BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jaringan PLN Secara Keseluruhan Menurut Djiteng (2006), Penyampaian tenaga listrik dari tempat dibangkitkan (PLTA, PLTU, PLTG, PLTP, PLTD) sampai ke tempat pelanggan, baik pelanggan besar, menengah maupun kecil, memerlukan jaringan penghubung, yaitu transmisi dan distribusi. Jaringan yang berada antara Pusat Pembangkit dan Pusat Beban (Gardu Induk/GI) (Gambar 1), disebut Sistem Transmisi, dimana tersalur tenaga listrik dalam skala besar yang bisa berupa Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) sebesar 70 kV dan
SUTT
150 kV, dan berupa Saluran Udara Tegangan Extra Tinggi (SUTET) sebesar 500 kV.
Pembangkit
Interbus Transformer
Interbus Transformer
Trafo Distribusi
Pemutus Tenaga / Circuit Breaker
Load Break Switch / LBS
500 kV
150 kV
20 kV
6,3 kV
Gambar 1. Jaringan PLN Secara Keseluruhan (Marsudi, 2006)
Saluran antara Pusat Beban (Gardu Induk/GI) dan Sub Pusat Beban (Gardu Distribusi) membentuk Jaringan Tegangan Menengah (JTM), yaitu bisa berupa Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) dan Kabel Tanah, dimana keduanya dialiri listrik sebesar 3 kV, 6 kV, 7 kV, 12 kV atau 20 kV, namun umumnya PLN menyalurkan listrik sebesar 20 kV. Sementara sistem yang berada diantara Sub Pusat Beban (Gardu Distribusi) ke pelanggan menengah dan kecil disebut Jaringan Tegangan Rendah (JTR), yang bisa berupa Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR) dan Saluran Kabel Tanah Tegangan Rendah (SKTTR), dimana keduanya dialiri listrik sebesar 380 V, 220 V, atau 127 V, namun pada umumnya PLN mengaliri listrik sebesar 220 V.
2.2. Penelitian Sebelumnya Yang Relevan Penelitian ini, merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya yang berjudul Analisa Koordinasi OCR-Recloser Penyulangan Kaliwungu 03 oleh Darmanto dan Handoko (2006). Dalam penelitian tersebut, dijelaskan tentang proses kerja pemutus tegangan jika terjadi gangguan di Saluran Udara sepanjang Pusat Penyulang (Pusat Pembangkit Tenaga Listrik) sampai dengan Gardu Induk yang biasa disebut Saluran Transmisi (yang berupa Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) atau Saluran Udara Tegangan Extra Tinggi (SUTET)). Sementara gangguan yang terjadi di sepanjang Gardu Induk sampai dengan Sambungan Perumahan tidak dibahas. Inilah yang membedakan dengan penelitian ini, pada penelitian ini selain menggunakan sistem pakar, juga di analisa gangguan yang terjadi secara keseluruhan. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Purnomo, et al (2003), obyek penelitian yang dilakukan adalah merancang dan membuat perangkat keras (Hardware) dan Perangkat Lunak (Software) MAS E3200 yaitu master yang berfungsi untuk memonitor (status dan telemarketing) dan kontrol Gardu Induk dalam satu grup, dimana peralatan hardware dipasang disetiap Gardu Induk. Sedangkan master MAS E3200 dipasang di kantor grup yang berfungsi sebagai pusat pengelolaan Gardu Induk sehingga jika terjadi gangguan pada suatu Gardu Induk dapat segera terdeteksi dan segera di perbaiki. Tapi pada penelitian tersebut tidak diperhatikan faktor gangguan yang terjadi diluar Gardu Induk tersebut.
2.3. Pengertian Gangguan Yang dimaksud gangguan (fault), yaitu peristiwa tripnya atau bekerjanya PMT (Pemutus Tenaga) tidak atas kehendak operator sehingga timbul interupsi (pemutusan) pasokan daya kepada pemakai tenaga listrik (pelanggan). Namun pasokan daya yang masih tersedia ini, mengalami distorsi pada tegangan atau arusnya atau keduanya, sehingga bisa mengganggu operasi dari peralatan pemakaian tenaga listrik, misalnya timbulnya pemanasan yang berlebihan. Selain fault, ada juga gangguan yang disebut disturbance, yaitu berupa gangguan yang belum sampai menyebabkan putusnya pasokan daya, atau bisa dikatakan sebagai gangguan mutu pasokan daya listrik (Djiteng 2006).
2.4. Jenis-Jenis Gangguan Pada Jaringan Distribusi Penyediaan tenaga listrik bagi masyarakat merupakan hal yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak, maka gangguan yang besar dalam sistem tenaga akan sangat mengganggu kehidupan masyarakat. Dalam hal ini yang dimaksud dengan gangguan yang besar, menurut Djiteng (2006) adalah gangguan yang meliputi sebagian besar dari sistem, termasuk pula gangguan total yang merupakan gangguan yang menyebabkan seluruh sistem padam dan gangguan tersebut dapat terjadi di Pusat Listrik, Saluran Transmisi, Gardu Induk (GI), Jaringan Distribusi, Sambungan Rumah (SR). Sementara dalam hal ini hanya akan dibahas tentang gangguan pada Jaringan Distribusi dibagian Jaringan Tegangan Rendah (JTR). Jaringan Distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang paling dekat dengan pelanggan. Ditinjau dari volume fisiknya, jaringan distribusi pada umumnya lebih panjang dibanding dengan jaringan transmisi dan jumlah gangguannya dalam per 100 km per tahun juga paling tinggi dibandingkan dengan jumlah gangguan pada saluran transmisi. Secara garis besar, jaringan distribusi terbagi atas dua bagian yaitu Jaringan Tegangan Menengah (JTM) dan Jaringan Tegangan Rendah (JTR).
2.4.1. Jaringan Tegangan Menengah (JTM) Menurut Djiteng (2006), JTM mempunyai tegangan antara 3 kV sampai 20 kV. Untuk saat ini PLN hanya mengembangkan tegangan menengah 20 kV. Sebagian besar JTM berupa SUTM dan kabel tanah. Sementara pada saat ini juga mulai dikembangkan kabel udara yang isolasinya tidak penuh dengan tujuan untuk mengurangi jumlah gangguan di JTM. Gangguan di SUTM termasuk tinggi jumlahnya, dalam hal ini data kuantitatif tidak dapat disajikan secara terperinci, tetapi dapat disampaikan bahwa gangguan pada SUTM ada yang mencapai 100 kali pertahun dan sebagian besar gangguan pada SUTM tidak disebabkan oleh petir, melainkan oleh sentuhan pohon. SUTM yang ada di kota, letaknya banyak yang ada ditepi jalan, karena jalurnya yang memasuki kota terhalang oleh bangunan-bangunan dan pohon-pohon yang lebih tinggi dibandingkan tiang SUTM. Sehingga SUTM yang ada di daerah perkotaan terlindung dari sambaran petir, tetapi banyak diganggu oleh sentuhan pohon. Sementara SUTM yang berada di daerah pedesaan banyak yang jalurnya melalui tanah terbuka, misalnya sawah, tetapi juga melalui daerah yang banyak pohonnya sehingga disamping gangguan petir, juga banyak mengalami gangguan karena sentuhan pohon. Gangguan karena petir maupun karena sentuhan pohon sebagian besar bersifat temporer, oleh karena itu penggunaan penutup balik (recloser) otomatis akan sangat mengurangi waktu pemutusan penyediaan daya (supply interrupting time). PLN mulai menggunakan kabel udara yang berisolasi tidak penuh, misalnya pada SUTM 20 kV dipakai kabel udara yang secara fisik berupa konduktor dengan isolasi tipis dan diletakkan di atas isolator seperti halnya SUTM biasa. Maksud penggunaan kabel udara ini adalah mengurangi gangguan yang disebabkan sentuhan pohon tidak akan menimbulkan arus hubungan tanah yang cukup besar untuk mengerjakan relay hubungan tanah sehingga PMT tidak trip. Dengan demikian gangguan karena sentuhan pohon akan banyak berkurang. Kabel tanah yang digunakan pada JTM gangguannya jauh lebih sedikit dibandingkan SUTM, tetapi harga kabel tanah lebih mahal dari pada SUTM. Menurut Djiteng (2006) gangguan kabel tanah umumnya disebabkan oleh: a. Tekanan cangkul atau alat gali lainnya. b. Terdesak oleh akar pohon.
c. Pergerakkan tanah misalnya, karena tanah tidak stabil atau mendapat tekanan mekanis. d. Pemasangan yang kurang hati-hati sehingga ada bagian kabel yang retak dan kemasukan air. e. Penyambungan bagian-bagian yang kurang sempurna sehingga ada kontak yang lepas atau kendur. Gangguan kabel tanah umumnya bersifat permanen, oleh karenanya tidak dipakai penutup balik (recloser) otomatis dalam pengoperasian kabel tanah. Dibandingkan dengan SUTM, waktu yang diperlukan untuk mencari tempat gangguan permanen serta waktu untuk memperbaiki kerusakan kabel tanah umumnya adalah lebih lama dibandingkan pada saluran udara. Oleh karenanya di dalam perencanaan pengembangan jaringan kabel tanah, jika tidak dikehendaki adanya kemungkinan terjadinya pemutusan penyediaan tenaga listrik yang terlalu lama, harus ada kabel tanah cadangan dalam bentuk ring atau express feeder pada system spindle. Waktu yang diperlukan untuk mencari tempat gangguan dan kemudian memperbaiki kerusakan yang merupakan penyebab gangguan permanen pada kabel tanah adalah berkisar antara 1 sampai 5 hari (Djiteng 2006).
2.4.2. Jaringan Tegangan Rendah (JTR) Jaringan Tegangan Rendah mula-mula sebagian besar terdiri dari Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR) dengan konduktor tanpa isolasi. Penggunaan Saluran Kabel Tanah Tegangan Rendah (SKTTR) tidak banyak dipakai PLN, hanya dipakai untuk jarak yang pendek, misalnya dari transformator dalam gardu distribusi ke tiang pertama SUTR. Gangguan pada SUTR relatif banyak dan penyebab utamanya adalah pohon. Sentuhan pohon pada konduktor SUTR dapat menimbulkan gangguan satu fasa, dua fasa maupun tiga fasa ke tanah. Jika penarikan konduktor fasa dari SUTR kurang tegang, sehingga konduktor mudah mengayun, maka sentuhan dahan pohon yang disertai angin dapat menimbulkan gangguan antar fasa. Gangguan fasa ke tanah dan gangguan antar fasa terkadang tidak menyebabkan sekering SUTR lebur (putus). Hal ini disebabkan karena arus hubungan singkat yang terjadi tidak cukup besar untuk dapat memutuskan sekering tersebut. Sehingga hal itu
tidak menjadikan pemutus penyediaan daya sehingga tidak terasa gangguan, tetapi menimbulkan bahaya karena pohon yang menyentuh konduktor SUTR dapat menjadi bertegangan terutama jika keadaannya basah, misalnya pada waktu hujan. Sebaliknya jika keadaan kering, loncatan api (busur listrik) yang timbul dapat membakar pohon tersebut. Berhubung dengan banyaknya gangguan yang disebabkan sentuhan pohon pada konduktor SUTR, maka PLN mulai dengan penggunaan Saluran Kabel Udara Tegangan Rendah (SKUTR) yang berbentuk kabel yang dipilin (twisted cable) dan dipasang pada tiang. Jika ditinjau dari segi harga, SKUTR lebih murah dibanding dengan SUTR, karena instalasi kabel tegangan rendah relatif lebih murah dibanding dengan isolator yang diperlukan pada SUTR. Pada SKUTR gangguan karena sentuhan pohon praktis tidak ada lagi. Gangguan yang masih terjadi pada SKUTR kebanyakan disebabkan karena kontak yang kurang baik atau tertimpa pohon (bukan sentuhan) sehingga SKUTR putus.
2.5. Unit Pengatur Distribusi Menurut Djiteng (2006), tugas pengoperasian jaringan dari hari ke hari makin bertambah kompleks dengan makin besarnya jaringan. Keadaan pelayanan kepada konsumen perlu ditingkatkan, sementara di pihak lain PLN juga menghadapi masalah dalam keleluasaan memonitor seluruh sistem. Sehingga diperlukan suatu sistem yang mempunyai ciri-ciri cepat serta berkemampuan, yang dapat mengatasi masalah kelangsungan penyaluran listrik karena stabilitas dan keandalan sistem telah ditunjang oleh bertambahnya jumlah gardu dengan pesat. Untuk menjawab masalah tersebut, maka dibuatlah suatu “system dispatching” dengan control terpusat, yaitu jika kondisi normal, kondisi operasi seluruh sistem memenuhi batas-batas frekuensi, batas tegangan dan memenuhi pula syarat keandalan yang telah ditentukan, sementara kondisi gangguan, adalah kondisi dimana pada saat real time operational terjadi, terlihat adanya perubahan besarnya beban yang terjadi di suatu lokasi dan terlihat juga adanya pemutusan tenaga (PMT trip), sehingga kejadian tersebut terdeteksi oleh Operator Sistem atau biasa disebut Dispatcher, yang ada di Pusat Pengatur Beban, dimana tugas dari Dispatcher adalah : 1. Memonitor seluruh sistem. 2. Mendeteksi segala jaringan yang terjadi dengan cepat. 3. Optimasi dalam penyaluran distribusi
Selanjutnya dalam operasi sistem, pengaturan distribusi terdiri dari 2 bagian, yaitu : 1. Operasi di dalam ruang kontrol yang dilakukan oleh operator ruang control (Dispatcher). 2. Operasi di lapangan, yaitu di gardu-gardu dan sepanjang saluran tegangan menengah, yang dilakukan oleh operator lapangan PLN Cabang.
2.6. Sistem Proteksi Menurut Komari (2003), sistem proteksi diberikan dengan tujuan untuk mengamankan sistem yang dapat meminimumkan kerusakan akibat gangguan dan memaksimalkan keandalan supply tenaga listrik ke konsumen. Selain itu sistem proteksi berfungsi : 1. Sebagai pendeteksi adanya gangguan atau keadaan abnormal lainnya pada bagian sistem jaringan distribusi yang diamankan. 2. Melepaskan bagian sistem yang terganggu sehingga bagian sistem lainnya dapat terus beroperasi. Di bawah ini ada beberapa contoh alat pengaman : 1. Relay Pengaman, sebagai alat perasa yang mendeteksi adanya gangguan. 2. Pemutus Tenaga (PMT), sebagai pemutus arus di dalam sirkuit tenaga untuk melepas bagian sistem yang terganggu (membebaskan sistem dari gangguan). 3. Trafo arus atau trafo tegangan, untuk meneruskan arus atau tegangan pada sirkuit tenaga (sirkuit primer) ke sirkuit relay (sirkuit sekunder). 4. Battery aki, sebagai sumber tenaga untuk melakukan PMT dan catu daya untuk relay static dan relay bantu.
2.7. Sistem Pakar (Expert System) Sistem Pakar (Expert System), menurut Turban (2001), adalah sistem yang menggunakan pengetahuan seorang pakar yang tersimpan di dalam komputer untuk menyelesaikan masalah yang biasanya memerlukan kepakaran seseorang. Desain sistem pakar meniru proses penalaran pakar dalam menyelesaikan masalah yang spesifik.
Konsep dasar dari sistem pakar menurut Turban (2001), mengandung : 1. Keahlian (expertise), suatu kelebihan penguasaan pengetahuan di bidang tertentu yang diperoleh dari pelatihan, membaca dan pengalaman. 2. Pakar atau ahli (expert), orang yang mampu menjelaskan suatu tanggapan, mempelajari hal-hal baru seputar topik permasalahan, menyusun kembali pengetahuan jika dipandang perlu, memecahkan aturan-aturan jika dibutuhkan dan menentukan relevan atau tidaknya keahlian mereka. 3. Pengalihan keahlian (transferring expertise), sistem pakar mempunyai tujuan yaitu memindahkan keahlian dari seorang pakar ke sistem komputer dan kemudian ke orang lain. Proses ini melibatkan empat aktifitas, seperti : akuisisi pengetahuan, representasi pengetahuan, inferensi pengetahuan dan pemindahan pengetahuan kepada pengguna. 4. Mekanisme inferensi (inferencing), suatu fitur dari sistem pakar adalah kemampuan untuk menalar. Pengetahuan dari para pakar disimpan di dalam basis pengetahuan. Inferensi dilaksanakan di dalam komponen yang disebut dengan inference engine (mesin inferensi). 5. Aturan-aturan (rules), sebagian besar sistem pakar dibuat dalam bentuk rulebased system, maksudnya adalah pengetahuan disimpan dalam bentuk aturanaturan. Aturan tersebut umumnya berbentuk IF-THEN. 6. Kemampuan menjelaskan (explanation capability), fitur lain dari sistem pakar adalah kemampuan untuk menjelaskan saran-saran atau rekomendasi. Selain itu sistem pakar (expert system) menurut Setiarso (2006), merupakan salah satu teknologi andalan dalam knowledge management, terutama melalui empat skema penerapan dalam suatu organisasi, yaitu : 1) Case-Based Reasoning (CBR), merupakan representasi pengetahuan berdasarkan pengalaman, termasuk kasus dan solusinya. 2) Rule-Based Reasoning (RBR), mengandalkan serangkaian rules yang merupakan representasi dari pengetahuan karyawan/manusia dalam memecahkan kasus-kasus yang rumit.
3) Model-Based Reasoning (MBR), melalui representasi pengetahuan dalam bentuk atribut,
perilaku,
antar-hubungan
maupun
simulasi
proses
terbentuknya
pengetahuan. 4) Constraint-Satisfaction Reasoning (CSR), yang merupakan kombinasi antara RBR dan MBR.
2.7.1. Struktur Sistem Pakar Menurut Turban (2001), struktur sistem pakar terdiri dari 2 bagian pokok, yaitu : lingkungan pengembangan (development environment), yang biasanya digunakan sebagai pembangun sistem pakar baik itu dari segi pembangun komponen maupun basis pengetahuan dan lingkungan konsultasi (consultation environment), biasanya digunakan oleh seorang yang bukan ahli untuk berkonsultasi. Struktur sistem pakar dapat disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur Sistem Pakar (Turban & Aronson, 2001)
Dari Gambar 2, komponen-komponen yang ada pada sistem pakar terdiri dari: 1. Subsistem akuisisi pengetahuan (knowledge acquisition subsystem), suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh pengetahuan dari pakar, buku, dokumentasi,penelitian, basis data dan gambar. 2. Basis pengetahuan, berisi tentang pengetahuan-pengetahuan yang dibutuhkan untuk memahami, menformulasikan dan menyelesaikan masalah. Menurut Turban (2001), ada dua elemen dasar yang termasuk pada basis pengetahuan, yaitu : a. Fakta, yaitu situasi permasalahan dan teori dari bidang permasalahan b. Aturan (Rules), yaitu langsung menggunakan pengetahuan secara langsung untuk menyelesaikan permasalahan pada domain tertentu. 3. Mesin inferensi (Inference Engine),
program yang berisi metodologi yang
digunakan untuk melakukan penalaran terhadap informasi-informasi dalam basis pengetahuan dan blackboard serta digunakan untuk menformulasikan kesimpulan. 4. Blackboard, merupakan daerah dalam memory yang digunakan untuk merekam kejadian yang sedang berlangsung termasuk keputusan sementara. 5. Antarmuka pemakai (user interface), merupakan suatu fasilitas komunikasi yang digunakan sebagai penghubung antara komputer dengan pengguna. 6. Penjelasan subsistem (explanation subsystem), merupakan suatu kemampuan untuk menemukan dan menjelaskan tingkah laku sistem pakar dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan. 7. Sistem penyaring pengetahuan, sistem ini digunakan untuk mengevaluasi kinerja sistem pakar itu sendiri untuk melihat apakah pengetahuan-pengetahuan yang ada masih cocok untuk digunakan di masa mendatang. Proses pengetahuan dari para pakar dan membangun basis pengetahuan disebut dengan knowledge engineering. Tujuan yang ingin dicapai dari knowledge engineering adalah membantu para pakar menyampaikan dengan mudah apa yang mereka ketahui dan mendokumentasikan pengetahuan dalam bentuk yang daoat digunakan (Turban, 2001).
Menurut Turban (2001), ada lima kegiatan utama dari knowledge engineering yaitu : 1. Akuisisi Pengetahuan (knowledge acquisition), merupakan kegiatan untuk memperoleh pengetahuan dari pakar, buku, dokumen, sensor, gambar dan penelitian. Pengetahuan tersebut harus spesifik terhadap permasalahan yang dihadapi atau terhadap prosedur pemecahan masalah tersebut. Cara memperoleh pengetahuan tersebut tidaklah mudah, karena mencakup kegiatan-kegiatan seperti mengidentifikasi pengetahuan, merepresentasikan pengetahuan ke dalam bentuk yang sesuai, menstrukturkan pengetahuan tersebut dan mentransfer pengetahuan tersebut ke dalam mesin pengolah. 2. Repesentasi pengetahuan (knowledge representation), setelah pengetahuan diperoleh dari pakar atau diinduksi dari suatu set data, maka harus direpresentasikan ke dalam suatu bentuk yang dapat di mengerti oleh manusia dan dapat dieksekusi di dalam komputer. Terdapat berbagai cara untuk melakukan representasi pengetahuan, yaitu rule-based, frame-based, object-based dan casebased. 3. Validasi pengetahuan (knowledge validation), proses selanjutnya adalah menvalidasikan dan menguji pengetahuan tersebut agar kualitasnya dapat diterima. Hasil uji sering ditampilkan kepada pakar untuk menguji akurasi dan sistem pakar tersebut. 4. Penarikan kesimpulan (Inferencing), kegiatan ini melibatkan desain dari perangkat lunak agar memungkinkan komputer untuk membuat simpulansimpulan berdasarkan pengetahuan dan permasalahan yang spesifik tersebut. Kemudian sistem akan menyediakan nasihat dan saran pengguna. 5. Penjelasan dan justifikasi (explanation and justification), seorang pakar sering diminta untuk menjelaskan tentang pandangan, rekomendasi dan keputusan yang dibuatnya. Jika sistem pakar menggambarkan perilaku manusia dalam melakukan suatu kegiatan khusus, maka sistem ini juga harus mampu menjelaskan tentang kegiatannya tersebut. Sebuah penjelasan merupakan jawaban bagi sistem pakar tersebut untuk menjelaskan alasan, rekomendasi dari aksi-aksinya tersebut. Bagian dari suatu sistem pakar yang menyediakan penjelasan tersebut dinamakan dengan fasilitas penjelasan (explanation facility).
2.7.2. Case-Based Reasoning Menurut Aamont and Plaza (1994), Case-Based Reasoning (CBR) merupakan sebuah pendekatan untuk membangun pengetahuan berdasarkan kasus dan solusi pada masa lalu untuk mendapatkan dan menggunakan kembali kasus dan solusi tersebut untuk menyelesaikan permasalahan yang sama, yang terjadi di masa lalu. Case-Based Reasoning (CBR) merupakan metode yang digunakan untuk mengimplementasikan sistem diagnosa intelligent ke dalam aplikasi di dunia nyata. CBR juga dapat digunakan untuk menganalisa suatu masalah sesuai dengan kasus yang dihadapi dan untuk selanjutnya mengklasifikasikan kasus tersebut berdasarkan pada pengalaman masa lalu pengklasifikasian. Kelebihan dari CBR yaitu memungkinkan penggunaan contoh kasus masa
lalu
untuk
mengakuisisi
pengetahuan
dan
akhirnya
diketahui
pokok
permasalahannya. Selain itu CBR juga dapat mencari solusi dari permasalahan tersebut berdasarkan
dari pengalaman kasus masa lalu sehingga segala permasalahan dapat
diselesaikan untuk selanjutnya kasus serta solusinya disimpan untuk kemudian dapat digunakan kembali untuk memecahkan kasus baru, jika kasus tersebut hampir sama atau mungkin sama dengan kasus terdahulu. Menurut Aamont & Plaza (1994), secara garis besar kerangka kerja dari metode CBR dapat digambarkan dengan dua bagian, yaitu : 1. Model proses dari CBR yang berbentuk lingkaran (CBR Cycle) 2. Struktur tugas untuk CBR.
2.7.2.1. CBR Cycle Menurut Aamont & Plaza (1994), secara keseluruhan model CBR Cycle dapat digambarkan dengan proses sebagai berikut : 5. RETRIEVE, merupakan proses untuk mendapatkan kembali kasus terdahulu yang serupa dengan kasus yang sedang dihadapi. 6. REUSE, merupakan proses untuk menggunakan kembali informasi dan pengetahuan dalam kasus terdahulu untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. 7. REVISE, merupakan proses memperbaiki solusi yang telah ada sebelumnya. 8. RETAIN, merupakan proses penyimpanan kasus baru dan solusinya untuk digunakan dalam menyelesaikan kasus berikutnya.
Keempat proses di atas akan terus dilakukan ketika menghadapi kasus baru. Model CBR tersebut dapat disajikan pada Gambar 3
Confirmec Solution
Suggestea Solution
Gambar 3. CBR Cycle (Aamodt & Plaza, 1994)
2.7.2.2. Struktur CBR Menurut Aamont & Plaza (1994), selain CBR cycle, gambaran dari struktur CBR dapat lebih memperjelas proses dari CBR secara detail seperti tampak pada Gambar 4. Dari keempat proses yang telah dilakukan pada CBR Cycle, semuanya masih dapat dipecah kembali menjadi beberapa bagian pekerjaan yang harus dilakukan, seperti keterangan berikut : 1. RETRIEVE, dipecah Identify (mengidentifikasi kasus), Search (mencari kumpulan kasus dimasa lalu), Initial match (membandingkan kasus yang baru dengan kasus yang terjadi dimasa lalu) dan Select (memilih kasus yang mirip).
2. REUSE, dipecah menjadi Copy (mengambil dan mengumpulkan kasus yang berbeda dengan kasus yang pernah dihadapi) dan Adapt (mencari solusi yang tepat dan menyimpannya untuk digunakan dimasa datang). 3. REVISE, dipecah menjadi Evaluate Solution (mengevaluasi solusi yang sesuai untuk menyelesaikan kasus yang dihadapi) dan Repair Fault (mendeteksi kesalahan solusi dan memberikan penjelasan tentang kesalahan tersebut, serta memperbaiki solusi tersebut). 4. RETAIN, dipecah menjadi Extract (memperbaharui kasus lama dengan kasus baru tanpa melihat solusinya. Jika kasus tersebut sudah diselesaikan dengan menggunakan kasus sebelumnya, maka kasus baru atau kasus lama akan dibuat sama atau mirip untuk memasukkan atau menggolongkan kasus tersebut), Index (memberikan index solusi yang baru diinput) dan Integrate (memperbaharui data kasus dan solusi yang sudah ada dengan kasus dan solusi yang baru, jika tidak ada kasus baru dan index sudah dibuat, maka kasus yang sudah ada akan dimodifikasi indexnya.) Secara keseluruhan proses yang dilakukan oleh sistem CBR adalah dengan menggunakan pengetahuan secara umum untuk menambahkan pengetahuan baru yang ditunjukkan oleh suatu kasus. Gambaran dan penggunaan pengetahuan tersebut meliputi penggabungan dari metode yang berbasis kasus (Case-Based Method) dengan metode-metode lain dan gambaran-gambaran dari solusinya, untuk mempermudah sistem berbasis aturan (RuleBased System) atau model-model yang lebih dalam lagi seperti hubungan sebab akibat (causal reasoning) untuk mendapatkan solusinya.
Collect descriptors
Retrieve
Identify feature
Interpret problem Inferdescriptors Follow direct indexes
Search Search index structure Search general knowledge Case-Based Reasoning
Initially match
Calculate similarity Explain similarity Use selection criteria
Select
Alaborate exlpanations Copy solution
Copy Copy solution method Modify solution
Reuse
Adapt
Problem solving and learning from experiece
Modify solution method
Evaluate by teacher Evaluate solution
Evaluate in real world Evaluate in model
Revise Self repair Repair fault
User repair Rerun problem
Integrate
Update general knowledge Adjust indexes
Generalize indexes Index Determine Retain Extract solution method Extract justtifications Extract Extract solutions Extract relevant descriptions
Gambar 4. Struktur CBR (Aamodt & Plaza, 1994)
Secara keseluruhan arsitektur dari sistem CBR telah menentukan hubungan timbal balik atau saling mempengaruhi dan pengaturan kekuasaan antara metode CBR dengan komponen-komponen lain.
2.8. Metode Pengembangan Sistem (System Development Life Cycle/SDLC) Menurut Marakas (2006), metodologi merupakan langkah-langkah yang digunakan sebagai pendekatan kepada konsep-konsep pekerjaan, aturan-aturan yang akan digunakan sebagai pedoman bagaimana dan apa yang harus dikerjakan seperti menganalisa dan merancang sistem selama pengembangan sistem informasi tersebut berlangsung, Menurut Martin et al (2002), metodologi pengembangan sistem yang akan digunakan dalam hal ini adalah pendekatan terstruktur. Yang dimaksud dengan pendekatan terstruktur adalah pendekatan yang mengenalkan penggunaan alat-alat dan teknik-teknik untuk mengembangkan sistem yang terstruktur. Tujuan pendekatan terstruktur adalah agar pada akhir pengembangan perangkat lunak dapat memenuhi kebutuhan user, dilakukan tepat waktu, tidak melampaui anggaran biaya, mudah dipergunakan, mudah dipahami dan mudah dirawat. Menurut Marakas (2006), dalam pengembangan sistem banyak metode yang dapat digunakan, metode yang paling dikenal disebut juga sebagai System Development Life Cycle (SDLC). Siklus tersebut sering disebut dengan siklus pengembangan sistem, atau siklus hidup pengembangan sistem (SDLC). Sementara metode-metode lain yang dikenal antara lain: Prototyping, Rapid Application Development (RAD), Soft System, Joint Application Development (JAD) dan lain-lain. Menurut McLeod (1998), SDLC merupakan metode pengembangan sistem paling tua dan SDLC adalah salah satu metode pengembangan sistem yang populer pada saat sistem informasi pertama kali berkembang. Menurut O’Brien (1999), biasanya SDLC ini digunakan untuk pengembangan sistem yang besar, dimana SDLC adalah tahapantahapan pekerjaan yang dilakukan oleh analis sistem dan programmer dalam membangun sistem. Menurut O’Brien (1999), SDLC juga merupakan alat untuk manajemen proyek yang bisa digunakan untuk merencanakan, memutuskan dan mengontrol proses
pengembangan sistem. Tahapan-tahapan yang terdapat dalam siklus perkembangan sistem informasi tradisional dapat disajikan pada Gambar 5
Gambar 5. Siklus hidup pengembangan sistem (SDLC) (O’Brien, 1999)
Penjelasan tentang tahapan-tahapan SDLC antara lain : 1. Pemeriksaan (Investigation) 2. Analisa (Analysis) 3. Perancangan (Design) 4. Mengimplementasikan (Implementation) 5. Pemeliharaan (Maintenance)
2.8.1. Pemeriksaan Sistem (System Investigation) Tahap
pemeriksaan
sistem
merupakan
langkah
pertama
dalam
proses
pengembangan sistem. Tahap ini termasuk menampilkan, memilih, dan studi awal dalam usulan pemecahan sistem untuk menentukan pokok-pokok permasalahan atau kasuskasus yang sering terjadi. Pemeriksaan sistem tertentu meliputi langkah - langkah yang
dapat dilihat dalam Gambar 6, dimana sistem besar diusulkan untuk perkembangan sistem. Pemilihan dan Perencanaan Sistem
Studi Kelayakan
Laporan Kelayakan
Peninjauan ke kantor untuk mengetahui serta menggambarkan dan memilih sistem yang potensial.
Membuat laporan untuk menentukan sistem yang sesuai bagi pengguna akhir dan mengukur kelayakan dari sistem yang baru untuk memenuhi kebutuhan user serta rencana pengembangan kebutuhan yang akan terjadi.
Penyimpanan tentang hasil laporan yang dibuat dan penghubungan hasil laporan-laporan yang sesuai dengan studi kelayakan yang telah dilakukan oleh user.
Gambar 6. Aktivitas Dalam Tahap Pemeriksaan Sistem (jbptgunadarma, 2005)
2.8.2. Analisis Sistem (System Analysis) Menganalisis dan mendefinisikan permasalahan yang terjadi berdasarkan kasus di masa lalu dan kemungkinan solusi yang pernah digunakan untuk sistem yang akan dibuat. Dalam tahapan analisis ini, analisa sistem yang dilakukan oleh sistem analis digunakan untuk : a. Membuat keputusan apabila sistem di kantor tersebut saat ini bermasalah atau memang sudah tidak berfungsi secara baik dan hasil analisisnya digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki sistem tersebut. b. Mengetahui ruang lingkup pekerjaannya yang akan ditanganinya, seperti menentukan komponen apa saja yang dibutuhkan atau yang akan di buat untuk menerima laporan permasalahan serta pertanyaan-pertanyaaan apa saja yang biasa digunakan untuk menentukan jenis permasalahan yang sering terjadi, berdasarkan keterangan dari para pakar, seperti petugas yang menangani permasalahan di kantor tersebut. c. Memahami sistem yang sedang berjalan saat ini, seperti : bagaimana prosedur yang harus di lakukan oleh petugas lapangan jika ada kasus atau masalah.
d. Mengidentifikasi kasus yang terjadi dan mencari solusinya, seperti : menanyakan ke para pakar gejala-gejala yang terjadi ketika terdapat sebuah kasus yang timbul selain itu juga mencari solusi yang tepat untuk masalah tersebut. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap analisis ini adalah : 1. Scope Definition Tujuan : Mendeteksi sistem yang telah berjalan selama ini, apakah sistem yang ada saat ini semakin berkurang manfaatnya (memburuk) atau masih layak digunakan dan juga mengevaluasi kelayakan sistem yang akan dikembangkan. Hasil : Memberikan laporan pendahuluan tentang permasalahan yang terjadi dalam sistem tersebut, seperti : apakah sistem yang biasa digunakan tersebut, layak untuk dikembangkan atau tidak 2. Problem Analysis Tujuan : Menganalisa penyebab dan akibat dari sistem yang telah diidentifikasi pada tahapan sebelumnya. Hasil : Penjelasan tentang sistem yang telah dijalankan selama ini.
2.8.3. Perancangan Sistem (System Design) Merancang output, input, struktur file, program, prosedur, perangkat keras dan perangkat lunak yang diperlukan untuk mendukung sistem yang akan dibuat, dimana dalam tahap perancangan (Design) memiliki tujuan, yaitu untuk : mendesain sistem baru yang dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi, berdasarkan hasil pemilihan alternatif sistem yang terbaik. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perancangan ini adalah : 1. Output design Tujuan : Merancang bentuk-bentuk laporan sistem yang akan dibuat berdasarkan hasil penelitian di lapangan berdasarkan dari pengalaman para pakar tersebut yang hasilnya nanti dapat simpan ke dalam database supaya dapat digunakan untuk menangani kasus berikutnya. Hasil : Bentuk (forms) dari dokumentasi keluaran (output).
2. Input design Tujuan : Merancang bentuk-bentuk masukan dari sistem yang akan dikembangkan berdasarkan dari pakar yang melayani laporan pelanggan untuk mengetahui posisi, gejala dan jenis kasus yang terjadi untuk selanjutnya hasil tersebut disimpan untuk menangani kasus dimasa yang akan datang. Hasil : Bentuk (forms) dari dokumentasi masukan (input). 3. Database design Tujuan : Merancang tabel-tabel yg dibutuhkan sesuai dengan data modelling (ER-Diagram) dari sistem yang telah dibuat sebelumnya, dalam hal ini program database yang digunakan adalah SQL server. Hasil : Skema database berdasarkan pada sistem yang akan dikembangkan. 4. User Interface design Tujuan: Merancang interface atau tampilan sistem dengan menggunakan prinsip-prinsip user interface, supaya user dapat dengan mudah menggunakan sistem tersebut, sehingga mempercepat proses kerja. Hasil : Rancangan user interface berupa screen.
2.8.4. Implementasi Sistem (System Implementation) Ketika akan melakukan peralihan dari sistem lama ke sistem baru, maka hal-hal yang perlu dilakukan adalah mengadakan pelatihan dan panduan seperlunya. Dimana dalam tahap implementasi ini memiliki beberapa tujuan, yaitu : a. Memberikan pengarahan yang spesifikasi sesuai dengan rancangan logika ke dalam kegiatan yang sebenarnya dari sistem baru yang akan dibangun atau dikembangkannya. b. Mengimplementasikan sistem yang baru. c. Menjamin bahwa sistem yang baru dapat berjalan secara optimal, sesuai dengan yang diharapkan. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap implementasi ini adalah : 1. Programming & testing Tujuan : Mengkonversikan perancangan logika ke dalam kegiatan operasi coding dengan menggunakan bahasa pemrograman tertentu, dalam hal ini
bahasa yang pemrograman yang digunakan adalah Visual Basic.Net, dan mengetes semua program serta memastikan semua fungsi atau modul program dapat berjalan secara benar, sesuai dengan yang di harapkan. Hasil : Koding program dan spesifikasi program. 2. Training Tujuan : Memimpin (conduct) pelatihan dalam menggunakan sistem yang baru di kembangkan dan akan di implementasikan, persiapan lokasi latihan dan tugas-tugas lain yang berhubungan dengan pelatihan seperti : mempersiapkan peralatan-peralatan yang digunakan untuk pelatihan. Hasilnya : Rencana pelatihan sistem baru dan peralatan yang digunakan untuk pelatihan. 3. System changeover Tujuan : Mengubah pemakaian sistem lama ke sistem baru. Dalam melakukan perubahan dari sistem lama ke sistem baru ini merupakan tanggungjawab team designer ke pemakai sistem (user organization). Hasilnya : Berupa rencana pergantian sistem seperti jadwal dan metode perubahan sistem (contract).
2.8.5. Operasi dan Perawatan (Maintenance and Operation) Untuk melakukan operasi dan perawatan sistem yang baru, maka hal-hal yang perlu dilakukan untuk mendukung operasi sistem tersebut adalah melakukan perubahan atau menambah fasilitas yang diperlukan dari sistem tersebut. System support tersebut berupa teknik pendukung yang sedang berlangsung dan yang digunakan oleh user untuk memperbaiki error, omission, atau new requirements yang mungkin muncul. Kegiatan-kegiatan yang tergolong System Support seperti : a. Assisting users b. Fixing software defects c. Recovering the system yang mengalami kegagalan akibat human error atau hardware/software failure d. Adapting the system to new requirements