BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Sendi 2.1.1. Sendi Jari-Jari Tangan
Gambar 1. Anatomi Sendi Jari-Jari Tangan. Sumber: Netter
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Sendi Lutut
Gambar 2. Anatomi Sendi Lutut. Sumber: Netter
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Sendi Jari-Jari Kaki
Gambar 3. Anatomi Sendi Jari-Jari Kaki. Sumber: Netter.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Reumatik 2.2.1. Definisi Reumatik Arthritis atau biasa disebut rematik adalah penyakit yang menyerang persendian dan struktur di sekitarnya. Rematik merupakan penyakit yang dikarakteristikkan oleh inflamasi (kemerahan, bengkak, dan gejala-gejala seperti nyeri) dan hilangnya fungsi salah satu atau lebih jaringan ikat ataupun jaringan pendukung tubuh. Penyakit ini menyebabkan inflamasi, kekakuan, pembengkakan, dan rasa sakit pada sendi, otot, tendon, ligamen, dan tulang. Beberapa penyakit reumatik juga dapat melibatkan organ internal (NIAMS, 2014). Terdapat lebih dari 100 jenis penyakit rematik, di antaranya adalah, osteoartritis, rheumatoid artritis, spondiloartritis, goutartritis, lupus eritematosus sistemik, scleroderma, fibromyalgia, dan lain-lain.
2.2.2. Faktor Resiko Penyebab dari rematik hingga saat ini masih belum terungkap, namun beberapa faktor resiko untuk timbulnya rematik antara lain adalah (NIAMS, 2014): 1. Umur. Dari semua faktor resiko untuk timbulnya penyakit reumatik, faktor umur adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya penyakit reumatik semakin meningkat dengan bertambahnya umur. 2. Jenis Kelamin. Penyakit lupus, rheumatoid arthritis, scleroderma, dan fibromyalgia lebih sering terjadi pada wanita. Spondyloarthropathies dan gout lebih sering terjadi pada pria. Akan tetapi setelah menopause, insidensi terkena gout pada wanita mulai meningkat. 3. Genetik Ada banyak gen dan kombinasi gen sebagai faktor predisposisi penyakit rematik. Sebagai contoh, pada rheumatoid arthritis, juvenile arthritis, dan lupus, penderita mungkin memiliki variasi pada gen yang mengkode enzim yang disebut protein tyrosine phosphatase nonreceptor 22 (PTPN22).
Universitas Sumatera Utara
4. Suku Prevalensi penyakit Systemic Lupus Erythematosus lebih sering dan lebih parah terjadi pada ras Afrika, Amerika, dan Hispanik daripada ras Kaukasia. 5. Kegemukan Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria.
2.2.3. Klasifikasi Reumatik Reumatik dapat dikelompokkan dalam beberapa golongan (Gunta, K.E. dan Rizzo, D.A.B., 2007): 1. Systemic Autoimmune Rheumatic Diseases a. Rheumatoid Arthritis b. Systemic Lupus Erythematosus c. Systemic Sclerosis 2. Seronegative Spondyloarthropathies a. Ankylosing Spondylitis b. Reactive Arthritis c. Psoriatic Arthritis 3. Osteoarthritis 4. Crystal-Induced Arthropathies a. Gout 5. Penyakit Reumatik Pada Anak a. Juvenile Rheumatoid Arthritis b. Juvenile Spondyloarthropathies 6. Penyakit Reumatik Pada Lansia a. Polymyalgia Rheumatica b. Pseudogout 1. Systemic Autoimmune Rheumatic Diseases Systemic autoimmune rheumatic diseases merupakan gangguan rheumatik dimana patogenesisnya melibatkan sistem autoimmune, diantaranya meliputi
Universitas Sumatera Utara
rheumatoid arthritis, systemic lupus erythematosus, dan systemic sclerosis (Gunta, K.E. dan Rizzo, D.A.B., 2007). a. Rheumatoid Arthritis Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh sinovitis erosif yang simetris dan pada beberapa kasus disertai keterlibatan jaringan ekstraartikular. Sebagian besar kasus perjalanannya kronik fluktuatif yang mengakibatkan kerusakan sendi yang progresif, kecacatan dan bahkan kematian dini. Secara klinis gejalanya dapat berupa kelemahan, kelelahan, anoreksia, demam ringan, nyeri, deformitas dan kaku sendi. b. Systemic Lupus Erythematosus Systemic lupus erythematosus (SLE) merupakan penyakit kronik inflamatif autoimun yang belum diketahui etiologinya. Secara klinis gejalanya dapat berupa ruam malar, ruam discoid, fotosensitifitas, ulserasi di mulut atau nasofaring, artritis, pleuritis, perikarditis, kejang-kejang, dan antibodi antinuklear positif. c. Systemic Sclerosis Systemic sclerosis (scleroderma) adalah penyakit jaringan ikat yang tidak diketahui penyebabnya yang ditandai oleh fibrosis kulit dan organ visceral serta kelainan mikrovaskular 2. Seronegative Spondyloarthropathies Seronegative spondyloarthropathies merupakan gangguan inflamasi yang umumnya terjadi pada tulang aksial seperti tulang vertebra dan tidak memiliki rheumatoid factor (Gunta, K.E. dan Rizzo, D.A.B., 2007). a. Ankylosing Spondylitis Ankylosing
spondylitis
merupakan
inflamasi
kronik
yang
melibatkan sendi-sendi aksial dan perifer, entesitis dan bias mempunyai manifestasi ekstraartikular. Secara klinis gejalanya dapat berupa nyeri punggung bawah dan kekakuan yang sering memburuk pada pagi hari. b. Reactive Arthritis
Universitas Sumatera Utara
Reactive arthritis (ReA) merupakan salah satu bentuk atau varian dari spondiloartropati seronegatif. ReA didefinisikan sebagai suatu kondisi inflamasi yang steril, setelah adanya infeksi ekstraartikular, terutama infeksi urogenital dan enteric. Chlamydia sp merupakan penyebab yang paling sering dan juga paling sering diamati. c. Psoriatic Arthritis Psoriatic arthritis terjadi pada kira-kira 5% sampai 7% orang dengan psoriasis. Secara klinis gejalanya dapat berupa berbagai bentuk, termasuk monoarthritis, asymmetric oligoarthritis, atau symmetric polyarthritis. 3. Osteoarthritis Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki paling sering terkena OA. Secara klinis gejalanya dapat berupa nyeri sendi, kaku pagi, hambatan gerak sendi, krepitasi dan deformitas (Gunta, K.E. dan Rizzo, D.A.B., 2007). 4. Crystal-Induces Arthropathies a. Gout Artritis pirai (gout) adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di seluruh dunia. Artritis pirai merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi Kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat didalam cairan ekstraselular. Manifestasi klinik deposisi urat meliputi artritis gout akut, akumulasi kristal pada jaringan yang merusak tulang (tofi), batu asam urat dan yang jarang adalah kegagalan ginjal (gout nefropati) (Gunta, K.E. dan Rizzo, D.A.B., 2007). 5. Penyakit Reumatik Pada Anak a. Juvenile Rheumatoid Arthritis Juvenile rheumatoid arthritis merupakan penyakit kronis pada anakanak dengan umur di bawah 16 tahun. Penyakit ini ditandai dengan peradangan pada sinovium dan pada tipe tertentu disertai dengan gejala sistemik.
Universitas Sumatera Utara
b. Juvenile Spondyloarthropathies Merupakan spondyloarthropathies yang terjadi pada anak. Tanda dan gejalanya berbeda dengan yang terjadi pada dewasa. Nyeri punggung bawah jarang terjadi, artritis pada panggul dan perifer, dengan enthesitis (Gunta, K.E. dan Rizzo, D.A.B., 2007). 6. Penyakit Reumatik Pada Lansia a. Polymyalgia Rheumatica Keadaan yang melibatkan tendon, otot, ligament, dan jaringan ikat disekitar sendi yang mengakibatkan nyeri, dan kaku sendi pada bahu, panggul, leher, dan punggung bawah. b. Pseudogout Pseudogout merupakan sinovitis mikrokristalin yang dipicu oleh penimbunan kristal CPPD, dan dihubungkan dengan kalsifikasi hialin serta fibrokartilago. Ditandai dengan gambaran radiologis berupa kalsifikasi rawan sendi di mana sendi lutut dan sendi-sendi besar lainnya merupakan predileksi untuk terkena radang (Gunta, K.E. dan Rizzo, D.A.B., 2007).
2.2.4. Tanda Dan Gejala Reumatik Tanda dan gejala reumatik dibagi atas (Isbagio, H. dan Setiyohadi, B., 2010): 1. Nyeri Sendi Nyeri sendi merupakan keluhan utama pasien reumatik. Pasien sebaiknya diminta menjelaskan lokasi nyeri serta punctum maximumnya, karena mungkin sekali nyeri tersebut menjalar ke tempat jauh merupakan keluhan karakteristik yang disebabkan oleh penekanan radiks saraf. Pentingnya untuk membedakan nyeri yang disebabkan perubahan mekanis dengan nyeri yang disebabkan inflamasi. Nyeri yang timbul setelah aktivitas dan hilang setelah istirahat serta tidak timbul pada pagi hari merupakan tanda nyeri mekanis. Sebaliknya nyeri inflamasi akan bertambah berat pada pagi hari saat bangun tidur dan disertai kaku sendi atau nyeri yang hebat pada awal gerak dan berkurang setelah melakukan aktivitas.
Universitas Sumatera Utara
2. Kaku Sendi Kaku sendi merupakan rasa seperti diikat, pasien merasa sukar untuk menggerakkan sendi (worn off). Keadaan ini biasanya akibat desakan cairan yang berada di sekitar jaringan yang mengalami inflamasi (kapsul sendi, synovia, atau bursa). Kaku sendi makin nyata pada pagi hari atau setelah istirahat. Setelah digerak-gerakkan, cairan akan menyebar dari jaringan yang mengalami inflamasi dan pasien merasa terlepas dari ikatan (wears off). Lama dan beratnya kaku sendi pada pagi hari atau setelah istirahat biasanya sejajar dengan beratnya inflamasi sendi. 3. Bengkak Sendi Bengkak sendi dapat disebabkan oleh cairan, jaringan lunak atau tulang. Cairan sendi yang terbentuk biasanya akan menumpuk di sekitar daerah kapsul sendi yang resistensinya paling lemah dan mengakibatkan bentuk yang khas pada tempat tersebut. Bulge sign ditemukan pada keadaan efusi sendi dengan jumlah cairan yang sedikit dalam rongga yang terbatas. Misalnya pada efusi sendi lutut bila dilakukan pijatan pada cekungan medial maka cairan akan berpindah sendiri ke sisi medial. Baloon sign ditemukan pada keadaan efusi dengan jumlah cairan yang banyak. Bila dilakukan tekanan pada satu titik akan menyebabkan penggelembungan di tempat lain. Keadaan ini sangat spesifik pada efusi sendi. Pembengkakan kapsul sendi merupakan tanda spesifik sinovitis. 4. Deformitas Walaupun deformitas mudah tampak jelas pada keadaan diam, tetapi akan lebih nyata pada keadaan gerak. Perlu dibedakan apakah deformitas tersebut dapat dikoreksi (misalnya disebabkan gangguan jaringan lunak) atau tidak dapat dikoreksi (misalnya restriksi kapsul sendi atau kerusakan sendi). 5. Disabilitas dan Handicap Disabilitas terjadi apabila suatu jaringan, organ atau sistem tidak dapat berfungsi secara adekuat. Handicap terjadi bila disabilitas
Universitas Sumatera Utara
mengganggu aktivitas sehari-hari, aktivitas sosial atau mengganggu pekerjaan pasien. Disabillitas yang nyata belum tentu menyebabkan handicap. 6. Krepitus Krepitus merupakan bunyi berderak yang dapat diraba sepanjang gerakan struktur yang terserang. Krepitus halus merupakan krepitus yang dapat di dengar dengan menggunakan stetoskop dan tidak dihantarkan ke tulang di sekitarnya. Keadaan ini ditemukan pada radang sarung tendon, bursa atau synovia. Pada krepitus kasar, suaranya dapat terdengar dari jauh tanpa bantuan stetoskop dan dapat diraba sepanjang tulang. Keadaan ini disebabkan oleh kerusakan rawan sendi atau tulang. 7. Atrofi dan Penurunan Kekuatan Otot Atrofi otot merupakan tanda yang sering ditemukan. Pada sinovitis segera terjadi hambatan refleks spinal lokal terhadap otot yang bekerja untuk sendi tersebut. Pada artropati berat dapat terjadi atrofi periartikular yang luas. Sedangkan pada jepitan saraf, gangguan tendon atau otot terjadi atrofi lokal. Perlu dinilai kekuatan otot, karena ini lebih penting dari besar otot. 8. Gangguan Mata Gangguan mata meliputi: a) Episkleritis dan skleritis pada artritis rheumatoid, vasculitis dan polikondritis. b) Iritis pada spondylitis ankilosis dan penyakit Reiter kronik. c) Irdosklitis pada artritis juvenile kronik jenis pausiartikular d) Konjungtivitis pada penyakit Reuter akut dan sindrom sika. 9. Nodul Nodul sering ditemukan pada berbagai artropati, umumnya ditemukan pada permukaan ekstensor (punggung tangan, siku, tumit belakang, sacrum). Nodul sering ditemukan pada artritis gout dan artritis rheumatoid
Universitas Sumatera Utara
2.2.5. Patofisiologi Reumatik Akibat
peningkatan
aktivitas
enzim-enzim
yang
merusak
makromolekul matriks tulang rawan sendi (proteoglikan dan kolagen) maka terjadi kerusakan setempat secara progresif dan memicu terbentuknya tulang baru pada dasar lesi sehingga terbentuk benjolan yang disebut osteolit. Proteoglikan adalah suatu zat yang membentuk daya lentur tulang rawan, sedangkan kolagen adalah serabut protein jaringan ikat. Osteolit yang terbentuk akan mempengaruhi fungsi sendi atau tulang dan menyebabkan nyeri jika sendi atau tulang tersebut digerakkan (Priyatno, 2009).
2.2.6. Penatalaksanaan Reumatik Penatalaksanaan untuk penyakit reumatik bervariasi tergantung pada penyakit dan kondisi; bagaimanapun, penatalaksanaan pada umumnya adalah (NIAMS, 2014): a. Olahraga Aktivitas fisik dapat mengurangi nyeri dan kekakuan pada sendi dan meningkatkan fleksibilitas, kekuatan dan ketahanan otot. Olahraga juga dapat membuat penurunan berat badan dimana penurunan berat badan ini dapat mengurangi tekanan pada sendi yang nyeri. Olahraga yang baik untuk penderita artritis adalah olahraga yang paling sedikit menimbulkan tekanan pada persendian, seperti berjalan, stretching, sepeda stasioner, dan berenang. Pasien yang menderita artritis harus berkonsultasi dengan dokter sebelum memulai suatu program olahraga yang baru. b. Diet Meskipun tidak ada diet yang spesifik yang meringankan artritis, sebuah diet yang seimbang bersama dengan olahraga membantu orang mengatur berat badan mereka dan tetap sehat. Diet sangat penting untuk penderita gout. Penderita gout artritis harus menghindari alkohol dan
Universitas Sumatera Utara
makanan yang tinggi purin, seperti jeroan (hati, ginjal), ikan sarden dan ikan teri. c. Obat-obatan Berbagai obat digunakan untuk mengobati penyakit reumatik. Jenis obat tergantung pada penyakitnya secara spesifik. Pada umunya obat yang
digunakan
untuk
mengobati
penyakit
reumatik
tidak
menyembuhkan tetapi lebih kepada mengurangi atau meringankan gejala-gejala penyakit reumatik. Beberapa contoh jenis obat yang sering digunakan dalam penatalaksanaan penyakit reumatik:
Analgesik oral
Analgesic topical
Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs)
Disease-modifying antirheumatic drugs (DMARDs)
Janus kinase inhibitor
Kortikosteroid Meskipun semua obat tersebut berpotensial untuk mengobati
penyakit reumatik, tetapi semuanya berpotensial memiliki efek samping yang
berbahaya.
Ketika
meresepkan
obat,
dokter
harus
mempertimbangkan resiko dan keuntungannya terhadap pasien. d. Terapi Panas dan Dingin Panas dan dingin, keduanya dapat digunakan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi pada arthritis. Terapi panas meningkatkan aliran darah, meringankan nyeri dan meningkatkan fleksibilitas. Terapi dingin mengurangi nyeri, meringankan inflamasi dan spasme otot. Terapi panas dapat dilakukan dengan meletakkan handuk hangat pada persendian yang inflamasi, atau dengan berendam pada air hangat. Terapi dingin dapat dilakukan dengan merendamkan sendi yang nyeri pada air es, atau dengan menyemprotkan (mengoleskan) ointment yang membuat dingin kulit dan sendi. e. Alat Bantu
Universitas Sumatera Utara
Seorang penderita arthritis dapat menggunakan berbagai jenis alat untuk meringankan nyeri. Misalnya, menggunakan tongkat ketika berjalan dapat mengurangi beban yang tertumpu pada lutut atau panggul yang terkena arthritis. f. Operasi Operasi mungkin dibutuhkan untuk memperbaiki kerusakan sendi, mengembalikan fungsi atau meringankan nyeri pada sendi yang terkena arthritis. Berbagai jenis operasi dapat dilakukan pada penderita arthritis. Salah satunya adalah total joint replacement, yaitu membuang sendi yang rusak dan menggantinya dengan sendi artifisial (NIAMS, 2014).
2.2.7. Pencegahan Reumatik 1. Hindari kegiatan tersebut apabila sendi sudah terasa nyeri, sebaiknya berat badan diturunkan, karena kegemukan mengakibatkan beban pada sendi lutut atau tulang pinggul terlalu berat. 2. Istrahat yang cukup, dan kurangi aktivitas berat secara perlahan lahan. 3. Hindari makanan yang dapat mencetus terjadinya penyakit rematik, misalnya: daging, jeroan (seperti kikil), usus, hati, ampela dan lain-lain.
2.3. Nyeri 2.3.1. Definisi Nyeri Menurut The International Association for The Study of Pain (IASP), nyeri didefinisikan sebagai pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial akan menyebabkan kerusakan jaringan. Reseptor neurologik yang dapat membedakan antara rangsang nyeri dengan rangsang lain disebut nosiseptor. Nyeri dapat mengakibatkan impairment dan disabilitas. Impairment adalah abnormalitas atau hilangnya struktur atau fungsi anatomik, fisiologik maupun psikologik. Sedangkan disabilitas adalah hasil dari impairment, yaitu keterbatasan atau gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas yang normal.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Klasifikasi Nyeri Nyeri terbagi atas (Setiyohadi, B., Sumariyono, Kasjmir, Y.I., Isbagio, H. dan Kalim, H., 2010): a. Nyeri nosiseptif Nyeri yang timbul sebagai akibat perangsangan pada nosiseptor (serabut a-delta dan serabut-c) oleh rangsang mekanik, termal atau kemikal. b. Nyeri somatik Nyeri yang timbul pada organ non viseral, misal nyeri pasca bedah, nyeri metastatic, nyeri tulang, nyeri artritik. c. Nyeri viseral Nyeri yang berasal dari organ viseral, biasanya akibat distensi organ yang berongga, misalnya usus, kandung empedu, pankreas, jantung. Nyeri viseral seringkali diikuti referred pain dan sensasi otonom, seperti mual dan muntah. d. Nyeri neuropatik Nyeri yang timbul akibat iritasi atau trauma pada saraf. Nyeri seringkali persisten, walaupun penyebabnya sudah tidak ada. Biasanya pasien merasakan rasa seperti terbakar, seperti tersengat listrik atau alodinia dan disestesia.
e. Nyeri psikogenik Nyeri yang tidak memenuhi kriteria nyeri somatik dan nyeri neuropatik, dan memenuhi kriteria untuk depresi atau kelainan psikosomatik
2.3.3. Mekanisme Nyeri Proses nyeri mulai stimulasi nociceptor oleh stimulus noxiuos sampai terjadinya pengalaman subyektif nyeri adalah suatu seri kejadian elektrik dan kimia yang bias dikelompokkan menjadi 4 proses, yaitu transduksi,
Universitas Sumatera Utara
transmisi, modulasi dan persepsi (Setiyohadi, B., Sumariyono, Kasjmir, Y.I., Isbagio, H. dan Kalim, H., 2010). a. Transduksi Mekanisme nyeri dimulai dari stimulasi nociceptor oleh stimulus noxiuos pada jaringan, yang kemudian akan mengakibatkan stimulasi nosiseptor dimana disini stimulus noxiuos tersebut akan dirubah menjadi potensial aksi. Proses ini disebut transduksi atau aktivasi reseptor. b. Transmisi Tahap pertama transmisi adalah konduksi impuls dari neuron aferen primer ke kornu dorsalis medulla spinalis, pada kornu dorsalis ini neuron aferen primer bersinap dengan neuron susunan saraf pusat. Dari sini jaringan neuron tersebut akan naik keatas di medulla spinalis menuju batang otak dan thalamus. c. Modulasi Terdapat proses modulasi sinyal yang mampu mempengaruhi proses nyeri tersebut, tempat modulasi sinyal yang paling diketahui adalah pada kornu dorsalis medula spinalis. d. Persepsi Proses dimana pesan nyeri di relai ke otak dan menghasilkan pengalaman yang tidak menyenangkan (nyeri).
2.3.4. Nyeri Inflamasi Pada proses inflamasi, misalnya pada artritis, proses nyeri terjadi karena stimulus nosiseptor akibat pembebasan berbagai mediator biokimiawi selama proses inflamasi terjadi. Inflamasi terjadi akibat rangkaian reaksi imunologik yang dimulai oleh adanya antigen yang kemudian diproses oleh antigen presenting cell (APC) yang kemudian akan diekskresikan ke permukaan sel dengan determinan HLA yang sesuai. Antigen yang diekspresikan tersebut akan diikat oleh sel T melalui reseptor sel T pada permukaan sel T membentuk kompleks trimolekuler. Kompleks
Universitas Sumatera Utara
trimolekuler tersebut akan mencetuskan rangkaian reaksi imunologik dengan pelepasan berbagai sitokin (IL-1, IL-2) sehingga terjadi aktifasi, mitosis dan proliferasi sel T tersebut. Sel T yang teraktifasi juga akan menghasilkan berbagai limfokin dan mediator inflamasi yang bekerja merangsang makrofag untuk meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan merangsang proliferasi dan aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi. Setelah berikatan dengan antigen, antibodi yang dihasilkan akan membentuk kompleks imun yang akan mengendap pada organ target dan mengaktifkan sel radang untuk melakukan fagositosis yang diikuti oleh pembebasan metabolit asam arikidonat, radikal oksigen bebas, enzim protease yang pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan pada organ target tersebut. Dalam proses inflamasi, berbagai jenis prostaglandin seperti PGE1, PGE2, PGI2, PGD2 dan PGA2, dapat menimbulkan vasodilatasi dan demam. Di antara berbagai jenis prostaglandin tersebut, PGI2, merupakan vasodilator terkuat. Peranan prostaglandin dalam menimbulkan nyeri pada proses inflamasi ternyata lebih kompleks. Pemberian PGE pada binatang percobaan tidak terbukti dapat memprovokasi nyeri secara langsung, tetapi harus ada kerjasama sinergistik dengan mediator inflamasi yang lain seperti histamin dan bradykinin (Setiyohadi, B., Sumariyono, Kasjmir, Y.I., Isbagio, H. dan Kalim, H., 2010).
2.3.5. Kajian Awal Terhadap Rasa Nyeri Terdapat beberapa hal penting yang menjadi dasar kajian awal terhadap rasa nyeri yang dikeluhkan seorang pasien (Setiyohadi, B., Sumariyono, Kasjmir, Y.I., Isbagio, H. dan Kalim, H., 2010) yaitu: a. Lokasi Nyeri Mintalah pada pasien untuk menjelaskan daerah mana yang merupakan bagian paling nyeri atau sumber nyeri. Walaupun demikian perlu
Universitas Sumatera Utara
diperhatikan bahwa lokasi anatomik ini belum tentu sebagai sumber rasa nyeri yang dikeluhkan pasien. b. Intensitas Nyeri Pada umumnya dipakai rating scale dengan analogi visual atau dikenal sebagai Visual Analogue Scale (VAS). Mintalah pasien membuat rating terhadap rasa nyerinya (0-10) baik yang dirasakan saat ini, kapannyeri yang paling buruk dirasakan atau yang paling ringan dan pada tingkatan mana rasa nyeri masih dapat diterima. Pengukuran dengan VAS pada nilai di bawah 4 dikatakan sebagai nyeri ringan; nilai antara 4-7 dinyatakan sebagai nyeri sedang dan di atas 7 dianggap sebagai nyeri hebat.
Gambar 4. Visual Analogue Scale. Sumber: Medscape c. Kualitas Nyeri Gunakan terminologi yang dikemukakan oleh pasien itu sendiri seperti nyeri tajam, seperti terbakar, seperti tertarik, nyeri tersayat dan sebagainya. d. Awitan Nyeri, Variasi Durasi dan Ritme Perlu ditanyakan kapan mulai nyeri terjadi, variasi lamanya kejadian nyeri itu sendiri serta adakah irama atau ritme terjadinya maupun
Universitas Sumatera Utara
intensitas nyeri. Apakah nyeri tetap berada pada lokasi yang diceritakan pasien? Apakah nyeri menetap atau hilang timbul? e. Faktor Pemberat dan yang Meringankan Nyeri Apa saja yang dapat memperberat rasa nyeri yang diderita pasien dan faktor apa yang meringankan nyeri hendaklah ditanyakan kepada pasien tersebut. f. Pengaruh Nyeri Dampak nyeri yang perlu ditanyakan adalah seputar kualitas hidup atau terhadap hal-hal yang lebih spesifik seperti pengaruhnya terhadap pola tidur, selera makan, enerji, aktivitas keseharian, hubungan dengan sesama manusia atau bahkan terhadap mood, kesulitan berkonsentrasi pada pekerjaan atau pembicaraan dan sebagainya. g. Gejala Lain yang Menyertai Apakah pasien menderita keluhan lainnya di samping rasa nyeri seperti mual dan muntah, konstipasi, gatal, mengantuk atau terlihat bingung, retensio urinae serta kelemahan?
Universitas Sumatera Utara