UNIVERSITAS INDONESIA
GANGGUAN MENTAL PADA ANAK DAN REMAJA DENGAN HIV DAN BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
TESIS
SHIELY TILIE HARTADI 1006767784
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN JIWA JAKARTA JANUARI 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
UNIVERSITAS INDONESIA
GANGGUAN MENTAL PADA ANAK DAN REMAJA DENGAN HIV DAN BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Kedokteran Jiwa
SHIELY TILIE HARTADI 1006767784
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN JIWA JAKARTA JANUARI 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Shiely Tilie Hartadi
NPM
: 1006767784
Tanda tangan
:
Tanggal
: 31 Desember 2014
ii
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh: Nama : dr. Shiely Tilie Hartadi NPM : 1006767784 Program Studi : Ilmu Kedokteran Jiwa Judul Tesis : Gangguan Mental pada Anak dan Remaja dengan HIV dan berbagai Faktor yang Berhubungan Telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Spesialis Kedokteran Jiwa pada Program Studi Ilmu Kedokteran Jiwa, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI Ketua Penguji : Prof. Dr. dr. R. Irawati Ismail, SpKJ(K), M. Epid (……………)
Pembimbing : dr. Charles Evert Damping. SpKJ(K)
(……………)
Pembimbing : dr. Fransiska Kaligis, SpKJ
(……………)
Ditetapkan di
: Jakarta
Tanggal
: 16 Februari 2015
iii
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan YME atas segala berkat yang dilimpahkan, sehingga saya dapat menyelsaikan tugas tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Spesialis Kedokteran Jiwa di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: 1. dr. A.A.A.A. Kusumawardhani, Sp.K.J. (K), sebagai Kepala Departemen Medik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2. dr. Charles E. Damping, Sp.K.J. (K), sebagai Pembimbing Penelitian yang memberikan waktu, pengetahuan dan semangat serta memberi berbagai masukan dari awal perkuliahan sampai penyusunan tesis ini. 3. dr. Ika Widyawati, Sp.K.J (K) dan dr Fransiska Kaligis, SpKJ, sebagai Pembimbing Akademik yang senantiasa memberikan waktu, pengetahuan, semangat dan masukan selama saya menjalani pendidikan. 4. dr. Natalia Widiasih, Sp.K.J. (K) dan dr. Heriani, Sp.K.J (K), sebagai Ketua Program Studi Departemen Medik Ilmu Kesehatan Jiwa. 5. Prof. Dr. dr. R. Irawati Ismail, SpKJ(K), M. Epid sebagai ketua penguji yang memberi banyak masukan dalam proses perbaikan tesis ini, 6. Seluruh staf pengajar dan karyawan di Departemen Medik Ilmu Kesehatan Jiwa, yang telah banyak memberikan masukan dan bantuan selama proses pendidikan ini. 7. Dr Nia Kurniati, Sp.A(K), Kepala divisi Alergi Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak yang turut membantu dan memberikan dukungan selama saya menjalani penelitian. Seluruh staf, PPDS, perawat dan karyawan divisi Alergi Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak yang tidak henti memberikan semangat. 8. Seluruh partisipan dan pendamping partisipan penelitian di Poliklinik Alergi Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak RS Cipto Mangunkusumo yang telah bersedia mengikuti penelitian ini. Terutama kepada Yayasan Tegak
iv
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Tegar yang telah banyak memberikan semangat dan membantu saya dalam proses penelitian ini. 9. Orang tua, khususnya Mama dr Betty Kurniawan, atas dukungan, doa, serta motivasi, yang selalu memberikan dukungan moril dan material dalam menjalankan proses pendidikan. Tidak lupa untuk Papa, dr Charlie Hartadi, SpFK, M.S. (alm) yang selalu menjadi sumber inspirasi saya. 10. Suami, Franky F. Kusmayadi yang selalu memberikan dukungan moril dan material selama saya menjalani penelitian dan proses pendidikan, dan untuk anak saya, Gwendolyne Jessica Kusmayadi, yang telah banyak kehilangan waktunya bersama saya selama saya menyelesaikan pendidikan. 11. Sahabat khususnya FKUI 2002, Mentalis 2010 dan wonders 2011 yang selalu memberi semangat dan membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini, serta teman-teman PPDS lain khususnya dr Anastasia, dr Rizky Aniza, dan dr Citra yang selalu memberi motivasi dalam menyelesaikan proses pendidikan.
Akhir kata, semoga Tuhan YME berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat pengembangan bagi ilmu pengetahuan.
Jakarta, 16 Februari 2015 Penulis
v
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Shiely Tilie Hartadi
NPM
: 1006767784
Program Studi
: Ilmu Kesehatan Jiwa
Departemen
: Psikiatri
Fakultas
: Kedokteran
Jenis Karya
: Tesis
demi pengembangan Ilmu Pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: GANGGUAN MENTAL PADA ANAK DAN REMAJA DENGAN HIV DAN BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/ formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat : di Jakarta Pada tanggal : 16 Februari 2015 Yang menyatakan,
(Shiely Tilie Hartadi)
vi
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
ABSTRAK Nama : Shiely Tilie Hartadi Program Studi : Ilmu Kedokteran Jiwa Judul : Gangguan Mental pada Anak dan Remaja dengan HIV dan Berbagai Faktor yan g Berhubungan Latar Belakang: Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS),merupakan masalah yang memengaruhi semua kelompok usia, termasuk anak dan remaja. Pada tahun 2012, United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) melaporkan 330.000 kasus HIV baru pada kelompok usia ini. Adanya HIV menimbulkan berbagai masalah fisik maupun masalah mental. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan besaran gangguan mental pada anak dan remaja dengan HIV, dan berbagai faktor yang berhubungan. Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang dengan jumlah sampel sebanyak 92 anak dan remaja yang berobat ke Poliklinik Divisi Alergi Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara, menggunakan kuesioner SDQ(Strength and Difficulties Questionnaire) dan instrumen MINI KID (Mini-Internatitonal Neuropsychiatric Interview Kid). Hasil: Presentase jumlah subyek berusia 4-9 tahun sebesar 66,3%, sebesar 67,4% subyek saat ini bersekolah. Terdapat 77,2% subyek yang kedua orang tuanya positif HIV dan 72,8% subyek memiliki anggota keluarga yang meninggal karena HIV. Terdapat 18,5% subyek yang memiliki masalah emosi dan 25% memiliki masalah perilaku. Terdapat 23,9% subyek yang memiliki gangguan mental, dengan jenis gangguan berupa gangguan cemas perpisahan (7,6%),gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas/ GPPH (7,6%), gangguan penyesuaian (1,1%), gangguan depresi mayor (4,3%) dan gangguan menentang oposisional (3,3%). Analisis mendapatkan bahwa subyek yang saat ini bersekolah dan yang tidak mengetahui status HIV-nya lebih terlindungi dari terjadinya gangguan mental, walaupun tidak bermakna secara statistik. Simpulan: Prevalensi gangguan mental pada anak dan remaja dengan HIV secara umum lebih besar dibandingkan populasi umum, yaitu sebesar 23,9%. Adanya masalah hiperaktivitas, emosi, perilaku berhubungan dengan gangguan mental. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan alat ukur lain untuk mendapatkan gambaran menyeluruh masalah kesehatan jiwa. Kata kunci: HIV/AIDS, anak dan remaja, gangguan mental
vii
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
ABSTRACT Name Program Title
: Shiely Tilie Hartadi : Psychiatry : Mental Disorders in Children and Adolescents with HIV and Various Factors Related
Background: Human Immunodeficiency Virus (HIV) and Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) may affect all ages, including children and adolescent. In 2012, United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) reported 330,000 children and adolescent were newly affected by HIV/AIDS. HIV may lead to various physical and mental problems. This study aims to measure the prevalence of mental disorder in children and adolescent infected with HIV and various other factors related. Methods: This cross sectional study included 92 children and adolescent patients in Allergic-Immunology outpatient clinic in Pediatric Department of Cipto Mangunkusumo Hospital. Samples were interviewed to collect personal data, using SDQ (Strength and Difficulties Questionnaire) and MINI KID questionnaires. (Mini-Internatitonal Neuropsychiatric Interview Kid. Results: 66.3% of the samples were children aged 4-9, 67.4% are currently attending school. 77.2% have both parents with HIV, 72.8% of the samples have one or more family member that died as a result of HIV. 18.5% and 25% of the samples have emotional and behavioral problem. 23.9% have mental disorders, with separation anxiety (7.6%), ADHD/ attention deficit and hyperactive disorder (7.6%), adjustment disorder (1.1%), major depression (4.3%), and oppositional defiant disorder (3.3%). Analysis suggest that samples who are currently attending school, and samples that have not disclosed their condition as being HIV+, are more protected from mental problems, though not statistically significant. Conclusion: The prevalence of mental disorders in children and adolescent with HIV are higher than the general population. Emotional, hyperactivity and behavioral problems are related to mental disorder. Further study with psychiatric assessment techniques and other instruments is essential in gaining a more comprehensive mental health profile. Keywords: HIV/AIDS, children and adolescent, mental disorder
viii
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS…………………….
ii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………..
iii
KATA PENGANTAR………………………………………………..
iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………
vi
ABSTRAK…………………………………………………………...
vii
ABSTRACT………………………………………………………….
viii
DAFTAR ISI…………………………………………………………
ix
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………
xii
DAFTAR TABEL……………………………………………………
xiii
BAB I
PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang…………………………………………
1
I.2 Rumusan Masalah…………………………………......
4
I.3 Tujuan Penelitian………………………………………
4
I.4 Hipotesis………………………………………………..
4
I.5 Manfaat Penelitian…………………………………….
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada Anak dan Remaja…………………………………………………
6
II.1.1 Transmisi HIV pada Anak dan Remaja …………
7
II.1.2 Masalah pada Anak dan Remaja dengan HIV…..
9
II.1.2.1 Masalah Medis dan Neuropsikiatrik………
10
II.1.2.2 Masalah Neurologis ……………………….
12
II.1.2.3 Masalah Perkembangan……………………
13
II.1.2.4 Masalah Psikopatologi…………………….
14
II.1.2.4.1 Gangguan Depresi………………….
15
II.1.2.4.2 Gangguan Cemas…………………..
16
II.1.2.4.3 Gangguan Penyesuaian…………….
17
II.1.2.4.4 Gangguan Pemusatan Perhatian dan
ix
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Hiperaktivitas………………………
17
II.1.2.4.5 Gangguan Mental Lainnya…………
18
II.1.3 Pengobatan HIV pada Anak dan Remaja……….
18
II.1.3.1 Masalah Neuropsikiatri Terkait Penggunaan Antiretroviral…………………………………
19
II.2 Tumbuh Kembang Anak dan Remaja…………………
20
II.3 Penilaian Masalah Emosi dan Perilaku Anak dan Remaja…………………………………………………
23
II.4 Penilaian Gangguan Mental pada Anak dan Remaja..
25
II.5 Kerangka Teori…………………………………………
27
II.6 Kerangka Konsep Penelitian…………………………..
28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Desain Penelitian……………………………………...
29
III.2 Tempat dan Waktu Penelitian………………………
29
III.3 Populasi dan Sampel Penelitian…………………… ..
29
III.4 Kriteria Penelitian……………………………………..
30
III.4.1 Kriteria Inklusi ………………………………….
30
III.4.2 Kriteria Eksklusi………………………………..
30
III.5 Cara Pengambilan Sampel………………………..…. …………………………..
III.6 Besar Sampel
30 30
III.7 Identifikasi Variabel………………………………….
31
III.8 Instrumen Penelitian…………………………………..
32
III.8.1 SDQ (Strength and Difficulties Questionnaire).
32
III.8.2 Mini-International Neuropsychiatric Interview untuk Anak dan Remaja (MINI KID) ……………
33
III.9 Definisi Operasional …………………………………...
34
III.10 Metode Pengumpulan dan Tatalaksana Data............
39
III.11 Kajian Etika ……………………………………………
40
III.12 Kerangka Kerja…………………………………………
41
BAB IV HASIL PENELITIAN IV.1 Data Demografi………………………………………..
42
IV.2 Masalah Emosi dan Perilaku …………………………..
45
x
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
IV.3 Gangguan Mental……………………………………..
46
IV.4 Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Mental pada Anak dan Remja dengan HIV…………………. IV.5 Analisis Multivariat…………………………………… BAB V
46 49
BAHASAN V.1 Sebaran Data Demografis………………………………
51
V.2 Prevalensi dan Gambaran Gangguan Mental ……………
55
V.3 Keterbatasan Penelitian………………………………..
56
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN VI.1 Simpulan………………………………………
61
VI.2 Saran…………………………………………..
61
DAFTAR PUSTAKA
xi
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 1
: Jadwal Pelaksanaan Penelitian……………………………...71
Lampiran 2
: Anggaran Penelitian ………………………………………..71
Lampiran 3
: Lembar Informasi Untuk Subyek Penelitian…………..........72
Lampiran 4
: Tabel Definisi Operasional………………………………. ...75
Lampiran 5
: Formulir Data Demografis Subyek…………………………79
Lampiran 6
: Instrumen SDQ (Strength and Difficulties Questionnaire)... 72
Lampiran 7
: Instrumen MINI KID……………………………………….74
Lampiran 8
: Keterangan Lolos Kaji Etik ………………………………...122
Lampiran 9
: Persetujuan Izin Penelitian………………………………….123
xii
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Interpretasi Skor (kuesioner yang diisi oleh guruorang tua)……….21 Tabel 2.2. Interpretasi Skor (kuesioner yang diisi oleh remaja)..……………..21 Tabel 4.1 Data Karakteristik Responden.…………………………………….43 Tabel 4.2 Masalah Emosi dan Perilaku pada Anak dan Remaja dengan HIV..45 Tabel 4.3 Gangguan Mental pada Anak dan Remaja dengan HIV………… …46 Tabel 4.4 Berbagai Faktor yang berhubungan dengan Gangguan Mental Pada Anak dan Remaja dengan HIV ………..……………………42 Tabel 4.5 Analisis multivariat antara pada status pendidikan, masalah status gizi, dan mengetahui status HIV terhadap gangguan mental pada anak dan remaja dengan HIV..……………………………………49
xiii
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
1
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Human Imunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS), merupakan salah satu masalah yang menimbulkan perhatian bukan saja di Indonesia, tetapi juga di dunia. Masalah ini terus memengaruhi semua kelompok usia, termasuk kelompok usia anak dan remaja. Saat ini United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) memperkirakan terdapat sedikitnya 34 juta orang yang mengalami HIV, dengan angka infeksi baru mencapai 2,5 juta jiwa setiap tahunnya.1 Pada tahun 2012, terdapat 330.000 kasus HIV baru dilaporkan terjadi pada kelompok usia anak-anak.1 Kasus HIV pada anak dan remaja berusia dibawah 15 tahun dilaporkan mencapai sebesar sekitar 2 sampai 2,6 juta jiwa. 2 Laporan menyebutkan bahwa angka prevalensi HIV terbanyak adalah di Afrika, yaitu sebanyak 22,5 juta jiwa. Saat ini menurut data UNAIDS, Asia menempati peringkat kedua terbanyak setelah Afrika. Dilaporkan terdapat 4,8 juta jiwa menderita HIV di Asia, dengan prevalensi terbesar terdapat di Cina, Thailand dan Indonesia. Data UNAIDS tahun 2012 menunjukkan prevalensi HIV positif di Indonesia mencapai 380.000 jiwa.1 Dalam sepuluh tahun terakhir, epidemi HIV tampak menunjukkan banyak perubahan, adanya pengembangan obat-obatan baru, akses pengobatan dan berbagai intervensi psikososial terus dikembangkan. Angka infeksi baru juga menurun sebanyak 50% dan 8 juta jiwa telah mendapatkan terapi antiretroviral.1 Di Indonesia sendiri, data menunjukkan terjadi peningkatan angka epidemi yang cukup signifikan. Adanya infeksi HIV pada orang tua, dapat diturunkan kepada anaknya. Kebanyakan anak dengan HIV tertular melalui proses persalinan, dan mengalami HIV sejak perinatal.2 Berbagai bentuk pencegahan transmisi dilakukan, antara lain dengan pemberian terapi antiretroviral pada wanita hamil dengan HIV positif, dan proses persalinan dengan operasi sectio cesarian. 1
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
2
Penularan pada anak juga dapat terjadi pada bayi yang mendapat Air Susu Ibu (ASI) dari ibu yang HIV positif. Infeksi HIV pada anak dan remaja merupakan ancaman terhadap masalah mental selain juga masalah fisik dan berbagai kondisi kronis.3 Adanya perkembangan
yang
cukup
pesat
dalam
bidang
pengobatan
HIV
mengakibatkan pergeseran masalah pada anak yang mengalami infeksi HIV. Sebelum berkembangnya pengobatan antiretroviral dalam HIV, terdapat angka mortalitas yang tinggi pada kelompok anak dan remaja. Perkembangan dalam pengobatan saat ini berhasil menurunkan angka mortalitas, sehingga lebih banyak anak dan remaja yang bertahan hidup, tetapi mengalami penyakit kronis. Berbagai masalah dapat timbul pada anak dan remaja dengan HIV. Penelitian menunjukkan bahwa anak dan remaja dengan HIV positif memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan mental, dan kondisi kesehatan mental yang lebih buruk dibandingkan yang tidak mengalami infeksi HIV.
4,5,6
Berbagai gangguan dapat muncul pada anak yang mengalami kondisi penyakit kronis, seperti masalah emosi, perilaku, dan kesulitan belajar. Variasi kondisi dapat berupa depresi, kecemasan, dan masalah sekolah terkait dengan persepsi tentang diri sendiri, serta penarikan sosial atau perilaku menghindar.7 Pada pasien anak dan remaja dengan HIV, risiko gangguan psikologis dapat timbul sebagai akibat langsung dari pengaruh infeksi HIV terhadap struktur otak terkait dengan fungsi regulasi emosi, perilaku, kognitif, ataupun sebagai akibat tidak langsung dari kemampuan koping terhadap stressor psikososial dan medis terkait HIV.7 Beberapa penelitian menemukan masalah emosi
perilaku
seperti
depresi,
gangguan
pemusatan
perhatian
dan
hiperaktivitas, gangguan perilaku menentang, dan masalah dalam fungsi sosial terhadap teman sebaya cukup tinggi pada anak dan remaja dengan HIV positif.2,7 Anak dan remaja yang mengetahui status HIV mereka sering mengalami ketakutan terhadap berbagai hal. Anak dan remaja merasakan adanya ketakutan
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
3
terhadap kondisi penyakit mereka sendiri, ketakutan akan kematian dirinya, dan ketakutan akan kehilangan anggota keluarga maupun pelaku rawat yang juga mengalami HIV positif. Masalah-masalah tersebut pada akhirnya sangat memengaruhi adanya perilaku berisiko, masalah keteraturan pengobatan, masalah sekolah dan kehadiran, dan masalah perilaku serta perawatan diri. Adanya masalah emosi dan perilaku terkait HIV pada anak dan remaja harus mendapat perhatian, karena dengan bertambahnya usia, kondisi tersebut dapat berkembang menjadi kondisi yang lebih berat, termasuk menimbulkan risiko bunuh diri.2 Banyaknya literatur tentang kaitan antara HIV dengan masalah gangguan mental pada anak dan remaja tidak didukung dengan adanya data yang memadai di Indonesia khususnya di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Psikiater memegang peran penting dalam memberikan intervensi masalah psikososial pada anak dan remaja dengan HIV. Berbagai pendekatan dapat dilakukan pada anak dan remaja dengan HIV. Pendekatan dilakukan terutama untuk pencegahan adanya masalah dan emosi dan perilaku. Pendekatan seperti pendekatan dengan psikoterapi khusus, intervensi psikososial dan ruang lingkup khusus telah dikembangkan dan terus diteliti efektivitasnya. Namun demikian, data tentang masalah emosi serta perilaku dan gangguan mental pada anak dan remaja di Indonesia masih belum ada. Oleh karenanya penelitian ini bermaksud untuk mengetahui besaran masalah tersebut, serta faktor yang berhubungan dengan munculnya gangguan mental pada anak dan remaja dengan HIV. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat mengembangkan kerjasama antara Departemen Ilmu Kesehatan Anak dan Psikiatri guna meningkatkan pelayanan dan memberikan penatalaksanaan komprehensif pada anak dan remaja dengan HIV yang memiliki masalah gangguan mental, serta mengembangkan metode intervensi untuk melakukan pencegahan terhadap masalah-masalah yang mungkin timbul pada anak dan remaja dengan HIV.
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
4
I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah yang menjadi pertanyaan klinis sebagai dasar penelitian ini. Berikut beberapa masalah yang ditemukan:
Belum adanya data prevalensi gangguan mental pada anak dan remaja dengan HIV
Belum diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan timbulnya masalah tersebut
I.3 Tujuan Penelitian I.3.1 Tujuan Umum Untuk mendapatkan besarnya gangguan mental pada anak dan remaja dengan HIV dan faktor-faktor yang berhubungan. I.3.2 Tujuan Khusus
Mendapatkan prevalensi gangguan mental pada pasien anak dan remaja yang mengalami infeksi HIV.
Mendapatkan faktor-faktor yang berhubungan dengan timbulnya gangguan mental pada anak dan remaja yang mengalami infeksi HIV.
Mengembangkan kerjasama dengan Departemen Ilmu Kesehatan Anak dalam memberikan pelayanan terpadu untuk pasien anak dan remaja yang mengalami infeksi HIV.
I.4 Hipotesis Terdapat gangguan mental pada anak dan remaja dengan HIV Terdapat faktor-faktor yang dapat berhubungan dengan timbulnya masalah tersebut.
I.5 Manfaat Penelitian I.5.1 Bidang Pendidikan Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai prevalensi gangguan mental pada anak dan remaja dengan HIV, serta faktor yang memengaruhinya
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
5
Penelitian ini juga dibuat sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan dokter spesialis kesehatan jiwa di RSCM.
I.5.2 Bidang Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuka pengetahuan tentang gangguan mental pada anak dan remaja dengan HIV dan faktorfaktor yang memengaruhinya. Penelitian ini dapat bermanfaat untuk menjadi dasar penelitian lain yang dapat dikembangkan untuk melakukan intervensi dalam rangka meningkatkan pelayanan terhadap anak dan remaja dengan HIV.
I.5.3 Bidang Pelayanan Kesehatan Diharapkan penelitian ini dapat membuka dan mengembangkan bidang Consultation Liaison Psychiatry di bidang HIV, dengan divisi anak. Penanganan yang menyeluruh dan penatalaksanaan adekuat dapat semakin baik dan membantu mengatasi masalah anak dan remaja dengan HIV secara holistik.
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
6
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
II.1. Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada Anak dan Remaja Sejak tahun 1980an, virus yang termasuk dalam kelompok keluarga retrovirus, mulai menimbulkan epidemi di dunia. Human Immunodeficiency Virus menimbulkan kondisi yang dapat menurunkan imunitas seseorang, dan pada akhirnya menyebabkan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS).8 Turunnya imunitas seseorang akan menimbulkan berbagai kegagalan sistem organ, dan menyebabkan infeksi oportunistik yang pada akhirnya dapat menimbulkan kematian.9 Walaupun kasus AIDS baru pertama kali dilaporkan pada tahun 1981, virus ini sudah mulai berkembang sejak 1959.
8
Kebanyakan penderita HIV
positif sering tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi.
10
Dibutuhkan waktu
sejak pertama kali virus masuk, sampai menimbulkan gejala. Gejala AIDS dapat timbul setelah 8-11 tahun seseorang terinfeksi HIV. Infeksi HIV menyerang sel imun antara lain sel T helper, terutama sel spesifik CD4+ , sel makrofag, dan sel dendritik.11 Virus menyerang sel limfosit T4 helper dan reseptor CD4, karena sel tersebut memiliki afinitas yang tinggi terhadap lapisan glikoprotein pada permukaan sel virus. Infeksi HIV menyebabkan turunnya jumlah CD4, karena proses apoptosis, maupun lewat serangan langsung virus terhadap sel tersebut. Setelah virus terikat pada sel limfosit T4, terjadi transkirp RNA menjadi DNA lewat bantuan reverse transcriptase. Hasil DNA dari proses tersebut kemudian dimasukkan dalam genom sel induk, sehingga limfosit dirangsang untuk melakukan proses pembelahan. Selama proses pembentukan berbagai komponen virus, dan proses perakitan, terjadi lisis dari sel limfosit. Hal ini mengakibatkan rendahnya sel CD4 limfosit T helper pada orang yang terinfeksi HIV. Rendahnya sel CD4 pada batas tertentu dapat menyebabkan hilangnya
6
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
7
imunitas seluler, sehingga penderita menjadi lebih rentan mengalami infeksi oportunistik. Sebanyak 30% penderita awalnya mengalami gejala menyerupai sindrom flu setelah 3-6 minggu terinfeksi. Gejala awal yang dirasakan biasanya berupa demam, mialgia, sakit kepala, fatique, gejala gastrointestinal, dan kadang-kadang dapat timbul rash. Di Amerika Serikat rata-rata durasi dari stadium asimtomatik adalah sekitar sepuluh tahun. Pada stadium asimtomatik ini, dapat terjadi limfadenopati, diare kronis, kehilangan berat badan, malaise, fatique, demam, keringat malam yang bervariasi. Infeksi yang paling sering terjadi pada pasien dengan HIV antara lain pneumonia karena Pneumocystis carinii dan Sarkoma Kaposi. Gejala pneumonia antara lain batuk kering kronis, disertai sesak nafas, dan hipoksemia. Sarkoma Kaposi merupakan kondisi lesi kulit yang jarang terjadi. Selain kedua infeksi tersebut, penderita HIV juga rentan terhadap infeksi oportunistik lain seperti Toxoplasma gondii,
infeksi jamur
Criptococcus neoformans, Candida albicans, infeksi bakteri Mycobacterium avium-intracellulare maupun inteksi virus lain seperti sitomegalovirus dan herpes simpleks. 8
II.1.1 Transmisi HIV pada Anak dan Remaja Virus kelompok retrovirus ini, terkait dengan sel T yang dapat menginfeksi baik manusia, maupun hewan primata lainnya. Saat ini sudah diketahui terdapat dua tipe virus yang dapat diidentifikasi, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Human Immunodeficiency Virus-1 merupakan jenis yang lebih banyak menyebabkan berbagai kondisi penyakit terkait HIV. Pada penelitian, virus HIV ini dapat ditemukan dalam darah, semen, air liur, Air Susu Ibu (ASI), dan cairan serebrospinal dari orang yang terinfeksi.8 Penularan HIV terbanyak adalah melalui hubungan seksual, dan transfer dari darah antara orang yang terinfeksi. Hubungan
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
8
seksual, termasuk hubungan lewat anal dan vaginal yang tidak aman memiliki risiko penularan yang sangat tinggi dibandingkan hubungan seksual secara oral. Risiko penularan lewat pajanan tunggal terhadap penderita HIV cukup rendah, sekitar 0,8-3,2 persen (lewat hubungan anal), 0,05-0,15 persen melalui hubungan seksual vaginal, 0,32 persen setelah tertusuk jarum yang terkontaminasi HIV, dan 0,67 persen setelah penggunaan bersama jarum suntik dengan penderita HIV.8 Besarnya risiko penularan dapat bervariasi, tergantung dari besarnya viral load penderita HIV. Pada awal perjalanan penyakit dan akhir perjalanan penyakit, biasanya tingkat viral load seorang penderita mencapai titik tertinggi, sehingga risiko penularan akan lebih besar. Faktor lain yang juga memengaruhi besarnya penularan lewat hubungan seksual antara lain adanya kondisi penyakit menular seksual lain yang menyertai (seperti herpes, sifilis) dan penyakit lain yang menimbulkan lesi di kulit atau mukosa. Transmisi melalui jarum suntik memiliki risiko yang tinggi, karena terkait dengan kontaminasi jarum suntik pada pengguna zat secara intravena. Kebiasaan yang ada di antara pengguna yaitu menggunakan bersama jarum suntik yang tidak steril. Mekanisme transmisi lain adalah lewat transfusi darah, transplantasi organ, dan inseminasi buatan. Adanya metode seleksi donor yang baik saat ini sudah dapat menurunkan risiko penularan HIV.8 Penularan pada anak, paling banyak terjadi selama masa kandungan (infeksi dalam uterus), saat proses kelahiran ataupun lewat proses pemberian ASI dari wanita yang terinfeksi HIV. Penelitian di USA dan Eropa menunjukkan bahwa 15-20% bayi dengan ibu HIV positif yang tidak mendapatkan terapi antiretroviral terkena HIV, dan hanya 2% bayi yang tertular HIV dari ibu yang mendapatkan antiretroviral.12 Salah satu metode pencegahan penularan HIV melalui proses persalinan adalah dengan merekomendasi ibu hamil terinfeksi, yang tidak mendapat antiretroviral atau yang memiliki viral load lebih dari 1.000 kopi/mL
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
9
untuk menjalani operasi section cesaria elektif pada usia kehamilan 38 minggu. 12 Adanya kemungkinan penularan HIV lewat proses menyusui, WHO merekomendasikan pemberian antiretroviral kepada ibu menyusui. Pemberian terapi antiretroviral dapat secara signifikan memperlambat progresifitas infeksi HIV menjadi AIDS.
II.1.2. Masalah pada Anak dan Remaja dengan HIV Masalah infeksi HIV pada anak merupakan salah satu masalah yang perlu dihadapi dalam penanganan masalah HIV. Salah satu target utama dari penatalaksanaan menurut UNSAID adalah untuk menurunkan angka infeksi baru HIV pada anak, dan menurunkan jumlah wanita dengan HIV yang meninggal karena masalah terkait proses persalinan. Beberapa perkembangan dalam penanganan HIV pada anak sudah menunjukkan adanya penurunan angka infeksi HIV pada anak, penurunan tersebut mencapai 43% dibandingkan tahun 2003.13 Angka transmisi dari ibu ke anak juga saat ini telah menurun jauh, mencapai kurang dari 5%.14 Penurunan infeksi terbanyak terjadi di Afrika, sementara penurunan di Asia lebih sedikit (12%).13 Jumlah anak yang terinfeksi HIV cukup tinggi terutama pada daerah-daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi. 14 Beberapa hal yang turut berperan dalam penurunan jumlah infeksi HIV pada anak, selain karena faktor berkurangnya angka infeksi HIV pada usia dewasa, juga disebabkan karena penggunaan antiretroviral, dan pendekatan preventif seperti pelayanan menyusui yang baik. Salah satu metode lain yang cukup efektif dalam menurunkan angka transmisi ibuanak adalah dengan menggunakan metode persalinan secara operasi section cesaria elektif.14,15,16 Sejak tahun 2009-2011 di negara-negara dengan pendapatan rendahsedang, pemberian antiretroviral, sebagai profilaksis berhasil mencegah
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
10
409.000 anak dari infeksi HIV dan mencegah transmisi ibu anak sampai sekitar 57% dengan antiretroviral efektif. 13 Saat ini rekomendasi diberikan untuk anak dibawah usia 2 tahun yang terkena infeksi HIV sebaiknya segera mendapatkan terapi antiretroviral, sementara untuk anak yang lebih dewasa antiretroviral dapat diberikan berdasarkan hasil pemeriksaan CD4. 13
Risiko kematian pada anak menurut penelitian juga akan meningkat pada anak yang ibunya meninggal karena HIV. Perjalanan penyakit HIV sendiri, melibatkan berbagai faktor dan episode relaps dan perbaikan, hal ini sering menimbulkan masalah dalam keluarga. Salah satu masalah adalah adanya keterbatasan kemampuan orang tua untuk memberikan perawatan yang konsisten dan stabil sepanjang perjalanan penyakit anak. Perawatan yang kurang konsisten dan terpengaruh oleh perasaan orang tua dalam menghadapi anak sering mencetuskan perasaan cemas dan takut pada anak.15 Beberapa orang tua akan menunjukkan perhatian berlebihan pada kondisi anak, dan seakan melupakan kondisi kesehatannya sendiri. Anak yang mengalami HIV sering tidak mampu untuk menyatakan perasaan-perasaan serta harapan-harapannya, seperti rasa takut dan rasa bersalah. Perasaan-perasaan tersebut ditutupi oleh adanya perasaan berlebihan akan rasa kehilangan dari orang-orang yang mereka cintai.17 Faktor lain yang juga berperan diantaranya adanya kekerasan dalam rumah tangga, perubahan pelaku rawat, adanya beban kerja yang berat, ancaman keterbatasan pangan, stigma, perundungan (bullying) dan dukungan sosial yang kurang.18 Pada remaja yang memiliki orang tua yang menderita HIV, sering didapatkan adanya konflik orang tua-anak, masalah akademis, masalah pergaulan dengan teman sebaya, dan perilaku kriminal dengan tingkat kesulitan mencapai 25-73%. 19 II.1.2.1 Masalah Medis dan Neuropsikiatrik Gambaran klinis infeksi HIV pada anak dan remaja pada dasarnya menyerupai gambaran klinis pada orang dewasa. Infeksi awal pada
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
11
neonatus dan bayi yang belum mendapatkan terpai dapat menunjukkan variasi gejala seperti demam, kandidiasis, kenaikan berat badan yang kurang, hepatomegali, splenomegali, limfadenopati, parotiditis, dan diare. Selain infeksi tersebut, pada anak juga dapat terjadi infeksi oportunistik seperti pneumonia karena Pneumocystis carinii. Apabila kondisi ini tidak segera ditangani, dapat berkembang berbagai infeksi bakteri lain, memengaruhi kerja organ dan kondisi lain terkait penurunan sistem imunitas tubuh. Pemberian antiretroviral pada anak dapat memperbaiki kondisi klinis, tetapi kadang-kadang walaupun dengan deteksi dini dan terapi efektif, anak masih dapat menunjukkan adanya kegagalan pertumbuhan, demam dan keterlambatan perkembangan.
14
Hambatan pertumbuhan
masih sering dikaitkan pada anak dengan HIV/AIDS, dimana kenaikan berat badan tidak dapat mengejar garis pertumbuhan, sehingga anak perlu beradaptasi terhadap penampilannya
yang tidak biasa dan masalah
imaturitas fisik. 14 Sebanyak
lebih
dari
60%
pasien
HIV
memiliki
gejala
neuropsikiatrik. Risiko tinggi timbulnya gejala neuropsikiatrik antara lain populasi usia muda, terutama dengan gejala demensia. Gejala umum dari penyakit HIV seringkali menimbulkan komplikasi terhadap efek biologis fungsi otak, dan juga memengaruhi mood dan kondisi kecemasan seseorang. Beberapa gangguan neurologis sering terjadi pada anak dan remaja dengan HIV. Adanya kaitan gejala neuropsikiatri dengan infeksi HIV, menunjukkan pentingnya peran psikiatri dalam penanganan pasien dengan HIV. Psikiatri dapat berperan mulai dari konseling awal sebelum dilakukan pemeriksaan HIV sampai dengan dalam penatalaksanaan, yaitu dalam memberikan psikoterapi maupun farmatoterapi terkait gejala yang dialami pasien. 8
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
12
Infeksi HIV terkait dengan berbagai kondisi medis, neurologis dan juga kondisi psikiatri. Terdapat beberapa kondisi psikiatri yang terkait infeksi HIV, antara lain demensia terkait HIV, gangguan neurokognitif ringan (atau lebih sering dikenal dengan ensefalopati HIV), delirium, gangguan cemas, gangguan penyesuaian, depresi, mania, penyalahgunaan zat, bunuh diri, gangguan psikotik, dan gangguan cemas lain.8 II.1.2.2 Masalah Neurologis Adanya
gangguan
dalam
perkembangan
neurologis,
dan
neuropsikologis seringkali merupakan tanda awal dan paling berat dalam infeksi HIV pada anak. Adanya masalah pada susunan saraf pusat dapat disebabkan karena efek langsung ataupun tidak langsung dari virus yang dapat menembus sawar darah otak. Target utama infeksi HIV pada susunan saraf pusat adalah mikroglia dan makrofag. Adanya sifat neurotoksik dan reaksi inflamasi dapat menyebabkan kerusakan dan kematian sel-sel neuronal.12 Penelitian awal pada anak dengan HIV menunjukkan bahwa sebanyak 40-90% memiliki gejala neurologis.14 Salah satu gangguan yang dapat ditimbulkan antara lain adanya atrofi, ensefalopati HIV yang ditandai dengan adanya gangguan perkembangan otak (mikrosefali, atrofi), gagal perkembangan sesuai usia, dan disfungsi neurologis yang nyata terutama dalam kemampuan motorik. 12 Ensefalopati HIV, sering ditandai dengan adanya trias berupa mikrosefali yang didapat, adanya hambatan dan hilangnya tahapan perkembangan (motor, kognitif, dan bahasa), dan juga defisit motor traktus piramidalis.
12
Adanya defisit neurologis dan neurokognitif tersebut pada
akhirnya terkait dengan tingkat kepercayaan diri dan tingkat kemandirian anak dalam interaksinya terhadap teman sebaya. Infeksi HIV terkait dengan berbagai kondisi medis lain, neurologis dan juga kondisi psikiatri. Terdapat beberapa kondisi psikiatri yang terkait infeksi HIV, antara lain demensia terkait HIV, gangguan neurokognitif
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
13
ringan (atau lebih sering dikenal dengan ensefalopati HIV), delirium, gangguan cemas, gangguan penyesuaian, depresi, mania, penyalahgunaan zat, bunuh diri, gangguan psikotik, dan gangguan cemas lain.8 Adanya demensia terkait HIV hingga saat ini masih belum banyak diteliti dan dijelaskan kasusnya pada remaja dengan HIV. 12 Adanya kaitan gejala neuropsikiatri dengan infeksi HIV, menunjukkan pentingnya peran psikiatri dalam penanganan pasien dengan HIV. Psikiatri dapat berperan mulai dari konseling awal sebelum dilakukan pemeriksaan HIV sampai dengan dalam penatalaksanaan, yaitu dalam memberikan psikoterapi maupun farmakoterapi terkait gejala yang dialami pasien. 8 II.1.2.3 Masalah Perkembangan Anak dengan HIV mengalami perkembangan yang lebih lambat dibandingkan anak lain seusianya. Kemampuan kognitif dan kapasitas untuk berpikir logis sering menimbulkan masalah pada anak dengan HIV. Kemampuan pemahaman anak terhadap kondisi yang dihadapinya menjadi terbatas, dan sangat memengaruhi perkembangan psikologis. Pada anak yang usia lebih muda, yaitu usia pra sekolah sampai usia sekolah dini, anak mulai menyadari bahwa mereka mengalami gejala yang menunjukkan adanya penyakit tertentu, tetapi masih belum dapat memahami
penyebabnya.
Perkembangan
kemampuan
kognitif,
kemampuan berpikir sekuensial dan abstrak membantu anak terutama yang bertambah usia dan mencapai usia remaja sudah mulai dapat memahami penyebab penyakitnya, dan dapat mengerti tentang proses kematian dan perburukan kondisi dirinya ataupun anggota keluarga lain yang mengalami hal serupa. Anak usia sekolah sering kurang dapat melakukan interaksi yang baik dengan teman sebaya, dan kurang mandiri, terutama pada anak-anak yang tidak dapat menyelesaikan konflik dengan orang tua yang juga
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
14
mengalami HIV. Anak cenderung terikat pada pelaku rawat, dan memiliki rasa ketakutan akan kehilangan pelaku rawatnya.14 Perawatan anak yang dilakukan orang tua yang menderita HIV juga turut memengaruhi perkembangan anak. Seringkali orang tua dengan preokupasinya ataupun kecemasannya sendiri tentang penularan kepada anak membuat orang tua menjadi kurang responsif terhadap kebutuhan-kebutuhan dasar anak. Orang tua merasa takut bahwa pemberian perawatan, kehangatan dan interaksinya dengan anak dapat menyebabkan anak tertular HIV. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pada pelaku rawat dengan HIV/AIDS yang sakit ataupun sekarat didapatkan adanya penurunan perkembangan motorik dan perilaku adaptif pada anaknya.20 II.1.2.4 Masalah Psikopatologi Masalah psikopatologi yang dialami anak dan remaja dengan HIV dapat menurunkan fungsi kehidupan dan kualitas hidup mereka.
14
Adanya
masalah emosi pada anak dan remaja tersebut dapat berlanjut dan menjadi kondisi yang lebih serius seiring perkembangan anak, antara lain gangguan afektif yang lebih berat, serta risiko bunuh diri yang tinggi. Anak-anak yang mengalami penyakit kronis memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami masalah psikiatri, termasuk gangguan depresi, cemas, dan perasaan diisolasi. 21,22,23 Masalah psikiatri sering muncul karena anak dan remaja dengan HIV sering merasa cemas dan takut terhadap keadaannya, seperti mengganggap bahwa gejala batuk/flu merupakan tanda perburukan kondisi HIV dan dapat mengancam nyawa, selain juga adanya rasa takut terutama akan kehilangan pelaku rawat atau anggota keluarga yang juga mengalami HIV. Adanya psikopatologi pada orang tua atau pelaku rawat maupun adanya episode AIDS yang berat (full blown) sering dikaitkan dengan tingginya stress dan rendahnya kapasitas kognitif seperti kemampuan membaca dan berhitung pada anak dengan HIV.18
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
15
Masalah psikopatologi juga menimbulkan berbagai masalah dalam perjalanan penyakit HIV, seperti adanya problem perilaku internalisasi, dan problem perilaku eksternalisasi. Pada beberapa penelitian didapatkan adanya perilaku seksual berisiko tinggi (yang meningkatkan risiko tertular virus/bakteri resisten), tingkat kepatuhan minum obat yang rendah, masalah kehadiran di sekolah yang rendah, dan kemampuan adaptasi yang buruk dengan teman sebaya, pencapaian/ prestasi diri yang kurang. Adanya fungsi keluarga yang sehat merupakan faktor protektif dan terkait dengan rendahnya angkat masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja dengan HIV.24 Keluarga yang turut berperan sebagai faktor protektif utama adalah apabila anak tinggal bersama dengan orang tua (terutama ibu) sebagai pelaku rawat utama, dibandingkan anak yang tinggal bersama anggota keluarga lain, ataupun yang tinggal dalam perawatan. Beberapa pendekatan terutama pelayanan yang berbasis keluarga yang menyediakan layanan perawatan dan konseling dapat membantu tercapainya fungsi keluarga yang baik, terutama dalam mempersiapkan orang tua yang mengalami HIV dalam perawatan anak. 24 II.1.2.4.1 Gangguan Depresi Berbagai masalah psikologis dapat muncul pada anak dengan HIV. Salah satu yang cukup sering ditemukan adalah adanya depresi, kondisi ini sering dikaitkan dengan masalah perawatan diri yang kurang terutama terkait dengan perilaku berisiko seperti hubungan seksual tidak aman. Depresi pada pasien remaja dengan HIV sering menunjukkan perilaku yang lebih pesimis dan tidak berdaya (hopeless), putus asa dan kemampuan koping yang lebih buruk. Sebanyak 2/3 pasien anak dengan HIV di Afrika menunjukkan adanya depresi yang bermakna secara klinis.18 Anak dan remaja dengan HIV sering menunjukkan adanya gejala somatik seperti sakit kepala, mual, gangguan makan, yang menyertai serta adanya ketakutan terhadap masa depan. Hal ini terkait dengan kemampuan koping yang buruk terhadap masalah, dan adanya rasa marah, diskriminasi,
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
16
rasa bersalah, denial, dan kebutuhan akan harapan.24,25 Tingkat depresi juga lebih tinggi pada anak dengan salah satu atau kedua orang tua meninggal karena HIV. Kaitan waktu kematian dan depresi pada anak dan remaja dengan HIV juga merupakan faktor penting.26 Beberapa penelitian juga menunjukkan kaitan terjadinya depresi dengan tingkat pemahaman dan pengetahuan anak tentang kondisinya, terutama terkait penyakit HIV. Mengetahui (disclosure) terhadap status HIV anak merupakan salah satu faktor penting dalam psikopatologi pada anak dan remaja dengan HIV.18 Faktor yang dianggap berperan terhadap terjadinya depresi adalah usia saat anak pertama mengetahui status HIV orang tuanya dan usia saat pertama mengetahui status HIV pada dirinya. 24 II.1.2.4.2 Gangguan Cemas Beberapa laporan penelitian mendapatkan bahwa anak yang terinfeksi HIV memiliki risiko yang lebih besar untuk terjadinya gangguan cemas. Faktor lain yang juga berperan dalam timbulnya masalah cemas antara lain adanya stres kehidupan, kemiskinan, trauma, dan gangguan kelekatan pada keluarga.
27
Anak dengan HIV yang juga salah satu orang
tuanya meninggal karena HIV memiliki tingkat kecemasan yang lebih berat. 18, 28
II. 1.2.4.3 Gangguan Penyesuaian Anak dan remaja dengan HIV, sering mengalami masalah dalam proses adaptasi terhadap berbagai peristiwa kehidupan. Masalah di lingkungan sekolah, seperti tingkat kehadiran merupakan salah satu yang cukup sering dihadapi, selain juga faktor adanya kehilangan salah satu anggota keluarga. Tingkat prevalensi gangguan penyesuaian ini lebih besar pada anak perempuan. Beberapa faktor yang dapat menjadi prediktor diantaranya faktor nutrisi, ketersediaan sandang, tingkat penghasilan keluarga, adanya kehilangan atau berpisah dari orang yang dicintai, pengalaman yang menakutkan, pindah rumah, kehilangan teman, kekerasan,
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
17
diskriminasi, perawatan di institusi, dan tingkat kehadiran di sekolah, terutama sebelum kematian dari salah satu anggota keluarga. 18,24,29 Anak dengan masalah kehilangan salah satu ataupun kedua orang tua juga sering terlibat dalam masalah di lingkungan pergaulan, seperti hubungan dengan teman sebaya, dan memperngaruhi pandangannya terhadap dirinya sendiri. Masalah ini lebih besar pada anak yang orang tuanya meninggal karena HIV dibandingkan yang meninggal karena penyebab lain, maupun yang tidak meninggal. 30,31,32 II. 1.2.4.4 Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas Beberapa masalah perilaku, seperti perilaku destruktif terhadap diri sendiri, seringkali merupakan usaha dari remaja untuk menghilangkan sisi
afektif
dan
meminimalisir
perasaan-perasaannya
terhadap
pengalaman yang sedang dihadapinya. Masalah perilaku lain yang dapat muncul berupa gangguan perilaku dan Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH). Masalah perilaku tersebut merupakan faktor risiko yang dapat memperberat kondisi HIV yang dialami anak/remaja, karena seringkali bersikap impulsif dan terlibat dalam perilaku berbahaya. Penelitian menunjukkan bahwa, anak dengan HIV, termasuk yang tertular sejak masih dalam kandungan, menunjukkan gejala yang hampir menyerupai GPPH yang ditandai dengan masalah atensi dan hiperaktivitas sebagai efek dari infeksi HIV dalam susunan saraf pusat.32 Remaja dengan HIV sering dikaitkan dengan gangguan yang bersifat eksternalisasi, dan membuat mereka terlibat dalam perilaku yang meningkatkan risiko pada penyakit HIV. Remaja dengan HIV yang menunjukkan psikopatologi memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terlibat dalam masalah penggunaan zat (terutama penyalahgunaan obat suntik), penggunaan alkohol, perilaku seksual berisiko tinggi, dan bertukar-tukar pasangan, perilaku agresif, dan membolos dari sekolah.18
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
18
II.1.2.4.5 Gangguan Mental Lainnya Beberapa gangguan lain yang dapat muncul pada anak dan remaja dengan HIV antara lain bipolar, gangguan kepribadian ambang, gangguan pengendalian impuls, gangguan stres pasca trauma/ Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Adanya PTSD sering dikaitkan dengan lemahnya dukungan sosial yang baik terhadap anak dan remaja dengan HIV dalam menghadapi trauma.18 Anak dan remaja dengan HIV yang juga didiagnosis sebagai retardasi
mental,
ataupun
kemampuan
belajar
lambat
sering
menunjukkan adanya kemampuan yang kurang dalam melakukan penilaian dan berpikir logis, sehingga sering terlibat dalam perilaku berisiko. Adanya defisit kognitif dapat menambah risiko untuk terkena HIV. Masalah kemampuan kognitif yang terbatas ini juga sering menimbulkan masalah dalam pemberian informasi tentang pencegahan, perjalanan penyakit, dan cara-cara penularan HIV. 14
II.1.3 Pengobatan HIV pada Anak dan Remaja Perkembangan terapi dalam penatalaksanaan HIV belakangan ini sudah semakin maju. Penggunaan dan ketersediaan antiretroviral merupakan
salah
satu
strategi
utama
dalam
penanganan
HIV.
Perkembangan terapi dalam manajemen anak dengan HIV juga telah banyak direkomendasikan oleh berbagai pihak. Menurut guidelines yang diajukan oleh OARAC (Office of Aids Research Advisory Council) tentang penggunaan antiretroviral pada infeksi
HIV
pada
anak
merekomendasikan
bahwa,
pemberian
antiretroviral berdasarkan jumlah sel CD4 T limfosit, dan dapat dibereikan pada anak usia diatas 12 bulan. OARAC juga merekomendasikan pembagian nilai CD4 berdasarkan kelompok usia. 34
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
19
Pembagian nilai CD 4sebagai dasar pertimbangan pemberian antiretroviral pada anak usia diatas 1 tahun yaitu: a. Antiretroviral harus diberikan bila: -
Usia 1 sampai <3 tahun Nilai CD4 <1000 sel/mm3 atau persentase CD4 <25%
-
Usia 3 sampai <5 tahun Nilai CD4 <750 sel/mm3 atau persentase CD4 <25%
-
Usia ≥ 5 tahun Nilai CD4 ≤500 sel/mm3
b. Antiretroviral dapat dipertimbangkan pemberiannya bila: -
Usia 1 sampai <3 tahun Nilai CD4 ≥1000 sel/mm3 atau persentase CD4 ≥25%
-
Usia 3 sampai <5 tahun Nilai CD4 ≥750 sel/mm3 atau persentase CD4 ≥25%
-
Usia ≥ 5 tahun Nilai CD4 >500 sel/mm3
Saat ini penggunaan antiretroviral yang sudah disetujui oleh Food and Drug Association (FDA) antara lain tenofovir. Tenofovir dapat diberikan pada anak usia 2 tahun. Beberapa obat-obatan antiretroviral (abacavir, nefirapine, efavirens, dll) juga dapat diberikan pada anak dengan mempertimbangkan risiko dan manfaatnya.
II.1.3.1. Masalah Neuropsikiatri Terkait Penggunaan Antiretroviral Penggunaan antiretroviral sering dikaitkan dengan berbagai efek samping. Salah satu efek samping yang dapat ditimbulkan adalah adanya toksisitas antiretroviral terhadap susunan saraf pusat. Antiretroviral nerupati toksik dapat muncul dalam beberapa minggu sampai bulan sejak pemberian antiretroviral yang bekerja menghambat nukleotida reverse transkriptase. Pasien dengan efek samping ini sering muncul dengan adanya keluhan berkurangnya sensasi, nyeri, rasa terbakar, dan kebas, hiperalgesia, alodinia, refleks menurun terutama pada kedua kaki. 34
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
20
Penggunaan antiretroviral dengan aktivitas yang tinggi (Highly active antiretroviral therapy/ HAART) sering dikaitkan dengan gangguan psikiatri. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa adanya gangguan psikiatri juga dapat menurunkan supresi virologi lebih lambat, dan terkait dengan kemungkinan timbulnya depresi. Selain depresi, gangguan psikiatri lain yang dapat muncul antara lain gangguan cemas, dan penyalahgunaan zat.34 Penelitian lain menunjukkan bahwa inhibitor reverse
transriptase
non-nucleoside
Efavirens
sering
dilaporkan
menimbulkan efek samping neuropsikiatri seperti psikotik akut dengan keluhan
seperti
mimpi
buruk,
insomnia,
iritabilitas,
gangguan
konsentrasi, dan pada penggunaan lama dapat menyebabkan episode depresi.
35,36,37,38
Gejala dapat muncul dan mencapai puncak dalam dua
minggu pertama, dan dapat ringan berupa perubahan mood pada 50% pasien yang memulai Efavirens. 34, 35,36,37 Anak dan remaja dengan HIV yang didapat secara perinatal sering membutuhkan penggunaan antiretroviral jangka panjang. Adanya masalah psikopatologi terkait dengan kepatuhan terhadap pengobatan, hal ini terkait dengan adanya tanggung jawab untuk mengingat dan memakan obat-obatannya. Adanya konseling dan akses kesehatan yang baik dapat meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan. 35
II.2. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja Masa kanak adalah sebuah periode penting yang membutuhkan perhatian khusus karena memiliki karakteristik yang berbeda dengan fase usia lainnya. Secara biologis maupun psikologis, terjadi banyak perubahan sehingga fase ini penting untuk menjadi landasan dari perkembangan seorang anak. 14 Setiap tahap perkembangan anak memiliki tugas khusus yang harus dilewati anak sebelum sampai ke tahap perkembangan selanjutnya. Adanya kondisi penyakit kronis dapat memengaruhi perkembangan anak,
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
21
dan setiap anak memiliki respon penyakit yang berbeda sesuai dengan tahapan perkembangannya. Tahapan perkembangan anak terdiri dari:15 a. Usia 0-3 tahun (Infant dan Toddler) Pada fase ini, anak sangat membutuhkan peran pelaku rawat yang baik, dan masih tergantung sepenuhnya pada pelaku rawatnya. Anak mulai membentuk rasa percaya, dan rasa kesatuan dengan ibu selaku pelaku rawat utama. Pelaku rawat membantu anak untuk bereksplorasi dan belajar dengan aman, menlindungi dan merawat anak terutama dari pengaruh lingkungan termasuk terhadap terjadinya penyakit. b. Usia 4-6 tahun (Prasekolah) Anak usia prasekolah mulai belajar untuk tidak tergantung sepenuhnya pada pelaku rawatnya. Anak mulai belajar mengenal tentang lingkungan, kondisi penyakit. Pada fase ini anak sudah lebih mampu untuk memahami adanya penyakit dalam diri mereka walaupun pemahamannya sering merupakan interpretasi konkrit. Anak menilai bahwa penyakit yang dialaminya merupakan suatu bentuk hukuman. c. Usia 6-12 tahun (Sekolah) Pada fase ini anak mulai memiliki pemahaman yang lebih baik tentang kondisi penyakitnya, walaupun masih ada perasaan bersalah sebagai penyebab sakitnya. Anak dapat menerima penjelasan tentang penyakit dan pengobatan yang diterimanya. Pada fase ini anak mulai dapat mengatasi perasaan ketakutan akan kematian yang dapat disebabkan oleh penyakitnya. d. Usia 12-18 tahun (Remaja) Pada fase ini, pembentukan citra diri dan penampilan fisik sering menjadi perhatian remaja. Dukungan ataupun masalah dengan teman sebaya, ketergantungan terhadap teman sebaya dan penerimaan lingkungan merupakan hal-hal penting yang terjadi pada fase ini. Remaja sudah memiliki kemampuan memahami kondisi penyakit mereka, dan sudah dapat
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
22
menggunakan
logika
dan
mempertimbangkan
berbagai
penyebab dari kondisinya. Remaja relatif lebih mandiri dan mampu menjaga dirinya sendiri, dan sudah tidak lagi tergantung sepenuhnya terhadap pelaku rawat. Ketergantungan terhadap teman sebaya cukup tinggi. Masalah penerimaan terhadap penyakit dapat terganggu apabila dalam kondisi stress ataupun memiliki kemampuan koping yang kurang.
Masa remaja adalah masa transisi dari periode anak ke masa dewasa. Beberapa literatur mengelompokkan usia remaja berdasarkan kelompok usia tertentu yaitu usia diatas 10 tahun. Secara umum, usia remaja ditandai dengan adanya percepatan pertumbuhan fisik, disertai perkembangan
tanda-tanda
kelamin/seks
sekunder
(pubertas).
Pertumbuhan fisik pada usia remaja ditandai dengan pertambahan ukuranukuran tubuh, seperti berat badan, tingi badan, lingkar kepala dan lingkar dada. Sementara pubertas ditandai dengan berkembangnya tanda kelamin/seks sekunder, seperti tumbuhnya payudara, bulu pubis, ketiak dan menstruasi pada perempuan, serta pertumbuhan testis, rambut pubis dan ketiak pada laki-laki. Dukungan
keluarga
memegang
peranan
penting
dalam
perkembangan anak dan remaja. Pemberian dukungan kepada orang tua sering menjadi bagian penting dalam pelayanan kesehatan mental anak dan remaja.
16
Beberapa komponen penting dalam pemberian dukungan
keluarga terhadap kondisi mental anak dan remaja antara lain: 1. Informasi/Edukasi Pemberian informasi tentang perilaku, perkembangan anak, kondisi, pengaruh adanya kondisi terhadap perkembangan anak, pilihan terapi 2. Instruksi/ Dukungan pengembangan kemampuan Pemberian pelatihan tentang cara efektif dalam perawatan anak dan remaja dengan gangguan mental, melatih kemampuan Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
23
personal, komunikasi, manajemen krisis, manajemen stress, kecemasan dan mengatasi rasa marah 3. Dukungan emosi dan afirmasi Pembentukan pola komunikasi yang baik antar anggota keluarga, untuk menyampaikan perasaan dipahami dan dihargai 4. Dukungan instrumental Pemberian dukungan konkrit, berupa fasilitas perawatan, transportasi, dana 5. Dukungan advokasi Pemberian dukungan ataupun informasi spesifik tentang hak dan kewajiban orang tua
II.3 Penilaian Masalah Emosi dan Perilaku Anak dan Remaja Kuesioner kekuatan dan kesulitan (Strength and Difficulties Questionnaire/SDQ) merupakan kuesioner singkat untuk skrining masalah emosi dan perilaku untuk anak usia 3-18 tahun.39 Sejak dikembangkan, SDQ telah banyak digunakan baik untuk penelitian, maupun praktek. Saat ini SDQ telah secara luas digunakan dalam klinik jiwa sebagai bagian dari penilaian awal sebelum dilakukan penilaian klinis pertama. Kuesioner ini dapat diisi oleh orang tua, guru maupun remaja berusia diatas 12 tahun. Pengisian membutuhkan waktu yang cukup singkat, yaitu sekitar 15 menit. Penelitian menunjukkan bahwa validitas SDQ ini sangat kuat untuk versi guru. Validitas untuk pengisian oleh orang tua juga masih cukup baik dan penggunaannya dianjurkan sebagai alat skrining yang dapat membantu dalam mendeteksi masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja. 40 Setiap kuesioner terdiri dari 25 buah pertanyaan tentang perilaku, emosi dan masalah lain dengan tiga pilihan jawaban yang masing-masing mempunyai penilaian khusus. Kuesioner ini dapat diselesaikan dalam 5 menit.39 Kuesioner ini melibatkan 5 domain, diantaranya: -
Gejala emosi (5 pertanyaan)
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
24
-
Masalah perilaku (5 pertanyaan)
-
Hiperaktivitas/inatensi (5 pertanyaan)
-
Masalah hubungan dengan teman sebaya (5 pertanyaan)
-
Perilaku prososial (5 pertanyaan) Keempat domain pertama menunjukkan kesulitan-kesulitan yang
dihadapi anak dan remaja, sementara domain terakhir merupakan kekuatan yang ada pada anak dan remaja. Adanya masalah dihitung berdasarkan skor atas pertanyaan pada masing-masing domain (domain pertama sampai keempat), sementara perhitungan skor kekuatan dilakukan terpisah dari penjumlahan domain kelima. Setiap bagian dalam kuesioner SDQ ini memiliki reliabilitas yang memuaskan, dan tidak terpengaruh antara setiap pertanyaan. Konsistensi internal, korelasi antara berbagai informan, dan stabilitas saat dilakukan uji ulang dalam waktu 6 bulan menunjukkan penilaian yang baik. 41
Tabel 2.1. Interpretasi Skor (kuesioner yang diisi oleh guru/orang tua) Normal Perbatasan Tidak Normal Skor Total Kesulitan 0 – 11 12 – 15 16 - 40 Skor Gejala Emosional 0–4 5 6 - 10 Skor Masalah Perilaku 0–2 3 4 - 10 Skor Hiperaktivitas 0–5 6 7 - 10 Skor Masalah Teman 0–3 4 5 - 10 Sebaya Skor Prososial 6 – 10 5 0-4
Tabel 2.2 Interpretasi Skor (kuesioner yang diisi oleh remaja) Normal Perbatasan Tidak Normal Skor Total Kesulitan 0 – 15 16-19 20 - 40 Skor Gejala Emosional 0–5 6 7 - 10 Skor Masalah Perilaku 0–3 4 5- 10 Skor Hiperaktivitas 0–5 6 7 – 10 Skor Masalah Teman 0–3 4-5 6 – 10 Sebaya Skor Prososial 6 – 10 5 0–4
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
25
Kuesioner SDQ ini lebih singkat dibandingkan kuesioner lain yang juga sering digunakan untuk menilai masalah psikologis pada anak. Kuesioner kekuatan dan kesulitan ini memiliki spesifisitas yang baik (94,6%) dan sensitivitas sebesar (63,3%).42 Penelitian lain menunjukkan bahwa spesifisitas dan sensitivitas kuesioner ini dalam memprediksi adanya gangguan psikiatri mencapai 80% dan 85%.43 Penelitian menunjukkan bahwa SDQ secara signifikan lebih baik dibandingkan Child Behavior Checklist (CBCL) dalam mendeteksi inateksi dan hiperaktivitas, dan cukup baik dalam menilai adanya problem internalisasi dan eksternalisasi.39
Kuesioner ini juga lebih disukai dibandingkan
penggunaan CBCL karena lebih singkat dan mudah diisi.39 Penggunaan SDQ juga memiliki tingkat kesesuaian sedang sampai tinggi terhadap diagnosis yang dibuat oleh tim klinisi, dan dianggap sebagai instrumen yang mampu membantu dalam menegakkan diagnosis dan dapat digunakan sebagai penilaian awal.44 Penggunaannya di Poliklinik Anak dan Remaja RSCM sudah dilakukan secara rutin sebagai alat bantu skrining, dan telah divalidasi. Kuesioner ini juga dapat membantu skrining masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja dengan keterbatasan intelektual. 45
II.4
Penilaian Gangguan Mental pada Anak dan Remaja Untuk menilai adanya gangguan mental pada anak dan remaja, digunakan Instrumen Mini-International Neuropsychiatric Interview (MINI) untuk anak dan remaja (KID). Instrumen ini merupakan alat diagnostik terstruktur yang dikembangkan oleh klinisi dan psikiater untuk memudahkan diagnostik. Instrumen ini dapat digunakan dalam waktu 15 menit, pada anak di bawah usia 18 tahun. Untuk anak usia di bawah 13 tahun, penilaian perlu didampingi oleh orang tuanya untuk penilaian klinis yang lebih tepat. Standar diagnostik yang menjadi acuan adalah kriteria
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
26
diagnostik menurut DSM IV-TR dan ICD 10. Penggunaannya terutama sebagai alat skrining terhadap gejala psikiatri yang sering ditemukan pada anak dan remaja.46 Penggunaan instrumen ini cukup singkat, dan relatif lebih murah, mudah digunakan, dan memiliki sensitivitas yang baik untuk skrining pasien yang tidak memiliki gejala. Instrumen ini juga dapat membantu dalam melihat adanya varian subsindrom, serta dapat dimanfaatkan dalam setting penelitian.46 Instrumen MINI-KID ini tiga kali lebih baik dibandingkan istrumen lain, seperti K-SADS-PL (Kiddie Schedule for Affective Disorders and Schizophrenia for School Aged Children-Present and Lifetime
Version)
dalam
mendiagnosis
gangguan
yang
bersifat
subsindrom, seperti gangguan mood, gangguan cemas, gangguan penyalahgunaan zat, gangguan perilaku dan ADHD, serta gangguan makan. Instrumen ini memiliki reliabilitas yang validitas yang baik.47 Keunggulan instrumen MINI-KID ini dibandingkan SADS-PL antara lain dari sensitivitas dan spesifisitasnya, dan waktu penggunaannya tiga kali lebih singkat, dan lebih baik dalam mendiagnosis perilaku eksternalisasi dibandingkan internalisasi.48 Penggunaan Instrumen MINI KID di Indonesia sendiri sudah cukup banyak dilakukan. Instrumen ini telah digunakan dalam versi Bahasa Indonesia oleh divisi Psikiatri Anak dan Remaja Departemen Psikiatri, Universitas Indonesia. 49 Instrumen MINI KID ini memiliki aspek penerimaan pasien yang baik, karena dirasakan cukup komprehensif dalam mendapatkan seluruh gejala pasien, dan tidak membosankan karena waktu penggunaan cukup singkat.50 Nilai validitas, reliabilitas, test-retest, interrater dan kesesuaian dengan pendapat ahli menunjukkan kesetaraan yang cukup baik setelah diteliti di beberapa negara.46,47,51,52 Sensitivitas dan spesifisitas instrumen ini bervariasi untuk masing-masing psikopatologi, dimana sensitivitas bervariasi mulai dari 61%-100%, dan spesifisitasnya bervariasi dari 81%100%. 46,47
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
27
II.5
Kerangka Teori
Demografi pasien: - Jenis kelamin - Usia - Suku - Agama - Daerah tempat tinggal - Status Pendidikan - Tingkat pendidikan - Prestasi Belajar - Memiliki saudara kandung - Saudara yang positif HIV - Mengetahui status HIV Demografi pelaku rawat: - Pelaku rawat utama - Usia - Status orang tua - Status HIV orang tua - Status sosial ekonomi
Faktor Psikososial: - Tahapan perkembangan (usia anak dan remaja) - Dukungan keluarga - Pola asuh - Kemampuan koping - Psikopatologi keluarga - Anggota keluarga yang meninggal karena HIV - Budaya & stigma
Faktor Biologis - Viral load - Cara Penularan - Infeksi oportunistik - Stadium HIV - Kelainan neurologis (susunan saraf pusat)
Gangguan Mental pada Anak dan Remaja dengan HIV
Terapi Biologis - Antiretroviral - Terapi biologis lain - Penggunaan Efavirens Psikoterapi - Individual - kelompok
Kondisi Fisik & Medis: Status Gizi: - Berat badan - Tinggi badan - IMT/usia Kondisi perkembangan: - Milestone
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
28
II.6 Kerangka Konsep Penelitian Demografi pasien: - Jenis kelamin - Usia - Suku - Agama - Daerah tempat tinggal - Status Pendidikan - Tingkat Pendidikan - Prestasi Belajar - Memiliki saudara kandung - Saudara yang positif HIV - Mengetahui status HIV Demografi pelaku rawat: - Pelaku rawat utama - Usia - Status orang tua - Status HIV orang tua - Status sosial ekonomi
Faktor Biologik: - Viral load - Infeksi oportunistik - Stadium HIV -
Faktor Psikososial: - Tahapan perkembangan (usia anak dan remaja) - Anggota keluarga yang meninggal karena HIV
Cara Penularan Kelainan neurologis (susunan saraf pusat)
-
Gangguan Mental pada anak dan remaja dengan HIV
Kuesioner SDQ
Pola asuh Dukungan keluarga Kemampuan koping Psikopatologi keluarga Budaya & stigma Terapi Biologis - Antiretroviral - Efavirens Terapi biologis lain Psikoterapi - Individual - kelompok
MINI KID
Kondisi Fisik dan Medis: Status Gizi: - Berat badan - Tinggi badan - IMT/usia Kondisi perkembangan: - Milestone
Jenis gangguan mental
= Area yang diteliti
= Area yang tidak diteliti Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
III.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan sebuah studi kuantitatif dan analitik dengan rancangan potong lintang (cross sectional). Analisis dilakukan dengan menggunakan analisis multivariat untuk menilai adanya hubungan antara faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah gangguan mental pada anak dan remaja dengan HIV.
III.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Poliklinik Divisi Alergi Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM. Penelitian akan dilaksanakan dalam periode waktu bulan Agustus sampai dengan November 2014.
III.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi target adalah semua pasien anak dan remaja dengan HIV
Populasi terjangkau adalah semua pasien anak dan remaja yang berobat di Poliklinik Divisi Alergi Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM
Sampel adalah semua pasien anak dan remaja dengan HIV yang berobat di Poliklinik Divisi Alergi Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM dalam periode waktu Agustus sampai November 2014.
Sampel diambil dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria ekslusi.
29
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
30
III.4.
Kriteria Penelitian
III.4.1
Kriteria Inklusi Usia dibawah 18 tahun Telah didiagnosis HIV dan terinfeksi perinatal. Pasien berobat di Poliklinik Divisi Alergi Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM Mendapatkan terapi antiretroviral Bersedia menjadi responden Bersedia didampingi oleh keluarga atau pelaku rawat Pelaku rawat dan keluarga telah mengetahui status HIV anak dan remaja, serta bersedia ikut serta dalam penelitian ini. Pelaku rawat adalah orang yang tinggal bersama dan merawat anak yang menjadi sampel dalam penelitian ini
III.4.2
Kriteria Eksklusi Memiliki kondisi fisik umum yang buruk Pasien ataupun keluarga menolak ikut berpartisipasi
III. 5 Cara Pengambilan Sampel Sampel diambil dengan menggunakan teknik non probability sampling secara konsekutif hingga tercapai jumlah sampel yang diinginkan.
III.6 Besar Sampel Perhitungan besar sampel yang akan diambil pada penelitian ini menggunakan rumus besar sampel untuk menilai prevalensi. Dasar penelitian ini menggunakan data prevalensi dari penelitian lain yang menilai masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja dengan HIV berkisar 39,3%.7 Untuk menentukan besar sampel: Rumus: N = Z21-α/2 P(1-P) d2
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
31
Keterangan : N
= besar sampel
α
= kesalahan tipe I, ditentukan 5%, hipotesis dua arah
Z1-α/2
= koefisien reliabilitas, derivat baku alpha = 1,96 untuk 95%
P
= estimasi proporsi yang diteliti, pada penelitian ini menggunakan data dari penelitian sebelumnya 0,393
d
= presisi absolut yang diinginkan, dipilih 10%
N = (1,96)2 x 0,393 x (1-0,393) (0,10)2 = 3,8416 x 0.393 x 0,607 0,01 = 91,64 ~ 92 Dengan demikian, besar sampel yang akan dimasukkan dalam penelitian ini adalah sebesar 92 sampel.
III.7. Identifikasi Variabel Dalam penelitian ini dibedakan beberapa variabel, antara lain 1. Variabel tergantung (dependen) : a. Gangguan mental pada anak dan remaja dengan HIV 2. Variabel bebas (independen) : a. Faktor demografi anak dan remaja Jenis kelamin Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
32
Usia Daerah tempat tinggal Status pendidikan Tingkat pendidikan Prestasi belajar Memiliki saudara kandung Memiliki saudara kandung yang mengalami HIV Masalah status gizi Terapi ARV Mendapat Efavirens Mengetahui tentang status HIV Viral load Infeksi oportunistik Stadium klinis b. Faktor demografi orang tua/ pelaku rawat Pelaku rawat utama Status orang tua Status HIV orang tua Adanya anggota keluarga yang meninggal karena HIV Status ekonomi c. Masalah emosi d. Masalah perilaku e. Masalah hiperaktivitas f. Masalah dengan teman sebaya g. Masalah pro sosial
III.8. Instrumen Penelitian III.8.1 SDQ (Strength and Difficulties Questionnaire) Kuesioner ini merupakan kuesioner singkat yang digunakan untuk skrining masalah emosi dan perilaku untuk anak dan remaja. Instrumen ini dapat diisi oleh pelaku rawat untuk anak usia 2-9 Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
33
tahun, maupun oleh remaja usia diatas 10 tahun. Setiap pengisian kuesioner membutuhkan waktu sekitar 15 menit. Kuesioner terdiri dari 25 buah pertanyaan, meliputi 5 domain penilaian, yaitu: -
Gejala emosi (5 pertanyaan)
-
Masalah perilaku (5 pertanyaan)
-
Hiperaktivitas/inatensi (5 pertanyaan)
-
Masalah hubungan dengan teman sebaya (5 pertanyaan)
-
Perilaku prososial (5 pertanyaan) Keempat domain pertama digunakan untuk menilai
kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak, sementara penilaian domain kelima menunjukkan kekuatan yang dimiliki anak dan remaja.
III.8.2 Mini-Internatikonal Neuropsychiatric Interview untuk Anak dan Remaja (MINI KID) Instrumen Mini-Internatitonal Neuropsychiatric Interview (MINI) untuk anak dan remaja (KID), digunakan dalam penelitian ini karena cukup mudah digunakan dan tidak memakan waktu lama. Penggunaannya membutuhkan waktu sekitar 15 menit, dan memiliki validitas dan reliabilitas yang cukup tinggi dalam mendiagnosis gangguan mental pada anak dan remaja. Pengambilan data dilakukan dengan melakukan wawancara terstruktur, baik secara langsung kepada remaja ataupun orang tua untuk anak usia dibawah 13 tahun. Penilaian klinis juga memegang peranan penting dalam membantu pengisian wawancara terstruktur ini. Beberapa psikopatologi yang dinilai dalam instrumen ini meliputi 25 diagnosis, diantaranya: a. Episode Depresi Mayor b. Kecenderungan Bunuh Diri c. Distimik
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
34
d. Episode (Hipo)Manik e. Gangguan Panik f. Agorafobia g. Gangguan Cemas Perpisahan h. Fobia Sosial i. Fobia Spesifik j. Gangguan Obsesif Kompulsif k. Gangguan Stres Pasca Trauma l. Penyalahgunaan dan Ketergantungan Alkohol m. Gangguan Penggunaan Zat Psikoaktif Non Alkohol n. Gangguan Tik o. Gangguan Pemusatan Perhatian.Hiperaktivitas p. Gangguan Tingkah Laku q. Gangguan Menentang Oposisional r. Gangguan Psikotik s. Anorexia Nervosa t. Bulimia Nervosa u. Gangguan Cemas Menyeluruh v. Gangguan Penyesuaian w. Gangguan Perkembangan Pervasif
III.9 Definisi Operasional 1. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu penyakit turunnya sistem imun yang ditandai dengan rendahnya angka CD4 2. Anak dan remaja dengan HIV adalah kelompok usia dibawah 18 tahun yang telah didiagnosis mengalami HIV dan telah terdaftar menjadi pasien di Poliklinik Divisi Alergi Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM. 3. Masalah emosi dan perilaku adalah adanya gejala klinis bermakna yang memengaruhi aspek emosi berupa adanya gejala emosional, dan aspek perilaku yang ditandai dengan masalah perilaku, dan
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
35
adanya masalah hiperaktivitas yang dinilai berdasarkan skrining dengan menggunakan kuesioner SDQ. 4. Gangguan Mental adalah adanya keompok gejala atau perilaku psikopatologi yang disertai dengan penderitaan (distress) dan terganggu fungsi seseorang, yang
diukur dengan menggunakan
instrument MINI KID. 5. Demografi pasien: a. Jenis kelamin: dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan b. Usia: dalam tahun berdasarkan ulang tahun terakhir, dikelompokkan
menjadi
dua
kelompok
berdasarkan
perbedaan fase pertumbuhan dan perkembangan menjadi usia anak (4-9 tahun), dan usia remaja (≥ 10 tahun). c. Suku: pengelompokan etnis yang berlaku secara nasional di Indonesia d. Agama: berdasarkan agama yang dianut e. Daerah tempat tinggal: alamat rumah tempat responden bertempat tinggal. Berdasarkan alamat, daerah tempat tinggal responden dikelompokkan berdasarkan kategori Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Tangerang, Bekasi, dan lainnya. f. Status Pendidikan: merupakan keadaan responden saat ini yang dibagi menjadi:
Saat ini sedang tidak sekolah
Saat ini sedang sekolah
g. Tingkat Pendidikan: jenjang pendidikan yang saat ini ditempuh oleh responden, Tingkat Pendidikan dibagi menjadi:
Belum sekolah
SD (Sekolah Dasar)
SMP (Sekolah Menengah Pertama)
h. Prestasi Belajar: dinyatakan dengan menyatakan pernah tinggal naik kelas, ataupun selalu naik kelas. Untuk
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
36
kelompok anak yang belum bersekolah, dimasukkan dalam kelompok belum pernah sekolah i. Memiliki saudara kandung: dinyatakan dengan tidak memiliki saudara kandung dan ya memiliki saudara kandung. j. Memiliki
saudara
kandung
yang
mengalami
HIV:
dinyatakan dengan memiliki saudara yang mengalami HIV positif, tidak memiliki saudara yang HIV positif dan tidak diketahui 6. Kondisi medis umum: penilaian terhadap pertumbuhan fisik responden, dinilai dalam persentil berdasarkan kurva pertumbuhan yang digunakan secara resmi di Departemen Ilmu Kesehatan Anak di FKUI/RSCM. Pengukuran digunakan dengan menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) berdasarkan usia, yang diukur menggunakan kurva CDC (Centers for Disease Control and Prevention) yang digunakan oleh Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Penilaian dilakukan terhadap: a. Berat badan (BB) b. Tinggi badan (TB) Berdasarkan data berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) tersebut, dilakukan penghitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) berdasarkan rumus: IMT = BB/TB2 Berdasarkan hasil penghitungan rumus tersebut didapatkan empat kelompok yaitu underweight, normal, overweight, dan obesitas. Data yang didapatkan kemudian dikelompokkan lebih lanjut ke dalam kelompok status gizi yang dinyatakan dengan status gizi normal, dan status gizi tidak normal. Kelompok status gizi tidak normal termasuk kelompok underweight, overweight dan obesitas. 7. Terapi biologis: adalah pemberian terapi untuk mengatasi berbagai kondisi medik maupun psikologik yang dialami oleh responden, meliputi:
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
37
a. Terapi antiretroviral (ARV): jenis antiretroviral yang digunakan oleh pasien, dibagi berdasarkan kelompok pilihan ARV yang direkomendasikan WHO, yaitu ARV lini pertama, dan ARV lini kedua. Pemilihan ARV sesuai dengan jenis antiretroviral yang diberikan oleh dokter yang bertugas di Poli Alergi dan Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM. b. Efavirens: adalah salah satu jenis antiretroviral yang diberikan oleh dokter yang bertugas di Divisi Alergi Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM c. Terapi biologis lain: adalah terapi kelompok lainnya yang diberikan oleh dokter dari divisi lain, termasuk dari dokter yang bertugas di Divisi Alergi Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM. 8. Faktor biologik penilaian dilakukan berdasarkan hasil dari pemeriksaan dari Divisi Alergi Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM a. Pengetahuan terhadap status HIV (disclosure): Penilaian mengenai pengetahuan responden tentang kondisinya, didapatkan dari wawancara dengan dokter pemeriksa pada bagian Ilmu Kesehatan Anak dan Remaja FKUI/RSCM. Termasuk usia saat pasien pertama kali mengetahui status HIVnya b. Viral load: menunjukkan jumlah virus yang terkait dengan risiko penularan, dibagi menjadi viral load tinggi, viral load tidak terdeteksi, dan tidak diketahui c. Infeksi oportunistik: menunjukkan adanya infeksi yang memperberat kondisi HIV responden, dan telah ditetapkan oleh dokter yang bertugas di dinilai berdasarkan dinilai berdasarkan stadium klinis HIV yang telah ditetapkan oleh dokter
yang
bertugas
di
Divisi
Alergi
Imunologi
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM.
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
38
d. Stadium klinis HIV: dinilai berdasarkan dinilai berdasarkan stadium klinis HIV yang telah ditetapkan oleh dokter yang bertugas di Divisi Alergi Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM. Pembagian stadium klinis menggunakan pembagian menurut WHO, yaitu kelompok infeksi akut (stadium 1), fase klinis laten (stadium 2 dan 3), dan fase AIDS (stadium 4). 9. Demografi orang tua: dibagi menjadi orang tua laki-laki (ayah) dan perempuan (ibu), dalam data demografi ini pelaku rawat utama dimasukkan dalam data orang tua. a.
Pelaku rawat utama: adalah orang yang bertanggung jawab dalam pengasuhan dan perawatan subyek sehari-hari. Pelaku rawat dibagi menjadi kakek/nenek, paman/bibi, ayah/ibu dan bukan keluarga
b.
Usia orang tua atau pelaku rawat tutama: dalam tahun berdasarkan ulang tahun terakhir
c.
Status orang tua dinyatakan dengan adanya salah satu atau kedua orang tua yang telah meninggal. Status orang tua dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok orang tua tidak ada/tidak lengkap yang terdiri dari orang tua tunggal, dan tidak ada orang tua sama sekali (yatim piatu), dan kelompok yang memiliki orang tua lengkap
d.
Status HIV orang tua: adanya salah satu atau kedua orang tua yang telah terdiagnosis HIV
e.
Terdapat keluarga yang meninggal karena HIV: adalah adanya anggota keluarga inti, ataupun anggota keluarga yang memiliki hubungan dekat dengan responden yang meninggal karena kondisi HIV
f.
Status sosial ekonomi: pendapatan per kapita keluarga per bulan dihitung berdasarkan jumlah penghasilan total keluarga dibagi dengan jumlah anggota keluarga yang dibiayai dalam keluarga. Tingkat pendapatan perkapita per
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
39
tahun di Indonesia menurut Bank Dunia tahun 2012, dikelompokkan menjadi: o Miskin
: pendapatan perkapita < Rp 200.000,- /
bulan o Rendah
: pendapatan perkapita antara Rp 200.000,-
sampai Rp 500.000,- per bulan o Menengah : pendapatan perkapita antara Rp 500.000,sampai Rp 1.500.000,- per bulan o Menengah atas: pendapatan perkapitan antara Rp 1.500.000,- per bulan sampai diatas Rp 6.000.000,- per bulan o Tinggi
: pendapatan perkapita diatas Rp 6.000.000,-
per bulan 10. Faktor psikososial: digunakan untuk melihat adanya faktor lingkungan, faktor perkembangan, dan faktor keluarga yang dapat memengaruhi kondisi responden: a. Tahapan perkembangan: menunjukkan kelompok usia dengan
tugas
perkembangan
khusus
pada
setiap
kelompoknya, dibagi menjadi: Usia Anak (4-9 tahun) Usia remaja (≥ 10 tahun)
III.10. Metode Pengumpulan dan Tatalaksana Data 1. Pada
awal
tahapan
penelitian,
peneliti
mengajukansurat
permohonan ijin kepada Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa FKUI/RSCM, Ketua Program Studi Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa FKUI/RSCM, Koordinator Penelitian dan Pengembangan Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa FKUI/RSCM agar dapat melakukan penelitian terhadap anak dan remaja dengan HIV yang berobat di Poliklinik Divisi Alergi Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM.
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
40
2. Peneliti melakukan proses interrater untuk menggunakan isntrumen penelitian 3. Peneliti membawa surat pengantar dari Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa FKUI/RSCM sebagai permohonan ijin melakukan penelitian ke Departemen Ilmu Kesehatan Anak. 4. Peneliti kemudian menerima pasien anak dan remaja yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, untuk selanjutnya diminta kesediaannya menjadi subyek penelitian. 5. Pasien anak dan remaja dengan HIV yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi kemudian peneliti menjelaskan pada mereka maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan, dengan demikian pada pertemuan ini dapat terbentuk rapport yang baik. Bila pasien menyetujui untuk ikut dalam penelitian, maka dilanjutkan dengan penandatanganan informed consent. 6. Pasien anak dan remaja dengan HIV yang bersedia menjadi responden kemudian diambil datanya dan diminta mengisi kuesioner SDQ. 7. Data yang telah dikumpulkan kemudian diedit, diberikan kode, dan dimasukkan, ke dalam lembar kerja di komputer menggunakan perangkat lunak SPSS versi 20, dan dilakukan pengolahan data. 8. Setelah melakukan pembersihan dan pengolahan data, dilakukan analisis terhadap data.
III.11. Kajian Etika Beberapa hal yang dipersiapkan peneliti untuk mempertimbangkan masalah etika dalam penelitian ini antara lain: 1. Meminta surat keterangan lolos kaji etik dari Panitia Tetap Penilaian Penelitian Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2. Meminta ijin kepada kepala Poliklinik Divisi Alergi Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
41
3. Pasien anak dan remaja serta orang tua dan pelaku rawat yang telah terpilih menjadi subyek penelitian akan diberikan penjelasan rinci tentang tujuan penelitian. Setalah subyek memahami mengenai penelitian yang akan dilakukan, kemudian diminta kesediaannya untuk memberikan persetujuan tertulis yang dituangkan dalam bentuk informed consent. 4. Semua informasi dan hal-hal yang menyangkut pribadi akan dijaga kerahasiaannya dan akan menjadi data statistic yang akan digunakan untuk memperbaiki pelayanan kesehatan jiwa.
III.12. KERANGKA KERJA Populasi terjangkau: anak dan remaja dengan HIV (diagnosis ditegakkan oleh Departemen Ilmu Kesehatan Anak Memenuhi kriteria Inklusi dan Ekslusi
Informed consent
Pemilihan sampel secara konsekutif
Subyek penelitian Informed consent Data demografis pasien Data demografis pelaku rawat SDQ, MINI-KID
Gangguan Mental (+)
Gangguan Mental (-)
Analisis Data
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
42
BAB IV HASIL PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan analitik dengan rancangan penelitian cross sectional untuk menilai adanya gangguan jiwa pada anak dan remaja dengan HIV dan berbagai faktor yang memengaruhinya. Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Divisi Alergi dan Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUIRSCM dalam periode bulan Agustus sampai November 2014.
IV.1. Data Demografi Penelitian ini melibatkan 92 subyek penelitian yang merupakan pasien yang berobat ke Poliklinik Alergi dan Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM. Peneliti mengambil sampel dengan menggunakan metode non probability sampling secara konsekutif terhadap pasien yang datang berobat yang memenuhi kriteria inklusi. Subyek berusia antara 4 sampai dengan 14 tahun dengan usia yang terbanyak dan median 9 tahun (rerata usia: 8,25±2,64 tahun). Sebanyak 61 subyek (66,3%) berusia 4-9 tahun, dan 31 subyek (33,7%) berusia remaja (≥ 10 tahun). Jumlah subyek laki-laki dan perempuan sebesar 51 (55,4%) dan 41 (44,6%). Sebagian besar subyek bertempat tinggal di Jakarta Pusat (21,7%) dan Jakarta Selatan (20,7%). Latar belakang subyek sebagian besar berasal dari suku Jawa (39,1%), dan beragama Islam (87%). Subyek sebagian besar bersekolah (67,4%), dengan proporsi subyek terbanyak saat ini bersekolah di tingkat SD (60,9%). Sebesar 57,6% subyek memiliki riwayat pendidikan akademis selalu naik kelas di sekolahnya. Jumlah subyek yang memiliki saudara kandung sebesar 51,1% dan sebanyak 83,7% diantaranya memiliki saudara kandung yang berstatus HIV negatif. Subyek yang memiliki masalah status gizi lebih sedikit dibandingkan yang status gizinya normal (38,5% dibanding 61,5%). Kelompok subyek yang memiliki masalah status gizi terdiri dari subyek yang underweight (23,1%), overweight (4,4%) dan subyek yang mengalami obesitas (11%). Sebanyak 42
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
43
70,7% subyek saat ini mendapat terapi ARV lini pertama dan ada 3 subyek yang mendapat jenis ARV Efavirens (3,3%). Mayoritas subyek penelitian belum mengetahui status HIV (88%), memiliki viral load tidak terdeteksi (47,8%), saat penelitian tidak sedang mengalami infeksi oportunistik (57,6%). Sebanyak 56,5% subyek didiagnosis dengan HIV fase klinis laten. Pelaku rawat utama terbanyak adalah ayah/ibu (43,5%) atau kakek/nenek (43,5%), sementara pelaku rawat lain yang teridentifikasi adalah anggota keluarga lain (paman/bibi) sebanyak 6,5% dan bukan keluarga (6,5%). Sebanyak 77,2% subyek saat ini tidak memiliki orang tua atau tidak memiliki orang tua lengkap. Proporsi subyek yang kedua orang tuanya terinfeksi HIV sebanyak 77,2% dan yang hanya salah satu yang terinfeksi HIV sebanyak 22,8%. Sebanyak 72,8% subyek memiliki anggota keluarga yang meninggal karena HIV. Status ekonomi subyek dan pelaku rawat kebanyakan berada di tingkat rendah (43,5%) dan menengah (42,4%). Tabel 4.1. Data Karakteristik Responden Karakteristik Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Usia 4-9 tahun >= 10 tahun Suku Jawa Sunda Batak Betawi Minang Lainnya Agama Islam Kristen Katolik Daerah Tempat Tinggal Jakarta Pusat Jakarta Timur Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Tangerang Bekasi Lain-lain
Jumlah (n=92)
Persentase (%)
51 41
55,4 44,6
61 31
66,3 33,7
36 19 4 21 2 10
39,1 20,7 4,3 22,8 2,2 10,9
80 3 9
87 3,3 9,8
20 19 5 6 14 10 10 8
21,7 20,7 5,4 6,5 15,2 10,9 10,9 8,7
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
44
Karakteristik
Jumlah (n=92)
Persentase (%)
Status Pendidikan Saat ini tidak sekolah 30 Saat ini sekolah 62 Tingkat Pendidikan Belum Sekolah 30 SD 56 SMP 6 Prestasi Belajar Pernah tinggal kelas 10 Selalu naik kelas 53 Belum pernah sekolah 28 Memiliki Saudara Kandung Ya 47 Tidak 44 Memiliki Saudara Kandung yang Mengalami HIV Ya 14 Tidak 77 Tidak diketahui 1 Masalah Status Gizi Normal 56 Masalah status gizi 35 Terapi ARV Lini 1 65 Lini 2 27 Mendapat Efavirens Tidak 89 Ya 3 Mengetahui Status HIV Ya 11 Tidak 81 Viral load Viral load tinggi 29 Viral load rendah/tidak 44 terdeteksi Tidak diketahui 19 Infeksi Oportunistik Ada 39 Tidak ada 53 Stadium Klinis HIV Infeksi akut 28 Fase Klinis laten 52 AIDS 12 Pelaku Rawat Utama Kakek/Nenek 40 Paman/bibi 6 Ayah/ibu 40 Bukan keluarga 6 Status Orang Tua Orang tua tidak ada/tidak 71 lengkap Memiliki orang tua lengkap 21 Status HIV Orang Tua Salah satu positif HIV 21 Keduanya positif HIV 71
32,6 67,4 32,6 60,9 6,5 10,9 57,6 30,4 51,1 47,8 15,2 83,7 1,1 61,5 38,5 70,7 29,3 96,7 3,3 12 88 31,5 47,8 20,7 42,4 57,6 30,4 56,5 13 43,5 6,5 43,5 6,5 77,2 22,8 22,8 77,2
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
45
Karakteristik
Jumlah (n=92) Terdapat Keluarga yang Meninggal karena HIV Ada 67 Tidak ada 25 Status Ekonomi Miskin 9 Rendah 40 Menengah 39 Menengah atas/tinggi 4
Persentase (%) 72,8 27,2 9,8 43,5 42,4 4,3
IV.2. Masalah Emosi dan Perilaku Hasil penilaian masalah emosi dan perilaku pada penelitian ini mendapatkan bahwa prevalensi total kesulitan sebanyak 22,8% subyek mendapatkan skor tidak normal. Hasil dari masing-masing domain penilaian yaitu 10,9% subyek memiliki masalah hiperaktif, 18,5% subyek memiliki masalah emosi, 25% subyek memiliki masalah perilaku, dan 12% subyek memiliki masalah teman sebaya. Sebanyak 92,4% subyek memiliki nilai prososial yang normal. Tabel 4.2. Masalah Emosi dan Perilaku pada Anak dan Remaja dengan HIV Karakteristik Total Skor Kesulitan Normal Borderline Tidak normal Emosi Normal Borderline Tidak normal Perilaku Normal Borderline Tidak normal Hiperaktif Normal Borderline Tidak normal Teman Sebaya Normal Borderline Tidak normal Prososial Normal Borderline Tidak normal
Jumlah (n=92)
Persentase (%)
46 25 21
50 27,2 22,8
62 13 17
67,4 14,1 18,5
55 14 23
59,8 15,2 25
67 15 10
72,8 16,3 10,9
68 13 11
73,9 14,1 12
85 3 4
92,4 3,3 4,3
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
46
IV.3. Gangguan Mental Gangguan mental pada anak dan remaja dengan HIV dinilai dengan menggunakan instrimen MINI KID dan mendapatkan prevalensi gangguan mental sebesar 23,9%. Gambaran psikopatologi terbanyak yaitu gangguan cemas perpisahan dan GPPH (Ganguan
Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas) dengan prevalensi masing-masing 7,6%. Psikopatologi lain yang ditemukan pada subyek yaitu gangguan depresi mayor (4,3%), gangguan menentang oposisional (3,3%), dan gangguan penyesuaian (1,1%). Tabel 4.3. Gangguan Mental pada Anak dan Remaja dengan HIV Karakteristik Tidak Ada Gangguan Mental Memiliki Gangguan Mental Gangguan Cemas Perpisahan (Kode G) Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (Kode O) Gangguan Penyesuaian (Kode V) Gangguan Depresi Mayor (Kode A) Gangguan Menentang Oposisional (Kode Q)
Jumlah (n=92)
Persentase (%)
70
76,1
22
23,9
7
7,6
7
7,6
1
1,1
4
4,3
3
3,3
IV.4. Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Mental pada Anak dan Remaja dengan HIV Pada penilaian hubungan antara berberapa faktor, tidak didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara terjadinya ganguan mental dengan jenis kelamin (p= 0,464, Ratio Prevalence/RP 0,641 dan Konfidens Interval /KI 0,239-1,720), usia (p= 0,799, RP 1,168, KI 0,429-3,179), status pendidikan (p= 0,727; RP 0,480; KI 0,179-1,287), prestasi belajar (p= 0,629), status saudara (p= 0,809), memiliki saudara yang HIV positif (p= 1,000), hubungan dengan caregiver (p= 0,999), kelengkapan anggota keluarga (p=
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
47
0,612), orang tua lengkap atau tidak (p= 0,382, RP=0,456, KI 0,121-1,725), status ekonomi (p= 0,272), kategori IMT (p= 0,168). Penilaian terhadap status gizi (p= 0,218; RP 1,875; KI 0,710-4,954), didapatkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara status gizi dengan gangguan mental. Selain itu faktor lain seperti terapi ARV, mendapat Efavirens, viral load, adanya infeksi oportunistik, stadium klinis HIV, pelaku rawat utama, status orang tua, status HIV orang tua, adanya anggota keluarga yang meninggal karena HIV,
maupun status ekonomi juga tidak
berhubungan dengan terjadinya gangguan mental pada anak dan remaja dengan HIV (p> 0,05). Didapatkan adanya hubungan bermakna antara total skor kesulitan, emosi, perilaku, hiperaktif, dan prososial terhadap terjadinya gangguan mental pada anak dan remaja dengan HIV (p= 0,000, p= 0,000, p= 0,008; p= 0,000 dan p= 0,035). Tabel 4.4. Berbagai Faktor yang berhubungan dengan Gangguan Mental pada Anak dan Remaja dengan HIV Faktor risiko
MINI KID Ada gangguan mental n %
Tidak ada gangguan mental
n % Jenis Kelamin Laki-laki 37 72,5% Perempuan 33 80,5% Usia 4-9 tahun 47 77% >= 10 tahun 23 74,2% Status Pendidikan Saat ini tidak sekolah 20 66,7% Saat ini sekolah 50 80,6% Prestasi belajar Pernah tinggal kelas 6 60,0% Selalu naik kelas 45 84,9% Belum sekolah 19 67,9% Memiliki Saudara Kandung Ya 35 77,8% Tidak 35 74,5% Memiliki Saudara Kandung yang Mengalami HIV Ya 10 71,4% Tidak 59 7,6% Tidak diketahui 1 100% Masalah Status Gizi Normal 45 80,4% Masalah status gizi 24 68,6% Terapi ARV Lini 1 49 75,4% Lini 2 21 77,8%
p
RPc (IK 95%)
14 8
27,5% 9,8%
0,464
Rujukan 0,641 (0,239-1,720)
14 8
23% 25,8%
0,799
Rujukan 1,168 (0,429-3,179)
10 12
33,3% 19,4%
0,192*
Rujukan 0,480 (0,179-1,287)
4 8 10
40,0% 15,1% 34,5%
0,067*
Rujukan (Kruskal Wallis)
10 12
22,2% 25,5%
0,809
Rujukan 1, 200 (0,459-3,138)
4 18 0
28,6% 23,4% 0%
0,678
Rujukan (Kruskal Wallis)
11 11
19,6% 31,4%
0,218*
Rujukan 1,875 (0,710-4,954)
16 6
24,6% 22,2%
1,000
Rujukan 0,875 (0,301-2,547)
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
48
Faktor Risiko
MINI KID Ada gangguan mental % n %
Tidak ada gangguan mental
n Mendapat Efavirens Ya 3 100% Tidak 67 75,3% Mengetahui Status HIV Ya 6 54,5% Tidak 64 79% Viral load Viral load tinggi 22 75,9% Viral load rendah 33 75% Tidak diketahui 15 78,9% Infeksi Oportunistik Ada 28 71,8% Tidak ada 42 79,2% Stadium Klinis HIV Infeksi Akut 21 75% Fase Klinis laten 38 73,1% AIDS 11 91,7% Pelaku Rawat Utama Kakek/nenek 31 77,5% Paman/bibi 4 66,7% Ayah/ibu 32 80,0% Bukan keluarga 3 50,0% Status HIV Orang Tua Salah satu positif HIV 16 76,2% Keduanya positif HIV 54 76,1% Terdapat Keluarga yang Meninggal karena HIV Ada 49 73,1% Tidak ada 21 84% Status Ekonomi Miskin 6 66,7% Rendah 29 72,5% Menengah 32 82,1% Menengah atas/tinggi 3 75,0% Total Kesulitan Normal 45 97,8% Borderline 17 68% Tidak Normal 8 38,1% Emosi Normal 53 85,5% Borderline 11 84,6% Tidak Normal 6 35,3% Perilaku Normal 46 83,6% Borderline 12 85,7% Tidak Normal 12 52,2% Hiperaktif Normal 57 85,1% Borderline 10 66,7% Tidak Normal 3 30% Teman Sebaya Normal 52 76,5% Borderline 10 7,9% Tidak Normal 8 52,2% Prososial Normal 66 77,6% Borderline 3 100% Tidak Normal 1 25%
p
RPc (IK 95%)
0 22
0% 24,7%
1,000
Rujukan 0,753 (0,668-0,848)
5 17
45,5% 21%
0,125*
Rujukan 0,319 (0,087-1,172)
7 11 4
24,1% 25% 21,1%
0,874
Rujukan (Kruskal Wallis)
11 11
28,2% 20,8%
0,463
Rujukan 0,667 (0,255-1,746)
7 14 1
25% 26,9% 8,3%
0,458
Rujukan (Kruskal Wallis)
9 2 8 3
22,5% 33,3% 20% 50%
0,410
Rujukan (Kruskal Wallis)
5 17
23,8% 23,9%
1,000
Rujukan 1,007 (0,321-3,158)
18 4
26,9% 16%
0,411
Rujukan 0,519 (0,156-1,718)
3 11 7 1
33,3% 27,5% 17,9% 25,0%
0,689
Rujukan (Kruskal Wallis)
1 8 13
2,2% 32,0% 61,9%
0,000*
Rujukan (Kruskal Wallis)
9 2 11
14,5% 15,4% 64,7%
0,000*
Rujukan . (Kruskal Wallis)
9 2 11
16,4% 14,3% 47,8%
0,008*
Rujukan (Kruskal Wallis)
10 5 7
14,9% 33,3% 70,0%
0,000*
Rujukan (Kruskal Wallis)
16 3 11
23,5% 23,1% 47,8%
0,962
Rujukan (Kruskal Wallis)
19 0 3
22,4% 0% 75%
0,035*
Rujukan (Kruskal Wallis)
* nilai p < 0,25
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
49
IV.5 Analisis Multivariat Analisis multivariat dilakukan dengan menggunakan regresi logistik terhadap variabel yang pada analisis bivariat mempunyai hubungan yang bermakna dengan psikopatologi (p< 0,05). Variabel yang dianalisis tidak ada yang menunjukkan nilai p<0,05 sehingga analisis multivariat dilakukan terhadap variabel yang memberikan hasil p<0,25 53,54
Tabel 4.5 Analisis multivariat faktor status pendidikan, masalah status gizi, dan mengetahui status HIV terhadap terjadinya gangguan mental pada anak dan remaja dengan HIV KI 95% Variabel
P
RPa Bawah
Atas
Tahap 1 Status pendidikan
0,130
0,435
0,148
1,277
Masalah Status gizi
0,468
1,469
0,520
4,153
Mengetahui Status HIV
0,063
0,275
0,070
1,071
Status pendidikan
0,074
0,389
0,138
1,096
Mengetahui Status HIV
0,054
0,264
0,068
1,024
Tahap 2
Pada penelitian ini didapatkan beberapa faktor yang memberikan hasil p< 0,25. Faktor-faktor tersebut antara lain: -
Status pendidikan (p=0,192)*
-
Prestasi belajar (p=0,067)
-
Masalah status gizi (p=0,218)*
-
Mengetahui status HIV (p=0,125)*
-
Total kesulitan (p=0,000)
-
Emosi (p=0,000)
-
Perilaku (p=0,008)
-
Hiperaktivitas (p=0,000) Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
50
-
Prososial (p=0,035) * memiliki nilai rujukan
Analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik dilakukan pada status pendidikan, masalah status gizi, dan mengetahui status HIV karena ketiga faktor tersebut memiliki nilai RPc (Rate Prevalence). Penilaian terhadap analisis multivariat, didapatkan bahwa terdapat dua faktor yang berhubungan dengan terjadinya gangguan mental pada anak dan remaja dengan HIV. Kedua faktor tersebut yaitu status pendidikan dan mengetahui status HIV. Berdasarkan analisa, anak dan remaja dengan HIV yang saat ini sekolah serta anak dan remaja yang tidak mengetahui tentang status HIV-nya lebih terlindungi dari terjadinya gangguan mental. Penilaian kedua faktor tersebut tidak bermakna secara statistik (nilai p > 0,05)
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
51
BAB V BAHASAN
V.1 Sebaran Data Demografis Penelitian ini melibatkan 92 subyek penelitian berupa anak dan remaja dengan HIV. Adanya faktor-faktor terkait kondisi HIV diperkirakan berhubungan dengan adanya gangguan mental. Jumlah subyek terdiri dari 51 laki-laki (55,4%) dan 41 (44,6%) perempuan. Sebagian besar subyek berasal dari Jakarta dengan asal daerah terbanyak di Jakarta Pusat, diikuti Jakarta Timur, Selatan, dan Bekasi. Proporsi subyek ini sesuai dengan lokasi dilakukannya penelitian, yaitu di Jakarta Pusat. Subyek juga berasal dari Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Terdapat 8 subyek yang bertempat tinggal di luar Jakarta, yaitu di Bogor dan sekitarnya. Sebaran agama dari subyek mayoritas beragama Islam, sesuai dengan agama terbanyak di Indonesia. Sebaran umur subyek memiliki kisaran usia 4 tahun sampai 14 tahun, usia terbanyak pada usia 9 tahun, dengan rerata usia 8,25 tahun. Batas maksimal usia pada pasien dengan HIV ini sesuai dengan waktu terjadinya epidemi HIV di Indonesia. 55 Salah satu kriteria inklusi untuk mencari subyek pada penelitian ini adalah subyek terinfeksi secara perinatal, sehingga usia maksimal subyek yang diharapkan adalah dibawah 15 tahun. Subyek kemudian dikelompokkan menjadi kelompok usia anak (4-9 tahun) dan usia remaja (≥10 tahun). Tujuan lain pembagian kelompok adalah karena adanya perbedaan fisik, dan psikis antara usia remaja dengan anak. Pada usia remaja pada umumnya merupakan usia yang rawan karena banyak terjadi perubahan peran dalam menghadapi tantangan kehidupan, besarnya pengaruh teman sebaya, pencarian identitas diri. Pada usia ini pengaruh faktor lingkungan juga sangat besar.8, 12 Kondisi HIV yang dialami remaja, membuat remaja rentan mengalami perilaku berisiko, yang kemudian juga dapat memengaruhi penyebaran penyakit. Pembagian kelompok berdasarkan usia anak dan remaja ini juga ditujukan untuk menilai adanya faktor perkembangan yang berhubungan
51
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
52
dengan terjadinya gangguan mental pada anak dan remaja. Usia remaja ditandai dengan terjadinya pubertas, dimana terjadi perkembangan atau maturitas seksual. Pubertas sendiri sering terpengaruh dengan adanya infeksi HIV. Infeksi HIV secara perinatal dapat mengganggu maturitas seksual yang pada akhirnya dapat menimbulkan distress secara psikologis. Selain itu, adanya infeksi HIV sejak masa kandungan, dapat menimbulkan terjadinya kegagalan pertumbuhan. Adanya kegagalan pertumbuhan akan membuat anak merasa dirinya berbeda dibanding teman-temannya, sehingga dapat muncul rasa minder, dan merasa ada yang salah pada dirinya.
56
Remaja juga akan
terganggu proses pencarian identitas dirinya dan dapat terjadi kebingungan dan gangguan psikologis seperti depresi, gangguan cemas, dan antisosial. 12 Pada penelitian ini, didapatkan sebesar 32,6% subyek saat penelitian dilangsungkan belum bersekolah. Angka belum sekolah ini lebih besar dari yang diharapkan berdasarkan usia. Jika dilihat berdasarkan usia, terdapat 80,4% subyek yang berusia diatas 6 tahun (usia sekolah ≥ 6 tahun), dan hanya terdapat 19,6% subyek yang berusia pra sekolah. Hal ini diperkirakan sebagai dampak dari penyakit HIV sendiri yang menimbulkan beban terhadap ekonomi keluarga. Perawatan penyakit HIV dapat memengaruhi tingkat ekonomi karena membutuhkan biaya yang tidak sedikit, termasuk biaya transport dan kunjungan ke rumah sakit.57 Walaupun obat-obatan ARV sendiri saat ini di Indonesia masih ditanggung pemerintah, seringkali pasien harus mengeluarkan biaya lain terkait kunjungan ke rumah sakit. Sebagian besar subyek juga memiliki kedua orang tua yang juga HIV positif (77,2%), hal ini dapat semakin menambah beban ekonomi keluarga, sehingga seringkali orang tua atau pelaku rawat gagal memenuhi kebutuhan dasar anak, diantaranya pendidikan.57 Terdapat kemungkinan lain yang menyebabkan tingginya angka belum sekolah pada penelitian ini, yaitu adanya masalah kognitif yang menyebabkan subyek kesulitan mengikuti pendidikan. Data pendidikan pada penelitian ini yang disertai dengan data prestasi belajar diharapkan dapat menunjukkan adanya masalah belajar serta gangguan kognitif lain yang merupakan faktor psikososial terjadinya
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
53
gangguan mental. Infeksi HIV sendiri diketahui memiliki dampak terhadap perkembangan kognitif anak dan remaja, terutama pada kemampuan berbahasa ekspresif dan reseptif, daya ingat, kemampuan mengolah informasi, visuospasial, fungsi eksekutif, dan kemampuan mengambil keputusan.57 Kemungkinan lain yaitu adanya satu subyek yang pernah bersekolah tetapi kemudian menghadapi masalah perundungan di sekolah oleh guru dan teman-temannya, sehingga subyek berhenti sekolah. Ada juga subyek yang berhenti sekolah karena kondisi fisik yang sering menurun, sehingga sering tidak bisa menghadiri kelas. Adanya interaksi negatif seperti perundungan merupakan risiko tinggi terhadap kesehatan mental dan sosial anak.57
Masalah kesulitan belajar dan fungsi kognitif pada anak yang
terinfeksi HIV merupakan salah satu faktor yang dapat diteliti pada penelitian selanjutnya. Penelitian ini juga mendapatkan jumlah subyek yang kedua orang tuanya berstatus HIV positif sebesar 77,2% dan sebanyak 72,8% subyek memiliki anggota keluarga yang telah meningeal karena HIV. Sebanyak 77,2% subyek tidak memiliki salah satu ataupun kedua orang tua (41,3% orang tua tunggal, dan 35,9% sudah tidak memiliki kedua orang tua). Adanya HIV pada orang tua sering menimbulkan distress pada anak. Ketiadaan ataupun kondisi orang tua yang juga sakit dapat mengganggu pemberian perawatan terhadap anak. Orang tua sering harus berhadapan dengan kondisi HIV dirinya sendiri, sehinga dapat mengurangi kuaitas dan kuantitas perhatiannya terhadap anak. Anak juga sering dituntut untuk mengambil alih peran orang tua untuk merawat adik, merawat orang tua, dan melakukan pekerjaan rumah tangga untuk menggantikan fungsi orang tua.57 Adanya rasa berduka terkait dengan kematian dari pelaku rawat juga memiliki dampak negatif terhadap kesehatan mental anak, termasuk juga kematian kedua orang tua ataupun saudara.58 Kematian orang tua dapat menimbulkan depresi, tingginya angka kecelakaan, menurunkan kinerha di sekolah, kecemasan dan rasa pesimis terhadap masa depan.59
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
54
Pada penelitian ini, status HIV orang tua, maupun ketiadaan orang tua karena penyakit HIV tidak berhubungan terhadap terjadinya gangguan mental pada anak, hal ini kemungkinan karena fungsi keluarga ataupun fungsi orang tua dapat digantikan oleh figur lain. Hal ini juga karena sistem kekeluargaan di Indonesia yang kebanyakan merupakan keluarga besar (extended family).60 Peran orang tua dapat digantikan oleh salah satu anggota keluarga lainnya dalam pengasuhan anak. Hal ini karena fokus utama dalam struktur keluarga besar adalah pemenuhan kebutuhan kesehatan dan perkembangan generasi yang lebih muda.60 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 43,5% dan 6,5% subyek diasuh oleh kakek/nenek maupun paman/bibi. Adanya pengganti peran orang tua yang baik dapat membantu perawatan anak, sehingga tidak terjadi kehilangan rasa kasih sayang dan perhatian.57 Adanya kualitas hubungan pengganti orang tua yang baik terhadap anak merupakan salah satu faktor positif terhadap perkembangan mental anak Pelaku rawat yang baik dapat memberikan dukungan material dan sosioemosional yang seharusnya diterima anak dari orang tuanya.59 Penggunaan ARV pada penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu lini pertama dan lini kedua. Tujuan pemberian ARV pada pasien anak dan remaja adalah untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas, memperbaiki sistem imun (kadar CD4), mencegah replikasi virus. Pemberian secara kombinasi ditujukan untuk memaksimalkan kerja obat dalam menekan replikasi virus, mencegah resistensi, toksisitas, dan mempertahankan perkembangan fisik dan neurokognitif yang normal. Guidelines for the Use of Antiretroviral Agents in Pediatric HIV Infection. 61 Beberapa obat ARV yang masuk dalam kelompok Nucleoside dan Nucleotide Analog Reverse Transcriptase
Inhibitors
yaitu
Abacavir
(ABC),
Didanosin
(ddI),
Emtrcitabine (FTC), Lamivudine (3TC), Stavudine (d4T), Tenofovir (TDF), Zidovudine (ZDV). Pedoman WHO membagi penggunaan beberapa ARV menjadi beberapa lini.34 Pada penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar subyek mendapat ARV lini pertama (70,7%). Subyek yang pindah ke lini kedua, biasanya terkait dengan resistensi obat atupun gagal terapi. Beberapa subyek juga pindah ke lini kedua karena adanya masalah drop out
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
55
pengobatan. Tidak ada hubungan antara penggunaan ARV kedua lini tersebut terhadap terjadinya gangguan mental. Penggunaan ARV yang sering dikaitkan dengan gejala neuropsikiatrik adalah Efavirens (EFV). 32, 33, 38, 61 Onset gangguan dapat muncul dalam dua hari pertama setelah diberikan, dan biasanya akan berkurang/membaik dalam 2-4 minggu.
34,35,36,37,61
Penelitian ini secara khusus membuat variabel
pemberian Efavirens yang terpisah untuk melihat adanya kaitan obat tersebut dengan masalah gangguan mental. Terdapat 3 subyek (3,3%) yang mendapat Efavirens, dan penggunaan efavirens tidak terbukti berhubungan terhadap gangguan mental. Hal ini mungkin disebabkan oleh jumlah subyek yang menggunakan Efavirens hanya sedikit. Penilaian stadium klinis pada penelitian ini menggunakan kriteria fase akut (stadium 1 WHO), fase laten (stadium 2 dan 3 menurut WHO), dan AIDS (stadium 4 menurut WHO). Kriteria infeksi akut, klinis laten dan AIDS (kronis). Perjalanan penyakit berdasarkan stadium ini menunjukkan adanya perburukan gejala, dimana pada stadium 4, atau fase AIDS, nilai CD 4 sangat rendah, sehingga penderita rentan mengalami infeksi berat. Kondisi infeksi tersebut disertai dengan masalah yang terkait dengan kondisi sakit seperti pengaruh terhadap fungsi sosial dapat merupakan faktor risiko terjadinya gangguan mental. Penelitian ini tidak mendapatkan adanya hubungan antara stadium penyakit terhadap gangguan mental.
V.2. Prevalensi dan Gambaran Gangguan Mental Pada penelitian ini, didapatkan prevalensi masalah emosi dan perilaku yang sedikit lebih besar pada populasi khusus anak dan remaja dengan HIV. Subyek penelitian memiliki masalah hiperaktivitas, emosi, perilaku dan total skor kesulitan yang cukup tinggi. Adanya masalah atau kesulitan tersebut pada penelitian ini menunjukkan hasil yang bermakna secara statistik berpengaruh terhadap terjadinya gangguan mental pada anak dan remaja
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
56
dengan HIV. Sehingga instrumen SDQ sebagai alat skrining gangguan mental dapat digunakan untuk populasi anak dan remaja dengan HIV Penelitian ini mendapatkan bahwa prevalensi gangguan mental pada populasi khusus anak dan remaja dengan HIV sebesar 23,9%. Prevalensi ini lebih besar dibandingkan prevalensi pada populasi umum karena memiliki berbagai faktor risiko yang terkait dengan stressor yang lebih berat yang terjadi pada kondisi HIV. Adanya masalah keluarga seperti kehilangan orang tua, perpisahan, selain juga kondisi fisik terkait HIV yang dialami. 62 Gangguan mental pada anak dan remaja merupakan salah satu masalah yang sering menimbulkan gangguan fungsi kehidupan. Adanya berbagai kondisi medis, dapat memengaruhi munculnya gangguan jiwa pada anak dan remaja. Masalah ini memiliki prevalensi sebesar 3-18% dengan prevalensi tengah sebesar 12%.63. Prevalensi ini tidak jauh berbeda dengan beberapa penelitian lain yang dilakukan di British Columbia, yaitu prevalensi gangguan mental pada anak dan remaja di komunitas sebesar 15% 61. Berdasarkan data dari IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), prevalensi gangguan mental emosional pada remaja usia 15 tahun ke atas sebesar 8,7%.64 Data Kebijakan Nasional Kesehatan Jiwa (National Health Policy) tahun 2001-2005 menunjukkan proporsi gangguan kesehatan jiwa pada anak usia 4-15 tahun sebesar 104/1000 anak.65 Penelitian lain oleh Hamid AY (2008) mendapatkan bahwa dari populasi anak dan remaja prevalensi gangguan kesehatan jiwa sebesar 7-14% .66 Di daerah Jakarta juga pernah dilakukan penelitian terhadap masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja. Rahadian B (2003) mendapatkan bahwa prevalensi masalah perilaku dan emosi pada anak kelas I-VI SD sebesar 29,2% (usia 9-11 tahun), dan sebesar 22,8% pada usia anak lebih dari 11 tahun.67 Survey lain oleh Ang EA (2007) mendapatkan bahwa pada tingkat pelajar SMP di daerah Jakarta Pusat prevalensi gangguan mental sebesar 26,5%.68
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
57
Penelitian tentang prevalensi gangguan mental pada anak dan remaja, termasuk yang pernah dilakukan oleh Departemen Psikiatri menggunakan instrumen SDQ dan MINI KID. Penggunaan instrumen SDQ ini relatif lebih mudah dan sederhana penggunaannya dibandingkan intrumen MINI KID. Instrumen ini relatif lebih banyak digunakan dalam penelitian maupun sebagai alat skrining yang cukup baik. 38,42,43 Prevalensi gangguan mental pada penelitian ini lebih kecil dibandingkan prevalensi pada penelitian serupa di Addis Ababa, yaitu sebesar 39,3%. Prevalensi tersebut lebih besar dibandingkan hasil penelitian ini. Penelitian yang dilakukan pada ibu kota Negara Ethiopia tersebut menggunakan instrumen CBCL (the Child Behavior Check List).7 Salah satu faktor yang berpengaruh dalam rendahnya angka prevalensi gangguan mental di Indonesia adalah karena adanya beberapa faktor penguat. Pelaku rawat yang merupakan bagian dari struktur keluarga besar yang lazim di Indonesia, membuat subyek tetap mendapatkan kasih sayang, dukungan dan penerimaan, yang kemudian menjadi modal mereka dalam menghadapi masalah kehidupan.59 Kualitas hubungan yang baik oleh pelaku rawat dapat menggantikan posisi orang tua dalam pengasuhan anak. Pola kebudayaan di Indonesia juga merupakan faktor penguat dari terjadinya gangguan mental, adanya dukungan sosial yang diberikan oleh lingkungan dapat menjadi penahan terjadinya depresi, gejala cemas, dukungan teman sebaya dan memperkuat faktor psikologis. 57 Rendahnya angka prevalensi pada penelitian ini juga terkait dengan tingkat pemahaman dan pengetahuan anak tentang kondisinya, kebanyakan subyek pada penelitian ini tidak terlalu memahami tentang kondisinya. 18 Beberapa subyek yang sudah dilakukan pengungkapan status menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan prevalensi gangguan mental dibandingkan subyek yang belum mengetahui statusnya. Subyek yang sudah mengetahui status juga perlu diteliti lagi mengenai sejauh mana pemahaman subyek mengenai penyakitnya. Pada penelitian ini, pemahaman subyek yang sudah mengetahui status masih sangat terbatas, dan belum terdapat
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
58
pemahaman menyeluruh mengenai kondisinya. Hal ini masih mungkin terkait dengan faktor perkembangan anak dan remaja. Prevalensi ganguan mental pada penelitian Skovdal (2012) yang meneliti tentang masalah psikologis pada anak dan remaja dengan HIV di Afrika juga sedikit lebih besar dibandingkan hasil pada penelirian ini. Hal ini dapat disebabkan karena adanya faktor kondisi medis umum yang dialami subyek. Adanya kondisi sakit berat, yang membutuhkan perawatan inap di rumah sakit, sering menimbulkan stressor pada pasien anak dan remaja dengan HIV.18 Pada penelitian ini, subyek yang dimasukkan dalam sampel penelitian adalah subyek yang tidak sedang mengalami kondisi medis berat. Pada penelitian ini, subyek diteliti juga mengenai infeksi oportunistik yang saat ini dialami, tetapi kondisi tersebut merupakan kondisi yang masih dapat ditangani dengan pengobatan rawat jalan. Oleh karena itu, masih terdapat kemungkinan prevalensi gangguan mental yang lebih besar, apabila penelitian juga melibatkan subyek yang menjalani rawat inap karena kondisi medis berat yang dialami. Pada penelitian ini, tidak terdapat hubungan yang bermakna dengan infeksi oportunistik terhadap terjadinya gangguan mental. Prevalensi gangguan mental yang ditemukan pada penelitian ini juga berbeda pada masing-masing jenis psikopatologi dibandingkan pada populasi umum. Prevalensi gangguan depresi mayor pada populasi umum berkisar antara 2,1 – 4% untuk berbagai gangguan depresi.
62,64,69,70
Prevalensi tersebut
lebih kecil dibanding prevalensi gangguan depresi mayor pada penelitian ini (4,3%). Penelitian ini juga mendapatkan adanya gangguan penyesuaian dengan afek depresi sebesar 1,1%. Prevalensi gangguan cemas perpisahan pada penelitian ini hampir sama besarnya dengan angka prevalensi pada populasi umum. Prevalensi gangguan cemas perpisahan berkisar antara 0,46,5% dan terdapat penelitian lain yang menilai gangguan cemas secara umum sebesar 8%.
62,64,70
Prevalensi gangguan Gangguan pemusatan perhatian dan
hiperaktivitas (GPPH) pada penelitian ini lebih besar dibanding pada populasi umum, yaitu sebesar 7,6% dibanding 2,23-3,3% pada penelitian di populasi umum.69,71 Prevalensi gangguan menentang oposisional pada penelitian ini
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
59
tidak jauh berbeda dibandingkan penelitian pada populasi umum di Inggris (2,3%). 72 Besarnya prevalensi pada penelitian ini merupakan pengaruh dari kondisi stresor yang dialami oleh populasi khusus yang menjadi subyek penelitian. Adanya kondisi HIV sering dikaitkan dengan tingginya prevalensi gangguan mental. Adanya faktor perjalanan penyakit dan risiko kematian yang tinggi baik pada anak maupun orang tua sering menimbulkan masalah. 15
Anak dan remaja dengan HIV juga memiliki kecenderungan kesulitan
untuk menyatakan perasaan dan harapannya karena memiliki rasa takut akan kehilangan orang-orang yang mereka cintai. 17 Hampir sebagian besar subyek menyatakan bahwa mereka memiliki ketakutan akan kehilangan pelaku rawatnya, setelah sebelumnya harus kehilangan salah satu ataupun kedua orang tua mereka. Beberapa subyek memiliki rasa cemas, rasa takut akan terjadi hal buruk dan rasa takut akan terjadi kematian dari pelaku rawat, tetapi kebanyakan tidak memiliki gangguan fungsi sehingga masih dapat menjalani fungsi sosial dan pendidikan dengan baik. Adanya ketakutan tersebut tidak cukup berat untuk bisa memenuhi kriteria yang terdapat pada instrumen MINI KID. Besarnya masalah gangguan mental pada anak dan remaja dengan HIV juga terkait dengan perjalanan penyakit HIV sendiri. Adanya infeksi HIV sering menimbulkan masalah neuropsikiatrik, seperti menimbulkan gangguan neurologis, adanya hambatan pertumbuhan, serta gangguan kognitif.14 Masalah-masalah ini dapat terjadi pada anak dan remaja serta menjadi faktor risiko terjadinya gangguan mental. Masalah tersebut kemungkinan terkait dengan lamanya kondisi sakit dialami. Penelitian ini sendiri tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara usia ataupun kelompok usia dengan munculnya psikopatologi. Penggunaan usia pada penelitian ini dapat menggambarkan perjalanan penyakit pada HIV, karena subyek penelitian memang dipilih dari subyek yang terinfeksi secara perinatal.
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
60
Pada subyek dewasa, gangguan mental dapat timbul sejak awal pasien didiagnosis dengan HIV. Gangguan depresi mayor dan gangguan penyesuaian merupakan psikopatologi tersering yang dapat ditimbulkan saat awal terdiagnosis sampai satu tahun pertama pasca diagnosis.73 Pada anak, masalah ganguan depresi relatif lebih ringan dibandingkan pada orang dewasa, karena sebagian besar subyek saat penelitian dilangsungkan masih belum mengetahui status HIV-nya. Tingkat pemahaman anak terhadap kondisi HIV juga sangat tergantung pada tahapan perkembangan kognitif dan emosionalnya. Seringkali anak kesulitan untuk memahami besaran masalah yang dihadapinya. Pada usia remaja, yang biasanya ditandai dengan mulai munculnya kemampuan berpikir yang lebih kompleks, maturasi kognitif merupakan masa rawan munculnya masalah emosional maupun perilaku. 74
V.3. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode potong lintang, sehingga hanya diketahui prevalensi dari gangguan mental saat ini, sementara gangguan mental sebenarnya dapat terjadi pada saat perkembangan penyakit. Terdapat beberapa subyek yang dalam perjalanan penyakit sebelumnya pernah mengalami episode gangguan mental, tetapi saat penelitian dilangsungkan sudah tidak dialami lagi. Penelitian ini memiliki subyek usia remaja yang terbatas. Usia maksimal subyek yang ada adalah 14 tahun, dengan rentang usia antara 4 sampai 14 tahun. Terbatasnya jumlah sampel usia remaja membuat hubungan antara faktor perkembangan dan gangguan mental menjadi sulit untuk dinilai. Penelitian ini tidak menilai adanya gangguan intelektual pada anak, seperti diagnosis retardasi mental. Penggunaan instrumen MINI KID adalah untuk menilai gangguan mental yang tergolong dalam aksis pertama diagnosis multiaksial menurut DSM IV-TR, sehingga tidak termasuk gangguan retardasi mental atau disabilitas intelektual.
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
61
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
VI.1. SIMPULAN Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Gangguan mental pada pasien anak dan remaja dengan HIV cukup besar, prevalensinya mencapai 23,9% 2. Prevalensi jenis gangguan mental terbanyak pada pasien anak dan remaja dengan HIV adalah gangguan cemas perpisahan, Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas, diikuti oleh gangguan depresi mayor, gangguan menentang oposisional, dan gangguan penyesuaian. 3. Masalah emosi, perilaku, hiperaktivitas, dan kesulitan yang dimiliki anak dan remaja dengan HIV berhubungan dengan gangguan mental 4. Pada analisis bivariat tidak ada faktor yang memiliki hubungan yang bermakna terhadap terjadinya gangguan mental. Pada analisis multivariat terhadap variabel dengan nilai p<0,25 dalam analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor yang dianggap berhubungan yaitu status pendidikan dan mengetahui tentang status HIV tidak bermakna secara statistik sebagai faktor yang berkaitan dengan gangguan mental.
VI.2. SARAN Untuk meningkatkan mutu dan memperbaiki keterbatasan pada penelitian ini, peneliti menyarankan beberapa hal sebagai berikut: 1. Diperlukan penelitian lanjutan yang juga menilai masalah retardasi mental atau disabilitas intelektual pada anak dan remaja yang terinfeksi HIV sehingga dapat memperoleh informasi lebih terkait gangguan fungsi kognitifnya.
61
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
62
2. Melihat banyaknya anak yang belum sekolah perlu dilakukan penelitian-penelitian tambahan dengan menggunakan instrumen lain, ataupun menggunakan pemeriksaan psikiatrik lengkap, termasuk pemeriksaan tingkat intelegensi sehingga dapat diperoleh gambaran masalah kesehatan jiwa anak dan remaja dengan HIV yang lebih luas, mencakup gangguan intelegensinya. 3. Kerjasama dengan Departemen
Ilmu Kesehatan Anak untuk
melakukan deteksi dan tatalaksana gangguan mental pada anak dan remaja dengn HIV.
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
63
DAFTAR PUSTAKA 1. UNAIDS World AIDS Day Report 20UNAIDS World AIDS Day Report 20122. Diunduh dari UNAIDS website. Pada tanggal 26 September 2013 pk 22.00 2. Sadock, Benjamin J.; Sadock, Virginia A. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry,8th Edition, Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins, 2005 3. Betancourt TS, Meyers SE, Charrow A, Hansen N. Annual Research Review: Mental health and resilience in HIV/AIDS-affected children – a review of the literature and recommendations for future research . 2012 4. Elkington KS, Robbins RN, Bauermeister JA, Abrams EJ, McKay M, Mellins CA. Mental Health in Youth Infected with and Affected by HIV: The Role of Caregiver HIV. In Journal of Pediatric Psychology.2011.36073 5. Mellins, C. A., Brackis-Cott, E., Leu, C. S., Elkington, K. S., Dolezal, C., Wiznia, A., et al. Rates and types of psychiatric disorders in perinatally human immunodeficiency virus-infected youth and seroreverters. Journal of Child Psychology and Psychiatry. 2009. 50(9), 1131–1138. (). 6. Gaughan, D. M., Hughes, M. D., Oleske, J. M., Malee, K., Gore, C. A., & Nachman, S. Psychiatric hospitalizations among children and youths with human immunodeficiency virus infection. Pediatrics. 2004. 113(6), 544– 551 7. Tadesse AW, Tsehay YB, Belaineh BG, Alemu YB. Behavioral and emotional problems among children aged 6–14 years on highly active antiretroviral therapy in Addis Ababa: A cross-sectional study. 8. Sadock, Benjamin J.; Sadock, Virginia A. Kaplan & Sadock’s Comprehensive
Textbook
of
Psychiatry,8th
Edition,
Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins, 2005 9. Wikipedia/Human Immunodeficiency Virus. Diunduh pada tanggal 25 September 2013. Pk 22.00 WIB 10. Kumaranayake L, Watts C (2001). "Resource allocation and priority setting of HIV/AIDS interventions: addressing the generalized epidemic in
63
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
64
sub-Saharan Africa". Journal of International Development 13 (4): 451– 466. 11. Cunningham, A.; Donaghy, H.; Harman, A.; Kim, M.; Turville, S. (2010). "Manipulation of dendritic cell function by viruses". Current opinion in microbiology 13 (4): 524–529 12. Lewi’s Child and Adolescent Psychiatry. A Comprehensive Textbook. 4th ed. 13. Hoagwood KE, Cavaleri MA, Olin SS, Burns BJ, Slaton E, Gruttadaro D, Hughes R. Family Support in Children’s Mental Health: A Review and Synchtesis. Clinical Child and Family Psychological Journal.2010.13:145. 14. Benton TD, Lachman A, Seedat S. HIV/AIDS: Addressing the mental health needs of affected achildren and families. Psychiatry and Pediatrics. Bab 1.3. IACAPAP e-textbook of Child and Adolescent Mental Health. Geneva: International Association for Child and Adolescents Psychiatry and
Allied
Professions.20132007.
Wolters
Kluwer:
Lippincott
Williams&Wilkins Lewis 15. Gordon MF. Normal Child Development. In: Comprehensive Textbook of Psychiatry. 7th ed. Lippincott Williams & Wilkins. 2000. 2534-2550 16. HIV infection among children and keeping their mothers alive. UNSAID report 2012. 17. European Mode of Delivery Collaboration. Elective caesarean section versus vaginal delivery in prevention of vertical transmission: A randomized clinical trial. Lancet 353:1035–1039, 1999 18. Skovdal M. Pathologising healthy children? A Review of literature exploring the mental health of HIV-affected children in sub-Saharan Africa. Transcultural Psychiatry.2012. 49(3-4) 461-491 19. International Perinatal HIV Group. The mode of delivery and the risk of vertical transmission of human immunodeficiency virus type I. New England Journal of Medicine.1999. 340:977-987 20. Gossart-Walker S, Moss NEH: Groups: An effective strategy for intervention. Psychiatric Clinics of North America. 2000. 9:331-346
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
65
21. Holditch-Davis H, Miles M, Burchinal M, O'Donnell K, McKinney R, Lim W: Parental caregiving and development caregiving of infants of mothers with HIV. Nursing Research. 2000.50:5-14 22. Brown LK, Lescano CM, Lourie KJ: Children and adolescents with HIV infection. Psychiatric Annals.2001. 31(1):63-68 23. Hein K, Dell R, Futterman D, Rotheram-Bonus MJ, Shaffer N: Comparison of HIV+ and HIV- adolescents: Risk factors and psychosocial determinants. Pediatrics 2000. 95:96.104 24. Nostlinger C, Bartoli G, Gordillo V, Roberfroid D, Colebunders R. Children and adolescents living with HIV positive parents: emotional and behavioral problems. Vulnerable Children and Youth Studies. 2006.4 (1):29-43 25. Petersen, I., Bhana, A., Myeza, N., Alicea, S., John, S., Holst, H., Mellins, C. Psychosocial challenges and protective influences for socio-emotional coping of HIV+ adolescents in South Africa: A qualitative investigation. AIDS
Care:
Psychological
and
Socio–medical
Aspects
of
AIDS/HIV.2010. 22(8), 970 – 978 26. Kaggwa, E. B., & Hindin, M. J. The psychological effect of orphanhood in a matured HIV epidemic: An analysis of young people in Mukono, Uganda. Social Science & Medicine. 2010.70(7), 1002–1010. 27. Tadesse AW, Tsehay YB, Belaineh BG, Alemu YB. Behavioral and emotional problems among children aged 6-14 years on highly active antiretroviral therapy in Addis Ababa: A cross-sectional study. 2012. 11 (24) 1359-1367. 28. Nyamukapa, C., Gregson, S., Lopman, B., Saito, S., Watts, H., Monasch, R., & Jukes, M.C. H. HIV-associated orphanhood and children’s psychosocial distress:Theoretical framework tested with data from Zimbabwe. American Journal of PublicHealth. 2008. 98(1), 133–141 29. Li, X., Naar-King, S., Barnett, D., Stanton, B., Fang, X., & Thurston, C. A developmental psychopathology framework of the psychosocial needs of children orphaned by HIV. Journal of the Association of Nurses in AIDS Care. 2008. 19(2), 147–157
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
66
30. Onuoha, F., & Munakata, T. Inverse association of natural mentoring relationship with distress mental health in children orphaned by AIDS. BMC Psychiatry. 2010. 10(1), 6. 31. Zayas LH, Romano K: Adolescents and parental death from AIDS. In: Dane BO, Levine C (eds): AIDS and the New Orphans. Westport, CT, Auburn House, 1994 32. Mellins CA, Smith R, O'Driscoll P, et al.: NIH/NIAID/NICHD/NIDAsponsored women and infant transmission study group: High rates of behavioral problems in perinatally HIV-infected children are not linked to HIV disease. Pediatrics.2003. 111:384-393 33. Reiter-Purtill J, A. GC, Vannatta K, Passo MH, Noll RB: A controlled longitudinal study of the social functioning of children with juvenile rheumatoid arthritis. Journal of Pediatric Psychology. 2003. 28:17-28 34. The Office of AIDS Research Advisory Council (OARAC). Guidelines for the Use of Antiretroviral agents in Pediatric HIV infection. Diunduh dari http://aidsinfo.nih.gov/guidelines pada 9/19/2013 pk 22.00 35. Koenig LJ, Nesheim S, Abramowitz S. Adolescents with perinatally acquired HIV: emerging behavioral and health needs for long-term survivors. Current Opinion in Obstetrics and Gynecology.2011. 23321327. 36. Pence BW, Miller WC, Gaynes B, Eron JJ. Psychioatric Illness and Virologic Response in Patients Initiating Highly Active Antiretroviral Therapy. Journal of Acquired Immune Deficiency Syncromes. February 2007. VOl 44(2). 159-166 37. Arendt G, de Nocker D, von Giesen HJ, Nolting T. Neuropsychiatric side effects of efavirens therapy. Expert opinion on Drug Safety. March 2007. Vol 6(2). 147-154. 38. Kenedi CA, Gofort HW. A systematic Review of the Psychiatric sideeffect of efavirenz. AIDS and Behavior. November 2011. Vol 15 (8).18031818.
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
67
39. Goodman R, Scott S. Strengths and Difficulties Questionaire and the Child Behavvior Checklist: Is Small Beautiful? Journal of Abnormal Child Psychology. February 1999. Vol 27(1), 17-24 40. Stone LL, Otten R, Engels RCME, Vermulst AA, Janssens JMAM. Psychometric properties of the Parent and Teacher versions of the strengths and Difficulties Questionnaire for 4-to12-year –olds: a Review. Clinical Child and Family Psychology Review. September 2010.Vol 13 (3). 254-74 41. Goodman R. Psychometric Properties of the Strengths and Difficulties Questionneire. Journal of the American Academy of Chlid and Adolescent Psychiatry. November 2001. Vol 40(11). 1337-1345 42. Goodman R, Ford T, Sommins H, Gatward R, Meltzer H. Using the Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ) to screen for child psychiatric disorders in a community sample. The British Journal of Psychiatry. 2000. 177:534-539.
43.Robert G, Ford T, Corbin T, Meltzer H. Using the Strength and Difficulties Questionnaire Algorithm to Screen Look After Children For Psychiatric Disorder. European Child and Adolescent Psychiatry; 2004; 13 Supp.1:ii25-31 44. Mathai J, Anderson P, Bourne A. Comparing psychiatric diagnoses generated by the Strengths and Difficulties Questionnaire with diagnoses made by clinicians. Australian and New Zealand Journal of Psychiatry. August 2004. Vol 38 (8). 639-43 45. Emerson E. Use of the Strengths and Difficulties questionnaire to assess the mental health needs of children and adolescents with intellectual disabilities. 2005.vol 30(1).14-23 46. Sheehan DV, Lecrubier Y, Sheehan KH, Amorim P, Janavs J, Weiller E et al. The Mini-International Neuripsychiatric Interview (M.I.N.I): The Development and Validation of a Structured Diagnostic Psychiatric Interviews for DSM-IV and ICD-10. Journal of Clinical Psychiatry. 1998:59 (20):22-33
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
68
47. Sheehan DV, Sheehan KH, Shytle RD, Janavs J, Bannon Y, Rogers JE, et al. Reliability and Validity of the Mini International Neuropsychiatric Interview for Children and Adolescents (MINI-KID). Journal of Clinical Psychiatry. 2010. 3;71 (3):313-26 48. Sheehan DV, Sheehan KH, Janavs J, Shytle D, Rogers J, Bannon Y, Wilkinson B, et al. MINI-KID: Reliability and Validity in Children and Adolescent. Dibawakan dalam bentuk poster pada NCDEU (New Research Approaches for Mental Health Interventions. 2009 49. Wiguna T, Setyawati N, Kaligis F, Belfer ML. Learning Difficulties and Working Memory Deficits among Primary School Students in Jakarta, Indonesia.
Clinical
Psychopharmacology
Neuroscience.
2012.
8;
10(2):105-109. 50. Pinninti NR, Madison H, Musser E, Rissmiller D. MINI International Neuroppsychiatric Schedule: clinical utility and patient acceptance. European Psychiatry. 2003.11.18(7):361-364 51. Otsubo T, Tanaka K, Koda R, Shinoda J, Sano N, Tanaka S, et al. Reliability and validity of Japaneseversion of the Mini-International Neuropsychiatric Interview. Psychiatry and Clinical Neurosciences. 2005.9.59(5) 52. Mordal J, Gundersen O, Brammness JG. Norwegian version of the MiniInternational Neuropsychiatric Interview: Feasibility, acceptability, and test-retest
reliability
in
an
acute
psychiatric
ward.
European
Psychiatry.2010.4.25(3):172-177 53. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ketiga. CV Sagung Seto. 2008 54. Dahlan MS. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi keempat. Penerbit Salemba Medika. 2009 55. Prevalensi HIV AIDS di Indonesia. Nasronudin, Y. Susilawati (2008). HIV/AIDS Prevalence in Surabaya, Indonesia.. Folia Medica Indonesiana. pp. 93–97
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
69
56. Williams PL et al. Puberta onset in children with perinatal HIV infection in the era of combination antiretroviral treatment.AIDS.2013.(27) 12.1959-1970 57. Sherr L, Cluver LD, Betancourt TS, Kellerman SE, Richter LM, Desmond C. Evidence of Impact: hearlth, psychological and social effects of adult HIV on children. AIDS.2014,28 (3):S251-259 58. Dowdney L. Children bereaved by parent or sibling death.Psychiatry 2008; 7:270–275. 59. Stein A, et al. Predicting long-term outcomes for children affected by HIV and AIDS: perspectives from the scientific study of children’s development. AIDS.2014.28(3):5261-5268. 60. LaFave D, Thomas D. Extended Families and Child Development: Evidence
from
Indonesia.
2010.
Diunduh
dari
http://paa2010.princeton.edu/papers/101335 pada tanggal 29 Desember 2014 pk 23.00 61. Guidelines
HV
for
Pediatric.
Diunduh
dari
http://aidsinfo.nih.gov/guidelines pada tanggal 2 Desember 2014 pk 02.00 62. Fergusson DM, Horwood LJ. The Christchurch Health and Development Study: review of findings on child and adolescent mental health. Aust N Z JPsychiatry. 2001;35:287-296 63. Costello, Jane; Egger, Helen; Angold, Adrian (2005). "10-Year Research Update Review: The Epidemiology of Child and Adolescent Psychiatric Disorders: I. Methods and Public Health Burden". Journal of the American Academy of Child and Adolescent Psychiatry 44 (10): 972–986 64. Kesehatan Mental Anak dan Remaja di Indonesia. Diunduh dari www.idai.or.id/public-articles/seputar-kesehatan-anak/kesehatan-remajadi-indonesia.html pada 16 Desember 2014, pk 21.00 65. National
Mental
Health
Policy.
2001-2005.
Diunduh
dari
http://mhpolicy.files.wordpress.com/2011/06/menal-health-policyindonesia-2001-05.pdf pada 16 Desember 2014 pk 21.00 66. Hamid AY. Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Jakarta. 2008. EGC
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
70
67. Rahadian RB. Prevalensi Problem Emosi dan Perilaku Pada Murid Sekolah Dasar Kelas I-VI di Wilayah Jakarta Pusat. Jakarta.2007.tesis 68. Ang EA. Karakteristik Ganguan Mental pada Pelajar Sekolah Menengah Pertama di Wilayah Jakarta Pusat. Jakarta.2007.tesis. 69. Merikangas KR, Nakamura EF, Kessler RC. Epidemiology of mental disorders
in
children
and
adolescents.
Dialogues
in
Clinical
Neuroscience.2009. 11(1) 7-20 70. Wadell C, Shepherd C. Prevalence of Mental Disorders in Children and Youth. Mheccu. 2002 71. Canino G, Shrout PE, Rubio-Stipec M, et al. The DSM-IV rates of child and adolescent disorders in Puerto Rico - prevalence, correlates, service use, and the effects of impairment. Arch Gen Psychiatry. 2004;61:85-93 72. Ford T, Goodman R, Meltzer H. The British child and adolescent mentalhealth survey 1999: The prevalence of DSM-IV disorders. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry. 2003;42:1203-1211. 73. Moskowitz JT, Wrubel J, Hult JR, Maurer S, Acree M. Illness Appraisals and Depression in the Frst Year after HIV Diagnosis. PLOSone. 2013 (10) vol 8:10 Bhatia R, Kallen MA, Graham J, Giordano TP. Persosns Newly diagnosed with HIV infection are at high risk for depression and poor linkage to care: results from the Steps Study. AIDS behav.2011 Agustus,15(6):1161-110 74. Steinberg L. Adolescent Development in Context.In Steinberg . Adolescence. 5th ed. Boston: Graw-Hill College,1999.4-11 75. Pataki CS. Normal Adolescence. In: Saddock BJ, Sadock VA ed. Kaplan & Sadock’s Comprehensive extbook of Psychiatry. 8th ed. Philadelphia: Lipincott Williams & Wilkins. 2005.3035-43 Steinberg L. Adolescent Development in Context.In Steinberg . Adolescence. 5th ed. Boston: Graw-Hill College,1999.4-11
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
71
Lampiran 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Kegiatan
November
Agustus –
November
Desember
2013
November
2014
2014
2014 Persiapan Penelitian Pengumpulan data Pengolahan data Pemaparan hasil
Lampiran 2. Anggaran Penelitian Tahap persiapan: Penelusuran kepustakaan dan fotokopi
Rp 500.000,-
Kuesioner
Rp 150.000,-
Tahap pelaksanaan: Tanda terima kasih/kenang-kenangan
Rp 1.500.000,-
Tahap penyelesaian: Penyusunan hasil penelitian
Rp 750.000,-
Lain-lain
Rp 1.000.000,-
Jumlah
Rp 4.000.000,-
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
72
Lampiran 3
Lembar Informasi Untuk Subyek Penelitian
Peneliti Utama
: dr. Shiely Tilie Hartadi
Alamat
: Departemen Psikiatri FKUI/RSCM Jl. Kimia II no. 35, Jakarta Pusat
Bapak/Ibu Yth, saat ini kami dari Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)/ RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM) sedang melakukan penelitian dengan judul “Gangguan Mental pada Anak dan Remaja dengan HIV dan Berbagai Faktor yang Berhubungan”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya prevalensi gangguan mental pada pasien anak dan remaja dengan HIV dan faktor-faktor yang berhubungan. Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi bagi klinisi mengenai besarnya prevalensi gangguan mental pada anak dan remaja dengan HIV, serta faktor yang berhubungan. Penelitian ini juga bermanfaat untuk meningkatkan pelayanan holistic dalam penanganan pasien anak dan remaja dengan HIV khususnya yang datang berobat ke Poliklinik RSCM. Adapun manfaat lain penelitian ini adalah untuk memebuka dan mengembangkan pelayanan yang lebih terpadu terutama pada pasien anak dan remaja dengan HIV. Apabila anda/anak anda/ anak yang saat ini dalam perawatan anda menderita HIV, maka kami mengundang anda dan anak anda untuk turut berpartisipasi dalam penelitian ini. Apabila anda berminat berpartisipasi dalam penelitian ini, anda akan menjalani beberapa prosedur berikut ini: 1. Wawancara untuk mengetahui data sosio-demografi. 2. Wawancara untuk menilai ada/masalah gangguan mental saat ini. Semua data yang anda berikan dalam pengisian kuesioner akan dijamin kerahasiaannya. Partisipasi anda dalam penelitian ini bersifat sukarela sehingga anda dapat mengundurkan diri dari penelitian ini kapan saja. Apabila anda bersedia untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian ini maka anda akan diminta menandatangani formulir surat persetujuan yang menyatakan bahwa anda telah
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
73
mendapat penjelasan tentang penelitian ini dan telah secara sukarela bersedia untuk berpartisipasi. Jika ada sesuatu yang belum jelas, dokter akan menjawab semua pertanyaan yang diajukan tentang penelitian ini. Untuk itu anda dapat menghubungi: dr. Shiely Tilie Hartadi, telp 087881502927. Terima kasih atas kerjasamanya.
Jakarta,.................................................... Peneliti
dr. Shiely Tilie Hartadi Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Psikiatri FKUI
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
74
PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN : “Gangguan Mental pada Anak dan Remaja dengan HIV dan berbagai Faktor yang Berhubungan”
Judul Penelitian
Nama Partisipan
: _____________________
Nama Orang tua/Wali :_____________________ Jenis kelamin
: _____________________
Tanggal lahir (usia)
: _____________________
1. Kami menegaskan bahwa kami telah membaca lembar informasi dan telah mendapat penjelasan mengenai penelitian diatas, dan kami telah mendapat kesempatan untuk mengajukan pertanyaan. 2. Kami memahami bahwa tidak ada efek samping atau komplikasi yang timbul dalam penelitian ini. 3. Saya memahami bahwa partisipasi kami dalam penelitian ini bersifat sukarela dan kami bebas mengundurkan diri setiap waktu. 4. Kami setuju untuk ikut serta dalam penelitian ini.
Jakarta,____________________ Orang tua/Wali,
Partisipan,
( ______________________ )
( __________________ ) Saksi,
( ______________________ )
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
75
Lampiran 4 DEFINISI OPERASIONAL
Jenis Kelamin
Usia
Definisi
Cara Pengukuran
Hasil Pengukuran
Skala Pengukuran
Jenis kelamin dibedakan antara laki-laki dan perempuan secara biologis, dan dibawa sejak lahir dengan sejumlah sifat dan psikologis yang diterima orang sebagai karakteristik laki-laki dan perempuan. Usia responden yang didapatkan berdasarkan tanggal lahir
Pengisian Kuesioner
1. Laki-laki 2. Perempuan
Kategorik
Pengurangan tahun pengukuran dalam tahun lahir berdasarkan ulang tahun terakhir Pengisian Kuesioner
1. 4-9 tahun (anak) 2. ≥10 tahun (remaja)
Kategorik
1. 2. 3. 4. 5. 9. 1. 2. 3. 4. 5.
Jawa Sunda Batak Betawi Minang Lain-lain Islam Kristen Katolik Hindu Budha
Kategorik
Suku
Suku anak menurut ayah kandungnya
Agama
Agama yang dianut/ diyakini
Wawancara
Daerah Tempat Tinggal
Alamat rumah dimana responden dan pelaku rawat bertempat tinggal dan menjalani kehidupan
Pengisian kuesioner
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jakarta Pusat Jakarta Timur Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Tangerang Bekasi Lainnya
Kategorik
Status Pendidikan
ataupun tingkat pendidikan terakhir yang telah ditempuh responden
Pengisian kuesioner
1. Saat ini sedang tidak sekolah 2. Saat ini sedang sekolah
Kategorik
Kategorik
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
76
Definisi
Cara Pengukuran
Hasil Pengukuran
Skala Pengukuran
Tingkat Pendidikan
Jenjang pendidikan yang ditempuh responden saat ini
Pengisian kuesioner
1. Belum sekolah 2. SD 3. SMP
Kategorik
Prestasi Belajar
Prestasi yang didapat oleh responden jika saat wawancara bersekolah
Pengisian kuesioner
1. Pernah tidak naik kelas 2. Selalu naik kelas 3. Belum sekolah
Kategorik
Memiliki Saudara Kandung
Jumlah saudara, yang dinyatakan dalam jumlah kakak dan adik yang dimiliki responden
Pengisian kuesioner
1. Tidak memiliki saudara kandung 2. Memiliki saudara kandung
Kategorik
Memiliki Saudara Kandung yang mengalami HIV
Status HIV saudara kandung responden
Pengisian kuesioner
1. Memiliki saudara Kategorik yang HIV positif 2. Tidak memiliki saudara yang HIV positif 3. Tidak diketahui
Indeks Pengukuran Massa Tubuh pertumbuhan fisik sesuai usia responden, berdasarkan perhitungan Indeks Massa Tubuh, dari data berat badan dan tinggi badan responden, yang diukur menggunakan kurva pertumbuhan menurut CDC
Pengisian kusioner
Data: Berat Badan (BB) Tinggi Badan (TB)
Masalah Status Gizi
Penghitungan berdasarkan kurva CDC
Adanya masalah pada kondisi gizi responden saat ini. Kelompok yang memiliki masalah status gizi/status gizi tidak normal adalah responden yang IMT/usia masuk dalam kategori underweight, overweight, dan obesitas
Kategorik
IMT/Usia:
1. 2. 3. 4.
Underweight Normal Overweight Obesitas
1. Status Gizi Normal 2. Status Gizi Tidak Normal
Kategorik
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
77
Definisi
Cara Pengukuran
Hasil Pengukuran
Skala Pengukuran
Terapi ARV
Jenis antiretroviral yang digunakan oleh responen saat ini, sesuai terapi yang diberikan oleh dokter Poliklinik Alergi Imunilogi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM
Pengisian Kuesioner
1. Lini 1 2. Lini 2
Kategorik
Mendapat Efavirens
Salah satu jenis antiretroviral yang saat ini diberikan oleh dokter Poliklinik Alergi Imunilogi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM
Pengisian kuesioner
1. Mendapat Efavirens 2. Tidak mendapat Efavirens
Kategorik
Mengetahui status HIV
Pengetahuan/mengetahu i status terhadap responden mengenai status HIV positif.
Wawancara terhadap pelaku rawat
1. Mengetahui status, usia saat mengetahui status status_________ 2. Tidak mengetahui status
Kategorik
Viral load
Jumlah virus yang didapatkan dari hasil pemeriksaan Viral load
Data Rekam Medis
1. Viral load Tinggi 2. Viral load tidak terdeteksi 3. Tidak diketahui
Kategorik
Infeksi Oportunistik
menunjukkan adanya infeksi yang memperberat kondisi HIV responden, dan telah ditetapkan oleh dokter yang bertugas di dinilai berdasarkan dinilai berdasarkan stadium klinis HIV yang telah ditetapkan oleh dokter yang bertugas di Divisi Alergi Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM
Data Rekam Medis
1. Ada infeksi oportunistik 2. Tidak ada infeksi oportunistik
Kategorik
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
78
Definisi
Cara Pengukuran
Hasil Pengukuran
Skala Pengukuran
Stadium Klinis HIV
Penilaian berdasarkan dinilai berdasarkan stadium klinis HIV yang telah ditetapkan oleh dokter yang bertugas di Divisi Alergi Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM
Data Rekam Medis
1. Infeksi Akut (Stadium 1) 2. Fase Klinis Laten (Stadium 2 dan 3) 3. AIDS (stadium 4)
Kategorik
Pelaku Rawat Utama
Pelaku rawat yang saat ini tinggal dan mengasuh pasien, dapat berupa kedua orang tua, salah satu orang tua, ataupun kerabat lain
Pengisian kuesioner
1. 2. 3. 4.
Kategorik
Usia Pelaku Rawat
Usia berdasarkan tahun kelahiran ataupun ulang tahun terakhir
Pengisian kuesioner
Usia____________tahu n
Numerik
Status Orang Tua
Adanya ayah ataupun ibu dari responden
Pengisian kuesioner
1. Orang tua tidak lengkap/tidak ada: Orang tua tunggal Tidak ada kedua orang tua 2. Orang tua lengkap
Kategorik
Status HIV Orang Tua
Adanya orang tua yang juga mengalami HIV
Pengisian kuesioner
Terdapat Keluarga yang Meninggal karena HIV
Adanya anggota keluarga inti, ataupun anggota keluarga yang memiliki hubungan dekat dengan responden yang meninggal karena kondisi HIV
Pengisian kuesioner
1. Salah satu orang tua Kategorik HIV positif 2. Kedua orangtua HIV positif 1. Ada keluarga yang Kategorik meninggal karena HIV 2. Tidak ada keuarga yang meninggal karena HIV
Status Ekonomi
Pendapatan per kapita keluarga per bulan yang dihitung berdasarkan jumlah penghasilan total keluarga dibagi dengan jumlah anggota keluarga yang dibiayai dalam keluarga
Pengisian Kuesioner
1. 2. 3. 4. 5.
Kakek/ Nenek Paman/ Bibi Ayah/ Ibu Bukan keluarga, yaitu__________
Miskin Rendah Menengah Menengah atas Atas
Kategorik
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
79
Lampiran 5 Formulir Data Demografis Subyek
Tanggal Pengisian
: ..........................
Cara pengisian instrumen: Isilah penilaian anda pada kolom yang disediakan.
Pasien Bagian ini dapat diisi oleh pelaku rawat/pendamping, atau diisi sendiri untuk anak diatas 12 tahun.
Nama Lengkap
: ..............................................................................
Usia
: ........................... tahun;
Jenis kelamin: ...... ......
Tempat tanggal lahir............................................ ......... ........................... Alamat
: .................................................... No. ..... RT. ..... RW. .... Kelurahan .................................. Kecamatan .................... No. Telepon (yang dapat dihubungi) : ...............................
Suku
: 1. Jawa 2. Sunda 3. Batak
4. Betawi
5. Minang
9. Lain-lain Agama
: 1. Islam 2. Kristen 3. Katolik 4. Hindu 5. Budha 9. Lain-lain
Pendidikan
: A. Saat ini masih bersekolah B. Saat ini tidak bersekolah Pendidikan terakhir/saat ini: 1. Belum/Tidak pernah sekolah
2. SD, kelas..........
3. SMP, kelas....... Prestasi Akademik : 1. Pernah tidak naik kelas
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
80
2. Selalu naik kelas 3. Belum/tidak pernah bersekolah Jumlah Saudara
: Anak ke ............... dari ....................... anak
Status HIV Saudara: 1. Ada saudara kandung yang mengalami HIV 2. Tidak ada saudara kandung yang mengalami HIV
Pelaku Rawat Saat ini: 1. Ayah dan Ibu 4. Kerabat lain
2. Ayah
3. Ibu
5. Petugas sosial
6. Lainnya, sebutkan...................................... Terapi Antiretroviral : 1. Lini 1
2. Lini 2
Jenis ARV: ..........................................................................
Orang Tua/Pelaku Rawat Bagian ini diisi oleh pelaku rawat/pendamping pasien
Nama Lengkap Ayah : ............................................................................ Nama Lengkap Ibu : .............................................................................. Nama Lengkap Pelaku Rawat : .............................................................. Usia Pelaku Rawat : ............................. tahun Hubungan pelaku rawat: 1. Kakek/ Nenek 2. Paman/ Bibi 3. Ayah/ Ibu 4. Bukan keluarga, yaitu ...................................... Keadaan Ayah
: 1. Masih ada, usia saat ini ................ 2. Sudah Meninggal, tahun .................., usia..................... Bila sudah meninggal, penyebab meninggal terkait:
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
81
A. HIV
Keadaan Ibu
B. Bukan HIV
: 1. Masih ada, usia saat ini........................ 2. Sudah Meninggal, tahun ..................., usia ................... Bila sudah meninggal, penyebab meninggal terkait: A. HIV
B. Bukan HIV
Status Ekonomi dan Penghasilan: 1. < Rp 200.000,-/ orang / bulan
2. Rp 200.000,- sampai Rp500.000,-/orang/ bulan 3. Rp 500.000,- sampai Rp 1.500.000,-/orang/bulan 4. Rp 1.500.000,- sampai Rp 6.000.000,-/orang/bulan 5. > Rp6.000.000,-/orang/bulan
STATUS BIOLOGIS Diisi oleh peneliti berdasarkan data rekam medis
No. Responden
: ..........................
Tanggal Pengisian
: ..........................
Berat Badan
: …………………….. kg
Tinggi Badan
: ……………………..cm
Status HIV
: 1. Mengetahui status HIV, usia saat mengetahui ………… 2. Tidak Mengetahui Status HIV
Viral load
: 1. Virulensi Tinggi
2. Virulensi Rendah
3. Tidak diketahui
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
82
Infeksi Oportunistik : 1. Ada infeksi oportunistik 2. Tidak ada infeksi Oportunistik Stadium Klinis
: 1. Infeksi Akut
2. Fase Klinis Laten 3. AIDS
HIV orang tua
: 1. Salah satu orang tua mengalami HIV, yaitu ……… 2. Keduanya mengalami HIV
Anggota keluarga yang meninggal karena HIV : 1. Ada anggota keluarga yang meninggal karena HIV 2. Tidak ada anggota keluarga yang meninggal karena HIV
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
83
Lampiran 6 Strengths and Difficulties Questionnaire (4-10 years)
Untuk setiap pernyataan, beri tanda pada kotak Tidak Benar, Agak Benar atau Benar. Akan sangat membantu kami apabila anda mau menjawab semua pernyataan sebaik mungkin meskipun anda tidak yakin benar. Berikan jawaban anda menurut perilaku anak itu selama enam bulan terakhir atau selama tahun ajaran ini Nama : …………………………………………
laki-laki/perempuan
Tanggal lahir (umur) : ……………..
Tgl pengisian : Tanda tangan: Kode*
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Dapat memperdulikan perasaan orang lain Gelisah, terlalu aktif, tidak dapat diam untuk waktu lama Sering mengeluh sakit kepala, sakit perut atau sakit-sakit lainnya Kalau mempunyai mainan, kesenangan, atau pensil, anak bersedia berbagi dengan anak-anak lain Sering sulit mengendalikan kemarahan Cenderung menyendiri, lebih suka bermain seorang diri Umumnya bertingkah laku baik, biasanya melakukan apa yang disuruh oleh orang dewasa Banyak kekhawatiran atau sering tampak khawatir Suka menolong jika seseorang terluka, kecewa atau merasa sakit Terus menerus bergerak dengan resah atau menggeliat-geliat Mempunyai satu atau lebih teman baik Sering berkelahi dengan anak-anak lain atau mengintimidasi mereka Sering merasa tidak bahagia, sedih atau menangis Pada umumnya disukai oleh anak-anak lain Mudah teralih perhatiannya, tidak dapat berkonsentrasi Gugup atau sulit berpisah dengan orang tua/pengasuhnya pada situasi baru, mudahkehilangan rasa percaya diri Bersikap baik terhadap anak-anak yang lebih muda Sering berbohong atau berbuat curang Diganggu, di permainkan, di intimidasi atau di ancam oleh anak-anak lain Sering menawarkan diri untuk membantu orang lain (orang tua, guru, anak-anak lain) Sebelum melakukan sesuatu ia berpikir dahulu tentang akibatnya Mencuri dari rumah, sekolah atau tempat lain Lebih mudah berteman dengan orang dewasa daripada dengan anak-anak lain Banyak yang ditakuti, mudah menjadi takut Memiliki perhatian yang baik terhadap apapun, mampu menyelesaikan tugas atau pekerjaan, rumah sampai selesai
Tidak benar
Agak benar
Pr 1 H1 E1 Pr 2 C1 P1 C2 E2 Pr 3 H2 P2 C3 E3 P3 H3 E4 Pr 4 C4 P4 Pr 5 H4 C5 P5 E5 H5
E = emotional; C = conduct problems; H = hyperactivity; P = peer problems; Pr = prosocial (kekuatan mental anak)
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Benar
84
Strengths and Difficulties Questionnaire (11-18 years)
Untuk setiap pernyataan, beri tanda () pada kotak kolom sesuai dengan pilihan anda, sebagaimana terjadi pada dirimu selama enam bulan terakhir ( semua harus dijawab !!) Nama : …………………………………………
laki-laki/perempuan
Tanggal lahir (umur) : ……………..
Tgl pengisian : Tanda tangan: Kode*
26. Saya berusaha bersikap baik kepada orang lain. Saya peduli dengan perasaan mereka 27. Saya gelisah, saya tidak dapat diam untuk waktu lama 28. Saya sering sakit kepala, sakit perut atau macam2 sakit lain 29. Kalau saya memiliki mainan CD atau makanan saya biasanya berbagi dengan orang lain 30. Saya menjadi sangat marah dan sering tidak bisa mengendalikan kemarahan saya 31. Saya lebih suka sendirian daripada bersama dengan orang-orang yang seumur saya 32. Saya biasanya melakukan apa yang diperintahkan oleh orang lain 33. Saya banyak merasa cemas atau khawatir terhadap apapun 34. Saya selalu siap menolong jika ada orang terluka, kecewa atau merasa sakit 35. Bila sedang gelisah atau cemas badan saya sering bergerak-gerak tanpa saya sadari 36. Saya mempunyai satu teman baik atau lebih 37. Saya sering bertengkar dengan orang lain. Saya dapat memaksa orang lain melakukannya apa yang saya inginkan 38. Saya sering merasa tidak bahagia, sedih atau menangis 39. Orang lain seumur saya pada umumnya menyukai saya 40. Perhatian saya mudah teralihkan. Saya sulit memusatkan perhatian pada apapun 41. Saya merasa gugup dalam situasi baru. Saya mudah kehilangan rasa percaya diri 42. Saya bersikap baik pada anak-anak yang lebih muda dari saya 43. Saya sering dituduh berbohong atau berbuat curang 44. Saya sering diganggu atau dipermainkan oleh anak-anak atau remaja lainnya 45. Saya sering menawarkan diri untuk membantu orang lain, orang tua, guru atau anak-anak 46. Sebelum melakukan sesuatu saya berpikir dahulu tentang akibatnya 47. Saya mengambil barang yang bukan milik saya dari rumah, sekolah, atau darimana saja 48. Saya lebih mudah berteman dengan orang dewasa daripada dengan orang-orang seumur saya 49. Banyak yang saya takuti. Saya mudah menjadi takut 50. Saya menyelesaikan pekerjaan yang sedang saya lakukan. Saya mempunyai perhatian yang baik terhadap apapun
Tidak benar
Agak benar
Pr 1 H1 E1 Pr 2 C1 P1 C2 E2 Pr 3 H2 P2 C3 E3 P3 H3 E4 Pr 4 C4 P4 Pr 5 H4 C5 P5 E5 H5
E = emotional; C = conduct problems; H = hyperactivity; P = peer problems; Pr = prosocial (kekuatan mental anak)
Universitas Indonesia
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Benar
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015
Gangguan Mental..., Shiely Tilie Hartadi, FK UI, 2015