objek. Jika objek berupa titik maka proses buffering akan membentuk polygon berbentuk lingkaran bagi setiap titik. Hasil dari proses buffering adalah berupa shapefile. Pada kasus ini, buffering akan dilakukan terhadap data sebaran pelanggan dan fasilitas. Karena tujuan dari buffering ini adalah untuk penentuan bobot berdasarkan kerapatan pelanggan pada objek fasilitas, maka buffer distance yang digunakan tidak terlalu besar yakni 50 meter, 100 meter dan 250 meter. Ilustrasi proses buffering dapat dilihat pada Gambar 3.
posisi yang tidak pasti. Penentuan koordinat dari pelanggan memanfaatkan fasilitas GPS. Selain itu survei juga bertujuan untuk meminta pendapat pelanggan terkait pendirian outlet baru. Komentar dari pelanggan ini nantinya dijadikan sebagai bahan petimbangan dalam proses analisis. Survei II dilaksanakan ketika alternatif lokasi terbaik telah dihasilkan dari density analysis. Pada survei II ini alternatif lokasi yang ada dilihat langsung ke lapangan. Setelah didapatkan data di lapangan, barulah dipilih satu lokasi ideal untuk tiap wilayah. Akan tetapi karena keterbatasan yang dimiliki penulis, baik waktu, tenaga dan kemampuan, maka survei II tidak dilaksanakan. Perangkat Keras dan Perangkat Lunak
Gambar 3 Buffering b.
Clipping
Clipping yaitu metode untuk melihat objek-objek yang masuk dalam area buffer. Objek di sini adalah pelanggan. Ini artinya proses clipping akan mendata pelanggan yang masuk dalam area fasilitas, baik pada radius 250 meter, 100 meter dan 50 meter.
Berikut adalah spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini: Perangkat keras: a.
Processor Intet Pentium Core Duo 1.6 GHz.
b.
Memori DDR RAM 1 GB.
c.
Hardisk 80 GB.
Kelas
Perangkat lunak:
Pengkelasan dilakukan kepada semua hasil point density dan overlay. Penyeragaman pengkelasan ini bertujuan agar hasil overlay nantinya dapat menghasilkan keluaran yang sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
a.
Sistem operasi Windows XP SP 2.
b.
ArcGIS 9.2.
Pada kasus ini akan dibuat 5 kelas: kelas 1, 2, 3, 4 dan 5 yang masing-masingnya merepresentasikan peringkat terendah hingga tertinggi. Daerah yang akan diusulkan sebagai lokasi pendirian outlet baru adalah daerah yang berada pada kelas 5. Pengkelasan ini dilakukan menggunakan metode equal interval.
Praproses Data
Equal Interval Metode pengkelasan equal interval membagi data pada rentang yang sama untuk setiap kelasnya. Rentang data utama (maksimum-minimum) dibagi sama besar ke dalam banyak kelas yang dipilih.
HASIL DAN PEMBAHASAN Praproses data terdiri atas 7 tahap yaitu: Penghapusan nama pelanggan yang sama Pada data yang diperoleh banyak ditemui nama pelanggan yang sama, baik karena sering melakukan transaksi pembelian maupun membeli dengan ragam produk yang besar. Karena sistem ini akan menampilkan sebaran pelanggan, maka hanya akan digunakan data pelanggan yang unique, sementara data lain yang sama akan dihapus. Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 4.
a.
Survei Lapang (Tahap I) Survei lapang terdiri atas survei I dan II. Pada penelitian ini, penulis hanya akan melakukan survei tahap I. Survei ini bertujuan untuk melihat langsung di lapangan posisi pasti dari pelanggan yang memiliki
Gambar 4 Nama pelanggan sama 6
b.
Penghapusan alamat pelanggan yang sama Selain nama pelanggan yang sama, dalam data transaksi juga banyak tercatat pelanggan dengan alamat sama meskipun namanya ditulis berbeda. Sama seperti dengan langkah (a), hanya akan diambil satu data pelanggan. Data pelanggan yang sama dengan alamat sama, meskipun namanya berbeda, akan dihapus. Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Alamat pelanggan sama Penghapusan pelanggan sama dengan nama berbeda Pada kasus ini umumnya terjadi perbedaan cara penulisan nama pelanggan yang sama. Sama dengan dua langkah sebelumnya, meskipun ditulis dengan nama berbeda, pelanggan tersebut tetap dikenali sebagai pelanggan yang sama. Oleh sebab itu hanya satu yang akan ditampilkan dan sisanya akan dihapus. Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 7 Pelanggan sama dengan alamat berbeda e.
Melengkapi informasi pelanggan Sekitar 5% dari data yang ada tidak memiliki informasi lengkap terutama alamat. Karena alamat sangat penting dalam proses digitasi, maka alamat pelanggan wajib dilengkapi. Pencarian alamat pelanggan dilakukan dengan cara pencarian informasi di internet. Begitu juga dengan nomor telepon pelanggan sebagai kelengkapan informasi, dilengkapi dengan pencarian data di internet. Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 8.
c.
Gambar 6 Pelanggan sama dengan nama berbeda
Gambar 8 Pelanggan tanpa alamat dan nomor telepon f.
Penyeragaman data Ketika semua pelanggan telah teridentifikasi secara unique dan tidak ada lagi redundansi, maka dilakukan penyeragaman penulisan. Hal ini dilakukan karena beberapa bagian dari keseluruhan data transaksi penjualan tersebut ditulis dalam format yang sedikit berbeda dari yang lainnya, sehingga perlu penyeragaman. Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 9.
d.
Penghapusan pelanggan sama dengan alamat berbeda Pada kasus ini juga terjadi perbedaan cara penulisan alamat pelanggan yang sama. Oleh sebab itu, hanya satu data yanga akan ditampilkan. Sisanya akan dihapus. Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 9 Penulisan data pelanggan tidak seragam g.
Pengelompokan data berdasarkan wilayah Karena data pelanggan akan dipetakan secara terpisah-pisah antara satu wilayah dengan wilayah lainnya, maka data yang sudah diseragamkan tadi harus dkelompokkan berdasarkan wilayahnya. 7
Dari sekitar 9.097 record data penjualan, setelah dilakukan 7 tahap praproses data diperoleh 2.278 pelanggan yang unique. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 10.
Pelanggan paling sedikit berada di Kabupaten Bekasi yaitu 0 pelanggan.
Tabel 1 Hasil praproses data
Dari data pelanggan yang sudah dikelompokkan berdasarkan wilayahnya, selanjutnya ditentukan koordinat spasialnya (longitude dan latitude). Penentuan koordinat spasial ini didasarkan kepada alamat lengkap dari pelanggan, mengacu kepada peta lengkap Jakarta map and street guide, dan menggunakan hawth analysis tool. Koordinat spasial yang digunakan memiliki tipe desimal.
Wilayah
Jumlah Pelanggan
Persentase (%)
Jakarta Selatan
1127
50
Jakarta Pusat
405
18
Jakarta Barat
215
9
Jakarta Timur
199
8
Jakarta Utara
143
6
0
0
Kota Bekasi
107
5
Kabupaten Tangerang
42
2
Kota Tangerang
40
2
Kabupaten Bekasi
Digitasi (mapping) a.
b.
Penentuan koordinat
Pembentukan shapefile
Langkah selanjutnya yang harus dilakukan yaitu mengubah data yang sudah memiliki koordinat spasial menjadi shapefile. Hal ini dilakukan karena tanpa dalam bentuk shapefile, data tidak bisa dianalisis. Beberapa konfigurasi yang digunakan saat pembentukan shapefile adalah sebagai berikut: Geometry Type: Point. Geographic Coordinate System : GCS_WGS_1984. Datum : D_WGS_1984. Prime Meridian : Greenwich. Angular Unit : Meters.
Gambar 10 Hasil praproses data Dari data di atas terlihat bahwa pelanggan paling banyak berasal dari wilayah Jakarta Selatan yakni sekitar 50% dari jumlah pelanggan keseluruhan. Hal ini bisa dimengerti karena dari 9 wilayah tersebut, Jakarta Selatan memiliki kawasan bisnis paling banyak. Berbagai perusahan baik besar maupun kecil serta instansi pemerintah paling banyak berada di Jakarta Selatan sehingga pelanggan yang membutuhkan produk peta pun otomatis paling banyak berada di daerah ini. Kemudian disusul oleh wilayah Jakarta Pusat yakni sebanyak 405 pelanggan atau 18% dari total pelanggan. Hampir sama dengan Jakarta Selatan, kawasan bisnis dan perkantoran serta instansi pemerintah juga cukup banyak di wilayah ini, terutama di sepanjang jalan protokol Sudirman-Thamrin. Posisi berikutnya ditempati secara berturutturut oleh wilayah Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Kota Bekasi, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang dengan persentase masing-masing kurang dari 10%.
Geometry type : point artinya data tersebut akan menghasilkan shapefile berupa titik. Geographic Coordinate System : GCS_WGS_1984 artinya sistem koordinat yang digunakan adalah sistem koordinat geografis WGS tahun 1984, sementara Datum : D_WGS_1984 artinya menggunakan data WGS tahun 1984. Penggunaan WGS 1984 ini dilakukan karena untuk wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya telah disepakati menggunakan WGS 1984. Di samping itu, penggunaan WGS 1984 akan menghasilkan angular unit berupa meter sehingga memudahkan dalam analisis, khususnya analisis kerapatan yang memang memperhitungkan jarak. Prime Meridian : Greenwich artinya patokan titik 0 adalah daerah Greenwich. Angular Unit : Meter artinya satuan jarak menggunakan meter sehingga memudahkan analisis. Sebagai ilustrasi, hasil shapefile untuk data pelanggan wilayah Kota Tangerang dapat dilihat pada Gambar 11.
8
Gambar 11 Tabel shapefile data pelanggan Kota Tangerang Tampilan shapefile pada peta Kota Tangerang dapat dilihat pada Gambar 12. Pada gambar terlihat titik-titik berwarna merah yang menunjukkan posisi dari pelanggan. Sementara untuk shapefile data pelanggan wilayah lainnya dapat dilihat pada Lampiran 1,2,3,4,5,6,7 dan 8.
sebelumnya memperhitungkan rapat atau renggangnya antara objek-objek, artinya memperhatikan jarak antar objek. Jadi jika menggunakan jarak yang terlalu besar maka tidak akan mampu merepresentasikan kerapatan, sementara jika menggunakan jarak yang terlalu kecil maka akan sangat sedikit objek yang ter-cover di dalamnya. Sebagai ilustrasi, hasil buffering 250 meter data pelanggan untuk wilayah Jakarta Selatan dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 12 Shapefile pelanggan Kota Tangerang Bobot a.
Buffering
Buffering dilakukan terhadap data pelanggan dan fasilitas untuk masing-masing wilayah. Jarak (buffer distance) yang digunakan adalah 50 meter, 100 meter dan 250 meter. Pengambilan tiga jenis jarak ini didasarkan kepada inti dari analisis yang dilakukan yaitu analisis kerapatan. Analisis kerapatan seperti yang sudah diutarakan
Gambar 13 Buffering 250 meter pelanggan Jakarta Selatan Pada Gambar 13 terlihat polygonpolygon berbentuk lingkaran berwarna kuning mengelilingi posisi pelanggan. Radius dari setiap lingkaran adalah 250 meter dengan titik pelanggan sebagai sumbu pusatnya. Hal yang 9
sama juga terjadi pada radius 100 meter dan 50 meter untuk data pelanggan dan fasilitas. b.
Clipping
Langkah selanjutnya adalah melihat jumlah pelanggan yang berada pada radius 50 meter, 100 meter dan 250 meter dari fasilitas umum. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan clipping antara buffer pelanggan dan buffer setiap fasilitas sebagai clip feature. Prinsip dari clipping adalah jika terjadi perpotongan antara dua polygon (pelanggan dan fasilitas) maka pelanggan akan masuk dalam hasil clipping. Sebagai ilustrasi, hasil dari proses clipping antara buffer pelanggan Jakarta Selatan dan buffer gedung pada radius 100 meter dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14 Hasil clipping 100 meter antara pelanggan Jakarta Selatan dan gedung Pada Gambar 14 terlihat 3 macam polygon : kuning yaitu buffer pelanggan, jingga yaitu buffer gedung dan ungu yaitu hasil clipping antara kedua buffer. Hasil clipping tersebut adalah pelanggan-pelanggan yang berada maksimal 100 meter dari perkantoran dan akan diwarnai ungu. Jikaternyata pelanggan berada pada jarak lebih dari 100 meter dari kantor, maka tidak akan berubah warna. Hasil proses clipping ini adalah berupa shapefile, seperti terlihat pada Gambar 15.
Gambar 15 Tabel shapefile clipping 100 meter antara pelanggan Jakarta Selatan dan gedung
10
Dari hasil dari clipping ini diperoleh jumlah pelanggan yang berada pada jarak maksimal 250 meter, 100 meter dan 50 meter dari setiap fasilitas. Besar kecilnya jumlah pelanggan yang ada di sekitar fasilitas tersebut menunjukkan besar kecilnya pengaruh kerapatan fasilitas terhadap kerapatan pelanggan. Hasil clipping antara pelanggan dan fasilitas maksimal sejumlah pelanggan di daerah tersebut. Tahap selanjutnya adalah pemberian bobot untuk setiap fasilitas berdasarkan hasil clipping. Bobot yang diberikan adalah pada rentang 1 sampai 5, tergantung dari persentase clipping pelanggan-fasilitas terhadap total jumlah pelanggan di daerah tersebut. Perhitungan persentase dilakukan menggunakan rumus berikut: Persentase =
hasil clip
x 100%
Total pelanggan
.
Bobot 1 sampai 5 diberikan berdasarkan persentase di atas. Sementara posisi pelanggan sebagai bahan pertimbangan utama dalam pembangunan outlet baru, diberi bobot 5 (maksimal). Pembagian bobot dapat dilihat pada Tabel 2 . Tabel 2 Pembagian bobot fasilitas Persentase
Bobot
0% - 20%
1
20% - 40%
2
40% - 60%
3
60% - 80%
4
80% - 100%
5
Jakarta Selatan. Pada Tabel 3 terlihat bahwa sebesar 71% pelanggan di Jakarta Selatan berada pada jarak maksimal 250 meter dari gedung perkantoran. Hal ini dapat diartikan bahwa pelanggan umumnya adalah perusahaan atau konsumen yang berdomisili tidak jauh dari kawasan gedung perkantoran. Karena berada pada selang 60%-80%, maka gedung diberi bobot 4. Bobot ini adalah yang terbesar, paling dominan dan menandakan bahwa kerapatan gedung perkantoran di Jakarta Selatan juga berkorelasi dengan kerapatan pelanggan. Tempat berikutnya disusul oleh fasilitas telepon sebesar 41% dari total pelanggan dan diberi bobot 3. Di sini juga terlihat bahwa keberadaan fasilitas telepon juga berkorelasi dengan keberadaan pelanggan. Tempat selanjutnya berturut-turut ditempati oleh fasilitas pasar 39% diberi bobot 2, hotel 34% diberi bobot 2, sekolah 25% diberi bobot 2, transportasi 22% diberi bobot 2, perumahan 22% diberi bobot 2, listrik dan air 17% diberi bobot 1, rumah sakit 14% diberi bobot 1 dan pos 8% diberi bobot 1. Tempat terendah ditempati fasilitas pom bensin sebesar 4% dari total pelanggan. Hal ini mengindikasikan bahwa keberadaan pom bensin tidak terlalu berpengaruh terhadap keberadaan pelanggan atau kerapatan pom bensin tidak berkorelasi dengan kerapatan pelanggan.
Hasil clipping, persentase, dan bobot untuk semua fasilitas dan pelanggan di semua wilayah dapat dilihat pada Tabel 3-10. Tabel 3 Hasil clipping wilayah Jakarta Selatan Entitas
Jumlah Pelanggan pada Radius (meter) dari Entitas
Rataan
Persentase
Bobot
(%)
250m
100m
50m
Pelanggan
1123
1123
1123
1123
100
5
Gedung Perkantoran
1066
839
476
793.6667
70.67379
4
Telepon
809
396
166
457
40.69457
3
Hotel
762
291
97
383.3333
34.13476
2
Perumahan
604
120
24
249.3333
22.20243
2
Pasar
799
337
159
431.6667
38.43871
2
11
Entitas
Jumlah Pelanggan pada Radius (meter) dari Entitas
Rataan
Persentase
Bobot
(%)
250m
100m
50m
Sekolah
608
170
69
282.3333
25.14099
2
Transportasi
498
183
66
249
22.17275
2
Pom bensin
91
23
10
41.33333
3.680617
1
Rumah sakit
351
103
33
162.3333
14.45533
1
Pos
207
40
12
86.33333
7.687741
1
Listrik dan air
428
116
27
190.3333
16.94865
1
bobot 2, hotel 28% diberi bobot 2, rumah sakit 25% diberi bobot 2, pasar 23% diberi bobot 2, sekolah 20% diberi bobot 2, listrik dan air 19% diberi bobot 1, pos 14% diberi bobot 1 dan sekolah swasta 12% diberi bobot 1 dan pombensin 6% diberi bobot 1. Tempat terendah ditempati fasilitas perumahan sebesar 4% dari total pelanggan. Hal ini mengindikasikan bahwa sangat sedikit pelanggan yang berada di kawasan perumahan sehingga kerapatan perumahan tidak terlalu berpengaruh terhadap kerapatan pelanggan.
Jakarta Pusat. Pada Tabel 4 terlihat bahwa ada dua fasilitas yang paling dominan yaitu perkantoran sebesar 50% dan telepon sebesar 45%, masing-masing diberi bobot 3. Hal ini bisa diartikan bahwa sebagian besar pelanggan berada di kawasan perkantoran dan fasilitas telepon juga banyak dibangun di kawasan tersebut. Namun bisa juga diartikan bahwa sebagian pelanggan berada pada wilayah perkantoran dan sebagian berada pada wilayah dengan kerapatan telepon umum tinggi. Tempat selanjutnya berturut-turut ditempati oleh fasilitas transportasi 30% diberi
Tabel 4 Hasil clipping wilayah Jakarta Pusat Entitas
Jumlah Pelanggan pada Radius (meter) dari Entitas
Rataan
Persentase
Bobot
(%)
250m
100m
50m
Pelanggan
405
405
405
405
100
5
Kantor
360
184
60
201.3333333
49.71193
3
Telepon
301
169
81
183.6666667
45.34979
3
Transportasi
245
91
33
123
30.37037
2
Hotel
233
83
23
113
27.90123
2
Rumah sakit
216
68
17
100.3333333
24.77366
2
Pasar
218
59
13
96.66666667
23.86831
2
Sekolah
194
38
12
81.33333333
20.0823
2
Listrik dan air
188
36
6
76.66666667
18.93004
1
Pos
129
26
19
58
14.32099
1
Private school
125
22
5
50.66666667
12.51029
1
Pom bensin
49
18
1
22.66666667
5.596708
1
Perumahan
23
6
1
10
2.469136
1
Jakarta Barat. Pada Tabel 5 di atas terlihat bahwa selain pelanggan sebagai faktor utama untuk penentuan lokasi pendirian outlet, tidak ada fasilitas yang benar-benar dominan dalam mempengaruhi keberadaan
pelanggan. Meskipun telepon dan perkantoran masih berada pada posisi tertinggi dalam hal persentase, namun secara umum semua fasilitas berada pada kisaran hampir sama yakni antara 10% - 40%. Tiga fasilitas yakni 12
telepon, perkantoran dan transportasi berada pada kisaran di atas 30% dan diberi bobot 2, tiga fasilitas lain yakni pasar, sekolah dan rumah sakit berada pada kisaran diatas 20%, serta lima fasilitas lain yakni pos, listrik-air, hotel, perumahan dan sekolah swasta berada
pada kisaran di atas 10% dan diberi bobot 1. Hanya pom bensin yang memiliki persentase di bawah 5% dan menunjukkan kerapatan pom bensin memiliki pengaruh paling lemah terhadap kerapatan pelanggan.
Tabel 5 Hasil clipping wilayah Jakarta Barat Entitas
Jumlah Pelanggan pada Radius (meter) dari Entitas
Rataan
Persentase
Bobot
(%)
250m
100m
50m
Pelanggan
215
215
215
215
100
5
Telepon
164
70
22
85.33333
39.68992
2
Kantor
134
69
34
79
36.74419
2
Transportasi
113
56
39
69.33333
32.24806
2
93
39
20
50.66667
23.56589
2
105
30
14
49.66667
23.10078
2
Rumah sakit
93
24
18
45
20.93023
2
Pos
75
33
20
42.66667
19.84496
1
Listrik dan air
78
35
10
41
19.06977
1
Hotel
67
41
14
40.66667
18.91473
1
Pasar Sekolah
Perumahan
56
10
1
22.33333
10.3876
1
Private school
41
18
6
21.66667
10.07752
1
Pom Bensin
28
4
0
10.66667
4.96124
1
Jakarta Timur. Pada Tabel 6 terlihat bahwa dua fasilitas yang pada daerah lain digabung, di daerah Jakarta Timur ini dibuat terpisah yakni gedung dan perkantoran. Kedua fasilitas ini adalah fasilitas yang paling dominan dalam korelasinya terhadap kerapatan pelanggan yakni masing-masing 41% dan 35% dari total pelanggan yang ada. Ini artinya hampir setengah dari seluruh pelanggan di wilayah Jakarta Timur berada pada radius 250 meter dari kawasan gedung
dan perkantoran. Selain itu sekolah juga punya pengaruh menengah yakni sebesar 27% dari total pelanggan dan diberi bobot 2. Sementara 9 fasilitas lainnya berada pada kisaran di bawah 30% yaitu 3 fasilitas berada pada rentang 10%-30% dan 6 fasilitas memiliki persentase hanya kurang dari 10% dari total pelanggan. Persentase pelanggan terendah berada di kawasan perumahan yakni sebesar 1%. Kesembilan fasilitas ini diberi bobot 1 karena masuk pada rentang 0% -20%.
Tabel 6 Hasil clipping wilayah Jakarta Timur Entitas
Jumlah Pelanggan pada Radius (meter) dari Entitas
Rataan
Persentase
Bobot
(%)
250m
100m
50m
Pelanggan
199
199
199
199
100
5
Gedung
151
73
23
82.33333
41.37353
3
Kantor
131
57
18
68.66667
34.50586
2
Sekolah
112
42
8
54
27.13568
2
61
13
3
25.66667
12.89782
1
Listrik dan air
13
Entitas
Jumlah Pelanggan pada Radius (meter) dari Entitas
Rataan
Persentase
Bobot
(%)
250m
100m
50m
46
15
6
22.33333
11.22278
1
134
68
17
21.66667
10.07752
1
Pasar
33
9
2
14.66667
7.370184
1
Transportasi
46
17
4
10.66667
4.96124
1
Pom Bensin
19
5
3
9
4.522613
1
Private school
24
2
1
9
4.522613
1
Hotel
11
6
4
7
3.517588
1
6
0
0
2
1.005025
1
Pos Telepon
Perumahan
Jakarta Utara. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa secara umum semua fasilitas memiliki pengaruh yang rendah terhadap kerapatan pelanggan di Jakarta Utara. Hal ini terlihat dari persentase tertinggi hanya sebesar 26% atau seperempat dari jumlah total pelanggan di daerah ini. Dengan kata lain dapat dimaknai bahwa hanya seperempat dari pelanggan di daerah ini yang berada dekat dengan fasilitas publik. Dekat di sini diartikan berada pada jarak maksimal 250 meter.
Hampir semua fasilitas diberi bobot 1 karena memiliki persentase kurang dari 20%, yakni listrik dan air 13%, pasar 12%, sekolah 10%, perumahan 10%, rumah sakit 10%, hotel 7%, transportasi 6%, sekolah swasta 6%, serta pom bensin dan pos masing-masing 5% dan 4%. Hanya 2 fasilitas yang diberi bobot 2 karna berada pada selang 20%-40% yakni perkantoran dengan persentase 26% dan telepon umum dengan persentase 20%.
Tabel 7 Hasil clipping wilayah Jakarta Utara Entitas
Jumlah Pelanggan pada Radius (meter) dari Entitas
Rataan
Persentase
Bobot
(%)
250m
100m
50m
143
143
143
143
100
5
Kantor
71
29
11
37
25.87413
2
Telepon
57
23
7
29
20.27972
2
Listrik dan air
41
11
3
18.33333333
12.82051
1
Pasar
40
11
1
17.33333333
12.12121
1
Sekolah
41
5
0
15.33333333
10.72261
1
Pelanggan
Perumahan
38
4
0
14
9.79021
1
Rumah sakit
33
6
2
13.66666667
9.55711
1
Hotel
25
5
1
10.33333333
7.226107
1
Transportasi
22
5
0
9
6.293706
1
Private school
23
2
0
8.333333333
5.827506
1
Pom Bensin
17
3
1
7
4.895105
1
Pos
13
3
2
6
4.195804
1
Kota Bekasi. Pada Tabel 8 terlihat bahwa fasilitas yang paling signifikan dalam mempengaruhi kerapatan pelanggan yakni gedung yakni sebesar 31% dari total
pelanggan. Ini artinya hampir sepertiga dari total pelanggan di wilayah Bekasi berada pada jarak kurang dari 250 meter dari gedung yang ada di wilayah ini. Karena persentasenya 14
berada pada rentang 20%-40%, maka perkantoran diberi bobot 2. Sementara 13 fasilitas lainnya diberi bobot 1 karena berada pada rentang 0%-20%. Dari 13 fasilitas tersebut hanya ada 1 fasilitas yang memiliki persentase clip di atas 10% yaitu perkantoran dengan persentase sebesar 13%. Sementara sisanya memiliki persentase kurang dari 10%. Hal paling mencolok terlihat pada fasilitas hospital, pos dan listrik-air yang memiliki
persentase sangat rendah yakni kurang dari 1%. Pada tabel terlihat bahwa hanya ada 1 pelanggan yang berada pada radius 250 meter dari ketiga fasilitas tersebut. Implikasinya adalah ketiga fasilitas tersebut memiliki pengaruh yang sangat rendah dalam pendirian outlet dan memiliki korelasi sangat rendah terhadap kerapatan pelanggan.
Tabel 8 Hasil clipping wilayah Kota Bekasi Entitas
Jumlah Pelanggan pada Radius (meter) dari Entitas
Rataan
Persentase
Bobot
(%)
250m
100m
50m
106
106
106
106
100
5
Gedung
57
30
11
32.66667
30.81761
2
Kantor
23
11
6
13.33333
12.57862
1
Rumah sakit
14
4
2
6.666667
6.289308
1
Market
15
4
0
6.333333
5.974843
1
Sekolah
11
3
1
5
4.716981
1
Pasar
Pelanggan
10
4
0
4.666667
4.402516
1
Pom Bensin
7
4
2
4.333333
4.08805
1
Telepon
6
4
1
3.666667
3.459119
1
Private school
5
1
0
2
1.886792
1
Industri
4
1
0
1.666667
1.572327
1
Transportasi
4
0
0
1.333333
1.257862
1
Hospital
1
0
0
0.333333
0.314465
1
Pos
1
0
0
0.333333
0.314465
1
Listrik dan air
1
0
0
0.333333
0.314465
1
lainnya memiliki persentase di bawah lima persen dimana 8 di antaranya memiliki persentase hanya kurang dari 1%. Di antara 8 fasilitas tersebut terdapat 4 fasilitas yaitu hotel, pos, rumah sakit dan telepon, yang memiliki persentase kedekatan dengan pelanggan sebesar 0%. Artinya semua pelanggan di wilayah Kabupaten Tangerang berada pada jarak di atas 250 meter dari hotel, pos, rumah sakit dan telepon.
Kabupaten Tangerang. Pada Tabel 9 terlihat bahwa semua fasilitas memiliki pengaruh yang rendah dalam penentuan lokasi outlet baru karena memiliki asosiasi yang rendah terhadap kerapatan pelanggan. Semua fasilitas memiliki persentase di bawah 10%, dimana perkantoran tetap berada pada posisi teratas yakni sebesar 9%. Disusul oleh pasar dengan persentase 8%. Sementara 9 fasilitas
Tabel 9 Hasil clipping wilayah Kabupaten Tangerang Entitas
Jumlah Pelanggan pada Radius (meter) dari Entitas
Rataan
Persentase
Bobot
(%)
250m
100m
50m
Pelanggan
43
43
43
43
100
5
Kantor
10
2
0
4
9.302326
1
15
Entitas
Jumlah Pelanggan pada Radius (meter) dari Entitas
Rataan
Persentase
Bobot
(%)
250m
100m
50m
Pasar
8
1
1
3.333333333
7.751938
1
Industri
3
0
0
1
2.325581
1
Listrik
1
0
0
0.333333333
0.775194
1
Private school
1
0
0
0.333333333
0.775194
1
Sekolah
1
0
0
0.333333333
0.775194
1
Transportasi
1
0
0
0.333333333
0.775194
1
Hotel
0
0
0
0
0
1
Pos
0
0
0
0
0
1
Rumah sakit
0
0
0
0
0
1
Telepon
0
0
0
0
0
1
Delapan fasilitas lainnya memiliki persentase kurang dari 5%. Seperti halnya di wilayah Kabupaten Tangerang, di Kota Tangerang diantara 8 fasilitas tersebut, juga terdapat 3 fasilitas yang memiliki persentase clipping sebesar 0% yaitu listrik-air, telepon dan transportasi. Hal ini berarti tidak ada satupun pelanggan yang berada pada jarak di bawah 250 meter dari fasilitas listrik-air, telepon dan transportasi.
Kota Tangerang. Pada Tabel 10 terlihat bahwa semua fasilitas memiliki tingkat pengaruh yang rendah terhadap kerapatan pelanggan, masing-masing dengan bobot 1. Persentase tertinggi adalah gedung sebesar 13%. Ini berarti sekitar 13% pelanggan di wilayah kota Tangerang berada pada jarak maksimal 250 meter dari gedung. Posisi kedua ditempati oleh kawasan perkantoran dengan persentase sebesar 8% dari total pelanggan.
Tabel 10 Hasil clipping wilayah Kota Tangerang Entitas
Jumlah Pelanggan pada Radius (meter) dari Entitas
Persentase
Bobot
(%)
250m
100m
50m
Pelanggan
40
40
40
40
100
5
Gedung
12
3
1
5.333333
13.33333
1
Kantor
7
2
1
3.333333
8.333333
1
Industri
3
0
0
1
2.5
1
Gas
3
0
0
1
2.5
1
Private school
2
1
0
1
2.5
1
Sekolah
2
0
0
0.666667
1.666667
1
Pos
1
0
0
0.333333
0.833333
1
Listrik
0
0
0
0
0
1
Telepon
0
0
0
0
0
1
Transportasi
0
0
0
0
0
1
Density Analysis a.
Rataan
Point Density Point density atau kerapatan titik dilakukan terhadap data sebaran pelanggan dan fasilitas untuk semua wilayah. Data
pelanggan dan fasilitas untuk setiap wilayah yang dikenai proses point density dapat dilihat pada Tabel 11. Prinsip dari kerapatan titik ini adalah titik-titik dengan jarak dekat akan memiliki kelas kerapatan lebih tinggi daripada 16
titik-titik yang berjarak lebih jauh. Masingmasing layer yang dicari kerapatannya dikelaskan menjadi 5 kelas, kelas 1, 2, 3, 4 dan 5 yang merepresentasikan kelas terendah hingga kelas tertinggi. Pengkelasan dilakukan
menggunakan metode equal interval. Hasil akhir dari point density ini adalah citra raster bertipe *.aux dan *.rrd. Hasil point density data sebaran pelanggan di semua wialayah dapat dilihat pada Gambar 16-23.
Tabel 11 Data pelanggan dan fasilitas untuk semua wilayah Entitas
Wilayah Jaksel
Jakpus
Jakbar
Jaktim
Jakut
Bekasi
Kab. Tangerang v
Tangerang
Pelanggan
v
v
v
v
v
v
Pom Bensin
v
v
v
v
v
v
Hotel
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
Kantor
v v
v
Pos
v
v
v
v
v
v
v
v
Listrik dan air Pasar
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
Perumahan
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
Private school Gedung
v
v
Sekolah
v
v
v
v
v
v
v
v
Telepon
v
v
v
v
v
v
v
v
Transportasi
v
v
v
v
v
v
v
v
Rumah sakit Hospital
v
v
v
v
v
v
v
v
v v
v
Market
v
Industri
v
v
v
Keterangan : v = ada Jakarta Selatan. Pada Gambar 16 terlihat dua daerah paling padat pelanggan di wilayah Jakarta Selatan (area berwarna putih) yaitu kawasan bisnis Mega Kuningan dan Jalan Setiabudi. Kawasan padat pelanggan kedua (kelas 4) yang ditandai oleh area berwarna kuning yaitu komplek perkantoran Kuningan dan Jalan Sudirman. Secara umum dapat disimpulkan bahwa pelanggan Jakarta Selatan umumnya berada di wilayah Jakarta Selatan bagian utara (perbatasan dengan Jakarta Pusat) dan sebagian besarnya berada di kawasan bisnis utama.
Gambar 16 Hasil point density pelanggan Jakarta Selatan 17
Jakarta Pusat. Pada bagian kiri bawah Gambar 17 terlihat bahwa terdapat 5 kelas yang ditandai dengan warna berbeda, berurutan dari atas ke bawah adalah kelas 1, 2, 3, 4 dan 5. Pada peta Jakarta Pusat juga terlihat daerah-daerah dengan kerapatan pelanggan yang berbeda. Daerah Menteng, Angkasa Kemayoran serta beberapa bagian Jalan Thamrin adalah daerah yang memiliki kerapatan pelanggan tertinggi dan ditandai dengan warna putih. Daerah yang terkategori kelas 4 dan ditandai dengan warna kuning sebagian besar adalah sepanjang jalan Thamrin, Menteng, sebagian daerah Angkasa Kemayoran dan perkantoran Gunung Sahari. Sementara 3 kelas terbawah tersebar di beberapa bagian wilayah Jakarta Pusat. Secara umum pelanggan paling banyak berada di wilayah Jakarta Pusat bagian barat. Sementara wilayah Jakarta Pusat bagian timur memiliki pelanggan sangat sedikit.
Gambar 18 Hasil point density pelanggan Jakarta Barat Jakarta Timur. Area berwarna putih pada Gambar 19 adalah daerah yang paling padat pelanggan di wilayah Jakarta Timur yaitu Jalan Bekasi Barat Raya (perbatasan dengan Tol DI Panjaitan). Daerah padat pelanggan kedua yaitu di sekitar Jalan Haji Ten (Haji Ten Raya, Haji Ten 1 dan Haji Ten 4), ditunjukkan oleh area berwarna kuning. Secara umum dapat disimpulkan bahwa pelanggan Jakarta Timur umumnya berada di wilayah Jakarta Timur bagian utara (perbatasan dengan Jakarta Pusat) sementara Jakarta Timur bagian selatan minim pelanggan.
Gambar 17 Hasil point density pelanggan Jakarta Pusat Jakarta Barat. Pada Gambar 18 terlihat pelanggan terpadat di wilayah Jakarta Barat berada di sekitar Jalan KS. Tubun-Kota Bambu (ditandai dengan area berwarna putih). Pelanggan terbanyak berikutnya berada di sepanjang Jalan S. Parman. Hal yang bisa dilihat di sini adalah ternyata hampir sama dengan wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat, pelanggan Jakarta Barat juga terpusat di wilayah perkantoran karena kedua daerah yang disebutkan sebelumnya adalah kawasan perkantoran terpenting di Jakarta Barat. Secara umum dapat disimpulkan bahwa pelanggan sebagian besar berada di wilayah Jakarta Barat bagian Timur (perbatasan dengan Jakarta Pusat).
Gambar 19 Hasil point density pelanggan Jakarta Timur 18
Jakarta Utara. Terlihat pada Gambar 20 bahwa terdapat dua daerah paling padat pelanggan di wilayah Jakarta Barat yaitu Jalan Pluit Selatan dan pusat pertokoan Mangga Dua. Kedua wilayah ini ditunjukkan oleh area berwarna putih. Daerah padat pelanggan berikutnya (kelas 1,2,3,dan 4) juga berada di sekitar wilayah kelas 5. Secara umum dapat disimpulkan bahwa pelanggan Jakarta Utara tidak terpusat di satu bagian wilayah saja melainkan tersebar di Jakarta Utara bagian timur dan barat.
Gambar 21 Hasil point density pelanggan Kota Bekasi
Gambar 20 Hasil point density pelanggan Jakarta Utara Kota Bekasi. Daerah paling padat pelanggan untuk wilayah Kota Bekasi yaitu di sekitar Jalan Anugerah dan Jalan Cempaka Baru (ditunjukkan oleh area berwarna putih pada Gambar 21). Daerah padat pelanggan berikutnya (kelas 4) yaitu Jalan Bekasi Raya, Taman Harapan Baru dan disekitar Jalan Anugerah-Cempaka Baru. Secara umum pelanggan kota Bekasi banyak terdapat di wilayah Bekasi bagian barat dan utara, terutama perbatasan dengan Jakarta Timur. Sementara wilayah Bekasi bagian selatan dan timur sangat minim pelanggan.
Kabupaten Tangerang. Pada Gambar 22 terlihat bahwa untuk wilayah Kabupaten Tangerang terdapat dua daerah paling padat pelanggan dan ditandai dengan area berwarna putih yaitu Jalan Siliwangi-Puspiptek Serpong dan Jalan Villa Pamulang Mas. Kedua daerah ini adalah tempat berdirinya beberapa kantor dan instansi penting. Daerah padat pelanggan berikutnya (kelas 2, 3 dan 4) juga berada di sekitar daerah kelas 5. Secara umum pelanggan kabupaten Tangerang berada di wilayah kabupaten Tangerang bagian timur (perbatasan dengan Jakarta Selatan).
Gambar 22 Hasil point density pelanggan Kabupaten Tangerang
19
Kota Tangerang. Hal menarik yang bisa dilihat pada pelanggan wilayah kota Tangerang yang disajikan pada Gambar 23 adalah pelanggan terpusat hanya di satu titik dimana daerah-daerah kelas bawah berada di sekitar daerah yang terkategori kelas di atasnya. Daerah dengan pelanggan terpadat (kelas 5) dan ditunjukkan oleh area berwarna putih berada di Jalan Serpong Raya (perbatasan Tol Jakarta-Merak). Daerah yang berada pada kelas 1,2,3 dan 4 semuanya berada di sekitar daerah kelas 5. Hanya ada satu daerah padat pelanggan lain di luar daerah yang disebutkan di atas yaitu daerah di sekitar Jalan A. Yani. Daerah ini berada pada kelas 2 dan ditunjukkan oleh area berwarna hijau.
Raya, Jalan Karang Asem Tengah, Jalan Karang Asem Utara, Jalan Denpasar Raya, Jalan Rasuna Said), Jalan Karet KaryaSetiabudi Timur dan Jalan Setiabudi. Terlihat di sini bahwa keempat lokasi tersebut ternyata adalah kawasan bisnis dan perkantoran yang cukup penting di Jakarta Selatan. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pelanggan wilayah Jakarta Selatan berada di kawasan perkantoran.
Gambar 24 Hasil overlay wilayah Jakarta Selatan
Gambar 23 Hasil point density pelanggan Kota Tangerang b.
Wighted Sum Overlay
Untuk setiap wilayah, overlay dilakukan terhadap semua citra raster hasil point density, baik data pelanggan maupun fasilitas. Setiap citra raster diberi bobot sesuai dengan bobot yang telah didefinisikan pada proses buffering dan clipping. Hasil dari proses overlay ini berupa shapefile yang akan memperlihatkan daerah mana yang paling ideal sebagai lokasi outlet baru. Hasil overlay dari setiap wilayah adalah sebagai berikut: Jakarta Selatan. Pada Gambar 24 terlihat 4 daerah di wilayah Jakarta Selatan yang paling ideal sebagai lokasi pembangunan outlet baru. Keempat daerah tersebut ditandai dengan warna putih dan berada pada kelas 5 (tertinggi). Daerah-daerah tersebut antara lain Jalan Pejaten Raya (kawasan perkantoran Pejaten), Kawasan perkantoran KuninganRasuna Episentrum (Jalan Karang Asem
Jakarta Pusat. Pada Gambar 25 terlihat 3 daerah di wilayah Jakarta Pusat berada pada kelas 5 (tertinggi) dan berdasarkan analisis kerapatan, merupakan daerah paling ideal untuk mendirikan outlet baru (ditandai dengan warna biru muda). Ketiga daerah tersebut adalah Jalan Menteng Raya, Jalan MH. Thamrin (perbatasan dengan Jalan Wahid Hasyim) dan Jalan Cikini Raya. Ketiga wilayah tersebut adalah wilayah dengan kerapatan pelanggan tertinggi dan kerapatan fasilitas tertinggi, khususnya gedung perkantoran. Jalan MH Thamrin sendiri adalah pusat bisnis di wilayah Jakarta Pusat dan Jalan Menteng Raya adalah tempat berdirinya banyak kantor-kantor penting terutama kedutaan besar negara lain. Sementara Jalan Cikini Raya disamping juga merupakan tempat berdirinya kantor-kantor penting, juga merupakan salah satu kawasan perumahan elit di Jakarta Pusat.
20
berbeda dengan tiga daerah sebelumnya, daerah di Jakarta Timur yang keluar sebagai kandidat lokasi outlet baru mencakup luas area yang sempit sehingga keputusan akhir untuk penentuan lokasi yang paling cocok sangat tergantung kepada hasil survei lapang. Ilustrasinya bisa dilihat pada Gambar 27.
Gambar 25 Hasil overlay wilayah Jakarta Pusat Jakarta Barat. Pada Gambar 26 terlihat bahwa ada dua daerah di Jakarta Barat yang paling ideal sebagai kandidat lokasi outlet baru. Dua daerah tersebut ditunjukkan oleh area berwarna putih yaitu kawasan perkantoran Slipi (Jalan S. Parman, perbatasan dengan Nelimurni flyover) dan Jalan KS. Tubun-Kota Bambu.
Gambar 27 Hasil overlay wilayah Jakarta Timur Jakarta Utara. Terdapat 3 daerah berwarna putih yang merupakan kandidat lokasi outlet baru untuk wilayah Jakarta Utara (Gambar 28). Daerah tersebut antara lain Jalan Pluit Selatan, Jalan Pluit Raya (perbatasan dengan Jalan Pluit Selatan Raya) dan pertokoan Kelapa Gading (Jalan Kelapa Gading Boulevard).
Gambar 26 Hasil overlay wilayah Jakarta Barat Jakarta Timur. Terdapat 8 daerah di Jakarta Timur yang paling ideal sebagai kandidat lokasi outlet baru. Daerah-daerah tersebut ditunjukkan oleh area berwarna putih yaitu Jalan Cililitan Besar (perbatasan dengan Jalan Jend. Sutoyo), Jalan Kelapa Gading 3, Jalan Bekasi Barat Raya (perbatasan dengan Tol DI Panjaitan), Jalan Sawo 3, Jalan Perserikatan Paus, Jalan Kincir, Jalan Rawa Gelam 2 dan Jalan Sunan Drajat. Sedikit
Gambar 28 Hasil overlay wilayah Jakarta Utara
21
Kota Bekasi. Terdapat satu daerah yang keluar sebagai kandidat lokasi outlet baru di wilayah Kota Bekasi (ditunjukkan oleh area berwarna putih pada Gambar 29). Daerah tersebut adalah Jalan A. Yani (di sekitar komplek kantor Pajak Bekasi).
Kota Tangerang. Untuk wilayah Kota Tangerang terdapat 1 lokasi yang paling ideal sebagai kandidat lokasi outlet baru yaitu Jalan Serpong Raya (perbatasan dengan Jalan MH. Thamrin). Pada Gambar 31 daerah tersebut ditandai oleh area berwarna putih.
Gambar 29 Hasil overlay wilayah Kota Bekasi
Gambar 31 Hasil overlay wilayah Kota Tangerang
Kabupaten Tangerang. Pada Gambar 30 terlihat dua area berwarna putih yang menunjukkan lokasi paling ideal dalam pendirian outlet baru. Kedua daerah tersebut adalah Jalan Pahlawan Seribu (di sekitar Carrefour hingga PT. Suzuki) dan Jalan Kelapa Dua. Jika dilihat dari luas area cakupan, Jalan Pahlawan Seribu mencakup area yang jauh lebih luas dibandingkan Jalan Kelapa Dua. Begitupula jika dilihat dari sudut fasilitas, Jalan Pahlawan Seribu juga memiliki fasilitas lebih banyak dibandingkan Jalan Kelapa Dua.
Gambar 30 Hasil overlay wilayah Kabupaten Tangerang
Survei Dalam penelitian SIG, survei adalah tahapan cukup penting yang harus dilakukan disamping proses mapping dan analisis. Survei terdiri atas dua tahap yaitu survei I dan survei II. Survei I dilakukan untuk mengetahui posisi pasti dari pelanggan yang tidak diketahui posisi pastinya dengan cara datang langsung ke lapangan. Di samping itu survei I juga bertujuan untuk meminta opini pelanggan tentang kriteria lokasi outlet yang ideal bagi mereka. Pendapat pelanggan ini berguna sebagai bahan pertimbangan di dalam analisis. Sementara survei II bertujuan untuk melihat kondisi di lapangan sebagai bahan pertimbangan akhir lokasi yang dipilih. Survei II menggunakan data daerah terpilih yang dihasilkan dari proses analisis. Karena keterbatasan dalam berbagai hal yang dimiliki oleh penulis, maka pada penelitian ini hanya dilakukan survei I. Survei dilakukan pada tanggal 4 Agustus 2009 di daerah Jakarta Selatan. Daerah yang disurvei adalah daerah Melawai, Fatmawati, Sudirman dan Gatot Subroto. Dari survei tersebut diperoleh data dari dua perusahaan yaitu PT Quattro di Jalan Gatot Subroto kav . 13 dan PT. Matlamat Cakera Canggih di Jalan Sudirman No.127. Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil wawancara dengan kedua 22
perusahaan tersebut adalah lokasi yang ideal dalam pendirian outlet baru adalah lokasi yang dekat dengan kawasan gedung perkantoran. Dengan kata lain, jika melakukan pembobotan, fasilitas gedung dan perkantoran harus diberi bobot lebih besar daripada fasilitas yang lain. Pendapat pelanggan tersebut hampir sama dengan hasil buffering dan clipping dimana untuk setiap wilayah, fasilitas gedung dan perkantoran selalu memiliki bobot yang lebih besar dibanding fasilitas yang lain. Dengan demikian pendapat pelanggan tersebut secara tidak langsung telah masuk dalam komponen analisis. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu: a.
b.
c.
d.
Dengan menggunakan desktopGIS dan metode density analysis dapat diketahui lokasi paling ideal untuk pembangunan outlet di wilayah DKI Jakarta, Kota Bekasi, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang berdasarkan data sebaran pelanggan dan fasilitas. Lokasi-lokasi ideal untuk pembangunan outlet tersebut antara lain 4 lokasi di Jakarta Selatan, 3 lokasi di Jakarta Pusat, 2 lokasi di Jakarta Barat, 8 lokasi di Jakarta Timur, 3 lokasi di Jakarta Utara, 1 lokasi di Kota Bekasi, 2 lokasi di Kabupaten Tangerang dan 1 lokasi di Kota Tangerang. Lokasi ideal tidak ditemukan untuk Kabupaten Tangerang karena tidak ada pelanggan yang berdomisili di wilayah tersebut, sehingga tidak bisa dilakukan analisis. Pelanggan Bakosurtanal di wilayah DKI Jakarta, Tangerang dan Bekasi, hampir setengahnya berada di wilayah Jakarta Selatan sehingga pendirian outlet di wilayah ini hendaknya menjadi prioritas utama di atas wilayah yang lain. Sebagian besar pelanggan berada di kawasan gedung perkantoran.
outlet baru disamping pelanggan itu sendiri.
data
sebaran
Saran Saran-saran yang diberikan untuk pengembangan lebih lanjut adalah sebagai berikut: a.
Untuk hasil yang lebih akurat, hendaknya dilakukan metode analisis lain seperti network analysis, point distance analysis dan sebagainya sehingga dapat dilakukan perbandingan antara hasil-hasil analisis tersebut.
b.
Survei tahap II harus dilakukan sebagai bahan pertimbangan akhir dalam pengambilan keputusan, karena tanpa survei II tidak bisa diketahui kondisi nyata di lapangan. DAFTAR PUSTAKA
Aquillino et al. 2007. Toward Declarative GIS Analysis. Pisa : University of Pisa, Italy. Burrough et al. 1998. Principles of Geographical Information System. USA : Oxford University Press. Joerin et al. 1998. GIS and Multicriteria Analysis for Land Management. Lausanne : Department of Rural Engineering, Swiss Federal Institute of Technology Lausanne, 1015 Lausanne, Switzerland. Josua, Alber. 2007. Sistem Informasi Geografis Penyebaran Demam Berdarah Kabupaten Bogor Berbasis Web. [Skripsi]. Departemen Ilmu Komputer, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kang, TC. 2002. Introduction to Geographic Information System. New York : The McGraw-Hill Companies, Inc. Strager. MP. 2001. ArcGIS Spatial Analyst:Advanced GIS Spatial Analysis Using Raster and Vector Data. New York : ESRI.
Pada umumnya pelanggan tersebut adalah perusahaan ataupun pelanggan yang berdomisili di sekitar kawasan gedung perkantoran, sehingga keberadaan gedung dan perkantoran memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam penentuan lokasi 23