GEDUNG KEDUTAAN BERPALING DARI JALAN UTAMA Tri Harso Karyono Majalah Konstruksi, Desember-Januari 2007
Tidak
lazim bagi bangunan di koridor Thamrin, Jakarta, memalingkan ‘wajahnya’ dari jalan
protokol termewah di Indonesia ini. Gedung Kedutaan Perancis, Inggris dan Jerman melakukan hal ini. Kedutaan Perancis menghadap Jalan Sunda, Kedutaan Inggris ke Jalan M. Yamin, dan Kedutaan Jerman berpaling dari utama ini, dan tidak satupun di antaranya menghadap ke jalan utama MH. Thamrin. Banyak argumentasi muncul terhadap rancangan gedung-gedung kedutaan ini. Arsitek perancang gedung dianggap tidak memanfaatkan ‘potensi’ jalan utama, sebagai arah muka bangunan. Wajah bangunan menjadi sulit ditangkap mata dari arah jalan utama. Keindahan bangunan yang umumnya dikonsentrasikan pada sisi muka ternyata dipalingkan dari jalan utama. Tiga bangunan kedutaan ini seakan sengaja mengabaikan kaidah perancangan arsitektur standar, dan tidak ‘menghargai’ keberadaan jalan utama di dekatnya Vitruvius (100 SM) dalam buku klasiknya The Ten Book on Architecture, mensyaratkan tiga aspek sebagai pembentuk karya arsitektur: keindahan (beauty), kekokohan (firmness) dan fungsi (utility). Tidak sedikit karya arsitektur yang sekadar memberi penonjolan pada aspek visual: keindahan atau estetika. Lintasan Matahari Bangunan Kedutaan seringkali dimanfaatkan sebagai ekspresi teknologi dan kebudayaan negara yang bersangkutan. Bagi negara-negara beriklim empat musim, iklim merupakan faktor dominan pembentukan Arsitektur. Ekspresi iklim hampir selalu terbaca pada rancangan arsitektur negara empat musim. Ketika mereka meletakkan gedung kedutaannya di Jakarta dengan iklim tropis lembab, antisipasi terhadap iklim setempatpun muncul. Pertimbangan iklim setempatlah yang nampaknya dominan dalam menetapkan arah orientasi bangunan. Bangunan tidak diarahkan ke jalan Thamrin karena posisinya berada di barat bangunan berpotensi besar terhadap pemanasan matahari. Sebaliknya, orientasi ketiga bangunan ini dihadapkan ke arah utara-selatan dengan konsekuensi memalingkan wajahnya dari jalan Thamrin. Karena jalan Thamrin memanjang ke arah utara-selatan, menghadapkan bangunan ke jalan ini berarti secara langsung memposisikan sisi panjang bangunan mengahadap timurbarat, sisi di mana radiasi matahari jatuh dan secara maksimal akan memanaskan bangunan. Diperlukan mesin AC dengan kapasitas jauh lebih besar untuk mendinginkan
1
ruang. Sementara dalam konsep perancangan bangunan di daerah tropis lembab perlu diusahakan agar panas matahari yang diterima bangunan seminimal mungkin. Hal ini dapat dicapai jika sisi panjang bangunan menghindari arah timur-barat. Sisi panjang bangunan harus menghadap utara-selatan seperti yang dilakukan arsitek perancang ketiga gedung kedutaan tersebut. Dengan kata lain, hadapan ketiga bangunan tersebut - yang berpaling dari jalan utama, hanya merupakan konsekuensi logis meminimalkan perolehan panas (heat gain) dari radiasi matahari.
Kedutaan Besar Perancis Bangunan ini terletak di sudut Jalan Thamrin dan Jalan Sunda. Gedung yang dirancang oleh Soejoedi dan selesai dibangun tahun 1974., tidak menghadapkan muka bangunan ke jalan utama, Jalan Thamrin, namun justru ke Jalan Sunda yang lebih kecil. Pemikiran sang arsitek dengan mudah terbaca, bahwa bangunan ini perlu dihadapkan ke arah utara-selatan. Orientasi ini merupakan solusi iklim terbaik di daerah Katulistiwa. Penetrasi radiasi matahari melalui jendela kaca diminimalkan, sementara area dinding bangunan yang menerima radiasi matahari juga diperkecil, ‘perolehan panas’ (heat gain) bangunan menjadi lebih kecil. Artinya pemanasan radiasi matahari terhadap bangunan diminimalkan. Diharapkan suhu udara di dalam bangunan akan rendah, dan konsekuensinya beban pendinginan AC juga rendah serta penggunaan energi listrik juga akan rendah.
Sumber: Tri H. Karyono
Gambar 5.1. Kedutaan Besar Perancis, di sudut Jalan Thamrin dan Jalan Sunda
2
Kedutaan Besar Inggris Bangunan ini terletak di kawasan strategis di tepi lingkaran air mancur Bunderan HI. Arsitek tampaknya tidak terlalu mempertimbangkan posisi bunderan HI sebagai main area: untuk dijadikan arah orientasi bangunan. Bangunan ini justru dihadapkan ke jalan yang lebih kecil yaitu Jalan Moh. Yamin. Bagi arsitek yang gemar mengikuti teori-teori baku perancangan kawasan urban, penyelesaian orientasi bangunan Kedutaan ini tentu saja dianggap keliru. Pusat pandangan (view) yang baik dan dominan seolah tidak diperhitungkan dalam perancangan gedung ini. Alasan akan sama dengan Gedung Kedutaan Perancis, arah lintasan matahari lebih dominan untuk digunakan sebagai pertimbangan utama meentukan orientasi bangunan ini. Arah utara-selatan merupakan solusi terbaik bagi sisi memanjang bangunan untuk mengurangi perolehan panas dari matahari. Dan ini dilakukan oleh arsitek perancang gedung ini.
Sumber: Tri H. Karyono
Gambar 5.2. Kedutaan Inggris letaknya sangat strategis di tepi lingkaran air mancur Bunderan HI
3
Kedutaan Besar Jerman Seperti halnya ke dua gedung Kedutaan terdahulu, gedung Kedutaan Besar Jerman yang terletak di Jalan Thamrin ini sengaja memalingkan wajahnya dari jalan utama Thamrin. Sisi muka atau sisi panjang gedung ini dihadapkan ke arah utara-selatan. Seperti gedung Kedutaan yang dibahas sebelumnya, orientasi bangunan ini menguntungkan untuk meminimalkan perolehan panas matahari, sehingga beban panas yang harus dibuang oleh mesin pendingin – AC menjadi rendah, mengurangi penggunaan energi listrik.
Sumber: Tri H. Karyono
Gambar 5.3. Gedung Kedutaan Jerman di Jalan Thamrin: Orientasi bangunan tidak menghadap ke jalan utama ini
Arsitektur dan Matahari Tidak sedikit arsitek di Indonesia yang membuat bangunan tanpa memperdulikan arah lintasan matahari. Pertimbangan orientasi bangunan terhadap arah lintasan matahari cenderung diabaikan atau bahkan tidak diketahui sama sekali.
4
Banyak bangunan menghadapkan bidang-bidang kaca lebar ke arah barat atau timur, arah datangnya radiasi matahari, bekonsekuensi terhadap pemanasan bangunan, mengakibatkan ketidaknyamanan termis atau pemborosan energi jika bangunan menggunakan mesin pengkondisian udara (AC). Banyak arsitek mengklaim merancang bangunan tropis, namun kenyataannya tidak mengantisipasi apapun terhadap iklim tropis, seperti terhadap posisi lintasan matahari. Ketergantungan arsitek terhadap penggunaan teknologi yang boros energi dan melupakan potensi alam semakin mengkhawatirkan kita semua akhir-akhir ini. Fenomena rancangan arsitektur keempat gedung Kedutaan di Jalan Thamrin ini merupakan contoh. Menghadapkan muka bangunan ke arah jalan utama atau ke arah main area bukan satu-satunya pertimbangan rancangan bangunan. Iklim setempat dan jalur lintasan matahari merupakan faktor dominant untuk menghasilkan karya arsitektur yang nyaman dan hemat energi (listrik).
5