Referat III
GEJALA-GEJALA WANITA PERIMENOPAUSE
Penyaji Dr. Yandi Zulkarnaen
Pembimbing Dr. Mgs. H. Usman Said, SpOG-KFER Pemandu Dr. SpOG
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSMH/FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG
Dipresentaskan hari Senin; 3 Nopember 2003 Pkl 12.30 wib DAFTAR ISI Halaman
I.
PENDAHULUAN………………………………………………….. 1
II.
DEFINISI…………………………………………………………… 2
III. FISIOLOGI………………………………………………………… 3 IV. GEJALA-GEJALA PERIMENOPAUSE…………………………… 4 A. Perubahan pola haid…………………………………………….. 5 B. Ketidakstabilan vasomotor……………………………………… 6 C. Gangguan tidur………………………………………………….. 7 D. Gangguan seksual………………………………………………. 8 E. Sindroma urogenital…………………………………………….. 9 F. Gangguan psikologi/kognitif……………………………………. 10 G. Gangguan somatik………………………………………………. 11 H. Fertilitas………………………………………………………… 12 I. Osteoporosis……………………………………………………
13
J. Kelainan kardiovaskular………………………………………… 14 V.
EVALUASI PERIMENOPAUSE…………………………………. 15
VI. DIAGNOSA………………………………………………………..
16
VII. PENGOBATAN…………………………………………………… 17 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………
18
IX. RUJUKAN…………………………………………………………
19
I. PENDAHULUAN Sudah merupakan hukum alam bahwa setiap makhluk di dunia ini mengalami proses penuaan. Pada manusia proses penuaan itu sebenarnya terjadi sejak manusia dilahirkan dan berlangsung terus sampai mati. Berbeda dengan kaum pria, proses penuaan pada wanita berlangsung lebih “dramatis”, terutama karena adanya proses reproduksi dalam kehidupannya. Setelah kurang lebih 30 tahun lamanya indung telur berfungsi menghasilkan
telur
dan
hormon-hormonnya
terutama
estrogen
dan
progesteron, maka pada usia sekitar 40-49 tahun fungsinya akan menurun. Berkurangnya fungsi indung telur tersebut berlangsung secara berangsurangsur antara 4-5 tahun. Pada masa ini, indung telur tidak peka lagi terhadap rangsangan dari otak, sehingga telur tidak dapat berkembang lagi hingga matang. Dengan demikian jarang terjadi ovulasi (pengeluaran telur) dan akhirnya berhenti. Indung telur sendiri mengecil dan beratnya berkurang. Produksi hormon wanita (estrogen) makin lama makin berkurang sehingga haidpun menjadi tidak teratur dan akhirnya berhenti. Setelah usia 40 tahun seorang wanita memasuki fase klimakterium, yang berasal dari kata climacter yang berarti tahun-tahun peralihan. Klimakterium atau usia mapan, berlangsung dari saat premenopause (kirakira umur 40 tahun) yaitu pada masa dimana ovarium berangsur-angsur menurun fungsinya dan berakhir sekitar usia 55 tahun. Pada usia sekitar 49 tahun terjadi menopause (mati haid).1 Menopause merupakan salah satu fase dari kehidupan normal seorang wanita. Pada masa menopause kapasitas reproduksi seorang wanita berhenti. Ovarium tidak lagi berfungsi, produksi hormon steroid dan peptida berangsur-angsur hilang dan terjadi sejumlah perubahan fisiologik. Sebagian disebabkan oleh berhentinya fungsi ovarium dan sebagian lagi disebabkan oleh proses penuaan. Banyak wanita yang mengalami gejala dan keluhan akibat perubahan tersebut di atas. Gejala dan keluhan tersebut biasanya berangsur-angsur menghilang. Walaupun tidak menyebabkan kematian,
namun menimbulkan rasa tidak nyaman dan kadang-kadang menyebabkan gangguan dalam pekerjaan sehari-hari.2,3,4 Perubahan lain yang terjadi pada wanita menopause adalah perubahan yang terjadi pada sistem skeletal (tulang) dan kardiovaskular berupa osteoporesis dan penyakit jantung dan pembuluh darah. Keadaan ini merupakan salah satu hal yang harus ditanggulangi dalam program asuhan kesehatan wanita.2,5 II. DEFINISI ¾ Premenopause
: masa antara usia 40 tahun dan dimulainya siklus haid yang tidak teratur.
¾ Perimenopause (klimakterium)
:
Masa
perubahan
antara
premenopause
dan
menopause, ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur
dan
disertai
pula
dengan
perubahan-
perubahan fisiologik, termasuk juga masa 12 bulan setelah menopause. ¾ Menopause
: Haid terakhir yang masih dikendalikan oleh fungsi hormon ovarium.
¾ Pasca menopause : Amenorea 12 bulan (12 bulan setelah menopause) ditandai dengan kadar LH dan FSH yang tinggi serta kadar estrogen dan progesteron yang rendah. ¾ Menopause Iatrogenik
: Pengangkatan
kedua
ovarium
atau
kerusakan
ovarium akibat radiasi atau penggunaan obat sitostatik atau penyebab lain. ¾ Menopause Prekok
: Menopause sebelum usia 40 tahun.
¾ Sindrom Klimakterik
: Keluhan-keluhan
spesifik
yang
timbul
akibat
kekurangan estrogen yang dapat dimulai pada masa
perimenopause dan berlanjut sampai beberapa tahun paska menopause. III. FISIOLOGI Dengan adanya perimenopause dan mengerti gejala-gejala yang menyertai periode ini, kualitas hidup wanita perimenopause dapat diperbaiki dengan baik. Meskipun perimenopause mempunyai pengaruh medis, perimenopause sendiri belum dapat dikenali secara keseluruhan. Sebagian besar wanita hanya mengetahui tentang menopause saja. Ketika wanita mengeluh adanya gejala-gejala pada usia 40 tahunan dengan haid yang masih teratur, mereka sering salah menginterpretasikan gejala-gejala tersebut. Perubahan pada kondisi ini dimulai dengan meningkatnya populasi wanita usia 40-45 tahun. Sekitar 16 juta wanita di AS berumur antara 40-54 tahun dan dengan perubahan waktu jumlah ini akan mencapai 19 juta orang. Diagnosa dan tersedianya penanganan yang sesuai untuk gejala-gejala perimenopause tidak hanya memperbaiki kualitas hidup pasien selama beberapa tahun sebelum haidnya berhenti, tapi juga mereka akan kelihatan menjadi lebih aktif dan akan setuju dengan terapi sulih hormon selama masa menopause. Tidak seperti menopause yang secara tepat didefinisikan sebagai 12 bulan sesudah haid berakhir, waktu untuk perimenopause masih belum jelas. Sama halnya dengan terjadinya peningkatan absolut dari FSH dan penurunan dramatis dari estradiol didefinisikan sebagai menopause, sedangkan perimenopause ditandai dengan fluktuasi dari hormon yang didefinisikan sebagai “irregularly irregular”. Menurut WHO: definisi perimenopause adalah 2-8 tahun sebelum menopause dan 1 tahun setelah berakhirnya haid. Definisi kerja yang lebih baik seperti yang dikatakan Dr. Bachman dkk pada suatu seminar perimenopause, yaitu suatu fase sebelum menopause yang umumnya terjadi antara umur 40-50 tahun, dimana terjadi transisi dari siklus haid yang teratur menjadi suatu bentuk siklus yang tidak teratur dan periode amenore yang berhubungan dengan perubahan hormonal.
Perimenopause merupakan hal yang terjadi individual. Tidak ada 2 orang wanita yang mempunyai pengalaman atau waktu perimenopause yang sama. Tidak banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui variasi dari lamanya perimenopause, tetapi baik McKinlay maupun Trealor menyatakan lamanya ± 4 tahun dengan durasi berkisar 2-8 tahun. Secara klinik durasinya bisa saja 10 tahun. Perubahan dari masa ovarium sepanjang kehidupan secara keseluruhan dipengaruhi oleh umur dan perubahan-perubahan ini telah diperlihatkan secara jelas dalam suatu penelitian oleh Tevilla, dimana telah diautopsi 706 pasang ovarium. Tervilla menunjukkan bahwa berat ovarium meningkat secara perlahan dalam awal perkembangannya, kemudian menurun secara tajam sesudah umur 35 tahun. Penurunan masa ovarium ini menjadi lebih cepat setelah umur 45 tahun. Pengurangan folikel primer dari ovarium terjadi secara terus-menerus mulai dari kehidupan fetus sampai periode menopause. Pemeriksaan histologi dari ovarium wanita perimenopause menunjukkan sejumlah pengurangan dari folikel primer, jarang pada folikel skunder atau folikel Graff maupun korpus luteum
(gambar
2).
Penelitian
siklus
haid
selama
perimenopause
menunjukkan bahwa interval intermenstruasi kurang berarti sebelum onset dari siklus haid dengan jelas berhubunngan dengan stadium lanjut dari perimenopause. Dilaporkan terjadi pengurangan 3 hari dalam interval intermenstruasi seorang wanita. Percepatan folikulogenesis merupakan penyebab dari proses ini. Dibandingkan dengan wanita muda, level FSH meningkat pada wanita perimenopause. Ini dapat diartikan sebagai kompensasi akibat menurunnya folikel ovarium atau sebagai akibat menurunnya sekresi dari inhibin. Pengukuran FSH dan estradiol yang sangat bervariasi selama periode ini dan nilai kliniknya yang terbatas, tidak begitu penting untuk proses diagnostik. Kadar LH yang bervariasi dan kurang bernilai dalam mendiagnosis perimenopause.
Kadar
FSH
dapat
berguna
dalam
menilai
fertilitias
wanita
perimenopause yang ingin hamil. Kadar FSH diukur pada hari ke-3 dari siklus haid yang dapat memperkirakan fungsi dari ovarium dan cadangan folikel. Jika kadar FSH <20 mIU/ml, kehamilan masih mungkin terjadi; jika kadarnya antara 20-30 mIU/ml kecil kemungkinan terjadi kehamilan dan kadar FSH 30 mIU/ml menunjukkan ovarium mengalami menopause dan tidak mungkin terjadi hamil. (JAMA) Klimakterik merupakan terminologi umum untuk masa transisi dari usia reproduktif ke masa paskareproduktif dalam kehidupan seorang wanita. Menurut WHO definisi natural menopause sebagai berhentinya haid secara permanen sesudah 12 bulan amenorea tanpa penyebab fisiologi atau patologi lain. Berhentinya haid sebagai akibat dari berkurangnya cadangan folikel ovarium dan menurunnya fungsi dari ovarium itu sendiri yang mengakibatkan produksi estrogen dan stimulasi lapisan endometrium berkurang. Dari analisis data secara longitudinal menyatakan bahwa kemungkinan untuk haid spontan pada semua wanita yang telah mengalami amenorea selama 12 bulan kurang dari 2%. (JAMA) Selama perimenopause ovulasi terjadi secara tidak teratur karena fluktuasi hormon yang dipengaruhi aksis hipotalamus-pituitariovarium. Sebagai contoh, pada wanita yang mengalami perimenopause dengan cepat, kadar inhibin B menurun sehingga kadar FSH meningkat tanpa perubahan berarti pada kadar inhibin A atau estradiol. Kadar FSH dapat naik selama beberapa siklus tetapi kembali pada kadar premenopause pada siklus berikutnya. Sama halnya juga konsentrasi estradiol juga dapat menurun atau kadang meningkat selama perimenopause. Bervariasinya nilai hormonal ini menyulitkan interpretasi terhadap hasil dari satu uji laboratorium. III. GEJALA-GEJALA PERIMENOPAUSE Bentuk dari gejala-gejala merupakan dasar diagnosis perimenopause. Gejalagejala yang ada sangat bervariasi diantara wanita-wanita. Oleh karena itu diperlukan pendekatan secara individual dalam penilaian dan pengobatan.
Tabel 1 merupakan ringkasan dari gejala-gejala wanita perimenopause. Tabel 1. Gambaran ringkas dari gejala-gejala perimenopause. A. Perubahan pola haid a. Siklus menjadi pendek (2-7 hari) : - Siklus memanjang - Haid tak teratur b. Perubahan bentuk perdarahan - Mula-mula banyak (akibat siklus anovulatoar) kemudian menjadi sedikit - Spotting - Perdarahan yang banyak, lama atau perdarahan intermenstrual B. Ketidakstabilan vasomotor -
Hot flushes
-
Keringat malam
-
Gangguan tidur
C. Gangguan psikologis/kognitive -
Depresi
-
Irritabilitas
-
Perubahan mood
-
Kurang konsentrasi, pelupa.
D. Gangguan seksual -
Kejadian gangguan seksual pada wanita perimenopause bervariasi dan meningkat dengan bertambahnya umur.
-
Gejala-gejala berupa; berkurangnya lubrikasi vagina, menurunnya libido, dispareuni dan vaginismus.
E. Gejala-gejala somatik -
Sakit kepala
-
Pembesaran mammae dan nyeri
-
Palpitasi
-
Pusing
A.
Perubahan pola haid Gejala yang paling umum pada wanita perimenopause adalah perubahan dari pola haid. Lebih dari 90% wanita perimenopause akan mengalami perubahan dalam siklus haid. Siklus yang memendek antara 2-7 hari sangatlah khas. Sebagai contoh, wanita dengan siklus haid yang teratur antara 25-35 hari selama usia 20-30 tahun akan mengalami siklus haid lebih sering terutama disebabkan oleh memendeknya fase folikel. Siklus haid yang sebelumnya menetap tiap 28 hari akan menjadi siklus 25 atau 26 hari dan pada waktu terjadi perimenopause kejadian oligomenore meningkat. Perdarahan yang tidak teratur dapat terjadi karena tidak adekuatnya fase luteal atau sesudah puncak estradiol yang tidak diikuti ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Pemanjangan siklus mungkin juga terjadi seperti halnya haid yang tidak teratur. Banyak juga wanita yang mengalami perubahan dalam banyaknya perdarahan. Perdarahan biasanya lebih banyak pada awal perimenopause yang disebabkan oleh siklus anovulasi. Kemudian menjadi lebih sedikit. Beberapa wanita dilaporkan mengalami spotting 1 atau 2 hari segera sebelum haid. Kombinasi dari spotting, siklus haid yang pendek dan perdarahan yang banyak memberikan kesan secara subjektif wanita tersebut “selalu berdarah”. Meskipun perdarahan tidak teratur sangat umum dan dianggap normal selama perimenopause, berat dan lamanya perdarahan atau perdarahan diantara siklus haid bukanlah hal yang normal. Adanya perdarahan mengharuskan klinikus untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut, sepeti biopsi endometrium untuk menegakkan diagnosis, terutama untuk penderita dengan faktor risiko yang lain untuk terjadinya karsinoma endometrium seperti oligoovulatoar, obesitas atau riwayat infertilitas. Untuk kasus-kasus yang dicurigai, sebelum melakukan biopsi, mungkin berharga bila ditanyakan pada penderita riwayat perdarahan secara lengkap untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat mengenai pola perdarahan.
Tanda awal dari perimenopause adalah perubahan pada pola perdarahan haid. Keadaan ini diakibatkan defisiensi atau berfluktuasinya estrogen dan progesteron. Didapatkan sekitar 33% dari seluruh konsultasi ginekologi berhubungan dengan perdarahan abnormal, dan meningkat menjadi 69% pada wanita perimenopause dan postmenopause. Penelitian klinik pada wanita perimenopause menunjukkan bahwa lebih kurang 90% wanita selama perimenopause mengalami ketidakteraturan haid; hanya 1012% dari wanita premenopause yang mengalami amenore mandadak. Insiden kelainan organik pada uterus mencapai puncaknya pada saat perimenopause. Oleh karena siklus haid pada periode ini kemungkinan anovulatoar, risiko untuk terjadinya hiperplasi endometrium akibat unopposed estrogen menjadi lebih tinggi. B.
Ketidakstabilan vasomotor Gangguan vasomotor merupakan gejala kedua pada wanita perimenopause. Lebih kurang 85% dari wanita perimenopause mengalami hot flushes, keringat malam dan gangguan tidur yang merupakan gejala dari ketidakstabilan vasomotor. Intensitas, lamanya serta frekuensi dari gejala tersebut sangat bervariasi. Kadang kala seorang wanita mengalami 40 kali hot flushes setiap hari dan badan basah kuyub oleh keringat malam, beberapa yang lain mengalami 1-2 kali perhari dan merasa sangat susah dan terganggu. Hot flushes selama perimenopause, temperatur jari-jari mengalami peningkatan kira-kira 3,1 ± 0,30C dan peningkatan ini menetap untuk selama lebih kurang 44 menit. Mekanisme terjadinya hot flushes ini belum diketahui secara lengkap. Meskipun terjadi perubahan dalam termoregulasi, imunoreaktif neurotensin, katekolamin dan LH semuanya ditemukan selama hot flushes, penurunan estradiol merupakan faktor yang lebih dipercaya. (JAMA) Hot flashes merupakan sensasi mendadak terhadap rasa panas, berkeringat dan kemerahan yang lebih sering terjadi pada muka,
leher dan dada. Chill, clammines dan ansietas juga sering menyertai hot flashes. Lamanya hot flashes umumnya 1-5 menit dan hanya 6% yang mengalami >6 menit. Gejala ini lebih banyak dialami oleh wanita di Amerika Utara, Eropa dan Australia sekitar 50-85% dan terjadi secara periodik selama 1-5 tahun. Hanya 10-20% wanita Indonesia dan 10-25% wanita China yang mengalami hot flashes. C.
Gangguan tidur Beratnya gangguan tidur bervariasi dan sering dikeluhkan oleh wanita pada masa perimenopause. Gangguan tidur bervariasi secara luas dan dapat menjadi kronik atau sementara. Beberapa pola umum gangguan tidur diantaranya : -
Susah untuk jatuh tidur
-
Terbangun tengah malam dan sukar untuk kembali tidur
-
Bangun pagi lebih awal dan tidak mampu untuk tidur kembali. Kesulitan tidur dapat mempengaruhi kualitas hidup secara serius,
mengakibatkan
kelelahan,
insomnia,
depresi,
iritabilitas
dan
ketidakmampuan untuk berkonsentrasi. Harus dapat dibedakan apakah gangguan tidur tersebut skunder akibat hot flushes malam hari, berhubungan dengan depresi atau timbul karena faktor lain, seperti: -
Gangguan hipotalamus; hampir selalu menyebabkan tidur yang terlambat.
-
Kebiasaan sehari-hari seperti tidur sebentar atau jadwal tidur yang tidak teratur, sehingga menyebabkan gangguan tidur tengah malam.
-
Stimulan seperti kafein, alkohol, nikotin dan beberapa obat; hal lain yang dapat mengakibatkan gangguan tidur seperti sakit, ansietas dan gangguan emosional.
-
Gangguan fisik seperti nyeri artritis, mengakibatkan kesulitan memulai atau mempertahankan tidur.
-
Nokturia yang mengakibatkan sering terbangun.
Gangguan tidur yang sangat umum pada perimenopause adalah memanjangnya keterlambatan tidur (saat mulai berbaring sampai benarbenar jatuh tertidur). Normalnya periode ini tidak lebih dari 10 menit. D.
Gangguan seksual (Obstet Gynecol) Selama masa transisi ke menopause, dimana kadar estrogen menurun, frekuensi gangguan seksual dilaporkan meningkat. Kejadian gangguan ini cenderung meningkat sesuai dengan bertambahnya umur. Gejala-gejala dari gangguan seksual ini antara lain : berkurangnya lubrikasi vagina, menurunnya libido, dispareuni dan vaginismus. Perubahan ini harus dijelaskan karena banyak dari para wanita tidak mengetahui adanya pengaruh hormonal. Mereka harus diyakinkan dan belajar bahwa perubahan-perubahan tersebut merupakan bagian normal pada masa transisi perimenopause. 1. Kekeringan vagina (vaginal dryness) Vaginal dryness kadang-kadang dialami akibat berkurangnya produksi estrogen selama perimenopause. Keadaan ini dapat menyebabkan atropi urogenital dan perubahan dalam kuantitas dan komposisi sekresi vagina.
Perkiraan
prevalensi
vaginal
dryness
diantara
wanita
perimenopause lanjut antara 18-21%. 2. Keinginan seksual yang berubah Dennerstein dkk melaporkan dalam penelitian di Australia, meskipun sebagian besar wanita tidak menunjukkan perubahan dalam sexual interest selama menopause, sebanyak 31% mengalami penurunan seksual dan 7% sexual interest-nya meningkat. Hanya 6% dari wanita yang mengalami penurunan seksual tersebut mengatakan menopause sebagai alasan. Penurunan ini mungkin disebabkan oleh faktor fisiologi yang membuat hubungan seks menjadi sulit (seperti vaginal dryness, hot flashes, inkontinensia urine) atau oleh faktor sosial dan lingkungan. E.
Sindroma urogenital
Secara embrional uretra dan vagina sama-sama berasal dari sinus urogenital dan duktus Muller. Selain itu pula, di uretra dan vagina banyak dijumpai reseptor estrogen, sehingga kedua organ tersebut mudah mengalami gangguan begitu kadar estrogen serum mulai berkurang. Gangguan– gangguan tersebut dapat berupa berkurangnya aliran darah, turgor dan jaringan kolagen. Kekurangan estrogen juga dapat menyebabkan mitosis sel dan pemasukan asam amino ke dalam sel berkurang. Pada vulva terjadi atropi sel, epitel vulva menipis. Dijumpai fluor dan perdarahan subepitelial (kolpitis senilis), vagina menjadi kering, mudah terjadi iritasi dan infeksi. Pada uretra sel-selnya juga mengalami atropi. Pada uretra tampak otot yang menonjol keluar seperti prolaps yang kadang-kadang disalahartikan sebagai “prolaps uretra”. Stenosis uretra sering juga ditemukan. Stenosis uretra, atropi sel-sel epitel kandung kemih dapat menimbulkan keluhan “Reizblase” (iritabel vesika) atau sindroma uretra berupa polakisuria, disuria bahkan dapat timbul gangguan berkemih. Di negara-negara barat pengaruh inkontinensia urine pada wanita usia pertengahan antara 26-55%. Kadar estrogen yang rendah menyebabkan mukosa uretra dan trigonum menjadi atropi sehingga kontrol berkemih menjadi lemah. F.
Gangguan Psikologi/kognitif Gejala-gejala psikologi dan kognitif seperti depresi, iritabilitas, perubahan mood, kurangnya konsentrasi dan pelupa juga ditemukan pada banyak wanita perimenopause. Banyak wanita menggambarkan gangguan ini sebagai “perimenopause berat”. Seperti diketahui bahwa kejadian depresi kira-kira 2 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pria. Risiko depresi mayor adalah 7-12% untuk pria dan 20-25% untuk wanita. Usia rata-rata terjadinya depresi adalah 40 tahunan. Data laboratorium menyatakan bahwa hormon ovarium sangat berkhasiat, dimana sinyal kimiawi perifer secara umum mempengaruhi
aktivitas neuronal. Perubahan level estrogen dan progesteron menunjukkan sejumlah pengaruh neurotransmiter SSP seperti dopamin, norepinefrin, asetilkolin dan serotonin yang kesemuanya diketahui sebagai modulator untuk mood, tidur, tingkah laku dan kesadaran. Selama perimenopause, fluktuasi hormon terutama fluktuasi estrogen dapat mengubah level neurotransmiter di SSP yang dapat mempengaruhi tidur, daya ingat dan mood. Penting sekali untuk membedakan perubahan mood karena pengaruh hormon dengan kelainan depresi mayor. Pada pasien tanpa riwayat depresi, terapi sulih hormon harus dipertimbangkan. G.
Gejala-gejala somatik Beberapa gejala somatik yang sering terjadi selama perimenopause antara lain; sakit kepala, pusing, palpitasi serta payudara yang membesar dan nyeri. Dari semua keluhan-keluhan di atas, harus diyakinkan bahwa gejalagejala tersebut umum terjadi dan bersifat fisiologis. Pengobatan yang dilakukan bersamaan dengan pendidikan dan suportif harus dilakukan pada awal timbulnya gejala. Sekarang ini terapi farmakologi dan nonfarmakologi sudah tersedia. Tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa tidak ada pengobatan bagi wanita pada masa perimenopause, sebab mereka masih menghasilkan estrogen. Dalam banyak kasus, meyakinkan bahwa gejala-gejala tersebut adalah hal yang nyata dan tidak mengancam kehidupan mungkin sudah cukup. Tetapi, jika dianggap penting, pengobatan tidak harus ditunda.
H.
Fertilitas Gambaran hormonal pada wanita perimenopause bervariasi dengan luasnya secara individual dan waktu. Pilihan terapi hormonal pada perimenopause tergantung pada keadaan hormonal pasien. Banyak penelitian mengatakan perlunya terapi kombinasi dengan estrogen dan progestogen pada perimenopause.
Wanita pada masa ini akan mengalami periode iregular dan interval amenorea, tetapi ovarium mereka tetap menghasilkan estrogen. Sensitivitas hipotalamus menurun terhadap umpan balik negatif estrogen ovarium karena penurunan yang progresif sejumlah folikel dan menurunnya sekresi inhibin yang merupakan kontrol selektif untuk FSH. Masa ini juga ditandai oleh hormonal oscillation sehingga seorang wanita mempunyai gejala-gejala menopause dalam 1 bulan dan bulan berikutnya dengan siklus berovulasi dan menjadi risiko untuk terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Limapuluh persen wanita berumur 40-an masih berpotensi untuk subur dan kehamilan pada kelompok umur ini disertai dengan mortalitas ibu yang meningkat, abortus spontan, kelainan fetus dan mortalitas perinatal. Risiko kehamilan kira-kira 10% pada umur 40-44 tahun, 2-3% untuk umur 45-49 tahun dan risiko tidak menjadi nol untuk wanita lebih dari 50 tahun. I.
Osteoporosis (Panduan menopause) Kekurangan hormon estrogen akan dapat menyebabkan hilangnya masa tulang. Akibatnya dapat terjadi osteoporosis yang akhirnya akan membuat tulang mudah patah. Osteoporosis adalah penyakit rapuh tulang usia 50 tahun/lebih yang ditandai dengan berkurangnya densitas tulang. Pada wanita proses penyusutan tulang lebih besar dibandingkan pria, karena tulang wanita sangat dipengaruhi oleh estrogen. Penyusutan terjadi sekitar 3% pertahun dan akan berlangsung terus hingga 5-10 tahun pasca menopause. Sepanjang hidup seorang wanita, total jarinngan tulang yang menyusut sekitar 40-50%, sedangkan pada laki-laki hanya 20-30%. Selain digunakan sebagai pengobatan, estrogen juga dapat digunakan sebagai pencegahan osteoporosis. Bagaimanapun pencegahan adalah lebih baik daripada pengobatan, karena biaya pengobatan untuk osteoporosis cukup besar. Di Amerika Serikat biaya perawatan patah tulang akibat osteoporosis pertahun mencapai 20-30 triliyun rupiah.
Untuk dapat mencegah terjadinya osteoporosis, maka estrogen diberikan begitu seorang wanita memasuki usia menopause dan terus berlanjut sampai 5-10 tahun pasca menopause. J.
Kelainan kardiovaskular (Warren & Kulak) Kelainan kardiovaskular menjadi penyebab utama kematian dan kesakitan pada wanita menopause. Penyebab lain berturut-turut adalah patah tulang, kanker payudara dan kanker endometrium. Pada tahun 2000, 38% wanita di Amerika Serikat berumur 45 tahun atau lebih, pada tahun 2015 proporsi ini akan meningkat menjadi 45%. Satu dari sembilan wanita berumur 45-64 tahun menderita berbagai macam penyakit kardiovaskular dan setelah 65 tahun rasionya meningkat menjadi 1 banding 3. Kira-kira 40% penyakit koroner pada wanita berakibat fatal dan 67% dari semua kematian mendadak yang terjadi pada wanita tersebut tanpa riwayat penyakit jantung koroner. Mereka kehilangan daya tahan terhadap penyakit jantung koroner akibat berkembangnya menopause, dan meningkatnya insiden penyakit ini bukan karena perubahan gaya hidup atau faktor risiko tetapi karena perubahan lipoprotein yang terjadi pada menopause. Pada wanita menopause HDL kolesterol adalah satu indikator untuk terjadinya penyakit jantung koroner, dimana untuk setiap peningkatan 10 mg/dL risiko akan menurun sampai 50%. Trigeliserida juga merupakan faktor risiko penting untuk penyakit jantung koroner, dimana terjadi peningkatan penyakit jantung jika kadar trigeliserida meningkat dan kadar HDL yang rendah. Banyak bukti yang mengatakan bahwa pengaruh kardioprotektif dari terapi pengganti estrogen adalah pada kadar lipid serum. Wanita postmenopause yang mempunyai kadar HDL kolesterol kurang dari 46 mg/dL mempunyai risiko 6 kali lipat untuk terjadi penyakit jantung koroner dibandingkan dengan wanita dengan kadar HDL kolesterol lebih dari 67 mg/dL.
III. EVALUASI PERIMENOPAUSE (JAMA) Penilaian dapat dibagi dalam 5 kategori dasar : A. Penilaian sendiri. Harus ditanyakan kapan seorang wanita pertama kali merasakan adanya gejala-gejala menopause. Hal ini harus berdasarkan persepsi mereka dengan adanya kekhawatiran akibat perubahan pada tubuh mereka. Dalam suatu penelitian cross-sectional, Garamszegi dkk melaporkan bahwa menopause lebih berhubungan dengan gejala-gejala dibandingkan dengan perubahan siklus haid. B. Gejala-gejala Gejala klimakterik terutama merupakan keluhan vasomotor seperti hot flashes dan keringat malam. Gejala lain adalah akibat berfluktuasinya kadar hormon estrogen dan progesteron seperti vaginal dryness, keinginan seksual yang berubah, inkontinensia urine, depresi, ketegangan syaraf dan iritabilitas serta gangguan tidur. C. Riwayat medis dan riwayat keluarga 1. Usia menopause orang tua. Faktor genetik tampaknya menjadi faktor predisposisi bagi wanita untuk mengalami menopause lebih cepat. Torgerson dkk melaporkan terjadinya premature menopause dan early menopause karena usia menopause ibu yang lebih muda dibandingkan usia menopause ibu yang normal. Penelitian case-control oleh Cramer dkk di Boston menemukan bahwa wanita dengan riwayat keluarga (seperti ibu, kakak, bibi, nenek) yang mengalami menopause sebelum usia 46 tahun berisiko tinggi untuk terjadi menopause yang lebih cepat (early menopause). 2. Merokok. Telah dibuktikan bahwa merokok menyebabkan menopause terjadi 12 tahun lebih cepat dibandingkan tidak merokok. Beberapa penelitian mendukung bahwa assertion dan quitting merokok secara signifikan memperlambat menopause. Bukti lain mengatakan bahwa usia rata-
rata menopause secara statistik tidak berbeda antara yang tidak pernah merokok dengan eks-perokok. Sebagian besar penelitian terhadap rokok dan menopause mengatakan adanya hubungan dosis-respon antara jumlah rokok yang dihisap dan usia menopause. 3. Status histerektomi Sering diasumsikan bahwa wanita yang menjalani histerektomi dengan conservation pada ovarium tidak akan mengalami gejala menopause lebih cepat atau lebih berat akibat histerektomi tersebut. Nonetheless, bukti-bukti menunjukkan bahwa wanita dengan conservation ovarium pada histerektomi mengeluh adanya gangguan vasomotor yang lebih banyak, vaginal dryness dan keluhan-keluhan lain dibandingkan dengan wanita yang tidak menjalani histerektomi. Pada negara-negara maju, histerektomi merupakan operasi yang sering dilakukan pada wanita dewasa; sepertiga wanita Amerika menjalani histerektomi pada usia 65 tahun. D. Tanda-tanda Fisik. 1. Indeks maturasi Penilaian terhadap defisiensi estrogen vagina adalah evaluasi terhadap indeks pematangan epitel vagina. Prosedur ini dilakukan dengan cara pengambilan sel pada batas atas dan sepertiga tengah dinding samping vagina menggunakan sikat. Dibuat slide dan dilakukan pengecatan dengan tehnik Papanicolaou kemudian persentase dari sel parabasal, intermediat dan superfisialis dihitung. Meskipun indeks maturasi berubah secara bermakna setelah terapi pengganti estrogen, diagnosis tidak dapat membandingkan indeks maturasi dengan karakteristik siklus haid. 2. pH vagina Beberapa peneliti mengatakan bahwa peningkatan pH vagina (6,07,5) dimana tidak ditemukan bakteri patogen menjadi alasan adanya penurunan kadar estradiol serum. Uji ini dilakukan secara langsung dengan kertas pH pada dinding lateral vagina. Perubahan pH dapat
diakibatkan oleh berubahnya komposisi dari sekresi vagina yang menyertai atropi. 3. Ketebalan kulit Estrogen menstimulasi pertumbuhan epidermal dan promotes pembentukan kolagen dan asam hialuronik sehingga turgor dan vaskularisasi kulit bertambah. Selama klimakterik, berkurangnya kadar estrogen mengakibatkan epidermis menjadi tipis dan atropi. E. Uji laboratorium 1. Pengukuran FSH Pengukuran kadar plasma FSH telah dilakukan untuk mencoba mengidentifikasi wanita perimenopause dan postmenopause. Kadar FSH yang tinggi menunjukkan telah terjadi menopause yang terjadi pada ovarium. Ketika ovarium menjadi kurang responsif terhadap stimulasi FSH dari kelenjar pituitari (produksi estrogen sedikit), kelenjar pituitari meningkatkan produksi FSH untuk mencoba merangsang
ovarium
menghasilkan
estrogen
lebih
banyak.
Bagaimanapun, banyak klinikus dan peneliti meragukan nilai klinik dari pengukuran FSH pada wanita perimenopause dimana kadar FSH berfluktuasi considerably setiap bulan yang tergantung pada adanya ovulasi. 2. Estradiol Penelitian longitudinal akhir-akhir ini melaporkan bahwa wanita dengan early perimenopause (perubahan dalam frekuensi siklus) kadar estradiol premenopause terjaga sedangkan pada perimenopause lanjut (tidak haid dalam 3-11 bulan sebelumnya) dan wanita postmenopause
terjadi penurunan secara bermakna dari kadar
estradiol. Estradiol dapat diukur dari plasma, urine dan saliva. Seperti halnya FSH, kadar estradiol mempunyai variasi yang tinggi selama perimenopause. 3. Inhibin
Inhibin A dan inhibin B disekresikan oleh ovarium dan seperti estradiol, exert umpan balik negatif terhadap kelenjar pituitari, menurunkan sekresi FSH dan LH. Kurangnya inhibin menyebabkan peningkatan FSH yang terjadi pada ovarium senescence. Kadar inhibin B menurun pada perimenopause sedangkan inhibin A tidak mengalami perubahan. Inhibin A akan menurun pada saat sekitar haid akan berhenti. Kadar inhibin biasanya diukur dari plasma. Ovarium menghasilkan inhibin B lebih sedikit karena hanya sedikit folikel yang menjadi matang dan sejumlah folikel berkurang karena umur. IV. DIAGNOSA •
Usia penderita 40-65 tahun
•
Tidak haid lebih dari 6 bulan
•
Keluhan klimakterik (+)
•
FSH >20 IU/mL
•
Estradiol <50pg/mL
•
Sitologi vagina
•
Densitometer
•
USG transdermal
V. PENGOBATAN Periode menopause telah dikenal sebagai masa dimana terdapat p[erubahan fisiologis yang dramatis. Pada periode ini faktor-faktor risiko penting dapat berkembang dengan percepatan penyakit seperti osteoporesis. Gejala-gejala pada menopause seperti perdarahan uterus harus didiagnosa dan ditangani secara tepat. Terdapat perbaikan kualitas hidup secara berarti dengan pengobatan terhadap gejala-gejala perimenopause. Perbaikan pengobatan tersebut meliputi hot flashes, gangguan tidur, kelelahan dan moodiness. Gejala dapat diobati sebelum haid berhenti; menunggu sampai haid berhenti baru kemudian diobati tidak mempunyai dasar fisiologi. Jika penderita masih dalam siklus, estrogen dosis rendah dengan progesteron dapat digunakan
secara sinkron. Sebagai alternatif, kontrasepsi oral dosis rendah dapat digunakan dan kadang-kadang estrogen dosis rendah tanpa progesteron dapat mengobati hot flashes dengan efektif pada wanita yang tampak masih berovulasi. Wanita dengan haid yang tak teratur harus dievaluasi adanya hiperplasia endometrium; ketidakteraturan sering disebabkan oleh siklus anovulasi dan dapat diobati dengan progesteron untuk mnecegah perdarahan yang memanjang. Kontrasepsi oral juga dapat mengobati masalah ini dengan efektif, meskipun kandungan hormon pada pil ini lebih besar dari dosis hormon pengganti. Morbiditas utama selama perdarahan pada masa perimenopause karena anovulasi atau adanya fibroid atau polip. Meskipun anovulasi akan berespon terhadap pengobatan, lesi pada uterus seperti fibroid atau polip akan menjadi parah dengan terapi hormonal. Masalah lain yang dapat diobati dengan efektif pada periode perimenopause adalah sakit kepala migren. Gejala ini sering dicetuskan oleh menurunnya
dan
berfluktuasinya
kadar
estrogen
terutama
pada
perimenopause. Penggunaan estrogen dosis rendah yang ditempel dapat membantu mencegah fluktuasi hormon pada periode ini. Onset penyakit kronis seperti osteoporesis dimulai pada masa menopause. Terdapat kehilangan substansi tulang sebelum menopause, disarankaan agar pasien yang berisiko harus diobati selama perimenopause. Sebagai tambahan, periode transisi yang panjang menjadi faktor risiko untuk terjadinya osteoporesis. Intervensi menjadi bentuk pengobatan untuk menjaga agar kadar estrogen normal, seperti digariskan di atas. Wanita perimenopause juga kehilangan pengaruh kardioprotektif penting karena menurunnya kadar estrogen. Terdapat pengaruh vasodilatasi pada arteri koronaria begitu juga pengaruh terhadap lipid. Terapi sulih hormon merupakan suatu intervensi untuk pasien yang menderita angina dan palpitasi jantung. Perimenopause telah dikenal lebih jauh sebagai bagian terpisah dalam proses menopause. Kenyataannya, perimenopause mungkin lebih penting
dalam hal gejala-gejalanya daripada periode postmenopause awal atau postmenopause lanjut. Kejadian fisiologis ini memberikan kesempatan pada klinikus
untuk
melakukan
pemeriksaan
dalam
program
kesehatan
pencegahan yang akan memelihara atau memperbaiki kualitas hidup mereka. VI. KESIMPULAN DAN SARAN VII. RUJUKAN 1.
Affandi B. Masalah kesehatan pada menopause. Panduan menopause. Edisi pertama. Pokja endokrinologi reproduksi. POGI/PERMI. Jakarta, Balai Penerbit FK UI 1997:
2.
Baziad A, Anton H, Rachman IA. Pengobatan dan pencegahan osteoporosis dengan terapi hormon pengganti pada wanita menopause. Panduan menopause. Edisi pertama. Pokja endokrinologi reproduksi. POGI/PERMI. Jakarta, Balai Penerbit FK UI 1997:
3.
Warren MP, Kulak J. Is estrogen replacement indicated in perimenopause women? Clin Obstet Gynecol 1998;41:976-87
4.
Kaunitz AM. Oral contraceptive use in perimenopause. Am J Obstet Gynecol 2001; 185: S32-7
5.
Klein NA, Soules MR. Endocrine changes of the perimenopause. Clin Obstet Gynecol 1998;41:912-20
6.
Nochtigall LE. The symptoms of perimenopause. Clin Obstet Gynecol 1998;41:921-27
7.
Lobo RA. The perimenopause. Clin Obstet Gynecol 1998;41:895-97
8.
Bastian LA, Smith CM, Nanda K. Is this women perimenopausal? JAMA. 2003;289:895-98
9.
Hale GE, Hughes CL, Cline JM. Endometrial cancer : hormonal factors, the perimenopausal “window of risk”, and isoflavones. J clin endocrinol metab. 2002;87(1):9-11
10. Symonds EM. Essential obstetrics and gynecology. 2nd ed. New York: Churcill Livingstone,1992:214-17 11. Baziad A. Endokrinologi ginekologi. Edisi kedua. Jakarta: Media Aesculapius;2003:82-8 12. Sakala EP. Obstetrics and gynecology. Baltimore: Williams and Wilkins, 1997;287-92
13. Hurd WW. Menopause. In: Berek JS, Adashi EY, Hillard PA. Novak’s gynecology. 12th ed. Baltimore: Williams and Wilkins,1996;