TINJAUAN PUSTAKA Telur dan Komposisi Telur Telur ayam ras potensial untuk mempertahankan kehidupan embrio ayam karena mengandung nutrien yang cukup bagi pertumbuhan dan perkembangan sebelum penetasan. Struktur kerabang yang kompleks merupakan ciri yang khas mendukung perkembangan embrio. Kerabang berpori-pori untuk keperluan respirasi embrio dan mengurangi kelembaban. Kulit telur adalah sumber utama dari mineral yang diperlukan untuk perkembangan embrio (Mulyantini, 2010). Struktur bagianbagian telur ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur Bagian-Bagian Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963) Kuning Telur Persentase kuning telur sekitar 30%-32% dari berat telur. Kuning telur terdiri atas membran kuning telur (vitellin) dan kuning telur sendiri. Kuning telur merupakan makanan dan sumber lemak bagi perkembangan embrio. Komposisi kuning telur adalah air 50%, lemak 32%-36%, protein 16% dan glukosa 1%-2%. Asam lemak yang banyak terdapat pada kuning telur adalah linoleat, oleat dan stearat. Telur konsumsi diproduksi oleh ayam betina tanpa adanya ayam jantan (Bell dan Weaver, 2002). Warna kuning telur dipengaruhi oleh pakan. Apabila pakan mengandung lebih banyak karoten, yaitu santofil, maka warna kuning telur semakin berwarna jingga kemerahan (Yamamoto et al., 1997). 15
Putih Telur Persentase putih telur (albumen) sekitar 58%-60% dari berat telur itu. Putih telur terdiri atas dua lapisan, yaitu lapisan kental dan lapisan encer. Lapisan kental terdiri atas lapisan kental dalam dan lapisan kental luar. Lapisan kental dalam hanya 3% dari volume total putih telur. Lapisan kental dalam ini membentuk kalaza yang terpelintir dari membran kuning telur ke arah kerabang telur. Kalaza ini berfungsi sebagai tali untuk menahan kuning tetap berada di tengah telur. Lapisan kental luar 57% dari total putih telur. Lapisan kental ini mengandung protein dengan karakteristik gel yang berhubungan dengan jumlah ovomucin protein. Lapisan encer terdiri dari lapisan encer dalam dan lapisan encer luar yang masing-masing mewakili 17% dan 23% dari jumlah total volume putih telur (Bell dan Weaver, 2002). Kerabang Telur Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa persentase kerabang telur sekitar 10%-12% dari berat telur. Kerabang telur terdiri atas lapisan kristal vertikal, lapisan palisade dan lapisan mamilari. Komponen kerabang telur ayam terdiri atas 95% zat anorganik, 3,3% protein dan 1,6% air, zat anorganik utama adalah kalsium karbonat. Komponen anorganik lainnya yaitu fosfor, magnesium, besi dan belerang. Lapisan kristal terdiri atas kalsium dan magnesium karbonat. Kerabang telur dilindungi oleh lapisan kutikula luar dan membran kerabang dalam. Membran sel kerabang telur terdiri atas dua lapisan membran, yaitu membran sel luar yang melindungi kerabang telur dan membran sel dalam yang melindungi putih telur (Yamamoto et al., 1997). Kualitas Telur Kualitas merupakan ciri-ciri dari suatu produk yang menentukan derajat kesempurnaan yang akan mempengaruhi penerimaan konsumen. Mutu telur utuh dapat dinilai dengan cara candling yaitu meletakkan telur dalam jalur sorotan sinar yang kuat sehingga memungkinkan penemuan keretakan pada kulit telur, ukuran serta gerakan kuning telur, ukuran kantung udara, bintik-bintik darah, bintik-bintik daging, kerusakan oleh mikroorganisme dan pertumbuhan benih (Romanoff dan Romanoff, 1963). Ketentuan standar kualitas telur tersebut ditunjukkan pada Tabel 1.
16
Tabel 1. Persyaratan Tingkatan Mutu Telur Tingkatan Mutu No
Faktor Mutu Mutu I
. Kondisi kerabang a. Bentuk b.Kehalusan c.Ketebalan d.Keutuhan e.Kebersihan
1.
Normal Halus Sedang Utuh Sedikit noda kotor Kondisi kantung udara (dilihat dengan peneropongan)
2. a. b.
3.
Mutu II
a.Kedalaman kantong udara b.Kebebasan bergerak
Kondisi putih telur a. a.Kebersihan
b. b.Kekentalan
c. c.Indeks Kondisi kuning 4. telur a. a.Bentuk b. b.Posisi c.
c.Penampakan batas d. d.Kebersihan e. e.Indeks 5. Bau
Normal Halus Tebal Utuh Bersih
Mutu III
Abnormal Sedikit kasar Tipis Utuh Banyak noda dan sedikit kotor
<0,5 cm
0,5 cm-0,9 cm
>0,9 cm
Tetap ditempat
Bebas bergerak
Bebas bergerak dan dapat terbentuk gelembung udara
Bebas bercak darah, atau benda asing lainnya Kental
Bebas bercak darah, atau benda asing lainnya Sedikit encer
0,134-0,175
0,092-0,133
Ada sedikit bercak darah, tidak ada benda asing lainnya Encer, kuning telur belum tercampur dengan putih 0,050-0,091
Bulat Di tengah Tidak jelas
Agak pipih Pipih Sedikit bergeser Agak ke pinggir dari tengah Agak jelas Jelas
Bersih
Bersih
0,458-0,521 Khas
0,394-0,457 Khas
Ada sedikit bercak darah 0,330-0,393 Khas
Sumber: SNI 01-3926-2008 (BSN, 2008)
17
Umur ayam petelur mempengaruhi berat telur. Yuwanta (2010) menyatakan bahwa apabila ayam bertelur pada umur dua puluh minggu maka berat telur akan terus meningkat secara cepat pada enam minggu pertama setelah bertelur, kemudian kenaikan terjadi secara perlahan setelah 30 minggu dan akan mencapai berat maksimal setelah umur 50 minggu. Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa ayam petelur pada umur 25 minggu menghasilkan bobot telur 52-55 g. Meningkatnya umur ayam menyebabkan kemampuan fungsi fisiologis alat reproduksi semakin menurun. Semakin tua umur ayam petelur maka semakin besar telur yang dihasilkan dan semakin berat (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kenaikan berat telur ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah putih telur sedangkan berat kuning telur relatif stabil (Yuwanta, 2010). Berat telur ayam berkolerasi positif terhadap indeks telur, indeks putih telur, ketebalan kerabang dan persentase putih telur serta berkolerasi negatif terhadap persentase kuning telur (Laxmi et al., 2002). Semakin besar telur ayam, maka indeks telur, indeks putih telur dan persentase putih telur semakin meningkat, akan tetapi persentase kuning telur semakin menurun. Indeks telur merupakan perbandingan antara lebar dan panjang telur dikalikan dengan 100%. Indeks telur bervariasi antara 62%-82% (Yuwanta, 2010). Setiap bangsa ayam memiliki berat telur yang bervariasi. Perbedaan ini berhubungan dengan komponen telur seperti putih telur, kuning telur dan kerabang telur (Song et al., 2000). Ayam petelur dengan ukuran yang besar akan bertelur dengan ukuran besar sedangkan ayam yang kecil akan bertelur dengan ukuran kecil (Romanoff dan Romanoff, 1963). SNI 01-3926-2008 (BSN, 2008) membagi bobot telur menjadi tiga, yaitu kecil (<50 g), sedang (50 g-60 g) dan besar (>60 g). Semakin kecil bobot telur maka indeks telur juga semakin kecil. Ketebalan kerabang telur ayam merupakan hasil dari metabolisme kalsium melalui pakan ayam. Umur ayam menentukan efisiensi asimilasi dan sekresi kalsium serta mineral lainnya yang terlibat dalam pembentukan kerabang telur. Semakin tua umur ayam maka absorbsi kalsium semakin menurun sehingga menyebabkan kualitas kerabang telur menurun. Ayam petelur yang mengonsumsi pakan dengan kalsium tinggi akan menghasilkan kerabang yang tebal. Kebutuhan kalsium untuk ayam petelur adalah 3,25%-4,25% dan fosfor sebanyak 0,6%-1% (BSN, 2006). Suhu lingkungan yang tinggi dapat mempengaruhi ketebalan kerabang telur karena pada 18
suhu yang tinggi konsumsi pakan ayam menurun sehingga kerabang telur menjadi tipis (Bell dan Weaver, 2002). Lama dan suhu dalam penyimpanan telur mempengaruhi kualitas fisik telur. SNI 01-3926-2008 (BSN, 2008) menyatakan bahwa penyimpanan telur konsumsi pada suhu ruang dengan kelembaban 80%-90% dapat mempertahankan kualitas telur selama empat belas hari setelah ditelurkan. Telur yang disimpan pada suhu 4-7 ºC dengan kelembaban 60%-70% dapat bertahan selama tiga puluh hari setelah ditelurkan. Perubahan bobot telur selama penyimpanan disebabkan oleh penguapan air dari ribuan pori-pori pada permukaan kerabang telur yang mengakibatkan penurunan kualitas telur (Park et al., 2003). Kedalaman Kantung Udara Kantung udara terbentuk setelah ditelurkan oleh ayam betina karena adanya perbedaan suhu di dalam tubuh ayam (41 ºC) dengan suhu lingkungan (28 ºC) yang lebih rendah. Kantung udara semakin bertambah besar karena adanya penguapan atau penyusutan berat telur (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kedalaman kantung udara dapat dilihat melalui peneropongan (candling) sehingga bagian luar dan di dalam telur dapat dilihat dengan jelas. Kedalaman kantung udara diukur dari diameter dan tinggi kantung udara. SNI 01-3926-2008 (BSN, 2008) menyatakan bahwa
mutu telur dapat ditentukan menjadi mutu I, mutu II dan mutu III.
Kedalaman kantung udara menurut USDA (2000) ditentukan menjadi kualitas AA (<0,3 cm), kualitas A (0,3-0,6 cm), kualitas B (0,6-0,9 cm) dan kualitas C (>0,9 cm). Kantung udara dipengaruhi oleh suhu penyimpanan, kelembaban dan perubahan internal dari telur (Yuwanta, 2010). Suhu yang tinggi dan kelembaban yang rendah dapat menyebabkan kantung udara cepat membesar akibat adanya penguapan air di dalam telur (Romanoff dan Romanoff, 1963). Indeks Putih Telur SNI 01-3926-2008 (BSN, 2008) menyatakan bahwa indeks putih telur merupakan perbandingan antara tinggi putih telur dengan diameter rata-rata putih telur kental. Indeks putih telur segar berkisar antara 0,050-0,174. Semakin tua umur telur maka diameter putih telur akan semakin lebar sehingga indeks putih telur akan semakin kecil. Perubahan putih telur disebabkan oleh pertukaran gas antara udara 19
luar dengan isi telur melalui pori-pori kerabang telur dan penguapan air akibat dari lama penyimpanan, suhu, kelembaban dan porositas kerabang telur (Yuwanta, 2010). Selama penyimpanan, tinggi putih telur kental akan menurun secara cepat kemudian secara lambat. Indeks putih telur akan menurun sebesar 40% dalam dua puluh jam pada suhu 32 ºC (Romanoff dan Romanoff, 1963). Indeks Kuning Telur Indeks kuning telur dapat dihitung dengan perbandingan tinggi dan diameter rata-rata kuning telur serta mengalikan hasilnya dengan 100 (Mountney, 1976). Indeks kuning telur merupakan perbandingan antara tinggi kuning telur dengan diameter kuning telur. SNI 01-3926-2008 (BSN, 2008) menyatakan bahwa indeks kuning telur segar berkisar antara 0,33-0,52. Penyimpanan telur menyebabkan terjadinya pemindahan air dari putih telur menuju kuning telur sebanyak 10 mg/hari pada suhu 10 ºC. Tekanan osmotik kuning telur lebih besar dari putih telur sehingga air dari putih telur berpindah menuju kuning telur. Perpindahan air secara terus meneurs akan menyebabkan viskositas kuning telur menurun sehingga kuning telur menjadi pipih kemudian akan pecah (Romanoff dan Romanoff, 1963). Pemindahan air ini tergantung pada kekentalan putih telur. Kuning telur akan menjadi semakin lembek sehingga indeks kuning telur menurun, kemudian membran vitelin akan rusak dan menyebabkan kuning telur pecah. Yuwanta (2010) menyatakan bahwa indeks kuning telur akan menurun dari 0,45 menjadi 0,30 apabila disimpan selama 25 hari pada suhu 25 ºC. Semakin tua umur telur maka kuning telur semakin besar sehingga indeks kuning telur semakin kecil. Penurunan tinggi kuning telur akan terjadi setelah tiga bulan penyimpanan pada suhu 2 ºC. Namun demikian tinggi kuning telur menurun lebih cepat setelah tiga minggu penyimpanan ketika disimpan pada suhu 25 ºC (Romanoff dan Romanoff, 1963). Nilai pH Kuning Telur dan Putih Telur Nilai pH kuning telur akan meningkat dari 6,0 menjadi 6,8 secara perlahan seiring dengan meningkatnya pH putih telur. Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa nilai pH putih telur segar 7,6 kemudian akan meningkat menjadi 9,0 atau 9,7 setelah satu minggu. Perubahan pH putih telur ini disebabkan hilangnya CO2 dari telur. Penggantian CO2 yang hilang ini dengan cara pemecahan bikarbonat. 20
Bikarbonat terdiri dari sodium dan potasium sebagai buffer. Bikarbonat yang semakin menurun menyebabkan sistem buffer menjadi menurun. Selama putih telur kehilangan CO2 dan terjadi perubahan pH, ovomucin kehilangan kemampuan dalam mempertahankan kekentalan sehingga putih telur berubah encer (Mountney, 1976). Nilai pH putih telur akan mengalami penurunan yang disebabkan mikroorganisme yang tumbuh selama penyimpanan telah menghasilkan asam (Wulandari, 2004). Kenaikan nilai pH putih telur dapat ditekan dengan pengawetan telur. Nilai pH putih telur dengan pengolesan selulosa meningkat dari 8,71 menjadi 9,44 selama penyimpanan empat minggu (Suppakul et al., 2010). Perubahan pH kuning telur dan putih telur ini dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Semakin tinggi suhu lingkungan maka penguapan air semakin cepat sehingga nilai pH semakin cepat naik. Komposisi Kimia Telur Protein telur adalah salah satu protein kualitas tertinggi yang dikenal untuk makanan manusia. Protein telur mengandung semua asam amino esensial, asam amino yang diperlukan dalam kebutuhan manusia, dan berkualitas tinggi sehingga ahli gizi menggunakan telur sebagai standar acuan terhadap protein makanan lainnya yang akan dievaluasi. Komposisi kimia telur ayam ras petelur ditunjukkan secara lengkap pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi Telur Ayam Ras Petelur (Bobot Telur 60 g) Komponen
Air
Protein
Abu
Karbohidrat
Lemak
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
Kuning Telur
48,20
15,70-16,60
1,10
0,20-1,00
31,80-35,50
Putih Telur
88,00
9,70-10,60
0,50-0,60
0,40-0,90
0,03
Kerabang
1,60
-
0,80-1,00
-
-
Utuh
75,50
12,80-13,40
0,80-1,00
0,30-1,00
10,50-11,80
Sumber : Bell dan Weaver (2002)
Telur ayam mengandung banyak asam amino esensial diantaranya lisin, metionin, arginin, fenilalanin, sistin dan lainnya. Yuwanta (2010) menyatakan bahwa protein putih telur segar jika dikonsumsi secara langsung hanya dapat diserap tubuh sekitar 50% karena putih telur mengandung antitripsin (ovomucoid). Selain itu, di 21
dalam putih telur terdapat aktivitas antibiotin (avidin) dan antibiotik (lisosom). Semakin tua umur telur maka kadar protein semakin menurun. Protein terdekomposisi lebih banyak pada kuning telur setelah disimpan selama dua belas bulan pada suhu 0,5 ºC (Romanoff dan Romanoff, 1963). Semakin tua umur telur maka kadar protein telur semakin menurun. Komposisi protein telur juga dipengaruhi oleh protein pakan. Pakan ayam petelur yang baik memiliki kadar protein kasar minimal 16% (BSN, 2006). Lama penyimpanan juga berpengaruh terhadap kadar protein. Lemak kuning telur tersusun atas komplek lemak-protein dalam bentuk Low Density Lipoprotein (LDL). Lemak telur mengandung 65% trigliserida, 28,3% fosfolipid dan 5,2% kolesterol. Asam lemak trigliserida pada kuning telur adalah asam linoleat, oleat dan stearat. Asam lemak bebas pada kuning telur segar sebesar 1,72% tetapi setelah penyimpanan selama satu tahun kandungan asam lemak bebas meningkat perlahan menjadi 3,12%. Telur yang disimpan pada suhu 37,5 ºC mengalami penurunan lemak kuning telur karena lemak berdifusi dari kuning telur menuju putih telur (Romanoff dan Romanoff, 1963). Telur mengandung semua vitamin, kecuali vitamin C. Mountney (1976) menyatakan bahwa vitamin yang terdapat pada telur adalah vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E, dan K) dan vitamin yang larut dalam air (B-kompleks, thiamin, riboflavin, asam pantotenat, niasin, asam folat dan vitamin B12). Kadar air merupakan komposisi telur yang penting karena mempengaruhi kualitas interior telur. Selama penyimpanan, kadar air putih telur menurun tidak hanya disebabkan penguapan air tetapi juga adanya difusi air dari putih telur menuju kuning telur. Kadar air kuning telur akan meningkat dari 48,02% menjadi 54,33% selama sepuluh hari pada suhu 30 ºC (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kadar air telur dipengaruhi oleh kecepatan penguapan, suhu dan kelembaban tempat penyimpanan telur. Pengawetan Telur Pengawetan bertujuan mencegah pemecahan sel oleh enzim dalam bahan pangan itu sendiri (autolisis) dan pertumbuhan mikroorganisme yang dapat merusak pangan seperti bakteri, jamur dan khamir (Gaman dan Sherrington, 1994). Daya simpan telur sebagai bahan pangan perlu dipertahankan agar tetap mempunyai 22
kualitas yang tinggi dengan melakukan pengawetan yang benar karena dengan pengawetan maka proses kerusakan atau perubahan-perubahan di dalam telur dapat diperlambat. Faktor-faktor yang menyebabkan telur cepat mengalami kerusakan diantaranya adalah terjadinya proses penguapan, hilangnya CO2 melalui pori-pori kulit telur dan masuknya mikroorganisme ke dalam telur yang akan menguraikan protein yang terdapat di dalam telur. Pengawetan telur dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah pengawetan telur terbuka dan tertutup. Pengawetan telur tertutup adalah pengawetan telur utuh dengan cara menyimpan dalam lemari pendingin suhu 4-10 ºC, pengepakan kering (dry packing), pencelupan telur dengan cairan atau larutan seperti air kapur, air garam, minyak kelapa, parafin, larutan teh hitam dan ekstrak daun jambu biji, dan pemanasan sekilas dalam air mendidih selama lima detik. Pengawetan telur terbuka adalah pengawetan isi telur yang dapat dilakukan dengan cara pan drying, spray drying, dan penyimpanan beku. Faktorfaktor yang harus diperhatikan dalam pengawetan telur diantaranya telur harus segar dan kerabang tidak retak (Yuwanta, 2010). Minyak Kelapa (Cocos nucifera) Minyak kelapa (Cocos nucifera) memiliki sifat khas yaitu persentase asam laurat yang tinggi. Asam laurat mempunyai kemampuan sebagai antivirus, antifungi, antiprotozoa dan antibakteri. Semakin banyak konsentrasi asam laurat dalam minyak kelapa, dapat mempercepat penurunan populasi bakteri diantaranya Staphylococcus aureus (Nakatsuji et al., 2009). Minyak berdasarkan panjang rantai karbon terbagi atas tiga, yaitu short chain fatty acids (SCFA), medium chain fatty acids (MCFA) dan long chain fatty acids (LCFA). Minyak kelapa dikategorikan sebagai minyak berantai karbon sedang (MCFA). Keunggulan MCFA dibandingkan dengan asam lemak rantai panjang (LCFA) yaitu MCFA lebih mudah dicerna dan diserap tanpa hidrolisis dan enzimatis. Minyak kelapa mengandung sekitar 90% asam lemak jenuh dan 10% asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh terdiri dari asam kaproat, kaprilat, kaprat, laurat, miristat, palmitat, stearat, dan arakhidat. Asam lemak tak jenuh terdiri dari asam palmitoleat, oleat, dan linoleat. Komponen asam lemak minyak kelapa dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 3. 23
Tabel 3. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Asam Lemak
Minyak Kelapa (%)
Kaproat (C-6)
0-0,6
Kaprilat (C-8)
4,6-9,4
Kaprat (C-10)
5,5-7,8
Laurat (C-12)
45,1-50,3
Miristat (C-14)
16,8-20,6
Palmitat (C-16)
7,7-10,2
Stearat (C-18)
2,3-3,5
Oleat (C18: 1)
5,4-9,9
Linoleat (C 18: 2)
0,8-2,1
Sumber: APCC (2000) Bilangan Thio Barbituric Acid (TBA) Minyak akan mengalami kerusakan selama proses pengolahan misalnya proses pemanggangan, penggorengan dengan cara deep frying dan selama penyimpanan. Ketengikan (rancidity) dibagi atas tiga golongan, yaitu ketengikan oleh oksidasi (oxidative rancidity), ketengikan oleh enzim (enzymatic rancidity) dan ketengikan oleh proses hidrolisis (hidrolitic rancidity). Ketengikan oleh oksidasi terjadi karena adanya oksidasi oleh oksigen udara terhadap asam lemak tidak jenuh. Oksidasi minyak nabati terjadi melalui proses inisiasi, propagasi dan terminasi (Ketaren, 2008). Inisiasi merupakan reaksi pembentukan radikal bebas. Propagasi merupakan reaksi perubahan radikal bebas menjadi radikal yang lain. Terminasi merupakan reaksi yang melibatkan kombinasi dua radikal untuk membentuk produk yang lebih stabil. Malonaldehida merupakan hasil sekunder dari reaksi oksidasi yang menimbulkan bau. Salah satu cara mengukur jumlah malonaldehida hasil oksidasi dengan menggunakan uji thio barbituric acid (TBA). Molekul TBA bereaksi dengan malonaldehida membentuk pigmen warna merah. Hasil dari pengujian TBA ditunjukkan dalam mg malonaldehida/kg sampel (Pegg, 2001). Gunsen et al. (2011) menyatakan bahwa produk ikan masih dikatakan baik apabila mempunyai bilangan TBA kurang dari lima mg malonaldehida/kg sampel. Ketengikan pada kue sudah 24
terdeteksi pada bilangan TBA 1,4 mg malonaldehida/kg sampel, akan tetapi produk tersebut masih baik untuk dikonsumsi (Izzreen dan Noriham, 2011). Ketengikan pada daging ayam terdeteksi jika bilangan TBA > 1 mg malonaldehida/kg sampel (Kolsarici et al., 2010). Keuntungan dari uji TBA ini adalah pereaksi TBA dapat digunakan langsung untuk menguji lemak suatu bahan tanpa mengekstraksi fraksi lemaknya. Kelemahan dalam uji TBA ini adalah asam thio barbiturat bersifat tidak stabil dan mengalami dekomposisi dalam pengujian (adanya pemanasan dan asam keras) yang membentuk warna merah setelah absorbansi dengan panjang gelombang yang sama (Ketaren, 2008).
25