perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Material Feroelektrik Pada tahun 1920 Valasek menemukan fenomena feroelektrik dengan meneliti sifat garam Rochelle (NaKC4H4O6.4H2O) (Rizky, 2012). Feroelektrik adalah gejala terjadinya perubahan polarisasi listrik secara spontan pada material tanpa adanya gangguan medan listrik dari luar. Material feroelektrik merupakan kelompok material dielektrik yang mempunyai kemampuan untuk mengubah sifat polarisasinya di dalam medan listrik yang sesuai (Sunandar, 2006). Pada tahun 1944 Von Hippel menemukan kapasitor berbahan dasar barium titanat (BaTiO3) yang mempunyai konstanta dielektrik tinggi (Rizky, 2012). Partikel keramik feroelektrik banyak digunakan dengan alasan konstanta dielektriknya tinggi dan loss dielektriknya rendah (Wang et.al., 2012). Penemuan keramik feroelektrik sebagai elemen aktif dikembangkan dalam berbagai ukuran dan tergantung dari karakteristiknya untuk aplikasi perangkat mikro elektronik (Frey, 1996). Ketika tegangan listrik dihilangkan, bahan yang bersifat feroelektrik mempunyai kemampuan untuk menahan polarisasi elektrik (Mikrianto et.al., 2007).
Gambar 2.1. Kurva histerisis (Anggraini dan Hikam, 2006) Material feroelektrik ditandai dengan terbentuknya kurva histerisis. Gambar 2.1 adalah kurva histerisis yang commit menunjukkan to userkurva hubungan antara polarisasi
5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
listrik (P) dengan kuat medan listrik eksternal (E). Apabila kuat medan listrik pada daerah E positif dan P positif ditingkatkan, maka polarisasi listrik akan ikut meningkat secara cepat yang ditunjukkan oleh garis OA. Polarisasi akan naik secara perlahan hingga pada akhirnya tetap atau tidak berubah lagi ditunjukkan oleh garis AB, keadaan seperti ini disebut dengan keadaan saturasi. Apabila kuat medan listrik diturunkan hingga O maka polarisasi listriknya mengikuti garis BC, bukan kembali lagi ke titik O. Pada saat medan listrik mengalami reduksi menjadi nol, maka material akan memiliki polarisasi remanan (Pr) yang ditunjukkan oleh garis OC. Nilai polarisasi material tersebut dapat dihapus dengan cara menggunakan sejumlah medan listrik pada arah yang berlawanan (negatif). Harga medan listrik yang digunakan untuk mereduksi nilai polarisasi hingga bernilai nol disebut dengan medan koersif (Ec). Apabila pemberian kuat medan listrik dilanjutkan hingga E negatif, maka material akan kembali mengalami keadaaan saturasi, namun bernilai negatif yang ditunjukkan oleh garis EF. Apabila medan listrik kembali dinaikkan lagi sehingga kurva mengalami satu putaran, maka diperoleh kurva hubungan antara polarisasi (P) dengan medan koersif (Ec) yang ditunjukkan oleh loop histerisis (Sunandar, 2006). Pergeseran muatan yang terjadi di dalam suatu bahan dielektrik disebut dengan polarisasi. Polarisasi terjadi ketika suatu material dielektrik dipengaruhi oleh medan listrik dari luar. Pergeseran muatan tersebut akan mengakibatkan timbulnya dipol-dipol listrik (Anggraini dan Hikam, 2006). Dipol listrik merupakan susunan muatan yang terpisah dengan jarak yang sangat pendek (Raharjo, 2008). Besarnya momen dipol dapat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut: j=
(2.1)
di mana :
p = momen dipol listrik (Coulomb meter) q = muatan listrik (Coulomb) r = jarak antarpusat muatan (meter) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
Besarnya polarisasi listrik spontan (Ps) adalah banyaknya jumlah momen dipol per satuan volume (V) sehingga dapat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut: R
∑
(2.2)
Suatu kristal dapat dikatakan terpolarisasi apabila memiliki dipol listrik yang permanen karena pusat muatannya positif dan muatan negatifnya tidak berada pada pusat sel satuan (Anggraini dan Hikam, 2006).
2.2. Struktur Perovskite (ABO3) Struktur perovskite merupakan salah satu struktur yang menunjukkan adanya polarisasi spontan pada temperatur tertentu (Aksel, 2012). Bahan yang berstruktur perovskite mempunyai sifat tertentu mengenai struktur kristal, fase transisi sebagai fungsi temperatur, dan ukuran ion dalam sel satuan (Kota, 2006). Struktur perovskite memiliki rumus ABO3 seperti pada Gambar 2.2 dengan A merupakan logam monovalen, divalen, atau trivalen, sedangkan B berupa unsur trivalen, pentavalen, ataupun tetravalen, serta O merupakan unsur oksigen (Sulistyo, 2006).
Gambar 2.2. Struktur perovskite material ferroelektrik (Yoon, 2006) Atom yang menempati pusat struktur perovskite tersebut akan berada dalam commit to user keadaan setimbang apabila tidak dipengaruhi oleh medan listrik dari luar dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
distribusi muatan yang tersebar merata. Apabila dipengaruhi oleh medan listrik dari luar maka atom yang semula tepat berada di pusat akan mengalami pergeseran, sehingga akan condong ke atas atau ke bawah mengikuti arah medan listrik yang diberikan. Peristiwa ini mengakibatkan distribusi muatan pada kristal tidak merata (Rizky, 2012).
2.3. Barium Titanat (BaTiO3) Barium titanat (BaTiO3) merupakan keramik piezoelektrik pertama yang dikembangkan dengan penggunaan yang sangat luas dan aplikasi material ini sebagai material kapasitor sangat dikenal. Barium titanat yang merupakan bahan feroelektrik banyak dimanfaatkan untuk pembuatan komponen elektronik bebagai macam aplikasi elektrokeramik karena mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi (Syahril, 2012). BaTiO3 sampai saat ini disintesis menggunakan metode solid state reaction. Metode solid state reaction mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya suhu sintering yang sangat tinggi, yaitu 1400°C hingga 1450°C, masih terdapat pengotor yang berasal dari proses ball milling, serta ukuran partikelnya masih belum bisa mencapai ukuran nano (Sunendar et.al., 2010). Apabila material dielektrik BaTiO3 diberi medan listrik, maka ion-ion oksigen akan bergeser ke arah elektroda positif, sementara itu ion-ion titanium akan bergeser ke arah elektroda negatif (Syahril, 2012). Ukuran butir barium titanat yang lebih besar dari 0,5 µm biasanya ditunjukkan pada peralihan dari fase tetragonal ke fase kubik pada temperatur Curie (120-130)oC. Titik Curie akan mengalami penurunan disertai dengan adanya penurunan ukuran butir BaTiO3. Fase tetragonal menunjukkan sifat feroelektrik, sedangkan fase kubik menunjukkan sifat paraelektrik dengan konstanta dielektrik yang kecil. Sifat feroelektrik pada fase tetragonal mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi. Pada temperatur di atas titik Curie untuk fase kubik mempunyai struktur perovskite ideal dan sel unit yang stabil. Pada temperatur antara 0oC dan titik Curie, struktur perovskite barium titanat terdistorsi, dimana ion-ion Ti4+ dan O2- berpindah dari arah yang berlawanan committidak to user menjadi posisi asli, di mana ion barium berubah posisinya (Yoon, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
Tabel 2.1. Sifat Bahan Feroelektrik BaTiO3 (Bhattacharya dan Ravichandran, 2003)
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2.3. (a) Berbagai fase kristal BaTiO3, (b) struktur kristal BaTiO3 dalam fase kubik dan fase tetragonal, (c) enam variasi tetragonal, dan (d) pola domain kristal BaTiO3 tunggal yang divisualisasikan menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi commit to user (Bhattacharya dan Ravichandran, 2003)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
2.4. Konstanta Dielektrik Kapasitor terbuat dari dua plat sejajar yang berfungsi sebagai elektroda dan keduanya dipisahkan oleh suatu bahan yang dinamakan dengan bahan dielektrik. Ukuran elektroda dan keadaan bahan dielektrik sangat mempengaruhi besarnya tegangan yang dihasilkan. Besarnya kapasitansi suatu kapasitor dapat dinyatakan dengan persamaan berikut: æ=
(2.3)
Dengan C adalah besarnya kapasitansi (F), Ɛ merupakan permitivitas bahan (F/m), A merupakan luas penampang elektroda (m2), dan d adalah jarak antar elektroda (m). Sedangkan kuat dielektrik suatu bahan dinyatakan dalam persamaan berikut: =
(2.4)
Dengan ke merupakan kuat dielektrik bahan dan Ɛ0 adalah permitivitas hampa (F/m). Kuat dielektrik bahan ke juga sering disebut dengan permitivitas relatif yang disimbolkan dengan Ɛr dengan satuan farad per meter. Hasil eksperimen Faraday pada tahun 1837 dalam efek pengisian ruang antarplat dengan keadaan vakum menggunakan sebuah dielektrik mengatakan bahwa muatan pada kapasitor yang mengandung dielektrik akan lebih besar dari pada muatan pada kapasitor yang lainnya (Halliday dan Resnick, 1992). Jika ruang antarplat tidak terisi oleh bahan tertentu atau kosong maka besarnya Ɛ adalah satu. Kapasitansi suatu kapasitor bergantung pada luas penampang, bentuk, jarak antarplat, dan sifat bahan dielektriknya (Suyamto, 2008). Kapasitor memiliki fungsi sebagai pembatas arus DC dan sebagai penyimpan energi dalam bentuk medan listrik (Ramdhani, 2008). Konstanta dielektrik merupakan suatu kemampuan bahan dielektrik untuk membangkitkan medan listrik yang disebabkan oleh polarisasi muatan yang timbul karena pengaruh bahan dielektrik tersebut (Van Vlack, 2004). Karakteristik penting yang dimiliki oleh suatu bahan dielektrik adalah kemampuan bahan untuk menyimpan energi. Terjadinya penyimpanan energi melalui proses pergeseran posisi relatif dari muatan-muatan terikat di dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
molekul bahan untuk melawan gaya-gaya molekuler normalnya yang disebabkan oleh adanya pengaruh dari medan luar (Hayt dan Buck, 2006). Bagus atau tidaknya suatu bahan dielektrik dipengaruhi oleh konstanta dielektrik dan disipasi bahan. Disipasi adalah hilangnya energi suatu bahan dielektrik (Van Vlack, 2004), sehingga disipasi sering disebut dengan loss dielektrik. Material-material dielektrik tidak dapat menghantarkan arus listrik karena dalam keadaaan yang paling sederhana dielektrik termasuk ke dalam bahan isolator. Di dalam rangkaian listrik, bahan dielektrik memainkan peran inert, namun tidak sepenuhnya inert terhadap medan listrik. Medan listrik menyebabkan terjadinya polarisasi elektron, polarisasi ionik, dan dapat mengorientasi molekul yang terpolarisasi permanen. Polarisasi akan menyebabkan terjadinya kenaikan densitas muatan pada suatu kapasitor (Van Vlack, 2004).
2.5. Metode Solid State Reaction Metode solid state reaction atau reaksi padatan digunakan karena mempuyai beberapa keuntungan yaitu mudah dalam pembuatannya, cukup sederhana, dan tidak membutuhkan biaya besar dalam mensintesa bahan. Proses sintesa menggunakan reaksi padatan diharapkan hasil homogenitasnya tinggi (Yuliati, 2010). Kehomogenan campuran dalam produksi besar sangat berperan penting untuk mendapatkan mutu yang baik (Rachmawati et.al., 2010). Proses sintesa metode solid state reaction diawali dengan penimbangan bahan, penggerusan dalam mortar dengan permukaan licin agar bahan tidak menempel pada mortar, penghalusan, homogenisasi, dan reaksi padatan yang menghasilkan pelet, kemudian dilanjutkan dengan proses kalsinasi untuk menghilangkan kontaminasi. Reaksi padatan diharapkan terjadi pada saat proses sintering dilakukan, di mana terbentuk senyawa baru dari bahan dasar (Ahda, 2009; Yuliati, 2010). Suatu padatan dapat berupa kristal dan dapat berupa amorf. Padatan berupa kristal apabila atom-atomnya tersusun pada posisi periodik sedangkan padatan bersifat amorf apabila atom-atomnya tersusun secara tidak commit to user periodik (Ramelan, 2004).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
Gambar 2.4. Diagram reaksi padatan pembentukan BaTiO3 dari BaCO3 dan TiO2 (Yoon, 2006) Butiran homogen BaTiO3 dapat diperoleh secara bertahap oleh reaksi antara BaTiO4 dan TiO2 yang dikarenakan oleh difusi kontinu. Mekanismenya ditunjukkan oleh Gambar 2.3. sedangkan persamaan reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut: BaCO3 → BaO+CO2
(2.5)
BaO+TiO2 → BaTiO3
(2.6)
BaTiO3+BaO → Ba2TiO4
(2.7)
Ba2TiO4+TiO2 → 2 BaTiO3
(2.8)
Reaksi secara keseluruhannya adalah: BaCO3+TiO2 → BaTiO3+CO2
(2.9)
Densitas redah seperti fase anatase meningkatkan formasi BaTiO3 dengan mereduksi keduanya dan mendifusi energi aktivasinya (Yoon, 2006).
2.6. X-Ray Difraction (XRD) Metode difraksi sinar-X digunakan untuk menganalisa padatan yang memiliki struktur kristalin atau amorf. Struktur kristalin dan amorf sangat sulit dibedakan apabila dilihat secara kasat mata. Apabila dilihat dengan menggunakan mikroskoppun keduanya tidak dapat dibedakan karena keduanya sama-sama terlihat sebagai medium yang malar (Safitri et.al., 2009). Ciri utama struktur dapat diketahui melalui besarnya parameter kisi dan tipe struktur tersebut. Selain digunakan untuk meneliti ciri utama struktur, difraksi sinar-X juga digunakan untuk mengetahui susunan berbagai jenis atom di dalam kristal, adanya cacat kristal, orientasi kristal, ukuran sub-butir kristal, mengetahui kerapatan fasa kristal serta material yangtoterkandung di dalam suatu bahan (Sari, commit user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
2011). Kristal dapat diidentifikasi dengan cara mengukur pola difraksi pada daerah sudut difraksi (2") tertentu sehingga dapat diperoleh keterangan mengenai kristal tersebut secara spesifik (Hermintoyo et.al., 2010). Kristal dapat didifraksikan dengan difraksi sinar-X karena jarak antaratom pada kristal hampir sama dengan panjang gelombang sinar-X (Sueta, 2008). Analisis difraksi sinar-X dapat digunakan untuk membuktikan banyak pengetahuan di bidang kristalografi (Iswardhani et.al., 2003).
Gambar 2.5. Difraksi Sinar-X pada Kristal (Suryanarayana, 1998) Gambar 2.4 menunjukkan adanya pemantulan dan interferensi sehingga membentuk sudut difraksi tertentu dan berlaku persamaan Bragg: ú
di mana :
2 sin "
(2.10)
n = orde difraksi ú = panjang gelombang
= jarak antara dua bidang pantul yang berdekatan
" = sudut antara sinar datang dan bidang pantul
Besarnya n = 1, 2, 3, .... yang berturut-turut menunjukkan orde pertama, orde kedua, orde ketiga, dan seterusnya. Hukum Bragg digunakan untuk mempelajari struktur kristal (Ramelan, 2004).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
Hasil dari XRD adalah banyaknya foton yang diterima oleh detektor pada saat foton mengenai kristal pada bidang tertentu, sehingga geometri kristal dari material yang diuji dapat diketahui. Hasil konversinya berupa grafik hubungan antara intensitas dengan 2", di mana intensitas sebagai sumbu y dan 2" sebagai sumbu x (Rizky, 2012).
2.8. General Structure Analysis System (GSAS) GSAS merupakan sebuah software yang digunakan untuk mengolah data hasil XRD. Software GSAS-XPGUI ini digunakan untuk melakukan analisis puncak-puncak yang bertumpukan serta memberikan informasi yang dibutuhkan, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif, seperti nilai parameter kisi dan sebagainya (Widiyanto, 2010). Analisa hasil difraksi sinar-X menggunakan software GSAS ini berbasis pada metode Rietveld (Moto et.al., 2003). Metode Rietveld merupakan suatu proses analisis dengan cara mengasumsikan suatu model dengan struktur. Metode ini diawali dengan proses identifikasi fasa, kemudian dilanjutkan dengan proses penghalusan (refinement) parameter-parameter struktur kristal sehingga akan diperoleh suatu kecocokan antara pola difraksi hasil pengamatan dengan pola difraksi hasil perhitungan. Parameter-parameter masukan berupa space grup, komposisi atom pembentuk fasa, parameter kisi, sudut α, sudut β, sudut γ, serta posisi atom dari struktur kristal yang telah direkomendasikan (Suminta dan Kartini, 2006).
commit to user