BAB I PENDAHULUAN Efusi pleura berartii terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam ruang pleura.1 Cairan dapat berupa transudasi atau eksudasi.2 Efusi pleura merupakan keadaan
abnormal dan mengindikasikan terdapat penyakit yang mendasarinya.
Akumulasi ini dapat
disebabkan oleh beberapa mekanisme termasuk peningkatan
permeabilitas membran pleura, peningkatan tekanan kapiler paru, penurunan tekanan negatif intrapleural, penurunan tekanan onkotik, dan terhambatnya aliran limfatik. Efusi pleura dibedakan menjadi eksudat da transudat berdasarkan penyebabnya. Rongga pleura dibatasi oleh pleura parietal dan pleura visceral. Pada keadaan normal, sejumlah kecil (0,01 mL/kg/jam) cairan secara konstan memasuki rongga pleura dari kapiler di pleura parietal. Hampir semua cairan ini dikeluarka oleh limfatik pada pleura parietal yang mempunyai kapasitas pengeluaran sedikitnya 0,2 mL/kg/jam.Cairan pleura terakumulasi saat kecepatan pembentukan cairan pleura melebihi kecepatan absorbsinya. Efusi pleura dapat terjadi sebagai komplikasi dari berbagai penyakit. Pendekatan yang tepat terhadap pasien efusi pleura memerlukan pengetahuan insidens dan prevalens efusi pleura. 10 Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kejadian efusi pleura cukup tinggi, menempati urutan ke-3.
Distribusi penyakit penyebab efusi pleura
tergantung pada studi populasi. Penelitian yang pernah dilakukan di rumah sakit Persahabatan, dari 229 kasus efusi pleura pada bulan Juli 1994-Juni 1997, keganasan merupakan penyebab utama diikuti oleh tuberkulosis, empiema toraks dankelainan ekstra pulmoner Penyakit jantung kongesti dan sirosis hepatis merupakan penyebab tersering efusi transudatif sedangkan keganasan dan tuberculosis (TB) merupakan penyebab tersering efusi eksudatif. Mengetahui karakteristik efusi pleura merupakan hal penting untuk dapat menegakkan penyebab efusi pleura sehingga efusi pleura dapat ditatalaksana dengan baik.11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1
Definisi efusi pleura Efusi pleura berartii terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam ruang
pleura. 1 Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat akumulasi cairan yang abnormal dalam rongga pleura.2 Efusi pleura adalah adanya cairan yang berlebih dalam rongga pleura baik transudate maupun eksudat.3 II.2 Anatomi pleura Pleura merupakan membran serosa yang tersusun dari lapisan sel yang embriogenik yang berasal dari jaringan selom intraembrional dan bersifat memungkinkan organ yang diliputinya mampu berkembang, mengalami retraksi atau deformasi sesuai dengan proses perkembangan anatomis dan fisiologis suatu organisme. Pleura viseral membatasi permukaan luar parenkim paru termasuk fisura interlobaris, sementara pleura parietal membatasi dinding dada yang tersusun dari otot dada dan tulang iga, serta diafragma, mediastinum dan struktur servikal.4
Gambar 1. Anatomi pleura4
Pleura viseral dan parietal memiliki perbedaan inervasi dan vaskularisasi. Pleura viseral diinervasi saraf-saraf otonom da mendapat aliran darah dari sirkulasi pulmoner sementara pleura parietal diinervasi saraf-saraf interkostalis dan nervus frenikus serta mendapat aliran darah sistemik. Pleura visera dan pleura parietal terpisah oleh rongga pleura yang mengandung sejumlah tertentu cairan pleura. 4 Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong diantara kedua pleura karena biasanya hanya terdapat sekitar 1-20 cc cairan yang merupakan lapisan tipis serosa yang selalu bergerak secara teratur.
5
Setiap saat jumlah cairan dalam rongga
pleura bisa menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura, maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga pleura ke dalam mediastinum. Permukaan superior dari diafragma dan permukaan lateral dari pleura parietalis disamping adanya keseimbangan antara produksi oleh pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis . Oleh karena itu ruang pleura disebut sebagai ruang potensial. Karena ruang ini normalnya begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas.6 Cairan Pleura Cairan pleura mengandung 1.500 – 4.500 sel/mL, terdiri dari makrofag (75%), limfosit (23%), sel darah merah dan mesotel bebas. Cairan pleura normal mengandung protein 1 – 2 g/100 mL. Elektroforesis protein cairan pleura menunjukkan bahwa kadar protein cairan pleura setara dengan kadar protein serum, namun kadar protein berat molekul rendah seperti albumin, lebih tinggi dalam cairan pleura. Kadar molekul bikarbonat cairan pleura 20 – 25% lebih tinggi dibandingkan kadar bikarbonat plasma, sedangkan kadar ion natrium lebih rendah 3 – 5% dan kadar ion klorida lebih rendah 6 – 9% sehingga pH cairan pleura lebih tinggi dibandingkan pH plasma. Keseimbangan ionik ini diatur melalui transpor aktif mesotel. Kadar glukosa dan ion kalium cairan pleura setara dengan plasma.4
Struktur Makroskopis Pleura Pleura normal memiliki permukaan licin, mengkilap dan semitransparan. Luas permukaan pleura viseral sekitar 4.000 cm2 pada laki-laki dewasa dengan berat badan 70 kg. Pleura parietal terbagi dalam beberapa bagian, yaitu pleura kostalis yang berbatasan dengan iga dan otot-otot interkostal, pleura diafragmatik, pleura servikal atau kupula sepanjang 2-3 cm menyusur sepertiga medial klavikula di belakang otot-otot sternokleidomastoid
dan
pleura
mediastinal
yang
membungkus
organ-organ
mediastinum. Bagian inferior pleura parietal dorsal dan ventral mediastinum tertarik menuju rongga toraks seiring perkembanga organ paru dan bertahan hingga dewasa sebagai jaringan ligamentum pulmoner menyusur vertikal dari hilus menuju diafragma membagi rongga pleura menjadi rongga anterior dan posterior. Ligamentum pulmoner memiliki pembuluh limfatik besar yang merupakan potensi penyebab efusi pada kasus traumatik. Pleura kostalis mendapat sirkulasi darah dari arteri mammaria interkostalis dan internalis. Pleura mediastinal mendapat sirkulasi darah dari arteri bronkialis, diafragmatik superior, mammaria interna dan mediastinum. Pleura servikalis mendapat sirkulasi darah dari arteri subklavia. Pleura diafragmatik mendapat sirkulasi darah dari cabang-cabang arteri mammaria interna serta aorta toraksika dan abdominis. Vena pleura parietal mengikut jalur arteri dan kembali menuju vena kava superior melalui vena azigos. Pleura visceral mendapat sirkulasi darah dari arteri bronkialis menuju vena pulmonaris.2,3 Ujung saraf sensorik berada di pleura parietal kostalis dan diafragmatika. Pleura kostalis diinervasi oleh saraf interkostalis, bagian tengah pleura diafragmatika oleh saraf frenikus. Stimulasi oleh infl amasi dan iritasi pleura parietal menimbulkan sensasi nyeri dinding dada dan nyeri tumpul pada bahu ipsilateral. Tidak ada jaras nyeri pada pleura viseral walaupun secara luas diinervasi oleh nervus vagus dan trunkus simpatikus. Eliminasi akumulasi cairan pleura terutama diatur oleh sistem limfatik sistemik di pleura parietal. Cairan masuk ke dalam rongga pleura melalui arteriol interkostalis pleura parietal melewati mesotel dan kembali ke sirkulasi melalui stoma pada pleura parietal yang terbuka langsung menuju sistem limfatik. Pleksus limfatikus superfi sialis terletak pada jaringan ikat di lapisan subpleura viseral dan bermuara di pembuluh limfe septa lobularis dan lobaris. Jaringan limfatikus ini dari pleura kostalis menyusur ventral menuju nodus limfatik sepanjang arteri mammaria interna atau dorsal menuju ujung sendi kostosternal,
dari pleura mediastinal menuju nodus limfatikus trakeobronkial dan mediastinum dan dari pleura diafragmatik menuju nodus parasternal, frenikus medialis dan mediastinum superior Cairan pleura tidak masuk ke dalam pleksus limfatikus di pleura viseral karena pleura viseral lebih tebal dibandingkan pleura parietal sehingga tidak terjadi pergerakan cairan dari rongga pleura ke pleura viseral. Gangguan duktus torasikus karena limfoma maupun trauma menyebabkan akumulasi cairan limfe di rongga pleura menyebabkan chylothorax.4 II.3 Fisiologi pleura Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura yang ditimbulkan oleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama tekanan jalan napas akan menimbulkan tekanan transpulmoner yang selanjutnya akan memengaruhi pengembangan paru dalam proses respirasi. Pengembangan paru terjadi bila kerja otot dan tekanan transpulmoner berhasil mengatasi recoil elastik (elastic recoil) paru dan dinding dada sehingga terjadi proses respirasi. Jumlah cairan rongga pleura diatur keseimbangan Starling yang ditimbulkan oleh tekanan pleura dan kapiler, kemampuan sistem pengaliran limfatik pleura serta keseimbangan elektrolit. Ketidakseimbangan komponen-komponen gaya ini menyebabkan penumpukan cairan sehingga terjadi efusi pleura.4 a. Fisiologi tekanan pleura Pleura viseral dan parietal saling tertolak oleh gaya potensial molekul fosfolipid yang diabsorpsi permukaan masing-masing pleura oleh mikrovili mesotel sehingga terbentuk lubrikasi untuk mengurangi friksi saat respirasi. Proses tersebut bersama tekanan permukaan pleura, keseimbangan tekanan oleh gaya Starling dan tekanan elastik rekoil paru mencegah kontak antar pleura viseral dan parietal walaupun jarak antar pleura hanya 10 μm. Proses respirasi melibatkan tekanan pleura dan tekanan jalan napas. Udara mengalir melalui jalan napas dipengaruhi tekanan pengembangan jalan napas yang mempertahankan saluran napas tetap terbuka serta tekanan luar jaringan paru (tekanan pleura) yang melingkupi dan menekan saluran napas. Perbedaan antara kedua tekanan (tekanan jalan napas dikurangi tekanan pleura) disebut tekana transpulmoner. Tekanan transpulmoner memengaruhi pengembangan paru sehingga memengaruhi jumlah udara paru saat respirasi.4
b. Fisiologi cairan pleura Rongga pleura terisi cairan dari pembuluh kapiler pleura, ruang interstitial paru, saluran limfatik intratoraks, pembuluh kapiler intratoraks dan rongga peritoneum. Neergard mengemukakan hipotesis bahwa aliran cairan pleura sepenuhnya bergantung pada perbedaan tekanan hidrostatik dan osmotik kapiler sistemik dengan kapiler pulmoner. Perpindahan cairan ini mengikuti hokum Starling berikut: 4 Jv = Kf × ([P kapiler – P pleura] - σ [π kapiler – π pleura]) Jv : aliran cairan transpleura, Kf : koefisien filtrasi yang merupakan perkalian konduktivitas hidrolik membrane dengan luas permukaan membran, P : tekanan hidrostatik, σ : koefi sien kemampuan restriksi membran terhadap migrasi molekul besar, π : tekanan onkotik. .
Gambar 2. Perkiraan besar perbedaan tekanan yang memengaruhi pergerakan cairan dari kapiler menuju rongga pleura4
II.4 Epidemiologi efusi pleura Estimasi prevalensi efusi pleura adalah 320 kasus per 100.000 orang di negaranegara industri, dengan distribusi etiologi terkait dengan prevalensi penyakit yang mendasarinya.7 Secara umum, kejadian efusi pleura adalah sama antara kedua jenis kelamin. Namun, penyebab tertentu memiliki kecenderungan seks. Sekitar dua pertiga dari efusi pleura ganas terjadi pada wanita. Efusi pleura ganas secara signifikan berhubungan dengan keganasan payudara dan ginekologi. Efusi pleura yang terkait dengan lupus eritematosus sistemik juga lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria. 7 II.5 Etiologi efusi pleura Pembentukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh banyak keadaan yang dapat berasal dari kelainan dalam paru sendiri misalnya, infeksi baik dari bakteri, virus atau jamur, tumor paru, tumor mediastinum, metastasis; atau disebabkan oleh keadaan kelinan sistemik, antara lain penyakit penyakit yang mengakibatkan hambatan aliran getah bening, hipoproteinemia pada penyakit ginjal, hati, dan kegagalan jantung. Tidak jarang disebabkan pula oleh trauma kecelakaan atau tindakan pembedahan. 1,3,4 Cairan Upleural effusion) dapat berupa: 1. Cairan transudate, terdiri atas cairan yang bening,biasanya ditemukan pada kegagalan jantung, kegagalan ginjal yang akut atau kronik, keadaan hipoproteinemia pada kegagalan fungsi hati, pemberian cairan infus yang berlebihan, dan fibroma ovarii (meig’s syndrome). 2. Cairan eksudat, berisi cairan kekeruh-keruhan, paling sering ditemukan pada infeksi tuberculosis, atau nanah (empyema) dan penyakit-penyakit kolagen (lupus eritematosus, rheumatoid artritis) 3. Cairan darah, dapat disebabkan trauma tertutup atau terbuka, infark paru, dan karsinoma paru. 4. Cairan getah bening: meskipun jarang terjadi tetapi dapat diakibatkan oleh sumbatan aliran getah bening thoraks, misalnya pada filiariasis atau metastasis pada kelenjar getah bening dari suatu keganasan. Tabel 1. Etiologi efusi pleura. 4 Peningkatan pembentukan cairan pleura
Peningkatan cairan interstitial paru : Gagal jantung kiri, pneumonia, emboli paru Peningkatan tekanan intravaskular pleura : Gagal jantung kanan atau kiri, sindrom vena kava superior Peningkatan permeabilitas kapiler pleura : Infl amasi pleura, peningkatan kadar VEGF Peningkatan kadar protein cairan pleura Penurunan tekanan pleura : Atelektasis, peningkatan rekoil elastik paru Peningkatan akumulasi cairan peritoneum : Asites, dialisis peritoneum Disrupsi duktus torasikus Disrupsi pembuluh darah rongga dada Penurunan eliminasi cairan pleura
Obstruksi penyaliran limfatik pleura parietal Peningkatan tekanan vaskular sistemik : Sindrom vena kava superior, gagal jantung kanan
II.6 Patofisiologi efusi pleura Di dalam rongga pleura terdapat kurang lebih 5 ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20 %) mengalir ke dalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan di sini mencapai 1 liter seharinya. 1,5,7,8 Dalam keadaan normal hanya terdapat 1-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cm H2O. Terkumpulnya cairan di rongga pleura (efusi pleura) terjadi bila keseimbangan antara produksi dan absorpsi terganggu, dimana akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis paru. 1,5,7,8 Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatik tekanan osmotik koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini
juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah. 1,5,7,8 Infeksi tuberkulosis pleura biasanya disebabkan oleh efek primer sehingga berkembang pleuritis eksudativa tuberkulosa. Pergeseran antara kedua pleura yang meradang akan menyebabkan nyeri. Suhu badan mungkin hanya sub febris, kadang ada demam. 1,5,7,8 penumpukan cairan pleura dapat terjadi bila: 1,5,7,8 1
Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan pembentukan cairan pleura melalui pengaruh terhadap hukum Starling. Keadaan ni dapat terjadi
2
pada gagal jantung kanan, gagal jantung kiri dan sindroma vena kava superior. Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis, baik
3
karena obstruksi bronkus atau penebalan pleura visceralis. Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih banyak
4
cairan masuk ke dalam rongga pleura Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan
5
transudasi cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura Obstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe bermuara pada vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena sistemik akan menghambat pengosongan cairan limfe, gangguan kontraksi saluran limfe, infiltrasi pada kelenjar getah bening. Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi pengembangannya.
Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran dan cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata. 1,5,7,8
II.7 Klasifikasi efusi pleura Efusi pleura umumnya diklasifikasikan berdasarkan mekanisme pembentukan cairan dan kimiawi cairan menjadi 2 yaitu atas transudat atau eksudat. Transudat hasil dari ketidakseimbangan antara tekanan onkotik dengan tekanan hidrostatik, sedangkan eksudat adalah hasil dari peradangan pleura atau drainase limfatik yang menurun. Dalam
beberapa kasus mungkin terjadi kombinasi antara karakteristk cairan transudat dan eksudat. 1,2,3 a
Transudat Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah
transudat. Transudat terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotic, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura melebihi reabsorpsinya oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada: 1 2 3 4
Meningkatnya tekanan kapiler sistemik Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura Menurunnya tekanan intra pleura
Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah: a
Gagal jantung kiri (terbanyak)
b
Sindrom nefrotik
c
Obstruksi vena cava superior
d
Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau masuk melalui saluran getah bening)
b Exusadat Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler yang permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein transudat. Bila terjadi proses peradangan maka permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Protein yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah bening ini (misalnya pada pleuritis tuberkulosis) akan menyebabkan peningkatan konsentasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat. Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain: 1,5,7,8 a b c d
Infeksi (tuberkulosis, pneumonia) Tumor pada pleura Iinfark paru, Karsinoma bronkogenik
e f
Radiasi, Penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus Eritematosis).
II.8 Diagnosis efusi pleura II.8.1 Gejala klinis efusi pleura Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit dasar. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis, sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala. Pada kebanyakan penderita umumnya asimptomatis atau memberikan gejala demam, ringan ,dan berat badan yang menurun seperti pada efusi yang lain. 1,2,3,4,5 Dari anamnesa didapatkan : a
Sesak nafas bila lokasi efusi luas. Sesak napas terjadi pada saat permulaan pleuritis disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah cairan efusinya
b c
meningkat, terutama kalau cairannya penuh Rasa berat pada dada Batuk pada umumnya non produktif dan ringan, terutama apabila disertai dengan proses tuberkulosis di parunya, Batuk berdarah pada karsinoma
d
bronchus atau metastasis Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada empiema
II.8.2 Pemeriksaan fisik a Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal b Vokal fremitus menurun c Perkusi dull sampal flat d Bunyi pernafasan menruun sampai menghilang e Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada treakhea Nyeri dada pada pleuritis : Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan diperberat oleh bernafas dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri dihasilkan dari pleura parietalis yang inflamasi dan mendapat persarafan dari nervus intercostal. Nyeri biasanya dirasakan pada tempat-tempat terjadinya pleuritis, tapi bisa menjalar ke daerah lain :
1
Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G.
2
Nervuis intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan abdomen. Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus menyebabkan nyeri menjalar ke daerah leher dan bahu.
II.9 Pemeriksaan penunjang efusi pleura11,12,13,14 a Pemeriksaan radiologi 1 Rontgen thorak11,12,13,14 Jumlah cairan minimal yang terdapat pada thoraks tegak adalah 250-300 ml. bila cairan kurang dari 250 ml (100-200 ml), dapat ditemukan pengisian cairan di sudut costofrenikus posterior pada foto thorak lateral tegak. Cairan yang kurang dari 100 ml (50-100 ml), dapat diperlihatkan dengan posisi lateral dekubitus dan arah sinar horizontal dimana caran akan berkumpul disisi samping bawah. - Posisi tegak posteroanterior (PA) Pada pemeriksaan foto thorak rutin tegak, cairan pleura tampak berupa perselubungan homogeny menutupi struktur paru bawah yang biasanya relative radioopak dengan permukaan atas cekung berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Karena cairan mengisi ruang hemithorak sehingga jaringan paru akan terdorong kea rah sentral / hilus, dan kadang-kadang mendorong mediastinum kearah kontralateral.
Gambar 1. Efusi pleura sinistra. Sudut Costophrenicus yang tumpul karena efusi pleura
Gambar 2. Efusi pleura dextra
Gambar 3. Efusi pleura sinistra massif. Tampak mediastinum terdorong kontralateral
Gambar 4. Efusi pleura bilateral
Gambar 5. Loculated pleural effusion. Tampak berbatascukup tegas dan biconvex. Sering disebabkan oleh empiema dengan perlekatan pleura -
Posisi lateral
Bila cairan kurang dari 250 ml (100-200 ml), dapat ditemukan pengisian cairan di sudut costofrenikus posterior pada foto thorak lateral tegak. Pada penelitian mengenai model roentgen patologi Collins menunjukkan bahwa sedikitnya 25 ml dari cairan pleura (cairan saline yang disuntikkan) pada radiogram dada lateral tegak lurus dapat dideteksi sebagai akumulasi cairan subpulmonic di posterior sulcus costophrenic, tetapi hanya dengan adanya pneumoperitoneum yang terjadi sebelumnya.
Gambar 6. Gambaran efusi pleura pada foto posisi lateral
-
Posisi Lateral Decubitus Radiografi dada lateral decubitus digunakan selama bertahun-tahun untuk mendiagnosis efusi pleura yang sedikit. Cairan yang kurang dari 100ml (50100ml), dapat diperlihatkan dengan posisi lateral dekubitus dan arah sinar horizontal dimana caran akan berkumpul disisi samping bawah.
Gambar 7. Efusi pleura pada posisi right lateral decubitus (penumpukan cairan yang ditunjukkan dengan panah biru).
Gambar 8. Efusi pleura pada posisi left lateral decubitus
2
Computed Tomography Scan11,12,13,14 CT scan dada akan terlihat adanya perbedaan densitas cairan dengan jaringan sekitarnya. Pada CT scan, efusi pleura bebas diperlihatkan sebagai daerah berbentuk bulan sabit di bagian yang tergantung dari hemithorax yang terkena. Permukaan efusi pleura memiliki gambaran cekung ke atas karena tendensi recoil dari paru-paru. Karena kebanyakan CT pemeriksaan dilakukan dalam posisi terlentang, cairan mulai menumpuk di posterior sulkus kostofrenikus. Pada efusi pleuran yang banyak, cairan meluas ke aspek apikal dan anterior dada dan kadang-kadang ke fisura tersebut. Dalam posisi tengkurap atau lateral, cairan bergeser ke aspek yang tergantung dari rongga pleura. Pergeseran ini menegaskan sifat bebas dari efusi tersebut.
Gambar 9. CT Scan pada efusi pleura (kiri atas : foto rontgen thoraks PA)
Gambar 10. CT Scan thorak pada seorang pria 50-tahun dengan limfoma non-Hodgkin dan efusi pleura yang ditunjukan tanda panah
Gambar 11. CT Scan thorax pada pria 50-tahun dengan limfoma non-Hodgkin menunjukkan daerah tergantung dengan redaman yang sama dengan air dan margin atas lengkung (E). Temuan khas dari efusi pleura. 3
Ultrasonografi 11,12,13,14
Penampilan khas dari efusi pleura merupakan lapisan anechoic antara pleura visceral dan pleura parietal. Bentuk efusi dapat bervariasi dengan respirasi dan posisi. Para peneliti memperkenalkan metode pemeriksaan USG dengan apa yang disebut sebagai “elbow position”. Pemeriksaan ini dimulai dengan pasien diletakkan pada posisi lateral decubitus selama 5 menit (serupa dengan radiografi dada posisi lateral decubitus) kemudian pemeriksaan USG dilakukan dengan pasien bertumpu pada siku (gambar 12). Maneuver ini memungkinkan kita untuk mendeteksi efusi subpulmonal yang sedikit, karena cairan cenderung akan terakumulasi dalam pleura diaphragmatic pada posisi tegak lurus.
Gambar 12. Menunjukkan posisi siku dengan meletakaan transduser selama pemeriksaan untuk melihat keadaan rongga pleura kanan. Ultrasonografi pada pleura dapat menentukan adanya cairan ronggapleura. Pada dekade terakhir ultrasonografi (USG) dari rongga pleura menjadi metode utama untuk mendemonstrasikan adanya efusi pleura yang sedikit. Kriteria USG untuk menentukan efusi pleura adalah : setidaknya zona anechogenic memiliki ketebalan 3mm diantara pleura parietal dan visceral dan atau perubahan ketebalan lapisan cairan antara ekspirasi dan inspirasi, dan juga perbedaan letak posisi pasien. Karena USG adalah metode utama maka sangatlah penting untuk melakukan pengukuran sonografi dengan pemeriksaan tegak lurus terhadap dinding dada.
Gambar 15. Ultrasonogram dari kiri dada bagian bawah pada wanita 47 tahun dengan efusi pleura metastasis. Ini studi sagital dan pemeriksaan dilakukan dengan pasien duduk. Cairan anechoic (E) dapat dilihat pada hemithorax kiri. Perhatikan diafragma lengkung Echogenic (panah) Gambaran anechoic terutama diamati pada transudat. Dalam sebuah penelitian terhadap 320 pasien dengan efusi, transudat memberikan gambaran anechoic, sedangkan efusi anechoic dapat transudat atau eksudat. Adanya penebalan pleura dan lesi parenkim di paru-paru menunjukkan adanya eksudat. Cairan pleura yang memberikan gambaran echoic dapat dilihat pada efusi hemoragik atau empiema. Doppler berwarna ultrasonografi dapat membantu dalam membedakan efusi kecil dari penebalan pleura dengan menunjukkan tanda-warna cairan (yaitu, adanya sinyal warna dalam pengumpulan cairan). 4
Magnetic Resonance Imaging (MRI) 11,12,13,14 MRI dapat membantu dalam mengevaluasi etiologi efusi pleura. Nodularity dan / atau
penyimpangan dari kontur pleura, penebalan pleura melingkar, keterlibatan pleura mediastinal, dan infiltrasi dari dinding dada dan / atau diafragma sugestif penyebab ganas kedua pada CT scan dan MRI.
Gambar 16. Seorang neonatus 2-bulan-tua disajikan di gawat darurat dalam kesulitan jantung dan respiratory distress. Resusitasi tidak berhasil. Coronal T2-W MRI
menunjukkan hematopericard (panah terbuka), hematothorax (panah) dan efusi pleura (kepala panah) (ketebalan irisan: 1 mm, TR: 4000, TE: 80, FA: 90 °). Ada vena paru abberant mengalir ke ventrikel kiri (buka panah). Perut menunjukkan asites (tanda bintang)
II.10 Gambaran radiologi efusi pleura Pada pemeriksaan foto toraks rutin tegak, cairan pleura tampak berupa perselubungan homogeny menutupi struktur paru bawah yang biasanya relative radioopak dengan permukaan atas cekung yang berjalan dari lateral atas kea rah medial bawah. Jaringan paru akan terdorong kea rah sentral/hilus,karena cairan mengisi ruang hemitoraks dan kadang kadang mendorong mediastinum ke arah kontralateral.9 Jumlah cairan yang dapat dilihat ppada foto toraks tegak adalah 250-300 ml. Bila cairan urang dari 250 ml(100-200ml), dapat ditemukan pengisian cairan di sinus kostofrenikus posterior pada foto thoraks lateral tegak. Cairan yang kurang dari 100 ml (50-100ml), dapat diperlihatkan dengan posisi dekubitus dan arah sinar horizontal dimana cairan akan berkumpul di sisi samping bawah.9 Gambaran radiologi tidak dapat membedakan jenis cairan, jengan tambahan keterangan-keterangan klinis atau kelainan lain yang ikut serta terlihat dapat diperkirakan jenis kelainan tersebut.9 Kadang-kadang sejumlah cairan terkumpul setempat ddaerah pleura atau fissure interlobar (loculated/encapsulated) yang sering disebabkan oleh empyema dengan perlekatan pleura.9 II.11
Penatalaksanaan efusi pleura
Efusi pleura harus segera mendapatkan tindakan pengobatan karena cairan pleura akan menekan organ-organ vital dalam rongga dada. Beberapa macam pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan pada efusi pleura masif adalah sebagai berikut : 1,4,5,8 1
Obati penyakit yang mendasarinya1,4,5,8 a
Hemotoraks
Jika darah memasuki rongga pleura hempotoraks biasanya dikeluarkan melalui sebuah selang. Melalui selang tersebut bisa juga dimasukkan obat untuk membantu memecahkan bekuan darah (misalnya streptokinase dan streptodornase). Jika perdarahan terus berlanjut atau jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui selang, maka perlu dilakukan tindakan pembedahan. b
Kilotoraks Pengobatan untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki kerusakan saluran
getah bening. Bisa dilakukan pembedahan atau pemberian obat antikanker untuk tumor yang menyumbat aliran getah bening. c
Empiema Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah. Jika
nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka pengaliran nanah lebih sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus diangkat sehingga bisa dipasang selang yang lebih besar. Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk memotong lapisan terluar dari pleura (dekortikasi). d
Pleuritis TB. Pengobatan
dengan
obat-obat
antituberkulosis
(Rimfapisin,
INH,
Pirazinamid/Etambutol/Streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan. Dosis dan cara pemberian obat seperti pada pengobatan tuberkulosis paru. Pengobatan ini menyebabkan cairan efusi dapat diserap kembalai, tapi untuk menghilangkan eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan torakosentesis. Umumnya cairan diresolusi dengan sempurna, tapi kadang-kdang dapat diberikan kortikosteroid secara sistematik (Prednison 1 mg/kgBB selama 2 minggu, kemudian dosis diturunkan). 7 2
Torakosentesis keluarkan cairan seperlunya hingga sesak - berkurang (lega); jangan lebih 1-1,5 liter
pada setiap kali aspirasi. Zangelbaum dan Pare menganjurkan jangan lebih 1.500 ml dengan waktu antara 20-30 menit. Torakosentesis ulang dapat dilakukan pada hari berikutnya. Torakosentesis untuk tujuan diagnosis setiap waktu dapat dikerjakan, sedangkan untuk tujuan terapeutik pada efusi pleura tuberkulosis dilakukan atas beberapa indikasi.
a
Adanya keluhan subjektif yang berat misalnya nyeri dada, perasaan tertekan pada
b
dada. Cairan sudah mencapai sela iga ke-2 atau lebih, sehingga akan mendorong dan menekan jantung dan alat mediastinum lainnya, yang dapat menyebabkan
3
c
kematian secara tiba-tiba. Suhu badan dan keluhan subjektif masih ada, walaupun sudah melewati masa 3
d
minggu. Dalam hal seperti ini biasanya cairan sudah berubah menjadi pyotoraks. Penyerapan cairan yang terlambat dan waktu sudah mendekati 6 minggu, namun
cairan masih tetap banyak. Chest tube jika efusi yang akan dikeluarkan jumlahnya banyak, lebih baik dipasang selang dada
(chest tube), sehingga cairan dapat dialirkan dengan lambat tapi sempurna. Tidaklah bijaksana mengeluarkan lebih dari 500 ml cairan sekaligus. Selang dapat diklem selama beberapa jam sebelum 500 ml lainnya dikeluarkan. Drainase yang terlalu cepat akan menyebabkan distres pada pasien dan di samping itu dapat timbul edema paru. 7 4 Pleurodesis Pleurodesis dimaksudkan untuk menutup rongga pleura sehingga akan mencegah penumpukan cairan pluera kembali. Hal ini dipertimbangkan untuk efusi pleura yang rekuren seperti pada efusi karena keganasan Sebelum dilakukan pleurodeSis cairan dikeluarkan terlebih dahulu melalui selang dada dan paru dalam keadaan mengembang.1,7 Pleurodesis dilakukan dengan memakai bahan sklerosis yang dimasukkan ke dalam rongga pleura. Efektifitas dari bahan ini tergantung pada kemampuan untuk menimbulkan fibrosis dan obliterasi kapiler pleura. Bahan-bahan yang dapat dipergunakan untuk keperluan pleurodesis ini yaitu : Bleomisin, Adriamisin, Siklofosfamid, ustard, Thiotepa, 5 Fluro urasil, perak nitrat, talk, Corynebacterium parvum dan tetrasiklin Tetrasiklin merupakan salah satu obat yang juga digunakan pada pleurodesis, harga murah dan mudah didapat dimana-mana. Setelah tidak ada lagi cairan yang keluar masukkanlah tetrasiklin sebanyak 500 mg yang sudah dilarutkan dalam 20-30 ml larutan garam fisiologis ke dalam rongga pleura, selanjutnya diikuti segera dengan 10 ml larutan garam fisiologis untuk pencucian selang dada dan 10 ml lidokain 2% untuk mengurangi rasa sakit atau dengan memberikan golongan narkotik 1,5-1 jam sebelum dilakukan pleurodesis. Kemudian kateter diklem selama 6 jam, ada juga yang melakukan selama 30 menit dan selama itu posisi penderita diubah-ubah agar tetrasiklin terdistribusi di seluruh rongga pleura. Bila dalam 24-48 jam cairan tidak keluar lagi selang dada dicabut. 7
5
Pengobatan pembedahan mungkin diperukan untuk : a Hematoraks terutama setelah trauma b Empiema c Pleurektomi yaitu mengangkat pleura parietalis; tindakan ini jarang dilakukan kecuali pada efusi pleura yang telah mengalami kegagalan setelah mendapat tindakan WSD, pleurodesis kimiawi, radiasi dan kemoterapi sistemik, penderita dengan prognosis yang buruk atau pada empiema atau hemotoraks yang tak diobati Ligasi duktus torasikus, atau pleuropritoneal shunting yaitu menghubungkan
d
rongga pleura dengan rongga peritoneum sehingga cairan pleura mengalir ke rongga peritoneum. Hal ini dilakukan terutama bila tindakan torakosentesis maupun pleurodesis tidak memberikan hasil yang memuaskan; misalnya tumor atau trauma pada kelenjar getah bening.7 II.12 1
Komplikasi Infeksi. Pengumpulan
cairan
dalam
ruang
pleura
dapat
mengakibatkan
infeksi (empiema primer), dan efusi pleura dapat menjadi terinfeksi setelah tindakan torasentesis {empiema sekunader). Empiema primer dan sekunder harus didrainase dan diterapi dengan antibiotika untuk mencegah reaksi fibrotik. Antibiotika awal dipilih gambaran klinik. Pilihan antibiotika dapat diubah setelah hasil biakan diketahui. 7 2
Fibrosis Fibrosis pada sebagian paru-paru
dapat mengurangi ventilasi dengan
membatasi pengembangan paru. Pleura yang fibrotik juga dapat menjadi sumber infeksi kronis, menyebabkan sedikit demam. Dekortikasi-reseksi pleura lewat pembedahan-mungkin diperlukan untuk membasmi infeksi dan mengembalikan fungsi paru-paru. Dekortikasi paling baik dilakukan dalam 6 minggu setelah diagnosis empiema ditegakkan, karena selama jangka waktu ini lapisan pleura masih belum terorganisasi dengan baik (fibrotik) sehingga pengangkatannya lebih mudah. 1,3,7 II.13
Prognosis
Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang mendasari kondisi itu. Namun pasien yang memperoleh diagnosis dan pengobantan lebih dini akan lebih jauh terhindar dari komplikasi daripada pasien yang tidak memedapatkan pengobatan dini. 7,8 Efusi ganas menyampaikan prognosis yang sangat buruk, dengan kelangsungan hidup rata-rata 4 bulan dan berarti kelangsungan hidup kurang dari 1 tahun. Efusi dari kanker yang lebih responsif terhadap kemoterapi, seperti limfoma atau kanker payudara, lebih mungkin untuk dihubungkan dengan berkepanjangan kelangsungan hidup, dibandingkan dengan mereka dari kanker paru-paru atau mesothelioma.7,8 Efusi parapneumonic, ketika diakui dan diobati segera, biasanya dapat di sembuhkan tanpa gejala sisa yang signifikan. Namun, efusi parapneumonik yang tidak terobati atau tidak tepat dalam pengobatannya dapat menyebabkan fibrosis konstriktif. 10
BAB III
ILUSTRASI KASUS III.1 Identitas pasien Nama : Ny. R Jenis kelamin : Perempuan Usia : 56 tahun Alamat : Jl. Sei Siak No.29 Pekerjaan : IRT Agama : Islam No RM : 22.19.00 Tanggal masuk: 28-10-2015 III.2 Anamnesis 1. Keluhan utama Sesak nafas sejak 5 Hari yang lalu 2. Riwayat penyakit sekarang Sejak lima hari yang lalu pasien merasakan sesak 3. Riwayat penyakit dahulu Pasien pernah di rawat di Rumah Sakit Umum Daerah Dumai sebanyak dua kali, terakhir klipasien di rawat tanggal 8 oktober 2015 dengan diagnosis pleural efusi bilateral dengan CHF ec CAD NYHA II-III, dan DM tipe II 4. Riwayat penyakit keluarga Tidak diketahui secara pasti 5. Riwayat kebiasaan, sosial, dan ekonomi Tidak didapatkan data secara lengkap 6. Riwayat pengobatan Pasien tdak pernah mengkonsumsi OAT, tidak ada data pasti tentang penggunaan obat lain III.3 Pemeriksaan fisik 1. Status Generalisata a. Keadaan umum : Pasien tampak sakit ringan b. Kesadaran : Compos Mentis GCS : 15 E4V5M6 c. Tanda vital : Tekanan darah : 150/80mmHg Nadi : 84 x/menit Nafas : 26 x/ menit Suhu : 36,60C d. Keadaan gizi : Baik
2. Pemeriksaan Fisik a. Kepala Konjungtiva anemis : -/ Sklera ikterik : -/ Mukosa Mulut : Dalam batas normal b. Leher Pembesaran KGB : Pembesaran tiroid : c. Thoraks Inspeksi : bentuk dada norochest simetris kanan dan kiri, tidak ada scar dan tanda-tanda trauma, gerakan nafas simetris kanan dan kiri. Palpasi Perkusi Auskultasi d. Abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi
: fokal fremitus melemh : Redup setinggi costae V kanan dan kiri : suara nafas vesicular +/+, Rhonki -/- Whizing -/: Abdomen datar, scar (-) : Bunyi usus dalam batas normal : Abdomen supel, Nyeri tekan epigastrium (-),
massa (-), hepar teraba 1 jari dibawah arcus costae, tepi tajam, rata,
III.4
III.5 III.6 III.7 III.8
kenyal. Lien tidak teraba. Perkusi : Timpani e. Ekstremitas CRT < 2 detik Pemeriksaan penunjang a. Laboratorium : b. USG abdomen : c. Rontgen toraks : Hasil pemeriksaan penunjang Diagnosis kerja Penatalaksanaan Prognosis BAB VI DISKUSI KASUS BAB V PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA 1
Sudoyo AW., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata M., Setiati S. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
2
Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and Suddarth’s, Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC
3
Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Jakarta: Penerbit RGC
4
Pratomo IP., Yunus F. 2013. Anatomy and Physiology of Pleura. Continuiting medical education. 40 (6) ; 407-413
5
Soeparman, Sarwono W. 1990. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: Penerbit FKUI.
6
Guyton A. C. and J.E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC.
7
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.
8
Firdaus, Denny. 2012. Efusi Pleura. RSUD Dr.H.Abdul Moeloek. Bandar Lampung.
9
Siahrirar. Kartoleksono. S. Ekavuda. Radiologi Diagnostik. 1999. Buku Ajar Ilmu Radiologi Edisi VI. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Radiologi FK UI
10 HANLEY, M. E. & WELSH, C. H. 2003. Current diagnosis & treatment in pulmonary medicine. [New York]: McGraw-Hill Companies. 11 Khairani R., Syahruddin E.,Partakusuma GL. 2012. Karakteristik Efusi Pleura di Rumah Sakit Persahabatan. J Respir Indo . 32(3)
12 Kocijancic I. 2010. Gambaran Dari Cairan Pleura Dalam Jumlah Yang Sedikit. Jurnal Penelitian Radiologi. Department of Radiology 13 Patel, Pradip R. Radiologi. Edisi ke 2. Jakarta: Erlangga. 2007. Hal: 43 14 Rasad, Sjahriar. Radiologi diasnotik. Edisi Ke 2. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2005. Hal: 116-119 15 Sutton, David. Textbook of radiology and Medical Imaging. Volume I. Fifth Edition. New York: Curchill Livingstone Inc. 1994. p. 365-370