GARIS DALAM SENI RUPA
Oleh: DR. Tjokorda Udiana N. P.
i
GARIS DALAM SENI RUPA Oleh: Dr. Tjokorda Udiana N.P.
ii
Garis Dalam Seni Rupa Hak Cipta: Dr. Tjokorda Udiana N.P. Hak cipta dilindungi oleh undang-undang © 2010 Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.
Perpustakaan Nasional: catalog dalam Terbitan (KDT) Dr. Tjokorda Udiana N.P. Garis dalam Seni Rupa Udiana --- Denpasar: Fakultas Seni Rupa dan Disain Institut Seni Indonesia kerjasama dengan Sari Kahyangan Indonesia, 2010. 100 Hlm.; 21 cm x 15 cm ISBN : 978-602-8574-06-8 1. FSRD ISI Denpasar 1. Judul
Disain Cover Penata Isi Cetakan I Penerbit
: Ni Ketut Arsini : Ni Ketut Asrini : 2010 : Fakultas Seni Rupa dan Disain Institut Seni Indonesia kerjasama dengan Sari Kahyangan Indonesia
Alamat
: Jalan Gustiwa B.1 Denpasar Telp. (0361) 463070 E-mail:
[email protected].
iii
Pengantar Penulis Puji Syukur dipanjatkan ke hadapan Ida Sang Hayang Widhi Wasa berkat rahmat-Nya buku berjudul Garis Dalam Seni Rupa, dapat diselesaikan sesuai dengan yang diharapkan. buku ini membahas mengenai latar belakang garis dalam seni rupa. Garis dalam seni rupa adalah elemen yang memegang peran penting dalam penciptaan sebuah karya seni. Semua seniman tentu memiliki karakter garis masingmasing dan menjadi identitas dari hasil karya yang diciptakan. Seperti contoh seorang seniman dalam mencipta pasti dia pada awalnya membuat garis. Garis ini selanjukan akan membentuk sesuatu yang diinginkan seniman. Dengan demikian, maka garis merupakan suatu usaha tindakan awal seniman dalam menciptakan suatu karya. Garis merupakan bagian dari elemen dasar seni rupa. Elemen dasar seni rupa yang lain selain garis yaitu, warna, tekstur, proporsi, keseimbangan, dan bidang. Garis dalam elemen seni rupa terdapat berbagai jenis garis. Jenis-jenis garis tersebut seperti garis lurus, garis lengkung, garis putusputus, garis zigsag, garis vertikal, garis horisontal, dan lain sebagainya. Garis dalam penciptaan ini didefinisikan sebagai pertemuan antara satu titik ke titik yang lainnya membentuk sebuah garis. Garis dalam sebuah lukisan sebagai elemen yang iv
membatasi ruang dan bidang. Dalam seni tigadimensi garis merupakan batas yang membatasi ruang dan bidang. Membicarakan garis sangat unik untuk divisualkan secara khusus dan mendetail. Garis secara tidak langsung menjadi dasar untuk menciptakan karya seni lukisan. Garis menjadi bagian yang penting dalam membuat awal sebuah gambar atau lukisan. Namun garis secara khusus belum pernah ada yang mengulas dan membicarakan secara mendalam. Garis secara khusus belum pernah diungkapkan oleh seniman untuk menimbulkan kesan bentuk dan ruang serta pemaknaan dari garis yang dimunculkan. Garis akan menjadi unik jika dibicarakan secara khusus. Garis menjadi objek dalam penciptaan ini diambil sebagai dasar untuk sebuah gagasan ingin mengetahui secara luas dan mendalam tentang keberadaan garis yang akan dituangkan untuk karya cipta lukisan. Pada kesempatan ini, dengan tulus diucapkan terima kasih kepada seluruh sahabat yang banyak memberikan sumbang saran dan meluangkan waktu untuk mengoreksi naskah ini sampai penulisan bukui ini selesai sesuai dengan waktu. Kiranya tidak berlebihan bila dalam kesempatan ini ucapan terima kasih disampaikan pula kepada Drs. I Made Ruta, Ida Bagus Alit, mahasiswa I Wayan Eka Supartha dan I Ketut Suarjana yang membantu menyediakan contoh-contoh goresan garis dan hasil karya lukisan garis sebagai penunjang ilustrasi dalam buku ini, yang telah banyak memberikan informasi data-data terkait dengan pustaka dalam penulisan buku ini. v
Penulis menyadari sepenuhnya tulisan buku ini masih jauh dari sempurna, memungkinkan untuk disempurnakan dan juga memberi peluang baru untuk dikembangkan lebih lanjut bagi penulisan buku seni rupa lain. Untuk itu penulis dengan kerendahan hati menerima segala kritik dan saran demi kesempurnaan tulisan ini. Pada akhirnya sekecil apapun arti dari karya buku ini, penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi Bangsa Indonesia dan memperkaya kasanah ilmu pengetahuan seni dan budaya di Indonesia pada umumnya dan bagi masyarakat di Bali pada khususnya.
Denpasar, 2010 Penulis
vi
Daftar Isi Pengantar Penulis …………………………………………………………….. ii Daftar Isi …………………………………………………………………………… v I PENDAHULUAN ……………………………………………………………… 1 II METODA PENCIPTAAN …………………………………………………. 13 A Eksplorasi Tentang Garis ………………………………………….. 13 B Eksperimen Tentang Garis ………………………………………. 16 C Pembentukan Lukisan Garis ………………………..…………… 17 III PENGERTIAN, JENIS, DAN ILUSTRASI GARIS …………………. 19 A Pengertian Garis dalam Berbagai Ekspresi ……………….. 19 B Jenis-Jenis Garis ……………………………………………………….. 27 C Ekspresi Garis Dalam Bentuk dan jenis Ciptaan ………… 35 D Ilustrasi Garis ……………………………………………………………. 55 IV CIPTAAN KARYA MENGGUNAKAN GARIS …………….……… 56 A Karya Tjok Udiana N. P…………………………………..…………. 56 B Karya Ida Bagus Alit ………………………………………………….. 62 C Karya I Made Ruta …………………….……………….……..……… 77 D Karya I Wayan Eka Supartha …………………..……………..… 82 E Karya I Ketut Suarjana ………………………………………..…….. 84 V PENUTUP ……………………..…………………………….……………….. 91 KEPUSTAKAAN …………………………………………………………..……. 93 TENTANG PENULIS
vii
TENTANG PENULIS Tjokorda Udiana Nindhia Pemayun atau dipanggil Tjok Udiana N.P. Dilahirkan di Denpasar tanggal 26 Februari 1973, Agama Hindu, Jenis Kelamin Laki-laki. CPNS tahun 2000 TMT, dengan Pangkat/Gol. Penata Tingkat I / IVa. Dosen Tetap FSRD. ISI. Denpasar. Status keluarga menikah, Istri bernama Cok Istri Putra Murniati, SE. Alamat Kantor Jln. Nusa Indah Denpasar, Tlp 0361227316 Fax: 0361-236100, Denpasar 80235, E-mail:
[email protected]. Alamat Rumah Jln. Batuyang No. 64 Br Tegehe Batubulan Sukawati Gianyar E-mail:
[email protected]. Tlp. Rumah. 0361-299010. Hp.0818557519. Riwayat Pendidikan, 1981-1986 SD, 1986-1990 SMP, 1990-1992 SMA, 1992-1996 S-1 PSSRD UNUD, 1992-1998 S-1 FH UNWAR, 2000-2002 S-2 Pengkajian Seni UGM Yogyakarta, 2006 Magang FH. Universitas Brawijaya Malang. 2006-2009 S-3 Kajian Budaya UNUD. Buku yang pernah diterbitkan berjudul, Motif Garuda di Bali, Penerbit UNUD, tahun 2003, Motif Garuda di Bali: Perspektif Fungsi dan Makna dalam Seni Budaya, Penerbit Pustaka Larasan, tahun 2008. Mata Kuliah Yang Diampu di ISI Denpasar, Tinjauan Seni Patung, Sejarah Seni Rupa Indonesia, Seni Patung I dan IV, Seni Budaya Bali, Pengetahuan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Pengetahuan Bahan Patung.
viii
1
I PENDAHULUAN
Bagian awal buku ini membahas mengenai latar belakang garis dalam seni rupa. Garis dalam seni rupa adalah elemen yang memegang peran penting dalam penciptaan sebuah karya seni. Semua seniman tentu memiliki karakter garis masing-masing dan menjadi identitas dari hasil karya yang diciptakan. Seperti contoh seorang seniman dalam mencipta sudah pasti pada awalnya membuat garis. Garis ini selanjukan akan membentuk sesuatu yang diinginkan seniman. Dengan demikian, maka garis merupakan suatu usaha tindakan awal seniman dalam menciptakan suatu karya. Garis merupakan bagian dari elemen dasar seni rupa. Elemen dasar seni rupa yang lain selain garis yaitu, warna, tekstur, proporsi, keseimbangan, dan bidang. Garis dalam elemen seni rupa terdapat berbagai jenis garis. Jenis-jenis
2 garis tersebut seperti garis lurus, garis lengkung, garis putusputus, garis zigsag, garis vertikal, garis horisontal, dan lain sebagainya. Garis dalam penciptaan ini didefinisikan sebagai pertemuan antara satu titik ke titik yang lainnya membentuk sebuah garis. Garis dalam sebuah lukisan sebagai elemen yang membatasi ruang dan bidang. Dalam seni tigadimensi garis merupakan batas yang membatasi ruang dan bidang. Membicarakan garis sangat unik untuk divisualkan secara khusus dan mendetail. Garis secara tidak langsung menjadi dasar untuk menciptakan karya seni lukis. Garis menjadi bagian yang penting dalam membuat awal sebuah gambar atau lukisan. Namun garis secara khusus belum pernah ada yang mengulas dan membicarakan secara mendalam. Garis secara khusus belum pernah diungkapkan oleh seniman untuk menimbulkan kesan bentuk dan ruang serta pemaknaan dari garis yang dimunculkan. Garis akan menjadi unik jika dibicarakan secara khusus. Garis menjadi objek tulisan buku ini diambil sebagai dasar untuk sebuah gagasan mengetahui secara luas dan mendalam tentang keberadaan garis yang dapat dituangkan untuk karya cipta lukisan.
3 Garis menurut Djelantik dijelaskan bahwa garis adalah bentuk yang sudah mengandung arti yang melebihi daripada titik. Hal tersebut karena dengan bentuknya sendiri garis telah menimbulkan perasaan tertentu bagi si pengamat. Garis yang dengan kesan kencang menimbulkan perasaan yang lain daripada garis yang jenis garis membelok atau melengkung. Garis-garis tersebut menurutnya memberikan kesan yang kaku, keras, dan yang lain berkesan luwes, lemah lembut. Lain akan terasa lain jika kesan garis yang diciptakan tergantung dari ukurannya, dari tebal-tipisnya, dan dari penempatannya antara garis-garis yang lain. Lebih lanjut dikatakan bahwa warna pada garis yang diciptakan dapat menambahkan kualitas yang berlainan. Dengan demikian kumpulan garis-garis dapat disusun (diberi “stuktur”) demikian rupa, hingga bisa mewujudkan unsur-unsur struktural seperti ritme, simmetris, balans, kontras, penonjolan, dan lain-lain. Seolah-olah garis sudah bisa “berbicara” lebih dari pada titik (Djelantik, 1990: 20) Lebih jauh Djelantik menjelaskan bahwa dengan penyusunan yang teratur dengan garis-garis saja dapat diwujudkan suatu gambar yang memberi kepuasan dan rasa indah kepada sang pengamat karena menikmati keserasian
4 dari garis yang ditimbulkan. Susunan garis-garis yang demikian bisa bersifat yang polos atau yang rumit atau kompleks dan sering kali dipakai sebagai hiasan, yang disebut ornamen. Di Bali dikenal dengan istilah ornamen-ornamen dengan kata lain patra (Djelantik, 1990: 20), garis akan terasa dalam penggambaran. Garis-garis seperti yang dijelaskan Djelantik bisa disusun demikian rupa hingga menimbulkan
illusi pada
pengamat, yakni disebut kesan buatan, bagi pengamat akan melihat
sesuatu
yang
lain
daripada
kenyataan
yang
sebenarnya. Sebagai contoh: garis-garis yang sama ukurannya bias berkesan tidak sama panjangnya bila dibubuhi dengan garis-garis tertentu pada ujungnya masing-masing. Begitu juga garis yang sejajar bisa kelihatan tidak menjajar setelah dibubuhi garis-garis lain yang memotongnya dengan sudut yang berlawanan (Djelantik, 1990: 20-21). Lukisan yang menampilkan objek garis sebagai bentuk lukisan belum pernah yang ada mengungkap secara khusus. Hal ini yang menjadi keunikan bahasan buku ini untuk menampilkan garis sebagai objek karya lukis. Penjabaran garis yang akan di uraikan ini diharapkan akan dapat mengungkap secara mendalam tentang garis dalam dunia seni lukis dan
5 juga sebagai elemen paling dasar seni rupa dan juga garis bisa dipahami secara khusus dan mendalam. Adapun tujuan ditulisnya buku ini, yang ingin di capai pertama, dapat menumbuhkan kreativitas mencipta pada satu elemen seni rupa yang berupa garis; kedua, menemukan bentuk-bentuk
garis
sebagai
elemen
yang
mesti
di
kembangkan lebih luas lagi dalam penciptaan karya; dan ketiga dapat disadari bahwa garis yang digariskan tersebut dalam media seni rupa memegang peran penting bagi seorang seniman yang mempelajari karya seni lukis maupun karya seni lain ditingkat dasar dan juga seniman senior yang sudah memiliki nama mesti menggaris garis sebelum menciptakan karya seni lukis. Sasaran
buku
ini
dapat
digunakan
sebagai
pengetahuan awal dalam penciptaan karya seni rupa, selain itu ada beberapa hal seperti, pertama membuktikan bahwa elemen dasar seni rupa berupa garis memang memiliki keunikan dalam dunia seni lukis; kedua menciptakan kesankesan yang sekiranya dapat menjadi pandangan menarik jika elemen garis diciptakan dalam bentuk lukisan; dan ketiga memberikan pemahaman yang luas pada masyarakat luas dan
6 mahasiswa bahwa elemen garis bisa ditetapkan dalam bentuk lukisan dan hasilnya menarik untuk diulas lebih menadalam. Manfaat membaca buku ini, diharapkan dapat bermanfaat
bagi:
perkembangan
dalam
bidang
ilmu
pengetahuan seni, khususnya seni lukis, agar dapat berguna bagi proses pendidikan selanjutnya. Perkembangnan unsurunsur seni lukis tentang garis, yang mesti di kembangkan dan di kuasai secara mendalam guna mendapatkan kesan dan pemahaman tentang garis secara luas, dan juga mencoba menciptakan beberapa garis yang akan memunculkan berbagai penapsiran yang belum pernah di duga sebelumnya. Perkembangan teknik garis dan cara menggaris digunakan untuk memunculkan sebuah gagasan baru tentang pengertian dan pemahaman tentang garis. Dengan demikian akan dapat memperdalam pengetahuan tentang garis secara khusus. Kontribusi
dari
tulisan
buku
ini
diharapkan
memberikan kontribusi terhadap: pertama, pembaharuan dalam media pembelajaran kepada mahasiswa, khususnya di Institut Seni Indonesia (ISI) dan perguruan tinggi lainnya; Kedua,
berkontribusi terhadap perkembangan seni rupa
terutama dalam penggunaan elemen garis sebagai dasar pokok penciptaan yang akan diekspresikan dalam sebuah
7 karya seni lukisan; dan ketiga, berkontibusi sebagai referensi dalam proses penciptaan karya seni lukis hingga dapat memunculkan pemikiran dan ide-ide baru tentang elemen garis pada penciptaan sebuah karya. Kajian Sumber untuk menunjang buku ini, akan di gunakan
metoda
penciptaan
dengan
membandingkan
beberapa pemahaman tentang garis dan garis-garis yang telah diekspresikan secara nyata dalam lukisan, baik dalam hal penerapan garis dalam goresan, bahan penciptaan, teknik yang diterapkan maupun konsep-konsep dan acuan yang dianut oleh seorang seniman dalam menciptakan karya yang berisi garis. Pemahaman
yang
berkaitan
tentang
kesenian,
menurut Sanderson (1995: 63 dalam Swandi 1999: 19) dijelaskan bahwa, kesenian merupakan komponen dasar sosiokultural yang bersifat universal. Kesenian tersebut lebih lanjut di jelaskan berisi kesan-kesan atau ungkapan-ungkapan simbolik yang mempunyai nilai estetis, emosional atau intelektual bagi anggota masyarakat. Kesan-kesan dan ungkapan simbolik yang dimaksud adalah yang bersifat fisik, termasuk didalamnya elemen berupa garis. Berdasarkan pemahaman Sanderson ini bahwa kesan dan ungkapan
8 simbolik tentang karya seni bersifat fisik. Bersifat fisik dalam artian
bentuk-bentuk
yang
diciptakan
atau
dihasilkan
merupakan komponen dasar sosiokultural yang bersifat universal. Garis adalah bentuk yang sudah mengandung arti yang melebihi daripada titik, karena dengan bentuknya sendiri garis telah menimbulkan perasaan tertentu. Garis yang kencang menimbulkan perasaan yang lain daripada garis yang membelok atau melengkung. Yang satu memberi kesan yang kaku, keras, dan yang lain berkesan luwes, lemah lembut. Lain daripada itu kesan yang diciptakan tergantung dari ukurannya, dari tebal-tipisnya, dan dari penempatannya antara garis-garis yang lain, sedangkan warnanya dapat menambahkan kualitas yang berlainan. Dengan demikian kumpulan garis-garis dapat disusun demikian rupa, hingga bisa mewujudkan unsur-unsur structural
seperti
ritme,
simmetris,
balans,
kontras,
penonjolan, dan lain-lain. Seolah-olah garis sudah bisa berbicara lebih dari pada titik (Djelantik, 1990: 20). Dengan penyusunan yang teratur dengan garis-garis saja dapat diwujudkan suatu gambar yang memberi kepuasan dan rasa indah kepada sang pengamat karena menikmati keserasian. Susunan garis-garis yang demikian bisa bersifat
9 yang polos atau yang rumit dan sering kali dipakai sebagai hiasan, yang disebut ornamen. Di Bali mengenal ornamenornamen dengan kata patra ( Djelantik, 1990: 20). Garis-garis bisa disusun demikian rupa hingga menimbulkan illusi pada pengamat, yakni kesan buatan, sang pengamat melihat sesuatu yang lain daripada kenyataan yang sebenarnya. Sebagai contoh: garis-garis yang sama ukurannya bisa berkesan tidak sama panjangnya bila dibubuhi dengan garis-garis tertentu pada ujungnya masing-masing. Begitu juga garis yang sejajar bisa kelihatan tidak menjajar setelah dibubuhi garis-garis lain yang memotongnya dengan sudut yang berlawanan ( Djelantik, 1990: 20-21). Dalam buku berjudul Beberapa Asas Merancang Dwimatra, 1995 tulisan Wucius Wong yang diterjemahkan oleh Adjat Skari unsur seni rupa yang disebut titik menandai sebuah tempat. Titik tidak memiliki panjang dan lebar, tak mengambil daerah atau ruang, merupakan pangkal dan ujung sepotomg garis, dan merupakan perpotongan atau pertemuan antara dua garis. ( Wong: 1995:3 ) Tentang garis dijelaskan bahwa garis jika sebuah titik bergerak, jalan yang dilaluinya membentuk garis. Garis mempunyai panjang tanpa lebar, mempunyai kedudukan dan
10 arah, kedua ujungnya berupa titik. Garis merupakan batas sebuah bidang ( Wong: 1995: 3). Bidang jalan yang dilalui seutas garis yang bergerak ( ke arah yang bukan arah dirinya) membentuk sebuah bidang. Sebuah bidang mempunyai panjang dan lebar, tanpa tebal, mempunyai kedudukan dan arah, dibatasi oleh garis dan menentukan batas terluar sebuah gempal ( Wong: 1995: 3). Gempal merupakan jalan yang dilalui sebuah bidang bergerak (kea rah yang bukan dirinya) membentuk gempal. Gempal mengambil tempat dalam ruang dan terbungkus oleh bidang. Pada karya dwimatra, gempal merupakan wujud maya ( Wong: 1995: 3). Teori tentang kesenian yang berkait dengan keindahan atau estetika diungkapkan oleh Plotinus dalam Djelantik (1992 :17) yang menguraikan keindahan adalan suatu imitasi dari ide, yang berdaulat, keindahan tulen, berada dalam benda itu, di samping besarnya, warnanya dan lain-lainnya yang dapat dipakai sebagai ciri keindahan. Keindahan tulen artinya tidak tampak secara langsung, tetapi dapat dinikmati secara renungan, meditasi, memusatkan pukiran dan budi dalam suasana tenang seperti orang bertapa, dengan melepaskan diri dari semua ikatan duniawi atau panca indra.
11 Pemahaman tentang garis menurut kamus di jelaskan bahwa garis adalah pertemuan antara satu titik dengan titik yagng lain, di dalamnya ada garis lengkung, garis lurus, garis vertikal, garis putus, putus, dan lain sebgainya. Garis dalam dunia seni lukis merupakan elemen ddasar yang jarang diperhatikan. Untuk itu dengan penciptaan inin diharapkan dapat menjelaskan dan memunculkan berbagai kesan dan efek dari elemen dasar seni rupa yang dapat memperluas pemahaman tentang garis secara khusus. Secara
umum
seniman
hampir
tidak
dapat
mengabaikan imajinasi, artinya alam dengan segenap isinya dimanfaatkan oleh seniman untuk di tiru sebagai objek. Soedarso (1990: 28-33), menguraikan teori peniruan alam yang bersifat memetik atau mimesis telah ada sejak zaman Yunani purba 9 Abad ke-6 SM). Alam kadang-kadang dapat memunculkan tema lukisan atau kesenian lainnya seperti yang sering dilakukan oleh seniman lukis pada umumnya. Demikian juga dengan garis, ada garis vertikan dan horisontal seperti memperhatikan luasnya bentangan cakrawala di pantai. Hal inilah yang menjadi dasar pemahaman pencipta untuk menciptakan garis dalam berbagai ekspresi yang di tuangkan dalam proposal ini.
12 Dengan membaca buku ini, hasil yang didapat setidaknya
dapat
memberika
pemahaman
adal
dan
pemahaman dasar tentang garis secara mendalam, bahwa garis dalam seni rupa merupakan elemen dasar dalam penciptan karya seni yang jika dibuat sebagai lukisan memberikan kesan yang unik dan memunculkan kesan yang dapat memberikan nuansa baru tentang dunia seni lukis khususnya tentang luksan garis. Garis
dalam
pembahasan
lebih
lanjut
akan
menjelaskan berbagai jenis garis yang terdapat atau yang dapat dimunculkan melalui eksperimen tersebut. Untuk itu garis akan diterangkan secara mendalam dari garis lurus sampai garis acak yang dalam analisisnya akan memunculkan berbagai bentuk lukisan yang menarik dan unik. Hal ini akan menjadi daya tarik yang spesipik untuk mengulas garis secara lebih mendalam.
13
II METODA PENCIPTAN KARYA SENI Pembahasan bagian ini, metoda penciptaan dalam karya seni membutuhkan beberapa tahapan atau suatu proses. Adapun tahapan-tahapan yang diperlukan sewaktu mencipta ada tiga hal yang mendasar yaitu eksplorasi, eksperimentasi, dan pembentukan. Selanjutnya akan diuraikan lebih lanjut di bawah ini.
A Eksplorasi Tentang Garis Garis dalam penciptaan karya seni ini ditulis berawal dari rasa ingin mengenal dan menganalisa tentang elemen garis secara lebih khusus dalam bentuk subuah karya ciptaan seni lukis. Garis dalam hal ini akan dieksplorasi berdasarkan beberapa sumber diantaranya dengan menggali lebih detail garis sebagai dasar dari berbagai karya cipta seniman. Selain itu garis juga dieksplorasi melalui berbagai pengamatan yang nantinya
digunakan
sebagai
dasar
untuk
menunjang
penciptaan karya yang pencipta tampilkan. Dari hasil
14 eksplorasi ini akan memunculkan banyak hal tentang kesan garis yang ditimbulkan dari dampak garis yang diciptakan. Selain itu eksplorasi juga dilakukan dengan melihat berbagai buku acuan yang sekiranya dapat menunjang penciptaan, serta membandingkan dengan berbagai karya seniman yang menggunakan garis-garis dasar sebagai awal menemukan, menentukan, dan menetapkan sebuah ciptaan lukisan tentang garis. Buku-buku yang digunakan merupakan buku yang sekiranya mendekati dari ulasan tentang garis Selanjutnya,
dengan
mengadakan
survey
dan
pendekatan terhadap karya ciptaan yang akan digunakanan sebagai penunjang beberapa ilustrasi. Selaian itu tentunya juga membaca berbagai reverensi buku yang sekiranya dapat menunjang buku ini. Dengan demikian, melihat dan memperhatikan karya lukisan yang telah ada yang diciptakan seniman sebelumnya buku ini pembahasannya akan di fokuskan pada sketsa-sketsa yang ada kaitan dengan garis menggaris.
Kemudian
percobaan
pada
dilanjutkan
berbagai
bahan
dengan dan
mengadakan
material
yang
memunculkan garis saja. Lebih dari itu dilakukan juga pengujian terhadap beberapa sketsa yang sekiranya akan di wujudkan dalam sebuah lukisan yang bernuansa garis.
15 Dalam buku berjudul Beberapa Asas Merancang Dwimatra, 1995 tulisan Wucius Wong yang diterjemahkan oleh Adjat Skari banyak menjelaskan tentang garis secara umum. Garis lebih banyak ditekankan pada pemunculan bidang bidang trimatra. Lebih lanjut Wong menjelaskan unsur seni rupa disebut titik jika dihubungkan dengan titik yang lain akan membentuk garis. Selain itu titik jika sudah membentuk garis akan menandai sebuah tempat. Unsur seni rupa yang disebut titik menandai sebuah tempat. Titik tidak memiliki panjang dan lebar, tak mengambil daerah atau ruang, merupakan pangkal dan ujung sepotomg garis, dan merupakan perpotongan atau pertemuan antara dua garis (Wong: 1995:3). Pertemuan antar dua garis yang dimaksud Wong lebih menekankan pada bentuk yang mengarah pada pembentukan bidang. Perpotongan tersebut bisa vertikal dan juga horisontal. Pertemuan vertikal maksudnya garis membelah dari atas ke bawah memotong garis. Tentang garis dijelaskan bahwa garis jika sebuah titik bergerak, jalan yang dilaluinya membentuk garis. Garis mempunyai panjang tanpa lebar, mempunyai kedudukan dan
16 arah, kedua ujungnya berupa titik. Garis merupakan batas sebuah bidang (Wong: 1995:3). Bidang jalan yang dilalui seutas garis yang bergerak (ke arah yang bukan arah dirinya) membentuk sebuah bidang. Sebuah bidang mempunyai panjang dan lebar, tanpa tebal, mempunyai kedudukan dan arah, dibatasi oleh garis dan menentukan batas terluar sebuah gempal (Wong: 1995:3). Gempal merupakan jalan yang dilalui sebuah bidang bergerak (ke arah yang bukan dirinya) membentuk gempal. Gempal mengambil tempat dalam ruang dan terbungkus oleh bidang. Pada karya dwimatra, gempal merupakan wujud maya.
B Eksperimen Tentang Garis Eksperimen tentang garis yang akan diciptakan di awali dengan berbagai kegianan. Diantaranya dengan menciptakan sketsa-sketsa sederhana yang ditimbulkan oleh garis. Selanjutnya dengan menyiapkan berbagai material penunjang untuk mewujudkan garis dalam sebuah karya lukis. Eksperimen yang dimaksudkan dalam tulisan buku ini adalah berbagai percobaan-percobaan kreatif seorang seniman dalam mewujudkan suatu karya. Suatu contoh misalnya, seorang yang akan melukis tentu dia bereksperimen melalui garis-garis
17 yang nantinya menghasilkan wujud-wujud mengarah ke bentuk. Bentuk inipun akhirnya merupakan hubungan dan perpaduan antara beberapa garis. Dapat juga dikatakan beberapa garis dipertemukan untuk mewujudkan suatu bentuk yang selanjutknya akan di beri warna.
C Pembentukan Garis Menjadi Karya Pembentukan lukisan dengan menampilkan garis sebagai bentuk perwujudan karya yang diperkirakan akan berupa beragam sketsa garis dalam kerta dan beberapa karya lukisan terlampir sebagai contoh hasil karya dalam kanvas yang menampilkan berbagai bentuk dan kesan garis. Sketsa tentang garis dibuat lebih banyak untuk mendapatkan sampelsampel karya cipta garis baik yng dilakukan dengan bantuan mistar, dan juga dilakukan secara spontan untuk mendapatkan lebih banyak contoh-contoh yang dihasilkan dari garis tersebut. Sketsa sangat penting dilakukan di awal mencipta, karena sketsa sebelum mencipta sudah secara sponta melakukan kegiatan menggaris. Selanjutnya garis yang dilakukan dengan skets akan membentu bidang-bidang dan ruang-ruang yang memunculkan pemaknaan dalam objek lukisan garis.
18 Dari
berbagai
sketsa
yang
dibuat,
kemudian
diterapkan dalam karya lukisan dalam media kanvas berjumlah 15 karya akhir yang kesemuanya memunculkan garis sebagai obyek dari lukisan yang diciptakan. Dlam penciptaan lukisan ini kami di bantu oleh I Made Ruta, Ida Bagus Alit sebagai tim ahli yang propesional dan dibantu dua mahasiswa yang akan mengambil tugas akhir di Program Studi Seni Rupa Murni, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar.
19
III PENGERTIAN, JENIS, dan ILUSTRASI GARIS
A Pengertian garis dalam berbagai ekspresi Sebelum membahas lebih jauh tentang garis, ada baiknya dikemukakan terlebih dahulu definisi apa itu garis. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa garis adalah perut bekas digaruk, gores, sampai sekarang msih tampak pada kulitnya. Selain itu garis dijelaskan sebagai coretan panjang (lurus, bengkok, atau lengkung). Kemudian dijelaskan pula sebagai deretan titik-titik yang saling berhubungan disebut garis. Tanda berupa coretan panjang di tanah dan sebagainya (KBBI, 1998: 256). Menurut pengertian di atas garis adalah bekas garukan atau sesuatu yang digaruk akan menghasilkan garis, Juga goresan-goresan. Dalam seni lukis ada istilah goresan, hasil goresan itu yang dinamakan garis.
20 Coretan panjang, bentuk coretan lengkung, lurus atau bengkok juga coretan yang ada di atas tanah dan sebagainya itu adalah garis. Dan deretan titik-titik yang saling berhubungan dibuat sedemikian banyak dan panjang akan merupakan sebuah garis. Garis dalam bahasa Inggris adalah: line, juga ada goresan dalam bahasa inggrisnya adalah : scratch, menggores adalah to scratch, menggoreskan pena di atas kertas adalah to mark a piace of paper with a pen (Wojowarsito, 1985: 86-95). Dalam buku Pemahaman Elemen-Elemen Visual Seni Lukis dikatakan bahwa garis adalah suatu goresan, batas limit dari suatu benda, masa, ruang, warna dan lain sebagainya (Bendi Yudha: 1996: 2). Sesuai dengan apa yang dikatakan Bendi di atas, masih berkisar pada goresan. Disamping berupa goresan juga sebagai batas limit dari sutu benda, masa, ruang, warna dan lain sebagainya. Batas limit ini bisa muncul kalau beberapa benda, ruang, bidang, dan warna dibuat berjejer saling berhimpitan. Diantara benda, ruang, bidang, masa, dan warna atau disela-sela itu disebut batas limit. Garis menurut I Dewa Nyoman Batuan adalah berasal dari titik. Titik-titik dikumpulkan, dijejerkan dan digerakan secara tepat cepat akan menjadi sebuah guet (bahasa Bali) atau garis. Garis menurut Nyoman gunarsa adalah goresan,
21 baik itu goresan yang lurus, lengkung, bengkok, patah-patah, panjang, pendek dan sebagainya. Garis adalah bentuk yang sudah mengandung arti yang melebihi dari pada titik, karena dengan bentuknya sendiri garis telah menimbulkan perasaan tertentu dalam si pengamat (Djelantik: 1990: 20 ). Sesuai dengan pendapat di atas, yang tidak jauh berbeda dengan definisi garis sebelumnya, bahwa garis adalah sebuah goresan, kumpulan dari beberapa titik dan sebuah bentuk yang mengandung arti yang melebihi daripada titik. Jadi dengan demikian dapat disimpulkan bahwa garis adalah kumpulan dari beberapa titik yang dibuat atau disusun sedemikian rupa, dapat bergerak daan bisa membekaskan jejaknya, maka terjadilah garis. Selain itu juga dapat dikatakan bahwa garis adalah suatu goresan atau coretan panjang (lurus, lengkung, bengkok, vertikal, horisontal, berombak, dan lain sebagainya). Garis adalah bentuk yang sudah mengandung arti yang melebihi daripada titik, karena dengan bentuknya sendiri garis telah menimbulkan perasaan tertentu dalam si pengamat. Garis yang kencang menimbulkan perasaan yang lain daripada garis yang membelok atau melengkung. Yang satu memberi
22 kesan yang kaku, keras, dan yang lain berkesan luwes, lemah lembut. Lain daripada itu kesan yang diciptakan tergantung dari ukurannya, dari tebal-tipisnya, dan dari penempatannya antara garis-garis yang lain, sedangkan warnanya dapat menambahkan kualitas yang berlainan. Dengan demikian kumpulan garis-garis dapat disusun (diberi: stukrut) demikian rupa, hingga bias mewujudkan unsur-unsur struktural seperti ritme, simetris, balans, kontras, penonjolan, dan lain-lain. Seolah-olah garis sudah bias “berbicara” lebih dari pada titik (Djelantik, 1990: 20). Dengan Penyususnan yang teratur dengan garis-garis saja dapat diwujudkan suatu gambar yang memberi kepuasan dan rasa indah kepada sang pengamat karena menikmati keserasian. Susunan garis-garis yang demikian bias bersifat yang polos atau yang rumit (kompleks) dan sering kali dipakai sebagai hiasan, yang disebut “ornament”. Di Bali kita kenal “ornamen-ornamen” dengan kata”patra” (Djelantik, 1990: 20) Garis-garis bias disusun demikian rupa hingga menimbulkan “ illusi” pada pengamat, yakni “kesan buatan”, sang pengamat melihat sesuatu yang lain daripada kenyataan yang sebenarnya. Sebagai contoh, garis-garis yang sama ukurannya bias berkesan tidak sama panjangnya bila dibubuhi
23 dengan garis-garis tertentu pada ujungnya masing-masing. Begitu juga garis yang sejajar bias kelihatan tidak menjajar setelah dibubuhi garis-garis lain yang memotongnya dengan sudut yang berlawanan” (Djelantik, 1990: 20-21).
Gambar atas penempatan titik yang tidak beraturan dan disebelahnya, gambar titik yang penempatannya mengandung arti. Gambar bawah merupakan gambar titik dengan gerak membuat garis, dan gambar disebelahnya merupakan beberapa gambar titik bergerak bersama membuat garis-garis dengan susunan. (Sumber: Djelantik, 1990: 15 )
24
Gambar atas merupakan beberapa contoh garis yang membuat kesan kontras, kemudian membuat kesan penonjolan, dan membuat kesan balance / keseimbangan. Gambar di bagian bawahnya merupakan gambar garis yang meberapa memberikan kesan ilusi, termasuk salah satunya memberikan kesan ilusi dengan perspektif, (Sumber: Djelantik, 1990: 29)
25
Gambar di atas merupakan beberapa contoh garis memberi kesan kencang atau melengkung yang menimbulkan kesan bebeda. Garis yang membuat ritme tampak bila garis dibuat seperti garis panjang dan pendek secara sejajar dan juga bias melengkung yang memberi kesan bertingkat-tingkat. Selanjutnya gambar yang memberikan kesan simetris yang imbang kiri dan kanan sama, (Sumber : Djelantik, 1990: 16 )
Dalam buku berjudul Beberapa Asas Merancang Dwimatra, 1995 tulisan Wucius Wong yang diterjemahkan oleh Adjat Skari banyak mengulas tentang garis bahwa unsur seni rupa yang disebut titik menandai sebuah tempat. Titik tidak memiliki panjang dan lebar, tak mengambil daerah atau ruang, merupakan pangkal dan ujung sepotomg garis, dan
26 merupakan perpotongan atau pertemuan antara dua garis (Wong: 1995:3 ). Tentang garis dijelaskan bahwa garis jika sebuah titik bergerak, jalan yang dilaluinya membentuk garis. Garis mempunyai panjang tanpa lebar, mempunyai kedudukan dan arah, kedua ujungnya berupa titik. Garis merupakan batas sebuah bidang (Wong: 1995: 3). Bidang jalan yang dilalui seutas garis yang bergerak (ke arah yang bukan arah dirinya) membentuk sebuah bidang. Sebuah bidang mempunyai panjang dan lebar, tanpa tebal, mempunyai kedudukan dan arah, dibatasi oleh garis dan menentukan batas terluar sebuah gempal (Wong: 1995: 3) Gempal merupakan jalan yang dilalui sebuah bidang bergerak (ke arah yang bukan dirinya) membentuk gempal. Gempal mengambil tempat dalam ruang dan terbungkus oleh bidang. Pada karya dwimatra, gempal merupakan wujud maya (Wong: 1995: 3). Berdasar pada pengertian di atas maka gempal yang ditimbulkan garis dari hasil goresan akan memberikan kesan yang lain, tentu jika di lihat akan menimbulkan dapak yang berbeda dari garis yang dihasilkan. Dengan demikian gempal sesuai yang dijelaskan oleh Wong merupakan jalan yang dilalui
27 oleh garis dalam sebuah bidang gambar. Gempal ini diibaratkan seutas gris yang bergerak. Selanjutnya, dalam katalogus pameran kelompok “Sentak” di Galeri Mon Decor, Jakarta Sabtu 10 November 2007 banyak memberikan penjelasan dari beberapa seniman tentang pengertian apa itu garis. Menurut Yon Indra garis adalah ruang. Ruang dapat diciptakan dengan pengulangan garis, gatra, maupun bidang. Ruang yang dimaksud adalah ruang ilusi, kemudian diolah menjadi ruang realitas yang mewadah ke atas bidang-bidang transparan. Ruang tiga dimensi dan ruang dua dimensional dipermaikan dalam garisgaris
karya
lukisannya.
Menyimak
karya
garis
yang
dihasilkannya merupakan versi lain dari ilusi keruangan dalam seni patung. Yon Indra menyusun garis-garis dua dimensional yang bertumpuk, bermain dengan susunan jarak, membentuk sensasi ruang dua dimensi namun sekaligus menunjukkan sensasi keruangan tiga dimensionalnya sekaligus. Bertumpa pada penjelasan yang diungkapkan Yon Indra ternyata dimensi keruangan yang ditimbulkan oleh garis merupakan hal yang tak habis-habis untuk dieksplorasi menjadi karya lukisan berbentuk garis. Perspektif dipermainkan melalui ilusi dua dimensional. Untuk itu, persoalan keruangan yang ditimbulkan
28 melalui goresan garis dalam seni rupa menjadi kompleks dan luas sekali. Salah satu karya yang dapat digunakan sebagai contoh seperti karya lukisannya berjudul “untitled”
Judul lukisan “Untitled”, tahun 2007, 120x240 cm, karya Yon Indra (Sumber Katalogus pameran Sentak,2007)
Selanjutnya, garis bagi MG Wiguna Valasara adalah kekuasaan, kekuasaan yang terbentuk oleh pikiran manusia, dalam hal ini bagaimana kontradiksi akan kekuasaan manusia terhadap keberadaan alam dan lingkungan sosial disekitarnya (Katalogus
pameran
Sentak,
2007:24).
Lebih
lanjut,
kemampuannya dalam mengolah berbagai material dalam lukisan garis membawa karya-karya berlanggam geometric menjadi penuh nuansa. Valarasa menggunakan karakter garis untuk mewakili sesuatu, misalnya objek nyata, figur atau benda-benda sebagaimana yang dituangkannya dalam lukisan garis. Dia melakukan suatu bentuk penyederhanaan melalui pemecahan struktur bentuk suatu objek. Dengan cara ini,
29 karya-karya
lukisan
garis
ciptaannya
tetap
mampu
membangun komunikasi dalam bentuk yang lain.
Meredam Energi, tahun 2007, 135x250 cm, acrylic, oil aluminium dan kanvas, karya MG Wiguna Valasara (Sumber Katalogus pameran Sentak, 2007)
Tumpang Tindih, tahun 2007, 135x250 cm, acrylic dan kanvas, karya MG Wiguna Valasara (Sumber Katalogus pameran Sentak,2007)
Lebih
lanjut,
Antoni
Eka
Putra tentang
garis
menyatakan bahwa melalui garis dan warna segala sesuatu bisa direduksi, namun bisa juga sebaliknya, lebih kompleks. Garis dan warna adalah mediator untuk mengungkapkan
30 gagasan-gagasan, ide-ide, dalam melahirkan ruang, bentuk, irama, dan komposisi serta nilai-nilai artistik (Katalogus pameran sentak, 2007:20).
Zig-zag, tahun 2007, 175x150 cm, acrylic dan kanvas, karya Antoni Eka Putra (Sumber Katalogus pameran Sentak,2007)
Bertumpu pada uraian di atas, dan menyimak karya lukisan garis Antoni Eka Putra tampak kombinasi warna dan garis yang selalu memenuhi bidang dianggap mampu merayakan
kompleksitas
dan
kesederhanaan.
Dengan
demikian penulis rasakan bahwa sangat tepat dikatakan melalui garis dan warna segala sesuatu bisa direduksi.
Abstraksi bidang, tahun 2007, 80x60 cm, acrylic dan kanvas, karya Askanadi (Sumber Katalogus pameran Sentak,2007)
31 Askanadi menyatakan bahwa abstraksi garis, bidang, dan warna merupakan refleksi dari berbagai persoalan rupa, spiritual dan estetik. Dengan pengulangan kesederhanaan garis dan bidang yang terstruktur hingga membentuk ilusi keruangan yang dinamis, agar menimbulkan kesan kedalaman spiritual secara simbolis (Katalogus pameran Sentak, 2007:12).
Refleksi teknologi, tahun 2007, 80x60 cm, acrylic dan kanvas, karya Askanadi (Sumber Katalogus pameran Sentak,2007)
Terkikis dalam sebuah tradisi, tahun 2007, 140x240 cm, acrylic dan kanvas, karya MG Wiguna Valasara (Sumber Katalogus pameran Sentak,2007)
32 B Jenis – Jenis Garis Dalam bab ini, akan dibahas tentang jenis-jenis garis. Jenis garis sebagai dasar untuk memahami dunia seni sangat banyak dijumpai. Berdasarkan jenis garis yang di ciptakan dalam penciptaan karya seni lukis ini akan banyak memunjulkan berbagai jenis garis. Secara keseluruhan dalam penciptaan ini jenis garis akan di pilah berdasarkan hasil pelaksanaan praktek pada hasil penciptaan yang dilakukan. Jenis-jenis daris tersebut meliputi:
1 Garis horizontal Garis horizontal merupakan garis yang di tarik lurus tidak ada gelombang seperti garis cakrawala.
33 2 Garis Vertikal Garis yang tegak lurus
3 Garis miring Garis miring merupakan garis yang di tarik lurus tidak ada gelombang posisi miring.
34 3 Garis lurus putus-putus Garis lurus putus-putus merupakan garis yang di tarik lurus terputus-putus tidak ada gelombang -----------------------------------------------------------------------. -----------------------------------------------------------------------. -----------------------------------------------------------------------. -----------------------------------------------------------------------.
Contoh garis perpaduan antara garis vertikal dan horisontal menimbulkan kesan seperti kain. Arah garis dari tebal ke garis tipis dengan pertemuan menyilang (Wucius Wong, 1995:44)
35
Contoh perpaduan antara garis vertikal yang menimbulkan kesan seperti kain pada bagian tengah terdapat garis melengkung. Arah garis dari tebal ke garis tipis dengan irama bagian luar tebal dan bagian tengah menipis. (Wucius Wong, 1995:62)
36
Contoh garis perpaduan antara garis vertikal dan horisontal yang menimbulkan kesan seperti ruangan. Arah garis dari tebal ke garis tipis mengikuti irama sehingga ada kesan ruang-ruang (Wucius Wong, 1995:94)
37
Contoh garis perpaduan garis vertikal dan horisontal dan garis miring membentuk bidang-bidang dengan kesan ruang (Wucius Wong, 1995:94)
38
Contoh garis perpaduan garis miring menimbulkan kesan ruang seolah-olah garis tersebut seperti bidang dan ruang berkesan kubus(Wucius Wong, 1995:93)
Contoh garis perpaduan garis miring sejajar yang menimbulkan kesan seperti tangga, karena pada bagian tengah arah garis dirubah simetris menurun (Wucius Wong, 1995:93).
39
Contoh garis perpaduan garis miring yang menimbulkan kesan seperti kain. Pada bagian tengah terselip garis lengkung secara acak seperti kesan kain terlipat (Wucius Wong, 1995:93).
Contoh garis perpaduan garis vertikal dan miring yang menimbulkan kesan seperti tangga. Arah garis dari tebal ke garis tipis dengan pertemuan menyilang terkesan ruang seperti tangga (Wucius Wong, 1995:44).
40 C Ekspresi garis dalam bentuk dan jenis ciptaan Dalam bagian tulisan ini, dibahas mengenai ekspresi garis dalam bentuk dan jenis ciptaan. Ekspresi garis adalah ungkapan seseorang dalam membuat visualisasi garis sesuai dengan keinginan dari pembuatnya. Dapat juga dikatakan ekspresi garis merupakan ungkapan tetang goresan dari garis yang dipikiran oleh penciptanya sehingga membentuk suatu bentuk-bentuk berupa hasil gambar. Garis yang diekspresikan tersebut dibuat dengan bantuan beberapa material gambar seperti media pensil dan tinta. Untuk mendapat kejelasan mengenai ekspresi garis penulis lampirkan beberapa hasil ungkapan ekspresi mengenai garis yang membentuk suatu bentuk-bentuk gambar.
b.1 Sketsa garis dengan media pensil Sketsa garis dalam media pensil merupakan bagian yang terpenting disaat akan mulai menggores sebuah bentuk gambar. Sketsa umumnya sudah dikenal oleh beberapa seniman sebagai ungkapan perasaan terhadap bentuk ataupun lingkungan yang direspon manusia dengan menuangkannya dalam
bentuk
goresan-goresan
spontanitas
seniman
pelakunya. Bebrapa hasil ungkapan ekspresi garis dalam sketsa
41 dapat di lihat dari hasil goresan garis seperti contoh berikut ini.
Gambar sketsa I Made Ruta, Judul “imajinasi burung malam 1” material kertas dan pensil tahun 2006.
Sketsa, I Made Ruta, berJudul “imajiasi burung malam 2” material kertas dan pensil tahun 2006.
42
Judul “ekspresi wajah 1” material kertas dan pensil tahun 2006. Karya I Made Ruta, yang mengekspresikan garis secara spontan.
43
Judul “ekspresi wajah 2” material kertas dan pensil tahun 2006. Karya I Made Ruta, yang mengekspresikan garis secara spontan.
44
Judul gambar ekspresi wajah 3. Material kertas dan pensil tahun 2006. Karya I Made Ruta, yang mengekspresikan garis secara spontan.
45 b. 2 Sketsa garis membentuk wajah manusia Sketsa garis yang membentuk wajah manusia merupakan hasil goresan-goresan yang dibuat seniman membentuk perwujudan wajah manusia. Wajah manusia sering sekali dipakai sebagai objek dalam lukisan. Dalam hal ini garis dalam membentuk sketsa hingga menjadi bentuk manusia memerlukan goresan-goresan ekspresis setiap pelaku yang mewujudkan.
Sketsa garis membentuk wajah manusia, potret diri Wirakusuma. Material kertas dan tinta tahun 2006. Karya I Made Ruta, ekspresi garis secara spontan.
46
Judul potret penunggu galery. Material kertas dan tinta Ruta, yang mengekspresikan garis secara spontan
tahun 2006. Karya I Made
47
Judul potret Wayan Suardana. Material kertas dan tinta tahun 2006. Karya I Made Ruta, yang mengekspresikan garis secara spontan
48
Judul potret I Wayan Sujana. Material kertas dan pensil tahun 2006. Karya I Made Ruta, yang mengekspresikan garis secara spontan
49
Judul poteret Wirakusuma. Material kertas dan pensil Ruta, yang mengekspresikan garis secara spontan
tahun 2006. Karya I Made
50 b. 3 Saketsa garis spontan dengan menggunakan tinta Garis jika digoreskan secara tidak sengaja dan tak mengindahkan bentuk secara tidak langsung menimbulkan perwujudan bentuk. Banyak garis dari permulaan digoreskan secara tidak sengaja menimbulkan bentuk-bentuk dengan ritme bentuk tertentu seperti contoh di bawah:
Gambar 22 Judul gambar imajinasi figur. Material kertas dan tinta tahun 2006. Karya I Made Ruta, yang mengekspresikan garis secara spontan mengikuti irama dalam mencipta.
51
Judul gambar tarian rangda. Material kertas dan tinta tahun 2006. Karya I Made Ruta, yang mengekspresikan garis secara spontan dengan goresan acak.
52
Judul gambar menari. Material kertas dan tinta tahun 2006. Karya I Made Ruta, yang mengekspresikan garis secara spontan dengan goresan acak membentuk ritme figur.
53
Judul gambar imajinasi binatang. Material kertas dan tinta tahun 2006. Karya I Made Ruta, yang mengekspresikan garis secara spontan dengan goresan acak membentuk ritme figus bentuk.
54
Judul gambar komunikasi. Material kertas dan tinta tahun 2004. Karya I Made Ruta, yang mengekspresikan garis secara spontan menimbulkan kesan figur dua manusia.
55
Judul gambar imajinasi burung. Material kertas dan tinta tahun 2006. Karya I Made Ruta, yang mengekspresikan garis berbentuk dengan perpaduan garis-garis lengkung relung membentuk figur binatang.
56
Judul gambar mitos binatang. Material kertas dan tintal tahun 2006. Karya I Made Ruta, yang mengekspresikan garis secara spontan membentuk figur-figur berbentuk dengan komposisi penuh.
57
Judul gambar binatang mitologi. Material kertas dan tinta tahun 2006. Karya I Made Ruta, yang mengekspresikan garis dengan berawal dari bentuk figur yang selanjutnya diikuti dengan garis.
58
Judul gambar misteri wajah. Material kertas dan tinta tahun 2006. Karya I Made Ruta, yang mengekspresikan garis secara spontan membentuk figur tertentu
59
Judul gambar senyum misteri. Material kertas dan pensil tahun 2006. Karya I Made Ruta, yang mengekspresikan garis secara spontan membentuk figur manusia.
Judul gambar figur mistik. Material kertas dan pensil tahun 2006. Karya I Made Ruta, yang mengekspresikan garis secara spontan membentuk keseimbangan figur.
60 D Ilustrasi garis Ilustrasi garis adalah sebuah kesan-kesan yang mengandung makna tertentu dari sebuah garis dalam gambar. Ilustrasi memfisualisasikan pikiran seorang seniman dalam mewujudkan dalam bentuk karya seni baik lukisan, gamar, maupun patung. Ilustrsi garis dapat juga diartikan berbagai gagasan-gagasan awal untuk mewujudkan suatu bentuk yang tertanam dalam pikiran manusia untuk diciptakan menjadi karya seni berupa gambar.
61
IV CIPTAAN KARYA MENGGUNAKAN GARIS A Karya Tjok Udiana N. P. Ciptaan karya tentang garis dalam irama hitam putih karya Tjok Udiana N. P., dibuat lebih mengkhusus pada kerapian garis-garis
dalam irama hitam putih membentuk
sebuah bentuk objek dan figur wajah manusia. Wajah figur ini diciptakan untuk menampilkan kesan bahwa lukisan garis bila ditampilkan dengan kekuatan garis dan ditunjang ketelitian dalam menggores akan tampak sesuai dengan lukisan yang diinginkan. Garis baginya sangat berarti ketiga memulai menorekhan pensil dalam media kertas. Kekuatan garis menurutnya akan terlihat pada saat seorang seniman tidak mengalami keragu-raguan dalam menggoreskan pensil dan tinta yang dipegangnya ke dalam media kertas. Kekuatan garis akan dapat dilihat pada coretan awal yang akan menuntuk pada perwujudan visualisasi gambar.
62
Karya Tjok Udiana N. P., gambar Kori Agung Pura Gajah Sesetan, dengan teknik garis miring satu arah membentuk lukisan dengan irama hitam putih.
63
Karya Tjok Udiana N.P., Judul: Senyum Gadis Impian, material: kertas dan pensil dengn teknik arsiran garis satu arah. Ukuran 40 cm x 60 cm.
64
Karya Tjok Udiana N.P., Judul “Senyum sendu Gadis” , material: kertas dan pensil dengn teknik arsiran garis satu arah. Ukuran 40 cm x 60 cm.
65
Karya Tjok Udiana N.P., Judul: Janger, material: kertas dan tinta dengn teknik arsiran garis satu arah. Ukuran 40 cm x 60 cm, tahun 2006
Karya Tjok Udiana N.P., Judul: Putri Impian, material: kanvas dan tinta dengn teknik arsiran garis satu arah. Ukuran 60 cm x 80 cm, tahun 2006
66
Karya Tjok Udiana N.P., Judul “Senyum Gadis Impian”, material: kanvas dan tinta dengn teknik arsiran garis satu arah membentuk figur. Ukuran 60 cm x 80 cm. tahun 2006.
67 B Karya Ida Bagus Alit Ida Bagus Alit merupakan seorang pelukis kelahiran Denpasat tahun 1947, bertempat tinggal di Gria Satria, jalan Veteran 69 Denpasar, yang karyanya banyak di dominasi oleh jutaan garis-garis misterius yang banyak mengandung maknamakna tersembunyi di balik lukisannya. Menurut Ida Bagus Alit yang penulis wawancarai distudionya mengatakan bahwa garis baginya adalah suatu benda yang berasal dari titik-titik yang digabungkan sedemikian rupa secara berkesinambungan yang bias merupakan garis yang terdiri dari garis lengkung, garis lurus, garis patah-patah yang kemudian kalau dikembangkan lagi bias menjadi garis memanjang tanpa akhir sebagai suatu katulistiwa yang kalau dihubungkan dengan geografis menjadi garis lintang, garis bujur dan sebagainya (wawancara tanggal 9 Oktober 2009). Lebih lanjut dia mengatakan bahwa, garis tersebut pada umumnya dapat dipakai untuk mengungkapkan secara visual kedalam bentuk misalnya lukisan, sketsa, dan lain sebagainya. Selain itu menurut Ida Bagus Alit, garis juga bisa berbentuk melingkar, seperti mata gergaji dan prisma ataupun bebintangan. Garis di Bali pada umumnya paling banyak dipakai untuk melukis rerajahan, kajang, ulap-ulap, dan
68 ortenan. Melukis rerajahan bagai Ida Bagus Alit mengandung kekuatan magis yang bisa memberikan suatu energy kepada suatu benda ataupun barang. Dan biasanya diwujudkan pada bentuk-bentuk yang angker dan seram. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa melukis rerajahan dalam visualnya tidak bisa dilakukan oleh semua orang dalam artian sembarangan. Karena hal tersebut diperuntukan untuk hal-hal yang bersifat spiritual dan memiliki energi tertentu. Fungsi dari lukisan rerajahan tersebut banyak dipergunakan dalam kebudayaan Bali dan kegiatan agama. Ida Bagus Alit mencontohkan bahwa, dalam kegiatan mecaru di Bali, rerajahan dimunculkan dalam bentuk visual kain berwarna putih di gores dengan mangsi atau tinta cina warna hitam. Di samping itu juga, rerajahan itu juga dalat difungsikan untuk menyakiti orang, menolak bala bahkan menyembuhkan orang dari sakit yang ditimbulkan oleh desti ataupun black magic. Juga baginya dapat digunakan untuk menjaga diri dari niat jahat dari pencurian danlain sebagainya Makna dari dari lukisan garis berbentuk visual rerajahan mengandung makna ritual yang masih berlangsung hingga saat ini. Dalam era postmodern, ketika pemikiran konseptional berubah maka rerajahan banyak diaplikasikan
69 menjadi
objek-objek
lukisan
yang
ditransformasikan
sedemikian rupa sebagai bahan inspirasi dalam mewujudkan karya-karya baru yang bersumber dari nilai-nilai lokal budaya Bali yang lebih banyak bersumber dari Agama Hindu. Selanjutnya, menurut Ida Bagus Alit, garis juga banyak dipergunakan dalam pembuatan kajang yang dipakai sebagai sarana untuk melakukan upacara ngaben. Kajang secara visual terkait dengan topik buku ini, kajang adalah selembar kain putih yang disurati dengan gambar-gambar tertentu yang disimboliskan kepada orang yang meninggal dalam prosesi pengajuman. Dalam kajang tersebut terdapat gambar lukisan tertentu yang di guet oleh seorang yang memahami tentang hal tersebut, biasanya dilakukan oleh orang yang dipercaya masyarakat untuk melakukan hal tersebut. Fungsi dari kajang tersebut, menurut ida bagus Alit, dalam wawancara tanggal 9 Oktober 2009, mengatakan fungsi lukisan garis yang dikatagorikan kajang tersebut digunakan pada waktu pengajuman, yang nantinya diisi uang kepeng yang disimbolkan kepada orang yang meninggal. Makna dari gambar kajang tersebut mengandung arti sebagai pemberian nilai suci agar nantinya dapat di terima di sisi tuhan.
70 Secara visual goresan yang digunakan pada gambar kajang berbentuk simbol-simbol tertentu dengan huruf Bali yang mengandung makna magis. Kemudian, terkait dengan ulap-ulap menurut Ida Bagus Alit, mengatakan sejengkal kain putih yang di guet ornamen tertentu dengan tinta hitam yang dipakai untuk menyucikan bangunan yang baru selesai. Ulap-ulap secara visual biasanya diguet oleh oeang-orang yang dipercaya untuk itu agar bangunan yang akan dipelaspas tersebut bisa mendapat kekuatan dan tahan lama, serta terlindungi oleh bencana. Fungsi dari ulap-ulap tersebut selain yang disebutkan tadi, bagi Ida Bagus Alit mengandung makna untuk menetralisir hal-hal yang leteh atau kotor pada waktu pembuatan bangunan tersebut. Gambar yang berupa goresan ulap-ulap seperti gambar di bawah ini diletakan atau ditempatkan pada atas bangunan yang dilengkapi oleh beberapa sesaji dalam bentuk rangkaian janur. Ulap-ulap yang berupa goresan-goresan gambar mengandung simbol-simbol tertentu dari segi visualisasi bentuknya memang ada unsureunsur garis lebih dominan. Hal tersebut karena unsure goresan garis membentuk simbol dewa-dewa di Bali dinyakini memiliki
71 pengaruh magis untuk memberikan perlindungan terhadap banguna yang baru selesai tersebut.
Ulap-ulap yang ditempatkan pada suatu bangunan di Bali, (Sumber dokumen Ida Bagus Alit, 2009)
Dalam fungsi keagamaan di Bali, ternyata menurut Ida Bagus Alit, garis juga banyak dipakai untuk menulis tikar pandan, nyiru/ngiu, bungkak nyuh gading. Hal ini akan dapat dilihat pada saat berlanglangsungnya suatu prososi upacara potong gigi atau mepandes. Bekaitan dengan karya-karya lukisan garis yang di ciptakan Ida Bagus Alit yang akan dibicarakan dalam buku ini, ternyatan memiliki banyak pengertian dan makna-makna misterius di balik lukisan yang dihasilkan. Ida Bagus Alit
72 mengklasifikasikan karya lukisannya terkait dengan topik garis menjadi 3 katagori diantaranya yaitu garis dengan nuansa klasik, garis dengan nuansa postmodern, dan garis dengan nuansa kontemporer berbau mistik. Hal ini dapat kita amati dalam berbagai karya lukisannya seperti uraian sebagai berikut.
1 Garis dengan nuansa klasik Garis dengan nuansa klasik menurut Ida Bagus Alit adalah garis-garis lukisan yang dipakai untuk mewujudkan lukisan
dengan
citra
yang
berkaitan
dengan
dunia
pewayangan. Hal ini dimaksudkan untuk melestarikan lukisan tradisi Bali yang diungkapkan ke dalam era masa kini. Selain itu, ekspresi dari garis yang dimunculkan dalam karya-karya tersebut bernuansa klasik. Klasik baginya adalah sesuatu yang memiliki sifat kekunoan. Kekunoan ini yang dikerjakan secara primiti menggunakan bahan-bahan yang kadang-kadang di ambil dari alam diproses sedemikian rupa sehingga bisa dijadikan media lukisan seperti misalnya taum (warna tanah), tulang, tanduk rusa, mangsi yang diambil dari asap lampu sentir. Ekpresi lukisan garis bernuansa klasik seperti terlampir dalam contoh gambar-gambar di bawah ini.
73
garis bernuansa klasik berjudul “Jumpa di perjalanan” (Sumber dokumen Ida Bagus Alit, tahun 1990)
Gambar di atas merupakan contoh visualisasi garis bernuansa klasik karya Ida Bagus Alit berjudul “Jumpa di Perjalanan” dengan garis bergaya klasik memgambarkan figurfigur yang merupakan pengembangan dari beberapa tohoh wayang. Secara sekilas tampak yang menjadi imajinasi dalam pikiran sebelum menggores tentunya tokoh ganesa yang sudah terkenal, namun ketika di gores sesuai dengan kebebasan yang dimiliki akan memunculkan goresan baru yang nilai-nilai klasik dalam menggores masih terlihat. Goresannya di atas kertas dengan tinta cina. Terlihat adanya
74 penggayaan yang disesuaikan dengan imajinasi dan ekspresi garis-garis dengan pakem tradisional Bali.
Garis bernuansa klasik berjudul “Likaliku Kehidupan” (Sumber dokumen Ida Bagus Alit, Tahun 1990)
Garis bernuansa klasik berjudul ”Sahabat lama” (Sumber Dokumen Ida Bagus Alit, 1990)
75
garis bernuansa klasik berjudul”Anggayu bagia” (Sumber: dokumen Ida Bagus Alit, 2001)
2 Garis dengan nuansa postmodern Selanjutnya, garis dengan nuansa postmodern bagi ida bagus alit mengandung arti, garis yang dipakai untuk mewujudkan lukisan bergaya naïf atau kekanak-kanakan dan juga lukisan bersifat humoris serta bersifat kaligrafi. Lukisan bergaya naïf menurutnya adalah lukisan yang dibuat apa adanya yang diluar dari jangkauan teori melukis yang terpenting sasaran yang diinginkan dapat tercapai. Lukisan garis yang bersifat humoris maksudnya adalah lukisan yang dibuat yang bisa menimbulkan gelak tawa pemirsanya paling tidakmuncul
secuil
senyuman
yang
meggelitik
bagi
76 penikmatnya. Lukisan yang bersifat kaligrafi maksudnya adalah lukisan yang dibuat berdasarkan huruf-huruf baca yang distilisasi sedemikian rupa sehingga bisa mewujudkan suatu pesona tertentu yang menggairahkan untuk dicermati. Misalnya dapat kita saksikan dalam gambar-gambar berikut ini.
Garis bernuansa postmodern berjudul “Sewala Patra” karya Ida Bagus Alit (Sumber dokumen Ida Bagus Alit, 1994)
77
Garis bernuansa postmodern berjudul “Menyambut matahari” karya Ida Bagus Alit (Sumber dokumen Ida Bagus Alit, 1994)
Garis bernuansa postmodern berjudul “Mencari Teman” karya Ida Bagus Alit (Sumber dokumen Ida Bagus Alit, 1994).
78
Garis bernuansa postmodern berjudul “Senandung Senja” karya Ida Bagus Alit (Sumber dokumen Ida Bagus Alit, 1994)
3 Garis dengan nuansa kontemporer berbau mistik. Garis dengan nuansa kontemporer berbau mistik menurut Ida Bagus Alit dalam wawancara tanggal 9 Oktober 2009, mengatakan bahwa garis yang diwujudkan dalam karya lukisnya tersebut di buat sedemikian ruwet, memusingkan kepala, dan di luar daya nalar. Hal tersebut dikarenakan, baginya garis itu sedemikian banyaknya sampai beribu-ribu jumlahnya namun tidak menghilangkan citra estetis dari gambar yang diwujudkan tersebut. Dan justru kebalikannya banyak menimbulkan ketertarikan bagi penikmatnya karena mengandung unsur pesona magnetis yang bisa membuat
79 seseorang terhenyak untuk meneliti dan mencermati lebih jauh. Nuansa garis-garis kontemporer tampak pada ritmeritme goresan seolah-olah ada suatu irama mistik dan misterius yang sulit dilakukan oleh orang yang seumur Ida Bagus Alit apa lagi sudah memakai kacamata plus. Adanya goresan garis dengan irama mistik tersebut akan terasa ketika mencermati secara seksama dan detail dimana garis garis tersebut berjumpalitan dan saling tumpang tindih bagaikan benang kusut menggeluti warna-warna di balik miteriusnya karya-karya lukisan tersebut. Sehingga menghasilkan karyakarya lukis dengan nilai supermahal dari segi ide dan gagasan serta menjadikan karya-karya berkualitas masterpiece. Hal tersebut
terbukti
Ida
Bagus
Alit
memenagkan
even
internasional (Art Competition di Vermont Studio Center USA tahun 2005-2006) dengan diundangnya ke negeri itu untuk mempresentasikan hasil karya-karyanya. Kemudian, jika menyelami hasil karya goresan garis Ida Bagus Alit, ternya banyak mengandung makna-makna yang diluar daya nalar manusia secara umum. Kenapa hal tersebut dapat terjadi, karena memang menyimak karya beliau kesan awal terlihat ribet, penuh tanda tanya, bingung tanpa makna,
80 ternyata dibalik itu ketika diamati secara perlahan, rinci, detail, dengan penuh perasaan mendalam ternyata garis-garis yang ribet tersebut tidak mengganggu nilai-nilai estetika yang tertera dalam lukisan-lukisannya. Makna estetika seolah-olah muncul saat mengamati lebih dalam dan penuh perasaan. Dengan
demikian,
makna
misterius
tersebut
akan
memunculkan detak kekaguman yang mendalam karena lukisan tersebut sepertinya ada iner pawer yang terpendam. Orang-orang tertentu saja yang dapat menikmati dan menyelami makna-makna misterius dibalik karya-karya garis yang dihasilkan Ida Bagus Alit. Sehingga studio miliknya rajin dikunjungi oleh beberapa tamu mancanegara yang datang berkunjung secara berkesinambungan. Untuk lebih jelasnya dapat diamati dari beberapa data lukisan yang penulis cantumkan dalam buku ini sebagai gambaran hasil karya Ida Bagus Alit.
Garis bernuansa kontemporer berjudul “Penantian” karya Ida Bagus Alit ukuran 60 cm x 80 cm (Sumber dokumen Ida Bagus Alit, 2005).
81
Garis bernuansa kontemporer berjudul “Kasih Sayang Ibu” karya Ida Bagus Alit ukuran 60 cm x 80 cm (Sumber dokumen Ida Bagus Alit, 2007).
82
Garis bernuansa kontemporer berjudul “The Thinker (Pemikir) ” karya Ida Bagus Alit ukuran 60 cm x 80 cm (Sumber dokumen Ida Bagus Alit, 2005).
Garis bernuansa kontemporer berjudul “Rileks” karya Ida Bagus Alit ukuran 60 cm x 80 cm (Sumber dokumen Ida Bagus Alit, 2005).
83 C Karya I Made Ruta I
Made
Ruta
dalam
penciptaan
ini
banyak
menampilkan garis yang mengarah ke bentuk-bentuk mistis dan spontanitas goresan. Dalam penciptaan ini pula figur wajah dan figur manusia banyak ditampilkan dalam karyakarya garis dengan berbagai ekspresi yang dicurahkan melalui imajinasinya dengan irama hitam putih. Garis menurut ruta merupakan dasar pijakan yang mesti dikuasai oleh seorang perupa jika ingin melukis. Karena lebih lanjut menurutnya garis dari gosresan yang kuat akan mencerminkan karakter dari lukisan yang akan di hasilkan. Untuk itu garis sangat penting dalam dunia seni lukis. Garis-garis yang ditimbulkan menurutnya akan menghasilkan karya yang merupakan cerminan dari goresan seorang seniman untuk menguasai teknik melukis yang baik. Berdasarkan urain tersebut, maka garis dalam dunia seni merupakan dasar pokok menguasai seni lukis. Unsur garis yang merupakan pengenalan dasar bagi seorang seniman akan tercermin dari kekuatan garis yang dihasilkan.
84
Karya lukisan garis I Made Ruta berjudul: Imajinasi burung mitologi, Ukuraan 40x60 cm, bahan Tinta di atas kanvas, th 2006.
85
Judul gambar permainan dimensi garis. Material kanvas dan tinta tahun 2006. Karya I Made Ruta, yang mengekspresikan garis secara spontan membentuk bidang-bidang.
Judul gambar irama garis lengkung. Material kanvas dan tinta tahun 2006. Karya I Made Ruta, yang mengekspresikan garis secara spontan membentuk bidang-bidang
86
Judul gambar Komposisi garis I. Material kertas dan pensil tahun 2006. Karya I Made Ruta, yang mengekspresikan garis secara spontan dengan keseimbangan
Judul gambar Imajinasi Perahu Dewata. Material kertas dan pensil tahun 2006. Karya I Made Ruta, yang mengekspresikan garis secara spontan membentuk bidang
87
Judul gambar gerak garis sigsag. Material kanvas dan tinta tahun 2006. Karya I Made Ruta, yang mengekspresikan garis secara spontan membentuk kesan alam
Judul gambar Komposisi Garis II. Material kertas dan pensil tahun 2006. Karya I Made Ruta, yang mengekspresikan garis secara spontan dengan keseimbangan bidang
88 D Karya I Wayan Eka Supartha Garis bagi I Wayan Eka Putra merupakan awal pengenalannya dalam dunia seni. Garis dari awal mulai melukis garis akan selalu digoreskan. Goresan garis ini yang kemudian ditindaklanjuti untuk menghasikan lukisan. Garis sedari awal seperti permainan. Dengan permainan garis ini sakan dimunculkan bentuk yang ingin dicapai dalam ciptan karya lukisan. Untuk itu garis mencerminkan kepribadian selama mengikuti materi kuliah di lembaga seni.
Gambar Alamku yang indah. Material kanvas dan tinta tahun 2006. (ukuran 43 cm x 46 cm ) Karya I Wayan Eka Supartha, mengekspresikan garis-garis dalam irama hitam putih secara spontan, membentuk pemandangan.
89
Gambar Musim gugur. Material kertas dan tinta tahun 2006. (ukuran 43 cm x 46 cm ) Karya I Wayan Eka Supartha, mengekspresikan garis-garis dalam irama hitam putih secara spontan, membentuk pemandangan.
90 E Karya I Ketut Suarjana Dalam bahasan ini karya yang dihasilkan berupa garisgaris dalam irama hitam putih berbentuk wajah manusia terlihat melalui goresan sketsa garis yang di hasilkan. Untuk memahami ini, garis mesti digoreskan dengan spontanitas dan memperhatikan gelap terang dari sebuah gambar yang dihasilkan.
Gambar wajah. Material kertas dan tinta tahun 2006. Karya I Ketut Suarjana, mengekspresikan garis-garis dalam irama hitam putih secara spontan, membentuk wajah.
91
Gambar wajah. Material kertas dan tinta tahun 2006. Karya I Ketut Suarjana, mengekspresikan garis-garis dalam irama hitam putih secara spontan, membentuk wajah.
92
Gambar wajah. Material kertas dan tinta tahun 2006. Karya I Ketut Suarjana, mengekspresikan garis-garis dalam irama hitam putih secara spontan, membentuk wajah.
93
Gambar wajah. Material kertas dan tinta tahun 2006. Karya I Ketut Suarjana, mengekspresikan garis-garis dalam irama hitam putih secara spontan, membentuk wajah.
94
Gambar wajah. Material kertas dan tinta tahun 2006. Karya I Ketut Suarjana, mengekspresikan garis-garis dalam irama hitam putih secara spontan, membentuk wajah.
95
Gambar wajah. Material kertas dan tinta tahun 2006. Karya I Ketut Suarjana, mengekspresikan garis-garis dalam irama hitam putih secara spontan, membentuk wajah dengan karakter tua.
96
Gambar wajah. Material kertas dan tinta tahun 2006. Karya I Ketut Suarjana, mengekspresikan garis-garis dalam irama hitam putih secara spontan, membentuk wajah yang ekspresif.
97
V PENUTUP Sesungguhnya dalam kehidupan manusia sejak balita (bayi dibawah lima tahun) sampai kejenjang kehidupanan berikutnya sudah mengenal garis baik secara formal disekolahsekolah maupun non formal di lingkungan masyarakat. Berdasarkan uraian di atas ternyata garis jika dikaji lebih mendalam menghasilkan karya cipta seni yang tidak kalah menariknya terhadap karya seni lain. Garis merupakan bagian yang unik dalam penciptaan karya dikarenakan dapat menimbulkan berbagai dampak yang menimbulkan kesankesan tertentu dalam bahasa rupa. Pada zaman prasejarah sampai zaman sejarah banyak penemuan-penemuan mengenai peningglan manusia dalam bentuk gambar dan tulisan yang bahan dasarnya adalah garis. Garis merupakan materi dasar pada tahap awal pembelajaran dalam berbagai disiplin ilmu seni rupa, karena
98 garis akan menentukan keahlian apapun yang dimiliki oleh setiap individu, bahkan bisa memberikan gambaran mengenai kemampuan
seseorang
secara
intelektual
maupun
pengetahuan praktek dalam profesi tertentu. Bagi seorang seniman (pelukis), garis adalah salah satu elemen seni rupa yang harus dikuasai. Dari kemampuan dan keterampilannya menarik garis akan menentukan baik atau tidak, kuat atau lemahnya sebuah karya yang dihasilkan, sehingga garis oleh beberapa seniman (pelukis) dikatakan sebagai ekonomi atau bahan dasar dalam penguasaan seni rupa.
99
KEPUSTAKAAN Brinkgreve-Stuart Fox. Offerings The Ritual Art of Bali. Sanur Bali Indonesia I Mage Network Indonesia, Printed by Uic Printing and Paclxaging Ptl. Ltd. Singapore, 1992. Dibyasubrata. “Dimensi Metafisik Dalam Simbol: Ontologi Mengenai Akar Simbol”. Desertasi untuk mendapatkan gelar Doktor pada Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1990. Felman, Enmund Burke. Art as Image and Idea. Terjm. Sp., Gustami. Yogyakarta: Fakultas Seni Rupa dan Disain Institut Seni Indonesia, 1991. (naskah tidak diterbitkan) Gadjah Mada, Universitas. Petunjuk Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis. Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001. Ginarsa, I Ketut. Gambar dan Lambang. Denpasar: Proyek Pemeliharaan dan Pengembangan Kebudayaan Daerah Bali, 1967. cetak ulang Yayasan Dharma Budaya Denpasar, 1976. Heekeren, H. R. van. Penghidupan Dalam Zaman Prasejarah di Indonesia, Terjm. Moh. Amir Sutaarga. Jakarta: Soeroengan, cetakan II, 1960. Holt, Claire.Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia.Terjm. R. M. Soedarsono. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, 2000. Hoop, A.N.J.Th.a.Th. van der., Indonesische Siermotieven. Bandung, s’Gravenhage: N.V. Uitgeverij W. van Hoeve, 1949. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1988, cetakan III, th. 1990. Kayam, Umar. Seni, Tradis, Masyarakat. Jakarta: Sinar Harapan, 1981. Khamer, Samuel Noah. Abad Besar Manusia, Sejarah Kebudayaan Dunia, Tempat Lahir Peradaban. Jakarta: Tiara Pustaka, 1985. Klckhon, Clyde. “Universal categories of culture,”dalam A.L. Kroeber, (ed.,) Antropology Tody : An Encyclopeic Inventory. Chicago: The University of Chicago Press, 1953. Langer, Zuzanne K., Philosophy In A New Key, A Study In The Symbol of Reason, Rite and Art. Haevard: Harvard University Press, 1976. ----------------. Problem of Art. New York: Charles Sharles’s Sons, Alih Bahasa Fx. Widaryanto, distensil oleh Akademi Seni tari Indonesia Bandung, 1988. Muchtar, But. “Daya Cipta Bidang Kriya.” SENI: Jurnal Pengetahuan dan Penciptaan Seni, Vol. I, No. 03 (Oktober 1991): 6
100 Newman, Thelma R., Contemporary Southeast Asian Arts and Crafts. New York: Crown Publishers, Inc, 1977. Poerwadarminta, W. J. S., Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1976. Sedyawati, Edi. (ed.), Seni Dalam Masyarakat Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia, 1991. Soekanto, Soeryono. Teori Sosiologi Tentang Pribadi Dalam Masyarakat. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984. Soelarta, B., Sejarah dan Budaya. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pusat Pendidikan Sejarah dan Budaya, Balai Sejarah dan Budaya, 1979-1980. Spradley, James P., Partisipant Observation. Holt: Renehant, Wiston, 1980. Subiyantoro, Slamet. “Perubahan Fungsi Seni Tradisi: Upaya Rasionalisasi Terhadap Pengembangan dan Pelestarian Kebudayaan”, dalam SENI: Jurnal Pengetahuan dan Penciptaan Seni, Vol. VI, No. 04 (Mei 1999): 347 Sumintardjan, Djauhari. Kompedium Sejarah Arsitekstur Jilid I. Bandung: Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, 1981. Wolanin, S. J., Adam. Rites, Ritual Symbols and Their Interpretation in The Writings of Victor W. Turner. Roma: Pontificiae Universitiatis Gregorianae, 1978. Wong, Wucius. 1995. Beberapa Asas Merancang Dwimatra. Terjemahan Adjat Sakri. Bandung: Penerbit ITB. Zimmer, Heinrich. Myths and Symbols In Indian Art And Civilization, dalam Joseph Campbell., (ed.), New York: Harper Torchbooks The Bollingen Library, 1946.
101
INDEK
balans, 3, 8, 22 berkesan, 3, 4, 8, 9, 22, 38 bidang, 1, 6, 10, 15, 16, 17, 20, 26, 27, 30, 31, 37, 38, 85, 86, 87 Djelantik, 3, 4, 8, 9, 10, 21, 22, 23, 24, 25 Dwimatra, 9, 15, 25, 100 Ekspresi, 11, 19, 40, 42, 43, 44, 45, 72, 74, 83 elemen, 1, 5, 6, 7, 11, 12, 13, 98 estetis, 7, 78 Garis, 1, 2, 3, 4, 8, 9, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 20, 21, 22, 25, 26, 29, 32, 33, 34, 40, 50, 61, 67, 72, 74, 75, 76, 77, 78, 80, 81, 82, 83, 87, 88, 97 Gempal, 10, 16, 26 goresan, 7, 19, 20, 21, 26, 28, 40, 45, 51, 52, 53, 70, 73, 79, 83, 90 Goresan, 88 horisontal, 2, 11, 15, 21, 34, 36, 37
illusi, 4, 9, 22 indra, 10 keseimbangan, 1, 24, 59, 86, 87 kontras, 3, 8, 22, 24 lukis, 2, 4, 5, 6, 7, 11, 12, 13, 16, 19, 32, 79, 83 memetik, 11 menggaris, 5, 6, 14, 17 Merancang, 9, 15, 25, 100 mimesis, 11 ornamen, 4, 9, 22, 70 patra, 4, 9, 22 proporsi, 1 ritme, 3, 8, 22, 25, 50, 52, 53, 79 simbolik, 7 simmetris, 3, 8 sosiokultural, 7 stuktur, 3 tekstur, 1 tigadimensi, 2 vertikan, 11 Visual, 20 warna, 1, 3, 17, 20, 29, 30, 31, 68, 72, 79 zigsag, 2
102