Gangguan Kesehatan Karang di Wilayah Perairan Cagar Alam Sempu, Kabupaten Malang, Jawa Timur Compromised Health on Coral at Sempu Nature Reserve Malang Regency East Java Oktiyas Muzaky Luthfi1 ; Lapyasonta Naradiarga 1 dan Alfan Jauhari2 Science University of Brawijaya Malang, Jl. Veteran Malang 2 Fisheries Resources Utilization University of Brawijaya Malang, Jl. Veteran Malang 1 Marine
email :
[email protected]
ABSTRAK Pulau Sempu (122o 45’ 32” – 112o 47’ 30” BT; 8o 25’ – 8o 30’ LS) merupakan kawasan cagar alam yang dibangun sejak pemerintahan colonial Belanda. Pulau ini dipisahkan dengan Pulau Jawa dengan sebuah selat kecil bernama selat Sempu. Tutupan karang di kawasan cagar alam ini hanya berkisar 22% atau termasuk dalam kategori rusak. Kondisi kesehatan karang pada suatu lokasi merupakan salah satu indikator kualitas lingkungan perairan dan lingkungan disekitarnya. Lingkungan disekitar P Sempu diduga memberikan kontribusi dalam kesehatan karang dikawasan ini adalah sedimentasi yang berasal dari perbukitan, aliran sungai, kegiatan pariwisata dan perikanan tangkap. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat prevelensi ancaman kesehatan karang yang berpotensi sebagai vektor penyakit karang. Pengambilan data dilakukan pada lima stasiun pengamatan menggunakan transek kuadran (belt transect) 1x50 meter tegak lurus dengan garis pantai dan kemudian karang diidentifikasi sampai level genus dan dicatat semua gangguan yang menyebabkan ancaman pada karang disetiap sub plotnya (50x50 cm). Dari hasil survey didapatkan ancaman kesehatan karang tertinggi di stasiun pengamatan 3 (Teluk Semut) sebesar 15, 24% dan ancaman kesehatan terendah pada stasiun 5 (Watu Meja 2) sebesar 8,24%. Pada tingkat family Acroporidae memiliki persentase 1,36%; Dendraphyllidae sebesar 0,56%; Euphyllidae sebesar 0,06%; Faviidae sebesar 2,36%; Milleporidae sebesar 0,12%; Mussidea sebesar 0,25%; Pocilloporidae sebesar 0,37%; dan Poritidae sebesar 8,21%. Ancaman terhadap kesehatan karang berasal dari lingkungan sekitar perairan akan mengakibatkan karang dalam kondisi stress dan memungkinkan akan munculnya penyakit yang menyerang karang di sekitar perairan P. Sempu. Tren kenaikan prevelensi penyakit karang di kawasan Indo-Pasifik juga bertambah dari tahun ketahun. Untuk tindakan selanjutnya perlu kerja sama dari berbagai pihak agar kondisi terumbu karang di perairan cagar alam P. Sempu ini terus lestari. Kata kunci: Ancaman kesehatan, Pulau Sempu, Penyakit karang, prevelensi penyakit dan Karang ABSTRACT Sempu Island was stated as nature reserve in south Java by Dutch colonial in 19 century and recently the village adjacent that island became one of bigger tuna fishing in Java Island. Survey on coral compromised health became urgent to be done due to can be measure condition of water and natural conditions in terrestrial area. Live coral cover percentage on Sempu Island was 22% that means coral reef being in the pressure. Pressure or threat might be came from load sedimentation from terrestrial, run off river, sport water tourism and fishing activities. In light of these the aim this study was to quantify prevalence of compromised health affecting coral on these reefs. Five sites were surveyed using 1x50 belt transect perpendicular with shore line. Coral were identified on genus level and noted compromised health within 50x50 cm in belt transect area. Compromised health prevalence was high in station 3 (Teluk Semut) as 15.24% and the lowest found at station 5 (Watu Meja 2) as 8.24%. Compromised health also affected on 8 coral families, they were Acroporidae (1.36%); Dendrophyllidae (0.56%); Euphyllidae (0.06%); Faviidae (2.36%); Milleporidae (0.12%); Mussidae (0.25%); Pocilloporidae (0.37%) and Poritidae (8.12%). The major threats were influenced of coral health came from sediments and in some cases sediment load pathogens from terrestrial known as vector of coral disease. Increasing number of coral disease prevalence in Indo-Pacific area was concerned by scientist. Information of coral compromised health on local area are needed for stake holder and managements to be a base line for policy decisions. Key words: Compromised Health, Sempu Island, Coral disease, Disease prevalence and Coral i
1. Latar Belakang Global warming dan perubahan iklim global membawa banyak dampak perubahan pada biota laut. Kenaikan temperature air laut juga menjadi factor pembatatas dari penyebaran biota laut yakni terbatasnya sebaran larva, peningkatan metabolism pada berbagai biota dan peningkatan stress pada biota. Selain itu peningkatan jumlah virulence dan semakin banyaknya penyakit juga merupakan efek dari terjadinya pemanasan global ini (Sanford, 1999; Harvel et al, 2002). Karang adalah spesies penyusun utama dari ekosistem terumbu karang, mereka memiliki struktur yang komplek yang menyediakan tempat berlindung, penyedia makanan bagi ribuan organisme yang berasosiasi dengan ekosistem ini (Idjadi dan Edmunds, 2006). Berkurangya sebaran karang akan menyebabkan berkurangnya biodiversitas terumbu juga. Penelitian di Great Barrier reef Australia menunjukkan ada korelasi positip antara kenaikan suhu permukaan air laut dengan penyebaran prevelansi penyakit karang (Willis et al., 2004). Lingkungan memegang peran penting bagi meningkatnya jumlah pathogen didalam perairan, seperti contoh peningkatan jumlah nutrient (termasuk nitrogen dan pospor) dapat meningkatkan kemampuan pathogen dan virus menginfeksi penyakit pada biota inang (Harvell et al., 2002). Perairan cagar alam Pulau Sempu atau sering disebut selat Sempu memiliki ekosistem terumbu karang kurang dari 10 ha. Pada tahun 2006 terjadi reklamasi pada tempat pendaratan ikan di Sendang Biru (berhadapan dengan P. Sempu dan terletak kurang dari 1 km) untuk meningkatkan status tempat pendaratan ikan menjadi pelabuhan nusantara. Reklamasi dilakukan selama 3 tahun dan banyak sedimen mempengaruhi kesehatan ekosistem terumbu karang di perairan Sempu. Peningkatan jumlah penduduk juga akan mempengaruhi jumlah bahan organik yang berada diperairan Sempu. Kegiatan lain yang diduga dapat mengancam kesehatan karang wilayah tersebut adalah adanya wisata air (mancing, snorkeling, dan diving), penggantian tanaman keras dihutan dengan tanaman musiman serta kegiatan perikanan (membuang oli di perairan secara langsung). Semua factor diatas berpotensi terhadap penurunan kondisi kesehatan terumbu karang di lingkungan P. Sempu yang tentu akan menggangu kesehatan karang di wilayah tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat prevelensi ancaman kesehatan karang yang berpotensi sebagai vektor penyakit karang di perairan Sendang Biru, Malang Selatan, Jawa Timur. 2.
Metodologi
2.1. Lokasi Penelitian
1
Gambar 1. Lokasi Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Maret - April 2014 di perairan Selat Sempu, Sendang Biru Kabupaten Malang (Malang Selatan). Stasiun penelitian ditentukan menggunakan purposive sampling dengan mempertimbangkan keberadaan terumbu karang di perairan tersebut. Stasiun 1 (Kondang Buntung (depan)); stasiun 2 (Teluk Semut 1); stasiun 3 (Teluk Semut 2); stasiun 4 (Watu Mejo 1) dan stasiun 5 (Watu Mejo 2). 2.2. Teknik Pengambilan Data Penyakit Karang
Pengambilan data penyakit karang menggunakan metode transek sabuk (belt transect) 1x50 meter (English et al., 1997). Untuk memudahkan pengamatan kami menggunakan kuadran transek 1x1 m dengan 4 sub-plot 50x50 cm. Transek kemudian diletakkan ditengah line transek sepanjang 50 m. Transek diletakkan pada kedalaman 3-5 m sejajar dengan garis pantai mengikuti pola tumbuh dari karang di perairan Sendang Biru yang hidup pada kedalaman ini. Kemudian dilakukan pencatatan spesies karang dan lesi gangguan kesehatan karang pada setiap sub-plot transek dan untuk efisiensi waktu dan biaya juga dilakukan pengambilan gambar pada setiap sub-plot menggunakan kamera digital bawah air Canon Powershoot G-12 (Jepang). Data yang terkumpul diidentifikasi menggunakan piranti lunak pengolah gambar Image-J versi 0.50 (NIH, Amerika). Lesi gangguan kesehatan karang dan segala anomaly yang ada selanjutnya dianalisa menggunakan deskripsi yang dijelaskan oleh Raymundo et al (2008) dan Beeden et al., (2008). Data fisika-kimia perairan diambil dari kedalaman 1-8 m
2
dimana karang masih ditemukan di selat Sempu menggunakan AAQ-1183 (Alec, Jepang). 2.3. Prevelensi Gangguan Penyakit Karang
Prevelensi gangguan penyakit karang didapat persamaan sebagai berikut (Raymundo et al.,, 2008):
Dimana :
dengan
menggunakan
𝑎 𝑥 100% 𝐴 P = Prevelensi karang a = Total penyakit karang (unit) A = Total karang keseluruhan (unit)
3.
Hasil Penelitian
Gangguan/Ancaman Kesehatan Karang (Compromised Health) Berdasarkan hasil penelitian ada dua tipe yang mengganggu kesehatan karang di perairan P. Sempu yaitu kompetisi (competition) dan sedimentasi (sediment damage). Pada gambar 2 ditunjukkan jenis karang Goniastrea aspera terkena sedimen sehingga yang menyebabkan tertutupnya polip karang sehingga sistem metabolisme pada karang terhambat. Selain itu sedimen yang terakumulasi tinggi pada tubuh karang menyebabkan hilangnya jaringan tissue pada tubuh karang yang menyebabkan kematian. Sedangkan bentuk lain dari gangguan kesehatan karang yaitu adanya kompetitor pada karang. Pada perairan di P. Sempu competitor berasal dari sponge, cyanobacteria, alga merah, dan cacing pipih.
Gambar 2. Ancaman kesehatan karang karena sedimentasi
3
Prevelansi Compromised Health (Gangguang Kesehatan) pada karang di Peraian Sendang Biru
18 15.24
16
Prevelance (%)
14
13.79
12
10.300
10
8.24
7.35
8
6 4 2 0
KB(D)
TS1
TS2
WM1
WM2
Stasiun
Gambar 3. Prevelansi ancaman kesehatan karang. CH: Compromised Health; KB(D): Kondang Buntung (depan); TS1: Teluk Semut1; TS2: Teluk Semut2; WM1: Watu Mejo1 dan WM2: Watu Mejo2; Gambar 3 menunjukkan prevelensi gangguan kesehatan karang (Compromised Health) pada semua stasiun, prevelansi tertinggi didapatkan pada TS2 (15, 24%) dan terendah pada WM2 (7,35%).
4
Prevelance (%)
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
8.21
2.35 1.36
0.00
0.56
0.06
0.37 0.00 0.00 0.12 0.25 0.00 0.00
Coral Family
Gambar 4. Grafik Persentase Ancaman Kesehatan Karang pada Tingkat Famili Karang Gambar 4 menunjukkan Poritidae merupakan family yang paling terdampak dan terancam dengan prevelensi sebesar 8,21%, kemudian diikuti oleh Faviidae (2,35%), Acroporidae (1,36%) dan Dendrophyllidae (0,56%). Tutupan karang hidup di perairan P. Sempu adalah 22,83% atau berkategori rusak (Tabel 1). Tutupan tertinggi dapat ditemukan pada stasiun TS1 (41,88%) dan terendah ditemukan pada WM2 (5,73%). Tabel 1. Persentase Tutupan Karang Hidup di Perairan P. Sempu % Tutupan Karang No Station Hidup 1 2 3 4 5
KB(D) WM1 WM2 TS1 TS2
21.73 31.52 5.73 41.88 13.29
Rata-rata (SE)
22.83±14.34
Parameter Oseanografi di Perairan P. Sempu Tabel 2. Kondisi Fisika-Kimia Oseanografi Perairan Parameter Air Nama No Suhu Salinitas DO Kedalaman Stasiun pH o ( C) (‰) (mg/l) (m) 1 KB (D) 27,42 34,2 9,31 8,56 1-8 2 WM 1 27,25 34,1 8,92 8,50 1-8 3 WM 2 28,41 34,09 9,17 8,33 1-8 4 TS 1 27,95 34,12 9,41 8,48 1-8 5 TS 2 27,83 34,06 9,36 8,35 1-8
Kecerahan (m) 12,7 8,97 8,29 10,41 9,31
5
Tabel 2 menggambarkan kondisi perairan P. Sempu pada setiap stasiun penelitian dimana suhu berkisar antara 27,25 – 28,41oC. Suhu tertinggi terdapat pada stasiun Watu Meja 2, sedangkan suhu terendah terdapat pada stasiun Watu Mejo 1. Salinitas berkisar antara 34,06 – 34,20‰. Salinitas tertinggi terdapat pada stasiun Kondang Buntung (depan), sedangkan terendah pada stasiun Teluk Semut 2. Nilai DO berkisar antara 8,92 – 9,41mg/l, tertinggi ditemukan pada stasiun Teluk Semut 1 sedangkan terendah ditemukan pada stasiun Watu Mejo 1. Nilai pH berkisar antara 7,80 – 8,56. pH tertinggi ditemukan pada stasiun Kondang Buntung (depan) sedangkan terendah pada stasiun Watu Mejo 2. Kecerahan pH berkisar antara 5,50 – 12,70 meter. Kecerahan dengan angka tertinggi terdapat pada stasiun Kondang Buntung (depan) sedangkan kecerahan dengan angka terendah terdapat pada stasiun Watu Mejo 2. 4.
Pembahasan
Gangguan Ancaman Kesehatan Karang dan Prevelensinya Sedimentasi di perarian P. Sempu berasal dari daratan yang terbawa aliran hujan dan run off sungai yang berada disekitar P. Sempu. Pada waktu muson barat (Oktober-April) air hujan akan membawa banyak sediment dari daerah perbukitan yang berada disebelah utara P. Sempu, perbukitan diarea tersebut beralih fungsi dari bukit dengan tanaman tahunan diganti dengan bukit dengan taaman musiman (pisang, ketela dan jagun), akar dari pohon musiman tidak terlalu baik menahana laju sedimen ketika hujan. Disamping sedimen run off air hujan juga membawa nutrient juga pathogen yang berasal dari lahan pertanian disekitar P. Sempu. Prevelansi ancaman kesehatan karang di Kondang Buntung (depan) dan Teluk Semut 2 dibandingkan stasiun lainnya, dikarenakan ada muara sungai besar terletak diseberang ke dua stasiun tersebut yang membawa banyak sedimen (river plume). Karang yang mendominasi pada Kondang Buntung (depan), Teluk Semut 1 dan 2 berasal dari Poritiid dan Faviid, sehingga pada Gambar 4 terlihat family Poritidae dan Faviidae paling besar mendapatkan dampak (susceptible coral) dari sedimentasi. Fabricius (2005) menyatakan sedimentasi akan menyebabkan kematian pada sebagian koloni karang karena polip karang tertutup sedimen, meningkatka jumlah competitor (alga dan sponge), menurunnya rekruitmen karang yang pada akhirnya terjadi pergantian komunitas karang (past-shift coral community structure) dari karang keras ke dominasi sponge dan alga. Harvell et al, 2007 juga menyatakan bahwa salah satu factor abiotic yang dapat merusak karang dan menjadi ancaman kesehatan bagi karang adalah sedimentasi. Akibat sedimen yang menutupi polip karang maka jumlah zooxanthellae yang hidup pada jaringan tisu karang akan berkurang, karang akan memerlukan banyak energy untuk menghilangkan sedimen dari permukaan koloninya dengan mengeluarkan mucus atau menggerakkan tentakelnya lebih sering, apabila sedimentasi berlangsung terus polip yang tertutup sediment akan memutih (bleaching) dan tercipta lesi (seperti bekas luka berwarna putih, merah atau ungu), kemudian biasanya bagian tersebut akan mati dan akan ditumbuhi oleh alga. Alga sendiri adalah competitor ruang paling aktif menyerang karang hidup (Jones et al., 2004; Fabricius, 2005; Jompa and McCook, 2002). Sebelah utara P. Sempu merupakan area perbukitan yang sekarang berupa ladang pertanian. Penggunaan pupuk untuk menjaga kesuburan tanah ternyata
6
berdampak pada meningkatnya kandungan nitrat bru(NO 3-), ammonia (NH3 ), Amonium (NH4 +) dan pospat (PO 4 3-) dalam perairan. Apabila nutrient didalam perairan meningkat maka akan terjadi peningkatan pertumbuhan alga di suatu perairan (Sceffer et al., 2001). Alga merupakan competitor dan dengan meningkatnya alga akan mengancam kesehatan karang. Secara langsung meningkatnya nutrient akan meningkatkan jumlah zooxanthella pada tubuh karang namun akan mengganggu respirasi dari karang dan berdampak pada berkurangnya kecepatan kalsifikasi karang (Fabricius, 2005). Ancaman gangguan kesehatan karang dapat berasal dari lingkungan fisika oseanografi lingkungan perairain, penintkatan suhu muka air laut akan mengakibatkan meningkatkan jumlah vibrio yang dapat mengakibatkan pemutihan pada karang (bleaching) (Bourne et al., 2007). Polutan dan kegiatan yang bersifat antropogenik akan mengganggu keseimbangan antara holobion (karang) dan berbagai biota didalamnya (zooxanthellae dan bakteri). Sedimen akan memicu karang mengeluarkan mucus dan akan merubah komposisi bakteri di jaringan atas karang (surface mucus layer), sedangkan tingginya nutrient akan memicu percepatan pertumbuhan bakteri tersebut, juga meningkatkan pertumbuhan alga kompetitor (Harvell et al., 2007). Morfologi coral massive seperti Porites dan Goniastrea yang membulat dan melebar, akan mudah terpengaruh oleh sedimentasi. Sedimen akan dengan mudah masuk kedalam polip dan menutupinya sehingga karang tidak bisa optimal memproduksi makanan, selain itu karang jenis Porites memang termasuk karang yang rentan terhadap penyakit, dilaporkan bahwa karang porites banyak terkena penyakit porites ulcerative white syndrome diperairan Filipina (Raymundo et al., 2005). Karang dari family Acroporidae juga rentan terhadap gangguan lingkungan. Acropora di stasiun WM1 terlihat berkompetisi dengan alga, terlihat percabangan yang berada dibawah mati karena sedimen dan kemudian diumbuhi alga, kerentanan ini sama dengan yang dilaporkan Willis et al., (2004) bahwa Acroporidae merupakan family yang rentan terhadap penyakit dan gangguan kesehatan karang di wilayah Great Barrier Reef. Rerata prevalensi ganggun kesehatan karang diperairan P. Sempu adalah 10,98%, berarti ada kurang lebih 1 ha karang di P. Sempu mendapatkan gangguan kesehatan dan berpotensi dapat menjadi penyakit karang (coral disease).
5.
Kesimpulan
Perairan P. Sempu dalam dekade terakhir secara umum tertekan oleh kondisi alam dan antropogenik. Sedimentasi dan nutrient berperan dalam meningkatkan ancaman terhadap kesehatan karang. Tingginya tingkat prevelansi ancaman kesehatan karang di perairan ini akan selalu meningkat setiap tahunnya apabila tidak ada solusi bersama dari semua pemangku kepentingan untuk membicarakannya secara komprehensif. Ancaman kesehatan karang akan meningkat dan akan memicu timbulnya penyakit karang di parairan ini. Ucapan Terima Kasih Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa yang tergabung dalam Kelompok Studi Terumbu Karang (Acropora) dan Fisheries
7
Diving Club (FishDic) yang telah banyak membantu pengambilan data dilapangan. Juga kami ucapkan terima kasih kepada Ditjen DIKTI, Kepmendikbud, yang telah mendanai penelitian ini melalui DIPA Universitas Brawijaya Nomor: 023.04.2.414989/2014.
DAFTAR PUSTAKA
Beeden, R., Willis, B.L., Raymundo, L.J., Page, C.A., and Weil, E. 2008. Underwater Cards for Assessing Coral Health on Indo-Pacific Reef. CRTR Program Project Executing Agency, Center for Marine Studies. The University of Queensland. Australia Bourne, D., Iida, Y., Uthicke, S., & Smith-Keune, C. 2007. Changes in coralassociated microbial communities during a bleaching event. The ISME English, S., C. Wilkinson, V. Baker. 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources. – Australia Marine Science Project Living Coastal Resources. Australia. Fabricius, K. E. 2005. Effects of terrestrial runoff on the ecology of corals and coral reefs: review and synthesis. Marine pollution bulletin, 50(2), 125-146. Harvell CD, Mitchell CE, Ward JR, Altizer S, Dobson AP, et al. 2002. Climate warming and disease risks for terrestrial and marine biota. Science 296: 2158–2162. Harvell D, Eric JD, Susan M, Eugene R, Laurie R, Garriet S, Ernesto W, and Willis B. 2007. Coral disease, environmental drivers, and the balance between coral and microbial associates. Oceanography 20: 172-195. Idjadi JA, Edmunds PJ. 2006. Scleractinian corals act as facilitators for other invertebrates on a Caribbean reef. Mar Ecol Prog Ser 319: 117– 127. Jompa, J., & McCook, L. J. 2002. Effects of competition and herbivory on interactions between a hard coral and a brown alga. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology, 271(1), 25-39. Jones, R. J., Bowyer, J., Hoegh-Guldberg, O., & Blackall, L. L. 2004. Dynamics of a temperature-related coral disease outbreak. Marine Ecology Progress Series, 281, 63-77.
8
Raymundo, L. J., Rosell, K. B., Reboton, C. T., & Kaczmarsky, L. 2005. Coral diseases on Philippine reefs: genus Porites is a dominant host. Diseases of Aquatic Organisms, 64(3), 181-191. Raymundo, L.J., Couch, C.S. and Harvell, C.D. 2008. Coral Disease Handbook: Guidelines for Assessment, Monitoring & Management. Coral Ref Targeted Research and Capacity Building for Management Program. The University of Queensland. Australia. Scheffer, M., Carpenter, S., Foley, J. A., Folke, C., & Walker, B. 2001. Catastrophic shifts in ecosystems. Nature, 413(6856), 591-596. Veron, J E N. 1995. Corals In Space And Time: The Biogeography Evolution Of The Scleractinia. Cornell University Ithaca, USA
And Press.
Westmacott, Susle. et al. 2004. Pengelolaan Terumbu Karang Yang Telah Memutih Dan Rusak Kritis. Cambridge: IUCN Publication Service Willis BL, Page CA, Dinsdale EA. 2004. Coral disease on the Great Barrier Reef. In: Rosenberg E, Loya Y, editors. Coral health and disease. Berlin: Springer-Verlag. pp. 69–104
9