Pertumbuhan karang foliose (daun) Leptoseris yabei pada taman karang di Cagar Alam Pulau Sempu, Malang Development of Coral Foliose Leptoseris yabei on Coral Garden Program at Sempu Nature Reserve Malang Oktiyas Muzaky Luthfi1 dan Novita Nurmalasari1 1 Marine
Science University of Brawijaya Malang, Jl. Veteran Malang , 65145, Indonesia email :
[email protected]
ABSTRAK Terumbu karang diseluruh dunia menghadapi permasalahan yang sama yakni kerusakan yang disebabkan oleh dua factor yaitu perubahan iklim dan perilaku manusia (anthropogenic). Lima kegiatan manusia yang menjadi penyebab kerusakan terumbu karang, yaitu: penangkapan ikan berlebih, kegiatan pariwisata, pembuangan limbah, penambangan terumbu dan penebangan hutan di lahan atas. Kegiatan restorasi diartikan sebagai pemulihan kondisi ekosistem seperti kondisi semula. Karang keras sebagai penyusun utama terumbu karang banyak ditemukan di selat Sempu dengan persen tutupan sebesar 22%. Dari kondisi inilah pada tahun 2013 diinisiasi kegiatan restorasi terumbu karang dengan membuat sebuah taman karang (coral garden). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertambahan luas, pertambahan polip, dan laju pertumbuhan karang foliose Leptoseris yabei yang ditanam di taman karang. Karang foliose diikatkan pada coral garden (dari besi diameter 18 mm) pada 3 kedalaman berbeda. Hasil dari penelitian menunjukkan pertambahan luas karang rerata adalah 41.11 cm2, pertambahan polip 373 polip dan laju pertumbuhan 4.7 cm2/bulan. Kedalaman merupakan factor utama dalam pertumbuhan karang foliouse. Kedalaman perairan akan menghambat cahaya matahari yang dibutuhkan karang untuk melakukan pertambahan luas melalui kalsifikasi. Hasil ini menunjukkan pertumbuhan karang foliose di Sendang Biru termasuk tinggi. Kata kunci: Taman karang, Sendang Biru, Pulau Sempu, Leptoseris yabei, karang foliose
ABSTRACT Almost coral reef in the world are undergoing decline that caused by two main factors global changes and human (anthropogenic). Adverse human activities such as: over-fishing, recreational activities, waste disposal, deforestation, reef mining and deforestation. Restoration is defined as the act of returning an ecosystem, as nearly as possible, to its original condition. Coral on Sendang Biru laid on northern area of Sempu Island. Coral garden was establish in the end of 2013. Aim of this research was to know the growth (wide, polip changes, growth rate) of coral foliose that was transplanted on steel frame at coral garden in different depth. The result showed that the average of increasing foliose coral's area was 41. 11 cm 2, number of coral polyp increased 373 and growth rate was 4.7 cm 2/month respectively. Statistical analysis showed depth have positive correlation with growth rate of foliose coral. Increase of depth will influence to decrease of sunlight intensity in water will be affected on calcification rate of coral. GR of foliose coral in Sempu was higher than other area. Keywords: coral garden, Sendang Biru, Sempu Island, Leptoseris yabei, foliose coral
I.
PENDAHULUAN Cagar Alam Pulau Sempu (112º40’45” – 112º42’45”BT and 8º7’24” – 8º24’54”LS) (Hartini dan Takagu, 2012) memili ki luasan 778 ha (BKSDA Jawa Timur). Terumbu karang tumbuh di perairan ini di Selat Sempu, bagian timur pulau dan di Segara Anakan dengan luas 10 ha, dengan persentase tutupan rerata adalah 22% (Luthfi, 2014). Rendahnya tutupan karang hidup diperairan Cagar Alam Pulau Sempu disebabkan oleh sedimentasi dan nutrient yang bisa menyebabkan ancaman kesehatan (compromised health) yang dapat menyebabkan penyakit karang (Luthfi, 2014). Penyakit karang dapat mengakibatkan struktur komunitas karang dan berganti menjadi komunitas alga (phase shift), dan ini akan merugikan bagi manusia karena kehilangan potensi perikanan yang besar (Norström et al., 2009). Ancaman lain terumbu karang yang berada di Cagar Alam Pulau Sempu berasal dari kegiatan Pelabuhan Perikanan Nusantara Sendang Biru yang terletak kurang dari 1 km kawasan lindung dimana setiap hari ada sekitar 300 kapal berlalu lalang disekitar perairan Sempu dan menghasilkan limbah yang berasal dari aktifitas perikanan tangkap. Leptoseris yabei merupakan spesies karang yang masuk suku Agariciidae, ada 16 marga dari Leptoseris (Veron, 2000). Secara morfologi karang ini berbentuk lembaran daun (foliu m) dengan warna kuning dan kuning pucat pada ujung koloni (Dai dan Horng, 2009). Karang ini tersebar pada Maladewa, Laut Merah, Madagaskar, Andaman, Ningaloo dan Great Barrier Reef (Dai dan Horng, 2009; Veron, 2000; Mondal, 2010) dan dimungkinkan ada di perairan Indonesia. Belum ada publikasi mengenai keberadaan karang Leptoseris yabei ini di Indonesia dan penelitian ini merupakan yang pertama melaporkan keberadaannya. Keberadaan Leptoseris yabei diperairan Pulau Sempu dimungkinkan berasal dari Australia barat maupun dari perairan Andaman, karena secara biogeografi adanya south java current yang bergerak menuju tenggara (musim barat) pada bulan Desember-April dan menuju barat laut (musim timur) pada bulan Juni-Oktober. Juga adanya arlindo (Indonesian Through Flow) dimana arus dari barat Australia menuju ke barat melalui selatan Jawa. Leptosertis yabei terletak hanya di sebelah timur teluk sempu (Watu Mejo 2, Gambar 1) dengan substrat dasar perairannya adalah pasir berlumpur. Hanya 3 atau empat koloni berukuran kurang dari 1 meter dapat ditemukan. Melihat potensi ancaman terhadap karang keras diperaian Pulau Sempu sangat besar, dimungkinkan kedepan karang jenis ini akan mengalami kematian, sehingga perlu suatu tindakan terukur dan bersifat konservatif untuk menjaga agar keberadaan jenis karang ini tetap lestari. Salah satu metode yang digunakan adalah membuat taman karang (coral garden). Taman karang dibuat pada akhir tahun 2013 dengan media besi. Beberpa jenis karang keras seperti Leptoseris yabei ditranplan untuk memperbanyak koloni karang di masa yang akan datang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan karang
Leptoseris yabei yang ditransplan pada media besi dikedalaman berbeda perairan Cagar Alam Pulau Sempu. II. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian telah dilakukan pada September 2013-Juni 2014 di perairan Pulau Sempu, Malang. Lokasi penelitian berada pada area taman karang (coral garden) Watu Mejo 2 (08o 25' 44.8" LS - 112o 41' 36.5" BT) (Gambar 1). Proses transplantasi karang dilakukan di dalam perairan menggunakan SCUBA. Fragmen karang Leptoseris yabei dengan diameter 10±3 cm diikatkan pada media menggunakan kawat tembaga φ 1mm. Pengikatan dilakukan pada persilangan kerangka besi yang digunakan sebagai media dengan 3 kedalaman berbeda (5, 6 dan 6.5 m). Kemudian dilakukan pengambilan gambar fragmen karang menggunakan underwater camera Canon G 16 dengan penggaris disamping setiap karang transplan diawal dan akhir monitoring (t 0 dan t 9 ). Pengambilan foto fragmen diambil tegak lurus dengan penyelam agar didapat luasan maksimal saat pengolahan data dengan software. Monitoring setiap 2 bulan sekali bertujuan membersihkan media transplantasi karang dari competitor dan untuk pengambilan data kualitas air (suhu, salinitas, pH, DO, kecerahan, kecepatan arus). Total waktu pengamatan adalah 9 bulan. Pertumbuhan panjang, lebar dan luasan karang yang ditransplantasi dianalisa menggunakan software Image-J (NIH, Amerika). Penghitungan pertumbuhan karang menggunakan metode Ricker (1975) : β = Lt -L0 ……(Ru mus 1) dimana : β = Pertambahan panjang/ tinggi fragmen karang yang ditransplantasikan Lt = Rata-rata panjang/ tinggi fragmen karang setelah bulan ke-t L0 = Rata-rata panjang/ tinggi fragmen karang pada bulan ke-0 Kemudian laju pertumbuhannya dihitung menggunakan rumus α =
(𝐿𝑡+1) −𝐿𝑡 (𝑡𝑖+1) −𝑡𝑖
.... (Rumus 2)
α = Laju pertumbuhan panjang atau lebar fragmen karang transplantasi Lt+1 = Rata-rata panjang atau tinggi fragmen pada waktu ket+1 Lt = Rata-rata panjang atau tinggi fragmen pada waktu kei ti+1 = Waktu pengamatan ke– i +1 ti = Waktu pengamatan ke-t Hubungan antara laju pertumbuhan karang dan kedalaman tempat karang transplan dihubungkan dengan menggu nakan metode regresi linier sederhana.
Kode
Kedalaman
β (cm2 )
B2 B3 C2 C3 D1 D2 D3 E2
2 3 2 3 1 2 3 2
86.741 35.798 53.16 38.673 46.731 19.227 10.92 57.376
Pol t9 t0 225 153 706 514 244 321 275 993
α (cm2 /bulan) 9.64 3.98 5.91 4.30 5.19 2.14 1.21 6.38
Ket.: Kedalaman: 1: 5.45 m, 2: 5.90 m dan 3: 6.35 m. β: pertambahan luas. Pol: pertambahan jumlah polip. α: laju pertumbuhan.
Gambar 1. Lokasi penelitian ditandai dengan tanda bulat berwarna hijau III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi karang transplan Leptoseris yabei Total karang foliose yang ditransplan adalah 12 dengan rincian diletakkan pada kedalaman 5.5 m (B1, C1, D1, E1); kedalaman 6 m (B2, C2, D2, E2) dan kedalaman 6.5 m (B3, C3, D3, E3). Tingkat kelulus hidupan (survival rate) karang transplan Leptoseris yabei adalah 66,67%. Pada kedalaman 5.5 m hanya satu yang dapat tumbuh yakni D1 sedang yang lain hilang, sedangkan pada kedalaman 6.5 ada 1 fragmen yang hilang yaitu E3. Luas, jumlah polip dan pertumbuhan karang transpl an Leptoseris yabei Berdasarkan pada Tabel 1, di kedalaman pertama hanya karang D1, luas area awal karang Leptoseris yabei (September 2013/ t 0 ) adalah 27.44 cm2 dan luas pada bulan Juni 2014 (t9 ) mencapai 74.17 cm2 , sehingga pertambahan luas karang transplan (β) adalah 46.731 cm2 . Pertambahan luasan karang pada kedalaman kedua, yang memiliki pertambahan paling cepat yaitu pada karang B2 mencapai 86,74 cm2 dan terendah pada karang D2 yaitu 19,23 cm2 . Pada kedalaman ketiga pertambahan luasan karang transplan yang paling cepat yaitu karang C3 38,67 cm2 dan terendah pada karang D3 hanya 10,92 cm2 . Tabel 1. Rerata hasil pertambahan luas, jumlah polip dan laju pertumbuhan karang Leptoseris yabei pada 3 kedalaman berbeda
Berdasarkan Tabel 1 pertambahan jumlah polip karang pada kedalaman pertama karang D1 berjumlah 244 polip. Kedalaman kedua pertambahan polip paling banyak terjadi pada karang E2 berjumlah 993 polip dan yang paling sedikit berjumlah 225 pada karang B2. Pada kedalaman ketiga hasil yang didapatkan dari pertambahan polip yang paling banyak pada karang C3 dengan jumlah 514 polip dan yang paling sedikit berjumlah 153 pada karang B3. Hasil laju pertumbuhan karang foliose yang didapatkan dari penelitian ini pada kedalaman pertama memili ki laju pertumbuhan 5,19 cm2 /bulan. Karang transplan pada kedalaman kedua laju pertumbuhan paling cepat pada karang B2 sebesar 9,64 cm2 / bulan dan yang paling rendah karang D2 yaitu 2,14 cm2 / bulan. Pada kedalaman ketiga laju pertumbuhan yang paling cepat yaitu pada karang C3 sebesar 4,30 cm2 / bulan dan terendah pada karang D3 sebesar 1,21 cm2 / bulan. Parameter fisika-kimia perairan Suhu perairan di Pulau Sempu dalam batas normal untuk pertumbuhan karang berkisar antara 27.42-28.41 o C. Salinitas berada pada kisaran normal disekitar 34 ‰. Kecerahan perairan mencapai 100% juga kecepatan arus tergolong sedang berkisar 1,1 m/s (Tabel 2). Tabel 2. Data kualitas air di perairan Sendang Biru Sept. Nov. Jan. Jun. Parameter Unit 2013 2013 2014 2014 oC Suhu 27,67 27,42 27,83 28,41 Salinitas
‰
34,13
34,10
34,11
34,20
pH
-
8,43
8,50
8,40
8,35
DO
mg/l
8,92
9,13
9,07
8,86
Kecerahan Kecepatan arus
m
6,36
6,27
6,43
6,97
m/s
1,40
1,00
1,30
2,60
Pembahasan Survival rate karang Empat fragmen karang hilang dari media transplan. Bulan September-November awal kegiatan transplantasi merupakan
musim peralihan menuju musim barat, hingga pada bulan Desember-April musim barat akan tiba yang mengakibatkan derasnya arus dan tingginya sedimentasi. Pengikat fragmen karang adalah kawat tembaga dengan diameter 1 mm, apabila sementasi pada fragmen karang tidak terjadi pada 3 bulan pertama dimungkinkan fragmen tersebut akan mudah terlepas dari medianya. Dan hal ini terjadi pada fragmen karang Leptoseris yabei yang memiliki bentuk daun (foliose). Bentuk morfolog i karang yang menyerupai daun akan menyulitkan pengikatan, dikarenakan apabila fragment karang transplan diikat terlalu kuat pada substrat biasanya karang akan menjadi pecah/ patah, sebaliknya apabila pengikatan tidak kuat maka fragment karang tersebut akan lepas dari ikatan karena terbawa arus. Kecepatan sementasi adalah kunci kesuksesan kegiatan transplantasi. Sementasi adalah proses alami pelapisan substrat oleh karang menggunakan kalsium karbonat CaCO3 yang bertujuan untuk mengikat kerangka kapur karang ke substrat dan menutup celah (porositas) sehingga akan tampak seperti perekat (lem) alami (Manzello, et al., 2008). Bentuk pertumbuhan (life form) juga mempengaruhi kecepatan sementasi fragment karang pada substrat, karang Acropora bercabang (branching) lebih cepat melakukan sementasi dibandingkan dengan bentuk tubular maupun foliose. Dan kecepatan karang Acropora melakukan sementasi lebih cepat dibandingkan dengan jenis karang non Acropora (Guest et al., 2011). Laju pertumbuhan karang Pertumbuhan karang ditandai dengan pertambahan masa dari jaringan kapur karang (skeletal extension rate) dan pertambahan polip/ koralit (Soong dan Chen, 2003). Pertambahan jaringan kapur pada karang akibat adanya pertambahan strontonium (Sr) dan kalsium (Ca) pada fasiculi selama siang hari dan pusat kalsifikasi (Center of Calcification, COCs) yang terjadi pada malam hari. Pada waktu malam hari kristal-kristal berukuran micron akan terdeposit pada aksial di koralit. Pada malam hari kristal berbentuk jarum akan terdeposit membentuk sebuah kumpulan (bundle) membentuk fasikuli baru. Pembentukan jaringan kapur di siang hari lebih cepat dibandingkan malam hari (Allison dan Finch, 2004). Hasil analisis menggunakan regresi linier sederhana didapatkan bahwa koefisien determinasi (R2) sebesar 0,9803 dan menunjukkan adanya korelasi antara laju pertumbuhan dengan kedalaman y = -9,49x + 62,097, dengan kata lain semakin dalam tempat karang hidup maka semakin lambat laju pertumbuhannya. Intensitas cahaya diperlukan algal simbion karang untuk berfotosintesis dan membantu mempercepat deposit kapur dalam tubuh karang (Supriharyono, 2000; Kamalikasari, 2012). Pertambahan polip yang terjadi pada fragmen Leptoseris yabei merupakan strategi untuk memperbanyak diri secara aseksual. Koloni karang selalu dimulai dari satu polip yang kemudian melakukan pembelahan (budding), sehingga biasanya antar po lip didalam sebuah koloni karang akan selalu identic. Sakai (1998) membagi polip menjadi marginal dan non marginal. Marginal
polip biasanya akan melakukan budding secara ektra tentakular dimana polip yang dihasilkan lebih kecil dan belum dewasa. Marginal polip biasanya terletak diujung (titik pertumbuhan) pada jenis karang foliose dan terletak dibawah yang sedikit terkena sinar matahari pada karang massive. Sedangkan polip non marginal tumbuh dibagian tengah (karang foliose) dan di atas yang terkena cahaya matahari lebih banyak pada karang massive. Karang foliose memiliki pertumbuhan koloni terutama ke arah horizontal, dengan bentuk lembaran yang pipih. Laju pembentukan karang akan berbeda-beda untuk setiap jenisnya dan tergantung pula oleh karakteristik perairan tempat hidup karang. Hal ini diperkuat oleh Nybakken (1992) yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan pada koloni-koloni karang dapat berbeda satu sama lainnya. Hal ini dapat disebabkan adanya perbedaan spesies, umur koloni dan daerah suatu terumbu. Ko loni yang muda dan kecil cenderung untuk tumbuh lebih cepat daripada koloni-koloni yang lebih tua, koloni-koloni yang besar dan bercabang-cabang atau karang yang seperti daun cenderung untuk tumbuh lebih cepat daripada karang massif.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN Rerata laju pertumbuhan karang foliose Leptoseris yabei berbeda disetiap kedalamannya. Kedalaman kedua (5.9 m) merupakan kedalaman optimal untuk pertumbuhan jenis karang ini dengan laju pertumbuhan 6.0175 cm2 /bulan. Kedalaman pertama tidak bisa dijadikan tolok ukur laju pertumbuhan dikarenakan karang transplant yang bisa dimonitoring hanya 1. Terumbu karang di Perairan Cagar Alam Pulau Sempu menghadapi banyak ancaman yang bersifat natural maupun antropogenik dan memerlukan perhatian khusus untuk mengkonservasi dan memeliharanya. Inisiasi pembuatan taman karang ini merupakan ide sederhana untuk langkah besar dikemudian hari. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya pada Kelompok Studi Terumbu Karang Acropora, Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang yang telah membantu pengambilan data di lapangan. Data yang digunakan ini merupakan bagian dari kegiatan pembuatan taman karang (coral garden) untuk menyelamatkan terumbu karang di perairan Cagar Alam Pulau Sempu. DAFTAR PUSTAKA Allison, N., and Finch, A. A. (2004). High ‐ resolution Sr/Ca records in modern Porites lobata corals: Effects of skeletal extension rate and architecture. Geochemistry, Geophysics, Geosystems, 5(5). Dai, C. F., and Horng, S. (2009). Scleractinia Fauna of Taiwan: Complex group (Vol. 1). 國立臺灣大學出版中心.
Fine, M., and Tchernov, D. (2007). Scleractinian coral species survive and recover from decalcification. Science, 315(582 0), 1811-1811. Guest, J. R., Dizon, R. M., Edwards, A. J., Franco, C., & Gomez, E. D. (2011). How Quickly do Fragments of Coral “Self‐ Attach” after Transplantation?. Restoration Ecology, 19(2), 234-242. Hartini, S., and Takaku, G. (2012). Macrochelid mites (Acari: Mesostigmata: Macrochelidae) in Sempu Island, East Java, Indonesia. Journal of the Acarological Society of Japan, 21(1). Kamalikasari, L. 2012. Pengaruh Adaptasi Fragmen Karang Keras berpolip Besar Jenis Blastomussa wellsi pada Kedalaman Berbeda di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Luthfi, O. M., Naradiarga, L dan Jauhari, A. (2014). Gangguan Kesehatan Karang di Wilayah Perairan Cagar Alam Sempu, Kabupaten Malang, Jawa Timur Prosiding PIT XI ISOI 2014, 1(1). Manzello, D. P., Kleypas, J. A., Budd, D. A., Eakin, C. M., Glynn, P. W., & Langdon, C. (2008). Poorly cemented coral reefs of the eastern tropical Pacific: Possible insights into reef
development in a high-CO2 world. Proceedings of the National Academy of Sciences, 105(30), 10450-10455. Mondal, T. (2010). New record of Nine Scleractinian corals fro m Rutland Island, Andaman. IJBS, 3(155). Norström, A. V., Nyström, M., Lokrantz, J., & Folke, C. (2009). Alternative states on coral reefs: beyond coral-macroalg al phase shifts. Mar Ecol Prog Ser, 376, 295-306. Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sakai, K. (1998). Delayed maturation in the colonial coralGoniastrea aspera (Scleractinia): whole-colony mortality , colony growth and polyp egg production. Researches on population ecology, 40(3), 287-292. Soong, K., & Chen, T. A. (2003). Coral transplantation: regeneration and growth of Acropora fragments in a nursery. Restoration Ecology, 11(1), 62-71. Supriharyono. 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Penerbit Djambatan. Jakarta. 108 hal. Veron, J. E. N. (2000). Corals of the World, vol. 1–3. Australian Institute of Marine Science, Townsville.
LAMPIRAN Lampiran 1. Kondisi waktu awal transplan (t 0 ) dan setelah 9 bulan (t 9 ) karang foliose Leptoseris yabei
t0
B2
B3
C2
C3
t9
t0 D1
D2
D3
E2
t9