perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISA PENGARUH JUMLAH LAPISAN TIPIS BZT YANG DITUMBUHKAN DENGAN METODE SOL GEL TERHADAP KETEBALAN DAN SIFAT LISTRIK (KURVA HISTERISIS)
Disusun Oleh :
NIKA ZULIANINGSIH M 0207047
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Fisika
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Januari, 2012 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini penulis menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi saya yang berjudul“ ANALISA PENGARUH JUMLAH LAPISAN TIPIS BZT YANG DITUMBUHKAN DENGAN METODE SOL GEL TERHADAP KETEBALAN DAN SIFAT LISTRIK (KURVA HISTERISIS)” adalah hasil kerja saya atasarahan pembimbing dan sepengetahuan saya hingga saat ini, isi skripsi tidak berisi materi karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Universitas Sebelas Maret atau Perguruan Tinggi, jika ada maka telah dituliskan di daftar pustaka skripsi ini dan segalabentuk bantuan dari semua pihak telah ditulis di bagian ucapan terimakasih. Isi skripsi ini boleh dirujuk atau difotokopi secara bebas tanpa harus memberitahu penulis.
Surakarta, 3 Januari 2012
Nika Zulianingsih
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISA PENGARUH JUMLAH LAPISAN TIPIS BZT DITUMBUHKAN DENGAN METODE SOL GEL TERHADAP KETEBALAN DAN SIFAT LISTRIK (KURVA HISTERISIS)
Nika Zulianingsih Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan penumbuhan lapisan tipis BZT menggunakan metode sol gel diatas substrat Pt/Si yang disiapkan dengan spin coater. Penumbuhan lapisan tipis ini dilakukan variasi jumlah lapis 1 lapis, 2 lapis dan 3 lapis pada suhu 8000C, holding time 2, 3, dan 4 jam dengan heating rate 30C/menit. Sampel dikarakterisasi menggunakan peralatan X-ray Diffraction (XRD) Merk Bruker, Scanning Electron Microscopy (SEM) JEOL JSM6360LA, Keithley Electrometer. Hasil karakterisasi XRD dapat dikatakan bahwa penumbuhan lapisan tipis BZT diatas substrat Pt/Si telah berhasil dilakukan. Hal ini terlihat dengan munculnya puncak BZT untuk penumbuhan diatas substrat Pt/Si. Hasil karakterisasi SEM menunjukkan permukaan lapisan tipis BZT telah rata di atas substrat Pt/Si. Hasil uji sifat listrik menggunakan Keithley Electrometer, memperlihatkan kurva histerisis yang mengindikasikan bahwa lapisan tipis BZT bersifat ferroelektrik. Sampel 3 lapis memperlihatkan nilai polarisasi tinggi dan medan koersif (Ps =9,666 µC/cm2, Pr =8,497 µC/cm2, Psat=10,783 µC/cm2 Ec=20,482 kV/m).
Kata Kunci : BZT, sol gel, spin coating, ketebalan,sifat listrik.
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALYSIS OF INFLUENCE OF THIN LAYERS NUMBER FABRICATED BY SOL GEL METHOD ON THE THICKNESS AND ELECTRIC PROPERTIES (HYSTERESIS LOOP) Nika Zulianingsih Physics Department, Faculty of Sciences, Sebelas Maret University
[email protected] ABSTRACT This research is conducted by growing BZT thin film using sol gel method on Pt/Si substrates prepared with spin coater. A variation of film is applied in growing the thin film: 1 layer, 2 layers and 3 layers at a temperature of 8000C, holding time of 2, 3, and 4 hours with heating rate of 30C/minutes. The sample was characterized using, X-ray Diffraction (XRD) Bruker Brands, Scanning Electron Microscopy (SEM) JEOL JSM6360LA, Keithley Electrometer. The results of XRD characterization shows that the growth of BZT thin layer on the substrate of Pt/Si been successfully performed. This can be seen from the BZT peaks for growth on substrates Pt/Si. SEM characterization shows BZT thin surface layer has been flat on the substrate Pt/Si. Electrical properties of the test results using Keithley Electrometer, showing hysteresis curve indicating that the layer is thin BZT ferroelectric. Three layers sample shows high polarization value and coercive field (Ps = 9,666 µC/cm2, Pr =8,497 µC/cm2, Psat=10,783 µC/cm2, Ec=20,482 kV/m).
Keywords: BZT, sol gel, spin coating, thin, nature of electrity
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Akhir-akhir ini, penelitian tentang penumbuhan lapisan tipis semakin maju termasuk dalam kegunaanya di bidang elektronika. Lapisan tipis ferroelektrik merupakan salah satu kandidat yang sangat baik untuk digunakan pada aplikasi dalam bidang elektronika. Terdapat peningkatan penggunaan ferroelektrik material yang diaplikasikan dalam berbagai hal diantaranya : penerapan material ferroelektrik berdasarkan sifat-sifatnya adalah sifat histerisis dan tetapan dielektrik yang tinggi dapat diterapkan pada sel
Dynamic Random Acsess
Memory (DRAM), sifat piezo-elektrik dapat digunakan sebagai mikroaktuator dan sensor, sifat polaryzability dapat diterapkan sebagai Non Volatile Ferroelectric Random Acsess Memory atau NVFRAM (Lines,et al., 1979). Sejak tahun 1989, lapisan tipis ferroelektrik telah mendapat perhatian khusus dalam aplikasi elektronik (Agus, 2008). Belakangan ini penelitian terhadap material ferroelektrik banyak menarik perhatian para ahli fisika karena material ferroelektrik ini sangat menjanjikan terhadap perkembangan divais generasi baru sehubungan dengan sifat-sifat unik yang dimilikinya. Penggunaan dalam bentuk lapisan tipis sangat luas, karena sifat-sifat bahan ferroelektrik dapat difabrikasi sesuai kebutuhan serta mudah diintegrasikan dalam bentuk divais. Penggunaan lapisan tipis ferrolektrik sebagai memori keuntungannya bila dibandingkan dengan sistem magnetik. Sistem magnetik hanya mampu menyimpan 105 bit/cm2, sedangkan memori yang terbuat dari ferroelektrik mampu menyimpan hingga 108 bit/cm2. Keuntungan lain adalah sebagai memori permanen yang mampu menekan kehilangan informasi selama proses berulang (Azizahwati, 2002). Material ferroelektrik memiliki sifat mempertahankan polarisasi listrik secara permanen yang dapat distel diantara dua keadaan stabil oleh medan listrik eksternal. Perubahan polarisasi ini penting baik dari tinjauan akademik maupun to user tinjauan aplikasi karena hali inicommit memiliki pengaruh luas terhadap sifat- sifat
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
makroskopik meterial ferroelektrik. Pemberian medan listrik terhadap meterial ferroelektrik menghasilkan loop histerisis polarisasi-medan listrik (P-E), yang dikarakterisasi dengan nilai polarisasi spontan (Ps), polarisasi saturasi (Psat), polarisasi remanen (2Pr), dan medan koersif (Ec). Beberapa jenis meterial ferroelektrik yang sering dipergunakan antara lain: Barium Titanat (BT), Barium Strontium Titanat (BST), Lead Zirconium Titanat (PZT). Barium Zirkonium Titanat (BZT). Lapisan tipis Barium Strontium Titanate (BST) telah lama dipelajari sebagai salah satu material yang dapat diaplikasikan untuk Non Volatile Memory Device, Dynamic Random Access Memory (DRAM), voltage tunable device, Infra Red (IR) dan sensor kelembaban (Seo, et al., 2004). BaZrTiO3 (BZT) merupakan salah satu komposisi penting untuk dielektrik dalam Multi Layer Capacitor (MLC) (Daocheng, et al., 2009). Barium zirkonium titanat Ba(ZryTi1-y)O3 biasanya diperoleh dengan menggantikan iondiposisi B dari struktur perovskite ABO3 atau Ti dalam senyawa BaTiO3 dengan Zr. Struktur perovskite memiliki rumus umum ABO3, di mana A adalah logam monovalen atau divalen dan B adalah tetra atau pentavalent. Struktur tersebut merupakan sebuah kubus, dengan atom A di sudut-sudut kubus, atom B di diagonal ruang kubus, dan oksigen oktahedra diatur menempati tiap diagonal bidang kubus (Lines dan Glass, 1977). Hal ini dimungkinkan karena ion Zr4+ memiliki ukuran ion yang lebih besar (0,087 nm) dari Ti4+ yang hanya (0,068 nm). Ba(ZryTi1-y)O3 (BZT) adalah alternatif pengganti yang mungkin untuk BST dalam fabrikasi kapasitor keramik karena Zr4+ secara kimiawi lebih stabil dari Ti4+ (Cavalcante, et al., 2006). Metode pembuatan lapisan tipis secara umum dikelompokan menjadi dua yaitu metode vakum dan non-vakum. Metode vakum terdiri dari Pulsed Laser Deposition (PLD), Metalorganic Chemical Vapor Deposition (MOCVD), Chemical Vapor Deposition (CVD). Sedangkan untuk metode non vakum yaitu Chemical Solution Deposition (CSD) merupakan cara pembuatan lapisan tipis deengan pendeposisian larutan bahan kimia diatas substrat, kemudian dipreparasi dengan spin coating pada kecepatan putar tertentu (Schwartz, 1997). Keunggulan commit to user metode Chemical Solution Deposition (CSD) adalah mengontrol stokiometri film
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
dengan kualitas yang baik, prosedur yang mudah dan membutuhkan biaya yang relatif murah dan terjadi pada temperatur rendah (Hikam, dkk., 2008). Metode Chemical Solution Deposition (CSD) telah lama dikembangkan untuk penumbuhan perovskite thin film semenjak tahun 1980-an dan dipublikasikan oleh Fukashima et al (Schwartz, 1997). Pada penelitian ini akan dipergunakan metode chemical solution deposition berupa sol-gel BZT di atas substrat Platina/Silikon (Pt/Si) dengan variasi dari jumlah lapisan. Sampel dikarakterisasi meliputi struktur kristal dengan peralatan X-ray Diffraction (XRD), ketebalan dengan peralatan Scanning Electron Microscopy (SEM) menggunakan JEOL JSM6360LA Analytical Scanning Electron Microscope, untuk melihat kurva histerisis dengan peralatan Keithley Electrometer.
1.2. Rumusan Masalah Permasalahan yang timbul adalah bagaimanakah pengaruh jumlah lapisan tipis terhadap ukuran butir dan ketebalan serta parameter-parameter kurva histerisis (sifat listrik) yaitu baik polarisasi spontan, remanen, saturasi, dan medan koersif sehingga akan diperoleh sifat-sifat yang sesuai dengan spesifikasi dari material feroelektrik.
1.3. Batasan Masalah Berdasarkan dari tujuan dan metodologi penelitian dalam skripsi ini, maka pendekatan sistem yang diambil adalah: a.
Lapisan tipis BZT dibuat dengan metode sol gel yang disiapkan dengan spin coating dengan kecepatan putar 4000 rpm selama 30 detik.
b.
Pembuatan lapisan tipis BZT pada penelitian ini menggunakan molaritas, volume, suhu annealing, heating rate, waktu tahan (holding time) yang sama, yaitu: molaritas 0,3M dengan volume 0,0025 L, suhu annealing 8000C, heating rate 30C/menit dan waktu tahan (holding time) 2 jam, 3 jam,4 jam. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
1.4. Tujuan Penelitian Dari latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a.
Mengetahui pengaruh jumlah lapisan tipis terhadapketebalan lapisan tipis BZT yang terbentuk.
b.
Mengetahui pengaruh jumlah lapisan tipis terhadap parameter- parameter kurva histerisis (sifat listrik) yaitu baik polarisasi spontan, remanen, saturasi, dan medan koersif sehingga akan diperoleh sifat-sifat yang sesuai dengan spesifikasi dari material feroelektrik.
1.5. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: a.
Secara teoritis penelitian ini dapat memeberikan informasi tentang lapisan tipis BZT beserta sifat listrik dengan metode sol gel.
b.
Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi acuan dan bermanfaat bagi jurusan fisika, khususnya bidang minat material untuk pengembangan dan penelitian bahan lapisan tipis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Material Feroelektrik Suatu material dikatakan bersifat ferroelektrik jika didalam suatu bahan material tersebut mengalami gejala terjadinya perubahan polarisasi listrik secara spontan pada material tanpa gangguan medan listrik dari luar. Ferroelektrifitas merupakan fenomena yang ditunjukkan oleh kristal dengan suatu polarisasi spontan dan efek histerisis yang berkaitan dengan perubahan dielektrik dalam menanggapi penerapan medan listrik (O’Brien, 2001). Ferroelektrik merupakan kelompok material dielektrik dengan polarisasi listrik internal yang lebar P (C/m2) yang dapat diubah menggunakan medan listrik yang sesuai. Polarisasi sendiri merupakan jumlah seluruh momen dipol tiap sel satuan volume. Momen dipol dalam hal ini didefinisikan sebagai jarak yang memisahkan antara pusat muatan positif dengan negatif, besar momen dipol dapat dirumuskan sebagai berikut: μ= qi ri
(2.1)
Dengan μ adalah momen dipol listrik (Coulomb meter ), qi adalah muatan (Coulomb),ri adalah jarak antar muatan (m ) Nilai Polarisasi listrik (P) dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut : P = (Σ qi ri) /(V)
(2.2)
Dengan (Σ qi ri) adalah jumlah momen dipol dan V adalah volume unit sel. Struktur kristal dikatakan feroelektrik memiliki dua atau lebih orientasi keadaan tanpa gangguan medan listrik dan orientasi itu bergeser dari suatu keadaan ke keadaan lainnya dalam suatu medan listrik (Lines,et al.,1979), polarisasi spontan ini berharga nol (0), disebabkan oleh orientasi dipol yang acak. Tanpa kehadiran medan listrik, konfigurasi dari kristal ini stabil dengan orientasi bersifat polar. Material ferroelektrik dicirikan oleh kemampuan untuk membentuk kurva histerisis yaitu kurva yang menghubungkan antara medan listrik dan polarisasi. Kurva hubungan antara polarisasi listrik (P) dan kuat medan listrik (E) commitkuat to user ditunjukkan pada Gambar 2.1. Ketika medan listrik ditambah (OA) maka 5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
polarisasinya akan meningkat terus sampai material mencapai kondisi jenuh (saturasi) (BC). Ketika medan listrik diturunkan kembali ternyata polarisasinya tidak kembali ke titik O, tetapi mempunyai pola (CD) dan mempunyai nilai. ketika medan listrik tereduksi sampai nol, material akan memiliki polarisasi remanen (PR) seperti pola (OD). Nilai remanen merupakan nilai rapat fluks magnetik yang tersisa di dalam material setelah medan diturunkan menjadi nol dan merupakan ukuran kecenderungan pola sifat magnet untuk tetap menyimpang, walaupun medan penyimpang telah dihilangkan. Nilai polarisasi dari material dapat dihilangkan dengan menggunakan sejumlah medan listrik pada arah yang berlawanan (negatif). Harga dari medan listrik untuk mereduksi nilai polarisasi menjadi nol disebut medan koersif (Ec) pola OF. Jika medan listrik kemudian dinaikkan kembali, material akan kembali mengalami saturasi, hanya saja bernilai negatif (FG). Putaran kurva akan lengkap jika, medan listrik dinaikkan lagi dan pada akhirnya akan didapatkan kurva hubungan polarisasi (P) dengan medan listrik (E) yang ditunjukkan dengan kurva histerisis pada Gambar 2.4 (How, 2007).
Gambar 2.1.Kurva Histerisis
( How,2007) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
2.2. Struktur Perovskite Struktur perovskite memiliki rumus umum ABO3, di mana A adalah logam monovalen atau divalen dan B adalah tetra atau pentavalent. Struktur tersebut merupakan sebuah kubus, dengan atom A di sudut-sudut kubus, atom B di diagonal ruang kubus, dan oksigen oktahedra diatur menempati tiap diagonal bidang kubus (Lines,et al.,1979). Istilah perovskite memilki dua pengertian, pertama perovskite merupakan mineral partikular dengan rumus kimia CaTiO3 (disebut juga calcium titanium oxide). Mineral ini ditemukan di pegunungan Ural Rusial oleh Gustav Rose pada tahun 1839 dan kemudian dinamakan oleh mineralogist Rusia, L.A Perovski (1792-1856). Kedua, umumnya mineral-mineral dengan struktur kristal yang sama sebagai CaTiO3 disebut juga struktur perovskite. Kelebihan yang dimiliki oleh oksida perovskite adalah sebagian dari ion-ion oksigen penyusun strukturnya dapat dilepaskan (mengalami reduksi) tanpa dirinya mengalami perubahan struktur yang berarti. Kekosongan ion oksigen ini selanjutnya dapat diisi kembali oleh ion oksigen lain melalui reaksi reoksidasi. Selain itu, perovskite juga memiliki tingkat kestabilan struktur yang relatif tinggi maka substitusi isomorfis dengan menggunakan kation-kation sejenis atau yang berukuran sama sangat mungkin dilakukan. Barium titanat merupakan suatu bahan yang bersifat ferroelektrik dan mempunyai struktur kristal perovskite (ABO3) yang sampai saat ini banyak diteliti secara luas. Hal ini menarik karena barium titanat mempunyai struktur kristal perovskite yang sederhana, sehingga dapat mempermudah pemahaman tentang material ferroelektrik itu sendiri. BaTiO3 mempunyai struktur kristal yang jauh lebih sederhana bila dibanding dengan bahan feroelektrik lainnya.Bahan ini ditinjau dari segi penggunaannya sangat praktis karena memiliki sifat kimia dan mekanik yang sangat stabil, mempunyai sifat ferroelektrik pada suhu ruang sampai diatas suhu ruang karena mempunyai suhu Curie (Tc) pada 1200C, sementara penggunaan dalam aplikasi elektronik suhu Curienya berkisar 600C dan dibutuhkan permitivitas yang lebar terhadap suhu, oleh karena itu suhu Curie diturunkan dan permitivitas perlu ditingkatkan (Yunasfi, 2001). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
Struktur Perovskite BaTiO3 memiliki ion Oksigen (O 2-) yang terletak pada diagonal bidang dari unit sel, ion Titan (Ti4+) yang terletak pada diagonal ruang dari unit sel dan ion Barium (Ba2+) terletak pada ujung tiap rusuk dari unit sel. Material ini sangat responsif terhadap medan listrik karena polarisabilitas yang sangat besar dari divalen oksigennya (Jona and Shirane, 1993). Beberapa material seperti PZT (Lead zirconate titanite), BST (Barium Stronsium Titanat) dan BZT (Barium Zirkonium Titanat) masuk ke dalam kelompok barium titanat dan memiliki struktur yang sama yaitu struktur perovskite dari BaTiO3.
Gambar 2.2.Struktur perovskite BaTiO3 (Jona and Shirane, 1993) Barium titanat mempunyai struktur kristal perovskiteyang mengacu pada struktur kristal kalsium titanat (CaTiO3). Struktur perovskite BaTiO3 memiliki ion Oksigen (O2-) yang terletak pada diagonal bidang dari unit sel, ion Titan (Ti4+) yang terletak pada diagonal ruang dari unit sel dan ion Barium (Ba2+) terletak pada ujung tiap rusuk dari unit sel (Jona and Shirane, 1993). Dalam struktur ini dimungkinkan untuk mensubtitusi sebagian dari kation-kationnya seperti dalam (BaSr)TiO3, (PbZr)TiO3 dan Ba(ZrTi)O3. Barium titanat memiliki struktur yang berbeda–beda ketika suhunya berbeda. Perubahan struktur barium titanat dengan suhu di atas 1200C memiliki struktur kristal kubik tanpa memiliki polarisasi spontan. Suhu dari 120 0C sampai dengan 50C memiliki struktur kristal tetragonal dan mimiliki polarisasi spontan. 0 commit to userstruktur kristal orthorhombik dan Dari suhu 50C sampai dengan -90 C memiliki
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
mimiliki polarisasi spontan, dan di bawah -900C memiliki struktur kristal rhombohedral dan memiliki polarisasi spontan (Kenji, 2000). Struktur kristal hexagonal dan struktur kristal kubik dari barium titanat mempunyai sifat paraelektrik, sedangkan pada struktur kristal tetragonal, orthorhombik dan rhombohedral dari barium titanat mempunyai sifat sebagai material ferroelektrik.
Gambar 2.3.Perubahan Struktur Kristal dari Barium Titanat (BaTiO3) (Kenji, 2000) 2.3. BZT (Barium Zirkonium Titanat) BZT (Barium Zirkonium Titanat) merupakan salah satu komposisi penting untuk dielektrik dalam multi layer capacitor (MLC). Peningkatan perbandingan Zr sampai 25% dalam BZT akan muncul properti relaxor yang kuat dan suhu Curie (Tc) turun menjadi lebih rendah (Daocheng, 2009). BZT biasanya diperoleh dengan menggantikan ion di diposisi B dengan Zr dalam senyawa BaTiO 3 dari struktur perovskite ABO3, hal ini dimungkinkan karena ion Zr4+ memiliki ukuran ion yang lebih besar (0,087 nm) dari Ti4+ yang hanya (0,068 nm). BZT menjadi alternatif pengganti yang mungkin untuk BST dalam fabrikasi kapasitor keramik karena Zr4+ secara kimiawi lebih stabil dari Ti4+ (Zhai, 2004). Penggantian ion homovalent dan heterovalent pada barium atau titaniumpada struktur Barium Titanat akan memberikan dampak pada sifat yang nampak pada rentan suhu tertentu. Penambahan Strontium akan menurunkan suhu curie (Tc) yang commit to user berkurang secara linear seiring peningkatan dari komposisi Srontium. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
penambahan ion Zr di tempat Ti mengubah secara kuat karakter respon dielektriknya mendeketai suhu Curie dari Ba(ZryTi1-y)O3. Ketika kandungan Zr lebih dari 27% Ba(Zr yTi1-y)O3 Tc naik dengan peningkatan frekuensi (Pontes, 2004). Ketika kandungan Zr kurang dari 10% Ba(ZryTi1-y)O3 menunjukkan perilaku ferroelektrik yang normal dan perubahan dielektrik yang besesuaian dengan struktur kubik ke tetragonal, tetragonal ke orthorhombik dan orthorhombik ke rhombohedral telah diamati dengan baik. Lapisan tipis BZT memiliki keuntungan dalam beberapa aspek seperti diperlukan medan listrik yang lebih rendah, suhu annealing rendah dan mudah diintegrasikan dengan substrat Pt. BZT dengan berbagai komposisi Zr telah diteliti. Hal ini diperlukan untuk mempelajari pengaruh kandungan Zr dalam lapisan tipis Ba(ZryTi1-y)O3 (Gao, 2005).
2.4. Metode Chemical Solution Deposition (CSD) Metode Chemical Solution Deposition (CSD) merupakan cara pembuatan lapisan tipis dengan pendeposisian larutan bahan kimia di atas substrat, kemudian dipreparasi dengan spin coating pada kecepatan putar tertentu. Prinsip umum dari larutannya haruslah homogen (Schwartz, 1997). Keunggulan dari metode CSD (Chemical Solution Deposition) adalah dapat mengontrol stokiometri film dengan kualitas yang baik, prosedur yang mudah, membutuhkan biaya yang relatif murah dan terjadi pada temperatur rendah (Hikam, dkk., 2008). CSD (Chemical Solution Deposition) didasarkan metode dekomposisi pada dasarnya dilakukan dengan beberapa tahap yaitu, persiapan larutan (proses kimia), pelapisan substrat atau proses deposisi, pemberian panas (proses termalisasi 300-4000C), terakhir dilakukan proses annealing (600-11000C) (Schwartz, 1997). Metode spin coating adalah metode percepatan larutan pada substrat yang diputar diperlihatkan pada Gambar 2.4.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
Gambar 2.4. Metode Spin Coating (Chuswatun,2006) Proses spin coating merupakan proses penetesan larutan pada substrat yang kemudian di putar dengan putaran tertentu dan waktu tertentu. Mula-mula cairan diteteskan pada substrat dan pembasahan menyeluruh pada permukaan substrat (tegangan permukaan diminimalisasi dan tidak ada getaran, tidak ada noda dan pengotor dan sebagainya). Piringan lalu dipercepat dengan kecepatan putar tertentu dan dalam waktu tertentu sehingga menyebabkan larutan terdistribusi merata pada substrat untuk memperoleh lapisan yang homogen. Prinsip fisika di balik spin coating adalah keseimbangan antara gaya viskositas yang dijelaskan oleh viskositas pelarut dengan gaya sentrifugal yang dikontrol oleh kecepatan spin. (Chuswatun, 2006).
Gambar 2.5. Skema dari Spin Coating (Chuswatun, 2006) Beberapa parameter yang terlibat dalam coating yaitu : viskositas larutan, kandungan padatan, kecepatan angular dan waktu putar (Hertanto, 2008). Proses spin coating meliputi penetesan lapisan diatas substrat, percepatan spin coating dengan kecepatan putar (spin on), perataan (spin off) dan proses pengeringan (penguapan). Proses Spin coating memuat tahapan seperti dibawah ini : a. Penetesan larutan diatas substrat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
Pada bagian ini larutan dideposisikan di atas substrat, kemudian diputar dengan kecepatan tinggi. Kemudian lapisan yang telah dibuat akan dikeringkan sampai pelarut pada lapisan tersebut benar-benar sudah menguap.
Gambar 2.6. Penetesan larutan diatas substrat (Luurtsema, 1997)
b. Percepatan Spin Coating Pada tahapan ini, setelah penetesan larutan dilakukan percepatan larutan dengan kecepatan yang relatif tinggi. Kecepatan yang digunakan mengakibatkan adanya gaya sentrifugal dan turbulensi cairan. Kecepatan yang digunakan bergantung pada sifat larutan. Waktu yang digunakan pada percepatan ini biasanya membutuhkan waktu kira-kira 10 menit.
Gambar 2.7. Percepatan pada Spin Coating ( Luurtsema, 1997)
c. Proses Perataan (spin off) Setelah melalui proses percepatan maka akan terjadi perataan larutan diatas substrat. Perataan ini agar lapisan tipis tidak terjadi ketebalan pada salah satu bagiannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
Gambar 2.8. Perataan pada Spin Coating ( Luurtsema, 1997)
d. Proses Pengeringan Pada tahapan ini pelarut diserap ke atmosfer dan sudah terbentuk lapisan tipis dengan ketebalan tertentu. Ketebalan pada lapisan ini bergantung pada kelembaban pada substrat.
Gambar 2.9. Pengeringan Lapisan ( Luurtsema, 1997)
2.5. X-ray Diffraction (XRD) Karakterisasi XRD bertujuan untuk menetukan sistem kistal (kubus, tetragonal, orthorhombic, rombohedral, heksagonal, monoklinik, dan triklinik). Metode difraksi sinar-X dapat menerangkan parameter kisi, jenis struktur, susunan atom yang berbeda-beda pada kristal, adanya ketidaksempurnaan pada kristal, orientasi, butir-butir dan ukuran butir, ukuran dan berat jenis endapan dan distorsi kisi ( Smallman, 1991). Hamburan sinar-X dihasilkan jika suatu elektroda logam ditembak dengan elektron-elektron dengan kecepatan tinggi dalam tabung vakum. Suatu kristal dapat digunakan untuk mendifraksikan berkas sinar-X dikarenakan orde dari panjang gelombang sinar-X hampir sama atau lebih kecil dengan orde jarak antar commit to user atom dalam suatu kristal ( Smallman, 1991).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
Suatu material dikenai sinar-X maka intensitas sinar yang ditransmisikan akan lebih rendah dari intensitas sinar datang, hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh material dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam material tersebut. Berkas sinar-X yang dihamburkan ada yang saling menghilangkan (interferensi destruktif) karena fasenya berbeda dan ada juga yang saling menguatkan (interferensi konstruktif) karena mempunyai fase yang sama. Berkas sinar-X yang saling menguatkan (interferensi konstruktif) dari gelombang yang terhambur merupakan peristiwa difraksi. Sinar-X yang mengenai bidang kristal akan terhambur ke segala arah, agar terjadi interferensi konstruktif antara sinar yang terhambur dan beda jarak lintasannya harus memenuhi pola nλ.
Sinar datang
Sinar bias D
θ
A
θ
C B
Gambar 2.10. Difraksi pada Sinar-X (Suryanarayana, 1998)
Pada Gambar 2.6 dapat dituliskan 𝐵𝑒𝑑𝑎 𝑙𝑖𝑛𝑡𝑎𝑠𝑎𝑛 (𝛿) = 𝑛𝜆
(2.3)
Beda lintasan antara sinar 1 dan sinar 2 𝛿 = 𝐴𝐵 + 𝐵𝐶
(2.4)
𝛿 = 2 𝐵𝐶 𝛿 = 2 𝐵𝐷 sin 𝜃,
(2.5) 𝐵𝐷 = 𝑑
𝛿 = 2 𝑑 sin 𝜃
(2.6) (2.7)
Sehingga beda lintasannya 𝑛𝜆 = 2 𝑑 sin 𝜃
(2.8) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
Persamaan 2.8 disebut persamaan bragg, dengan n = bilangan bulat (1, 2, 3, …dst), λ adalah panjang gelombang sinar-X, d adalah jarak kisi pada kristal, dan θ adalah sudut difraksi. Berdasarkan persamaan bragg, jika sinar-X dijatuhkan pada sampel kristal, maka bidang kristal akan membiaskan sinar-X yang mempunyai panjang gelombang yang sama dengan jarak antar kisi pada kristal. sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian akan diterjemahkan sebagai puncak difraksi.
2.6. Scanning Electron Microscopy (SEM) Konsep dasar dari SEM ini sebenarnya disampaikan oleh Max Knoll (penemu TEM) pada tahun 1935. Desain SEM dimodifikasi oleh Zworykinpada tahun 1942
ketika bekerja untuk RCA Laboratories di Amerika Serikat. Desain kembali direkayasa oleh CW pada tahun 1948 seorang profesor di Universitas Cambridge.Sejak itu,semakin banyak bermunculan kontribusi signifikan yang mengoptimalkan perkembangan modern SEM. SEM bekerja berdasarkan prinsip scan sinar elektron bukan cahaya pada permukaan sampel, yang selanjutnya informasi yang didapatkan diubah menjadi gambar. Pada SEM, gambar dibuat berdasarkan deteksi elektron baru (elektron sekunder) atau elektron
pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika
permukaan sampel tersebut discan dengan sinar elektron. Elektron sekunder atau elektron pantul yang terdeteksi selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian besar amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap-terang pada layar monitor CRT (cathode ray tube). Di layar CRT inilah gambar struktur obyek yang sudah diperbesar bisa dilihat. Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisis permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan sampel. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan gambar topografi dengan segala tonjolan dan lekukan permukaan. Gambar topogorafi diperoleh dari penangkapan pengolahan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Kata kunci dari prinsip kerja SEM adalah scanning yang berarti bahwa berkas to user elektron menyapu permukaan commit spesimen, titik demi titik dengan sapuan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
membentuk garis demi garis, mirip seperti gerakan mata yang membaca. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan adalah dari titik pada permukaan, yang selanjutnya ditangkap oleh detector dan kemudian diolah dan ditampilkan pada layar CRT (TV). Scanning coil yang mengarahkan berkas elektron bekerja secara sinkron dengan pengarah berkas elektron pada tabung layar TV, sehingga didapatkan gambar permukaan spesimen pada layar TV. Sinyal lain yang penting adalah back scattered electron yang intensitasnya tergantung pada nomor atom unsur yang ada pada permukaan spesimen. Dengan cara ini akan diperoleh gambar yang menyatakan perbedaan unsur kimia yaitu : warna terang menunjukkan adanya unsur kimia yang lebih tinggi nomor atomnya. SEM mempunyai resolusi tinggi dan familiar untuk mengamati obyek benda berukuran nano meter. Meskipun demikian, resolusi tinggi tersebut didapatkan untuk scan dalam arah horizontal, sedangkan scan secara vertikal (tinggi rendahnya struktur) resolusinya rendah. (Smallman,1991).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1.Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai Desember. Penelitian ini dimulai dari persiapan,perhitungan bahan sampai pembuaan sampel di Laboratorium Material Jurusan Fisika FMIPA UNS. Proses annealing menggunakan furnace dilakukan di Sub Laboratorium Fisika Pusat FMIPA UNS. Karakterisasi menggunakan XRD di Laboratoriun MIPA Terpadu FMIPA UNS, karakterisasi menggunakan SEM di PPPGL Bandung, karakterisasi menggunakan alat elektrometer Keithley di Laboratorium Material Departemen Fisika FMIPA UI. 3.2. Alat dan Bahan 3.2.1.Alat yang Digunakan Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat pembuatan dan karakterisasi. Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan lapisan tipis diantaranya adalah kaca, penggaris, dan pemotong substrat untuk menghasilkan ukuran substrat yang diinginkan serta pinset cawan digunakan untuk mengambil substrat. Substrat yang telah dipotong dicuci menggunakan Ultrasonic cleaner merk KA DA CHENG. Kemudian dikeringkan menggunakan Hair dryer. Pipet dan spatula digunakan untuk mengambil bahan cair dan padatan yang nantinya akan ditimbang menggunakan Neraca analitik merk Mettler Toledo tipe AL204. Tabung erlenmenyer 25 mL untuk mencampur bahan cair dan padat dan diaduk serta dipanaskan menggunakan Hot plate magnetic stirrer merk IKA® C-MAG tipe HS 7. Alat pendeposisian larutan pada substrat menggunakan Spin coater merk CHEMAT technology dan untuk proses annealing menggunakan Furnace merk Neytech Qex, serta untuk proses evaporasi menggunakan alatEvaporator merk LADD Research. Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk karakterisasi adalah XRD merk Bruker dan SEM merk JEOL seri JSM6360LA, serta Keithley Electrometer.
commit to user
17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
3.2.2.Bahan yang Digunakan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah substrat Pt/Si. Substrat dicuci menggunakan Metanol (CH3OH). Bahan pelarut yang digunakan Asam Asetat (CH3COOH) dan Etylen Glikol (HOCH2CH2OH). Bahan terlarut yang digunakan adalah Bubuk Barium Asetat [Ba(CH3COO)2], Titanium Isoporoksid [Ti(OC3H7)4], dan Zirkonium Butoxide [Zr(OC2)3 CH3]480%. Untuk menimbang berupa bahan padat menggunakan kertas timbang.Lapisan tipis BZT selanjutnya diatas permukaan dipasang kontak logam dengan mengevaporasi permukaan lapisan tipis BZT menggunakan logam almunium (Al).
3.3. Prosedur Penelitian Metode yang akan digunakan pada penelitian ini adalah metode ekperimen. Penelitian ini meliputi pembuatan lapisan tipis menggunakan larutan BaZrTiO 3 dan Pt/Si sebagai substrat menggunakan metode spin coating, dan selanjutnya di karakterisasi. Penelitian ini akan mengikuti diagram alir seperti ditampilkan pada Gambar 3.1.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian
3.3.1.Persiapan Substrat Substrat merupakan media tumbuh pada lapisan tipis BZT dengan metode sol gel ini. Pada penelitian ini menggunakan substrat Pt/Si dengan bidang orientasi (111). Sebelum digunakan untuk media deposisi lapisan tipis ,substrat dipotong dengan ukuran 1 cm x 1cm. Kemudian, substrat dibersihkan dengan pencucian standar. Kebersihan substrat sebagai tempat penumbuhan lapisan tipis perlu dijaga agar lapisan dapat tumbuh dengan baik dan merata. Pencucian substrat direndam dalam metanol dengan tujuan untuk menghilangkan debu dan lemak lalu digetarkan dengan ultrasonik
claeaner selama kira-kira 5 menit
(sampai substrat bersih). Setelah proses pencucian, dilakukan pengeringan substrat dengan hair dryer hingga tidak terdapat debu maupun noda pada commit to user permukaannya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
3.2. Subsrat Pt/Si yang digunakan
3.3.Pemotongan substrat
3.4. Pencucian Substrat
3.5. Pengeringan Substrat
3.3.2. Pembuatan Larutan Pembuatan larutan dimulai dengan perhitungan dari bahan-bahanyang akan dipakai antara lain Barium Asetat [Ba(CH3COO)2], Titanium Isopropoksid [Ti(OC3H7)4], Zirkonium Butoxidecommit [Zr(OC 3 CH3]480%, dilakukan penimbangan to2)user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
menggunakan timbangan analitik Mettler Toledo yang telah dikalibrasi terlebih dahulu pada Gambar 3.6. Bubuk Barium Asetat [Ba(CH3COO)2]
ditambah
dengan Asam Asetat [CH3COOH] kemudian ditambah lagi dengan Titanium Isopropoksid [Ti(OC3H7)4] kemudian ditambah dengan Zirkonium Butoxide [Zr(OC2)3 CH3]4 80%, dan terakhir ditambah dengan Etilen Glikol dicampur dalam satu wadah tabung erlemeyer.
Gambar 3.6. Penimbangan Bahan dengan Timbangan Analitik TipeMettler Toledo Larutan hasil pencampuran diaduk dengan magnet stirer agar mendapatkan larutan yang homogen. Proses selanjutnya adalah memanaskan larutan yang sudah diaduk dibawah suhu titik didih. Hal tersebut bertujuan larutan yang dibuat tidak mendidih selama pemanasan dan H2O yang terkandung dalam larutan tidak mengalami penguapan dikarenakan bila H2O dalam larutan mengalami penguapan maka larutan berubah menjadi kristal. Setelah didapatkan larutan yang homogen maka larutan disimpan dalam wadah yang diberi label keterangan dari larutan yang telah dibuat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 3.7. Pencampuran bahan
digilib.uns.ac.id 22
Gambar 3.8. Proses pengadukan
Gambar 3.9. Wadah tempat larutan BZT yang telah dibuat
3.3.3.Proses Spin Coating Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sol gel. Sedangkan teknik yang digunakan adalah teknik spin coating. Menyeting alat spin coater dengan laju putaran 4000 rpm. Penetesan larutan diawali dengan meletakkan substrat Pt/Si yang diberi doubletip diatas spin coater. Sketsa substrat yang diberi doubletip pada Gambar 3.10. Kemudian larutan diteteskan pada substrat sehingga terbentuk genangan diatas substrat kemudian diputar dengan kecepatan 4000 rpm selama 30 sekon tertentu. Akibat putaran dari spin coater maka tetesan akan menyebar menutupi seluruh substrat Pt/Si.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
Double tip
Gambar 3.10. Sketsa Substrat Pt/Si dengan double tip
Gambar 3.11.Penetesan larutan pada substrat
3.3.4.Pemanasan atau Hidrolisis Proses pemanasan atau hidrolisis adalah proses pemanasan untuk menghilangkan kadar H2O pada larutan BZT dengan menggunakan alat hot plate. Sampel dipanaskan di atas hot. Kemudian kembali lagi ditetesi dan berulang ke proses pemanasan atau hidrolisis sampai didapatkan jumlah lapisan yang diinginkan. Dalam penelitian ini akan dilakukan variasi jumlah lapisan 1lapis, 2 lapis, dan 3 lapis.
Gambar 3.12. Pemanasan sampel commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
3.3.5.Proses Annealing Proses Annealing pada lapisan tipis BZT adalah proses pembentukan kristal dalam suatu materi. Agar dapat terbentuk susunan kristal yang sempurna, diperlukan pemanasan sampai suatu tingkat tertentu, kemudian dilanjutkan dengan pendinginan yang perlahan-lahan
0
C
(jam)
Gambar 3.13. Grafik hubungan temperatur dan waktu tahan
Jumlah lapisan yang diinginkan kemudian dilakukan proses annealing menggunakan furnace merk NEYTECH Qex. Proses furnace menggunakan suhu 800°C, heating rate 3 °C/menit dan dalam penelitian yang akan dilakukan waktu tahan (holding time) pada proses annealing divariasi dimulai dengan waktu tahan (holding time) 2 jam, 3 jam dan 4 jam.
Gambar 3.14. Seperangakat Alat Furnace Merk NEYTECH Qex commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
3.3.6. Karakterisasi Lapisan tipis BZT yang telah terbentuk akan dikarakterisasi. Meliputi karakterisasi struktur kristal menggunakan XRD, ukuran butir dan ketebalan menggunakan SEM, sedangkan untuk sifat listrik menggunakan Keithley Electrometer 6517A.
3.3.6.1. X-ray Diffraction (XRD) Karaktrisasi XRD dilakukan di Laboratoriun Gedung C FMIPA, dengan menggunakan sistem peralatan XRD merk Bruker. Karakterisasi dilakukan terkait dengan struktur kristal. Dari data XRD yang dihasilkan,dapt diketahui informasi tentang struktur kristal lapisan tipis BZT menggunakan International Center for Diffraction Data (ICDD). Akan lebih membantu dengan menginstal aplikasi ICDD.
3.3.6.2. Karakterisasi SEM Karakterisasi SEM dilakukan di PPPGL (Pusat Penelitian Pengembangan Geologi Kelautan) Bandung menggunakan sistem peralatan SEM tipe JEOL seri JSM6360LA. Karakterisasi Scanning Electron Microscope (SEM) digunakan untuk mengetahui ukuran butir dan mengukur ketebalan dari lapisan tipis tersebut. Pengukuran ukuran butir dan ketebalan dari lapisan tipis ini menggunakan software Corel Draw X3 yang akan dibandingkan dengan skala yang ada pada foto SEM sampel. Dari setiap perhitungan diambil sebanyak lima titik sehingga didapatkan nilai rata-rata dari ukuran butir dan ketebalannya.
3.6.6.3. Uji Ferroelektrik Pada dasarnya uji ini digunakan untuk menentukan sifat ferroelektrik lapisan tipis yang didapat. Dari uji ini diperoleh nilai polarisasi spontan (Ps), polarisasi saturasi (Psat), polarisasi remanen (Pr) dan medan koersif (Ec) dari lapisan tipis. Dalam uji ini, lapisan tipis dibentuk menjadi struktur seperti pada Gambar 3.15. Pada penelitian kali ini digunakan alat Keithley Electrometer. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
Sebelum dilakukan pengukuran sifat listrik, terlebih dahulu sampel dievaporasi dengan almunium menggunakan evaporator di Laboratorium Pusat FMIPA UNS.
Bidang Kontak
Lapisan Almunium
Bidang Kontak
LAPISAN BZT
Pt SUBSTRAT
Gambar 3.15. Strukur Pengukuran (Eko, 2006)
3.6.6.3.1. Metalisasi Permukaan lapisan tipis BZT dimasker menggunakan almunium (Al) seperti yang ditunjukan pada Gambar 3.16. Selanjutnya mengevaporasi permukaan lapisan tipis BZT menggunakan logam almunium (Al). Pada proses metalisasi, uniformitas lapisan tipis merupakan hal yang sangat penting. Uniformitas lapisan tipis bergantung pada distribusi arah dari atom-atom yang dievaporasikan, dimana sangat ditentukan oleh sumber evaporasi yang digunakan. (Mahmudi, 2000).
Gambar 3.16. Metalisasi
Pada tahap evaporasi sampel disimpan dalam sebuah dudukan dalam mesin commit to user evaporator tipe ladd research yang merupakan salah satu alat metalisasi yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
bekerja dengan penguapan ruang hampa. Kemudian almunium dipersiapkan sebagai logam yang akan diuapkan yang disimpan dalam tanksenboat yang terbuat dari platina. Ketika diberi power supply pada ruangan evaporator yang divakumkan, tanksenboat
ini akan berpijar merah karena memanas sehingga almunium
meleleh dan siap untuk ditembakkan ke sampel. Tujuan memvakumkan ruangan supaya almunium menguap ke atas dan menempel pada permukaan sampel.
Gambar 3.17. Evaporator
Penembakkan alumunium dilakukan setelah memvakumkan selama ± 5jam. Penembakkan almunium ini dengan cara mengatur arus yang diberikan secara bertahap. Hal ini bertujuan untuk membuang kotoran-kotoran, di samping itu juga untuk menghindari kontaminasi dengan bahan lain dan berguna untuk mendapatkan daya rekat yang bagus.
3.4. Analisa Data yang diperoleh dari penelitian berupa data karakterisasi dari peralatan XRD, SEM dan Keithley. Data XRD dianalisa mengenai struktur kristal. Data SEM yang didapatkan dianalisa mengenai morfologi, ketebalan, dan ukuran butir commit to user dari lapisan tipis BZT yang terbentuk di atas substrat Pt/Si.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini telah berhasil ditumbuhkan lapisan tipis BZT di atas substrat Pt dengan metode sol gel. Proses sintesis BZT diawali dengan reaksi sebagai berikut: Ba(CH3 COO)2 + 0,2Zr(O(CH2 )3 CH )4 + 0,8Ti(C12 O4 H28 )+ 22O2 → BaZr0.2TiO3 + 17H2O + 16CO2 Setelah bahan-bahan tercampur, larutan hasil pencampuran diaduk dengan magnet stirer agar mendapatkan larutan yang homogen. Proses selanjutnya adalah memanaskan larutan yang sudah diaduk dibawah suhu titik didih. Hal tersebut bertujuan larutan yang dibuat tidak mendidih selama pemanasan dan H 2O yang terkandung dalam larutan tidak mengalami penguapan dikarenakan bila H 2O dalam larutan mengalami penguapan maka larutan berubah menjadi padatan. Larutan diteteskan di atas permukaan substrat Pt/Si. Substrat diletakkan pada reaktor spin coater, kemudian substrat ditetesi larutan BZT sebanyak 1 tetes dan diputar dengan kecepatan putaran 4000 rpm selama 30 detik. Pada proses spin coating ada beberapa parameter yang mempengaruhi terbentuknya lapisan tipis BZT yaitu kecepatan putar, waktu putar, dan jumlah tetesan. Kesemuanya memepengaruhi dalam kerataan dan ketebalan dari lapisan tipis BZT yang terbentuk. Sedangkan jumlah tetesan yang divariasi akan mempengaruhi ketebalan lapisan tipis yang terbentuk. Bentuk fisik dari sampel lapisan tipis BZT yang terbentuk secara kasat mata didapatkan perbedaan dari setiap sampelnya. Perbedaaan yang cukup signifikan terlihat dari perubahan warna yang terjadi, dimana terlihat gradasi yaitu warna pelangi. Setelah dipanaskan di atas hot plate maka terjadi perubahan warna dari warna pelangi berubah menjadi warna keemasan. Hal ini dikarenakan kadar air yang ada pada lapisan pertama menguap. Tahap selanjutnya sampel di-anneling menggunakan furnace. Annealing dimaksudkan untuk mengkristalkan lapisan tipis BZT. Sampel kemudian dikarakterisasi menggunakan peralatan XRD (X-ray commitMicroscopy), to user Diffraction), SEM (Scannning Electron dan elektrometer Keithley. 28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
4.1.Karakterisasi Struktur Kristal 4.1.1. Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 3jam Karakterisasi XRD bertujuan untuk mendapatkan hubungan antara sudut difraksi (2θ) dengan intensitas. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang tertentu. Puncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan data standar difraksi sinar-X yang disebut International Center for Diffraction Data (ICDD). Peralatan XRD yang digunakan untuk uji analisis struktur sampel pada penelitian ini menggunakan sumber radiasi Cu dengan panjang gelombang 1,5406Å.
Gambar 4.1. Pola Difraksi Lapisan Tipis BZT Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 3 jam Hasil karakterisasi menunjukkan grafik hubungan antara sudut dan intensitas sinar-X yang terdifraksi. Puncak-puncak difraksi menunjukkan bahwa sampel ini merupakan polikristal. Puncak-puncak yang telah dicocokkan dengan ICDD data base (PDF#36-0019) ternyata milik BZT yaitu pada 2θ: 22,040; 31,50 dan terdapat puncak milik PtSi yaitu pada 2θ : 20,040 serta puncak milik Pt dan Si. Pola XRD dari lapisan tipis BZT yang ditumbuhkan di atas substrat Pt /Si diperlihatkan pada Gambar 4.1. Karakterisasi XRD menunjukkan bahwa pada jumlah lapis yaitu 3 lapis commit to user terlihat puncak pada orientasi bidang tertentu. Hal ini disebabkan makin
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
banyaknya unsur-unsur pembentuk BZT yang terdeposit pada substrat Pt/Si sehingga probabilitas unsur-unsur tersebut berikatan membentuk BZT pada orientasi bidang-bidang tertentu makin besar. Akan tetapi, pada jumlah lapis 1 dan 2 lapis puncak-puncak tersebut tidak muncul. Hal ini dimungkinkan karena keterbatasan detektor dalam XRD. Intensitas sinar-X yang terdifraksi lapisan tipis BZT yang ditumbuhkan di atas substrat Pt/Si diperlihatkan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Intensitas Sinar-X Lapisan Tipis BZT untuk Jumlah 3 Lapis pada Holding Time 3 jam Intensitas Bidang (001) (011)
3 lapis 2676 3330
4.1.2. Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 4 jam Hasil karakterisasi menunjukkan grafik hubungan antara sudut dan intensitas sinar-X yang terdifraksi. Puncak-puncak difraksi menunjukkan bahwa sampel ini merupakan polikristal. Puncak- puncak yang telah dicocokkan dengan ICDD data base (PDF#36-0019) ternyata milik BZT yaitu pada 2θ: 220; 31,50 dan terdapat puncak milik PtSi yaitu pada 2θ : 20,040; 34,050 serta puncak milik Pt dan Si. Pola XRD dari lapisan tipis BZT yang ditumbuhkan di atas substrat Pt/Si diperlihatkan pada Gambar 4.2. Dari hasil karakterisasi XRD dapat dikatakan bahwa penumbuhan lapisan tipis BZT di atas substrat Pt/Si telah berhasil dilakukan. Hal ini terlihat dengan munculnya puncak BZT untuk penumbuhan di atas substrat Pt/Si.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
Gambar 4.2. Pola difraksi Lapisan Tipis BZT Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 4 jam Karakterisasi XRD menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah lapisan semakin banyak puncak yang muncul dan juga makin tinggi intensitas pada orientasi bidang tertentu, namun masih memiliki nilai hkl dan 2θ yang sama. Hal ini disebabkan makin banyaknya unsur-unsur pembentuk BZT yang terdeposit pada substrat Pt/Si sehingga probabilitas unsur-unsur tersebut berikatan membentuk BZT pada orientasi bidang-bidang tertentu makin besar. Intensitas sinar-X yang terdifraksi lapisan tipis BZT yang ditumbuhkan di atas substrat Pt/Si diperlihatkan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Intensitas Sinar-X Lapisan Tipis BZT untuk Varisi Jumlah lapis pada Holding Time 4 jam Intensitas Bidang (001) (011)
1lapis 3517 3847
commit to user
2lapis 4271 4857
3lapis 5965 6954
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
4.2. Karakterisasi SEM Teknik SEM merupakan analisis permukaan. SEM bekerja berdasarkan prinsip scan sinar elektron pada permukaan sampel. Informasi yang didapatkan diubah menjadi gambar. Hasil foto SEM dengan perbesaran 20000 kali dan 40000 kali untuk variasi jumlah lapis pada setiap holding time 2 jam,3 jam, dan 4 jam.
4.2.1. Karakterisasi Morfologi Karakterisasi morfologi digunakan untuk mengetahui bentuk permukaan yang diperoleh pada sampel yang telah dibuat sehingga dapat disimpulkan sampel yang telah jadi mengalami crack atau tidak. Pada karakterisasi morfologi juga dapat diketahui hasil kristal yang terbentuk dilihat dari butiran mempunyai bentuk yang seragam atau tidak.
4.2.1.1. Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 2 jam Hasil foto SEM lapisan tipis BZT pada substrat Pt/Si yang menggunakan metode sol gel pada temperatur 8000C selama 2 jam dengan heating rate 30C/menit untuk variasi jumlah lapis seperti disajikan pada Gambar 4.3. Pada Gambar 4.3(A), foto SEM lapisan tipis BZT 1 lapis memperlihatkan morfologi permukaan lapisan tipis BZT dengan perbesaran 20000 kali. Nampak bahwa lapisan tipis BZT tidak crack dan adanya pembentukan butiran yang kecil dan terlihat sangat rapat. Butiran-butiran sangat rapat dan belum homogen. Jarak antar butiran tidak terlalu jelas. Ukuran butir sangat kecil didapatkan ukuran butir 100 nm. Gambar 4.3(B) adalah foto SEM dengan jumlah lapisan 2 lapis mengindikasikan bahwa lapisan tipis BZT yang terbentuk tidak crack dan tidak homogen pada bagian permukaan. Jarak butiran terlihat jelas. Ukuran butir didapatkan 108 nm. Gambar 4.3(C) adalah foto SEM dengan jumlah lapisan 3 lapis mengindikasikan bahwa lapisan tipis BZT bahwa butiran-butiran terlihat rapat, sebagian berbentuk
butiran kecil, sedang dan memanjang (tidak homogen). commit to user dan besar menunjukkan bahwa Ukuran butir yang terlihat semakin memanjang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
butiran-butiran yang kecil kini telah menyatu membentuk membuktikan dengan adanya penambahan jumlah lapisan dapat memperbaiki kualitas permukaan lapisan tipis BZT. Ukuran butir didapatkan 135 nm.
(A)
(B)
(C) Gambar 4.3. Hasil Foto SEM Lapisan Tipis BZT Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 2 jam (A) 1 lapis (B) 2 Lapis (C) 3 Lapis
Tabel 4.4. Ukuran Butir Lapisan Tipis BZT Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 2 jam Jumlah Lapis
Ukuran Rata Butir (nm)
1
100
2
108
3
135 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
4.2.1.2. Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 3 jam Hasil foto SEM lapisan tipis BZT pada substrat Pt/Si yang menggunakan metode sol gel pada temperatur 8000C selama 3 jam dengan heating rate 30C/menit untuk variasi jumlah lapis seperti disajikan pada Gambar 4.4. Pada Gambar 4.4(A), foto SEM dengan jumlah lapisan 1 lapis memperlihatkan morfologi permukaan lapisan tipis BZT dengan perbesaran 40000 kali, mengindikasikan bahwa lapisan tipis BZT yang terbentuk tidak crack, butiranbutiran sebagian berbentuk
butiran kecil, sedang dan besar. Butiran yang
berbentuk besar terlihat seperti tetragonal. Jarak antar butiran terlihat jelas. Ukuran butir dari lapisan tipis BZT sebesar 140 nm.
(A)
(B)
(C) Gambar 4.4. Hasil Foto SEM Lapisan Tipis BZT Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 3 jam (A) 1 Lapis (B) 2 Lapis (C) 3 Lapis commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
Gambar 4.4 (B) adalah foto SEM lapisan tipis BZT 2 lapis mengindikasikan bahwa lapisan tipis BZT bahwa butiran –butiran terlihat rapat. Ukuran butir dari lapisan tipis BZT sebesar 147 nm. Gambar 4.4 (C) adalah foto SEM lapisan tipis BZT 3 lapis yang butiranya tidak terlihat jelas. Ukuran butir dari lapisan tipis BZT sebesar 167 nm.
Tabel 4.5. Ukuran Butir Lapisan Tipis BZT Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 3 jam Jumlah Lapis
Ukuran Rata Butir (nm)
1
140
2
147
3
167
4.2.1.3. Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 4 jam Hasil foto SEM lapisan tipis BZT pada substrat Pt/Si yang ditumbuhkan menggunakan metode sol gel pada temperatur 8000C selama 4 jam dengan heating rate 30C/menit untuk variasi jumlah lapis seperti disajikan pada Gambar 4.5. Pada Gambar 4.5 (A) adalah foto SEM lapisan tipis BZT 1 lapis memperlihatkan morfologi permukaan lapisan tipis BZT dengan perbesaran 40000 kali lapisan tipis BZT yang terbentuk tidak crack dan butiran-butiran tidak homogen.Butiran yang besar terlihat seperti tetragonal. Jarak antar butiran terlihat jelas. Ukuran butir dari lapisan tipis BZT sebesar 112 nm. Gambar 4.5 (B) adalah foto SEM lapisan tipis BZT 2 lapis mengindikasikan bahwa lapisan tipis BZT tidak crack. Butiran-butiran semakin memanjang dan besar .Ukuran butir yang terlihat semakin memanjangdan besar menunjukkan bahwa butiran-butiran yang kecil kini telah menyatu (beraglomerasi) membentuk membuktikan dengan adanya peningkatan jumlah lapisan dapat memperbaiki kualitas permukaan lapisan tipis BZT. Ukuran butir dari lapisan tipis BZT sebesar 186 nm.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Gambar 4.5 (C) adalah foto SEM dengan lapisan tipis BZT 3 lapis mengindikasikan bahwa lapisan tipis BZT lapisan tipis BZT yang terbentuk tidak crack. Butiran yang telah menyatu kini memperlihatkan keadaan yang seragam seperti tetragonal. Bentuk morfologi yang semakin teratur untuk perlakuan jumlah lapisan yang bertambah. Ukuran butir (grain size) dapat diketahui dengan menggunakan bantuan progaram Corel Draw X3. Ukuran butir dari lapisan tipis BZT sebesar 228 nm.
(A)
(B)
(C) Gambar 4.5. Hasil Foto SEM Lapisan Tipis BZT Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 4 jam (A) 1Lapis (B) 2 Lapis (C)3 Lapis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
Tabel 4.6. Ukuran Butir Lapisan Tipis BZT Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 4 jam Jumlah Lapis
Ukuran Rata Butir(nm)
1
112
2
186
3
228
4.2.2. Karakterisasi Ketebalan SEM membentuk suatu gambar dengan menembakkan suatu sinar elektron berenergi tinggi, biasanya dengan energi dari 1 hingga 20 keV, melewati sampel dan kemudian mendeteksi secondary electron dan backscattered electron yang dikeluarkan. Secondary electron berasal pada 5-15 nm dari permukaan sampel dan memberikan informasi topografi permukaan dan putih, tiga dimensi gambar hitam dan untuk tingkat yang kurang, pada variasi jumlah lapis dalam sampel.
4.2.2.1. Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 2 jam Pengukuran ketebalan tampang lintang hasil penumbuhan lapisan tipis BZT pada substrat Pt/Si menggunakan metode sol gel dengan temperatur 8000C selama 2 jam dengan heating rate 30C/menit menggunakan SEM seperti disajikan pada Gambar 4.6. Gambar 4.6 (A) adalah foto SEM lapisan tipis BZT 1 lapis dengan perbesaran 20.000 kali memperlihatkan adanya perbedaan warna. Ketebalan lapisan tipis BZT hasil foto SEM ini dengan program Corel Draw X3. Ketebalan rata-rata lapisan tipis BZT dapat dihitung sekitar 359 nm. Gambar 4.6 (B) adalah foto SEM lapisan tipis BZT 2 lapis memperlihatkan adanya perbedaan warna. Bagian yang berwarna hitam atau gelap merupakan substrat Pt/Si. Ketebalan rata-rata lapisan tipis BZT dihitung sekitar 396 nm. Gambar 4.6 (C) adalah foto SEM lapisan tipis BZT 3 lapis dan memperlihatkan adanya perbedaan warna. Bagian yang berwarna hitam atau gelap merupakan substrat Pt/Si. Pada lapisan ini terlihat tonjolan besar yang terbentuk. Hal ini dikarenakan pemotongan yang kurang bagus. Tonjolan ini sebenarnya commit to user tidak diinginkan dalam penumbuhan lapisan tipis BZT, karena untuk penentuan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
ketebalan lebih mudah dilakukan untuk lapisan tipis BZT dengan permukaan rata. Ketebalan rata-rata lapisan tipis BZT dihitung sekitar 471 nm.
(A)
(B)
(C) Gambar 4.6. Tampang Lintang Lapisan Tipis BZT Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 2 jam (A) 1lapis (B) 2 lapis (C) 3 lapis
4.2.2.3. Variasi Jumlah lapis pada holding time 3 jam Pengukuran tampang lintang hasil penumbuhan lapisan tipis BZT pada substrat Pt/Si menggunakan metode sol gel dengan temperatur 8000C selama 3 jam dengan heating rate 30C/menit menggunakan SEM seperti disajikan pada Gambar 4.7. Hasil karakterisasi tampang linatang lapisan tipis BZT pada substrat Pt menggunakan SEM dengan perbesaran 40.000 kali. Pada Gambar 4.7 (A) adalah foto SEM lapisan tipis BZT 1 lapis memperlihatkan adanya perbedaan commit to user warna. Bagian tengah yang berwarna hitam atau gelap merupakan substrat Pt/Si.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
Butiran yang memanjang lurus membentuk permukaan rata. Ketebalan rata-rata lapisan tipis BZT dihitung sekitar 240 nm.
(A)
(B)
(C) Gambar 4.7. Tampang Lintang Lapisan Tipis BZT Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 3jam (A) 1 Lapis (B) 2 Lapis (C) 3 Lapis
Gambar 4.7 (B) adalah foto SEM lapisan tipis BZT 2 lapis memperlihatkan adanya perbedaan warna. Bagian sisi kiri yang berwarna hitam atau gelap merupakan substrat Pt/Si. Ketebalan rata-rata lapisan tipis BZT dihitung sekitar 290 nm. Gambar 4.7 (C) adalah foto SEM lapisan tipis BZT 3 lapis memperlihatkan adanya perbedaan warna. Bagian sisi sebelah kiri yang berwarna hitam atau gelap merupakan substrat Pt/Si. Ketebalan rata-rata lapisan tipis BZT dihitung sekitar 340 nm.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
4.2.2.4. Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 4 jam Pengukuran tampang lintang hasil penumbuhan lapisan tipis BZT pada substrat Pt/Si menggunakan metode sol gel dengan temperatur 8000C selama 4 jam dengan heating rate 30C/menit menggunakan SEM seperti disajikan pada Gambar 4.8. Pada Gambar 4.8 (A) adalah foto SEM lapisan tipis BZT 1 lapis dengan perbesaran 40.000 kali memperlihatkan adanya perbedaan warna. Bagian tengah yang berwarna hitam atau gelap merupakan substrat Pt/Si. Butiran yang memanjang lurus membentuk permukaan rata. Ketebalan rata-rata lapisan tipis BZT dihitung sekitar 125 nm.
(A)
(B)
(C) Gambar 4.8. Tampang Lintang Lapisan Tipis BZT Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 4jam (A) 1 Lapis (B) 2 Lapis (C) 3 Lapis commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
Gambar 4.8 (B) adalah foto SEM lapisan tipis BZT 2 lapis dengan perbesaran 40.000 kali memperlihatkan adanya perbedaan warna. Bagian sisi kiri yang berwarna hitam atau gelap merupakan substrat Pt/Si. Ketebalan rata-rata lapisan tipis BZT dihitung sekitar 210 nm. Gambar 4.8 (C) adalah foto SEM dengan jumlah lapisan 3 lapis dengan perbesaran 20.000 kali, memperlihatkan adanya perbedaan warna. Bagian sisi sebelah kiri yang berwarna hitam atau gelap merupakan substrat Pt/Si. Ketebalan rata-rata lapisan tipis BZT dihitung sekitar 235 nm.
Tabel 4.7. Ketebalan Lapisan Tipis BZT pada Beberapa Variasi Jumlah Lapis Ketebalan (nm) Jumlah Lapis
Holding time 2 jam
Holding time 3 jam
Holding time 4 jam
1
359
250
125
2
396
290
210
3
471
340
235
Hasil karakterisasi foto SEM untuk tampang lintang didapatkan ketebalan lapisan tipis BZT untuk substrat Pt/Si seperti terlihat pada Tabel 4.7. Hasil Pengukuran ketebalan menunjukkan bahwa jumlah lapis semakin banyak maka semakin banyak unsur yang terdeposit di atas substrat dan membentuk lapisan yang semakin tebal. Pada foto SEM nampak bahwa bertambahnya ketebalan lapisan tipis berpengaruh pada ukuran butir. Selain itu, penambahan ketebalan lapisan tipis BZT telah berhasil meningkatkan homogenitas ukuran butir. Pada jumlah lapis 1, 2 dan 3 lapis pada kondisi holding time 2 jam, terlihat pada Tabel 4.7 bahwa untuk rata-rata ketebalan yang didapat menunjukkan angka yang besar dibanding dengan kondisi dengan holding time yang lain. Hal ini dikarenakan waktu tahan berpengaruh terhadap ketebalan dan hoding time 2 jam yang paling pendek waktunya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
4.3. Karakterisasi Ferroelektrik Uji ferroelektrik dilakukan untuk menentukan sifat ferroelektrik dari suatu lapisan tipis BZT yang dibuat. Pada pengujian ini akan didapatkan polarisasi spontan (Ps), polarisasi remanen (Pr), polarisasi saturasi (Psat) dan medan koersif (Ec).
4.5.1.Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 2 jam Kurva histerisis variasi sampel dengan jumlah lapisan, diperlihatkan pada Gambar 4.9. Terlihat bahwa kurva histerisis telah terbentuk secara sempurna untuk semua lapisan dan terlihat sama.
(A)
(B)
Gambar 4.9. Kurva Histerisis Lapisan Tipis BZT Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 2 jam (A) 2 Lapis (B) 3 Lapis
Tabel 4.8. Polarisasi Spontan, Polarisasi Remanen, Polarisasi Saturasi, Medan Koersif Lapisan Tipis BZT Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 2 jam PS(+)
PS(-)
Pr(+)
Pr(-)
PSat(+)
PSat(-)
Ec (+)
Ec (-)
Sampel
µC/cm2
µC/cm2
µC/cm2 µC/cm2 µC/cm2 µC/cm2
Kv/m
Kv/m
2 lapis
9,627
9,775
8,468
8,390
10,786
11,160
22,481
22,478
3 lapis
9,712
9,752
8,512
8,436
11,600
11,800
25,000
26,000
Pada Tabel 4.8 nampak bahwa makin banyak jumlah lapisan makin besar to user polarisasi baik polarisasi spontan,commit remanen, maupun saturasi dan medan koersif
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
(medan listrik yang digunakan untuk mengembalikan polarisasi ke posisi nol). Hal ini karena pengaruh ketebalan lapisan dan ukuran butir sampel. Ketebalan lapisan tipis BZT 3 lapis lebih tebal dibandingkan 2 lapis sehingga polarisasi makin besar. Makin tebal lapisan makin banyak densitas dipole yang akhirnya berpengaruh terhadap besarnya polarisasi. Medan koersif lapisan tipis BZT 2 lapis lebih kecil jika dibandingkan dengan 3 lapis karena butiran yang kecil dan ketebalan yang lebih tipis mempengaruhinya. Butiran kecil atau multi domain lebih mudah membalik polarisasi.
4.5.1.Variasi Jumlah lapis pada holding time 3 jam Kurva histerisis variasi sampel dengan jumlah lapisan, diperlihatkan pada Gambar 4.10. Terlihat bahwa kurva histerisis telah terbentuk secara sempurna untuk semua lapisan dan terlihat sama.
(A)
(B)
(C) Gambar 4.10. Kurva Histerisis Lapisan Tipis BZT untuk Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 3 jam (A) 1 Lapis (B) 2 Lapis (C) 3 Lapis commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Tabel 4.9. Polarisasi Spontan, Polarisasi Remanen, Polarisasi Saturasi, Medan Koersif Lapisan Tipis BZT Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 3jam PS(+)
PS(-) 2
Pr(+) 2
Pr(-) 2
PSat(+) 2
PSat(-) 2
2
Ec (+)
Ec (-)
Sampel
µC/cm
µC/cm
µC/cm
µC/cm
µC/cm
µC/cm
Kv/m
Kv/m
1 lapis
9,759
9,767
8,648
8,570
10,870
10,964
19,233
19,193
2 lapis
10,031
10,046
8,820
8,797
11,207
11,294
27,310
27,044
3 lapis
10,117
10,123
8,804
8,704
11,429
11,500
27,000
26,996
Dalam penelitian ini, satuan polarisasi adalah µC/cm2 dan medan koersif adalah kilovolt/meter. Untuk sampel tiga lapis nampak bahwa semakin besar medan koersif (medan listrik yang digunakan untuk mengembalikan polarisasi ke posisi nol) lebih kecil daripada yang dua lapis. Akan tetapi, untuk sampel satu lapis nilai medan koersif jauh lebih kecil dibanding dengan dua lapis maupun tiga lapis. Makin besar ukuran butir menjadikan single domain tunggal dan proses perubahan polarisasi akan lebih sulit jika dibandingkan dengan multi domain. Nilai polarisasi spontan, polarisasi saturasi, polarisasi remanen untuk yang tiga lapis lebih besar daripada yang satu dan dua lapis. Hal ini disebabkan karena ketebalan lapisan tipis yang menyebabkan densitas dipole bertambah yang mempengaruhi besarnya polarisasi.
4.5.1.Variasi Jumlah lapis pada holding time 4 jam Kurva histerisis variasi sampel dengan jumlah lapisan, diperlihatkan pada Gambar 4.11. Terlihat bahwa kurva histerisis telah terbentuk secara sempurna untuk semua lapisan dan terlihat sama.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
(A)
(B)
Gambar 4.11. Kurva Histerisis Lapisan Tipis BZT Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 3 jam (A)2 Lapis (B) 3 Lapis Tabel 4.10. Polarisasi Spontan,Polarisasi Remanen, Polarisasi Saturasi, Medan Koersif Lapisan Tipis BZT Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 4 jam PS(+)
PS(-) 2
Pr(+) 2
Pr(-) 2
PSat(+) 2
PSat(-) 2
2
Ec (+)
Ec (-)
Sampel
µC/cm
µC/cm
µC/cm
µC/cm
µC/cm
µC/cm
Kv/m
Kv/m
2 lapis
9,614
9,749
8,620
8,565
10,609
10,932
18,715
18,633
3 lapis
9,666
9,772
8,497
8,497
10,783
11,048
20,624
20,482
Pada Tabel 4.9 nampak bahwa makin banyak jumlah lapisan makin besar polarisasi baik polarisasi spontan, remanen, maupun saturasi dan medan koersif (medan listrik yang digunakan untuk mengembalikan polarisasi ke posisi nol). Hal ini karena pengaruh ketebalan lapisan dan ukuran butir sampel. Ketebalan lapisan tipis BZT 3 lapis lebih tebal dibandingkan 2 lapis sehingga polarisasi makin besar. Makin tebal lapisan makin banyak densitas dipole yang akhirnya berpengaruh terhadap besarnya polarisasi. Medan koersif lapisan tipis BZT 2 lapis lebih kecil jika dibandingkan dengan 3 lapis karena butiran yang kecil dan ketebalan yang lebih tipis mempengaruhinya. Butiran kecil atau multi domain lebih mudah membalik polarisasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, yang mengacu pada tujuan penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Jumlah lapis pada lapisan tipis BZT mempengaruhi ketebalan dari lapisan tipis BZT. Semakin banyak jumlah lapis akan berbanding lurus dengan ketebalan lapisan tipis BZT dengan metode sol gel. 2. Lapisan tipis BZT yang ditumbuhkan di atas substrat Pt/Si dengan kecepatan 4000 rpm selama 30 detik dengan suhu annealing 8000C selama 4 jam dan heating rate 30C/menit pada 3 lapis adalah sampel yang paling baik. Hal ini didasari dari nilai polarisasi dan medan koersif tinggi (Ps =9,666 µC/cm2 , Pr =8,497 µC/cm2 , Psat=10,783 µC/cm2 Ec=20,482 kV/m)
5.2. Saran Dalam penelitian ini masih banyak kekurangan maka untuk penelitian lebih lanjut, perlu dilakukan : 1. Pembuatan larutan BZT dengan Zirconium berbeda dengan variasi molaritas untuk melihat pengaruhnya terhadap sifat listrik. 2. Perlu dilakukan uji konduktivitas listrik dari lapisan tipis BZT mengindikasikan bahwa piranti tersebut dapat menghantarkan arus dan tegangan pada suhu ruang.
commit to user 46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user 46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA Agung seno hertanto. (2008). Efek fotovoltaik dan piroeletrik Ba0,25Sr0,75TiO3 (BST) yang didadah Niobium (BNST) menggunakan metode chemical solution deposition. Skripsi S-1 . Departemen Fisika Institut Pertanian Bogor. Azizahwati.(2002). Studi Morfologi Permukaan Film Tipis PbZr0.525Ti0.475O3 yang Ditumbuhkan dengan Metode DC Unbalanced Magnetron Sputtering. Jurnal Nasional Indonesia. Vol 5(1), page 50-56. Cullity, B.D. dan Stock, S.R. (2001). Element of X-Ray Diffraction,3nd edition. Prentice Hall, Inc. New Jersey. Chuswatun Chasanah. (2006). Karakterisai BGT dan BTT Hasil Fabrikasi Spin Coating. Skripsi S-1. Jurusan Fisika FMIPA UNS. Surakarta. Eko Sulistyo. (2006). Sifat Ferroelektrik Film Tipis BTT. Skripsi S-1. Jurusan Fisika FMIPA UNS. Bogor. Gao, C., et al. (2005). Preparation and Dielectric Properties of Ba(ZrxTi1−x)O3 Thin Films Grown by a Sol-Gel Process. Tongji University. China. Vol 74, page 147–153. How, S.C. (2007). Theoritical Studies of Dielectric Suspecibility in Ferroelectric Thin Film. Thesis. Depatermen Sains Universitas Sains Malaysia. Seo, J.Y. and S. W. Park. (2004). Chemical Mechanical Planarization Characteristic of Ferroelectric Film for FRAM Applications. Journal of Korean Physical Society, Vol 45, No.3, Page 769-772. Jona, F. and Shirane, G. (1993). Ferroelectric Crystals. Dover Publication, Inc. New York. Kenji, Uchino. (2000). Ferroelectric Device. Marcell Dekker, Inc. USA. commit to user 47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lines, M. E. and Glass, A. M. (1977). Principles and Applications of Ferroelectric and Related Materials. Clarendon Press. Great Britain. Luan Daocheng, Ding Shihua, Chen Tao, Song Tianxiu. (2009). Ferroelectric Relaxor Behavior of Ba(Ti0.91Zr0.09)O3 Ceramics. School of Materials Science & Engineering, Xihua University, Chengdu 610039, China 385:169–176. Muhammad Hikam, Edy Sarwono, dan Irzaman.(2004). Perhitungan Polarisasi Spontan dan Momen Quadrupol Potensial Listrik Bahan PIZT (PbInxZryTi1-x-y O3-x/2). Makara, Sains, Vol. 8, No. 3, (2004) 108-115. Mahmudi. (2000).
Studi Tentang Uniformitas Lapisan Tipis Alumunium pada
Substrat Kaca Terhadap Jarak Deposit Menggunakan Metode Evaporasi Termal Tipe Ladd Research. Skripsi S-1. Jurusan Fisika FMIPA UNS. Surakarta Pontes, F. M., et al. (2004). Characterization of BaTi1−xZrxO3 thin films obtained by a soft chemical spin-coating technique. Journal Of Applied Physics, Vol 96, No8. Schwartz, Robert W.(1997). Chemical Solution Deposition of Perovskite Thin Film Chem. Mater, 2325-2340., Vol.9, No.11. Smallman,R.E. (1991). Metalurgi Fisik Modern. Erlangga. Jakarta. S. O’Brien, L. Brus, C. B. Murray. (2001). Synthesis of Monodisperse Nanoparticles of Barium Titanate :Toward a Generalized Strategy of Oxide Nanoparticles Synthesis. J. Am. Chem. Soc.( 2001), 123,12085-12086. Suryanarayana, C and M. Grant Norton. (1988). X-Ray Diffraction : A practical Approach. Plenum Press. New York and London.
commit to user 48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tan, E. C. (2004). Nanoscale Layered Double Hydroxide Materials with Organic Anion Intercalation. Thesis. University of Queensland. Brisbane. Yusnafi. (2001). Pembuatan Keramik Barium Titanat Untuk Peralatan Elektronik. Jurnal Elektronika dan Telekomunikasi. Vol. II, No.I. Zhai, Jiwei, Xi Yao, Liangying Zhang, and Bo Shen. (2004). Dielectric Nonlinear Characteristics of Ba (Zr0.35Ti0.65)O3 Thin Films Grown by a Sol-Gel Process. Applied physics letters. Vol. 84, No. 16.
commit to user 49