adalah, berkas elektron yang dihasilkan oleh electron gun akan menyapu permukaan sampel dalam daerah yang sangat kecil, baris demi baris. SEM memiliki dua buah sinyal yang sangat umum digunakan yaitu secondary electron signal dan back scattered signal. Secondary electron (SE) adalah elektron berenergi rendah yang terhambur dari permukaan sampel, saat sampel tersebut dikenai berkas elektron yang dipercepat oleh suatu beda potensial antara 5 dan 40 kV. Di dalam detektor SE akan diubah menjadi sinyal listrik yang menghasilkan gambar pada layar monitor. Sinyal keluaran dari detektor akan berpengaruh terhadap intensitas cahaya di dalam tabung monitor, karena jumlah cahaya yang dipancarkan oleh monitor akan sebanding dengan jumlah elektron yang berinteraksi dengan sampel. Proses perekaman gambar dari monitor adalah shutter penutup kamera dibuka pada saat sapuan pertama dimulai dan ditutup kembali setelah permukaan sampel selesai disapu. Back scattered electron (BSE) adalah elektron berenergi tinggi yang dipantulkan kembali oleh sampel. Energi elektron yang dipantulkan hampir sama besarnya dengan energi saat elektron tersebut datang. Sinyal intensitas BSE bergantung pada jumlah nomor atom dari fasa-fasa yang ada pada sampel. BSE akan memberikan perbedaan ketajaman gambar berdasarkan nomor atomnya, fasa dengan nomor atom lebih besar akan lebih terang dibandingkan dengan fasa bernomor atom lebih kecil. SEM juga memiliki fasilitas berupa energy dispersive x-ray spectroscopy (EDX), sinyal yang dihasilkannya dapat digunakan untuk menganalisis unsur-unsur yang terdapat pada sampel.
Gambar 5. Skema SEM, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama bulan Maret 2009 sampai oktober 2009. Bertempat di Laboratorium Zat Mampat PTBIN BATAN, Kawasan PUSPITEK Serpong. 3.2 Bahan, Alat dan Diagram Alir Penelitian Bahan yang digunakan berupa serbuk (YNO3O9 + 6 H2O), BaN2O6, dan CuN2O6 Peralatan yang digunakan dalam penelitian meliputi : 1. Timbangan electronic balance dengan ketelitian empat angka dibelakang koma. 2. Mortar agate dan penumbuknya untuk menghaluskan bahan. 3. Cawan (crucible) tahan panas untuk wadah sampel. 4. Tungku pemanas (furnace) yang dapat deprogram dengan suhu maksimal 1200 0C. 5. Pencetak pelet (dies). 6. Alat penekan dengan kemampuan maksimal penekanan 10 ton/cm2 7. Beker glas untuk pelarutan dan pencampuran. 8. PH meter digital dan Kertas PH. 9. Alat titrasi. 10. Pipet, dan gelas ukur.
8
YN3O9 + 6H2O Asam Oksalat
Ba N2 O6
Pelarutan dan Pencampuran
Cu N2 O6
Unsur Cu yang terdapat pada senyawa CuN2O6 Dengan reaksi kimia pembentukannya adalah :
Asam Nitrat
YNO3O9 + 6 H2O + 2 BaN2O6 + 3 CuN2O6 YBa2Cu3O7-x + 11NO3 + 6H2O Tabel 1. Berat molekul masing-masing senyawa. Senyawa gram/mol YBa2Cu3O7-x 666,30
Pengendapan
Pengeringan
Pirolisis
350oC 1 jam
Kalsinasi
900oC 4 jam
Pembentukan pelet Sintering
940oC 20 jam
YBa2Cu3O7-x Uji Meissner Karakterisasi (XRD), uji Konduktansi, Mikroskop Optik dan SEM
Gambar 6. Diagram Alir Metode Penelitian.
3.3 Langkah Pembuatan sampel 1. Penimbangan Proses ini merupakan awal dari proses pembuatan superkonduktor. Sebelum dilakukan penimbangan harus terlebih dahulu diketahui unsur-unsur pembentuk dan berapa gram yang dibutuhkan untuk membuat 10 gram pelet YBCO. Senyawa pembentuknya terdiri dari: Unsur Y yang terdapat pada senyawa YNO3O9 + 6 H2O Unsur Ba yang terdapat pada senyawa BaN2O6
YNO3O9 + 6 H2O
383,01
BaN2O6
261,35
CuN2O6 241,60 (ket : Y = 89, Ba = 137,34, Cu = 63,54, O = 16, H = 1, N = 14) Dengan mengetahui jumlah mol YBCO, maka jumlah mol dan massa bahan lain dapat diketahui. Mol YBCO dapat diketahui dengan membagi massanya dengan massa relatif (MR). Yaitu : 10 gram YBCO / 666,30 gram/mol YBCO = 0,015008254 mol YBCO. Dengan mengalikan koefisien masing-masing senyawa dengan jumlah mol YBCO dan MR masing-masing senyawa nya maka akan didapatkan jumlah bahan yang dibutuhkan untuk membentuk 10 gram YBCO : Massa YNO3O9 + 6 H2O: 1 x 0,015008254 x 383,01 = 5,74831 gram Massa BaN2O6 : 2 x 0,015008254 x 261,35 = 7,84481 gram Massa CuN2O6 : 3 x 0,015008254 x 241,60 = 10,87798 gram Total massa = 24,47110 gram Kelebihan berat yang terjadi dikarenakan bahan mengandung ketidakmurnian berupa NO3 dan H2O yang nantinya akan hilang dalam pemanasan dalam pembentukan superkonduktor. Dengan ketelitian neraca hanya empat angka, maka jumlah gram bahan dasar yang terukur seperti pada Tabel 2 berikut:
9
Tabel 2. Kuantitas bahan dasar dalam satuan gram dan mol. Bahan dasar Kuantitas Kuantitas (mol) (gram) YNO3O9 + 6 H2O 0,0143 5,7483 BaN2O6 0,0300 7,8448 CuN2O6 0,0450 10,8780 2. Pelarutan dan Pencampuran Dalam pelarutan, masing-masing senyawa dilarutkan dengan aquades dengan penambahan sedikit demi sedikit dengan sekaligus dilakukan pengadukan hingga senyawa bentuknya padat menjadi cair sempurna yang berarti senyawa sudah homogen dengan air. Setelah masing-masing senyawa terlarut sempurna, ke 5 senyawa tersebut kemudian dicampur dalam beker glas besar, yang kemudian diaduk kembali dengan magnetic sterrer . Selain itu, campuran juga ditambahkan urea (Mr = 60) sebanyak 36,055 gram, di mana urea digunakan sebagai bahan pelarut untuk melakukan penyesuaian dan mengendalikan PH. Dan C2H2O4 (Mr = 126,07) sebanyak 9,4618 larutan ini berfungsi sebagai buffer (larutan Penyangga) dalam reaksi. 3. Pengendapan Dalam pengendapan, campuran senyawa yang sudah tercampur tadi sedikit demi sedikit ditambahkan larutan ammonia dengan menggunakan alat titrasi hingga mengalami perubahan warna yang dapat dilihat secara fisis dan dengan adanya perubahan PH yang tadinya bersifat asam <7 hingga memiliki PH netral yaitu 7. 4. Pengeringan Pengeringan dilakukan menggunakan pemanasan dengan magnetic sterrer dengan sekaligus dilakukan pengadukan untuk menjaga homogenitas larutan selama proses pengeringan berlangsung.
dimasukan ke dalam “furnace” dengan suhu 350oC selama 1 jam. 6. Kalsinasi
Gambar 7. Perlakuan suhu dan waktu pemanasan pada proses kalsinasi pada furnace. Setelah pirolisis bahan kemudian digerus sebelum dilakukan kalsinasi. Kalsinasi yang dilakukan berupa pemanasan sampel pada suhu 900oC selama 4 jam dengan menggunakan furnace. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan bahan-bahan yang dapat diuraikan menjadi gas, karbonat dan air. Dan dilakukan sebanyak 3 kali kalsinasi dengan penggerusan setiap kali kalsinasi sebelum dilakukan proses kalsinasi berikutnya. 7. Pembentukan pelet sampel superkonduktor. Setelah mengalami kalsinasi, bahan yang masih berupa serbuk dipres selama 2 menit menggunakan alat press dengan tekanan 5ton/cm2 .kemudian akan terbentuk pellet berupa lingkaran dengan ketebalan kurang lebih 2-3 mm sampel superkonduktor.
5. Pirolisis Pirolisis adalah dekomposisi kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau dengan sedikit oksigen, dimana bahan yang ada akan mengelami pemecahan stuktur kimia menjadi fase gas. Bahan
10
Gambar 8. Proses kompaksi serbuk bentuk silinder (German R. M, 1994).
8. Sintering
Gambar 9. Perlakuan suhu dan waktu pemanasan pada proses sintering pada furnace. Sintering yang dilakukan berupa pemanasan sampel di atas titik lelehnya pada bahan yang sudah berupa pelet. Proses pemanasannya dilakukan pada suhu 9500 kemudian ditahan pada suhu tersebut selama 20 jam dengan laju pemanasan dan pendinginan 300 C/jam. Setelah sintering sampel mengalami pengurangan luas total permukaan, volume bahan, dan terjadi proses rekristalisasi dan pertumbuhan butir partikel bersentuhan satu sama lain dan kontak antar partikel terjadi karena proses difusi atom-atom yang menghasilkan penyusutan sampel yang diiringi pengurangan porositas. Pada proses ini kekuatan bahan bertambah. 3.4 Pengujian Efek Meissner Salah satu indikasi suatu bahan terbukti memiliki sifat superkonduktor dapat dilakukan dengan menggunakan uji meisner, pengujian ini dilakukan dengan cara
meredam sampel superkonduktor di dalam nitrogen cair (T = 77K) dalam suatu wadah, kemudian magnet kuat berukuran kecil diletakkan diatas sampel, jika magnet kuat dapat melayang diatas sampel beberapa waktu, maka dapat disimpulkan bahwa sampel sudah terbukti merupakan bahan superkonduktor. Pengujian juga dapat dilakukan sebaliknya dengan mencelupkan bahan superkonduktor ke dalam nitrogen cair beberapa saat, kemudian sampel diletakan diatas sebuah magnet kuat yang besar. Ketika sampel dapat melayang diatas magnet, hal itu juga merupakan bukti bahwa sampel sudah memiliki sifat super konduktor.
3.5 Pengamatan Pola Difraksi Sinar-X Alat yang digunakan untuk mengukur pola difraksi sinar-x SHIMADZU tipe XD610. Metode yang digunakan adalah metode serbuk, dikarenakan bentuk serbuk akan memberikan puncak-puncak difraksi yang lebih banyak dibandingkan jika sampel tidak diserbukan. Prinsip difraksi adalah interaksi antara sinar-x dengan materi akan menghasilkan interferensi konstruktif berupa puncak-puncak intensitas jika sudut hamburan dan panjang gelombang sinar-x memenuhi hokum Bragg. Target yang digunakan adalah target Cu dengan panjang gelombang. γ= 1.540Å. Filter yang digunakan adalah filter Ni. Arus disetel pada 30 kV. Pengukuran dilakukan selangkah demi selangkah sejalan dengan berubahnya kedudukan detector (2θ) dan posisi sampel (θ) sehingga selalu terjadi peubahan terhadap sudut θ dan sudut 2θ dengan perbandingan yang selalu tetap. Lebar langkah (sterp width) disetel pada Δ (2θ) = 0,050. Pengukuran deprogram dengan posisi awal detector pada posisi sudut 300 dan berhenti pada posisi 900. Preset time = 1 detik. Pengamatan intensitas untuk setiap hamburan diolah langsung oleh system pengolah data Dp-61 yang merupakan bagian dari alat sinar-x. sebagai keluaran didapatkan pola difraksi, sudut puncak
11
difraksi (2θ), intensitas, dan jarak antar bidang (d). 3.6 Pengukuran Konduktivitas Pengukuran konduktivitas sampel menggunakan LCR meter. Fungsi LCR meter adalah untuk mengukur konduktivitas listrik suatu material, sebagai fungsi dari frekuensi dan temperatur pemanasan. Sampel YBCO dijepit dengan pengikat kaki konduktivitas, kemudian diukur dengan LCR meter dengan frekuensi 0,1 Hz - 100Hz dengan tegangan 20 mV. Pengukuran konduktivitas juga dilakukan dengan perubahan suhu, yaitu penurunan suhu dari suhu kamar 300 K hingga suhu Nitrogen cair 80 K dengan skala penurunan suhu 20 K. 3.7 Pengamatan Mikroskop Optik Mikroskop optik digunakan untuk mengetahui struktur superkonduktor yang terbentuk dari skala yang lebih kecil, untuk mengetahui struktur secara makro agar didapatkan hasil perbandingan secara fisis unsur-unsur pembentuk dari sebuah superkonduktor. Mikroskop optik terdiri dari beberapa komponen utama ; lensa objektif, lensa okuler, kondensor, sumber cahaya dan filter cahaya. Pada mikroskop optik terjadi peningkatan perbesaran, gambar pertama dari lensa objektif dan gambar dari lensa objektif dibesarkan oleh lensa okuler, bayangan yang terbentuk pada bayangan akhir mempunyai sifat yang sama seperti bayangan sementara, yaitu : semu, terbalik, dan diperbesar. Baik lensa objektif maupun lensa okuler yang terdapat pada mikroskop optik, keduanya merupakan lensa cembung. Secara garis besar lensa objektif menghasilkan suatu bayangan sementara yang mempunyai sifat semu, terbalik, dan diperbesar terhadap posisi benda mula-mula, kemudian yang menentukan sifat bayangan akhir selanjutnya adalah lensa okuler. Sebelum dilakukan pengamatan dengan mikroskop optik, superkonduktor tadi dihaluskan permukaannya dengan alat penghalus/amplas dengan tingkat kehalusan yang berbeda yang kemudian diberikan
alumina 0,5 mikron untuk memperkecil goresan agar pengamatan tidak terganggu dengan goresan yang terbentuk akibat penghalusan.
Gambar 10. Skema sistem kerja Mikroskop Optik. 3.8 Preparasi Sampel Untuk Pengamatan SEM Sebelum pengambilan gambar SEM sampel harus mendapatkan beberapa perlakuan terlebih dahulu yaitu: 1. Sampel hasil sintering dicuplik sebagian kecil, kemudian diletakkan pada sampel holder yang lebih dahulu diberi selotif pada bagian dasarnya (sample holder berbentuk tabung silinder terbuka terbuat dari paralon) 2. Sebelum diberi resin dan gel pengeras, cuplikan harus ditandai dan digambar agar tidak tertukar. 3. Dipersiapkan resin yang sebelumnya telah diberi gel pengeras, dilakukan pengadukan hingga kedua bahan tercampur. 4. Campuran resin dan gel yang telah dipersiapkan tadi dimasukan kedalam sample holder hingga sampel terendam seluruhnya. 5. Setelah campuran resin dan gel tadi mengeras. Selotip tempat melekatkan sampel dibuka. Sampel kemudian dipoles (polishing) secara bertahap dengan menggunakan amplas dengan tingkat kekasaran 1000, 1500, dan 2000 selama sekitar masing-masing 30 menit, hingga tidak terlihat adanya goresan (stracth) pada sampel saat diamati dengan mikroskop optic maupun mikroskop electron.
12
Untuk menampilkan bentuk struktur mikro sampel, cuplikan yang terdapat pada sample holder dietsa dengan larutan HCL yang telah diencerkan dengan aquades. Pengenceran dilakukan dengan mencampurkan HCL pekat (molaritas 0,5%) sebanyak 5cc dengan aquades sebanyak 20cc. proses pengenceran molaritas HCL pekat menjadi berkurang. Sesuai dengan rumus pengenceran V1M1=V2M2 5%cc x 0,5 = 25cc M2 M2 = 0,1% Artinya terjadi pengenceran terhadap HCL pekat 0,5% menjadi HCL dengan konsentrasi 0,1%. Proses etsa dilakukan dengan mencelupkan cuplikan kedalam larutan HCL yang telah diencerkan tadi kurang lebih 3 detik. Hal ini dilakukan karena proses etsa yang terlalu tajam dapat merusak batas butir cuplikan yang akan diambil topografi permukaanya dengan SEM.
karena sampel YBCO dicelupkan dlm Nitrogen cair dalam wadah sehingga T
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Telah dihasilkan 2 sampel pelet Superkonduktor YBCO-123 dengan ukuran diameter 1,538 cm dan ketebalan 0,243 cm. Kedua sampel tersebut selanjutnya di amati dengan magnet (efek meissner), XRD, LCR, MO, dan SEM. 4.1 Uji Efek Meissner Pada saat dilakukan pengujian efek Meissner pada bahan superkonduktor YBCO yang sudah berbentuk pelet dengan sebuah magnet, pada prinsipnya terjadi penolakan garis-garis magnet (eksklusi fluks). Magnet permanen cenderung terlempar keluar dari bahan ditunjukan dengan fenomena fisis berupa melayangnya magnet kecil (diameter 3mm) di atas sampel superkonduktor yang telah dikondisikan pada suhu kritis dengan dicelupkan pada Nitrogen cair . Pada kondisi melayangnya magnet, juga terjadi penjepitan fluks sehingga magnet melayang dengan daya angkat yang cukup tinggi yaitu dengan jarak kurang lebih 3-5 mm diatas sampel selama kurang lebih 31 detik (lama
Gambar 11. Fenomena magnet permanen melayang di atas superkonduktor. Eksklusi fluks terjadi karena pada saat medan eksternal diberikan pada superkonduktor akan menimbulkan arus pada permukaan sampel superkonduktor, arus ini yang kemudian menginduksikan medan magnet (B) di dalam sampel yang arahnya berlawanan dengan arah medan eksternal. Medan magnet eksternal akan ditolak dari dalam bahan. Sehingga secara fisis yang nampak adalah fenomena melayangnya magnet diatas sampel superkonduktor dan akan jatuh ketika terjadi kenaikan suhu hingga melewati titik kritisnya T>Tc, dan pada kondisi ini bahan super konduktor YBCO tadi kembali dalam keadaan normal.
13