikX dk .
2π −∞ Sehingga persamaan (62) berbentuk L ( A) = [ ( A) .
(i)
Penurunan persamaan (66) Sebelum menurunkan persamaan ini, terlebih dahulu mencari A dari persamaan (58) dengan ∞ 1 ikX balikan transformasi Fourier, maka diperoleh A = ∫ F ( A)e dk . Jadi dari persamaan (i), 2π −∞ diperoleh [ ( A) = k A. Selanjutnya dari persamaan (65), diperoleh 1 −c1 A + μ A2 − δ [ ( A ) = 0 2 atau
(ii)
29
1 ( A ) = μ A2 .
c1 A + δ [
(iii) 2 Jika F ( A ) = A , kemudian persamaan (iii) setiap ruasnya dilakukan transformasi Fourier dan menggunakan teorema Konvolusi serta persamaan (ii), maka diperoleh ⎛1 ⎞ Y ( c1 A ) + Y (δ [ ( A ) )= Y ⎜ μ A2 ⎟ ⎝2 ⎠ c1 Y
( A) + δ
( A) =
k Y
c1 F ( A) +δ k F ( A ) =
μ c1 A +δ k A = A. A 2
μ 2
μ 2
Y
( A. A)
( F ( A ) .F ( A ) )
( )
μ c1 A + δ k A = 2 μ
∞
∫ A ( k ) A ( k − k )dk '
'
−∞
∞
( c + δ k ) A = 2 ∫ A ( k ) A ( k − k )dk . '
1
−∞
'
'
'
30
LAMPIRAN E Penurunan persamaan (74) Dari persamaan (41), diperoleh • ρ0 ( Z ) = ρ1. jika − h ≤ Z ≤ 0, maka solusi umum persamaan diferensial c02 ρ0φZZ = 0 adalah φ ( Z ) = AZ + B. Untuk Z = 0 , dari persamaan (41b) diperoleh φ (0) = B
σ c0 2φZ ( 0 ) = B σ c0 2 A = B. Sedangkan untuk Z = − h adalah φ ( −h ) = − Ah + σ c02 A Jadi
φ ( Z ) = AZ + σ c02 A •
ρ0 ( Z ) = ρ 2 . jika − ∞ < Z < − h, maka solusi umum persamaan diferensial c02 ρ0φZZ = 0 adalah φ ( Z ) = CZ + D.
Untuk Z = −h adalah
φ ( −h ) = 1 Jadi
φ ( Z ) = 1.
Karena φ ( Z ) Kontinu di Z = − h, maka − Ah + σ c02 A = 1
(
)
A σ c02 − h = 1
A=
1
σ c02
−h
,
sehingga φ ( Z ) dapat ditulis sebagai berikut: ⎧ σ c02 Z , + ⎪ φ ( Z ) = ⎨ σ c02 − h σ c02 − h ⎪ 1 , ⎩
−h ≤ Z ≤ 0 −∞ < Z < −h,
atau ⎧ Z σ c02 ⎪ + h ⎪⎪ h φ ( Z ) = ⎨ σ c02 ⎪ h −1 ⎪ 1 ⎪⎩
,
−h ≤ Z ≤ 0
,
−∞ < Z < − h,
Penurunan persamaan (75) Dari persamaan (41a), diperoleh
(c ρ φ ) (c ρ φ ) 2 0 0 Z 2 0 0 Z
Z
Z
+ ρ0 N 2φ = 0 = − ρ0 N 2φ ; dengan N 2 = −
ρ0 Z . σρ0
31
atau
(c ρ φ ) 2 0 0 Z
Z
=
1
ρ0 Z φ .
σ
Jika kedua ruas diintegralkan dari −h − λ ke − h + λ , dengan λ >0, maka diperoleh c02 ρ0φ z c02 ρ0φ z
−h+λ − h−λ −h+λ − h−λ
σ c02
c02 −h
c02
σ c02
=
1
c02 ρ1
σ c02
=
−h
−h
ρ1 =
−h+λ
1
∫
σ
ρ0 zφ dZ
− h−λ
1
ρ0φ
σ
−0 =
1
σ
−h+λ − h −λ
⎡ ( −h + λ )
ρ1 ⎢
( −h + λ ) σ
ρ1 = −
(
σ c02
σ
(
−h
⎢⎣
σ c02
)
ρ1 +
h
σ c02
−h
+
−h
σ c02 ⎤ σ c02
c02
σ c02
)
ρ1 +
)
ρ1 +
σ
−h
(
1 ⎥ − ρ2 − h ⎥⎦ σ
ρ1 −
λ σ c02
−h
1
σ
)
ρ2
ρ1 +
c02
σ c02
−h
jika λ → 0, maka c02
σ c02 − h σ
σ
( (
ρ1 = −
h
σ c02
−h
h
σ c02
(
−h
σ
(
h
σ c02
)
ρ1 = −
)
ρ1 = −
)
1
σ
−h
c02
σ c02 − h
ρ1 −
1
σ
ρ2
ρ2
(σ c ρ − h ρ ) . σ (σ c − h ) 2 0 2
2
2 0
Jika σ σ c02 − h ≠ 0, maka persamaan di atas menjadi h ρ1 = −σ c02 ρ 2 + h ρ 2
(
)
h ρ1 = −σ c02 + h ρ 2
ρ1 = ρ2
−σ c02
+h
. h Persamaan (73) dapat ditulis sebagai berikut: ρ1 σ − 2 = ρ 2 −2 − σ sehingga diperoleh σ − 2 −σ c02 + h = h −2 − σ
(σ − 2 ) h = ( −σ c02 + h ) ( −2 − σ )
σ h − 2h = 2σ c02 + σ 2 c02 − 2h − σ h
σ c02 ( 2 + σ ) − 2σ h = 0.
ρ1 −
1
σ
ρ2